SURVEI GEOKIMIA TANAH LANJUTAN DAERAH GUNUNG SENYANG KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SURVEI GEOKIMIA TANAH LANJUTAN DAERAH GUNUNG SENYANG KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT"

Transkripsi

1 SURVEI GEOKIMIA TANAH LANJUTAN DAERAH GUNUNG SENYANG KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT Kisman dan Bambang Nugroho Widi Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Gunung Senyang merupakan salah satu daerah mineralisasi emas dan logam dasar. Secara administratif daerah ini termasuk wilayah Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat. Gunung Senyang adalah daerah perbukitan dengan ketinggian antara meter diatas permukaan laut, dengan lereng dari landai hingga terjal. Secara geologi disusun oleh dominasi batuan intrusi pada bagian atas dan batuan metasedimen pada bagian bawah. Batuan metasedimen merupakan batuan tertua, di susul oleh intrusi diorit dan endapan aluvium. Struktur geologi yang berkembang adalah berupa sesar geser dengan arah umum utara-selatan dan sesar normal (graben?). Mineralisasi di tandai oleh urat kuarsa menerobos intrusi diorit dan setempat pada batuan metasedimen yang mengandung bijih sulfida (emas dan logam dasar) membentuk suatu zona (ketebalan urat kuarsa kurang dari 1 cm hingga 3 cm). Di bagian utara (Sungai Entinyuh) asosiasi mineral berupa pirit, kalkopirit dan galena. Sedangkan di bagian selatan yaitu di Sungai Paju mineralisasi ditandai oleh urat kuarsa, menerobos batuan diorit dengan arah N290ºE-N330ºE, kemiringan sampai 80º. Urat kuarsa berwarna putih abu-abu, tekstur gigi anjing dan vuggy dan terdapat sulfida pirit. Jenis alterasi yang terbentuk di daerah penyelidikan secara kasad mata adalah silisifikasi, argilitisasi sebagian propilitisasi tetapi sangat terbatas pada daerah-daerah sesar. Sedangkan butiran emas ditemukan dalam konsentrat dulang dari Sungai Bungo. Hasil dari analisis mineralogi butir, emas teridentifikasi memiliki bentuk dan ukuran butiran yang bervariasi dari VFC (sangat halus) hingga CC (sangat kasar) dengan bentuk sub angular hingga sub rounded. Emas letakan berasal dari daerah aliran Sungai Bungo pada lokasi SSE- 15MN02P, SSE-15MN04P dan SSE-15MN211P. Berdasarkan hasil analisis Fire assay conto batuan kandungan emas dari daerah aliran sungai (DAS) Bungo memiliki kadar 11,82 gr/ton Au, DAS Entinyuh kadar 4,90 gr/t Au dan dari DAS Paju menunjukkan kadar 14,38 gr/t Au. Hasil analisis mineragrafi pada conto SSE- 15MN193F menunjukkan butiran emas berasosiasi dengan sfalerit, pirit kalkopirit dan galena. Pada conto yang lain ditemukan adanya stibnit. Sedangkan hasil analisis petrografi pada conto SSE-15MN198R dijumpai adanya mineral biotit sekunder. Dengan data tersebut dapat diperkirakan bahwa mineralisasi terbentuk atau bergerak dari suhu tinggi ke suhu rendah (tipe porfiri-tipe epitermal). PENDAHULUAN Kegiatan survei geokimia tanah sebagai salah satu tahapan tindak lanjut dari kegiatan penyelidikan mineral logam di daerah perbatasan Malaysia Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat tahun Informasi dari hasil kegiatan tersebut adalah terdapatnya anomali geokimia unsur Au dari conto sedimen sungai aktif dan atau batuan. Hasil analisis conto sedimen sungai aktif di daerah kaki Gunung Senyang terdapat unsur Au ppb. Penambangan emas aluvial atau koluvial terletak pada kaki Gunung Senyang di bagian utara, di lokasi tersebut terdapat batusabak terkersikan bersentuhan dengan diorit atau granodiorit oleh van Schelle,1884 (dalam Tim Penyelidikan, 2012). Survei geokimia

