BAB I PENDAHULUAN. riil atau pendapatan riil per kapita yang terjadi secara terus menerus (steady growth).

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. riil atau pendapatan riil per kapita yang terjadi secara terus menerus (steady growth)."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konteks pembangunan secara luas dilakukan guna menciptakan suatu keadaan yang lebih baik. Pembangunan ekonomi yang dilakukan dalam berbagai tingkatan, baik nasional maupun regional dilakukan dalam tahapan yang panjang dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi mensyaratkan adanya peningkatan produksi riil atau pendapatan riil per kapita yang terjadi secara terus menerus (steady growth). Peningkatan produksi riil dapat dioptimalkan dengan cara meningkatkan produktivitas per kapita melalui penggunaan faktor-faktor ekonomi seperti tenaga kerja, modal dan sumber daya alam. Pembangunan ekonomi secara global diyakini akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Para ekonom memandang bahwa pertumbuhan ekonomi dapat digunakan sebagai ukuran kinerja perekonomian suatu negara, sehinga pemahaman akan sifat, karakteristik dan sebab-sebab terjadinya pertumbuhan ekonomi penting untuk diketahui (Arsyad, 2010: 269). Masalah yang sering terjadi adalah bahwa konsep pembangunan global tidak mampu mencapai sendi-sendi ekonomi yang relatif jauh dan sulit terjangkau secara langsung. Distribusi perkembangan ekonomi yang tidak merata dalam aspek kewilayahan mengakibatkan ketimpangan antardaerah. Ketimpangan menggambarkan adanya jurang pemisah antara kelompok masyarakat yang kaya (pendapatan tinggi) dengan kelompok 1

2 masyarakat lainnya yang miskin (pendapatan rendah) (Taylor, 2012: 98, dalam Kuncoro, 2013: 261). Williamson (1965: 8) menyatakan ketimpangan wilayah akan memberikan pengaruh yang kurang baik bagi perekonomian dan pemerataan pendapatan antarwilayah karena berbagai konsekwensi yang ditimbulkannya. Pertama, makin besarnya arus perpindahaan penduduk desa terutama yang berketerampilan ke daerah perkotaan. Kedua, investasi cenderung mengarah kepada wilayah-wilayah kota yang telah berkembang dengan sarana dan prasarana yang mampu memberikan keuntungan aglomerasi yang lebih tinggi. Ketiga, pemerintah cenderung melakukan investasi ke daerah-daerah yang telah berkembang. Keempat, tidak adanya keterkaitan (linkage) antardaerah yang lebih berkembang dengan daerah yang kurang berkembang. Kesemuanya itu akan memperburuk perbedaan kemajuan ekonomi yang dicapai antardaerah, jika hal ini terus terjadi maka jurang pemisah antardaerah maju dan daerah kurang maju akan semakin melebar. Akibatnya daerah yang maju akan semakin maju dan daerah yang kurang maju akan semakin tertinggal. Dalam konteks Indonesia, fenomena diparitas antardaerah selalu dihubungan dengan dikotomi kawasan barat dan kawasan timur. Atau lebih spesifik antara Jawa dan luar Jawa. Data PDRB nasional tahun 2010 menunjukkan ketimpangan yang sangat besar antara kawasan barat Indonesia (KABARIN) dan kawasan timur Indonesia (KATIMIN), pangsa PDRB provinsi di KABARIN (baca: Pulau Jawa dan Pulau Sumatera) dibanding KATIMIN menunjukkan perbedaan yang sangat mencolok. Tiga provinsi di Jawa masing-masing DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat mempunyai PDRB dengan jumlah yang sangat tinggi mencapai Rp300 triliun, 2

3 sedangkan Provinsi Gorontalo, Maluku Utara, Maluku, Sulawesi Barat dan Papua Barat adalah provinsi dengan PDRB yang sangat rendah yaitu kurang dari RP10 triliun (Kuncoro, 2013: 263). Data pangsa PDRB provinsi bagi PDB Nasional pun menunjukkan perbedaan yang sangat mencolok. Rata-rata pangsa PDRB kawasan bagi PDB nasional periode tahun menunjukkan, Pulau Jawa sebagai penyumbang terbesar bagi PDB nasional dengan total 64,01 persen, posisi kedua adalah Sumatera yang menyumbang bagi PDB sebesar 19,14 persen, kawasan lain menyumbang kurang dari 10 persen PDB nasional. Kawasan Maluku dan Papua menyumbang paling kecil bagi PDB nasional. Di periode tersebut kawasan Maluku dan Papua hanya menyumbang sebesar masing-masing 0,35 persen dan 1,31 persen. Tabel 1.1 menunjukkan rata-rata pangsa PDRB tiap kawasan bagi PDB nasional. Tabel 1.1 Rata-rata Pangsa PDRB (ADHK 2000) Kawasan bagi PDB Indonesia tahun No Kawasan Pangsa (%) 1 Sumatera Jawa Bali dan Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku Papua 1.31 Nasional Sumber: Diolah dari BPS beberapa publikasi (tahun ) Secara khusus kawasan Maluku dan Papua pada periode tersebut, penyumbang terbesar bagi PDB nasional adalah Provinsi Papua dengan rata-rata 1,20 persen dan yang terkecil Provinsi Maluku Utara yang hanya menyumbang bagi PDB nasional 3

