BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Ekspresi Protein p53 Mutan pada Karsinoma Nasofaring

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang, sebagian besar dari

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang berasal dari sel epitel yang melapisi daerah nasofaring (bagian. atas tenggorok di belakang hidung) (KPKN, 2015).

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem,

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL)

ABSTRAK. Etiopatogenesis Karsinoma Nasofaring (KNF) Rabbinu Rangga Pribadi, Pembimbing: dr. Freddy Tumewu A., M.S.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan. yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit. tersering, menempati kira-kira 70% dari semua keganasan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan. yang jarang ditemukan di sebagian besar negara, namun

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker paru merupakan keganasan penyebab kematian. nomer satu di dunia (Cancer Research UK, 2012).

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Kanker paru merupakan salah satu dari keganasan. tersering pada pria dan wanita dengan angka mortalitas

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan salah satu. kasus keganasan yang tergolong jarang ditemukan di

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif.

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang. menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang

BAB I PENDAHULUAN. kanker yang paling sering ditemukan pada wanita, setelah kanker mulut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan

Korelasi antara Latent Membrane Protein-1 Virus Epstein-Barr dengan P53 pada Karsinoma Nasofaring (Penelitian Lanjutan)

BAB I PENDAHULUAN. kematiannya. Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian nomor 4 dari

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling. sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara adalah keganasan pada payudara. yang berasal dari sel epitel kelenjar payudara.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati. urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Al Baqarah ayat 233: "Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,.

I. PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah utama bagi masyarakat karena menjadi salah

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama

STUDI RETROSPEKTIF KARSINOMA NASOFARING DI SUMATERA BARAT: REEVALUASI SUBTIPE HISTOPATOLOGI BERDASARKAN KLASIFIKASI WHO (PENELITIAN PENDAHULUAN)

BAB 1 PENDAHULUAN. kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

Hubungan Ekspresi p53 dengan Prognosis Hasil Terapi Radiasi pada Karsinoma Nasofaring

BAB I PENDAHULUAN. Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik. adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal:

ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma serviks uteri merupakan masalah penting dalam onkologi ginekologi di

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa. yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006).

BAB 2 TUMOR. semua jaringan tubuh manusia pada berbagai keadaan sel untuk berkembang biak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sebuah metastasis adalah akibat kurang efektifnya manajemen

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kanker payudara merupakan salah satu keganasan. yang paling sering terjadi pada wanita.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyebab yang kompleks. Angka kejadian KNF tidak sering ditemukan di dunia barat

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Regina Lorinda, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik di belahan dunia Barat maupun di Indonesia. Kanker kolorektal (KKR) jenis

BAB 1 PENDAHULUAN. napas bagian bawah (tumor primer) atau dapat berupa penyebaran tumor dari

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini angka kejadian kanker di. masyarakat semakin meningkat.hal ini menuntut kita agar

BAB V KESIMPULAN, SARAN & RINGKASAN

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN akibat kanker payudara (WHO, 2011). Sementara itu berdasar hasil penelitian

BAB I PENDAHULUAN BAB II ISI

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. nonhodgkin dan limfoma Hodgkin. Perbedaan limfoma Hodgkin dan limfoma

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kelompok tumor ganas kulit yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Limfoma merupakan keganasan yang berasal dari. sistem limfatik (University of Miami Miller School of

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, karsinoma payudara

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016

BAB I PENDAHULUAN. I.A Latar Belakang. Kanker paru merupakan penyebab tertinggi kematian. akibat kanker di dunia, baik negara-negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. limfoid, dan sel neuroendocrine. Dari beberapa sel-sel tersebut dapat berubah

ABSTRAK PERBEDAAN EKSPRESI PROTEIN 53 (p53) PADA STADIUM I, II DAN III KANKER SERVIKS TIPE SEL SKUAMOSA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal. dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan jenis keganasan terbanyak pada wanita

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Penelitian. Karsinoma payudara merupakan keganasan paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Di Indonesia, diantara berbagai jenis kanker, karsinoma paru