2 tanah di daerah Gunung Senyang secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat (Gambar 1). Survei geokimia tanah dilakukan untuk mengetahui penyebaran unsur unsur logam dalam tanah dan mendapatkan zona-zona anomali unsur logam. Makalah ini merupakan salah satu bagian dari data hasil penyelidikan Pusat Sumber Daya Geologi Tahun Anggaran METODOLOGI Survei geokimia tanah di daerah Gunung Senyang dilakukan dengan cara pengamatan geologi konvensional disertai pengambilan conto tanah interval 50 meter pada horizon B dengan metoda ridge and spur, conto batuan dengan chip sampling. Analisis kimia unsur dilakukan di laboratorium Pusat Sumber Daya Geologi dengan metoda AAS dan Fire Assay. Unsur yang dianalisis adalah unsur Au, Ag, Cu, Pb, Zn, Mn, Fe, As, Mo, Sb, Hg dan Li. Selain metoda AAS dan Fire Assay juga analisis fisika mineral yang terdiri dari petrografi untuk mengetahui jenis mineral penyusun batuan dan mineragrafi untuk mengetahui jenis mineral logam atau mineral bijih yang membentuk endapan bijih. Pengolahan data hasil analisis kimia unsur dari conto tanah dengan statistik deskriptif menggunakan program excel dan plotting dalam peta dengan program Mapinfo-11. GEOLOGI DAERAH PENYELIDIKAN Morfologi daerah penyelidikan dibagi dua satuan yaitu: satuan bukit terjal mengelilingi Gunung Senyang di sekitarnya dan bukit-bukit rendah bergelombang seiring dengan jarak yang menjauh dari puncak. Bagian morfologi tertinggi adalah puncak Gunung Senyang dengan ketinggian antara meter. Pola aliran sungai-sungai yang terbentuk berpola radial dengan stadium yang relatif masih muda berbentuk huruf V. Litologi daerah penyelidikan dapat dibagi menjadi tiga satuan batuan tersusun dari yang berumur tua ke muda yaitu: Satuan batuan metasedimen, satuan batuan intrusi dan endapan alluvium dengan sisipan batu lempung (Gambar 2). Satuan batuan metasedimen terdapat dua jenis yaitu berupa perselingan batupasir dan batu lempung. Batuan lempung umumnya berwarna abu-abu sampai warna gelap (Gambar 3). Sedangkan batupasir berbutir halus sampai kasar berwarna putih terdapat kesan perlapisan warna coklat muda hingga kuning (Gambar 4). Satuan batuan beku sebagai intrusi di daerah Gunung Senyang yaitu diorit, dasit dan andesit. Satuan batuan diorit banyak tersingkap disekitar Sungai Bungo, Sungai Entinyuh, Sungai Paju dan di puncak-puncak bukit (Gambar 5). Satuan alluvium dengan sisipan lempung, batulumpur yang masih lunak dan endapan kerikil pasir beraneka bahan (Gambar 6). Struktur geologi di daerah penyelidikan pada umumnya berupa sesar dengan arah umum utara-selatan. Sesar geser pada satuan batuan metasedimen dijumpai dilokasi Sungai Paju, dengan jelas terlihat pergeseran alur lapisan yang sama sebagaimana Gambar 7. Sedangkan struktur kekar yang terisi mineral sulfida umumnya akan berpotongan dengan struktur utama, dengan arah N130 o E- N160 o E atau N310 o E-N325 o E. Mineralisasi Mineralisasi terbentuk karena adanya penetrasi larutan hidrotermal melalui struktur rekahan dan terperangkap diantara batuan yang dilaluinya (trap). Data yang diperoleh dari pengamatan di lapangan memberikan gambaran mineralisasi banyak terbentuk pada batuan intrusi. Mineralisasi yang terbentuk berpengaruh terhadap adanya batuan ubahan yang bersifat lokal, umumnya pada batuan diorit. Mineralisasi dicirikan oleh

3 adanya urat kuarsa halus (ketebalan kurang dari 1 cm hingga sekitar 3 cm) yang membentuk suatu zona ditandai adanya pirit dan mineral lain seperti kalkopirit, spalerit dan galena. Ada tiga lokasi yang diperkirakan memiliki indikasi mineralisasi yang signifikan yaitu : Mineralisasi di daerah aliran sungai (DAS) Bungo (conto batuan S. Bungo_R) dan ditemukannya butiran emas dari konsentrat dulang. Mineralisasi di (DAS) Paju dicirikan oleh adanya urat kuarsa (SSE-15MN197R) menerobos batuan diorit dengan arah antara N290ºE- N330ºE dan kemiringan sampai 80º. Urat kuarsa berwarna putih-abu-abu bening hingga kecoklatan, bertekstur paralel dan gigi anjing. Alterasi yang terjadi di sekitar urat kuarsa adalah silisifikasi dan argilitisasi pada beberapa bagian dijumpai pirit halus (Gambar 8). Float urat kuarsa mengandung mineral sulfida ditemukan di Sungai Entinyuh (SSE-15MN207F) seperti pada Gambar 9. ANALISIS DAN HASIL Fotomikrograf specimen conto SSE-15MN207F terlihat beberapa mineral sulfida (Gambar 10). Pada conto specimen yang berasal dari (DAS) Bungo, fotomikrograf disajikan pada Gambar 11. Berdasarkan data hasil analisis conto batuan kandungan unsur emas mencapai 11,83 ppm. Hasil analisis kimia batuan menunjukkan terdapat tiga conto yang memiliki kadar emas cukup signifikan yaitu conto SSE-15MN207F berkadar 4,90 gr/t Au; conto S. Bungo_R berkadar 11,83 gr/t Au dan SSE-15MN193F sebesar 14,38 gr/t Au. Ketiga conto tersebut merupakan conto-conto dengan kadar emas tertinggi dibanding conto-conto lainnya. Hasil analisis petrografi dari conto SSE-15MN198R terdapat mineral biotit sekunder (Gambar 12). Hasil analisis mineragrafi memperlihatkan mineral emas berasosiasi dengan kalkopirit, sfalerit, galena dan stibnit (Gambar 13). Begitu pula hasil analisis mineralogi butir memperlihatkan butiran emas dengan berbagai ukuran dari halus VFC hingga kasar MC dan berbagai bentuk dari sub angular hingga sub rounded (Gambar 14). Korelasi antara hasil analisis kimia, petrografi dan mineragrafi sayatan tipis saling mendukung cukup baik. Kondisi seperti tersebut di atas dapat diduga bahwa proses mineralisasi yang terbentuk pada range dari suhu rendah sampai suhu tinggi (tipe epitermal ke mesotermal). Analisis statistik deskriptif terhadap nilai unsur dari 236 conto tanah horizon B berupa mean, standar deviasi, jumlah conto, nilai minimal, nilai maksimal dan tingkat kepercayaan. Setiap conto dianalisis sebanyak 11 unsur logam yaitu : Au, Ag, Cu, Pb, Zn, Fe, Mn, As, Mo, Sb dan Li dengan satuan kadar ppm kecuali Au dan Hg dalam ppb dan Fe (%). Hasil pengolahan data dirangkum dan disajikan pada Tabel 1 dan koefisien korelasi antar unsur disajikan pada Tabel 2. Penentuan besarnya anomali unsur kimia dibuat menjadi empat kelas yaitu : Kelas-1 nilai minimum s.d. mean Kelas-2 mean s.d. mean + Standar deviasi Kelas-3 mean + Standar deviasi s.d. mean + 2 Standar deviasi Kelas-4 mean + 2 Standar deviasi s.d. nilai maksimum. Penggambaran peta sebaran unsur dibuat berdasarkan kelas yang ada dengan perbedaan besarnya lingkaran padat pada setiap titik-titik lokasi. Hasil proses pengolahan data tersebut ditampilkan dalam peta yang menunjukkan penyebaran unsur, sebagai contoh untuk unsur Au, As dan Hg diperlihatkan pada Gambar 15, Gambar 16 dan Gambar 17. Sedangkan hasil analisis conto batuan tidak dilakukan pengolahan data statistik sebagaimana conto tanah horizon B, tetapi hanya dilakukan plotting langsung dalam peta (Gambar 18).