4 sebesar 0,13 persen. Provinsi Maluku dalam periode tersebut menyumbang bagi PDB sebesar 0,19 persen. Provinsi Maluku hanya lebih baik daripada Provinsi Maluku Utara (lihat Tabel 1.2). Tabel 1.2 Pangsa PDRB Provinsi ADHK 2000 di kawasan Maluku dan Papua bagi PDB Nasional Tahun (persen) Tahun No Provinsi Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Total Sumber: Diolah dari BPS beberapa publikasi (tahun ) Kondisi yang terjadi di tingkat nasional dan regional tersebut, terjadi juga dalam lingkup yang lebih kecil. Provinsi Maluku yang terdiri dari 9 kabupaten dan 2 kota, dalam perhitungan sumbangsih PDRB kabupaten/kota bagi PDRB provinsi pun mengalami hal yang sama. Pangsa kabupaten dan kota bagi PDRB Provinsi Maluku tersebar tidak merata. Pada periode 2008 hingga 2013, Kota Ambon menjadi penyumbang terbesar bagi PDRB Provinsi Maluku dengan persentase 42,64 persen, posisi kedua sebagai penyumbang terbesar adalah Kabupaten Maluku Tengah dengan persentase 14,72 persen. Kabupaten dan kota yang lain rata-rata menyumbang tidak lebih dari 10 persen PDRB Provinsi Maluku. Kabupaten Maluku Tenggara pada periode tersebut hanya menyumbang rata-rata sebesar 5,31 persen. Tabel 1.3 menyajikan perhitungan persentase kontribusi PDRB tiap kabupaten dan kota di Provinsi Maluku bagi PDRB Provinsi Maluku periode tahun 2008 hingga

5 Tabel 1.3 Pangsa PDRB Kabupaten dan Kota di Provinsi Maluku bagi PDRB Provinsi Maluku Tahun (persen) No Kabupaten/Kota Tahun Ratarata 1 Maluku Tenggara Barat Maluku Barat Daya Maluku Tenggara Maluku Tengah Buru Buru Selatan Kepulauan Aru Seram Bagian Barat Seram Bagian Timur Kota Ambon Kota Tual Total Sumber: Diolah dari BPS beberapa publikasi (tahun ) Data pangsa PDRB bagi PDB nasional yang ditunjukkan di atas, maupun pangsa PDRB kabupaten kota di Provinsi Maluku bagi PDRB Provinsi Maluku, mengindikasikan terjadinya disparitas distribusi PDRB. Fenomena disparitas tersebut juga terjadi dalam konteks yang lebih kecil, antar kecamatan dalam satu kabupaten. Kabupaten Maluku Tenggara merupakan satu dari 11 kabupaten/kota di Provinsi Maluku, merupakan wilayah kepulauan yang terletak di bagian selatan ibukota Provinsi Maluku di Ambon. Kabupaten Maluku Tenggara dengan ibukota Langgur terdiri dari 6 kecamatan dan 1 kelurahan, serta 190 ohoi (desa). Luas Kabupaten Maluku Tenggara ±4.212,51km 2 di mana lebih dari 70 persen wilayah merupakan perairan. Kabupaten Maluku Tenggara berada dalam satu gugusan kepulauan, yaitu gugusan Kepulauan Kei yang terdiri dari 115 pulau, baik yang berpenghuni maupun yang tidak berpenghuni. Pulau besar dalam gugusan 5

6 Kepulauan Kei adalah Pulau Kei Kecil (nuhu rowa) dengan luas 465,11 km 2 dan Pulau Kei Besar (nuhu yuut) dengan luas 546,63 km 2. Gambar 1.1 menampilkan wilayah Kabupaten Maluku Tenggara beserta pembagian wilayah administratif kecamatan. Sumber: Bappeda Kabupaten Maluku Tenggara, RTRW Gambar 1.1 Wilayah Kabupaten Maluku Tenggara Kabupaten Maluku Tenggara dalam pelaksanaan tugas pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat berupaya pada terwujudnya masyarakat Maluku Tenggara yang sejahtera. Kesejahteraan yang diidam-idamkan tentunya merupakan kesejahteraan yang menyeluruh dan menyentuh seluruh lapisan masyarakat secara adil dan merata. Kesejahteraan itu dapat tercermin dari distribusi pendapatan per kapita masyarakat yang merata. 6

7 PDRB per kapita Kabupaten Maluku Tenggara dari waktu ke waktu cenderung terus mengalami peningkatan. Rata-rata pertumbuhan PDRB per kapita ADHK 2000 Kabupaten Maluku Tenggara selama kurun waktu adalah sebesar 4,23 persen. Pertumbuhan PDRB per kapita riil pada tingkat Provinsi Maluku, menempatkan Kabupaten Maluku Tenggara di posisi kedua di bawah Kabupaten Maluku Tengah. Kabupaten Maluku Tenggara pada periode tersebut memiliki rata-rata pertumbuhan 4,23 persen. Kabupaten Maluku Tengah sebagai daerah dengan laju pertumbuhan PDRB per kapita tertinggi memiliki rata-rata laju pertumbuhan 5,58 persen. Rata-rata laju pertumbuhan PDRB per kapita yang terendah di Provinsi Maluku pada periode tersebut adalah Kabupaten Seram Bagian Barat yang mencatatkan pertumbuhan -1,67 persen (lihat Tabel 1.4). Tabel 1.4 Laju Pertumbuhan PDRB Per Kapita Riil Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku Tahun No Kab/kota Tahun Rata-rata (%) 1 Maluku Tenggara Barat (5.83) Maluku Barat Daya Maluku Tenggara Maluku Tengah Buru (3.38) (6.90) Buru Selatan Kepulauan Aru Seram Barat 7.48 (24.55) (1.67) 9 Seram Timur (7.89) Kota Ambon (4.41) (8.30) Kota Tual (0.81) Sumber: Diolah dari BPS Provinsi Maluku beberapa publikasi (tahun ) 7

8 Pertumbuhan PDRB per kapita Kabupaten Maluku Tenggara pada periode yang sama mencapai 4,23 persen. Lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan PDRB per kapita Provinsi Maluku sebesar 2,40 persen. Tabel 1.5 menunjukkan perbandingan PDRB per kapita atas dasar harga konstan 2000 serta pertumbuhannya, antara Provinsi Maluku dan Kabupaten Maluku Tenggara. Tahun Tabel 1.5 Pertumbuhan PDRB per kapita ADHK 2000 Provinsi Maluku dan Kabupaten Maluku Tenggara Tahun Maluku Maluku Tenggara PDRB per kapita Pertumbuhan PDRB per kapita Pertumbuhan ,760, ,223, ,772, ,309, ,850, ,379, ,022, ,527, ,088, ,660, Rata-rata Sumber: Diolah dari BPS Provinsi Maluku dan BPS Maluku Tenggara PDRB per kapita kecamatan memberikan gambaran tentang tingkat kesejahteraan penduduk kecamatan. Selama kurun waktu 2008 sampai 2013 di Kabupaten Maluku Tenggara, kecamatan yang memiliki nilai PDRB per kapita tertinggi adalah Kecamatan Kei Kecil. PDRB per kapita Kecamatan Kei Kecil pada tahun 2008 sebesar 4,5 juta rupiah dan tahun 2013 sebesar 6,3 juta rupiah, sedangkan kecamatan dengan PDRB per kapita terendah adalah Kecamatan Kei Kecil Timur. PDRB per kapita Kecamatan Kei Kecil Timur pada tahun 2008 sebesar 2,1 juta rupiah dan tahun 2013 sebesar 2,9 juta rupiah. Tabel 1.6 menyajikan nilai PDRB per kapita kecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara selama periode tahun 2008 sampai tahun

