BAB V PENGOLAHAN DATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V PENGOLAHAN DATA"

Transkripsi

1 BAB V PENGOLAHAN DATA Data yang didapatkan dari pengamatan detail inti bor meliputi pengamatan megakopis inti bor sepanjang 451 m, pengamatan petrografi (32 buah conto batuan), pengamatan mineragrafi (enam buah conto batuan) analisis PIMA ( 55 buah conto batuan), dan analisis inklusi fluida (empat buah conto batuan), dan analisis AAS yang pengambilan datanya dilakukan oleh PSDG (139 buah conto batuan). Penulis juga mempergunakan data pemboran terdahulu yang berasal dari sumur MJEI-S1 (JICA, 2004) yang berjarak 280 m sebelah selatan sumur BWS-H01. Sumur MJEI-S1 memiliki inklinasi 80 o E (JICA, 2004), sedangkan sumur BWS-H01 memiliki arah vertikal atau inklinasi 90 o E. 5.1 Pengamatan Megakopis Uji pemboran geologi sumur BWS-H01 memiliki panjang pemboran 451 m berarah vertikal. Litologi yang ditemukan berupa tuf, lava andesit dengan sisipan batugamping wackestone foraminifera plantonik, dan batuan terobosan diorit yang mengalami alterasi dan terpotong oleh urat-urat kalsit dan kuarsa berukuran 1 mm sampai 2 cm (Lampiran F). Dalam pengamatan, inti bor yang dihasilkan tidak seluruhnya utuh, tetapi adapula yang berbentuk hancur, karena adanya batuan yang mengalami gerusan akibat sesar. Berikut adalah uraian pengamatan inti bor BWS- H01: 0-4,7 m terdiri atas lapisan tanah berwarna coklat tua, lempungan licin, pada kedalaman 4,2-4,7 m terdapat fragmen batuan yang terubah menjadi kaolin berwarna kuning kelabu dengan ukuran fragmen 0,5 1 cm berbentuk menyudut tanggung (Gambar 5.1). Gambar 5.1 Lapisan tanah dengan fragmen terkaolinkan. 34

2 4,7-7 m terdiri atas tuf dengan warna putih kelabu (Gambar 5.2 a), non karbonatan m terdiri tuf berwarna merah akibat adanya oksidasi (Gambar 5.2 b), terdapat adanya pirit, non karbonatan terdapat banyak rekahan m terdiri tuf dengan warna putih kemerahan terjadi penurunan tingkat oksidasi ,6 m tuf warna putih agak kehijauan. (a) (b) Gambar 5.2 (a) Batuan pada kedalaman 6,6 m berupa tuf terubah menjadi kaolin dengan warna putih kelabu. (b) Batuan berupa tuf yang teroksidasi dengan warna merah. 92,6 m -150,9 m lava andesit warna abu-abu kehijauan, holokristalin, porfiritik dengan fenokris berupa piroksen dan hornblenda dan masadasar berupa mineral mafik, terdapat adanya pirit yang tersebar, struktur vasikuler dan struktur amigdaloidal yang terisi oleh kalsit dan klorit (Gambar 5.3 a). Diterobos oleh dike diorit terdiri atas piroksen, hornblenda, plagioklas, klasit dan klorit di 93,15-94,45 m dengan sudut 75 o terhadap sumbu. 109,3-112,8 m berupa batugamping wackestone foraminifera plantonik. Batas antara andesit dan batugamping wackestone terdapat efek bakar (Gambar 4.3 b). Gouge (Gambar 5.4 b) pada kedalaman 121,55-121,65 m dan 146,35-146,40m dengan sudut 35 o terhadap sumbu berbatasan dengan batugamping dengan 121,65-123,28 m warna abu-abu gelap kemas tertutup, berbutir lanau-pasir halus, karbonatan. Breksi sesar (Gambar 5.4a) berada pada 147,3-149,45 m disertai dengan adanya oksidasi kuat pada matriks. 35

3 Batugamping Efek bakar Vasikuler Amigdaloidal (a) (b) Gambar 5.3 (a) Kenampakan lava andesit pada kedalaman 143 m yang menunjukkan kenampakan struktur vasikuler dan amigdaloidal (b) Efek bakar pada kedalaman 109,3 m yang merupakan batas antara lava andesit dan batugamping wackestone foraminifera plantonik. Gouge Batugamping (a) (b) Gambar 5.4 (a) Batugamping wackestone foraminifera plantonik kedalaman 112,55 m (b) Gouge pada kedalaman 121,55-121,65 m. 150,9-161,9 m batugamping wackestone foraminifera plantonik. Rekahan terisi oleh kalsit dengan sudut 30 o -35 o terhadap sumbu dan terdapat pirit yang tersebar secara lemah, terdapat efek bakar dengan andesit di 150,9 m. 161,9-181,7 m andesit berwarna abu abu kehijauan dengan bintik putih, holokristalin terdapat fenokris berupa hornblenda, piroksen dan masadasar berupa mineral mafik, epidot dan klorit. Struktur amigdaloidal terisi oleh kalsit. Kalsit mengisi rekahan dengan tebal 0,3 cm sudut 45 o tehadap sumbu.pada 165,4 cm pirit tersebar dalam masadasar batuan dan urat kalsit. 36