4 PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis kimia terhadap 236 conto tanah horizon B, maka karakteristik kandungan unsur Au adalah kadarnya berkisar antara 1 ppb ppb dengan nilai mean 21,79 ppb. Hasil paling tinggi terdapat pada conto SSE/15MN23S dengan koordinat lokasi ( ; ). Lokasi tersebut di punggungan sebelah kiri hulu Sungai Bungo. Untuk As kadarnya berkisar antara 0 ppm - 64 ppm dengan nilai mean 11,7 ppm. Hasil paling tinggi terdapat pada conto SSE/15MN220S dengan koordinat lokasi ( ; ). Lokasi tersebut di punggungan berarah tenggara yang berhadapan dengan hulu Sungai Entinyuh. Sedangkan Unsur Hg kadarnya berkisar antara 14 ppb ppb dengan nilai mean 73,3 ppb. Hasil paling tinggi terdapat pada conto SSE/15MN93S dengan koordinat lokasi ( ; ). Lokasi tersebut di puncak punggungan ujung hulu Sungai Entinyuh. Koefisien korelasi antar unsur berdasarkan hasil analisis kimia conto tanah horizon B antara unsur Au terhadap As dan Hg menunjukkan hubungan positif dengan nilai 0,13 dan 0,02. Angka koefisien korelasi tersebut di atas dapat dijadikan sebagai dasar perkiraan bahwa keterjadian emas di daerah penyelidikan termasuk kategori suhu rendah. Berdasarkan konsep hidrotermal, mineralisasi terbentuk sedikitnya oleh tiga faktor utama yaitu: 1) Adanya batuan intrusi, berperan sebagai heat sources, 2) Adanya batuan induk berperan sebagai rumah atau tempat larutan hidrotermal mengalami pembentukan menjadi endapan hidrotermal (bijih), 3) Adanya struktur berperan sebagai jalan masuknya larutan hidrotermal dan terjebak dalam batuan induk sebagai deposits. Selain tiga faktor di atas faktor lainnya adalah sirkulasi air bawah permukaan atau ground water circulation. Di daerah Gunung Senyang peran tersebut telah membentuk endapan emas dan logam dasar. Hal tersebut di atas jejaknya terekam dari hasil pengamatan lapangan dan analisis laboratorium bahwa dari semua lokasi yang teramati, ada tiga lokasi memiliki kandungan emas cukup signifikan yang disertai logam dasar. Ketiga lokasi tersebut yaitu: DAS Bungo, DAS Entinyuh dan DAS Paju. Uji pendulangan mineral berat di lokasi endapan koluvium DAS Bungo dan menghasilkan butiran emas dengan bentuk sub angular hingga sub raounded, hal ini menunjukkan bahwa mineralisasi emas masih berasal dari sumber yang dekat. Keyakinan bahwa mineralisasi emas dan logam dasar di daerah penyelidikan dikuatkan dengan pengujian silang atau cross check antara analisis mineragrafi dan fire assay menghasilakan data yang saling mendukung. Hasil analisis mineragrafi menunjukkan butiran emas berasosiasi dengan sfalerit, pirit, kalkopirit dan galena, sedangkan dari analisis kimia conto batuan yang sama menghasilkan nilai kadar yang cukup signifikan. Dari hasil analisis petrografi (sayatan tipis) salah satu conto batuan diorit menunjukkan adanya mineral biotit sekunder, hal ini mengindikasikan bahwa dilokasi tersebut dikategorikan pada tingkat alterasi potasik. Rekonstruksi model pembentukan mineralisasi yang dilakukan di daerah penyelidikan belum mendapatkan hasil yang permanen. Untuk mendapatkan gambaran model dilakukan pendekatan terhadap adanya hubungan aplit dengan urat kuarsa yang menerobos batuan diorit daerah penyelidikan. Sketsa spekulatif model mineralisasi daerah Gunung Senyang disajikan pada Gambar 19. Diperkirakan mineralisasi daerah Gunung Senyang terbentuk dan bergerak dari suhu tinggi ke suhu rendah (tipe porfiri-tipe epitermal). KESIMPULAN 1) Secara geologi daerah penyelidikan merupakan perbukitan, disusun oleh

