BAB II LANDASAN TEORI. Dalam bab ini akan dijelaskan ciri pokok superkonduktor yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA

BAB I PENDAHULUAN. Ciri pokok superkonduktor yang dipandang dari sifat magnetik dan sifat

BAB II TEGANGAN TINGGI IMPULS

BAB II Dioda dan Rangkaian Dioda

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA. Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik yang putaran rotornya

PENGUJIAN MOTOR INDUKSI DENGAN BESAR TAHANAN ROTOR YANG BERBEDA

BAB VIII METODA TEMPAT KEDUDUKAN AKAR

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA. perbedaan relatif antara putaran rotor dengan medan putar (rotating magnetic

ROOT LOCUS. 5.1 Pendahuluan. Bab V:

BAB II MOTOR INDUKSI SATU PHASA II.1. KONSTRUKSI MOTOR INDUKSI SATU PHASA

Implikasi Ukuran Maksimum Sambungan pada JJ-SNS sebagai Komponen SQUID Berdasarkan Model Ginzburg-Landau Termodifikasi

Transformasi Laplace. Slide: Tri Harsono PENS - ITS. Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) - ITS

FIsika KARAKTERISTIK GELOMBANG. K e l a s. Kurikulum A. Pengertian Gelombang

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA. Motor-motor pada dasarnya digunakan sebagai sumber beban untuk

Fisika adalah ilmu yang mempelajari benda-benda di alam, gejala-gejala fisis, dan kejadian-kejadian yang berlaku di alam ini.

DESAIN SISTEM KENDALI MELALUI TANGGAPAN FREKUENSI

PEMILIHAN OP-AMP PADA PERANCANGAN TAPIS LOLOS PITA ORDE-DUA DENGAN TOPOLOGI MFB (MULTIPLE FEEDBACK) F. Dalu Setiaji. Intisari

ANALISIS PENGARUH TEGANGAN INJEKSI TERHADAP KINERJA MOTOR INDUKSI TIGA FASA ROTOR BELITAN (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN PEMBUMIAN

Motor Asinkron. Oleh: Sudaryatno Sudirham

BAB III NERACA ZAT DALAM SISTIM YANG MELIBATKAN REAKSI KIMIA

TRANSFORMASI LAPLACE. Asep Najmurrokhman Jurusan Teknik Elektro Universitas Jenderal Achmad Yani. 11 April 2011 EL2032 Sinyal dan Sistem 1

Transformasi Laplace dalam Mekatronika

ANALISIS PENGONTROL TEGANGAN TIGA FASA TERKENDALI PENUH DENGAN BEBAN RESISTIF INDUKTIF MENGGUNAKAN PROGRAM PSpice

Analisa Kendali Radar Penjejak Pesawat Terbang dengan Metode Root Locus

PERTEMUAN 3 PENYELESAIAN PERSOALAN PROGRAM LINIER

ELEKTROMAGNETIKA I. Modul 07 GELOMBANG DATAR PADA BAHAN

BAB III METODE PENELITIAN

PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM PENGENDALIAN MEDAN MAGNET UNTUK MEMBUKTIKAN KEHADIRAN EFEK KUANTISASI FLUKSOID SUPERKONDUKTOR TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VII. EVAPORATOR DASAR PERANCANGAN ALAT

DEFINISI DAN RUANG SOLUSI

MODEL MATEMATIK SISTEM FISIK

MODUL 2 SISTEM KENDALI KECEPATAN

X. ANTENA. Z 0 : Impedansi karakteristik saluran. Transformator. Gbr.X-1 : Rangkaian ekivalen dari suatu antena pancar.

Sudaryatno Sudirham. Analisis Keadaan Mantap Rangkaian Sistem Tenaga

Laporan Praktikum Teknik Instrumentasi dan Kendali. Permodelan Sistem

STUDI PERBANDINGAN BELITAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI TIGA FASA PADA SAAT PENGGUNAAN TAP CHANGER (Aplikasi pada PT.MORAWA ELEKTRIK TRANSBUANA)

Metode Penentuan Parameter Kelistrikan Sel Surya Organik Single Heterojunction

POTENSIOMETER. Metode potensiometer adalah suatu metode yang membandingkan dalam keadaan setimbang dari suatu rangkaian jembatan. Pengukuran tahanan

