BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah ini juga harus disertai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi di masa lalu telah mengubah struktur ekonomi secara

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang diharapkan itu adalah kemajuan yang merata antarsatu

BAB I PENDAHULUAN. dokumen RPJP Provinsi Riau tahun , Mewujudkan keseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. cukup. Sumber daya manusia yang masih di bawah standar juga melatar belakangi. kualitas sumber daya manusia yang ada di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan potensi daerah. Otonomi daerah memberikan peluang luas bagi

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah itu sendiri maupun pemerintah pusat. Setiap Negara akan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan, dan tingkat pengangguran (Todaro, 2000:93). Maka dari itu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses untuk

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. utama pembangunan. Salah satu target dari Millenium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kemiskinan. Berdasarkan tujuan pembangunan Millennium

PENDAHULUAN. 1 Butir 7 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa

BAB II GAMBARAN OBYEK PENELITIAN. wilayah kecamatan dan 45 wilayah kelurahan yang sebagian besar tanahnya. formasi geologi batuan sedimen old andesit.

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat kemiskinan ekstrem yang mencolok (Todaro dan Smith, 2011:

BAB I PENDAHULUAN. Perdebatan tentang indikator pembangunan sosial-ekonomi sudah sejak

pendapatan yang semakin merata. Jadi salah satu indikator berhasilnya pembangunan adalah ditunjukkan oleh indikator kemiskinan.

I. PENDAHULUAN. dalam mengelola potensi sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola

BAB III METODE PENELITIAN. data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang meliputi Produk Domestik

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses yang terintgrasi dan komprehensif

mencerminkan tantangan sekaligus kesempatan. Meningkatnya persaingan antar negara tidak hanya berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional. Pembangunan. secara material dan spiritual (Todaro dan Smith, 2012: 16).

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah umumnya mempunyai masalah di dalam proses. pembangunannya, masalah yang paling sering muncul di dalam wilayah

BAB III METODE PENELITIAN. struktur dan pertumbuhan ekonomi, tingkat ketimpangan pendapatan regional,

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian yang secara terus menerus tumbuh akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita, atau yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi. Indikator

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. riil atau pendapatan riil per kapita yang terjadi secara terus menerus (steady growth).

BAB I PENDAHULUAN. dan distribusi pendapatan yang merata tanpa adanya disparitas. Selain untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka pembangunan nasional di Indonesia, pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. miskin di dunia berjumlah 767 juta jiwa atau 10.70% dari jumlah penduduk dunia

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat berkaitan erat dengan peningkatan kualitas dan. buatan serta sumberdaya sosial (Maulidyah, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. dibahas adalah masalah kemiskinan. Baik di negara maju atau negara

BAB I PENDAHULUAN. yang dilaksanakan oleh sejumlah negara miskin dan negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/ KOTA DI ACEH,

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya bervariasi antarwilayah, hal ini

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Ketimpangan pendapatan adalah sebuah realita yang ada di tengah-tengah

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Hal ini karena beberapa jenis sampah memiliki kandungan material

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Pertumbuhan ekonom i biasanya hanya diukur berdasarkan kuantitas

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional merupakan upaya dari pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, makmur dan berkeadilan. Akan tetapi kondisi geografis dan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh masyarakat luas (Lincolin Arsyad, 1999).

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah. Hasil dari pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses multidimensional