4 181,7-187,5 m terdapat breksi sesar dengan fragmen berupa batugamping dan andesit. 187,5-232,7 m tuf kasar dengan warna abu abu kehijauan berbutir pasir, karbonatan diterobos oleh dike diorit (Gambar 5.5), pada kedalaman 223,7-224,13 m dan 225,1-226,1 m dengan sudut 30 o terhadap sumbu. Gambar 5.5 Dike diorit yang menerobos tuf. 232,7-274,2 m andesit warna abu-abu kehijauan, porfiritik, fenokris berupa hornblenda, klorit dan epidot dan mineral lempung. Pada 243,9-249,5 m terdapat dike diorit dengan sumbu 30 o terhadap sumbu. Selain itu, terdapat urat berisi kuarsa-kalsit-epidot-klorit (250,75 254,40 m, 257,80 258,60 m, 259,60 262,80 m, 264,00 264,40 m, 270,25 271,60 m), bercak-bercak pirit (248,25 248,45 m, 249,00 250,50 m, 251,00 251,80 m, 252,25 252,60 m dan 253,40 260,50 m. Struktur sesar terdapat pada 274,20-274,55 m berupa breksi sesar. 274, m tuf warna abu-abu kehijauan berbutir kasar berukuran pasir, pirit tersebar dan terdapat mineral ubahan berupa mineral berupa klorit ,3 m diorit berwarna abu-abu bercak-cak putih fenokris berupa hornblenda, piroksen, kuarsa dan plagioklas. Mineral sulfida tersebar berupa pirit. 296,3-296,4 m berupa gouge dengan sudut 45 o terhadap sumbu. 296,3-322,2 m tuf berwarna abu-abu terang, berbutir lempung pasir halus. Pirit tersebar, diterobos diorit, abu-abu, porfiritik pada kedalaman 318,20-319,85 m. 322,20-328,70 m tuf kasar abu-abu hijau, berbutir sedang - kasar, bercak pirit tersebar. 37

5 328,70-341,40 m tuf halus,warna abu-abu kehijauan, terdapat klorit dan pirit yang tersebar pada rekahan dan masa batuan diterobos diorit pada kedalaman 338,00 339,80 m (Gambar 5.6 a). (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (b) Gambar 5.6 (a) Tuf pada kedalaman m yang memperlihatkan warna kehijauan (b) kedalaman 430 m memperlihatkan diorit. 341, m diorit (Gambar 5.6 b) abu-abu kehijauan, fanerik hornblenda, plagioklas, klorit dan epidot terdapat urat yang terisi oleh kalsit, kuarsa, pirit, berukuran 1 mm- 2 cm. Selain itu pirit tersebar di massa batuan. Kalkopirit terlihat pada interval 430,40-430,55 m dan 450,20-450,80 m. 5.2 Analisis petrografi dan PIMA Hasil analisis petrografi dari 32 conto batuan terdiri dari litologi berupa tuf, andesit, batugamping wackestone foraminifera planktonik, dan diorit dengan tingkat intensitas alterasi rendah sampai sangat tinggi (Tabel 5.1 dan Lampiran A). Dari hasil analisis petrografi dibantu dengan analisis PIMA pada 55 conto batuan. PIMA (Lampiran B) digunakan untuk menganalisis mineral lempung yang sulit ditentukan jenisnya dengan analisis petrografi. Dari kedua analisis ini, kemudian didapatkan kumpulan mineral ubahan yang kemudian diklasifikasikan kedalam zona alterasi berdasarkan Corbett dan Leach (1997). 38

6 Tabel 5.1 Mineral sekunder hasil analisis petrografi (I) dan PIMA (O) Kode Contoh Ep Ad Cl Cb Anh Dik K Nac I Mont Ser Phe pal Opak Min lp Oksida Al Dsp BWS1 (19,1 m) O O I BWS2 ( 55,85 m) O O I I BWS 3 ( 76,2 m) I I I I BWS 4 (81,9 m) O O I IO I I BWS 5 (90,95 m) O I IO O I BWS 6 (93,2 m) IO I O IO O I I BWS 7 (108,8 m) IO IO I O I I I I BWS 8 (110 m) I I O I I I BWS 9 (112,45 m) I I I I BWS 10 (123,55 m) I I O O I I I BWS 11 (131,5 m) IO I I IO I BWS 12 (132 m) I I I I I BWS 13 (133,3 m) IO IO O I IO I I BWS 14 (143,75 m) IO IO I O I I I I BWS 15 (151,7 m) IO IO I I BWS 16 (160 m) IO I IO O I O I I BWS 17 (167 m) IO I IO IO I I BWS 18 (174,85 m) IO IO I I O I I BWS 19 (211m) I IO I O I I I BWS 20 (219,15 m) IO I I O O I I O I I BWS 21(226 m) I I O I I I BWS 22 (244 m) I I O I O BWS 23 ( 249 m) IO I I I O I BWS 24 (270,4m) I IO I I I BWS 25 (282, 45 m) I I O I I BWS 26 (289,4 m) IO I O I IO I I O BWS 27 (305,2 m) IO I O I O I I BWS 28 (319,85 m) I O I O I I BWS 29 (322,85 m) IO I I O O I I I I BWS 30 (338 m) I I O I I I BWS 31 (414,85 m) I I I I I BWS 32 (436,05 m I I I I I Ket: K: kaolinit; Ep:epidot; Ad:adularia; Cl:klorit; Anh: anhidrit; Dik: dikit; Nac:nakrit; I:illit; mont:monmorilonit; :kuarsa; ser: serisit; phe:phengit; pal:palygorskit; opak:mineral opak; Min lp: mineral lempung; Al: alunit; Dsp:diaspor. 39

7 Zona Filik (Serisit-Kalsit-Kuarsa) Zona ini dicirikan oleh kumpulan mineral berupa serisit, kuarsa, serta kalsit (Gambar 5.7). Jenis batuan yang mengalami ubahan ini adalah tuf dan andesit dengan intensitas ubahan sedang-sangat kuat. Berdasarkan rentang kestabilan temperatur mineral-mineral yang dijumpai terbentuk pada kisaran temperatur o C dan ph 4-6 (Tabel 4.1). Kumpulan mineral serisit, kalsit, dan kuarsa, maka dapat disebandingkan dengan zona filik (Corbett dan Leach, 1997). Tabel 5.2. Kisaran temperatur mineral ubahan serisit, kalsit, dan kuarsa (Lawless, dkk., 1994). Nama Mineral Suhu Kestabilan Mineral ( 0 C) Serisit Klasit Kuarsa Ser P2 // nikol 0.5 mm x nikol 0.5mm Gambar 5.7. Sayatan kedalaman 289,4 m memperlihatkan mineral ubahan berupa serisit (Ser) dan kuarsa sekunder (). Zona propilitik (Klorit- Kalsit-Epidot) Zona Alterasi propilitik merupakan tahapan kedua zona ubahan dalam sumur BWS-H01 mengubah batuan samping berupa andesit, tuf, wackestone foraminifera plantonik, dan diorit terdiri dari kumpulan mineral berupa kuarsa, kalsit dan epidot dengan intensitas rendah-sangat 40