5 satuan batuan metasedimen, satuan batuan intrusi diorit dan endapan alluvium. Struktur geologi berupa sesar geser berarah utara-selatan dan sesar normal membentuk graben (?). 2) Mineralisasi ditandai dengan adanya urat kuarsa yang menerobos batuan diorit berarah umum baratlauttenggara. Urat kuarsa memiliki ketebalan antara 1-3 cm mengandung emas berasosiasi dengan sfalerit, galena dan kalkopirit dan alterasinya adalah silisifikasi, argilitisasi dan propilitisasi. 3) Hasil analisis fire assay tiga conto batuan menunjukkan kandungan emas mencapai kadar 14,38 gr/t Au (SSE-15MN193F); 11,83 gr/t Au (S.Bungo_R) dan 4,90 gr/t Au (SSE- 15MN207F). Berdasarkan analisis kimia conto tanah horizon B, unsur Au, As dan Hg mempunyai koefisien korelasi positif dengan nilai 0,13 dan 0,02 yang mengindikasikan emas terjadi dalam kategori suhu redah. 4) Terdapatnya mineral biotit sekunder pada analisis petrografi menunjukkan tingkat alterasi potasik, sehingga secara genesa mineralisasi daerah penyelidikan terbentuk dan bergerak dari suhu tinggi ke suhu rendah (tipe porfiri-tipe epitermal?). UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan terima kasih kepada Koordinator Kelompok Penyelidikan Mineral dan tim editor yang telah memberikan saran dan koreksinya terhadap makalah ini sehingga dapat diterbitkan. DAFTAR PUSTAKA Annonim, 2006, Kajian Sumber Daya Geologi Pulau Kalimantan, Pusat Sumber Daya Geologi Bandung. Annonim, 2012, Penyelidikan Mineral Logam di Daerah Perbatasan Malaysia Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat, Pusat Sumber Daya Mineral, Bandung. Annonim, 2014, Eksplorasi Umum Mineral Logam Mulia dan Logam Dasar di Daerah Perbatasan Malaysia Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat, Pusat Sumber Daya Mineral, Bandung. Corbett and Leach, 1996, Southwest Pacifik Rim Gold-Copper System: Structure, Alteration and Mineralization, Australia Supriatna, S., Margono U., Sutrisno, de Keyser F., Langford R.P., 1993, Geologi Lembar Sanggau, Kalimantan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Gambar 1. Peta Lokasi Daerah Survei

6 Gambar 2. Peta Geologi Daerah Gunung Senyang

7 Gambar 3. Singkapan Satuan Batuan Metasedimen Jenis Lempung Lokasi di Sungai Paju Gambar 4. Singkapan Satuan Batuan Metasedimen Jenis Batupasir Lokasi di Sungai Entinyuh Gambar 5. Singkapan Batuan Diorit di Lereng Bukit Hulu Sungai Bungo Gambar 6. Singkapan Lempung-Batulumpur Sebagai Sisipan Pada Endapan Alluvium Berwarna Abu-abu Lokasi di Sungai Bungo

8 Gambar 7. Singkapan Sesar Geser Pada Satuan Batuan Metasedimen di Sungai Paju Gambar 8. Singkapan Urat Kuarsa Mengisi Rekahan Batuan Diorit Mengandung Mineral Sulfida Pirit, Kalkopirit, Galena. Lokasi Sungai Paju Conto SSE-15MN197R ( , ) Gambar 9. Urat Kuarsa Mengisi Rekahan Batuan Diorit Berisi Mineral Sulfida, Galena, Spalerit, Kalkopirit dan Pirit Pada Bongkahan Float Conto SSE-15MN207F ( , )

9 Gambar 10. Fotomikrograf Specimen Conto SSE-15MN207F Pembesaran 4,7x Nampak Beberapa Mineral Sulfida Pirit, Galena dan Sfalerit, Dari Hasil Analisis KIMIA menunjukkan Kadar Emas 4,90 gr/t Au Gambar 11. Fotomikrograf Specimen Conto S.BUNGO_R Pembesaran 20x Nampak Mineral Galena, Hasil Analisis Kimia Kadar Emas 11,83 gr/t Au. Gambar 12. Fotomikrograf Sayatan Tipis Batuan Diorit Terdapat Mineral Biotit Sekunder (bi) dan Hornblenda (hb) Conto SSE-15MN198R

10 Gambar 13. Fotomikrograf Emas Berasosiasi Dengan Kalkopirit, Sfalerit dan Galena Lokasi (SSE-15MN193F) Sungai Paju. Gambar 14. Fotomikrograf Butiran Emas Dengan Bentuk Sub Angular Hingga Sub Rounded (SSE-15MN211P) daerah Sungai Bungo. Gambar 15. Peta Sebaran Unsur Au (ppb) Pada Conto Tanah Horizon B

11 Gambar 16. Peta Sebaran Unsur As (ppm) Pada Conto Tanah Horizon B Gambar 17. Peta Sebaran Unsur As (ppm) Pada Conto Tanah Horizon B

12 Gambar 18. Peta Sebaran Unsur Pada Conto Batuan Daerah Gunung Senyang Gambar 19. Sketsa Spekulatif Model Mineralisasi Daerah Gunung Senyang

13 Tabel 1. Rangkuman Statistic Deskriptif Dari Conto Tanah Horizon B Daerah Gunung Senyang Descriptive Cu_ppm Pb_ppm Zn_ppm Mn_ppm Ag_ppm Li_ppm Fe_% Au_ppb As_ppm Mo_ppm Sb_ppm Hg_ppb Mean Standard Error Median Mode Standard Deviation Sample Variance Kurtosis Skewness Range Minimum Maximum Sum Count Confidence Level(95.0%) Tabel 2. Korelasi Antar Unsur Dari Conto Tanah Horizon B Daerah Gunung Senyang Cu_ppm Pb_ppm Zn_ppm Mn_ppm Ag_ppm Li_ppm Fe_% Au_ppb As_ppm Mo_ppm Sb_ppm Hg_ppb Cu_ppm 1 Pb_ppm Zn_ppm Mn_ppm Ag_ppm Li_ppm Fe_% Au_ppb As_ppm Mo_ppm Sb_ppm Hg_ppb

EKSPLORASI UMUM MINERAL LOGAM MULIA DAN LOGAM DASAR DI DAERAH PERBATASAN MALAYSIA-KABUPATEN SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

