HUBUNGAN ANTARA UMUR MASA KERJA DAN LAMA KERJA DENGAN KELELAHAN KERJA PADA PENGEMUDI TRUK TANGKI DI TERMINAL BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) PT PERTAMINA BITUNG Ator Nataria Frely*, Paul A.T. Kawatu*, Sri Seprianto Maddusa* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK Kelelahan kerja merupakan suatu keadaan ketika seseorang merasa sangat lelah, letih atau mengantuk akibat kurang tidur, kerja fisik dan mental yang berkepanjangan, atau perasaan stres dan kecemasan yang berlebihan ataupun pekerjaan yang berulang-ulang. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja yaitu faktor internal berupa umur, jenis kelamin, status gizi, riwayat penyakit dan keadaan psikologi, faktor eksternal berupa lama jam kerja, masa kerja, pekerjaan yang monoton, keadaan lingkungan, beban kerja dan sikap kerja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara umur, masa kerja dan lama kerja dengan kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki di terminal BBM PT. Pertamina Bitung. Penelitian ini menggunakan observasional analitik dengan rancangan cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2017 yang dilakukan pada pengemudi truk tangki dengan populasi dan sampel secara total sampling dengan menggunakan kriteria berjumlah 63 orang. Variabel bebas yaitu umur, masa kerja dan lama kerja, variabel terikat yaitu kelelahan kerja. Uji statistik bivariat yang digunakan adalah uji Fisher s Exact dengan tingkat signifikan α=0,05. Didapatkan 63,5% pengemudi berusia produktif, 49,2% pengemudi dengan masa kerja baru, 66,7% pengemudi dengan lama kerja berisiko, 50,8% pengemudi mengalami kelelahan berat. Hubungan antara umur dengan kelelahan kerja (α=0,000). Hubungan antara masa kerja dengan kelelahan kerja (α=0,124). Hubungan antara lama kerja dengan kelelahan kerja (α=0,000). Terdapat hubungan antara umur dengan kelelahan kerja. Tidak terdapat hubungan antara masa kerja dengan kelelahan kerja. Terdapat hubungan antara lama kerja dengan kelelahan kerja. Kata Kunci: Umur, Masa Kerja, Lama Kerja, Kelelahan Kerja. ABSTRACK Work fatigue is a State when a person is feeling very tired, fatigued or sleepy due to lack of sleep, physical work and prolonged mental, or feelings of stress and anxiety is excessive or repetitive work. Factors that affect fatigue work in essence internal factors like age, gender, nutritional status, disease history of Psychology State, External factors in the form of long hours of work, working time, and work that is monotonous, the State of the environment, workload and work attitude. This research aims to analyze the relationship between age, working period and workings with work fatigue on truckers in fuel terminal tanks PT Pertamina Bitung. This research use analytic observational with draft cross sectional study. This research was carried out in March to July 2017 conducted on tank truck drivers with the population and samples in total sampling using criteria amounted to 63 people. The independent variables such as age, work and long working period, the dependent variable in essence work fatigue. Statistical tests bivariate use are Fisher s Exact test with a significant level of α=0,05. 63,5% obtained driver s age was productive, 49,2% of drivers with new working period, 66,7% of drivers with long work at risky, 50,8% of drivers experiencing severe fatigue. The relationship between the age with the fatigue of work (α=0,000). The relationship between the time of work with the fatigue of work (α=0,124). The relationship between long work with the fatigue of work (α=0,000). There is a relationship between age with fatigue. There is no relationship between time of work with the fatigue of work. There is a relationship between long work with the fatigue of work. Key words: Age, Time of Work, Long Work, Fatigue. 1