9 No Tabel 1.6 PDRB per kapita menurut kecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara tahun (ADHK 2000) PDRB per kapita kecamatan Kecamatan Kei Kecil , , , , , ,44 2 Kei Kecil Barat , , , , , ,89 3 Kei Kecil Timur , , , , , ,23 4 Kei Besar , , , , , ,34 5 Kei Besar Utara Timur , , , , , ,41 6 Kei Besar Selatan , , , , , ,9 Sumber: Diolah dari BPS Maluku Tenggara, publikasi tahun 2009, 2011, Tingkat disparitas PDRB per kapita antarkecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara dapat diketahui dengan cara menganalisis tren dari dispersi PDRB riil per kapita. Dispersi dapat diketahui dengan cara menghitung koefisien variasi dari PDRB per kapita (Barro dan Martin,1992). Koefisien variasi adalah perbandingan antara simpangan standar dengan nilai rata-rata yang dinyatakan dengan persentase. Koefisien variasi berguna untuk melihat sebaran data dari rata-rata hitungnya. Maipita (2014: 162) menyatakan, koefisien variasi merupakan standarisasi dari varian, koefisien ini sensitif terhadap segala perubahan yang terjadi pada pendapatan. Koefisien variasi diketahui dengan menghitung dispersi (penyebaran), dalam hubungannya dengan disparitas PDRB per kapita adalah, koefisien variasi menunjukkan sebaran data PDRB per kapita tiap kecamatan terhadap rata-rata PDRB per kapita kabupaten. Boedijoewono (2012: 134), data yang homogen akan memiliki penyebaran yang kecil, sebaliknya data yang heterogen memiliki sebaran yang besar. Semakin kecil dispersi PDRB per kapita antarkecamatan, semakin homogen (sama) nilai PDRB per kapita di antara kecamatan-kecamatan tersebut. 9

10 Nilai hitung koefisien variasi (CV) berkisar nol sampai dengan satu (0<CV<1). Nilai CV yang semakin medekati nol mengindikasikan disparitas yang semakin kecil, sebaliknya nilai CV yang mendekati satu mengindikasikan disparitas yang semakin besar. Koefisien variasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus. = di mana:... (1.1) CV = koefisien variasi; SD = standar deviasi; x = mean. Perhitungan Koefisien Variasi (CV) PDRB per kapita kecamatan pada periode 2008 sampai dengan 2013, ditemukan hasil perhitungan CV tahun 2008 adalah 0,16 dan pada tahun 2013 adalah 0,11, turun sebesar 0,05. Penurunan nilai CV dalam periode tersebut mengindikasikan bahwa disparitas PDRB per kapita antarkecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara cenderung mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Nilai koefisien variasi yang semakin kecil dari tahun ke tahun menunjukkan terjadinya pemerataan PDRB per kapita, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam periode tersebut di Kabupaten Maluku Tenggara kesenjangan PDRB per kapita antara kecamatan cenderung semakin menyempit. Gambar 1.2 menampilkan tren nilai koefisien variasi PDRB per kapita antarkecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara periode tahun 2008 sampai

11 Koefisien Variasi PDRB per kapita Kabupaten Maluku Tenggara CV Sumber: Diolah dari Lampiran 8 Gambar 1.2 Tren Koefisien Variasi PDRB Per kapita Kabupaten Maluku Tenggara Kecamatan Kei Kecil, yang merupakan pusat kegiatan pemerintahan dan ekonomi di Kabupaten Maluku Tenggara, tercatat sebagai kecamatan dengan tingkat PDRB per kapita tertinggi, bahkan nilai rata-rata pada periode tersebut menunjukkan perbedaan antara Kecamatan Kei Kecil dengan Kecamatan Kei Besar sebagai kecamatan peringkat kedua PDRB per kapita tertinggi mencapai angka Rp ,76. Adanya perbedaan yang cukup besar antara tingkat PDRB per kapita antarkecamatan mengindikasikan bahwa kesejahteraan masyarakat belum secara merata dan adil dapat dinikmati oleh masyarakat Maluku Tenggara. Kesenjangan pembangunan antardaerah akan berdampak pada tidak seimbangnya perputaran ekonomi, yang selanjutnya mengakibatkan ketimpangan kemakmuran antardaerah tersebut. Kecamatan Kei Kecil dan Kecamatan Kei Besar yang merupakan pusat kegiatan ekonomi cenderung memiliki keunggulan daripada 11

12 kecamatan lain, namun secara kasat mata dapat dilihat bahwa kondisi di Pulau Kei Kecil secara umum lebih baik daripada kondisi di Pulau Kei Besar. Indikator utama yang membedakan kedua wilayah tersebut adalah dari segi infrastruktur daerah. Fasilitas umum di Pulau Kei Kecil dapat dikatakan jauh lebih baik daripada Pulau Kei Besar. Hal ini terjadi karena pola pembangunan yang terjadi salama lebih dari 50 tahun di Kabupaten Maluku Tenggara hanya terfokus di wilayah Pulau Kei Kecil, Pulau Kei Besar seakan luput dari pengamatan. Sejak tahun 2008, kebijakan pembangunan Kabupaten Maluku Tenggara diarahkan pada percepatan pertumbuhan yang merata. Hal ini dilakukan dengan kebijakan proporsi alokasi belanja modal pemerintah daerah setiap tahunnya dibagi dengan persentase 30 persen untuk wilayah Kei Kecil dan 70 persen untuk wilayah Kei Besar. Diharapkan dengan kebijakan tersebut, masalah kesenjangan yang ada dapat diminimalkan. Dengan kata lain, kecamatan-kecamatan yang tertinggal di Pulau Kei Besar mampu berkonvergensi mengejar ketertinggalan. Berlakunya undang-undang otonomi daerah memberikan kewenangan bagi pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri rumah tangganya. Hal ini memberikan landasan bagi pemerintah daerah untuk melakukan berbagai kebijakan pembangunan yang sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing. Kondisi Kabupaten Maluku Tenggara yang terdiri dari dua wilayah pembangunan menuntut adanya kejelian pemerintah daerah dalam hal mengeluarkan kebijakan pembangunan daerah. Diharapkan dengan penetapan kebijakan 12