EKSPLORASI UMUM MINERAL LOGAM MULIA DAN LOGAM DASAR DI DAERAH PERBATASAN MALAYSIA-KABUPATEN SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT EKSPLORASI UMUM MINERAL LOGAM MULIA DAN LOGAM DASAR DI DAERAH PERBATASAN MALAYSIA-KABUPATEN SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT Oleh : 1) Kisman, 2) Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral

Lebih terperinci

EKSPLORASI UMUM EMAS DAN MINERAL IKUTANNYA DI KECAMATAN BOYAN TANJUNG KABUPATEN KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

EKSPLORASI UMUM EMAS DAN MINERAL IKUTANNYA DI KECAMATAN BOYAN TANJUNG KABUPATEN KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT EKSPLORASI UMUM EMAS DAN MINERAL IKUTANNYA DI KECAMATAN BOYAN TANJUNG KABUPATEN KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT Kisman dan Bambang Pardiarto Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi

Lebih terperinci

PROSPEKSI MANGAN DI KECAMATAN TIMPEH, KABUPATEN DHARMASRAYA, PROVINSI SUMATERA BARAT

PROSPEKSI MANGAN DI KECAMATAN TIMPEH, KABUPATEN DHARMASRAYA, PROVINSI SUMATERA BARAT PROSPEKSI MANGAN DI KECAMATAN TIMPEH, KABUPATEN DHARMASRAYA, PROVINSI SUMATERA BARAT Kisman, Bambang Pardiarto, dan Edya Putra Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Kegiatan prospeksi

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI Secara geologi daerah Kabupaten Boven Digoel terletak di Peta Geologi

Lebih terperinci

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46 BAB VI DISKUSI 6.1 Evolusi Fluida Hidrotermal Alterasi hidrotermal terbentuk akibat adanya fluida hidrotermal yang berinteraksi dengan batuan yang dilewatinya pada kondisi fisika dan kimia tertentu (Pirajno,

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Armin Tampubolon Kelompok Program Penelitian Mineral SARI Secara regional, Pulau Sumba disusun oleh litologi yang berdasar

Lebih terperinci

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014 PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014 Wahyu Widodo, Bambang Nugroho Widi Kelompok Penyelidikan Mineral Logam S A R I Prospeksi mineral logam di Kabupaten

Lebih terperinci

EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU Wahyu Widodo*, Rudy Gunradi* dan Juju Jaenudin** *Kelompok Penyelidikan Mineral, **Sub Bidang Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Batu Hijau Pulau Sumbawa bagian baratdaya memiliki tipe endapan porfiri Cu-Au yang terletak di daerah Batu Hijau. Pulau Sumbawa

Lebih terperinci

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL 4.1. Tinjauan umum Ubahan Hidrothermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

KETERDAPATAN MINERALISASI EMAS YANG BERASOSIASI DENGAN SINABAR DI KECAMATAN RAROWATU KABUPATEN BOMBANA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KETERDAPATAN MINERALISASI EMAS YANG BERASOSIASI DENGAN SINABAR DI KECAMATAN RAROWATU KABUPATEN BOMBANA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KETERDAPATAN MINERALISASI EMAS YANG BERASOSIASI DENGAN SINABAR DI KECAMATAN RAROWATU KABUPATEN BOMBANA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Oleh: Kisman Pusat Sumber Daya Geologi Jalan Soekarno Hatta No. 444 Bandung

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT Oleh: Armin Tampubolon P2K Sub Direktorat Mineral Logam SARI Pada tahun anggaran 2005, kegiatan inventarisasi mineral

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Emas merupakan salah satu logam yang memiliki nilai yang tinggi ( precious metal). Tingginya nilai jual emas adalah karena logam ini bersifat langka dan tidak banyak

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN GEOFISIKA DI DAERAH GUNUNG RAWAN, KECAMATAN SEKAYAM, KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PENYELIDIKAN GEOFISIKA DI DAERAH GUNUNG RAWAN, KECAMATAN SEKAYAM, KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT PENYELIDIKAN GEOFISIKA DI DAERAH GUNUNG RAWAN, KECAMATAN SEKAYAM, KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT Yudi Aziz. M., A.Md., Reza Marza. D., ST. Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN

BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN 4.1. KONSEP DASAR EKSPLORASI Konsep eksplorasi adalah alur pemikiran yang sistimatis, dimana kita menentukan objek dari pencaharian itu atau jenis dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan sumberdaya mineral di Indonesia khususnya di pulau Jawa banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai penyelidikan yang dilakukan

Lebih terperinci

PROVINSI MALUKU UTARA

PROVINSI MALUKU UTARA PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA Syahya Sudarya dan Dwi Nugroho Sunuhadi Kelompok Penyelidikan Mineral SARI Secara administratif daerah prospeksi termasuk ke

Lebih terperinci

BAB V MINERALISASI Mineralisasi di daerah Sontang Tengah

BAB V MINERALISASI Mineralisasi di daerah Sontang Tengah BAB V MINERALISASI 5.1. Mineralisasi di daerah Sontang Tengah Studi mineralisasi pada penelitian ini dibatasi hanya pada mineralisasi Sulfida masif dengan komposisi mineral galena, sfalerit, pirit, Ag

Lebih terperinci

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KECAMATAN SUBI KABUPATEN NATUNA - PROVINSI KEPULAUAN RIAU Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral Logam