8 tinggi (Gambar 5.8). Berdasarkan kestabilan temperatur mineral mineral yang dijumpai pada tahapan ini berkisar pada temperatur o C dengan ph netral 6-7 (Tabel 5.3). Tabel 5.3. Kisaran temperatur mineral ubahan klorit, epidot, dan kalsit (Lawless, dkk., 1994). Nama Mineral Suhu Kestabilan Mineral ( 0 C) Klorit Epidot Kalsit Adularia anhidrit Cc Pgl Cc Chl Chl P1 // nikol x nikol 1 mm 1 mm Gambar 5.8 Sayatan kedalaman 167 m, andesit memperlihatkan mineral ubahan berupa urat kalsit dan Klorit memperlihatkan kenampakan amigdaloidal. Cc= kalsit, Chl= klorit, Pgl= plagioklas. Zona Argilik (Kaolinit- Dickite-Illit-Monmorilonit-Kuarsa) Zona argilik terdiri atas kumpulan mineral kaolinit (nakrit dan kaolinit), kuarsa, dan dikit dengan intensitas sangat tinggi (gambar 5.9). Halloysit kemungkinan merupakan hasil dari pelapukan karena hanya terdapat pada bagian atas zona yaitu pada kedalaman 6,6m-81,9 m. Pada Sumur BWS-H01 zona ini terletak di kedalaman 4,7-90,95m. Mineral-mineral pada zona ini terbentuk pada kisaran temperatur o C dengan ph menjadi 4-6 (tabel 5.4). 41

9 Tabel 5.4 Kisaran temperatur mineral ubahan kaolinit, kuarsa, dikit, illit, dan monmorilonit (Lawless, dkk., 1994). Nama Mineral Suhu Kestabilan Mineral ( 0 C) Kaolinit Illit Montmorilonit Dikit Kuarsa rongga rongga opx Min lp P1 // nikol 1 mm x nikol 1 mm Gambar 5.9 Sayatan 55,85 m memperlihatkan tuf tergantikan oleh mineral lempung dan kuarsa sekunder. ( opx= mineral opak, Min lp= mineral lempung, = kuarsa) Zona Silifikasi (Kuarsa sekunder) Sumber silika untuk proses silifikasi diperkirakan berasal dari fluida yang bereaksi dengan masa batuan, sehingga menghasilkan pengendapan larutan kaya silika yang menggantikan mineral ataupun mengisi rongga pada batuan (Gambar 5.10). 42

10 Rongga Rongga sekunder P1 // paralel 1 mm x nikol 1 mm Gambar Sayatan tipis kedalaman 319,85 m memperlihatkan adanya proses silisifikasi pada masadasar tuf. (: kuarsa). 5.3 Analisis Mineragrafi Dari hasil pengamatan mineragrafi (Tabel 5.5 dan Lampiran C) kehadiran mineral sulfida yang hadir mendominasi diantaranya mineral pirit dengan bentuk kubik euhedral-subhedral. Mineral pirit umumnya dijumpai pada urat batuan dan masa batuan. Mineral sulfida lainya yang ditemukan diantaranya kalkopirit dan kovelit dalam kelimpahan yang minim. Kalkopirit umum hadir bersama dengan pirit dalam urat dan masa batuan, sedangkan kovelit hadir sebagai replacement dari kalkopirit (Gambar 5.11). Magnetit hadir sebagai mineral primer hadir pada sampel kedalaman m dan 450.8m (b) pada masa batuan (Gambar 5.12). Magnetit yang hadir diperkirakan bukanlah hasil dari mineralisasi melainkan hadir sebagai aksesoris dalam batuan. Tabel 5.5 Data pengamatan mineragrafi No sampel kedalaman (m) Tekstur MBWS open space filing mineral bijih cpy py cov mag MBWS open space filing, replacement MBWS open space filing, replacement MBWS open space filing MBWS A open space filing MBWS B open space filing, replacement Jarang Dominan 43

11 Cpy cov Py Cpy 1 mm 0,5 mm Gambar 5.11 Hasil pengamatan mineragrafi 284,3 m (a) memperlihatkan kalkopirit tergantikan oleh kovelit pada sampel (b) memperlihatkan pirit tergantikan kalkopirit (py: pirit, Cpy: kalkopirit, dan cov: kovelit). Mag Py Mag Py 0,5 mm 0,5 mm Gambar 5.12 Kehadiran magnetit dan pirit pada sampel 450,8m (Mag: magnetit dan Py: pirit). 5.4 Geokimia Data yang dianalisis untuk AAS sebanyak 139 buah (Lampiran D). Unsur-unsur yang dianalisis berupa Cu, Pb, Zn, Ag, Au, As, dan Sb. Sampel diambil setiap interval 2-1,5 m. Data analisis tersebut kemudian diolah dengan metode geokimia untuk memperoleh harga ambang dan mengetahui asosiasi setiap unsur Harga Ambang Penentuan harga ambang ditentukan dengan metode simpangan baku karena nilai simpangan baku yang lebih kecil daripada nilai rata-rata (Tabel 5.6). Hal ini menandakan data terdistribusi secara normal. 44