13 pembangunan yang tepat, akan berdampak pada peningkatan taraf hidup masyarakat secara merata dan adil. Disparitas menyebabkan hasil pembangunan hanya dirasakan oleh sebagian masyarakat. Dengan mengangkat masalah disparitas, penelitian ini diharapkan memberikan gambaran tentang kondisi Kabupaten Maluku Tenggara pascapenerapan kebijakan proporsi alokasi anggaran belanja modal 70-30, antara Pulau Kei Besar dan Pulau Kei Kecil. Tujuan utama dari kebijakan anggaran tersebut adalah akselerasi pertumbuhan demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya pendekatan analisis konvergensi dalam penelitian ini bertujuan mengetahui dampak kebijkan daerah tersebut terhadap kemampuan kecamatan tertinggal mengejar kecamatan yang sudah maju di Kabupaten Maluku Tenggara. 1.2 Keasliaan Penelitian Penelitian tentang disparitas pendapatan dalam suatu wilayah telah banyak dilakukan baik di Indonesia maupun di luar negeri. Penelitian sejenis banyak dilakukan di daerah atau wilayah yang memiliki corak perekonomian yang cenderung beragam. Kabupaten Maluku Tenggara merupakan daerah dengan tingkat perekonomian yang cukup beragam. Penelitian tentang disparitas di Kabupaten Maluku Tenggara pernah dilakukan oleh Bandjar, H.S tahun 2005, dengan mengambil judul penelitian Analisis disparitas ekonomi antarsektor di Kabupaten Maluku Tenggara tahun , penelitian tersebut mengangkat masalah kesenjangan antar sektor dalam perekonomian Kabupaten Maluku Tenggara. 13

14 Penelitian yang secara khusus membahas disparitas pendapatan per kapita antarkecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara, sepanjang pengetahuan penulis belum pernah dilakukan, sehingga penelitian ini diharapkan menjadi penyumbang dalam mengisi kekosongan penelitian disparitas PDRB per kapita di Kabupaten Maluku Tenggara. Sebagai pembanding, Tabel 1.7 menyajikan uraian singkat penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian disparitas dan konvergensi. Tabel 1.7 Matriks Hasil Penelitian Disparitas dan Konvergensi No Peneliti Lokasi/ sampel Metode Temuan 1 Kuncoro (2013) 2 Slam et. al (2013) 3 Sakikawa (2012) 4 Raswita (2012) Indonesia; Periode Jordania (n= 24 ) periode Mexico periode Bali; periode (n=7) Tipologi, Klassen Indeks entropi Theil Error Corection Model (ECM) Johansen cointegrasi test OLS data panel Tipologi Klassen, Indeks Williamson, Regresion Curve estimation 1. Disparitas di Indonesia pada periode pengamatan mengalami fluktuasi, cenderung menurun pada awal periode pengamatan dan meningkat pada pertengahan hingga akhir periode pengamatan. 2. MP3EI belum mampu mengurangi disparitas di Indonesia, bahkan selama masa berlakunya program MP3EI masalah disparitas antar wilayah cenderung semakin meningkat. Distribusi pendapatan berpengaruh dan berakibat pada pertumbuhan ekonomi, dan kedua variabel memiliki hubungan yang kuat. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketidakmerataan distribusi pendapatan menunjukkan terjadinya hipotesis Kuznets tentang kurva U-terbalik di Jordania selama periode pengamatan. Hasil penelitian adalah koefisien estimasi menunjukkan beta konvergensi yang signifikan terjadi setelah liberisasi ekonomi, tapi dengan kecepatan yang lebih rendah dari periode sebelum liberisasi. Kecamatan di Kabupaten Gianyar dapat dibagi dalam 4 golongan sesuai dengan Tipologi Klassen. Indeks Williamson dalam periode di Gianyar menujukan adanya peningkatan ketimpangan dengan rata-rata 0,300. Hipotesis Kuznets tentang kurva U terbalik berlaku di Kabupaten Gianyar. 14