PENDAHULUAN Faktor penyebab terjadinya kelelahan kerja ada dua yaitu faktor internal yang terdapat umur, jenis kelamin, status gizi, riwayat penyakit dan keadaan psikologi. Faktor eksternal antara lain adalah lama kerja, masa kerja, monotoni pekerjaan, keadaan lingkungan, beban kerja, dan sikap kerja. Berdasarkan data dari Australian Transport Council n.d. (2011) menyatakan sebanyak 20-30% dari kematian di jalan raya disebabkan karena kelelahan. Hal ini menunjukkan kelelahan merupakan salah satu penyebab utama kematian di jalan raya disamping mengebut dan mabuk. Presentase pekerja yang bekerja lebih dari 48 jam dalam seminggu (Employment in Excessive Working Time EEWT) berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik dimana pekerja laki-laki dan perempuan baik yang ada di perkotaan maupun pedesaan tahun 2011 sebanyak 26,98%, tahun 2012 sebanyak 26,46%, tahun 2013 sebanyak 22,28%, dan tahun 2014 sebanyak 25,97% (BPS, 2015). Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 telah mengatur tentang jam kerja bagi para pekerja di sektor swasta, khususnya pasal 77 sampai dengan pasal 85. Pasal 77 ayat 1, Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan ketentuan jam kerja. (Kemenakertrans, 2011). Berita mengenai kasus kecelakaan kerja pada pengemudi truk yang disebabkan oleh kelelahan sudah beberapa kali terjadi di Indonesia. Kasus yang dilansir oleh BikerZone adalah kasus kecelakaan di Blitar Jawa Timur yang menyebabkan supir truk menabrak tiga truk dan satu pengendara motor yang dikarenakan supir mengantuk pada tanggal 13 Februari 2017 (Alie, 2017). Penyebab meningkatnya angka kecelakaan di bidang transportasi diantaranya dipengaruhi oleh peningkatan sektor industri, dimana ada proses pemindahan material yang membutuhkan sarana transportasi, salah satunya menggunakan truk (Desyariani, 2008). Salah satu industri yang menggunakan truk sebagai alat bantu angkut yaitu industri minyak bumi dan gas (MIGAS) yang merupakan satu industri yang memiliki resiko tinggi (high risk), penggunaan teknologi canggih (high technology), dan sumber daya yang terlatih serta besarnya capital yang diperlukan (high capital), (Soekanto, 1986). PT. Pertamina Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) Bitung merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang industri minyak yang memiliki kegiatan distribusi pengiriman produk ke pelanggan yang cukup luas. Pengiriman produk ini melalui jalur darat area Bitung yang disalurkan pada 2
area di wilayah Manado, Minahasa, dan Bolaang Mongondow. PT. Pertamina memiliki pekerja pengemudi truk tangki atau yang disebut Awak Mobil Tangki (AMT) dan melakukan kerjasama dengan PT. Elnusa Petrofin dimana untuk sistem penyaluran menggunakan transport darat diatur oleh pihak PT. Elnusa Petrofin. Pekerja awak mobil tangki (AMT) ini memiliki tugas untuk membawa bahan bakar kepada konsumen setiap harinya. Jarak tempuh yang jauh untuk menyuplai minyak dari terminal bahan bakar minyak (BBM) Bitung ke SPBU tiap-tiap konsumen menyita waktu kerja yang tidak sedikit, untuk jam kerja dari AMT tidak menentu dikarenakan jarak tempuh penyaluran yang berbeda-beda dengan sistem kerja 4 (empat) hari kerja dan 1 (satu) hari off dan berlanjut secara terusmenerus. Data awal yang peneliti temukan bahwa adanya keluhan lelah dari pekerja pengemudi truk tangki saat sedang menjalankan tugas yang diakibatkan karena jam kerja yang berlebihan dan sudah melebihi ketentuan jam kerja menurut undang-undang dan juga setiap 1 (satu) mobil tangki harus memiliki 2 (dua) awak saat dalam proses melakukan pekerjaan penyaluran, akan tetapi yang terjadi saat melakukan penyaluran banyak mobil tangki yang dikemudikan hanya oleh 1 (satu) awak. Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara umur, masa kerja dan lama kerja dengan kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki di terminal bahan bakar binyak (BBM) PT. Pertamina (Persero) Bitung. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan metode observasional analitik menggunakan pendekatan cross sectional (potong lintang) pada pengemudi truk tangki di terminal bahan bakar minyak (BBM) PT. Pertamina Bitung pada bulan Maret sampai Juli 2017, dengan populasi dan sampel yang didapat sebanyak 63 responden. Instrumen penelitian ini yaitu peneliti sendiri dengan menggunakan bantuan alat ukur kelelahan yaitu reaction timer dan disertai dengan lembar isian data diri dan data umum responden. Metode pengumpulan dilakukan dengan observasi, mengisi lembar isian data, melakukan pengukuran alat ukur reaction timer, dan dokumentasi. Analisa data melalui langkah-langkah editing, coding, entry data, dan tabulating. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Responden pada penelitian ini berjumlah 63 pengemudi dan semuanya berjenis 3