12 Tabel 5.6. Penentuan harga ambang Unsur Nilai simpangan baku Nilai rata-rata Harga ambang Au 0,0042 ppb 9,2 ppb 9,2084 ppb Cu 0,00108 ppm 37,15 ppm 37,1522 ppm Pb 0,0043 ppm 75,6 ppm 75,6086 ppm Zn 0, ppm 72,02 ppm 72,02316 ppm Ag 0,0302 ppm 3,8 ppm 3,8604 ppm As 0,00439 ppm 9,01 ppm 9,01878 ppm Sb 0, ppm 2,08 ppm 2,082 ppm Penentuan Asosiasi Unsur Metode yang digunakan adalah Pearson. Metode ini dipilih karena data terdistribusi secara normal. Dari metode ini akan diketahui hubungan asosiasi antara unsur Au,Cu, Pb, Zn, Ag, As, dan Sb (Tabel 5.7). Tabel 5.7 Penentuan asosiasi unsur dengan metode Pearson Au Cu Pb Zn Ag As Sb Au 1 0, , , , , ,19924 Cu 1 0, , , , , Pb 1 0, , , , Zn 1 0, , , Ag 1 0, , As 1 0, Sb 1 Berdasarkan hasil analisis yang dihasilkan dengan metode Pearson, semua unsur menunjukan anomali positif artinya pembentukan semua unsur saling berkaitan. Apabila digunakan korelasi 0, 4 (Simpson, 1988; dalam Suroto, 2005), maka akan memperlihatkan hubungan yang lebih erat diantara unsur-unsur tersebut misal Au, memiliki hubungan yang lebih erat dengan Pb dan As, Cu memiliki hubungan yang lebih erat dengan Pb, Zn, Ag, dan As. Pb memiliki hubungan yang lebih erat dengan unsur Zn, Au, Ag, dan Cu. Zn memiliki hubungan yang lebih erat dengan unsur Ag,Cu, dan Pb. Ag memiliki hubungan yang lebih erat dengan unsur Sb,Cu,Pb, dan Zn. As memiliki hubungan yang lebih erat dengan unsur Au, Cu. Sb memiliki hubungan erat dengan Ag. 45

13 5.5 Analisis Inklusi Fluida Inklusi fluida dilakukan pada empat conto batuan pada kedalaman 257,1 m, 342 m, 401,1m dan 430,1 m (Gambar 5.13 dan Lampiran E). Hasil dari pengukuran keempat conto inklusi fluida menghasilkan Th (Temperatur homogenisasi) berkisar pada temperatur o C, Tm (Temperatur leleh) berkisar pada temperatur -0,3 sampai -1 o C, dan salinitas NaCl 0,5-1,7 %Wt NaCl (Tabel 5.8). Untuk mencari salinitas menggunakan rumus (Potter, 1978; dalam Hedenquist, dkk., 2000): NaCl wt.% (equiv.) = 1,76958 ( - Tm ) 4,2384 x 10-2 ( - Tm ) 2 + 5,2778 x 10-4 ( Tm ) 3 Tabel 5.8 Hasil pengamatan inklusi fluida. kedalaman Th ( o C) populasi Tm( o C) populasi Salinitas %wt Nacl Host mineral Tipe inklusi 257,1 m 342 m , ,9 2 1, ,4 5 0, , kuarsa kuarsa dan kalsit primer primer 401,1 m ,6 2 1 kuarsa primer 430,1 m ,3 2 0,5 kuarsa primer Hasil temperatur homogenisasi inklusi fluida berkisar antara temperatur 100 o C sampai 226 o C. Berdasarkan kisaran temperatur tersebut maka sistem hidrotermal pada sumur BWS- H01 termasuk dalam sistem epitermal. Salinitas yang rendah menunjukkan fluida yang lebih berperan berupa air meteorik yang memiliki ph netral. 46

14 (a) (b) Gambar 5.13 (a) Inklusi fluida pada kedalaman 342 m merupakan inklusi fluida dua fasa dominan liquid dan (b) Inklusi fluida dua fasa dominan gas pada kedalaman 430,1m. (lingkaran berwarna biru berupa inklusi fluida) 47

BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI

BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI 6.1 Alterasi dan Fluida Hidrotermal Zona alterasi (Gambar 6.3) yang ditemukan pada Sumur BWS-H01 terdiri empat zona alterasi yaitu zona argilik (kaolinit, dikit, kuarsa sekunder,

Lebih terperinci

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46 BAB VI DISKUSI 6.1 Evolusi Fluida Hidrotermal Alterasi hidrotermal terbentuk akibat adanya fluida hidrotermal yang berinteraksi dengan batuan yang dilewatinya pada kondisi fisika dan kimia tertentu (Pirajno,

Lebih terperinci

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Barat. 18 3. Breksi Tuf Breksi tuf secara megaskopis (Foto 2.9a dan Foto 2.9b) berwarna abu-abu

Lebih terperinci

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PENELITIAN

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PENELITIAN BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PENELITIAN 4.1 Tinjauan Umum Ubahan hidrotermal merupakan proses yang kompleks meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan

Lebih terperinci

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada. ` BAB IV ALTERASI HIDROTHERMAL 4.1 Pendahuluan Mineral alterasi hidrotermal terbentuk oleh adanya interaksi antara fluida panas dan batuan pada suatu sistem hidrotermal. Oleh karena itu, mineral alterasi

Lebih terperinci

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL 4.1 Pengertian Ubahan Hidrotermal Ubahan hidrotermal adalah proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan

Lebih terperinci

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal III.1 Dasar Teori Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi akibat interaksi antara fluida panas dengan batuan samping yang dilaluinya, sehingga membentuk

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Alterasi dan Endapan Hidrotermal Alterasi hidrotermal merupakan suatu proses yang kompleks yang melibatkan perubahan mineralogi, tekstur, dan komposisi kimia batuan. Proses tersebut

Lebih terperinci

SKRIPSI DWI RACHMAWATI NIM :

SKRIPSI DWI RACHMAWATI NIM : STUDI UBAHAN HIDROTERMAL DAN MINERALISASI BERDASARKAN UJI GEOLOGI SUMUR PEMBORAN BWS-H01 DI DESA SUMBERBOTO, KECAMATAN WONOTIRTO, BLITAR, JAWA TIMUR SKRIPSI (Tugas Akhir B) Disusun sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

STUDI UBAHAN HIDROTERMAL

STUDI UBAHAN HIDROTERMAL BAB IV STUDI UBAHAN HIDROTERMAL 4.1 TEORI DASAR Ubahan hidrotermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL 4.1. Tinjauan umum Ubahan Hidrothermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. 4.1 Teori Dasar

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. 4.1 Teori Dasar BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. Teori Dasar Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi akibat adanya interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan samping yang dilaluinya, sehingga membentuk

Lebih terperinci

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAB III ALTERASI HIDROTERMAL 3.1 Tinjauan Umum White (1996) mendefinisikan alterasi hidrotermal adalah perubahan mineralogi dan komposisi yang terjadi pada batuan ketika batuan berinteraksi dengan larutan