Penentuan Jalur Terpendek Distribusi Barang di Pulau Jawa

BAB III PERANCANGAN SISTEM

DESAIN SISTEM KENDALI MELALUI ROOT LOCUS

BAB XIV CAHAYA DAN PEMANTULANYA

Simulasi dan Deteksi Hubung Singkat Impedansi Tinggi pada Stator Motor Induksi Menggunakan Arus Urutan Negatif

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA. Motor induksi merupakan motor arus bolak balik (AC) yang paling luas

STATISTIK FERMI - DIRAC

FISIKA. Sesi INDUKSI ELEKTROMAGNETIK A. FLUKS MAGNETIK ( Ф )

BAB 5E UMPAN BALIK NEGATIF

Analisis Hemat Energi Pada Inverter Sebagai Pengatur Kecepatan Motor Induksi 3 Fasa

PERILAKU HIDRAULIK FLAP GATE PADA ALIRAN BEBAS DAN ALIRAN TENGGELAM ABSTRAK

MATEMATIKA IV. MODUL 9 Transformasi Laplace. Zuhair Jurusan Teknik Elektro Universitas Mercu Buana Jakarta 2007 年 12 月 16 日 ( 日 )

TOPIK: ENERGI DAN TRANSFER ENERGI

1. Pendahuluan. 2. Tinjauan Pustaka

TEORI ANTRIAN. Pertemuan Ke-12. Riani Lubis. Universitas Komputer Indonesia

BAB XV PEMBIASAN CAHAYA

BAB III PARAMETER DAN TORSI MOTOR INDUKSI TIGA FASA. beban nol motor induksi dapat disimulasikan dengan memaksimalkan tahanan

Team Dosen Riset Operasional Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia

III. METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA YP Unila

MANIPULASI MEDAN MAGNETIK PADA IKATAN KIMIA UNTUK SUATU MOLEKUL BUATAN. Oleh Muh. Tawil * & Dominggus Tahya Abstrak

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

5. Transformasi Integral dan Persamaan Integral

SET 2 KINEMATIKA - DINAMIKA: GERAK LURUS & MELINGKAR. Gerak adalah perubahan kedudukan suatu benda terhadap titik acuannya.

SISTEM KENDALI KECEPATAN MOTOR DC Oleh: Ahmad Riyad Firdaus Politeknik Batam

MA 2081 STATISTIKA DASAR SEMESTER I 2012/2013 KK STATISTIKA, FMIPA ITB

Bab 5. Migrasi Pre-Stack Domain Kedalaman. (Pre-stack Depth Migration - PSDM) Adanya struktur geologi yang kompleks, dalam hal ini perubahan kecepatan

BAB 2 MOTOR INDUKSI TIGA FASA. DC disebut motor konduksi. Lain halnya pada motor AC, kumparan rotor tidak

METODE PENELITIAN. penelitian quasi experimental. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi

BAB 3 PEMODELAN MATEMATIS DAN SISTEM PENGENDALI

SIMULASI KARAKTERISTIK MOTOR INDUKSI TIGA FASA BERBASIS PROGRAM MATLAB

Bola Nirgesekan: Analisis Hukum Kelestarian Pusa pada Peristiwa Tumbukan Dua Dimensi

SISTEM PENGENDALI ARUS START MOTOR INDUKSI PHASA TIGA DENGAN VARIASI BEBAN

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Matrik Alih

III. METODOLOGI PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA semester genap SMA

Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB III PEMBAHASAN TEOREMA DAN LEMMA YANG DIBUTUHKAN DALAM KONSTRUKSI ARITMETIK GF(5m)

ISSN MENENTUKAN PERSAMAAN KECEPATAN PENGENDAPAN PADA SEDIMENTASI

Perancangan Sliding Mode Controller Untuk Sistem Pengaturan Level Dengan Metode Decoupling Pada Plant Coupled Tanks

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. MATERI Prosedur Plot Tempat Kedudukan Akar

TEKNOLOGI BETON Sifat Fisik dan Mekanik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA Persada

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman yang cepat seperti sekarang ini, perusahaan

Penentuan Parameter-Parameter Karakteristik Sel Surya untuk Kondisi Gelap dan Kondisi Penyinaran dari Kurva Karakteristik Arus-Tegangan (I-V)

Modul 3 Akuisisi data gravitasi

Nina membeli sebuah aksesoris komputer sebagai hadiah ulang tahun. Kubus dan Balok. Bab. Di unduh dari : Bukupaket.com

BAB V ANALISIS HASIL PERANCANGAN

TOPIK: HUKUM GERAK NEWTON. Sebuah bola karet dijatuhkan ke atas lantai. Gaya apakah yang menyebabkan bola itu memantul?