kelamin laki-laki, dan pada saat dilakukan wawancara seluruh responden dalam keadaan sehat. Hasil penelitian berdasarkan umur dari responden dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu umur produktif yaitu < 40 tahun sebanyak 40 responden (63,5%) dan umur kurang produktif yaitu 40 tahun sebanyak 23 responden (36,5%). Masa kerja yang didapat yang pertama masa kerja baru < 6 tahun sebanyak 31 responden (49,2%), masa kerja sedang 6 10 tahun sebanyak 7 responden (11,1%) dan masa kerja lama > 10 tahun sebanyak 25 responden (39,7%). Distribusi responden berdasarkan lamanya waktu beristirahat yang didapat dalam setiap 8 jam kerja terbagi dalam 3 (tiga) kategori yang pertama < 1 jam terdapat 27 responden (42,9%), yang kedua 1 2 jam terdapat 35 responden (55,6%), dan ketiga 3 4 jam terdapat 1 responden (1,6%). Distribusi berdasarkan lama kerja yang didapat untuk kategori lama kerja tidak berisiko yaitu 8 jam didapat sebanyak 21 responden (33,3%), dan lama kerja yang berisiko yaitu > 8 jam didapat sebanyak 42 responden (66,7%). Berdasarkan karakteristik kelelahan kerja yang tertinggi ada pada kelelahan berat dengan jumlah 32 responden (50,8%), dan yang terendah ada pada kelelahan sedang sebanyak 12 responden (19,0%). Analisis Bivariat Hubungan Antara Umur dengan Kelelahan Kerja Kategori Kelelahan Kerja Ringan Sedang Berat Total Umur (Tahun) n % n % n % N % < 40 19 30,2 11 17,5 10 15,9 40 63,5 40 0 0,0 1 1,6 22 34,9 23 36,5 Total 19 30,2 12 19,0 32 50,8 63 100 p Value 0,000 Hasil perhitungan statistik Fisher s Exact didapatkan nilai p = 0,000 sehingga nilai p ini lebih kecil dari pada nilai α = 0,05, yang artinya terdapat hubungan antara umur pengemudi dengan kelelahan kerja. Berdasarkan data kelompok umur produktif yaitu < 40 tahun didapatkan yang terbanyak pada kelelahan ringan sebanyak 19 responden (30,2%) sedangkan untuk umur kurang produktif yaitu 40 tahun yang terbanyak terdapat pada kelelahan berat sebanyak 22 responden (34,9%). Berdasarkan hasil penelitian, semakin bertambahnya umur tingkat kelelahan akan semakin cepat terjadi, 4
dan umur seseorang akan mempengaruhi kondisi, kemampuan dan kapasitas tubuh dalam melakukan aktivitas (Tarwaka, 2014). Kelelahan berat yang dialami oleh kelompok umur 40 tahun disebabkan karena kondisi fisik dan kapasitas tubuh mengalami penurunan pada usia tersebut. Berbeda dengan pengemudi yang kelompok umurnya < 40 tahun yang lebih banyak mengalami kelelahan ringan. Seperti pada penelitian dari Kristanto (2013) dan Fadel (2014) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja pada pengemudi dimana dari hasil penelitan menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara umur dengan kelelahan kerja pada pengemudi. Umur dari seseorang memiliki hubungan dengan kapasitas fisik dimana kekuatannya terus bertambah sampai batas tertentu dan kebutuhuan zat tenaga terus meningkat sampai akhirnya menurun setelah usia 40 tahun, berkurangnya kebutuhan tenaga tersebut dikarenakan oleh menurunnya kekuatan fisik sebanyak 20% dan kemampuan sensoris-motoris menurun sebesar 60% (Budiono dkk, 2003). Hubungan Antara Masa Kerja dengan Kelelahan Kerja. Kategori Kelelahan Kerja Total Ringan Sedang Berat Masa Kerja (Tahun) n % n % n % N % < 6 13 20,6 7 11,1 11 17,5 31 49,2 6 10 1 1,6 2 3,2 4 6,3 7 11,1 > 10 5 7,9 3 4,8 17 27,0 25 39,7 Total 19 30,2 12 19,0 32 50,8 63 100 p Value 0,124 Dari hasil perhitungan statistik Fisher s Exact didapatkan nilai p = 0,124 sehingga nilai p ini lebih besar dari pada nilai α = 0,05, yang artinya tidak