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada Bab IV, maka hasil yang

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada suatu wilayah bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah ini juga harus disertai dengan pemerataan pada tiap-tiap wilayah yang ada di daerah tersebut. Apabila suatu daerah mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi terdapat ketimpangan antarwilayah yang tinggi pula, tentunya hal ini tidak dapat dikatakan pembangunan daerah tersebut mengalami keberhasilan. Hal tersebut sebagaimana dinyatakan oleh Todaro dan Smith (2011: 17-18) mengenai pandangan ekonomi baru tentang pembangunan, bahwa pembangunan ekonomi harus meliputi upaya-upaya untuk mengurangi atau meniadakan tingkat kemiskinan dan pengangguran, ketimpangan pendapatan, dan juga penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat yang lebih merata. Pembangunan tidak hanya berfokus pada peningkatan pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga menyangkut redistribusi hasil pertumbuhan. Negara-negara berkembang yang mencapai pertumbuhan per kapita yang cukup tinggi pada dekade 1950-an, 1960-an, dan 1970-an menghadapi masalah-masalah seperti ketimpangan yang semakin tidak merata, meluasnya kemiskinan absolut, dan peningkatan pengangguran. Tingkat kehidupan sebagian besar masyarakat umumnya tetap tidak berubah, walaupun target pertumbuhan ekonominya tercapai (Todaro dan Smith, 2011: 17-18). 1

Masalah-masalah seperti tersebut di atas juga terjadi dalam lingkup yang lebih kecil yaitu pada pembangunan ekonomi daerah. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses di mana pemerintah daerah bersama dengan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada, kemudian membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta guna menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 2002: 108). Pembangunan ekonomi daerah yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi tidak selalu diikuti dengan pemeratan, sehingga menyebabkan ketimpangan. Era otonomi daerah saat ini telah memberikan perubahan kewenangan yang dimiliki pemerintahan daerah di Indonesia dalam mengelola perekonomian daerah dan mengatur pembangunan daerahnya masing-masing. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, menandai berlakunya otonomi daerah yang memberikan kewenangan lebih luas kepada daerah untuk menggali potensi daerah secara maksimal. Hal ini diperkuat dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, yang memperjelas kewenangan-kewenangan pemerintah daerah dalam menggerakkan roda pembangunan dan mengatasi berbagai macam permasalahannya. Kota Yogyakarta yang memiliki 14 kecamatan, juga harus dapat memanfaatkan momentum otonomi daerah untuk mewujudkan pembangunan 2

ekonomi daerah. Pembangunan ekonomi daerah tersebut ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat dengan ketimpangan yang semakin menurun demi tercapainya kesejahteraan masyarakat. Kondisi geografis Kota Yogyakarta dengan luas wilayah yang terkecil di Daerah Istimewa Yogyakarta, tentunya memberikan karakteristik yang khas dibandingkan dengan wilayah-wilayah lainnya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah 32,5 km 2, yang bahkan banyak kecamatan di wilayah lain yang memiliki luas lebih dari luas Kota Yogyakarta. Dengan jumlah penduduk mencapai 394.012 jiwa pada tahun 2012, maka kepadatan penduduknya mencapai 12.123 jiwa/km 2, yang merupakan angka tertinggi dan jauh di atas wilayah-wilayah lain di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini juga berimbas dengan kecilnya luasan tiap kecamatan dan padatnya penduduk di tiap kecamatan yang ada di wilayah Kota Yogyakarta. Luas area, jumlah penduduk, pertumbuhan penduduk dan kepadatan penduduk tiap kecamatan di Kota Yogyakarta tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 1.1. Kota Yogyakarta dan kecamatan-kecamatannya yang memiliki luas area kecil ini berimbas juga pada batas-batas adminsitratif, lingkungan, dan sosial yang menjadi semakin samar. Kondisi seperti ini seharusnya bisa lebih homogen daripada wilayah-wilayah dengan area yang cukup luas. Jumlah penduduk miskin di Kota Yogyakarta pada tahun 2012 mencapai 37.600 jiwa atau sekitar 9,38 persen dari populasi penduduk Kota Yogyakarta. Meskipun ini merupakan angka yang paling kecil di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan kondisi samarnya batas-batas adminsitrasi, lingkungan, dan 3