BAB III PERANCANGAN MODEL DAN SIMULASI SISTEM

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Lentur Pada Balok Persegi

Antiremed Kelas 11 FISIKA

PERANCANGAN MOTOR INDUKSI SATU FASA JENIS ROTOR SANGKAR (SQIRREL CAGE)

FISIKA. Sesi GELOMBANG BUNYI A. CEPAT RAMBAT BUNYI

Usulan Penentuan Waktu Garansi Perakitan Alat Medis Examination Lamp di PT. Tesena Inovindo

ANALISIS SISTEM ANTRIAN PELAYANAN NASABAH BANK X KANTOR WILAYAH SEMARANG ABSTRACT

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini akan dijelakan ciri pokok uperkonduktor yang dipandang dari ifat magnetik dan ifat tranport litrik ecara terpiah erta perbedaannya dibandingkan konduktor (logam). Untuk memahami fenomena baru terebut, elanjutnya akan digunakan model London yang diuul dengan pengembangan veri kuantum makrokopiknya yang berhail memperdalam pengertian aru uper dan menunjukkan adanya kuantiai flukoid. Pembahaan elanjutnya mengenai alat-alat dan piranti (device) yang digunakan untuk pengukuran dan pengendalian medan magnet yang diperlukan pada ekperimen kuantiai flukoid..1 Ciri Pokok Superkonduktor.1.1 Diamagnetime Sempurna Superkonduktor empurna adalah bahan yang menunjukkan dua buah karakteritik, yaitu konduktivita uper dan diamagnetime empurna, aat didinginkan di bawah temperatur tertentu T c, yang biaa diebut temperatur kriti atau temperatur aat terjadi tranii keadaan normal menjadi keadaan uperkonduktif. Superkonduktor ini (ekarang dikenal ebagai uperkonduktor tipe I) akan menolak ecara total medan magnet dari luar H dan kembali ke keadaan normal jika dikenai medan magnet yang lebih bear dari nilai medan -1

kritinya (H c ), bahkan aat temperaturnya di bawah temperatur kritinya. Pada umumnya H c bergantung pada uhu eperti ditunjukkan oleh gambar berikut. H H c (0) H c (T) Normal Meiner T c T Gambar.1. kurva H-T untuk uperkonduktor Karakteritik ini dikenal ebagai efek Meiner. Di bawah kurva H c (T) medan magnet induki B dalam bahan bernilai nol atau magnetiai bahan memenuhi peramaan M = - H. Di ata H c, maka uperkonduktor akan kembali ke keadaan normal. (Cyrot, M., 199) Gambar.. kurva M(H) dan B(H) untuk uperkonduktor Sebenarnya efek periai dalam bahan uperkonduktor tidak berfungi empurna epenuhnya, yang berarti diamagnetime empurna atau efek Meiner -

hanya berlaku jauh di dalam bahan. Hal ini telah dibuktikan oleh Fritz dan Heinz London (1935) yang menguulkan dua peramaan yaitu : d dt ( J ) = E Λ (1) ( ΛJ ) = B () dengan ketentuan parameter n q m = 1 Λ (3) Dengan J, E, m, n, dan q maing-maing adalah rapat aru uper, medan litrik, maa elektron uper yang berharga m e dengan m e adalah maa elektron, rapat elektron uper, dan muatan elektron uper yang berharga e. Selanjutnya dengan bantuan peramaan Maxwell B 0 = μ J, peramaan London II dapat dituli dalam ungkapan lain, B = B / λ (4) dengan / μ0 m / μ0nq λ = Λ =. Seperti tampak dalam gambar, untuk penerapannya pada bahan uperkonduktor berbentuk papan dengan ketebalan α, dan berada dalam medan magnet luar H ejajar bidang y-z dengan yarat bata B = μ H 0 pada x = α dan x = - α, peramaan di ata akan menghailkan olui berbentuk B ( x) ( x / λ) ( a ) z ˆ / λ coh = μ0h (5) coh -3