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan yang menyerang daerah kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum diketahui penyebab pastinya. Beberapa faktor dicurigai sebagai penyebab antara lain faktor ekstrinsik seperti infeksi virus Epstein-Barr, nitrosamine, lingkungan dan faktor intrinsik misalnya gen HLA, gen onkogen, gen supressor (Zurhaunsen et al., 1970; Huang dan Lo, 1999; Y uan et al., 2000). Prevalensi KNF di Indonesia sebanyak 4,7 per 100.000 penduduk setiap tahun berdasarkan survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan (1980) dan termasuk peringkat ke-5 tumor ganas terbanyak serta lebih dari 50% keganasan kepala leher berasal dari nasofarings. Menurut data di Badan Registrasi Kanker Ikatan Ahli Patologi Indonesia Yayasan Kanker Indonesia tahun 1991, kejadian KNF menempati urutan ke empat setelah keganasan di mulut/ leher rahim, payudara dan kulit (Gondhowardjo, 1998). Sementara prevalensi KNF pada populasi kaukasia, India dan Jepang dilaporkan sangat rendah (Lee et al., 2003). Angka kejadian kanker nasofarings hampir merata di setiap daerah, berdasarkan data yang diperoleh di SMF Telinga Hidung Tenggorok (THT) sub onkologi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito Yogyakarta, angka kejadian KNF meningkat tiap tahunnya, dimana pada tahun 1992 ditemukan 48 kasus KNF, menjadi 58 kasus pada tahun 1993, dan 63 kasus pada tahun 1994. Perbandingan antara pria dan wanita 1

menderita KNF sebanyak 2-3:1 (Purba et al., 1997). Pada tahun 2002 sampai dengan bulan April 2005 ditemukan kasus baru KNF sebanyak 303 penderita di bagian THT RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta (Hariwiyanto, 2009). Karsinoma nasofarings lebih sering pada laki-laki dibanding perempuan (Titcomb, 2001; Chan et al., 2005; Thompson 2006). Kanker ini dapat mengenai semua umur dengan insidensi meningkat setelah usia 30 tahun dan mencapai puncak pada usia 40-60 tahun (Chan et al., 2005). Kasus KNF juga pernah di laporkan terjadi pada anak-anak di bawah usia 15 tahun (Sharaoui et al., 1999). Keterlibatan faktor genetik dibuktikan oleh adanya insidens i berbeda pada tiap populasi dimana KNF di China Selatan memiliki frekuensi sebanyak 100 kali lebih tinggi dibanding populasi kaukasia (Huang dan Lo, 1999), dan ditemukan generasi selanjutnya penderita KNF akan mendapatkan penyakit yang sama (Ung et al., 1999; Jia et al., 2004) serta dijumpai masih tingginya risiko KNF pada emigran asal China Selatan di daerah barat dengan insiden KNF rendah (Hua ng dan Lo, 1999). Berdasarkan penelitian Effert et al. (1992) dijumpai bahwa KNF yang terjadi oleh karena proliferasi klon p53 sel epitel diawali dengan infeksi virus Epstein-Barr dan dapat menyebabkan mutasi p53 sehingga menghilangkan fungsi p53 wild suppressor yang kemudian berlanjut pada proses keganasan pada nasofarings. Beberapa penelitian imunohistokimawi kasus KNF menunjukkan bahwa protein P53 mutan mengalami overekspresi (Husaini et al., 2011). 2

Patogenesis karsinoma sel skuamosa pada kepala dan leher melibatkan beberapa tahapan proses dan bersifat multifaktorial. Proses tersebut meliputi aktivasi dari onkogen dan inaktivasi gen penekan tumor terutama gen p53 (Hollstein et al., 1991). Gen suppressor tumor p53 bermutasi pada 50% tumor-tumor manusia di berbagai organ tubuh, dan dianggap sebagai gen yang paling sering bermutasi pada tumor ganas manusia (Gangopadhyay, 1997). Pada tumor ganas kepala leher dijumpai mutasi gen suppressor p53 sebanyak 60% dan dapat ditemukan pada lesi pre malignant (Irish, 2003). Gen p53 berfungsi untuk mengontrol regulasi siklus sel dan apoptosis. Inaktivasi gen ini menyebabkan gangguan apoptosis dan meningkatkan proliferasi sel (Cotran et al., 2010). Akumulasi mutasi dan inaktivasi gen p53 merupakan mekanisme molekular utama dalam perkembangan karsinoma sel skuamosa kepala dan leher (DeVita et al. 2008; Field, 1992). Inaktivasi gen p53 terjadi karena inaktivasi pada satu alel oleh mutasi titik atau delesi kecil dan karena kehilangan alel normal oleh delesi segmen kromosom (Hollstein, 1991). Inaktivasi p53 terjadi pada perubahan dari lesi preinvasif menjadi invasif (Boyle et al., 1993). Inaktivasi gen ini dapat ditentukan dari level ekspresi protein P53 mutan dengan menggunakan tehnik imunohistokimia (Bosch et al., 2004). Jika terjadi kerusakan atau mutasi dari gen suppressor tumor p53 yang disebabkan oleh faktor-faktor genetik dan lingkungan maka terbentuklah protein P53 mutan yang tidak stabil dan tidak menghambat fase G1 ke S sehingga kerusakankerusakan sel tidak dapat diperbaiki. Akibatnya sel yang rusak terus berdiferensiasi 3