15 5 Lin, et. al (2011) RRC (n=28) periode: Salim (2009) Papua Barat; periode Suryadimulyo (2008) 8 Hendriawan (2007) Indonesia; periode (n=33) Lampung periode: GLM data panel Indeks entropi Theil, tipologi kalssen dan korelasi Pearson Indeks entropi Theil, Regresi GLS Tipologi Klassen, indeks Williamson, trend linear dan pendekatan Kointegrasi dan model koreksi kesalahan Disparitas yang cukup tinggi terjadi di RRC pada periode pengamatan. Kebijakan pembukaan jalur perdagangan laut membawa keuntungan bagi daerah pesisir, divergensi cenderung terjadi selama periode pengamatan, karena daerah di pedalaman dengan kondisi infrastruktur dan pasar yang sempit cenderung semakin sulit mengejar daerah pesisir yang semakin maju seiring makin marak kegiatan perdagangan dan kepelabuhanan. Ketimpangan cenderung mengalami kenaikan, hipotesis Kuznets terbukti di Papua Barat, kabupaten di Provinsi Papua Barat dapat dikelompokan dalam 4 jenis daerah sesuai klasifikasi daerah dengan menggunakan tipologi Klassen. Dalam periode pengamatan kesenjangan PDRB per kapita antarprovinsi cenderung meningkat, konvergensi absolut dan kondisional terbukti tidak terjadi, daerah miskin tidak mampu mengejar daerah yang sudah maju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan bersifat fluktuatif yaitu antara 0,206 sampai 0,251, kecenderungan ketimpangan pendapatan semakin menurun yaitu sebesar 0,0016 satuan. Dalam jangka pendek faktor yang memengaruhi adalah persentase realisasi anggaran pembangunan sektor pendidikan dan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB, faktor yang memengaruhi dalam jangka panjang adalah investasi swasta dan kontribusi sektor pertanian bagi PDRB. 9 Putra (2006) Indonesia, Sumatera Utara; periode (n=25) 10 Resosudarmo dan Vidyattama (2006) Indonesia (n=26) periode: Crosssection, data panel dengan spesifikasi model OLS, Panel Data Terjadi konvergensi absolut dan kondisional, pertumbuhan populasi tinggi tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas SDM dianggap sebagai faktor dominan mendorong terjadinya disparitas PDRB per kapita antarkabupaten di Sumatera Utara. 1. Terdapat Konvergensi Kondisional pada pertumbuhan pendapatan per kapita 2. Investasi pada modal fisik, keterbukaan perdaganagan, dan kontribusi sektor migas menentukan pertumbuhan pendapatan per kapita. 15

16 11 Bandjar (2005) Maluku Tenggara, periode (n=3) Tipologi Klassen, Indeks Williamson Analisis tipologi klassen menunjukkan adanya klasifikasi kecamatan dalam 2 jenis, yakni berkembang cepat (Kei Besar dan Kepulauan Aru) serta maju tapi tertekan (Kei Kecil), kesenjangan antarsektor cenderung semakin besar dalam periode pengamatan, dan hipotesis Kuznets tidak terbukti. 12 Sutarno dan Kuncoro (2003) Banyumas, (n=14) periode: Tipologi Klassen, indeks Williamson, indeks entropi Theil dan korelasi pearson Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan peningkatan ketimpangan dengan analisis indeks Williamson maupun entropi theil. Dari hasil analisis trend dan korelasi Pearson hubungan antara pertumbuhan dengan indeks ketimpangan Williamson dan indeks entropi Theil menunjukkan berlakunya hipotesisi Kuznets. 13 Hossain (2000) Bangladesh (n=22) Cross Section and Data Panel Analysis terjadi konvergensi selama periode , wilayah yang lebih miskin tidak menunjukan adanya konvergensi selama periode pengamatan. Tidak terjadi konvergensi selama periode Rey & Montouri (1999) AS states (n=48) periode: Ekonometrik Spasial Ada kemungkinan besar kesalahan spesifikasi dalam analisis penyebaran pendapatan regional di AS disebabkan pengabaian dependensi kesalahan spasial. 15 Barro & Martin (1991) AS states periode: (4 sub periods) OLS 1. Pertumbuhan GDP per kapita secara positif terkait dengan human capital dan absolut dengan keadaan awal. 2. Negara-negara dengan human capital yang tinggi mempunyai tingkat fertilisasi rendah dan rasio investasi fisik dangan GDP lebih tinggi. 3. Hipotesis bahwa negara miskin cenderung tumbuh lebih cepat dari negara kaya tidak konsisten dengan bukti studi antarnegara. Bahwa tingkat pertumbuhan GDP per kapita mempunyai korelasi yang kecil dengan GDP awal. Demikian beberapa penelitian lain yang sejenis dengan penelitian ini. Pendekatan yang diambil mirip dengan penelitian-penelitian sejenis yang telah ditunjukkan, yakni dari sisi topik yang hendak diangkat dari penelitian ini adalah 16

17 masalah disparitas PDRB per kapita antarkecamatan, serta menganalisis arah ketimpangan tersebut menuju divergensi ataukah konvergensi. Secara umum hal yang membedakan dari penelitian lain adalah, terkait lokus penelitian serta periode pengamatan. Khusus penelitian Bandjar (2005) yang juga mengambil lokasi penelitian di Maluku Tenggara, perbedaan mendasar yang membedakan adalah dari segi periode pengamatan, dan jumlah kecamatan yang diamati. Penelitian tersebut dilakukan pada tahun 2005 dengan mengambil periode pengamatan tahun 1999 sd 2003, yang mana pada saat itu Kabupaten Maluku Tenggara hanya terdiri dari 3 kecamatan. Pemekaran kecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara terjadi pada tahun 2004 sehingga jumlah kecamatan menjadi enam buah. Jumlah kecamatan enam inilah yang dipakai penulis dalam penelitian ini. Lebih lanjut pemekaran kecamatan Kepulauan Aru menjadi kabupaten sendiri terjadi pada tahun 2003, mengakibatkan Kepulauan Aru tidak dimasukan dalam penelitian ini. Selain dari hal yang telah disampaikan, terdapat juga perbedaan pendekatan penelitian. Penelitian Bandjar dilakukan dengan pendekatan yang berfokus pada kesenjangan antarsektor. Penelitian tersebut menyoroti permasalahan ketimpangan sektoral yang terjadi di kecamatan-kecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara, sedangkan penelitian ini dilakukan murni untuk mengukur disparitas PDRB per kapita riil, yang lebih lanjut dilengkapi dengan menguji ada atau tidaknya konvergensi PDRB per kapita antarkecamatan. 17