Gambar.3. papan uperkonduktor dalam medan magnet luar H Solui di ata menyatakan bahwa medan magnet luar dapat menerobo ecara efektif ke dalam bahan uperkonduktor dengan panjang penetrai karakteritik λ (ering juga dituli dengan notai λ L ) eperti ditunjukkan oleh gambar. -4

Gambar.4. kedalaman penetrai λ dalam bahan papan berketebalan α (a) (a/ λ) << 1 dan (b)(a/ λ)>> 1 Sumber : (Orlando, Terry P., 1991) Kehadiran medan inhomogen terebut akan mengimba aru permukaan (uper periai atau aru creening) uperkonduktor yang mengalir ebata kedalaman yang ama euai dengan peramaan Maxwell ( ) 0 J = B / μ. Oleh karena itu, efek Meiner dalam uperkonduktor bergantung pula pada perbandingan ketebalan bahan terhadap λ. (Orlando, Terry P., 1991).1. Reitivita Nol -5

Bahan uperkonduktor memiliki ciri tranport litrik yang berbeda dari konduktor (logam). Pertama, reitivita konduktor tidak pernah menuju nol karena kontribui tumbukan elektron dengan impurita yang menghailkan reitivita reidual, kecuali pada bahan konduktor murni (empurna) yang beba impurita. Namun untuk konduktor murni pun reitivita hanya dapat menjadi nol pada uhu mutlak 0 K. Di pihak lain uperkonduktor dapat memperlihatkan tranii tajam menuju reitivita nol pada uhu kriti Tc, di ata uhu mutlak 0 K, eperti pada gambar berikut. (Cyrot, M., 199) Gambar.5. kurva reitivita terhadap uhu untuk konduktor Kedua, hubungan kontitutif yang melandai ifat bahan konduktor adalah berdaarkan hukum Ohm, yaitu J = σ E, edangkan untuk bahan uperkonduktor berlaku hubungan kontitutif London yang merupakan akibat dari dua peramaan London, yaitu : J 1 = A Λ (6) dengan gauge london : A = 0, A nˆ = 0, yang menjamin ifat taioner J : J = 0, dan tiadanya aru yang mengalir keluar/mauk SK : J nˆ = 0-6

(Orlando, Terry P., 1991). Model Kuantum Makrokopik Sejauh ini telah diuraikan fenomena uperkonduktivita berdaarkan rumuan elektrodinamika klaik (F. & H. London). Dalam paal ini akan diperkenalkan rumuan kuantum makrokopik (F. London) yang berhail memperdalam pengertian aru uper dan menunjukkan adanya kuantiai flukoid. F. London (1948) menyadari bahwa peramaan London dapat diturunkan dari ide yang fundamental dengan mengaumikan enembel uper-elektron ecara keeluruhan berkelakuan ebagai uatu item kuantum pada kala makrokopik. Oleh karena itu, hadir ebuah fungi gelombang kuantum makrokopik Ψ ( x,t) yang menggambarkan kelakuan eluruh enembel uper-elektron di dalam uperkonduktor. (Orlando, Terry P., 1991)..1 Aru probabilita dalam teori kuantum chrodinger Sebagai pendahuluan paal ini, tinjau peramaan Schrodinger yang berlaku untuk partikel tunggal dengan fungi keadaan ψ : h ih Ψ = Ψ + VΨ (7) t m dengan penafiran fiik (M. Bohr) : * Ψ( x,t) = rapat probabilita = Ψ ( x, t) Ψ( x, t) Ρ (8) yang memenuhi yarat normaliai : (, t) dv = 1 Ψ x (9) -7

Peramaan di ata dapat diringka menjadi peramaan kontinuita : ρ = J t (10) yang menyatakan kekekalan probabilita dengan J * * ( Ψ Ψ Ψ Ψ h = ) (11) m Re Ψ Ψ im : rapat aru probabilita (1) * h Jika peramaan kontinuita ini menyatakan kekekalan probabilita ecara lokal, maka yarat normaliai di depan merupakan pernyataan kekekalan ecara global. Pengaruh kehadiran medan elektromagnet luar dengan fungi potenial kalar φ dan potenial vektor A dapat diperhitungkan berdaarkan cara ubtitui minimal momentum linier p dalam peramaan kanonik mekanika klaik dengan perumuan invarian gauge lokal dalam teori medan. Untuk partikel bermuatan q, pengalihannya ke dalam bentuk kuantum dan hamiltonian yang berangkutan juga berubah (andaikan V = qφ ). Peramaan Schrodinger yang berangkutan menjadi : 1 h ih Ψ = qa + qφ Ψ (13) t m i dan rapat aru probabilita yang berangkutan menjadi : J * h q = Re Ψ A Ψ (14) im m (Orlando, Terry P., 1991).. Perumuan Kuantum makrokopik -8