dan menyebabkan timbulnya proses keganasan pada sel epitel yang melapisi nasofarings (Gangopadhyay, 1997; Rotter, 2000; Sukardja, 2000). Protein p53 mempunyai hubungan yang erat dengan kejadian karsinoma nasofarings (Lei et al.,1999). Pada kebanyakan penelitian karsinoma nasofarings ditemukan peningkatan ekspresi p53 (Harn et al., 1996, Sheu et al., 1995 dan Sheu et al., 2000) dan umumnya p53 jenis wild, serta ekspresi p53 pada karsinoma nasofarings tidak berhubungan dengan derajat histologis, stadium klinik, umur maupun jenis kelamin (Sheu et al., 1995). Sebaliknya penelitian Cheng et al. (2001) mendapatkan peningkatan ekspresi p53 berhubungan denga n stadium dan terjadinya metastase ke limfonodi leher. Xu dan Zhang (2001) mendapati ekspresi p53 pada stadium III karsinoma nasofaring tipe karsinoma sel skuamousa tanpa keratinisasi lebih tinggi pada karsinoma invasif dan penurunan ekspresi p53 berhubungan erat dengan waktu survivalnya. Li et al. (2001) mendapati disfungsi p53 pada jaringan karsinoma nasofaring, demikian pula Shao et al. (2004) mendapatkan akumulasi p53 yang inaktif. Berbeda dengan itu penelitian pada tikus menunjukkan bahwa p53 tipe wild dapat menghambat pertumbuhan sel tumor dan p53 tipe mutant meningkatkan pertumbuhan sel tumor karsinoma nasofarings (Chen et al., 1992). Karsinoma nasofarings yang p53-nya positif didapatkan angka apoptosis yang lebih tinggi. Pada penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa apoptosis berhubungan dengan tipe dan stadium karsinoma nasofarings. 4

Berdasarkan klasifikasi histologi WHO tahun 1978, KNF dibagi menjadi tiga subtipe yaitu squamous cell carcinoma (WHO-1), nonkeratinizing carcinoma (WHO- 2) dan undifferentiated carcinoma (WHO-3). Undifferentiated carcinoma (WHO-3) merupakan subtipe histologi yang utama di daerah endemik, sementara WHO-1 jarang (<5%)(Chan et al., 2005; Ou et al., 2007). Terdapat tiga faktor etiologi utama yang berhubungan dengan KNF yaitu infeksi EBV, kerentanan genetik dan faktor lingkungan. Di daerah endemik, infeksi EBV terutama berkaitan dengan KNF subtipe WHO-2 dan WHO-3, sedangkan untuk subtipe WHO-1 masih menjadi perdebatan (Sahraoui et al., 1999; Lo et al., 2004; Chan et al., 2005). Menurut stadium klinis ditemukan pada stadium I mempunyai survival 5 tahun: 67%-80,8%, dan pada stadium IV mempunyai survival rate 5 tahun 20-30% (Baker dan Wolfe, 1982; Sham et al., 1990). Metastase ke limfonodi ditemukan pada metastasis limfonodi leher homolateral mempunyai survival rate 5 tahun 30%. Limfonodi bilateral mempunyai survival rate 5 tahun 20%, meluas ke limfonodi leher bagian bawah mempunyai survival rate 5 tahun 8%. Dari uraian di atas ingin diketahui apakah terdapat perbedaan ekspresi p53 antara stadium klinis III dan IV pada penderita karsinoma nasofarings. 5