18 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, dapat diketahui bahwa indikator pembangunan ekonomi di Kabupaten Maluku Tenggara yang tercermin pada tingkat PDRB per kapita riil penduduk di tiap kecamatan, menunjukkan persebaran yang tidak merata. Indikasinya adalah bahwa proses pembangunan yang salama ini berjalan tidak seimbang, sehingga ketimpangan PDRB per kapita terjadi. Langkah yang diambil oleh Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara sejak tahun 2008, dalam upaya mempercepat pembangunan di wilayah yang kurang maju adalah, kebijakan proporsi alokasi belanja modal. Dari total anggaran belanja modal yang tersedia, 30 persen dialokasikan untuk wilayah yang sudah maju dan 70 persen untuk wilayah yang kurang maju. Disparitas PDRB per kapita Kabupaten Maluku Tenggara yang diukur dengan perhitungan koefisien variasi PDRB per kapita, tahun 2008 sampai 2013 menunjukkan tren yang semakin kecil. Dengan kata lain, disparitas PDRB per kapita antarkecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara dalam periode tersebut mengalami penyempitan. Penyempitan disparitas PDRB per kapita antarkecamatan yang terjadi di Kabupaten Maluku Tenggara dalam periode , perlu untuk dikaji lebih dalam, apakah penyempitan tersebut merupakan bentuk konvergensi ataukah divergensi. Kajian faktor-faktor yang berpengaruh pada penurunan tingkat disparitas PDRB per kapita akan memberi gambaran tentang kebijakan pembangunan yang signifikan memperkecil disparitas. Analisis tentang pola dan struktur perekonomian daerah juga 18

19 menjadi satu hal yang menarik untuk ditelusuri. Dengan mengetahui struktur perekonomian kecamatan dan posisinya dalam kuadran tipologi selama periode pengamatan, maka dapat diketahui perubahan yang terjadi dalam perekonomian kecamatan. 1.4 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian rumusan masalah, pertanyaan yang hendak dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah tipologi kecamatan berdasarkan PDRB per kapita dan pertumbuhan PDRB per kapita antarkecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara? 2. Apakah disparitas antarkecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara cenderung konvergen ataukah divergen? 3. Apakah hipotesis Kuznets berlaku di Kabupaten Maluku Tenggara? 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan pertanyaan yang hendak dijawab dari penelitian ini, maka tujuan yang ingin dicapai adalah: 1. menganalisis tipologi kecamatan berdasarkan PDRB per kapita dan pertumbuhan PDRB per kapita antarkecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara; 2. menganalisis disparitas antarkecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara cenderung konvergen ataukah divergen; 3. menganalisis berlaku atau tidaknya Hipotesis Kuznets di Kabupaten Maluku Tenggara. 19

20 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Dapat menjadi bahan masukan dan informasi bagi pengambil keputusan dan kebijakan (Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara) dalam memahami kondisi pembangunan daerahnya sehingga dapat merumuskan kebijakan yang terarah dalam menata pembangunan daerah sesuai dengan karakteristik masing-masing wilayah. 2. Sebagai Informasi untuk penelitian sejenis di masa yang akan datang. 1.7 Lingkup Penelitian Adapun penelitian ini dilakukan dalam lingkup wilayah Kabupaten Maluku Tenggara di Provinsi Maluku. Fokus dari penelitian ini adalah mengidentifikasi pola disparitas serta ada atau tidaknya konvergensi sebagai akibat dari penyelenggaraan kebijakan pembangunan di Kabupaten Maluku Tenggara tahun Sistematika Penulisan Sistematika penelitian ini secara umum diuraikan sebagai berikut; Bab I pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan, manfaat dan lingkup penelitian; Bab II Kajian Pustaka, yang meliputi landasan teori dan penelitian sebelumnya; Bab III Metoda Penelitian, meliputi pengumpulan data, definisi operasional variabel dan alat analisis; Bab IV adalah analisis dan pembahsan masalah; serta Bab V simpulan dan saran yang terdiri dari simpulan, implikasi, keterbatasan penelitian dan saran. 20

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada mulanya pembangunan selalu diidentikkan dengan upaya peningkatan pendapatan per kapita atau populer disebut sebagai strategi pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2010:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan daerah diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil-hasil pembangunan yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dokumen RPJP Provinsi Riau tahun , Mewujudkan keseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. dokumen RPJP Provinsi Riau tahun , Mewujudkan keseimbangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan misi pembangunan daerah Provinsi Riau yang tertera dalam dokumen RPJP Provinsi Riau tahun 2005-2025, Mewujudkan keseimbangan pembangunan antarwilayah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah pada periode

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan potensi daerah. Otonomi daerah memberikan peluang luas bagi

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan potensi daerah. Otonomi daerah memberikan peluang luas bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga paradigma kebijakan pembangunan nasional sebaiknya diintegrasikan dengan strategi pembangunan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah Sjafrizal (2008) menyatakan kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah ini juga harus disertai

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah ini juga harus disertai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada suatu wilayah bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah ini juga harus disertai dengan pemerataan pada tiap-tiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan syarat yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi di masa lalu telah mengubah struktur ekonomi secara

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi di masa lalu telah mengubah struktur ekonomi secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan upaya yang dilakukan negara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Selama kurun waktu yang cukup panjang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan pertumbuhan GNP yang setinggi-tingginya dan penyediaan lapangan pekerjaan, juga menginginkan adanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam yang berlimpah pada suatu daerah umumnya akan menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada sumber daya alam yang tidak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. struktur dan pertumbuhan ekonomi, tingkat ketimpangan pendapatan regional,

BAB III METODE PENELITIAN. struktur dan pertumbuhan ekonomi, tingkat ketimpangan pendapatan regional, BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan membahas tentang laju pertumbuhan ekonomi, struktur dan pertumbuhan ekonomi, tingkat ketimpangan pendapatan regional, serta hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan, dan tingkat pengangguran (Todaro, 2000:93). Maka dari itu

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan, dan tingkat pengangguran (Todaro, 2000:93). Maka dari itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebuah proses yang menyebabkan pendapatan penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang. Sehingga dapat dikatakan bahwa pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTARA KECAMATAN DI KOTA AMBON Analysis of the Development Imbalance between Districts in Ambon City

ANALISIS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTARA KECAMATAN DI KOTA AMBON Analysis of the Development Imbalance between Districts in Ambon City Jurnal Barekeng Vol. 8 No. 2 Hal. 41 45 (2014) ANALISIS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTARA KECAMATAN DI KOTA AMBON Analysis of the Development Imbalance between Districts in Ambon City JEFRI TIPKA Badan Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana suatu negara dapat meningkatkan pendapatannya guna mencapai target pertumbuhan. Hal ini sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan proses multidimensial yang meliputi perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam kelembagaan (institusi)