Lebih terperinci

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN III.1 Teori Dasar III.1.1 Sistem Panasbumi Sistem geotermal merupakan sistem perpindahan panas dari sumber panas ke permukaan melalui proses konveksi air meteorik

Lebih terperinci

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN 5.1 Tinjauan Umum Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi sebagai akibat dari adanya interaksi antara batuan dengan fluida hidrotermal. Proses yang

Lebih terperinci

BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL

BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL 4.1 TEORI DASAR BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL Alterasi adalah suatu proses yang di dalamnya terjadi perubahan kimia, mineral, dan tekstur karena berinteraksi dengan fluida cair panas (hidrotermal) yang dikontrol

Lebih terperinci

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH PENELITIAN BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH PENELITIAN 4.1 Alterasi Hidrotermal Daerah Penelitian 4.1.1 Pengamatan Megaskopis Pengamatan alterasi hidrotermal dilakukan terhadap beberapa conto batuan

Lebih terperinci

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL . Foto 3.8. a) dan b) Foto inti bor pada sumur BCAN 4 dan sampel breksi tuf (sampel WID-3, sumur bor BCAN-1A) yang telah mengalami ubahan zona kaolinit montmorilonit siderit. c) Mineral lempung hadir mengubah

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Batu Hijau Pulau Sumbawa bagian baratdaya memiliki tipe endapan porfiri Cu-Au yang terletak di daerah Batu Hijau. Pulau Sumbawa

Lebih terperinci

A B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm

A B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm No conto : Napal hulu Zona ubahan: sub propilitik Lokasi : Alur S. Napal Nama batuan: lava andesit 0 0.5 mm P1 0 0.5 mm Sayatan andesit terubah dengan intensitas sedang, bertekstur hipokristalin, porfiritik,

Lebih terperinci

III.4.1 Kuarsa sekunder dan kalsedon

III.4.1 Kuarsa sekunder dan kalsedon III.4.1 Kuarsa sekunder dan kalsedon Kuarsa sekunder adalah mineral silika yang memiliki temperatur pembentukan relatif panjang, berkisar 180 0 C hingga lebih dari 300 0 C (Reyes, 1990). Kehadiran kuarsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya mineral merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal inilah yang melatarbelakangi adanya pencarian lokasi sumber mineral baru. Setelah adanya

Lebih terperinci

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan 3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras

Lebih terperinci

II.3. Struktur Geologi Regional II.4. Mineralisasi Regional... 25

II.3. Struktur Geologi Regional II.4. Mineralisasi Regional... 25 v DAFTAR ISI Hal. JUDUL LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... ii LEMBAR PERNYATAAN... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv SARI... xv ABSTRACT... xvii

Lebih terperinci

BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN

BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN 4.1. KONSEP DASAR EKSPLORASI Konsep eksplorasi adalah alur pemikiran yang sistimatis, dimana kita menentukan objek dari pencaharian itu atau jenis dan

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Batu Hijau Endapan mineral Batu Hijau yang terletak di Pulau Sumbawa bagian baratdaya merupakan endapan porfiri Cu-Au. Pulau Sumbawa

Lebih terperinci

Bab IV Sistem Panas Bumi

Bab IV Sistem Panas Bumi Bab IV Sistem Panas Bumi IV.1 Dasar Teori Berdasarkan fluida yang mengisi reservoir, sistem panas bumi dibedakan menjadi 2, yaitu sistem panas bumi dominasi air dan sistem panasbumi dominasi uap. 1. Sistem

Lebih terperinci

3.2. Mineralogi Bijih dan Gangue Endapan Mineral Tekstur Endapan Epitermal Karakteristik Endapan Epitermal Sulfidasi Rendah...

3.2. Mineralogi Bijih dan Gangue Endapan Mineral Tekstur Endapan Epitermal Karakteristik Endapan Epitermal Sulfidasi Rendah... DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI Secara geologi daerah Kabupaten Boven Digoel terletak di Peta Geologi

Lebih terperinci

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA 4.1 Tinjauan Umum Menurut kamus The Penguin Dictionary of Geology (1974 dalam Rusman dan Zulkifli, 1998), mineralisasi adalah proses introduksi (penetrasi atau akumulasi

Lebih terperinci

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah

Lebih terperinci

BAB V MINERALISASI Mineralisasi di daerah Sontang Tengah

BAB V MINERALISASI Mineralisasi di daerah Sontang Tengah BAB V MINERALISASI 5.1. Mineralisasi di daerah Sontang Tengah Studi mineralisasi pada penelitian ini dibatasi hanya pada mineralisasi Sulfida masif dengan komposisi mineral galena, sfalerit, pirit, Ag

Lebih terperinci

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL 3.1. Tinjauan Umum Alterasi hidrotermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

BAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN

BAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN BAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN 5.1 Data AAS (Atomic Absorption Spectrometry) AAS (Atomic Absorption Spectrometry) atau dikenal juga sebagai Spektrometri Serapan Atom merupakan suatu metode kimia yang

Lebih terperinci

EKEPLORASI UMUM BESI PRIMER DI KECAMATAN RAO, KABUPATEN PASAMAN, PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015

EKEPLORASI UMUM BESI PRIMER DI KECAMATAN RAO, KABUPATEN PASAMAN, PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 EKEPLORASI UMUM BESI PRIMER DI KECAMATAN RAO, KABUPATEN PASAMAN, PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 Bambang Nugroho Widi, Rudi Gunradi Kelompok Penyelidikan Mineral Logam, Pusat Sumber Daya Geologi SARI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR GAMBAR... vi. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR GAMBAR... vi. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... x ABSTRAK... xv ABSTRACT... xvi BAB I - PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014 PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014 Wahyu Widodo, Bambang Nugroho Widi Kelompok Penyelidikan Mineral Logam S A R I Prospeksi mineral logam di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Pulau Sumbawa Pulau Sumbawa merupakan salah satu dari gugusan Kepulauan Nusa Tenggara yang terletak pada Busur Kepulauan Banda

Lebih terperinci

BAB IV TEORI DASAR DAN METODE ANALISIS

BAB IV TEORI DASAR DAN METODE ANALISIS BAB IV TEORI DASAR DAN METODE ANALISIS 4.1 Tinjauan Umum Hidrotermal berasal dari kata hidro artinya air dan termal artinya panas. Adapun hidrotermal itu sendiri didefinisikan sebagai larutan panas (50

Lebih terperinci

Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama

Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama berupa plagioklas, kuarsa (C6-C7) dan k-feldspar (D3-F3).