sosial antarkecamatan, seharusnya bisa lebih homogen lagi kondisinya. Apabila dibandingkan dengan wilayah DKI Jakarta yang persentase penduduk miskinnya sebesar 3,72 persen, angka 9,38 persen ini masih terasa sangat besar. No Tabel 1.1 Luas Area, Jumlah, Pertumbuhan, dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Kecamatan Luas Area (km 2 ) Penduduk (orang) Pertumbuhan Penduduk ( persen) Kepadatan Penduduk (orang/km 2 ) 1. Mantrijeron 2,61 31.695 0,872 12.144 2. Kraton 1,40 17.561 0,023 12.544 3. Mergangsan 2,31 29.448 0,037 12.748 4. Umbulharjo 8,12 78.831 2,209 9.708 5. Kotagede 3,07 32.052 2,376 10.440 6. Gondokusuman 3,97 45.526 0,020 11.468 7. Danurejan 1,10 18.433 0,000 16.757 8. Pakualaman 0,63 9.366 0,043 14.867 9. Gondomanan 1,12 13.097 0,031 11.694 10. Ngampilan 0,82 16.402 0,006 20.002 11. Wirobrajan 1,76 24.969 0,028 14.187 12. Gedongtengen 0,96 17.273 0,017 17.993 13. Jetis 1,72 23.570 0,000 13.703 14. Tegalharjo 2,91 35.789 1,975 12.299 Kota Yogyakarta 32,50 394.012 0,885 12.123 Sumber: Kota Yogyakarta Angka 2012 (diolah) Pembangunan ekonomi suatu daerah dapat dilihat diantaranya melalui pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan antarwilayah di daerah tersebut. Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang diperlukan untuk memacu dan menggerakkan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sedangkan PDRB per kapita dapat digunakan sebagai gambaran rata-rata pendapatan yang dihasilkan oleh setiap penduduk selama satu tahun di suatu wilayah atau daerah. PDRB per kapita pada wilayah-wilayah yang ada dalam suatu daerah dapat digunakan untuk membandingkan ketimpangan yang terjadi pada daerah tersebut. PDRB per kapita ini seharusnya tidak terjadi ketimpangan yang tinggi antarwilayah. Dalam konteks Kota Yogyakarta, PDRB per kapita 4

kecamatan-kecamatan di Kota Yogyakarta seharusnya tidak terjadi ketimpangan yang tinggi. Gambaran PDRB per kapita per kecamatan di Kota Yogyakarta Tahun 2007-2010 dapat dilihat pada Tabel 1.2 di bawah ini: Tabel 1.2 PDRB Per Kapita Kecamatan di Kota Yogyakarta 2007-2010 PDRB perkapita (dalam ribu rupiah) No Kecamatan 2007 2008 2009 2010 1 Mantrijeron 6.417,50 6.592,50 6.752,07 8.567,40 2 Kraton 5.580,80 5.787,00 5.922,17 8.145,20 3 Mergangsan 6.438,00 6.715,10 6.929,73 9.056,00 4 Umbulharjo 13.751,30 14.126,70 14.452,83 15.893,40 5 Kotagede 6.775,80 6.865,90 6.993,06 7.759,60 6 Gondokusuman 14.880,90 15.481,30 15.997,85 20.849,90 7 Danurejan 18.565,50 19.737,70 20.730,50 27.343,00 8 Pakualaman 4.960,90 5.332,10 5.709,17 7.394,90 9 Gondomanan 25.118,80 26.631,50 27.786,09 36.177,10 10 Ngampilan 5.422,20 5.522,00 5.661,37 7.466,70 11 Wirobrajan 9.237,30 9.426,20 9.579,43 12.723,30 12 Gedongtengen 9.443,30 10.021,70 10.496,35 13.221,40 13 Jetis 12.225,80 12.701,70 13.102,70 18.150,30 14 Tegalrejo 6.359,50 6.461,30 6.618,57 8.365,80 Kota Yogyakarta 10.588,80 10.989,20 11.334.36 14.167,76 Sumber: BPS DIY (diolah) Sebagaimana terlihat pada Tabel 1.2 di atas, Kecamatan Gondomanan memiliki PDRB per kapita tertinggi dan terus meningkat pada periode tahun 2007-2010, sebaliknya Kecamatan Ngampilan memiliki PDRB per kapita yang terendah pada periode yang sama. Perbedaan PDRB per kapita kecamatan yang tertinggi dan terendah ini hampir mencapai lima kali lipat. Hal tersebut tentu saja akan berdampak pada perbedaan kesejahteraan antarkecamatan yang pada akhirnya dapat menyebabkan ketimpangan antardaerah (kecamatan) menjadi semakin besar. Perbedaan yang demikian besar ini menunjukkan kemungkinan adanya ketidakmerataan pelaksanaan pembangunan selama ini, sehingga perlu dilakukan evaluasi pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pembangunan di Kota 5