Dengan aumi pokok enembel uper-elektron ecara keeluruhan berkelakuan ebagai uatu item kuantum dan kelakuan/keadaannya dapat dilukikan oleh uatu fungi keadaan kuantum makrokopik yang memenuhi peramaan aru uper dalam kehadiran medan elektromagnet, maka dapat dipotulatkan kehadiran Ψ ( x,t) untuk mendekripikan kelakuan enembel uperelektron. 1 h ( x, t) = q A( x, t) Ψ( x, t) + q φ( x, t) Ψ( x, t ih Ψ t m i ) (15) dengan m dan q maing-maing menyatakan maa dan muatan uper-elektron dan yarat normaliai : ( x, t) Ψ( x, t) * Ψ dv = N (jumlah uper-elektron) (16) * ehingga Ψ ( x, t) Ψ( x, t) = rapat lokal uper-elektron= ( x t) rumu aru probabilita diperlua menjadi rapat aru uper J n, : real. Selanjutnya * h q = q Ψ Re A Ψ (17) im m Subtitui ungkapan Ψ ( x,t) di ata ke dalam ungkapan aru uper untuk menghailkan peramaan : h q ( x, t) θ ( x, t) A( x t) q n v J = qn, = m m (18) h q dengan v = θ ( x, t) A( x, t) m m. q Di dalam uperkonduktor, J = 0 yang berarti θ = A Invarian gauge. D -9

J ebagai bearan fii haru invarian terhadap pemilihan fae θ maupun fungi potenial A, kedua-duanya tidak dapat diukur ecara ekperimen. Kebebaan dalam memilih A hanya dibatai oleh definiinya B = A, yang berarti tidak boleh mengubah harga B. Bataan terebut maih memungkinkan variai A ebagai berikut : A A' = A + χ (19) yang berarti perubahan φ ebagai berikut : χ φ φ = φ (0) t Berdaarkan peramaan S bagi Ψ ( x,t) dapat ditunjukkan bahwa ini berarti pula perubahan : ( ) ( ) ( ) i θ ' x t n x t x,, =, t e Ψ Ψ' (1) Selanjutnya dapat ditunjukkan bahwa yarat : J akan tetap ama (invarian) bila dipenuhi q θ ' = θ + χ () h (Orlando, Terry P., 1991)..3 Kuantiai flukoid Di dalam bahan uperkonduktor padat/tak berlubang/imply connected yang cukup tebal (a/λ>>1), telah ditunjukkan bahwa medan B atau fluki yang berangkutan B d elalu ama dengan nol. Namun, tidak demikian halnya bila -10

bahan terebut mengandung lubang (mengandung daerah yang multiply connected). Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa lubang terebut merupakan daerah normal/non-uperkonducting. Oleh karena itu, pada daarnya medan B atau fluki magnet di dalam daerah lubang tidak elalu =0. Pada ebuah bahan yang berbentuk cincin tebal/ilinder berongga dengan dinding tebal eperti tampak pada gambar berikut. Gambar.6. cincin tebal uperkonduktor Jika medan luar diterapkan pada uperkonduktor dengan uhu < Tc, tidak akan terjadi penetrai fluki medan ke dalam rongga ilinder ehubungan dengan peniadaannya oleh aru uper yang terimba itu. Dalam hal ini efek Meiner tampak operatif epenuhnya. Sementara itu, pada kehadiran medan luar melalui penurunan T ampai di bawah T c, fluki medan akan terperangkap oleh rongga ilinder, walaupun tidak terjadi penetrai medan ke dalam bahan uperkonduktor. Kehadiran medan magnet dalam rongga akan menimbulkan aru imba yang berirkulai epanjang lintaan tertutup dalam cincin euai dengan peramaan Maxwell J = H. -11

Gambar.7. fluki medan magnet dalam rongga cincin Secara klaik (teori London klaik), tidak terdapat bataan pada bearnya fluki medan magnet yang terperangkap itu. Menurut perumu model kuantum makrokopik (MKM), J = 0 epanjang lintaan tertutup C di dalam dinding ilinder, ini berarti berlakunya hubungan : A = h q θ (3) Sepanjang C, jadi : h q A dl = C C θ dl (4) A d = S h dθ q (5) C B d = S h dθ q (6) C Ingatlah bahwa fae θ pada fungi gelombang enembel dapat mengambil harga yang merupakan kelipatan bulat dari harga utamanya π θ p + π, yaitu : θ ( x, t) θ p ( x, t) + nπ = (7) -1

karena iθ i( θ p + nπ ) ( x, t) = n = n e e Ψ (8) Selanjutnya karena ( x t) θ bernilai tunggal, maka dθ = 0, ehingga p, dθ = nπ (9) C Dengan kata lain p S h B d = nπ = nφ 0 q (30) Φ 0 = h h, bila uperkonduktor = paangan Cooper = kuantum fluxoid q e Dengan n melambangkan bilangan bulat. Jadi penetrai fluki medan luar dalam uperkonduktor memiliki nilai kuantiai yang tetap, yaitu Φ 0 = h / e =.0678 10 15 Weber. (Orlando, Terry P., 1991) Gambar berikut menunjukkan hail ekperimen yang dilakukan oleh Deaver dan Fairbank (USA) dan Doll dan Näbauer (Jerman) yang identik ecara eenial. -13

Gambar.8. fluki yang terperangkap dalam rongga cincin. (a) hail ekperimen Deaver dan Fairbank (USA). (b) data ideal Sumber : (Orlando, Terry P., 1991) Dengan mengukur penetrai fluk medan luar, konep uper-elektron telah dikonfirmai ecara ekperimen. -14

.3 Efek Hall Efek Hall adalah alah atu cara untuk menentukan konentrai pembawa muatan. Gambar menunjukkan prinip pengukuran konentrai lubang (hole) dalam emikonduktor tipe-p. Gambar -9. Pengukuran efek Hall Lubang dalam emikonduktor pada arah umbu x dipercepat dalam medan litrik, edangkan pada arah umbu z diberikan medan magnet. Gerakan dari partikel bermuatan dalam medan magnet diberikan ebagai : F = q (v B) (3) Dimana F adalah vektor gaya yang bekerja pada partikel yang diebut gaya Lorentz (Newton), v adalah kecepatan partikel ( m ), dan B adalah medan magnet (Tela). Bila i ˆ, ĵ, dan kˆ adalah vektor-vektor atuan maing-maing pada arah x, y, dan z. Dari gambar didapat : B = B z k ˆ (4) -15

) v = v x i ˆ Dengan menubtituikan peramaan (3) ke (4) didapat : F = q v x BBz (i ˆ kˆ ) = -(q v xb zb Dengan q adalah muatan partikel (Coulomb). ĵ (5) Peramaan terebut menyatakan gaya dengan arah negatif pada umbu y. Berarti lubang ditolak oleh gaya Lorentz ke arah ii permukaan A. Bila hanya terdapat gaya Lorentz, lubang akan dikonentraikan ecara tak terhingga pada permukaan A, namun ada yang menghentikan proe terebut, aat lubang diditribuikan ke atu ii pada permukaan A, timbul gaya litrik pada arah y, yaitu dari permukaan A ke permukaan B. Keadaan eimbang tercapai apabila adanya keeimbangan antara medan litrik dan gaya Lorentz, dan timbul beda tegangan antara permukaan A dan B. Tegangan ini diebut tegangan Hall yang nilainya ebanding dengan konentrai pembawa (dalam hal ini konentrai lubang), ebagai berikut : Bila E y adalah medan litrik ( V ) dan dalam keadaan gaya-gaya m eimbang didapat : atau qe y - q v x BBz = 0 (6) E y = v x BBz (7) Tegangan Hall (Volt) diberikan ebagai : V H = le y (8) Bila p adalah konentrai lubang, maka aru I (Ampere) adalah : I = q pv x dl (9) -16

Peramaan diata dapat direduki menjadi : Bz I Bz V = = H H qdp R (30) d Bila V H, B z, q, dan d diketahui, maka p dapat dihitung menggunakan peramaan (30) dimana RH 1 = diebut koefiien Hall. Konentrai elektron qp dapat dihitung dengan cara yang ama, tetapi haru diingat bahwa elektron bermuatan negatif. Hailnya : V H = B z I qdn (31) Arah dari medan medan litrik Hall dalam emikonduktor tipe-n berlawanan dengan pada emikonduktor tipe-p. Dengan cara ini pula dapat ditentukan tipe konduki emikonduktor yaitu dengan mengetahui polarita tegangan Hall. Sementara itu, pada emikonduktor ektrinik yang memiliki dua pembawa muatan, yaitu elektron dan lubang dengan konentrai dan mobilita yang berbeda maka koefiien Hall memiliki bentuk : R H e h nμ + pμ = (3) e ( nμ + pμ ) e h Dengan n adalah konentrai elektron, p adalah konentrai lubang, μ e adalah mobilita elektron dan μ h adalah mobilita lubang. (Rio, S. Reka, 1980).4 Penguat Operaional -17

Penguat operaional adalah uatu rangkaian elektronika yang dikema dalam bentuk rangkaian terpadu (IC). Perangkat ini ering digunakan ebagai penguat inyal, baik yang linier maupun yang non linier terutama dalam item pengaturan dan pengendalian, intrumentai, erta komputai analog. Keuntungan dari pemakaian penguat operaional ini adalah karakteritiknya yang mendekati ideal ehingga dalam merancang rangkaian yang menggunakan penguat ini lebih mudah dan juga karena penguat ini bekerja pada tingkatan yang cukup dekat dengan karakteritik kerjanya ecara teoriti. Dari udut inyal ebuah penguat operaional mempunyai tiga terminal, yaitu dua terminal maukan dan atu terminal keluaran. Input Gambar.10. imbol rangkaian penguat operaional Gambar menunjukkan imbol dari ebuah penguat operaional. Teminal input 1 dan adalah terminal maukan dan terminal output adalah terminal keluaran. Kebanyakan penguat operaional membutuhkan catu daya DC dengan dua polarita untuk dapat beroperai. Terminal V B + diambungkan ke tegangan poitif (+V) dan terminal V B - diambungkan ke tegangan negatif (-V). Karakteritik utama ebuah penguat operaional yang ideal adalah : 1. Impedani maukan tak terhingga -18

Penguat yang ideal diharapkan tidak menarik aru maukan, artinya tidak ada aru yang mauk kedalam terminal input 1 maupun (I 1 = I = 0). Impedani keluaran ama dengan nol Terminal output merupakan keluaran penguat operaional, idealnya diharapkan bertindak ebagai terminal keluaran ebuah umber umber tegangan ideal. Tegangan antara terminal output dengan ground akan elalu ama dengan A(V - V 1 ), dimana A adalah faktor penguatan ebuah penguat operaional. 3. Penguatan loop terbuka tak terhingga Apabila dioperaikan pada loop terbuka (tidak ada umpan balik dari keluaran ke maukan), maka ebuah penguat operaional ideal mempunyai penguatan (gain) yang bearnya tak terhingga..4.1 Penguat Tak Membalik (Non-inverting Amplifier) Penguat tak membalik merupakan uatu penguat dimana tegangan keluarannya atau V o mempunyai polarita yang ama dengan tegangan maukan atau V i. Rangkaian penguat tak membalik ditunjukkan pada Gambar berikut. -19

Gambar.11 penguat tak membalik Aru i mengalir ke R i karena impedani maukan op-amp angat bear ehingga tidak ada aru yang mengalir pada kedua terminal maukannya. Tegangan pada R i ama dengan V i karena perbedaan tegangan pada kedua terminal maukannya mendekati 0 V. V i i = (33) R i Tegangan pada R f dapat dinyatakan ebagai : R = V (34) f V i R R f = f Ri i Tegangan keluaran V o didapat dengan menambahkan tegangan pada R i yaitu V i dengan tegangan pada R f yaitu V. R f R f V o = Vi + Vi (35) R i Sehingga diperoleh penguatan ebear : V V o i R f 1 + (36) R = i (Millman, 197) -0

-1