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Daerah penelitian memiliki pola kontur yang relatif rapat dan terjal. Ketinggian di daerah penelitian berkisar antara 1125-1711 mdpl. Daerah penelitian

Lebih terperinci

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS GADJAH MADA

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS GADJAH MADA PRAKTIKUM PETROGRAFI BORANG MATERI ACARA: PETROGRAFI BATUAN ALTERASI Asisten Acara: 1... 2.... 3.... 4.... Nama Praktikan :... NIM :... Borang ini ditujukan kepada praktikan guna mempermudah pemahaman

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Emas merupakan salah satu logam yang memiliki nilai yang tinggi ( precious metal). Tingginya nilai jual emas adalah karena logam ini bersifat langka dan tidak banyak

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI II.1 Struktur Regional Berdasarkan peta geologi regional (Alzwar et al., 1992), struktur yg berkembang di daerah sumur-sumur penelitian berarah timurlaut-baratdaya

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang Masalah I.4 Lokasi Daerah Penelitian I.6 Penelitian Terdahulu dan Keaslian Penelitian... 4

I.1 Latar Belakang Masalah I.4 Lokasi Daerah Penelitian I.6 Penelitian Terdahulu dan Keaslian Penelitian... 4 Daftar Isi v DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... i

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LEMBAR PETA...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LEMBAR PETA... DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LEMBAR PETA... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang Penelitian...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berada di Selogiri, Wonogiri yaitu prospek Randu Kuning. Mineralisasi emas

BAB I PENDAHULUAN. berada di Selogiri, Wonogiri yaitu prospek Randu Kuning. Mineralisasi emas BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Emas merupakan salah satu logam mulia yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Keterdapatan mineralisasi emas di Indonesia terdapat salah satu nya berada di Selogiri,

Lebih terperinci

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA. Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA. Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Prospeksi mineral logam di Kabupaten Humbang Hasundutan

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi tembaga dan emas yang melimpah. Sebagian besar endapan tembaga dan emas ini terakumulasi pada daerah busur magmatik.

Lebih terperinci

PROVINSI SULAWESI UTARA

PROVINSI SULAWESI UTARA INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SITARO PROVINSI SULAWESI UTARA Oleh: Dendi Surya K., Bakrun, Ary K. PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI SARI Wilayah Kabupaten Kepulauan Sitaro terdiri dari gabungan 3 pulau

Lebih terperinci

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI EMAS BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI CONTO INTI PEMBORAN DAERAH ARINEM, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI EMAS BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI CONTO INTI PEMBORAN DAERAH ARINEM, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI EMAS BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI CONTO INTI PEMBORAN DAERAH ARINEM, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT SKRIPSI Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Program

Lebih terperinci

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA 4.1. Mineralisasi Urat Arinem Carlile dan Mitchell (1994) menyatakan bahwa endapan urat epitermal dan stockwork di Indonesia umumnya terkonsentrasi pada busur kepulauan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ASPEK PANASBUMI

BAB IV ANALISIS ASPEK PANASBUMI BAB IV ANALISIS ASPEK PANASBUMI IV.1 Pendahuluan Energi panasbumi merupakan sumber panasbumi alami di dalam bumi yang terperangkap pada kedalaman tertentu dan dapat dimanfaatkan secara ekonomis. Energi

Lebih terperinci

REKAMAN DATA LAPANGAN

REKAMAN DATA LAPANGAN REKAMAN DATA LAPANGAN Lokasi 01 : M-01 Morfologi : Granit : Bongkah granit warna putih, berukuran 80 cm, bentuk menyudut, faneritik kasar (2 6 mm), bentuk butir subhedral, penyebaran merata, masif, komposisi

Lebih terperinci

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III PEROLEHAN DAN ANALISIS DATA Lokasi penelitian, pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000, terletak di Formasi Rajamandala. Penelitian lapangan berupa

Lebih terperinci

SURVEI GEOKIMIA TANAH LANJUTAN DAERAH GUNUNG SENYANG KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT

SURVEI GEOKIMIA TANAH LANJUTAN DAERAH GUNUNG SENYANG KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT SURVEI GEOKIMIA TANAH LANJUTAN DAERAH GUNUNG SENYANG KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT Kisman dan Bambang Nugroho Widi Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Gunung Senyang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5-3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan

Lebih terperinci

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat )

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat ) Gambar 3.12 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang, dibeberapa tempat terdapat sisipan dengan tuf kasar (lokasi dlk-12 di kaki G Pagerkandang). Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit

Lebih terperinci

Mineralisasi Logam Dasar di Daerah Cisungsang Kabupaten Lebak, Banten. (Hasil Penelitian yang didanai oleh HIBAH BERSAING DIKTI )

Mineralisasi Logam Dasar di Daerah Cisungsang Kabupaten Lebak, Banten. (Hasil Penelitian yang didanai oleh HIBAH BERSAING DIKTI ) Mineralisasi Logam Dasar di Daerah Cisungsang Kabupaten Lebak, Banten Rosana, M.F., Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung Sumedang Km 21, Jatinangor, Sumedang 45363 rosanamf@yahoo.com;

Lebih terperinci

ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH GUNUNG BULEUD, DESA GARUMUKTI, KECAMATAN PAMULIHAN, KABUPATEN GARUT, PROVINSI JAWA BARAT

ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH GUNUNG BULEUD, DESA GARUMUKTI, KECAMATAN PAMULIHAN, KABUPATEN GARUT, PROVINSI JAWA BARAT ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH GUNUNG BULEUD, DESA GARUMUKTI, KECAMATAN PAMULIHAN, KABUPATEN GARUT, PROVINSI JAWA BARAT 1 Rangga Suteja, 2 Mega Fatimah Rosana, 3 Adi hardiono 1 Puslit Geopark dan kebencanaan