Lebih terperinci

Volume 9 Nomor 1 Maret 2015

Volume 9 Nomor 1 Maret 2015 Volume 9 Nomor 1 Maret 2015 Jurnal Ilmu Matematika dan Terapan Maret 2015 Volume 9 Nomor 1 Hal. 63 71 ANALISIS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTARA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI MALUKU Jefri Tipka Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

pendapatan yang semakin merata. Jadi salah satu indikator berhasilnya pembangunan adalah ditunjukkan oleh indikator kemiskinan.

pendapatan yang semakin merata. Jadi salah satu indikator berhasilnya pembangunan adalah ditunjukkan oleh indikator kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan selalu menjadi masalah bagi setiap negara, terutama negara berkembang tidak terkecuali di Indonesia. Pembangunan dikatakan berhasil jika terjadi pertumbuhan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 72 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Pola Pertumbuhan Ekonomi Parsial DKI Jakarta dan Luar DKI Jakarta Sebelum Otonomi Deaerah Berdasarkan Pendekatan Klassen Typology Pada bagian ini akan diuraikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah tidaklah terpisahkan dari pembangunan nasional, karena pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan ekonomi dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang disertai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh karena itu perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi menunjukkan proses pembangunan yang terjadi di suatu daerah. Pengukuran pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat pada besaran Pendapatan Domestik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang diharapkan itu adalah kemajuan yang merata antarsatu

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang diharapkan itu adalah kemajuan yang merata antarsatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan sarana untuk mendorong kemajuan daerahdaerah. Kemajuan yang diharapkan itu adalah kemajuan yang merata antarsatu wilayah dengan wilayah yang lain,

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dilaksanakan oleh sejumlah negara miskin dan negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. yang dilaksanakan oleh sejumlah negara miskin dan negara berkembang. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan bukan hanya dilihat dari pertumbuhan ekonomi, perubahan struktur ekonomi pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Kenyataannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan taraf hidup atau mensejahterakan seluruh rakyat melalui pembangunan ekonomi. Dengan kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal manusia merupakan salah satu faktor penting untuk mencapai pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. modal manusia merupakan salah satu faktor penting untuk mencapai pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Modal manusia memiliki peran sentral dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara maka peran modal manusia merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah usaha meningkatkan pendapatan perkapita dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Sebagai daerah yang miskin dengan sumber daya alam, desentralisasi

BAB V PENUTUP. Sebagai daerah yang miskin dengan sumber daya alam, desentralisasi BAB V PENUTUP Sebagai daerah yang miskin dengan sumber daya alam, desentralisasi fiskal secara umum terlihat sangat membebani neraca keuangan dan pembangunan Kabupaten/Kota se Provinsi Sumatera Barat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas lapangan pekerjaan, meratakan pembagian

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. utama pembangunan. Salah satu target dari Millenium Development Goals

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. utama pembangunan. Salah satu target dari Millenium Development Goals BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Saat ini upaya untuk menanggulangi kemiskinan telah menjadi agenda utama pembangunan. Salah satu target dari Millenium Development Goals (MDGs) adalah mengurangi proporsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Kesenjangan Berdasarkan data PDRB per kapita, diketahui bahwa nilai PDRB per kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu :

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu : BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai pertumbuhan ekonomi dan disparitas pendapatan antar wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu : Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama negara berkembang. Pembangunan ekonomi dicapai diantar anya dengan melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam V. GAMBARAN UMUM Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam penelitian ini dimaksudkan agar diketahui kondisi awal dan pola prilaku masingmasing variabel di provinsi yang berbeda maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang mengakibatkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang yang diikuti oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator keberhasilan kinerja

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator keberhasilan kinerja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator keberhasilan kinerja pemerintah dalam meningkatkan pembangunan ekonomi di setiap negara. Setiap Negara di dunia sangat memperhatikan

Lebih terperinci

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi. Judul : Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Biaya Infrastruktur, dan Investasi Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Melalui Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Bali Nama : Diah Pradnyadewi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah umumnya mempunyai masalah di dalam proses. pembangunannya, masalah yang paling sering muncul di dalam wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah umumnya mempunyai masalah di dalam proses. pembangunannya, masalah yang paling sering muncul di dalam wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap wilayah umumnya mempunyai masalah di dalam proses pembangunannya, masalah yang paling sering muncul di dalam wilayah tersebut yang paling besar adalah masalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 telah menggariskan bahwa Visi Pembangunan 2010-2014 adalah Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya pembangunan ekonomi ditujukan untuk mengatasi kemiskinan, penggangguran, dan ketimpangan. Sehingga dapat terwujudnya masyarakat yang sejahtera, makmur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Disparitas perekonomian antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Disparitas ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional. Pembangunan. secara material dan spiritual (Todaro dan Smith, 2012: 16).

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional. Pembangunan. secara material dan spiritual (Todaro dan Smith, 2012: 16). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional. Pembangunan harus merepresentasikan perubahan suatu masyarakat secara menyeluruh yang bergerak dari kondisi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan

BAB I PENDAHULUAN. Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan pembangunan diindikasikan dengan peningkatan pendapatan per kapita dengan anggapan bahwa peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdebatan tentang indikator pembangunan sosial-ekonomi sudah sejak

BAB I PENDAHULUAN. Perdebatan tentang indikator pembangunan sosial-ekonomi sudah sejak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdebatan tentang indikator pembangunan sosial-ekonomi sudah sejak lama terjadi. Pendapatan per kapita sebagai indikator pembangunan telah digugat oleh kalangan ekonomi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang meliputi Produk Domestik

BAB III METODE PENELITIAN. data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang meliputi Produk Domestik BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang meliputi Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Penghitungan kesenjangan pendapatan regional antar kabupaten/kota di Provinsi

Lebih terperinci

Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruhnya Berbasis Z-score Analysis dan Gravity Index (Studi Kasus: Provinsi Maluku)

Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruhnya Berbasis Z-score Analysis dan Gravity Index (Studi Kasus: Provinsi Maluku) TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruhnya Berbasis Z-score Analysis dan Gravity Index (Studi Kasus: Provinsi Maluku) Gilber Payung, Ihsan, Marly Valenti Patandianan Lab.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan bangsa dan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Tujuan utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengartikan pembangunan ekonomi. Secara tradisional, pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. mengartikan pembangunan ekonomi. Secara tradisional, pembangunan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah pembangunan ekonomi bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, negara satu dengan negara lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah itu sendiri maupun pemerintah pusat. Setiap Negara akan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah itu sendiri maupun pemerintah pusat. Setiap Negara akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan adalah tujuan utama yang hendak dicapai oleh suatu Negara dalam melakukan sebuah pembangunan baik yang dicanangkan oleh pemerintah daerah itu sendiri

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/ KOTA DI ACEH,

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/ KOTA DI ACEH, PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/ KOTA DI ACEH, 2005-2014 1 ECONOMIC GROWTH AND INCOME DISPARITIES OF DISTRICT/ CITY IN ACEH, 2005-2014 Ervina Yunita 2 Email : vina_mat04@gmail.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 Butir 7 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa

PENDAHULUAN. 1 Butir 7 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang tentunya terus melakukan pembangunan daerah. Salah satu solusi pemerintah dalam meratakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui

BAB I PENDAHULUAN. cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi ialah peningkatan pendapatan perkapita dengan cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan

Lebih terperinci

Kata kunci : jumlah alumni KKD, opini audit BPK, kinerja pembangunan daerah.

Kata kunci : jumlah alumni KKD, opini audit BPK, kinerja pembangunan daerah. HERTANTI SHITA DEWI. Kinerja Pembangunan Daerah : Suatu Evaluasi terhadap Kursus Keuangan Daerah. Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI dan BAMBANG JUANDA. Sejak diberlakukan otonomi daerah di bidang keuangan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. orang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, negara yang satu dengan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. orang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, negara yang satu dengan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, negara yang satu dengan yang lain. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang menimbulkan ketimpangan dalam pembangunan (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya makin kaya sedangkan

Lebih terperinci

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah telah melahirkan desentralisasi fiskal yang dapat memberikan suatu perubahan kewenangan bagi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sharp et al. (1996) mengatakan kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai negara maju dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh masing-masing orang, daerah

BAB I PENDAHULUAN. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh masing-masing orang, daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh masing-masing orang, daerah satu dengan lainnya maupun negara satu dengan negara lainnya. Penting bagi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PERTUMBUHAN DAN KETIMPANGAN EKONOMI ANTARPROVINSI DI INDONESIA TAHUN

IDENTIFIKASI PERTUMBUHAN DAN KETIMPANGAN EKONOMI ANTARPROVINSI DI INDONESIA TAHUN IDENTIFIKASI PERTUMBUHAN DAN KETIMPANGAN EKONOMI ANTARPROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2001-2010 M Iqbal Gazali miqbalgazali@gmail.com Luthfi Muta ali luthfi.mutaali@gmail.com Abstract The issue of inequality

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, infrastrukur dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat dari berbagai aspek. meluasnya kesempatan kerja serta terangsangnya iklim ekonomi di wilayah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat dari berbagai aspek. meluasnya kesempatan kerja serta terangsangnya iklim ekonomi di wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan sub sistem dari pembangunan nasional, sehingga adanya keterikatan antara pembangunan daerah dan pembangunan nasional yang tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan

I. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa diberlakukannya Otonomi Daerah, untuk pelaksanaannya siap atau tidak siap setiap pemerintah di daerah Kabupaten/Kota harus melaksanakannya, sehingga konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999 yang sekaligus menandai perubahan paradigma pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat multidimensional yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah dalam pembangunan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang berkembang, masalah yang sering dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita, atau yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi. Indikator

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita, atau yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi. Indikator BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan suatu negara diarahkan pada upaya meningkatkan pendapatan perkapita, atau yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi. Indikator yang digunakan untuk melihat

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT PERTUMBUHAN DAN DISPARITAS ANTAR DAERAH PADA ERA OTONOMI DAERAH. Adrian Sutawijaya Universitas Terbuka.

ANALISIS TINGKAT PERTUMBUHAN DAN DISPARITAS ANTAR DAERAH PADA ERA OTONOMI DAERAH. Adrian Sutawijaya Universitas Terbuka. 1 ANALISIS TINGKAT PERTUMBUHAN DAN DISPARITAS ANTAR DAERAH PADA ERA OTONOMI DAERAH Adrian Sutawijaya Universitas Terbuka adrian@ut.ac.id ABSTRAK Semenjak bergulirnya gelombang reformasi, otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini, penulis akan membatasi ruang lingkup penelitian dengan menitikberatkan permasalahan yang akan dibahas yaitu mengenai obyek penelitian

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP. Pada bab pendahuluan sebelumnya telah dirumuskan bahwa ada empat

BAB VIII PENUTUP. Pada bab pendahuluan sebelumnya telah dirumuskan bahwa ada empat BAB VIII PENUTUP 8.1 Kesimpulan Pada bab pendahuluan sebelumnya telah dirumuskan bahwa ada empat tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini. Pertama, menggambarkan tingkat disparitas ekonomi antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang mempunyai sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung kegiatan industri serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. arti yang seluas-luasnya. Akan tetapi untuk mewujudkan tujuan dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. arti yang seluas-luasnya. Akan tetapi untuk mewujudkan tujuan dari pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dalam arti yang seluas-luasnya. Akan tetapi untuk mewujudkan tujuan dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini berfokus pada penilaian kualtias pertumbuhan ekonomi kawasan Subosukowonosraten. Data diambil secara tahunan pada setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sampai 2015 menunjukkan kenaikan setiap tahun. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kabupaten induknya yaitu Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi ke

BAB III METODE PENELITIAN. kabupaten induknya yaitu Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi ke BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder periode tahun 2001-2008 yang mencakup wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Luas keseluruhan dari pulau-pulau di

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Luas keseluruhan dari pulau-pulau di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang terletak di Asia Tenggara yang dilewati garis khatulistiwa. Negara tropis tersebut memiliki jumlah pulau lebih dari 17.000 pulau

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar

Lebih terperinci