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KECAMATAN SUBI KABUPATEN NATUNA - PROVINSI KEPULAUAN RIAU Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral Logam PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KECAMATAN SUBI KABUPATEN NATUNA - PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2014 Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI Morfologi Desa Meliah terdiri dari morfologi perbukitan bergelombang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5-3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Alterasi dan Endapan Hidrotermal Alterasi hidrotermal merupakan suatu proses yang kompleks yang melibatkan perubahan mineralogi, tekstur, dan komposisi kimia batuan. Proses tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya mineral merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal inilah yang melatarbelakangi adanya pencarian lokasi sumber mineral baru. Setelah adanya

Lebih terperinci

POTENSI ENDAPAN EMAS SEKUNDER DAERAH MALINAU, KALIMANTAN TIMUR

POTENSI ENDAPAN EMAS SEKUNDER DAERAH MALINAU, KALIMANTAN TIMUR POTENSI ENDAPAN EMAS SEKUNDER DAERAH MALINAU, KALIMANTAN TIMUR Adi Hardiyono Laboratorium Petrologi dan Mineralogi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran ABSTRACT The purpose study to recognize

Lebih terperinci

PROVINSI SULAWESI UTARA

PROVINSI SULAWESI UTARA INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SITARO PROVINSI SULAWESI UTARA Oleh: Dendi Surya K., Bakrun, Ary K. PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI SARI Wilayah Kabupaten Kepulauan Sitaro terdiri dari gabungan 3 pulau

Lebih terperinci

SURVEY GEOKIMIA MINERAL LOGAM DI PROVINSI SUMATERA BARAT. Ernowo, Kisman, Armin T, Eko Yoan T, Syahya S. , P.Total, S.Total, H 2. , Al 2.

SURVEY GEOKIMIA MINERAL LOGAM DI PROVINSI SUMATERA BARAT. Ernowo, Kisman, Armin T, Eko Yoan T, Syahya S. , P.Total, S.Total, H 2. , Al 2. SARI SURVEY GEOKIMIA MINERAL LOGAM DI PROVINSI SUMATERA BARAT Ernowo, Kisman, Armin T, Eko Yoan T, Syahya S Kegiatan survey ini dilaksanakan dalam rangka kerjasama antara China Geological Survey dengan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

termineralisasi dan tanah, akan tetapi tidak semua unsur dibahas dalam makalah ini karena tidak menunjukkan hasil yang signifikan.

termineralisasi dan tanah, akan tetapi tidak semua unsur dibahas dalam makalah ini karena tidak menunjukkan hasil yang signifikan. HUBUNGAN ANTARA ANOMALI GEOKIMIA DAN GEOFISIKA DENGAN MINERALISASI LOGAM DI DAERAH TEMPURSARI, KECAMATAN TEMPURSARI DAN PRONOJIWO KABUPATEN LUMAJANG, JAWA TIMUR Oleh : Wahyu Widodo Kelompok Kerja Mineral

Lebih terperinci

BAB V PENGOLAHAN DATA

BAB V PENGOLAHAN DATA BAB V PENGOLAHAN DATA Data yang didapatkan dari pengamatan detail inti bor meliputi pengamatan megakopis inti bor sepanjang 451 m, pengamatan petrografi (32 buah conto batuan), pengamatan mineragrafi (enam

Lebih terperinci

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BURU, PROVINSI MALUKU

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BURU, PROVINSI MALUKU PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BURU, PROVINSI MALUKU Oleh Moe tamar Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI Secara administrasi kegiatan prospeksi Mineral Logam di Kabupaten Buru terletak di wilayah

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pegunungan Menoreh terletak di ujung utara pegunungan Kulon Progo, bagian timur dari zona jajaran punggungan oblong domes / ridges, di sebelah barat perbatasan Propinsi

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan 3.2.3 Satuan Batulempung A. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batulempung ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran C-3). Satuan ini tersingkap di bagian tengah dan selatan daerah penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum gunung api pasifik (ring of fire) yang diakibatkan oleh zona subduksi aktif yang memanjang dari

Lebih terperinci

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA 4.1 Tinjauan Umum Menurut kamus The Penguin Dictionary of Geology (1974 dalam Rusman dan Zulkifli, 1998), mineralisasi adalah proses introduksi (penetrasi atau akumulasi

Lebih terperinci

FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM

FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM No. Record : Judul Laporan : DATA UMUM Instansi Pelapor : Penyelidik : Penulis Laporan : Tahun Laporan : Sumber Data : Digital Hardcopy Provinsi : Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karakteristik dari suatu endapan mineral dipengaruhi oleh kondisi pembentukannya yang berhubungan dengan sumber panas, aktivitas hidrotermal, karakteristik

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI

BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI 6.1 Alterasi dan Fluida Hidrotermal Zona alterasi (Gambar 6.3) yang ditemukan pada Sumur BWS-H01 terdiri empat zona alterasi yaitu zona argilik (kaolinit, dikit, kuarsa sekunder,

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Daerah penelitian hanya berada pada area penambangan PT. Newmont Nusa Tenggara dan sedikit di bagian peripheral area tersebut, seluas 14 km 2. Dengan

Lebih terperinci

BAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN

BAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN BAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN 5.1 Data AAS (Atomic Absorption Spectrometry) AAS (Atomic Absorption Spectrometry) atau dikenal juga sebagai Spektrometri Serapan Atom merupakan suatu metode kimia yang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA. Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA. Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Prospeksi mineral logam di Kabupaten Humbang Hasundutan

Lebih terperinci

EVALUASI SUMBER DAYA/CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DAERAH S. DAUN, KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT SARI

EVALUASI SUMBER DAYA/CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DAERAH S. DAUN, KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT SARI EVALUASI SUMBER DAYA/CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DAERAH S. DAUN, KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT Suhandi 1, Mulyana 2 1 Kelompok Program Penelitian Konservasi, 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bijih besi, hal tersebut dikarenakan daerah Solok Selatan memiliki kondisi geologi