Lebih terperinci

SURVEI LANDAIAN SUHU DAERAH PANAS BUMI SUMANI. Yuanno Rezky, Robertus S. L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi ABSTRAK

SURVEI LANDAIAN SUHU DAERAH PANAS BUMI SUMANI. Yuanno Rezky, Robertus S. L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi ABSTRAK SURVEI LANDAIAN SUHU DAERAH PANAS BUMI SUMANI Yuanno Rezky, Robertus S. L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi Kata kunci : Sumani, panas bumi, landaian suhu, pengeboran. ABSTRAK Lapangan panas

Lebih terperinci

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR ABSTRAK Sapto Heru Yuwanto (1), Lia Solichah (2) Jurusan Teknik Geologi

Lebih terperinci

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KECAMATAN SUBI KABUPATEN NATUNA - PROVINSI KEPULAUAN RIAU Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral Logam

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KECAMATAN SUBI KABUPATEN NATUNA - PROVINSI KEPULAUAN RIAU Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral Logam PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KECAMATAN SUBI KABUPATEN NATUNA - PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2014 Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI Morfologi Desa Meliah terdiri dari morfologi perbukitan bergelombang

Lebih terperinci

PENELITIAN BATUAN ULTRABASA DI KABUPATEN HALMAHERA TIMUR, PROVINSI MALUKU UTARA. Djadja Turdjaja, Martua Raja P, Ganjar Labaik

PENELITIAN BATUAN ULTRABASA DI KABUPATEN HALMAHERA TIMUR, PROVINSI MALUKU UTARA. Djadja Turdjaja, Martua Raja P, Ganjar Labaik PENELITIAN BATUAN ULTRABASA DI KABUPATEN HALMAHERA TIMUR, PROVINSI MALUKU UTARA Djadja Turdjaja, Martua Raja P, Ganjar Labaik Kelompok Program Penelitian Mineral S A R I Satuan batuan ultrabasa terdiri

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pegunungan Menoreh terletak di ujung utara pegunungan Kulon Progo, bagian timur dari zona jajaran punggungan oblong domes / ridges, di sebelah barat perbatasan Propinsi

Lebih terperinci

Hasil Penyelidik Terdahulu

Hasil Penyelidik Terdahulu PROSPEK LOGAM DASAR DI DAERAH RATENGGO KABUPATEN ENDE DAN DAERAH MAGEPANDA KABUPATEN SIKKA - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Fase III Tahun Anggaran 2005 Oleh : Franklin Subdit Ekplorasi Mineral Logam Abstract

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara

BAB V PEMBAHASAN. Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara BAB V PEMBAHASAN Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara horizontal dan vertikal akibat intrusi basalt maka perlu dikorelasikan antara hasil analisis kimia, tekstur (ukuran

Lebih terperinci

Oleh : Franklin S A R I

Oleh : Franklin S A R I PROSPEK UNTUK MENENTUKAN WILAYAH PENGEBORAN EKSPLORASI LOGAM BESI DAN LOGAM LAINNYA DI ULU SULITI DAN TANJUNG LIMA KAPAS KABUPATEN SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT Oleh : Franklin S A R I Mineralisasi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

TIPE ENDAPAN EPITERMAL DAERAH PROSPEK BAKAN KECAMATAN LOLAYAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA

TIPE ENDAPAN EPITERMAL DAERAH PROSPEK BAKAN KECAMATAN LOLAYAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA TIPE ENDAPAN EPITERMAL DAERAH PROSPEK BAKAN KECAMATAN LOLAYAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA Asri Arifin Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRACT Research

Lebih terperinci

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO Oleh : Akhmad Hariyono POLHUT Penyelia Balai Taman Nasional Alas Purwo Kawasan Taman Nasional Alas Purwo sebagian besar bertopogarafi kars dari Semenanjung

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN ALTERASI HIDROTERMAL DI GUNUNG BATUR, WEDIOMBO, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DI YOGYAKARTA

GEOLOGI DAN ALTERASI HIDROTERMAL DI GUNUNG BATUR, WEDIOMBO, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DI YOGYAKARTA M1O-01 GEOLOGI DAN ALTERASI HIDROTERMAL DI GUNUNG BATUR, WEDIOMBO, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DI YOGYAKARTA Arifudin Idrus 1 *, Lucas Donny Setijadji 1, I Wayan Warmada 1, Wilda Yanti Mustakim 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ellis and Mahon (1977) menjelaskan bahwa energi panas bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Ellis and Mahon (1977) menjelaskan bahwa energi panas bumi merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ellis and Mahon (1977) menjelaskan bahwa energi panas bumi merupakan energi yang tersimpan dalam air panas ataupun uap panas pada kondisi geologi tertentu yang terletak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tatanan Geologi 2.1.1 Geologi Regional Secara regional endapan emas Cibaliung berada pada kompleks Honje yang terletak di baratdaya dari pulau Jawa. Kompleks Honje berada sekitar

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv SARI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR FOTO... xiii DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR

Lebih terperinci

termineralisasi dan tanah, akan tetapi tidak semua unsur dibahas dalam makalah ini karena tidak menunjukkan hasil yang signifikan.

termineralisasi dan tanah, akan tetapi tidak semua unsur dibahas dalam makalah ini karena tidak menunjukkan hasil yang signifikan. HUBUNGAN ANTARA ANOMALI GEOKIMIA DAN GEOFISIKA DENGAN MINERALISASI LOGAM DI DAERAH TEMPURSARI, KECAMATAN TEMPURSARI DAN PRONOJIWO KABUPATEN LUMAJANG, JAWA TIMUR Oleh : Wahyu Widodo Kelompok Kerja Mineral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karakteristik dari suatu endapan mineral dipengaruhi oleh kondisi pembentukannya yang berhubungan dengan sumber panas, aktivitas hidrotermal, karakteristik

Lebih terperinci

Lokasi : Lubuk Berangin Satuan Batuan : Lava Tua Koordinat : mt, mu A B C D E F G A B C D E F G