B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa hal penting sebagai berikut : 1. Prevalensi karsinoma nasofarings berkisar 28-45% setiap tahun dibandingkan dari seluruh keganasan di kepala leher. 2. Jumlah pasien karsinoma nasofarings RSUP Dr. Sardjito semakin meningkat setiap tahun. 3. P53 diketahui berperan pada karsinogenesis dan perubahan pada tingkat ekspresi P53 mutan banyak dijumpai pada tumor ganas. 4. Peran P53 terhadap perkembangan stadium klinis belum diketahui secara jelas. C. Pertanyaan Penelitian Apakah terdapat perbedaan ekspresi protein P53 antara stadium klinis III dan IV karsinoma nasofarings di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta? D. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian tentang ekspresi P53 pada karsinoma nasofarings telah di lakukan dan di publikasikan. Sheu et al. (1995) di China pernah meneliti pemeriksaan ekspresi P53 pada karsinoma nasofarings. Penelitian Van Tornout et al. (1997) di California menemukan adanya mutasi P53 pada karsinoma nasofarings pada pasien 6

Non-Asia. Chow et al. (1995) di Hong Kong meneliti ekspresi P53 pada metastasis limfonodi karsinoma nasofarings. Khabir et al., (2000) di Tunisia mendapatkan perbedaan akumulasi p53 berdasarkan usia pada populasi di Afrika Utara. Protein ini lebih tinggi terekspresi pada pasien usia lebih dari 30 tahun dibandingkan usia kurang dari 30 tahun dan mendapatkan ekspresi protein P53 mutan paling banyak pada jenis karsinoma tidak berdifferensiasi. Pada penelitian lain menyimpulkan EBV merupakan faktor penyebab KNF dimana mungkin dipengaruhi oleh p53 dan BCL-2 (Niemhom et al., 2000). Pada penelitian menggunakan imunohistokimia oleh Oyong (2002) memperlihatkan bahwa infeksi EBV pada KNF berhubungan dengan akumulasi protein P53, bukan dengan BCL-2. Penelitian oleh Oyong (2002) menyimpulkan bahwa EBV merupakan faktor etiologi yang penting yang mungkin melibatkan overekspresi P53 dan BCL-2. Agaoglu et al. (2004) di Turki meneliti overekspresi P53 pada karsinoma nasofarings. Chen et al. (2004) melaporkan bahwa volume tumor lebih besar pada hasil imunohistokimia yang memiliki ekspresi P53 level tinggi. Cheng et al. (2005) menemukan korelasi antara ekspresi gen p53 dan metastasis limfonodi servikal. Penelitian yang dilakukan oleh Taweevisit (2007) di Bangkok pada 60 kasus KNF subtipe WHO-3 mendapatkan hasil adanya overekspresi protein P53 pada 73% kasus. Hal ini menunjukkan bahwa protein P53 berkaitan erat dengan tumorigenesis KNF. Chou et al. (2008) mendapatkan bahwa sel-sel KNF mempunyai kadar P53 yang meningkat, dengan LMP1 yang tinggi yang berkorelasi dengan ekspresi P53 yang lebih tinggi. 7

E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbedaan ekspresi protein P53 antara stadium klinis III dan IV pada karsinoma nasofarings di RSUP Dr. Sardjito. F. Manfaat Penelitian Manfaat bagi peneliti dan pembaca diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam terapi dan prognosis karsinoma nasofarings pada masa akan datang. Bila ternyata di dapatkan bukti statistik strategi terapi gen p53 merupakan tumor suppressor yang penting untuk dikembangkan dan kemungkinan pengendalian p53 sebagai salah satu alternatif terapi tambahan pada karsinoma nasofarings yang dikombinasi dengan kemoterapi atau radioterapi merupakan suatu hal yang menguntungkan. Terapi gen kanker telah banyak dikembangkan selama kurang lebih 15 tahun terakhir dan beberapa penelitian meneliti terapi potensial dengan menggunakan gen p53 pada karsinoma nasofarings. 8