terdapat hubungan antara masa kerja pengemudi dengan kelelahan kerja, berdasarkan data kategori masa kerja baru < 6 tahun yang paling banyak mengalami kelelahan sebanyak 31 responden (49,2%) dan yang paling sedikit kategori masa kerja sedang 6 10 tahun dengan jumlah 7 responden (11,1%), dari hasil yang ada menunjukkan bahwa yang paling banyak mengalami kelelahan baik itu ringan, sedang dan berat adalah pekerja yang masa kerjanya baru < 6 tahun, jadi tidak selamanya masa kerja yang lebih lama lebih banyak menyebabkan kelelahan. Masa kerja dapat menggambarkan pengalaman seseorang dalam menguasai bidang tugasnya, masa 5
kerja yang didapatkan saat penelitian dimana banyak pekerja berusia < 40 tahun yang masa kerjanya sudah lama > 10 tahun tetapi tidak mengalami kelelahan berat. Seperti pada penelitian dari Darmawan (2011) tentang faktor internal dan eksternal terhadap kelelahan pada pengemudi didapati tidak ada hubungan signifikan antara masa kerja terhadap kelelahan kerja. Pada umumnya pekerja yang pengalaman kerjanya banyak tidak memerlukan bimbingan dibandingkan dengan pekerja yang pengalamannya sedikit karena semakin lama seseorang bekerja maka akan semakin berpengalaman orang tersebut sehingga kecakapan kerjanya semakin baik, dan mampu untuk mengetahui faktor-faktor yang bisa menyebabkan kelelahan (Ranupendoyo dan Saud, 2005). Hubungan Antara Lama Kerja dengan Kelelahan Kerja Kategori Kelelahan Kerja Total Ringan Sedang Berat Lama Kerja (Jam) n % n % n % N % 8 19 30,2 1 1,6 1 1,6 21 33,3 > 8 0 0,0 11 17,5 31 49,2 42 66,7 Total 19 30,2 12 19,0 32 50,8 63 100 p Value 0,000 Berdasarkan hasil perhitungan statistik Fisher s Exact didapatkan nilai p = 0,000 sehingga nilai yang di dapat lebih kecil dari pada nilai α = 0,05, yang artinya terdapat hubungan antara lama kerja pengemudi dengan kelelahan kerja. Lama kerja atau durasi kerja merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kelelahan, berdasarkan data responden dengan kategori lama kerja berisiko yaitu > 8 jam sehari sebanyak 42 responden (66,7%), dan yang tertinggi ada pada kelelahan berat sebanyak 31 responden (49,2%), sedangkan yang bekerja tepat 8 jam sebanyak 21 responden (33.3%) dan yang tertinggi ada pada kelelahan ringan yaitu sebanyak 19 responden (30,2%). Berdasarkan hasil pada data yang ada menunjukkan bahwa kelelahan dapat disebabkan karena lama kerja yang dilakukan dalam sehari, hal ini terjadi karena adanya ritme sirkardian yang terganggu seperti waktu tidur yang tidak teratur, waktu istirahat yang kurang, dan aktivitas lainnya yang menuntut kerja lembur (Maurits, 2011). Seperti pada penelitian dari Carlos (2016) tentang faktor - faktor yang berhubungan dengan kelelahan pengemudi truk tangki di terminal BBM PT. Pertamina di dapati adanya hubungan antara lama kerja 6
dengan kelelahan kerja dengan p = 0,46 yang disebabkan karena pekerja memiliki durasi mengemudi yang lama atau jam kerja yang berisiko dalam sehari yaitu > 8 jam. Sistem kerja bagi pengemudi truk tangki atau awak mobil tangki (AMT) yang di atur oleh PT. Elnusa Petrofin sebagai anak perusahaan dari PT. Pertamina, dimana jam kerja dalam sehari yaitu maksimal 12 jam kerja sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) dan untuk 1 (satu) mobil tangki memiliki 2 (dua) awak atau pengemudi, tetapi pada saat penelitian jumlah jam kerja yang dilakukan oleh pengemudi sudah melebihi jam maksimal yang ada, dan yang terjadi dilapangan 1 (satu) mobil tangki dibawa oleh 1 (satu) awak saja. Dari data yang ada inilah maka ketika dilakukan penelitian didapatkan banyak kelelahan berat dan hal ini bertolak belakang dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan juga peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jam kerja bagi para pekerja. KESIMPULAN 1. Terdapat hubungan antara umur dengan kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki di terminal bahan bakar minyak (BBM) PT. Pertamina Bitung. 2. Tidak terdapat hubungan antara masa kerja dengan kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki di terminal bahan bakar minyak (BBM) PT. Pertamina Bitung. 