Lokasi : Lubuk Berangin Satuan Batuan : Lava Tua Koordinat : mt, mu A B C D E F G A B C D E F G No. Sample : BJL- Nama batuan : Andesit Piroksen Lokasi : Lubuk Berangin Satuan Batuan : Lava Tua Koordinat :. mt,.00.0 mu Sayatan batuan beku, berwarna abu-abu, kondisi segar, bertekstur porfiritik, terdiri

Lebih terperinci

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR CBD-1 DAERAH PANAS BUMI CUBADAK KABUPATEN PASAMAN, PROVINSI SUMATERA BARAT

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR CBD-1 DAERAH PANAS BUMI CUBADAK KABUPATEN PASAMAN, PROVINSI SUMATERA BARAT SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR CBD-1 DAERAH PANAS BUMI CUBADAK KABUPATEN PASAMAN, PROVINSI SUMATERA BARAT Robertus S. L. Simarmata, Dede Iim Setiawan, Moch. Budiraharja, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan

Lebih terperinci

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data Sekunder Data sekunder yang diperoleh dari PT Semen Padang Untuk menunjang dan melengkapi penelitian ini antara lain berupa : 1. Peta topografi skala 1

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Perolehan Data dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000 terletak di Formasi Rajamandala (kotak kuning pada Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kaolin merupakan massa batuan yang tersusun dari mineral lempung dengan kandungan besi yang rendah, memiliki komposisi hidrous aluminium silikat (Al2O3.2SiO2.2H2O)

Lebih terperinci

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). Gambar 3.7 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (1962). Gambar 3.8 Model progradasi kipas bawah laut

Lebih terperinci

PROVINSI MALUKU UTARA

PROVINSI MALUKU UTARA PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA Syahya Sudarya dan Dwi Nugroho Sunuhadi Kelompok Penyelidikan Mineral SARI Secara administratif daerah prospeksi termasuk ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan sumberdaya mineral di Indonesia khususnya di pulau Jawa banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai penyelidikan yang dilakukan

Lebih terperinci

// - Nikol X - Nikol 1mm

// - Nikol X - Nikol 1mm S S A B B C Foto 3.14 Satuan breksi vulkanik dengan sisipan batupasir-batulempung. Breksi polimik ( B), Monomik (A) dan litologi batupasir-batulempung (bawah,c) Pengambilan sampel untuk sisipan batupasir

Lebih terperinci

Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi

Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi 3.2.3.3 Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan data analisis mikrofosil pada batupasir (lampiran B), maka diperoleh umur dari Satuan Breksi yaitu N8 (Akhir Miosen Awal) dengan ditemukannya

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci

EKSPLORASI UMUM EMAS DAN MINERAL IKUTANNYA DI KECAMATAN BOYAN TANJUNG KABUPATEN KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

EKSPLORASI UMUM EMAS DAN MINERAL IKUTANNYA DI KECAMATAN BOYAN TANJUNG KABUPATEN KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT EKSPLORASI UMUM EMAS DAN MINERAL IKUTANNYA DI KECAMATAN BOYAN TANJUNG KABUPATEN KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT Kisman dan Bambang Pardiarto Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : ARIE OCTAVIANUS RAHEL NIM

SKRIPSI. Oleh : ARIE OCTAVIANUS RAHEL NIM GEOLOGI DAN STUDI ALTERASI HIDROTHERMAL DAN MINERALISASI DI DAERAH BUKIT DELIMA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN OBA TENGAH, KOTA TIDORE KEPULAUAN, PROPINSI MALUKU UTARA SKRIPSI Oleh : ARIE OCTAVIANUS RAHEL NIM.

Lebih terperinci

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR WSL-1. Robertus S.L. Simarmata, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR WSL-1. Robertus S.L. Simarmata, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR WSL-1 Robertus S.L. Simarmata, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi SARI Sumur WSL-1 berlokasi di desa Tanjung Besar dengan koordinat 367187 me dan 9477147 mn, elevasi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Daerah penelitian hanya berada pada area penambangan PT. Newmont Nusa Tenggara dan sedikit di bagian peripheral area tersebut, seluas 14 km 2. Dengan

Lebih terperinci

ZONA ALTERASI HIDROTERMAL PADA SUMUR PENELITIAN "VY 2", LAPANGAN KAMOJANG, JAWA BARAT, INDONESIA

ZONA ALTERASI HIDROTERMAL PADA SUMUR PENELITIAN VY 2, LAPANGAN KAMOJANG, JAWA BARAT, INDONESIA ZONA ALTERASI HIDROTERMAL PADA SUMUR PENELITIAN "VY 2", LAPANGAN KAMOJANG, JAWA BARAT, INDONESIA Vilia Yohana 1 *, Mega F. Rosana 2, A. D. Haryanto 3, H. Koestono 4 1, 2, 3 Fakultas Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

ZONA POTENSI MINERALISASI VEIN KUBANG CICAU, PONGKOR, BOGOR, JAWA BARAT

ZONA POTENSI MINERALISASI VEIN KUBANG CICAU, PONGKOR, BOGOR, JAWA BARAT ZONA POTENSI MINERALISASI VEIN KUBANG CICAU, PONGKOR, BOGOR, JAWA BARAT Mega F. Rosana 1, Hartono 2, Sandra A. Solihat 2, Nungky D. Hapsari 3, 1 Universitas Padjadjaran, Fakultas Teknik Geologi, Jalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Eksplorasi di daerah tambang, khususnya tambang emas memerlukan pengetahuan dan konsep geologi yang memadai serta data geospasial yang akurat dan aktual. Oleh karena

Lebih terperinci

Petrologi Tersier Pliosen Intrusi (Tpi) pada Sumur KL , Grasberg, Papua-Indonesia

Petrologi Tersier Pliosen Intrusi (Tpi) pada Sumur KL , Grasberg, Papua-Indonesia Petrologi Tersier Pliosen Intrusi (Tpi) pada Sumur KL98-10-22, Grasberg, Papua-Indonesia Zimmy Permana 1), Mega Fatimah Rosana 1), Euis Tintin Yuningsih 1), Benny Bensaman 2), Reza Al Furqan 2) 1 Fakultas

Lebih terperinci