BAB I PENDAHULUAN. bijih besi, hal tersebut dikarenakan daerah Solok Selatan memiliki kondisi geologi I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Daerah Solok Selatan merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki potensi sebagai penghasil sumber daya mineral terutama pada sektor bijih besi,

Lebih terperinci

EVALUASI SUMBER DAYA DAN CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DI KABUPATEN BIMA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

EVALUASI SUMBER DAYA DAN CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DI KABUPATEN BIMA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT EVALUASI SUMBER DAYA DAN CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DI KABUPATEN BIMA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Latar Belakang Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi Daerah Kabupaten instansi

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dunia terhadap mineral logam semakin tahun semakin

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dunia terhadap mineral logam semakin tahun semakin BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebutuhan dunia terhadap mineral logam semakin tahun semakin meningkat seperti emas, tembaga dan logam lainnya. Hal tersebut didasari dengan meningkatnya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang lalui oleh 3 lempeng benua dan samudra yang masih aktif sampai saat ini. Pergerakan ketiga lempeng tersebut mengakibatkan

Lebih terperinci

TA5212 Eksplorasi Cebakan Mineral. Pengenalan Eksplorasi Geokimia

TA5212 Eksplorasi Cebakan Mineral. Pengenalan Eksplorasi Geokimia TA5212 Eksplorasi Cebakan Mineral Pengenalan Eksplorasi Geokimia Pendahuluan Awalnya geokimia digunakan dalam program eksplorasi hanya untuk menentukan kadar dari material yang akan ditambang. Pada akhirnya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. administratif termasuk ke dalam provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Di Pulau

BAB I PENDAHULUAN. administratif termasuk ke dalam provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Di Pulau BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Pulau Sumbawa terletak di sebelah timur dari Pulau Lombok yang secara administratif termasuk ke dalam provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Di Pulau Sumbawa

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Batu Hijau Endapan mineral Batu Hijau yang terletak di Pulau Sumbawa bagian baratdaya merupakan endapan porfiri Cu-Au. Pulau Sumbawa

Lebih terperinci

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL 4.1 Pengertian Ubahan Hidrotermal Ubahan hidrotermal adalah proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv SARI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR FOTO... xiii DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Barat. 18 3. Breksi Tuf Breksi tuf secara megaskopis (Foto 2.9a dan Foto 2.9b) berwarna abu-abu

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

JENIS DAN TIPE ENDAPAN BAHAN GALIAN

JENIS DAN TIPE ENDAPAN BAHAN GALIAN JENIS DAN TIPE ENDAPAN BAHAN GALIAN Jenis Bahan Galian Bahan Galian (Mineral) Logam: bahan galian yang terdiri dari mineral logam dan dalam pengolahan diambil/diekstrak logamnya. Bahan Galian (Mineral)

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR ABSTRAK Sapto Heru Yuwanto (1), Lia Solichah (2) Jurusan Teknik Geologi

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

INVESTIGASI PENYEBARAN LAPISAN PEMBAWA EMAS MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITY DI KELURAHAN LATUPPA

INVESTIGASI PENYEBARAN LAPISAN PEMBAWA EMAS MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITY DI KELURAHAN LATUPPA Prosiding Seminar Nasional Volume 02, Nomor 1 ISSN 2443-1109 INVESTIGASI PENYEBARAN LAPISAN PEMBAWA EMAS MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITY DI KELURAHAN LATUPPA Aryadi Nurfalaq 1, Rahma Hi. Manrulu

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN Oleh : Tim Penyusun 1. PENDAHULUAN Kegiatan usaha pertambangan harus dilakukan secara optimal, diantaranya termasuk melakukan

Lebih terperinci

BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL

BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL 4.1 TEORI DASAR BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL Alterasi adalah suatu proses yang di dalamnya terjadi perubahan kimia, mineral, dan tekstur karena berinteraksi dengan fluida cair panas (hidrotermal) yang dikontrol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Endapan mineral merupakan sumberdaya alam yang memiliki peranan penting dan dapat memberikan kontribusi terhadap sektor pembangunan industri terutama dibidang infrastruktur,

Lebih terperinci

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAB III ALTERASI HIDROTERMAL 3.1 Tinjauan Umum White (1996) mendefinisikan alterasi hidrotermal adalah perubahan mineralogi dan komposisi yang terjadi pada batuan ketika batuan berinteraksi dengan larutan

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Alterasi hidrotermal adalah suatu proses kompleks yang meliputi perubahan mineralogi, tekstur, dan komposisi kimia yang terjadi akibat interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PENELITIAN

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PENELITIAN BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PENELITIAN 4.1 Tinjauan Umum Ubahan hidrotermal merupakan proses yang kompleks meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kaolin merupakan massa batuan yang tersusun dari mineral lempung dengan kandungan besi yang rendah, memiliki komposisi hidrous aluminium silikat (Al2O3.2SiO2.2H2O)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian Emas termasuk bahan galian mineral logam mulia yang harganya sangat tinggi sehingga keberadaannya perlu diteliti secara detail. Oleh karena itu penelitian

Lebih terperinci

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KECAMATAN LONG PAHANGAI KABUPATEN MAHAKAM ULU, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KECAMATAN LONG PAHANGAI KABUPATEN MAHAKAM ULU, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KECAMATAN LONG PAHANGAI KABUPATEN MAHAKAM ULU, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Wahyu Widodo dan Rudy Gunradi Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Hasil prospeksi

Lebih terperinci

EVALUASI SUMBER DAYA/CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL, DAERAH PULAU LOMBOK, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT. Oleh : Rudy Gunradi