3. Terdapat hubungan antara lama kerja dengan kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki di terminal bahan bakar minyak (BBM) PT. Pertamina Bitung. SARAN Bagi Perusahaan 1. Diharapkan untuk melakukan identifikasi bahaya kelelahan pada pengemudi truk dan mempertimbangkan bahaya-bahaya diluar pekerjaan yang mampu menyebabkan kelelahan pada pengemudi. 2. Melakukan review terhadap jadwal kerja dan jam kerja dari pengemudi agar tidak terjadi kelelahan berat yang disebabkan karena jam kerja yang berlebih yang sudah tidak sesuai dengan peraturan Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009, dan sudah tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP). 3. Mengadakan pertemuan antara pengemudi dengan managemen tingkat atas untuk membicarakan kelelahan yang dialami oleh pengemudi dan mengikutksertakan pengemudi dalam pengambilan 7
keputusan yang berkaitan dengan jadwal kerja agar mengurangi pengemudi yang melakukan double shift untuk menggantikan jadwal kerja dari rekannya yang akhirnya menyebabkan jam kerja berlebih dan memicu kelelahan yang tinggi. 4. Menambah tenaga kerja untuk mengurangi pengemudi yang bekerja sudah melebihi aturan, dan truk yang dibawa tidak hanya 1 (satu) awak saja melainkan 2 (dua) awak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang telah dibuat oleh perusahaan. Bagi Pengemudi Mampu memperhatikan kebutuhan gizi dan waktu istirahat agar kelelahan kerja yang dialami tidak meningkat. Bagi Instansi Memberikan edukasi dalam bentuk seminar atau penyuluhan dan pelatihan kepada pengemudi truk tentang bagaimana cara mengenali kelelahan, faktor-faktor yang menjadi pemicu terjadinya kelelahan dan bagaimana cara menanggulanginya. DAFTAR PUSTAKA. Alie. 2017. Ngantuk Sopir Truk Tabrak 3 Truk dan 1 Pengendara Motor, Kecelakaan di Blitar. Infotek dan BikerZone. (http://www.bikerzone11...) diakses pada tanggal 19 Maret 2017). Australian Transport Council (n.d). 2011. National Road Strategy 2011-2020. Canberra: Australian Transport Council.(transportinfrastructureco uncil.gov.au,) diakses pada tanggal 18 Maret 2017). Badan Pusat Statistik (BPS). 2015. Kebutuhan Data Ketenagakerjaan Untuk Pembangunan Berkelanjutan. (https://www.google.co.id/kebutu han.. diakses pada tanggal 18 Maret 2017). Budiono, A.M. Sugeng; R.M.S. Jusuf; Adriana P. 2003. Bunga Rampai Hiperkes & Keselamatan Kerja. BP UNDIP Semarang. Carlos, D. 2016. Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Pengemudi Truk Tangki Di Terminal BBM PT Pertamina (Persero) Kec. Latambaga Kab. Kolaka Tahun 2016. Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Halu Oleo. (ojs.uho.ac.id/index.php/jimkes MA /article..diakses pada tanggal 23 Juni 2017) Darmawan, S. 2011. Hubungan Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Kelelahan (Fatigue) Pada Pengemudi Bus Antar Kota 8
Trayek Semarang Jepara di Terminal Terboyo Semarang. Universitas Diponegoro. Semarang.(http://eprints.undip.ac.i d/28 918/, diakses pada tanggal 23 Juni 2017). Fadel, M. 2014. Faktor Yang Berhubungan dengan Kelelahan Kerja Pengemudi Pengangkutan BBM di TBBM PT. Pertamina Parepare. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin Makassar. (http://docplayer.info/faktoryang-berhubunga.., diakses pada tanggal 11 Mei 2017). Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (KEMENAKER- TRANS) RI. 2011. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Kristanto, A. 2013. Kajian Faktor- Faktor Risiko Yang Berhubungan dengan Kelelahan Pengemudi Truk Trailer di PT. AMI TH 2012. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok. (lib.ui.ac.id/file?file=digital.., diakses pada tanggal 23 Juni 2017). Maurits, L.S.K. 2011. Selintas tentang Kelelahan Kerja. Amara Books. Yogyakarta. Ranupendoyo dan Saud. 2005. Manajemen Personalia Edisi 4. Pustaka Binawan Persindo FE. UGM Yogyakarta Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta Tarwaka. 2014. Ergonomi Industri Dasar - dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat Kerja. Harapan Press. Surakarta. 9
10