Yogyakarta. Terlebih lagi ketimpangan ekonomi, yang merupakan salah satu bagian dari ketimpangan horizontal, merupakan pemicu munculnya konflik sosial di masyarakat (Stewart, 2010), sehingga dalam luasan yang kecil seperti Kota Yogyakarta sekalipun, ketimpangan tetap relevan untuk diteliti. 1.2 Keaslian Penelitian Penelitian yang berkaitan dengan permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti tedahulu. Beberapa diantaranya dapat dilihat di bawah ini: No Peneliti/ Tahun 1. Sinamora (2007) 2. Mapa dkk. (2013) 3. Sutarno (2002) 4. Reddy dan Bantilan (2012) Topik dan Alat Analisis 1. Topik: Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan AntarKecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara tahun 1994-2005. 2. Alat Analisis: Tipologi Klaassen, Indeks Williamson, dan Indeks Entropy Theil. 1. Topik: Analisis Spasial Pertumbuhan Pendapatan di Filipina tahun 1988-2009. 2. Alat Analisis: Spatial dependence, Indeks Moran dan Intra-Country Growth Model. 1. Topik: Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan PDRB Per Kapita Antarkecamatan di Kabupaten Banyumas Tahun 1993-200. 2. Alat Analisis: Tipologi Klaassen, Indeks Williamson, Indeks Entropy Theil, Korelasi Pearson. 1. Topik: Ketimpangan Regional di Wilayah Andhra Pradesh India. 2. Alat Analisis: Deskripsi Data. Kesimpulan Tingkat ketimpangan PDRB per kapita antarkecamatan Kabupaten Tapanuli Utara rata-rata 0,3286 (Indeks Williamson) dan 0,0331 (Indeks Entropy Theil), nilainya cenderung naik selama periode penelitian. Hipotesis Kuznets tidak berlaku, sedangkan Indeks Entropy Theil dan PDRB per kapita berkorelasi positif signifikan. Dimensi geografis berpengaruh terhadap pertumbuhan pendapatan provinsi. Adanya ketergantungan ekonomi secara spasial yang positif antarprovinsi di Filipina. Dari analisis Indeks Entropy Theil dan Williamson dapat disimpulkan bahwa ketimpangan meningkat. Dari korelasi pearson antara pertumbuhan dengan Indeks Williamson dan Entropy Theil dapat disimpulkan bahwa hipotesis kuznets berlaku di Kabupaten Banyumas. Meskipun terdapat pusat kegiatan besar di wilayah perkotaan tetapi dampaknya sangat terbatas terhadap daerah-daerah sekitar. Diperlukan intervensi pemerintah berupa kebijakan guna mengurangi ketimpangan antardaerah. 6

No Peneliti/ Tahun 5. Sutherland dan Yao (2011) 6. Pose dan Ezcurra (2009) 7. Raychaudhur dan Haldar (2009) 8. Marpaung (2012) Topik dan Alat Analisis 1. Topik: Ketimpangan Pendapatan di China Selama 30 Tahun. 2. Alat Analisis: Indeks Gini. 1. Topik: Hubungan Desentralisasi Fiskal dan Politik dan Evolusi Ketimpangan AntarDaerah. 2. Alat Analisis: Regressi Data Panel. 1. Topik: Investigasi Ketimpangan Antardistrik di Bengali Barat Tahun 1991-2005. 2. Alat Analisis: Indeks Theil, Indeks Gini, Indeks Atkinson, Indeks Hoover, Indeks Couler. 1. Topik: Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Antarkecamatan Di Kabupaten Bangka Tahun 2000-2010. 2. Alat Analisis: Tipologi Klaassen, Indeks Williamson, Indeks Entropy Theil, Analisis Regresi, dan Korelasi Pearson. Kesimpulan Pertumbuhan ekonomi selama 30 tahun meningkatkan kesenjangan pendapatan secara signifikan. Desentralisasi pada negara maju telah mengurangi ketimpangan antardaerah, tetapi pada negara berkembang justru ketimpangan antardaerah cenderung meningkat. Ketimpangan antardistrik di Benggala Barat mengalami kenaikan, yang kemungkinan disebabkan perbedaan infrastruktur fisik. Ketimpangan antarkecamatan kecil atau merata. Hipotesis Kuznets tidak berlaku di Kabupaten Bangka selama periode penelitian. Secara umum, hal-hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah: 1. lokasi dan waktu penelitian, yang mana penelitian ini dilakukan di Kota Yogyakarta dengan periode penelitian tahun 2003-2012; 2. penggunaan Indeks Entropy Theil, meskipun banyak dipakai pada penelitian terdahulu, tetapi tidak semuanya menghitung Indeks Entropy Theil Between Group dan Within Group yang mana pada penelitian ini juga diperhitungkan. 1.3 Rumusan Masalah Ketimpangan merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindari karena sangat sulit untuk mewujudkan pemerataan sempurna. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah perkembangan ketimpangan itu sendiri, karena apabila terus meningkat tentunya akan mengganggu keberhasilan perekonomian. Lingkup 7

kecamatan dalam suatu kabupaten/kota tentunya juga terdapat ketimpangan. Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah yang cukup kecil dengan batas administratif, lingkungan dan sosial yang cukup samar, sehingga menarik diteliti kondisi dan perkembangan pola pertumbuhan ekonomi dan tingkat ketimpangan pada wilayah yang terlihat menyatu dan homogen ini, dari tahun ke tahun. 1.4 Pertanyaan Penelitian Pertanyaan dari penelitian ini adalah: 1. bagaimanakah pola pertumbuhan ekonomi antarkecamatan yang ada di Kota Yogyakarta dan perkembangannya periode tahun 2003-2012? 2. bagaimanakah perkembangan tingkat ketimpangan antarkecamatan yang ada di Kota Yogyakarta periode tahun 2003-2012? 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. mengidentifikasi pola pertumbuhan ekonomi kecamatan-kecamatan di Kota Yogyakarta dan perkembangannya periode tahun 2003-2012; 2. menganalisis ketimpangan PDRB per kapita antarkecamatan di Kota Yogyakarta periode tahun 2003-2012. 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. diharapkan dapat menambah wawasan bagi yang membacanya; 2. sebagai tambahan informasi bagi penelitian selanjutnya, terutama pada topik penelitian yang sama; 8

3. diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah Kota Yogyakarta dalam perencanaan pembangunanan daerah. 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini terbagi dalam lima bab. Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II adalah landasan teori/kajian pustaka yang berisi teori, kajian terhadap penelitian terdahulu, dan kerangka penelitian. Bab III berjudul metoda penelitian, terdiri atas desain penelitian, metoda pengumpulan data, definisi operasional, dan metoda analisis data. Bab IV menjelaskan analisis yang di dalamnya terdapat deskripsi data dan pembahasan. Bab V yang memuat simpulan dan saran, dijabarkan menjadi simpulan, implikasi, keterbatasan, saran. 9