EVALUASI SUMBER DAYA/CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL, DAERAH PULAU LOMBOK, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT. Oleh : Rudy Gunradi EVALUASI SUMBER DAYA/CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL, DAERAH PULAU LOMBOK, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Oleh : Rudy Gunradi SARI Daerah kegiatan secara administratif termasuk termasuk

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN MINERAL LOGAM DASAR DAN LOGAM BESI DAN PADUAN BESI DI DAERAH LELOGAMA KABUPATEN KUPANG (TIMOR BARAT) PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR S A R I

PENYELIDIKAN MINERAL LOGAM DASAR DAN LOGAM BESI DAN PADUAN BESI DI DAERAH LELOGAMA KABUPATEN KUPANG (TIMOR BARAT) PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR S A R I PENYELIDIKAN MINERAL LOGAM DASAR DAN LOGAM BESI DAN PADUAN BESI DI DAERAH LELOGAMA KABUPATEN KUPANG (TIMOR BARAT) PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR Oleh : Franklin, Sahat Simanjuntak, Dwi Nugroho Sunuhadi dan

Lebih terperinci

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG Muhammad Kholid dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penambangan (mining) dapat dilakukan dengan menguntungkan bila sudah jelas

BAB I PENDAHULUAN. Penambangan (mining) dapat dilakukan dengan menguntungkan bila sudah jelas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penambangan (mining) dapat dilakukan dengan menguntungkan bila sudah jelas diketahui berapa besar cadangan mineral (mineral reserves) yang ditemukan. Cadangan ini

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : ARIE OCTAVIANUS RAHEL NIM

SKRIPSI. Oleh : ARIE OCTAVIANUS RAHEL NIM GEOLOGI DAN STUDI ALTERASI HIDROTHERMAL DAN MINERALISASI DI DAERAH BUKIT DELIMA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN OBA TENGAH, KOTA TIDORE KEPULAUAN, PROPINSI MALUKU UTARA SKRIPSI Oleh : ARIE OCTAVIANUS RAHEL NIM.

Lebih terperinci

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN 5.1 Tinjauan Umum Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi sebagai akibat dari adanya interaksi antara batuan dengan fluida hidrotermal. Proses yang

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN KAIMANA, PROVINSI IRIAN JAYA BARAT (PAPUA BARAT)

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN KAIMANA, PROVINSI IRIAN JAYA BARAT (PAPUA BARAT) INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN KAIMANA, PROVINSI IRIAN JAYA BARAT (PAPUA BARAT) Kisman 1 dan Bambang Nugroho Widi 1 1 Kelompok Program dan Penelitian Mineral SARI Daerah Kaimana merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan 3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 6 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Penelitian Secara administrasi, lokasi penelitian berada di Kecamata Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah timur Sebelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan emas biasanya digunakan sebagai standar

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan emas biasanya digunakan sebagai standar BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Emas merupakan salah satu logam mulia yang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan emas biasanya digunakan sebagai standar keuangan di banyak

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA DINAS PERTAMBANGAN, ENERGI DAN LINGKUNGAN HIDUP

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA DINAS PERTAMBANGAN, ENERGI DAN LINGKUNGAN HIDUP PETA POTENSI BAHAN GALIAN KETERANGAN : 1 = PT. SEKO INTI LESTARI; 56.000 Ha 2 = PT. USAHA TIGA GENERASI; 19.000 Ha atan Sabb ang appa atan S 3 4 5 = CV. BONTALI ANUGRAH; 14.170 Ha = PT. ANEKA TAMBANG ;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi tembaga dan emas yang melimpah. Sebagian besar endapan tembaga dan emas ini terakumulasi pada daerah busur magmatik.

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN DAN KOTA TIDORE MALUKU UTARA

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN DAN KOTA TIDORE MALUKU UTARA INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN DAN KOTA TIDORE MALUKU UTARA Oleh : Syahya Sudarya Kelompok Pokja Mineral Logam S A R I Anggaran 2007 Pusat Sumber Daya Geologi merencanakan kegiatan

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

3.2. Mineralogi Bijih dan Gangue Endapan Mineral Tekstur Endapan Epitermal Karakteristik Endapan Epitermal Sulfidasi Rendah...

3.2. Mineralogi Bijih dan Gangue Endapan Mineral Tekstur Endapan Epitermal Karakteristik Endapan Epitermal Sulfidasi Rendah... DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

EKEPLORASI UMUM BESI PRIMER DI KECAMATAN RAO, KABUPATEN PASAMAN, PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015

EKEPLORASI UMUM BESI PRIMER DI KECAMATAN RAO, KABUPATEN PASAMAN, PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 EKEPLORASI UMUM BESI PRIMER DI KECAMATAN RAO, KABUPATEN PASAMAN, PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 Bambang Nugroho Widi, Rudi Gunradi Kelompok Penyelidikan Mineral Logam, Pusat Sumber Daya Geologi SARI

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Daerah penelitian memiliki pola kontur yang relatif rapat dan terjal. Ketinggian di daerah penelitian berkisar antara 1125-1711 mdpl. Daerah penelitian

Lebih terperinci

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Mineralisasi hidrotermal merupakan proses perubahan mineralogi, tekstur dan komposisi kimia yang terjadi akibat interaksi larutan hidrotermal dengan batuan samping

Lebih terperinci

STUDI UBAHAN HIDROTERMAL

STUDI UBAHAN HIDROTERMAL BAB IV STUDI UBAHAN HIDROTERMAL 4.1 TEORI DASAR Ubahan hidrotermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Maret Penulis

KATA PENGANTAR. Bandung, Maret Penulis KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Alloh SWT, karena atas rahmat dan hidayahnya penyusunan tesis ini dapat penulis selesaikan. Tesis mengenai Kandungan emas pada sedimen laut sebagai indikasi adanya batuan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci