(Studi Kasus : UNIT PELAYANAN TRANSMISI PT.PLN SEGOROMADU GRESIK)

dokumen-dokumen yang mirip
Alternatif kebijakan membuat SOP baru di bagian gravity dan sortir untuk standar refraksi serta set up mesin gravity secara berkala.

Seminar Nasional IENACO 2014 ISSN PENERAPAN LEAN SIX SIGMA CONCEPT UNTUK PERBAIKAN LINI PRODUKSI

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGAKUAN... ii. SURAT PENGAMBILAN DATA DARI PERUSAHAAN... iii. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN...

PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR (SUPPLY CHAIN DI PT. XYZ TUGAS SARJANA DEA DARA DAFIKA SIAGIAN NIM.

Pengukuran Kapabilitas Proses produksi kacang garing Cont d.

BAB IV PERANCANGAN SISTEM TERINTEGRASI

Dosen Pembimbing :H. Hari Supriyanto, Ir.MSIE Diusulkan Oleh : Aqil Azizi Start

PENDEKATAN KONSEP LEAN MANUFAKTUR DALAM PENINGKATAN EFISIENSI PADA SISTEM PRODUKSI KACA DI PT. ASAHIMAS FLAT GLASS, Tbk

DESAIN PERBAIKAN KINERJA LAYANAN PUBLIK BERBASIS KONSEP LEAN SERVICE (STUDI KASUS : PERPANJANGAN IMTA DISNAKER JATIM)

KATA PENGANTAR. berkenan memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat ANALISA PENERAPAN KONSEP LEAN THINKING

REDUCING DEFECTS AND COSTS OF POOR QUALITY OF WW GRAY ROYAL ROOF USING DMAIC AND FMEAP (FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS PROCESS)

IDENTIFIKASI KUALITAS PRODUK GENTENG BETON DENGAN METODE DMAIC DI UD.PAYUNG SIDOARJO. Dedy Ermanto Jurusan Teknik Industri FTI UPN Veteran Jawa Timur

Analisis Perbaikan UKM X dengan Pendekatan Lean Manufacture Guna Mereduksi Waste di Lantai Produksi Aluminum

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

IDENTIFIKASI PROSES PRODUKSI UNTUK MEREDUKSI NON VALUE ADDING ACTIVITY

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Pemborosan pada Unit Pelayanan Kesehatan Poliklinik dengan Pendekatan Lean Service

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... SURAT PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... HALAMAN PERSEMBAHAN... MOTTO...

PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING UNTUK MEMINIMASI WASTE PADA PROSES PRODUKSI SARI APEL MERK FLAMBOYAN SKRIPSI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

APLIKASI LEAN THINKING PADA INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT SEMEN GRESIK

Perbaikan Kualitas Proses Produksi Dengan Pendekatan Lean Sigma Pada Divisi Produksi Di Hollywood Plastik, Sidoarjo. Michael Hartanto.

ANALISIS KINERJA PELAYANAN PERBAIKAN GANGGUAN LISTRIK BERDASARKAN METODE SIX SIGMA DI PT. PLN (PERSERO) UNIT PELAYANAN DAN JARINGAN NGAGEL

Seminar Nasional IENACO 2014 ISSN PENGURANGAN WASTE DENGAN PENDEKATAN LEAN PADA SISTEM DISTRIBUSI DI PT.

Permasalahan yang akan dijadikan objek penelitian ini adalah keterlambatan pengerjan proyek pembuatan High Pressure Heater (HPH) di PT.

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 24 Januari 2015

ANALISIS HAMBATAN DAN REKOMENDASI SOLUSI PADA PROSES OUTBOUND LOGISTIC PT XYZ DENGAN SEVEN TOOLS DAN FMEA

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

ISKANDAR ZULKARNAIN Dosen Pembimbing: H. Hari Supriyanto

IMPLEMENTASI LEAN THINKING DALAM PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN GANGGUAN SPEEDY DI PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, Tbk. (TELKOM) DIVISI REGIONAL-V

ANALISA LEAN SERVICE DALAM MEMINIMALKAN WASTE PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM BANYUWANGI

MENINGKATKAN KUALITAS LAYANAN BANK DENGAN PENDEKATAN LEAN SIX SIGMA DAN VALUE (STUDI KASUS : BNI CABANG KOTA MALANG)

METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

PENGUKURAN KUALITAS PELAYANAN TERHADAP PENJUALAN ALAT ALAT LISTRIK DENGAN METODE SIX SIGMA ( Studi kasus pada PT. X )

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. faktor-faktor, unsur-unsur bentuk, dan suatu sifat dari fenomena di masyarakat.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

EVALUASI PROSES PRODUKSI SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMINIMASI WASTE DENGAN PENDEKATAN LEAN SIX SIGMA (Studi Kasus: PT Temprina Media Grafika Malang)

IDENTIFIKASI WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DI PT ISTANA TIARA SURABAYA SKRIPSI

BAB V ANALISA DAN INTEPRETASI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

SIMULASI VALUE STREAM UNTUK PERBAIKAN PADA PROSES PRODUKSI PELUMAS (Studi Kasus LOBP PT. PERTAMINA UPMS V)

IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURING DENGAN PENDEKATAN DMAI UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADA PROSES PEMBUATAN CONVEYOR (STUDI KASUS: PT

IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURING UNTUK MENGURANGI LEAD TIME SHOULDER Studi Kasus PT.Barata Indonesia (Persero)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dijelaskan langkah-langkah penelitian yang dilakukan. 3.1 Flow Chart

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDEKATAN LEAN THINKING UNTUK PENGURANGAN WASTE PADA PROSES PRODUKSI PLASTIK PE

Usulan Lean Manufacturing Pada Produksi Closet Tipe CW 660J Untuk Meningkatkan Produktivitas

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

Reduksi Cacat pada Produk Kaca Lembaran dengan Metode Six Sigma

Wiwik Sulistiyowati Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

PENDEKATAN LEAN SIX SIGMA DAN METODE WEIGHTED PRODUCT UNTUK MENGURANGI WASTE PADA PROSES PRODUKSI SPARE PART OEM DI PT. SINAR AGUNG SELALU SUKSES

Reduksi Cacat pada Produk Kaca Lembaran dengan Metode Six Sigma

BAB I PENDAHULUAN. Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

UPAYA PENGURANGAN PEMBOROSAN DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING

KAJIAN WASTE PADA PRODUKSI BENANG DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. XYZ SURABAYA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2012

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Oleh Didik Samanhudi Teknik Industri FTI-UPV Veteran Jatim ABSTRAK

REDUKSI WASTE PADA PRODUKSI KACANG GARING DENGAN PENDEKATAN LEAN SIX SIGMA (STUDI KASUS: PT. DUA KELINCI PATI JAWA TENGAH)

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

Analisis Six Sigma untuk Mengurangi Jumlah Cacat di Stasiun Kerja Sablon (Studi Kasus: CV. Miracle)

Sejarah Six Sigma Jepang ambil alih Motorola produksi TV dng jumlah kerusakan satu dibanding duapuluh Program Manajemen Partisipatif Motorola (Partici

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

APLIKASI KONSEP LEAN SIX SIGMA SEBAGAI UPAYA PERBAIKAN KUALITAS PADA PROSES PRODUKSI SIKAT GIGI (STUDI KASUS : PT X)

UNIVERSITAS INDONESIA PENINGKATAN KUALITAS PROSES PACKING PERMEN COKLAT DI PT BATMAN KENCANA DENGAN PENDEKATAN DMAIC SIX SIGMA TESIS

PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING UNTUK MEMINIMASI WASTE PADA PROSES PRODUKSI

WINTER. Template. Meningkatkan Kualitas Layanan Bank Dengan Pendekatan Lean Six Sigma dan Value (Studi Kasus : BNI Cabang Kota Malang)

PROSES ELIMINASI WASTE DENGAN METODE WASTE ASSESSMENT MODEL & PROCESS ACTIVITY MAPPING PADA DISPENSING

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

ANALISIS PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK MENGURANGI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DI PT. SIERAD PRODUCE SIDOARJO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan

BAB I PENDAHULUAN. performansinya secara terus menerus melalui peningkatan produktivitas. Lean

BAB I PENDAHULUAN. Industri makanan dan minuman merupakan sektor strategis yang akan

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Gramedia Cikarang yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define,

KATA PENGANTAR. mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada: Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur.

Oleh : ERLANGGA PUTRANDIE W JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR 2010

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Gambar I.1 Part utama Penyusun meter air

PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

ANALISIS KUALITAS PRODUK ALUMINIUM FLUORIDA. ) DENGAN METODE SIX SIGMA DI PT. PETROKIMIA GRESIK Tbk. SKRIPSI

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

PENDEKATAN LEAN THINKING DALAM MEMINIMASI WASTE PADA SISTEM PEMENUHAN ORDER GUNA MENGURANGI BIAYA DAN WAKTU (Studi Kasus : PT Kasa Husada Wira Jatim)

KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR ISI

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENERAPAN KONSEP LEAN SERVICE DAN DMAIC UNTUK MENGURANGI WAKTU TUNGGU PELAYANAN *

PENDEKATAN LEAN SIGMA SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMINIMASI WASTE PADA PROSES PENGEMASAN INDUSTRI FARMASI

PENDEKATAN KONSEP LEAN MANUFACTURING UNTUK MENGURANGI WASTE PADA PROSES PRODUKSI SKRIPSI

USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK MENGGUNAKAN METODE FAULT TREE ANALYSIS (FTA) DAN FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DI PABRIK ROTI BARITON 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Istilah quality improvement muncul dikarenakan persaingan telah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan UKM yang bergerak dibidang produksi furniture.

Transkripsi:

PENGURANGAN WASTE UNTUK MELAKUKAN PERBAIKAN STANDAR DISTRIBUSI LISTRIK GOLONGAN RUMAH TANGGA R1/TR 450 VA MELALUI PENDEKATAN LEAN SIX SIGMA DENGAN METODE DMAIC & FMEA (Studi Kasus : UNIT PELAYANAN TRANSMISI PT.PLN SEGOROMADU GRESIK) Dian Purwonugroho, Ir. Hari Supriyanto, MSIE. Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email: dian_purwonugroho@yahoo.co.id Abstrak Unit Pelayanan Transmisi PT.PLN Cabang Segoromadu Gresik adalah salah satu Gardu PLN yang mendistribusikan listrik untuk zona 5 di gresik yang membawahi 7 kelurahan baik dari Gresik maupun wilayah Surabaya barat.unit Pelayanan Transmisi PT.PLN Cabang Segoromadu Gresik bersifat untuk membantu pendistribusian listrik untuk wilayah Surabaya barat dan Gresik. Kualitas distribusi menjadi hal yang terpenting dalam pelayanan PLN. Distribusi dapat dikatakan berhasil memuaskan konsumen jika supply yang didistribusikan memiliki kualitas yang baik dengan tarif tetap stabil. Pada penelitian ini pendekatan Lean ditujukkan agar dapat mengetahui waste yang disinyalir dapat meningkatkan biaya supply. Sedangkan pendekatan six sigma dengan menggunakan metode FMEA dapat melakukan improve atau perbaikan untuk mengurangi defect yang terjadi pada supply listrik. Setelah mendefinisikan permasalahan yang ada pada perusahaan tahap berikutnya adalah mengidentifikasi waste yang paling berpengaruh terhadap proses distribusi kemudian dilakukan pengukuran kapabilitas distribusi dan CTQ (Critical to Quality), lalu dilakukan perhitungan SOD (saverity, occurance, detection) menggunakan FMEA untuk memperoleh nilai RPN ( Risk Priority Number). Berdasarkan analisa RPN tahap selanjutnya adalah melakukan improve terhadap komponen waste dengan nilai RPN tertinggi. Dengan improvement tersebut diharapkan waste akan dapat diturunkan sehingga PLN dapat menghasilkan distribusi listrik sesuai standar yang ada. Kata kunci : Kapabilitas distribusi, Waste, Lean Six Sigma, Risk Priority Number ABSTRACT Transmission service unit PT. PLN Segoromadu Gresik is one of the PLN s distribution unit that distributes electricity for 5 zones of Gresik that covers 7 villages both from Gresik and West Surabaya. Its main function is to support the electricity distribution in those areas. Distribution quality thus becomes the most important factor in PLN s service. Distribution will be considered sucessfully satisfies the consumers only if the electricity supply is being distributed with both good quality and stable tariff. In this research, Lean s approach is used to measure the waste that could increase the supply cost, while the usage Six Sigma with FMEA method can improve the system decrease the defect that exist on electric supply.after defining the problem of the company, the next phase would be identify the most influencing wasteon distribution process, then do some measurement on distribution capability and CTQ (Critical to Quality), SOD (Saverity, Occurrence, Detection) using FMEA to determine RPN (Risk Priority Number) value. The next phase would be based on RPN analysis : improving the waste components with highest RPN value. Using those methods it is hoped that the waste can be significantly reduced. Key words: Distribution Capability, Waste, Lean Six Sigma, Risk Priority Number 1

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pasokan listrik yang semakin terbatas membuat PLN mengembangkan system kerja yang efektif dan efisien agar dapat menyalurkan pasokan listrik dengan baik. Perkembangan saat ini menuntut standar servis yang tinggi agar tetap dapat memasok kebutuhan listrik di masyarakat. Permintaan akan kualitas ini tentunya menjadi tantangan bagi PLN agar distribusi listrik dapat memenuhi standart distribusi sesuai dengan keinginan konsumen. Salah satu hambatan dalam meningkatkan supply atau mutu adalah biaya. Cara yang kurang tepat dalam meningkatkan kualitas supply dapat menyebabkan naiknya biaya yang pada akhirnya akan dibebankan ke konsumen, dengan menaikan harga tarif dasar listrik. Kualitas distribusi menjadi hal yang terpenting dalam pelayanan PLN. distribusi dapat dikatakan berhasil memuaskan konsumen jika supply yang didistribusikan memiliki kualitas yang baik dengan tarif tetap stabil. Ada dua segi umum tentang kualitas, yaitu kualitas rancangan dan kualitas kecocokan. Kualitas rancangan ada karena diperlukan variasi dalam tingkat kualitas. Sedangkan kualitas kecocokan adalah seberapa baik distribusi tersebut sesuai dengan spesifikasi dan kelonggaran yang disyaratkan oleh rancangan tersebut. Quality is the most important factor in business. Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Andrew Carnagie dalam buku Lean Six Sigma, yang berarti bahwa kualitas merupakan hal terpenting dalam proses bisnis di semua industri. Pengertian kualitas erat kaitannya dengan kepuasan konsumen. Secara luas kualitas adalah sifat atau karakteristik produk atau jasa yang dapat memenuhi kepuasan bagi konsumen. Karena itu PLN dituntut untuk dapat menghasilkan kualitas yang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan oleh konsumen agar kepuasan konsumen dapat tercapai. Proses pengendalian kualitas distribusi tidak hanya berorientasi pada hasil akhir.proses awal pendistribusian juga sangat menentukan hasil dari distribusi. Dimulai dari stabilitas tegangan hingga pada Unit-unit pengaturan distribusi listrik terjaga kualitasnya. Pada Unitunit pengaturan distribusi listrik yang merupakan salah satu faktor internal PLN, haruslah diupayakan untuk dapat dioperasikan dan beroperasi secara lebih efektif dan efisien dengan cara menekan waste (pemborosan) dan inefisiensi yang ada dalam sistem distribusi PLN. Hal ini dapat didefinisikan dengan berjalannya proses distribusi yang efektif dan efisien meminimalkan waste yang menyebabkan naiknya cost yang berimbas naiknya tarif dasar listrik sehingga tarif listrik menjadi lebih mahal dan membebani konsumen yang pada akhirnya menurunkan tingkat kepuasan konsumen. Unit Pelayanan Transmisi PT.PLN Cabang Segoromadu Gresik adalah salah satu Gardu PLN yang mendistribusikan listrik untuk zona 5 di gresik yang membawahi 7 kelurahan. Tantangan yang dihadapi PT.PLN adalah banyaknya defect yang muncul akibat kesalahan pada system supply yang menyebabkan cost pada distribusi listrik menjadi naik harus dapat diminimalkan agar tidak dibebankan kepada customer. Pada divisi ini meneliti tentang banyaknya defect yang terjadi dilapangan. Unit Transmisi sebenarnya mendistribusikan listrik sesuai level servis yang ditetapkan oleh pemerintah. Tetapi pada unit-unit distribusi dilapangan juga mempunyai defect yang tinggi. Saat ini sistem distribusi listrik yang digunakan oleh PLN umumnya adalah sistem sentralisasi listrik. Sistem tersebut ternyata dapat membawa dampak buruk dalam distribusi listrik di Indonesia. Diantaranya menyebabkan banyaknya wilayah yang sulit dicapai oleh jaringan listrik dan faktor geologisnya buruk, tidak dapat menikmati listrik. Selain itu, dapat juga menyebabkan terjadinya penyusutan tenaga listrik, tidak stabilnya tegangan listrik hingga pada pemadaman aliran listrik yang berakibat seluruh wilayah yang bergantung pada gardu tertentu akan blackout.. Contoh kasus listrik terbesar yang terjadi adalah mati listrik Jawa-Bali pada 18 Agustus 2005 di Indonesia, di mana listrik di Surabaya dan Gresik mati total selama tiga jam. Mati listrik ini terjadi akibat kerusakan di jaringan transmisi Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 KV Jawa-Bali. Dampak yang diakibatkan antara lain : Sebanyak 6 perjalanan kereta rel rute Surabaya-Malang-Blitar dibatalkan. Sebanyak 6 Kereta yang sedang beroperasi tertahan di beberapa perlintasan. Potensi kehilangan pendapatan mencapai Rp 200 juta. Di Bandara Juanda gangguan listrik 2

berlangsung sekitar empat jam dan menyebabkan 15 penerbangan tertunda. PLN memperkirakan ada sekitar 3,2 juta pelanggan yang terkena pemadaman total, terutama di daerah Surabaya dan Gresik (Kompas,19/08/05).Mati listrik bagi masyarakat pada umumnya bila dilihat sepintas memang merupakan hal yang sepele, tapi bayangkan jika hal ini terjadi pada sebuah pabrik produksi skala besar atau pusat perbelanjaan dan perkantoran yang tidak dapat hidup tanpa pasokan listrik. Satu menit aliran listrik sangat berarti bagi mereka. Gara-gara mati listrik, satu pekerjaan terhambat akan membuat efek domino hingga pekerjaan lain pun terhambat. Bila hal ini dibiarkan, kegiatan perekonomian, pendidikan, dan bidang vital lainnya akan terganggu Kerugian financial PLN perbulan cukup tinggi yang disebabkan oleh defect maka penelitian diadakan untuk mengetahui penyebab defect sehingga dapat diminimalkan dan akan menyebabkan keuntungan PLN akan maksimal. Akibat banyaknya biaya yang muncul diakibatkan defect yang terjadi. Pendekatan Lean, ditujukkan agar dapat mengetahui waste yang disinyalir dapat meningkatkan biaya supply. Sedangkan pendekatan six sigma dengan menggunakan metode FMEA dapat melakukan improve atau perbaikan untuk mengurangi defect yang terjadi pada supply listrik. Maka penelitian kali ini mencoba melakukan Pengurangan waste pada distribusi listrik dengan pendekatan lean six sigma menggunakan metode FMEA. 1.2 Rumusan masalah Perumusan masalah pada penelitian tugas akhir ini adalah Bagaimana melakukan Pengurangan waste (defect) pada distribusi listrik dengan pendekatan lean six sigma menggunakan metode FMEA. 1.3 Ruang lingkup Ruang lingkup penelitian terdiri dari batasan dan asumsi yang digunakan pada penelitian tugas akhir ini. Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Pengamatan dilakukan pada sistem distribusi listrik pada Unit Pelayanan Transmisi PT.PLN Cabang Segoromadu-Gresik golongan gumah tangga R1/TR 450 VA. 2. Penelitian ini dimulai dari define, measure, analyze, hingga improve dan control. 3. Data yang digunakan adalah data sekunder periode Juni hingga Agustus 2009. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Proses distribusi berjalan normal selama penelitian dilakukan. 2. Kebijakan PT.PLN selama dilakukannya penelitian ini tidak mengalami perubahan secara signifikan. 1.4 Tujuan penelitian Adapun tujuan penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi waste pada distribusi listrik; 2. Mengidentifikasi waste yang paling sering terjadi dan berpengaruh terhadap kualitas distribusi listrik; 3. Mengidentifikasi penyebab terjadinya waste dan memberikan solusi terhadap waste yang paling berpengaruh terhadap kualitas distribusi listrik; 4. Memberikan rekomendasi perbaikan yang bertujuan untuk mengurangi waste pada proses distribusi listrik. 1.5 Manfaat penelitian Sedangkan manfaat yang dapat diberikan pada penelitian tugas akhir ini adalah : 1. PT.PLN dapat mengetahui waste yang sebenarnya terjadi pada proses distribusi listrik yang merupakan penyebab terjadinya inefisiensi dan inefektif. 2. PT.PLN dapat mengetahui waste (defect) yang yang paling berpengaruh terhadap kualitas distribusi listrik, sehingga dapat mengidentifikasi penyebab dan menentukan langkah untuk mengeliminasi waste tersebut. 3. Memberikan rancangan perbaikan terhadap waste yang paling berpengaruh untuk menciptakan proses distribusi listrik lebih efektif. 3

2. Metodologi Penelitian Tahapan penelitian mengacu pada tahapan metode ilmiah, maka setiap penelitian memerlukan adanya suatu kerangka berfikir (metodologi) sebagai landasan atau acuan agar proses penelitian berjalan secara sistematis, terstruktur, dan terarah. Metodologi penelitian ini terdiri dari tahapan-tahapan proses penelitian atau urutan-urutan langkah yang harus dilakukan oleh peneliti dalam melakukan penelitiannya. Penelitian tugas akhir ini memiliki metodologi sebagai berikut: 2.1. Tahap Identifikasi dan Penelitian Awal Pada tahap ini peneliti melakukan identifikasi masalah yang akan dilakukan yang meliputi: 2.1.1 Perumusan Masalah Perumusah masalah mengacu pada permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan yaitu pengurangan waste pada distribusi listrik sehingga nantinya akan menaikkan profit PT.PLN. 2.1.2 Tujuan penelitian Dengan perumusan tujuan penelitian terhadap permasalahan yang mengacu pada latar belakang dan berorientasi pada kepentingan PT.PLN. Penetapan tujuan penelitian mengacu pada perumusan masalah yang sudah ada, sehingga penelitian yang dilaksanakan memiliki arah dan sasaran yang tepat. 2.1.3 Survey Lapangan Survey lapangan yang dimaksud adalah untuk mengetahui kondisi pada obyek penelitian. Pelaksanaan adalah melihat proses distribusi pada PT.PLN untuk memberikan gambaran dan pemahaman secara garis besar mengenai bagaimana PLN dapat menangani terjadinya defect yang menyebabkan menurunnya kualitas distribusi listrik. 2.1.4 Studi Pustaka Digunakan untuk memberi acuan bagi penyelesaian permasalahan yang ada. Pada tahap ini peneliti mencari, mengumpulkan dan mempelajari literatur yang berkaitan dengan penelitian ini, yang nantinya dapat dipergunakan sebagai acuan dan kerangka berpikir bagi perancangan dan pengembangan penelitian. 2.2. Tahap Pengumpulan Data Pada tahap ini dijelaskan cara pengumpulan data dan metode yang digunakan untuk pengumpulan data. 2.2.1 Data-data yang diperlukan Data-data yang digunakan meliputi data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh melalui Data aktual, Pengukuran, dan brainstorming dengan pihak-pihak yang terkait, serta informasi lainnya yang mendukung pengunaan metode FMEA untuk melakukan improve atau perbaikan. Sedangkan data kuantitatif diperoleh dari data PLN selama distribusi 8 hari berupa data frekuensi sering munculnya defect dan jumlah distribusi. 2.2.2 Metode Pengumpulan Data Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, berdasarkan data-data yang akan digunakan dalam penelitian ini, metode pengumpulan data terdiri atas : - Data aktual, digunakan untuk melakukan improve dan perbaikan. - Pengukuran, digunakan untuk mengetahui penyebab dari waste. - Data historis, digunakan untuk penghitungan kapabilitas proses Dalam pelaksanaan pengukuran, sumber informasi yang digunakan adalah orang-orang yang bertanggung jawab dan kompeten dalam pengukuran di lapangan. 2.3. Tahap Pengolahan Data Merupakan tahapan pengolahan data yang telah diperoleh untuk dapat menyelesaikan permasalahan. 2.3.1. Define Adapun hal-hal yang dilakukan pada tahap define ini meliputi : 1.Membangun as-is system, membuat/ menggambarkan kondisi existing system pada sistem distribusi berdasarkan pengamatan yang telah dibuat sebelumnya. Menggambarkan kondisi existing system distribusi listrik pada PT.PLN dengan membuat blue print, atau flowchart process. 2.Menentukan objek penelitian yang diamati, hal ini dilakukan untuk membatasi ruang lingkup penelitian tugas akhir. Pemilihan objek penelitian 4

yaitu pada Golongan rumah tangga untuk R1/TR 450 VA. Hal ini dikarenakan golongan tersebut mempunyai tingkat distribusi yang rendah dan jumlah pelanggan yang cukup banyak dibandingkan golongan lain. 1. Identifikasi waste yang terjadi pada produksi Golongan rumah tangga untuk R1/TR 450 VA berdasarkan pendekatan 3 waste di industri. 2.3.2. Measure Adapun hal-hal yang dilakukan pada tahap measure ini meliputi: 1. Identifikasi waste yang paling berpengaruh terhadap kualitas distribusi, berdasarkan eksplorasi 3 waste yang terjadi pada proses distribusi dari Data aktual dan juga pengamatan di lapangan. 2. Membangun kondisi existing Unit Transmisi saat ini dengan menggambarkan aliran proses 3. Mengukur kapabilitas proses saat ini untuk memberi informasi kepada perusahaan bahwa perlu adanya perbaikan (improve). 4. Menetapkan CTQ (Critical To Quality) untuk masing-masing waste yang paling berpengaruh 5. Perhitungan SOD (severity, Occurance dan Detection) pada FMEA dengan memasukkan CTQ yang telah terpilih untuk mencari nilai RPN (Risk Priority Number) 2.4. Tahap Analisa Data Merupakan tahapan analisa data yang telah diperoleh untuk dapat menyelesaikan permasalahan. 2.4.1. Analyze Adapun hal-hal yang dilakukan pada tahap analyze ini meliputi : 1. Analisa waste yang paling berpengaruh, mencari tahu penyebab terjadinya waste tersebut. 2. Analisa pengukuran kapabilitas proses saat ini, dilakukan sabagai acuan/dasar untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kinerja/performansi. 3. Penentuan Risk Priority Number. 4. Analisa FMEA untuk menetukan waste yang perlu di improve. 2.4.2. Improve Pada tahap ini, diberikan usulan perbaikan terhadap proses distribusi untuk mengeliminasi waste berdasarkan analisa yang telah dilakukan. Selanjutnya, akan dibuat penentuan kriteria yang tepat untuk memperoleh kombinasi alternatif terbaik dengan melihat peningkatan performansinya, sehingga memungkinkan PLN dapat menghemat biaya yang terjadi akibat kegagalan distribusi. 2.5. Tahap Kesimpulan dan Saran Dalam tahap ini peneliti menarik kesipulan dan saran pada perusahaan berdasarkan analisa dan interpretasi data yang telah dilakukan untuk menjawab tujuan yang ingin dicapai. Saran diberikan untuk proses perbaikan kinerja/performansi Unit Pelayanan Transmisi PT.PLN serta penelitian selanjutnya. 3 Define Tahap ini dilakukan untuk menemukan permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian yaitu pemborosan (waste) yang terjadi di dalam proses distribusi dengan melakukan penggambaran secara jelas dan teperinci mengenai segala hal yang dapat menggambarkan kondisi existing Unit Pelayanan Transmisi saat ini. Kemudian juga akan digambarkan aliran informasi dan aliran fisik yang ada di lapangan khususnya pada lingkup distribusi yang digunakan untuk mengidentifikasi waste yang terjadi pada proses distribusi. 3.1. Identifikasi Objek Yang Menjadi Amatan Listrik yang didistribusikan oleh PT.PLN terdapat beberapa macam golongan. Golongan yang akan diamati pada penelitian ini adalah golongan gumah tangga R1/TR 450 VA kerena pada golongan tersebut yang menjadi golongan dengan pengguna terbanyak tersebut 5

mempunyai data yang dapat diguanakan untuk penelitian. Kriteria pemilihan golongan selanjutnya adalah jumlah distribusi golongan R1/TR 450 VA terbilang mendominasi dari proses distribusi keseluruhan golongan. Dari sisi produk defect, golongan ini juga mempunyai nilai yang cukup tinggi dan mempengaruhi perolehan laba PT.PLN. Bulan Jumlah Supply (MVolt) Jumlah defect juni 44.5 57 juli 52.7 26 agustus 48.6 26 September 49.8 35 Tabel 4.1. Data Jumlah Distribusi dan Jumlah Defect Proses Distribusi Listrik Selama Bulan Juni Agustus 2009 60 50 40 30 20 10 0 Juni R1/TR 450 VA R1/TR 900 VA R1/TR 1300 VA Gambar 4.2 Grafik perbandingan distribusi perbulan golongan R1/TR 450 VA dengan 2 golongan yang lain. Dari grafik distribusi diatas distribusi golongan R1/TR 450 VA terus naik dari bulan ke bulan sehingga keuntungan PLN sangat dipengaruhi oleh golongan tersebut. Sedangkan jumlah defect pada golongan R1/TR 450 VA bisa dibilang cukup tinggi. Apabila defect tersebut dapat diminimalkan maka keuntungan PLN akan semakin tinggi. 3.2. Penggambaran Big Picture Mapping Big Picture Mapping merupakan sebuah tools yang digunakan untuk menggambarkan sistem secara keseluruhan dan value stream yang ada di dalam suatu organisasi dan industri. Sehingga nantinya dari Big Picture Mapping ini dapat diperoleh secara jelas gambaran mengenai aliran distribusi pada unit yang diteliti. Selain itu, dengan menggunakan Big Picture Mapping, kita dapat memperoleh informasi mengenai tiap proses dalam value stream mapping serta dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi dimana terdapat waste Untuk menggambarkan peta ini, langkah awal yang dilakukan adalah memberikan penjelasan mengenai aliran distribusi pemenuhan demand dari publik. 3.3. Aliran proses distribusi golongan R1/TR 450 VA Berdasarkan hasil pengamatan, kondisi existing aliran yang terjadi pada proses distribusi sebagai berikut : 1. Aliran distribusi dimulai dengan Input data yang diterima oleh generator yang kemudian diteruskan kebagian Power Saving Unit dengan menggunakan SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi). 2. Pada bagian Power Saving Unit 1 melakukan pengecekan pada Voltase yang akan dikirim guna menyesuaikan arus yang akan didistribusikan. Bila terjadi Overload maka kelebihan daya akan disimpan 3. Transmitter receiver menerima pasokan daya, setelah itu didistribusikan ke Channel line untuk pemilihan golongan distribusi pada server. 4. Sebelum arus listrik didistribusikan dengan bagian Power Confirm dilakukan pemilihan golongan apakah dimasukkan ke golongan rumah tangga atau Golongan yang lainnya(industri,bisnis,penerangan jalan, traksi, atau multiguna).apabila pada proses ini ditemukan defect (Error Server) maka arus akan dikembalikan kepada Power Saving Unit 1 untuk disimpan dan diganti dengan arus yang sesuai. Apabila arus yang telah memenuhi standart golongan akan didistribusikan kebagian Trafo Stabilizer untuk distabilkan. 5. Setelah distabilkan dan disalurkan lewat SUTET, maka Power Saving Unit 2 akan melakukan inspect terhadap arus tersebut apakah sudah sesuai apa belum untuk di distribusikan ke pelanggan.apabila masih tidak sesuai akan di kembalikan ke stabilizer lagi. Apabila sudah sesuai akan disalurkan ke pelanggan 6

3.4. Identifikasi Proses Distribusi Berdasarkan Big Picture Mapping dapat diketahui bahwa proses distribusi listrik terdapat 5 proses utama yaitu konfirmasi voltase, proses di Channel Line, proses pemilihan server, proses pada power confirm, proses di power stabilizer. Proses produksi tersebut dapat dibreakdown menjadi sub-sub proses seperti berikut : 1. Proses konfirmasi voltase terdiri dari sub-sub proses sebagai berikut: 1A. Menerima arus masuk. 1B. Penyesuaian Arus masuk. 1C. Pengiriman arus ke Transmitter Receiver. 1D. Penyesuaian daya dengan arus ke Transmitter Receiver. 1E. Pendistribusian ke Transmitter Receiver. 2. Proses di Channel Line terdiri dari sub-sub proses sebagai berikut: 2A. Menerima arus masuk. 2B. Pemilihan golongan channel line. 2C. Penyesuaian Arus masuk. 2D. Penyesuaian daya dengan arus ke server. 2E. Pendistribusian ke Server. 3. Proses Pemilihan server terdiri dari sub-sub proses sebagai berikut: 3A. Pemilihan golongan distribusi. 3B. Pendistribusian ke Power Confirm. 4. Proses pada power confirm terdiri dari sub-sub proses sebagai berikut: 4A. Menerima arus dari server. 4B. Penyesuaian dan pendistribusian arus ke Power Stabilizer. 5. Proses di power stabilizer terdiri dari sub-sub proses sebagai berikut: 5A. Penerimaan arus dari Power Confirm unit. 5B. Proses penstabilan arus. 5C. Inspeksi. 5D. Proses pengumpulan Arus. 5E. Pengiriman arus ke Power saving unit 2. 5F. Pendistribusian langsung kepada customer. Berdasarkan keseluruhan aktivitas pada proses distribusi. 30 % merupakan value adding activity, 60 % merupakan necessary but non value adding activity, dan 5 % merupakan non value adding activity. Adanya non value adding activity mengakibatkan kinerja PLN dalam proses distribusi listrik kurang efektif dan efisien. 3.5. Identifikasi Waste Berdasarkan hasil brainstrorming dan pengamatan terhadap aliran distribusi yang terjadi, maka dapat diidentifikasi waste (pemborosan) yang terjadi pada proses distribusi yaitu : 1. Overproduction Proses distribusi yang berlebihan dapat menyebabkan arus yang dihasilkan melebihi kapasitas, meskipun tidak terlalu besar. 2. Defects Cacat yang terjadi pada arus, meliputi masalah kualitas produk sebagai berikut : Pada golongan R1/TR 450 VA. 1. Shutdown. 2. Overheat. 3. Unstabilize Voltage. 3. Unnecessary inventory Terjadi inventory pada Power Saving Unit yang berlebih, hal ini biasa diakibatkan karena Distribusi yang berlebih 4. Inappropriate processing Sering kali terjadi kesalahan dalam penggunaan peralatan dan adanya proses yang berlebihan padahal tidak dibutuhkan. 5. Waiting Sering terjadi re-processing karena terjadi salah penggolongan arus. Keterlambatan pada proses akibat Error server 6. Underutilized People Akibat dari berlebihnya distribusi yang merupakan waste, maka beban kerja beberapa pegawai untuk melakukan perbaikan setting menjadi meningkat sehingga mengakibatkan permasalahan yaitu kejenuhan dan tenaga yang mereka miliki telah habis. Karena kondisi ini kurang didukung oleh biaya insentif dari perusahaan serta beberapa pegawai yang kurang terlatih karena kebanyakan hanya lulusan SMU 7

sehingga kemampuan pegawai tersebut kurang baik yang menyebabkan utilitas pegawai menurun. 4. Measure Pada tahap ini dilakukan pengukuran waste yang paling sering terjadi dan berpengaruh terhadap kualitas proses distribusi listrik berdasarkan hasil penyebaran kuisoner. Setelah itu dilakukan pengukuran kapabilitas proses produksi untuk objek amatan produk berdasarkan waste yang paling sering terjadi. 4.2. Identifikasi Waste yang paling berpengaruh Identifikasi waste yang paling berpengaruh menurut konsep lean adalah dengan menyebarkan kuisoner. Penyebaran kuisoner dilakukan untuk mengetahui tingkan keseringan weste yang terjadi peda proses distribusi listrik. Dengan menggunakan metode BORDA yaitu dengan memberikan peringkat untuk masing-masing jenis waste serta mengalikannya dengan bobot yang telah sesuai yaitu peringkat 1 mempunyai bobot tertinggi yaitu (n 1) demikian seterusnya. Dimana waste yang mempunyai nilai tertinggi adalah waste yang paling berpengaruh pada proses distribusi. Penyebaran kuisoner diberikan kepada beberapa 5 pegawai yang berpengaruh pada Unit Transmisi dan bagian Maintenance Unit dengan asumsi penyebaran dilakukan karena orang orang tersebut mengetahui dengan pasti waste yang paling berpangaruh dan waste yang paling sering muncul. Hasil rekap data kuisoner tentang tingkat keseringan waste adalah: Berdasarkan hasil kuisoner diatas waste yang sering terjadi adalah: Berdasarkan hasil olah kuisoner yang telah dibagikan kepada pelaku produksi dan maka didapatkan waste yang berpengaruh terhadap kualitas distribusi PLN yaitu Defects, waiting, over production. Kualitas distribusi listrik dapat ditingkatkan dengan cara mereduksi waste tersebut. 5. Analized 5.1 Analisa kapabilitas proses Analisa kapabilitas proses untuk kondisi perusahaan saat ini untuk tiap waste yang merupakan waste kritis. Dimana hal ini untuk mengetahui apakah waste tersebut perlu dilakukan improve agar dapat meningkatkan sigma yang diinginkan. Berikut ini adalah analisa kapabilitas untuk tiap waste : 1. Defect Pada tahap measure telah dilakukan perhitungan sigma untuk waste defect. Dimana hasil yang diperoleh bahwa nilai sigma dari defect yang terjadi adalah dibawah nilai 6 sigma yaitu pada bulan juni hingga agustus secara berturut adalah 4,1 sigma, 4 sigma, 4 sigma. Disinyalir improve yang dilakukan perusahaan tidak cocok karena pada bulan-bulan berikutnya tidak mampu menaikkan nilai sigma bahkan nilai sigma semakin menurun. Dengan demikian Unit Pelayanan Transmisi perlu melakukan continous improvement agar terjadi kenaikan nilai sigma secara terus-menerus hingga nilai sigma yang diinginkan atau dengan kata lain defect akan berkurang tiap bulannya. 2. Waiting Pada tahap measure telah dilakukan perhitungan sigma untuk waste waiting. Dimana hasil yang diperoleh adalah nilai sigma mengalami kenaikan 0,1 pada bulan agustus. Nilai sigma pada bulan juni hingga bulan agustus secara beruntun adalah 2,4 sigma, 2,4 sigma dan 2,5 sigma. Walaupun terjadi 8

peningkatan nilai sigma tetapi nilai sigma tersebut sangat kecil sehingga dibutuhkan continous improvement agar terjadi kenaikan nilai sigma secara terus-menerus hingga nilai sigma yang diinginkan. 3. Over production Pada tahap measure telah dilakukan perhitungan sigma untuk waste over production. Dimana hasil yang diperoleh bahwa nilai sigma dari defect yang terjadi adalah dibawah nilai 6 sigma yaitu pada bulan juni hingga agustus secara berturut adalah 3,6 sigma, 3,5 sigma, 3,5 sigma. Disinyalir improve yang dilakukan perusahaan tidak cocok karena pada bulan-bulan berikutnya tidak mampu menaikkan nilai sigma bahkan nilai sigma semakin menurun. Dengan demikian Unit Pelayanan Transmisi perlu melakukan continous improvement agar terjadi kenaikan nilai sigma secara terus-menerus hingga nilai sigma yang diinginkan atau dengan kata lain over production akan berkurang tiap bulannya. 5.2 Analisa Failure Modes and Effect Analisis (FMEA) Pada tabel FMEA yang telah dibuat pada tahap measure mendapatkan nilai RPN (risk priority number) untuk tiap-tiap mode kegagalan. Nilai RPN didapatkan dari perkalian nilai severity, occurrence dan detection. Dimana nilai-nilai tersebut merupakan hasil dari brainstroming dengan para ahli di proses produksi dan menyesuaikannya dengan definisi rating untuk severity, occurrence dan detection. Sedangkan nilai occurrence juga memperhatikan hasil dari perhitungan nilai interval dan nilai detection juga melihat hasil dari software MSA dengan memperhatikan nilai gage R & R. Dapat diketahui bahwa nilai RPN terbesar diperoleh dari beberapa waste yaitu sebagai berikut: 1. Defect Pada waste defect ini terdapat 3 nilai RPN tertinggi yaitu shutdown, Unstabilize Voltage, dan overheat yang masing-masing mempunyai nilai yang sama yaitu 384 diperoleh dari nilai severity (keseriusan) dan nilai detection (alat control) yang didapat sangat besar yaitu 8. Itu disebabkan bahwasanya shutdown, Unstabilize Voltage dan overheat sangat berbahaya. Jika ketiga defect tersebut dibiarkan maka dengan ketiga defect tersebut distribusi listrik akan kurang layak, sehingga didapatkan nilai severity yang besar. Untuk nilai detection diperoleh dari software MSA, hal ini menggambarkan bahwa PLN belum memiliki alat kontrol yang dapat menditeksi adanya defect ini tersebut, sehingga sering terjadi shutdown, Unstabilize Voltage, overheat pada distribusi Listrik. Untuk nilai occurance tidak cukup besar didapatkan dari menghitung jumlah defect yang terjadi, dimana jumlah defect yang ditimbulkan dianggap sedang. 2. waiting Pada waste waiting ini terdapat nilai RPN yang sama dan cukup tinggi yaitu pada keterlambatan proses penggolongan dengan nilai RPN 480. Nilai ini terjadi karena keterlambatan proses penggolonganberdampak pada terlambatnya proses-proses yang lain. Nilai RPN yang tinggi terjadi karena nilai severity, occurance, dan detection sangat besar. Hingga saat ini perusahaan belum mempunyai cara untuk malakukan perbaikan dalam mengatasi defect tersebut. Serta belum adanya alat untuk menditeksi keterlambatan sehingga nilai detection sangat besar. 3. Over production Pada waste over production terdapat nilai RPN yang cukup besar yaitu 336. Nilai ini terjadi karena distribusi yang dihasilkan besar dan tidak berbanding lurus dengan jumlah demand yang ada. RPN yang tinggi diperoleh dari nilai severity dan detection yang cukup besar serta nilai occuranceyang cukup besar pula. Hal ini disebabkan karena para staff yang ada pada dibagian distribusi belum memiliki suatu alat yang dapat menditeksi kelebihan distribusi. Sebagian besar over production disebabkan karena jumlah demand yang tidak dapat dipenuhi dengan nilai minimum distribusi listrik. Maka dari itu para ahli menganggap tingkat keseriusan yang disebabkan over production cukup tinggi. Sisa distribusi yang didapatkan akan memunculkan biaya beban yang cukup besar dan apabila melewati kapasitas akan meledak. 5.3 Analisa penyebab dengan RCA (Root Cause Analisis) Pada gambar RCA yang telah dibuat dengan melihat seluruh level penyebab terendah hingga penyebab tertinggi yaitu penyebab utama dengan melakukan pem-breakdown-an. Dimulai dari level penyebab terendah yaitu ketidak puasan pelanggan atas produk distribusi listrik hingga proses penggolongan distribusi listrik yang terlalu lama sehingga menimbulkan 9

waiting. Dengan melihat nilai RPN terbesar, maka penyebab hal tersebut dapat dilihat dari gambar RCA. Sehingga tiap mode kegagalan yang memiliki nilai RPN terbesar mempunyai penyebab utama sebagai berikut: 5.3.1.1 Shutdown Pada shutdown terdapat nilai RPN yang cukup besar dengan penyebab tidak tepatnya setting pada unit generator maupun trafo. Hal ini disinyalir karena pada generator yang lama tidak terdapat alat pengontrol, jadi pengaturan dilakukan secara manual. Dengan system pengaturan yang manual operator sering melakukan kesalahan pada setting distribusi dan apabila kapasitas terlalu tinggi kematangan generator maupun trafo akan meledak. 5.3.1.2 Unstabilize Voltage Unstabilize Voltage memiliki beberapa penyebab selain dikarenakan pengaturan daya maupun arus yang tidak tepat juga disebabkan daya yang jelek. Dengan melihat gambar RCA penyebab paling kritis adalah ketepatan besaran daya sehingga menyebabkan distribusi listrik terlalu besar dan menyebabkan Unstabilize Voltage pada distribusi listrik. 5.3.1.3 Overheat Overheat merupakan jenis defect yang juga paling sering terjadi, penyebabnya adalah tidak tepatnya pengaturan saat penggolongan. Dengan melihat gambar RCA diketahui bahwa kesalahan melakukan pengaturan dilakukan oleh operator yang kurang mengerti kapasitas distribusi minimum. Kurangnya pengetahuan operator disebabkan karena operator tidak mengenyam langsung pengetahuan dari pelatihan proses distribusi listrik. Sehingga operator hanya melakukan semua perintah yang diberi oleh atasan. Sehingga besar kemungkinan operator melakukan kesalahan dalam pengaturan distribusi. 5.3.1.4 Keterlambatan proses penggolongan Keterlambatan penggolongan mempunyai dua nilai RPN yang sama besar dengan dua penyebab yang berbeda yaitu proses identifikasi arus penggolongan selain itu juga Transmitter yang masih tergolong biasa mempunyai kapasitas kecil dan proses penggolongan yang cenderung lama. 5.3.1.5 Terlalu banyak daya yang disimpan Banyaknya daya yang disimpan mempunyai dua nilai RPN yang sama besar yaitu kapasitas minimum dan karena distribusi kurang maksimal yang membuat arus tidak terdistribusi. 6. Improve Pada tahap improve ini bertujuan untuk melakukan perbaikan pada persoalan yang dianggap kritis atau sebagai kunci persoalan pada Unit Pelayanan Transmisi.sebelum tahap improve terlebih dahulu ditentukan kriteria perbaikan apa saja yang diinginkan oleh PLN. 6.1 Penentuan Kriteria pemilihan Penentuan kriteria di tujukan untuk mengetahui keinginan internal pihak perusahaan. Kriteria tersebut untuk membedakan performansi tiap alternatif usulan perbaikan, dimana kriteria tersebut menyakup semua jenis perbaikan yang diusulkan. Maka ditetapkan kriteria yang tepat dalam membantu melakukan pemilihan usulan perbaikan yang terbaik sebagai berikut : Jenis pemilihan kriteria Untuk membedakan tingkat kepentingan maka diberikan pembobotan pada tiap kriteria menurut tingkat kepentingan berdasarkan brainstorming dengan pihak perusahaan. 6.2 Identifikasi usulan perbaikan Setelah dilakukan pemilihan kriteria, maka langkah selanjutnya adalah menentukan alternatif perbaikan apa saja yang akan dipilih untuk mengatasi masalah yang terjadi diproses distribusi Unit Pelayanan Transmisi untuk melakukan improve harus melihat penyebab utama yang menyebabkan terjadinya waste yang dianggap paling berpengaruh dan paling sering terjadi pada proses distribusi. Adapun improve yang bisa dilakukan dan jadi masukan PLN dalam mengatasi persoalan. 10

6.2.1 Shutdown Sebelumnya telah diketahui bahwa terdapat nilai RPN yang cukup besar dengan penyebab tidak tepatnya pengaturan pada Generator maupun trafo. Hal ini disinyalir karena pada unit yang lama tidak terdapat alat pengontrol. Sehingga improve yang dapat dilakukan adalah mengganti unit yang ada pada proses distribusi. Hal ini dimungkinkan akan mengurangi defect atas permasalahan yang terjadi. Diharapkan dengan digantinya unitdapat berkerja lebih efektif dari sebelumnya. 6.2.2 Unstabilize Voltage Penyebab terjadinya Unstabilize Voltage selain dikarenakan pengaturan unit yang tidak tepat juga disebabkan kualitas daya yang jelek. Dengan melihat penyebab paling kritis adalah kualitas daya yaitu pengaturan setting yang kurang tepat sehingga menyebabkan distribusi listrik terlalu besar dan menyebabkan Unstabilize Voltage pada distribusi listrik. Sehingga improve yang dapat dilakukan adalah dilakukan pengaturan setting daya. Hal ini diharapkan daya pada distribusi listrik sesuai standar yang digunakan oleh PLN. Dan akan mengurangi defect Unstabilize Voltage pada distribusi listrik. 6.2.3 Overheat Sebelumnya telah diketahui bahwa terdapat nilai RPN yang cukup besar dengan penyebabnya adalah tidak tepatnya pengaturan saat penggolongan. Dengan melihat gambar RCA diketahui bahwa kesalahan melakukan pengaturan dilakukan oleh operator yang kurang mengerti kapasitas distribusi. Kurangnya pengetahuan operator disebabkan karena operator tidak mengenyam langsung pengetahuan dari pelatihan proses distribusi listrik yang benar. Improve yang mungkin dapat dilakukan adalah dengan memberikan pelatihan terhadap pegawai yang berhubungan langsung dengan proses distribusi tersebut. Diharapkan dengan adanya pelatihan pendistribusian listrik yang berstandar para operator dilapangan akan lebih baik dalam melakukan pengaturan daya. 6.2.4 Keterlambatan Penggolongan Keterlambatan penggolongan adalah potensial failure yang paling kritis membuat keterlambatan keseluruhan proses distribusi. Dengan terlambatnya proses penggolongan membuat terlambatnya proses yang lain. Keterlambatan dikarenakan transmitter masih tergolong biasa sesuai kebutuhan proses distribusi. Improve yang mungkin dapat dilakukan adalah dengan mengganti transmitter yang lebih modern. Diharapkan dengan mengganti unit tersebut akan meningkatkan kualitas distribusi dengan proses yang tidak terlalu lama. 6.2.5 Terlalu banyak daya yang disimpan Banyaknya daya yang disimpan mempunyai dua nilai RPN yang sama besar yaitu karena ukuran daya yang tidak tepat kurang maksimal yang membuat daya tidak terdistribusi. Improve yang mungkin dapat dilakukan adalah dengan mengganti unit yang ada dengan unit baru yang terdapat alat pengontrol daya dan lebih safety. 6.3 Pemilihan usulan perbaikan Setelah diperoleh beberapa improve yang mungkin dilakukan, maka usulan perbaikan tersebut bisa dilakukan kombinasi yang mungkin bisa dilakukan. Hal ini ditujukan agar mendapatkan alternatif perbaikan yang terbaik dengan memperhatikan biaya yang dikeluarkan dan performance yang dihasilkan sehingga diperoleh value yang terbaik dengan pendekatan manajemen nilai. Maka kombinasi alternatif yang mungkin dapat dilakukan antara lain : Jenis alternatif Setelah memperoleh kombinasi perbaikan yang mungkin dilakukan, maka dalam menentukan kombinasi perbaikan yang terbaik dapat dilakukan dengan menentukan nilai performansi dan biaya untuk memperoleh value serta membandingkan dengan value kondisi PLN saat ini. Sehingga usulan perbaikan akan diterima jika value yang dihasilkan melebihi value kondisi PLN saat ini. Performansi dan biaya didapatkan melalui brainstorming dengan para staff di unit transmisi. Dimana pengolahan performansi serta biaya yang dikeluarkan dapat dilihat pada lampiran. Setelah dilakukan pengolahan data kuisioner, maka value yang 11

diperoleh untuk masing-masing kombinasi usulan perbaikan sebagai berikut: melihat penghematan biaya yang terjadi akibat dari tiap waste. Dimana setiap improve yang dilakukan menimbulkan biaya tambahan yang cukup besar. PLN mendapatkan keuntungan untuk tiap-tiap kombinasi yang direkomendasikan. Alternatif C = Rp.344.000.000 x 45,7 x Rp.352.500.000 Rp.8.500.000 = Rp. 651.950.823.529,4117 Alternatif B&C = Rp.344.000.000 x 47,45 x Rp.432.500.000 Rp.88.500.000 = Rp.79.769.615.819,2090 Perhitungan value Setelah diperoleh hasil diatas maka terdapat 3 kombinasi perbaikan yang terbaik. Dimana kombinasi usulan terbaik pertama adalah alternatif C yaitu dengan pengadaan alat pengontrol Untuk trafo & generator. Usulan terbaik kedua adalah alternatif B,C yaitu penggantian Trafo dan pengadaan alat pengontrol Untuk trafo & generator. Usulan terbaik ketiga adalah melakukan semua alternatif perbaikan A,C,D yaitu penggantian Generator, pengadaan alat pengontrol Untuk trafo & generator,dan penambahan jarak antar Tiang Listrik. Pada alternatif yang lain tidak diterima bisa jadi dikarenakan performa yang tidak meningkat dalam artian terjadi trade off pada beberapa kriteria sebagai contoh alternatif A,C yaitu yang terlalu minim value yang didapatkan. Sedangkan penyebab lain ditolaknya alternatif karena peningkatan performa di ikuti oleh biaya yang dikeluarkan terlalu besar, sehingga nilai value menjadi rendah. 6.4 Penghematan biaya Penghematan biaya ini dimaksudkan seberapa besar perusahaan mendapatkan manfaat dari alternaitf yang terbaik, dengan Alternatif A,C,&D = Rp.344.000.000 x 46,45 x Rp.373.500.000 Rp.29.500.000 = Rp. 202.307.857.627,1186 Kombinasi C memiliki keuntungan Rp.651.950.823.529,4117 Kombinasi B,C memiliki keuntungan Rp.79.769.615.819,2090 Kombinasi A,C,D memiliki keuntungan Rp. 202.307.857.627,1186 selisih antara penghematan biaya akibat alternatif ini dengan biaya tambahan yang terjadi untuk mengaplikasikan alternatif tersebut. DAFTAR PUSTAKA Bagus Satrio, Bintang (2006), Pengurangan waste pada Produksi Garam dengan 12

Pendekatan Lean Six Sigma Menggunakan Metode FMEA PT. Susanti Megah Surabaya. Surabaya : Tugas Akhir JurusanTeknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh November Taylor, D. and Brunt, D. (2001). Manufacturing Operations and Supply Chain Management : The Lean Approach. High Holborn, London : Thomson Learning. Gaspersz, Vincent. (2007), Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Gaspersz, Vincent. (2002), Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi Dengan ISO 9001:2000, MBNQA, dan HACCP. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Hines, Peter, and Taylor, David. (2000), Going Lean. Proceeding of Lean Enterprise Research Centre Cardiff Business School, UK Hines, Peter and Rich, Nick (1997), The Seven Value Stream Mapping Tools. Lean Enterprises Research Center, Cardiff Business School, Cardiff, UK. International Journal Of Operation And Production Management. Vol. 1, No. 1, pp. 46-04. Pande, Peter S, Neuman Robert P, and Roland R.Cavanagh (2002), The Six Sigma Way : TeamFieldbook, an Implementation Guide for Process Improvement. McGraw-Hill Pujawan, I Nyoman, (2005), Supply Chain Management. Surabaya : Penerbit Guna Widya Rizal Basuki, Muhammad. (2007), Evaluasi dan perbaikan proses produksi genteng beton dengan pendekatan Lean Sixsigma di plat beton ringan (Studi Kasus : PT Varia Usaha Beton). Waru-Surabaya : Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember 13