BAB II LANDASAN TEORI. Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai hasrat karyawan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik,

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakpastian yang tinggi telah menuntut organisasi-organisasi modern untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masykarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas RI

1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan perlu dikembangkan untuk mendukung kelangsungan dan keberhasilan

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu

BAB II LANDASAN TEORI. memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai

HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam. pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah

BAB II TELAAH PUSTAKA. mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan RI mengatakan bahwa untuk mencapai Indonesia Sehat pada tahun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kecil. Salah satunya adalah kepercayaan diri (Self Confidence). Kepercayaan diri

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi. Penelitian mengenai engagement dalam pekerjaan yang berkembang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Work Engagement. Work engagement atau worker engagement merupakan sebuah konsep

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satunya adalah cabang Solo Raya dan Madiun Raya. Pada bulan April 2016

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga banyak yang menyebut keterikatan kerja merupakan old wine in

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia pendidikan saat ini menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan

HUBUNGAN ANTARA SELF DETERMINATION DENGAN KETERIKATAN KERJA (WORK ENGAGEMENT) PADA KARYAWAN PT JAPFA COMFEED INDONESIA CABANG SIDOARJO

Pada era globalisasi saat ini, teknologi kesehatan berkembang semakin pesat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel gaya

BAB II LANDASAN TEORI. Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement

BAB III METODE PENELITIAN. Obyek Penelitian ini adalah sense of humor dan penyesuaian diri pada remaja

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian diartikan sebuah cara untuk menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius

STUDI KORELASI ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN TINGKAT STRESS PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNPAD YANG SEDANG MENYUSUN USULAN PENELITIAN SKRIPSI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Permasalahan. memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama untuk

yang memiliki peran penting dalam perusahaan karena mereka akan berhubungan dengan para pelanggan. Dalam masyarakat, karyawan pemasaran sering kali

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN OUTSOURCING DIVISI KARTU KREDIT PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK.

SELF REGULATION, KEPUASAN TERHADAP INFORMASI PEKERJAAN DAN WORK ENGAGEMENT: Studi Kasus pada Dosen FISIP UT

BAB I PENDAHULUAN. keuangan, kemampuan marketing, dan sumber daya manusia (SDM).

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

GAMBARAN WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN DI PT EG (MANUFACTURING INDUSTRY)

untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat.

BAB I PENDAHULUAN. segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang telah ditetapkannya sendiri. Chaplin (2006) Life Satisfaction adalah satu

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang bernama Gallup pada tahun 1990-an. Menurut survei Global,

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. seperti yang tercantum dalam UU NO.36/2009 pengertian kesehatan adalah keadaan sehat,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Employee engagement merupakan rasa keterikatan secara emosional

Hubungan employee engagement dan burnout pada karyawan divisi IT

BAB III METODE PENELITIAN

KEPRIBADIAN PROAKTIF DAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN PT PLN (PERSERO) DISTRIBUSI JAWA TENGAH DAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tidaknya hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keadaan ekonomi yang kurang baik membuat setiap keluarga di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap organisasi. Banyak usaha dan daya yang dilakukan untuk mengatasi,

BAB I PENDAHULUAN. seorang peserta didik adalah belajar. Menurut Gagne (Hariyanto, 2010), belajar

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. meletakkan hubungan dari proses berpikir. Orang yang intelligent adalah

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap hasil penelitian. Kegiatan penelitian harus mengikuti langkah-langkah

BAB I PENDAHULUAN. (Kurniawati, 2013). Begitu pula seperti yang tercantum dalam UU No.20/2003

sumber daya manusianya. Hal ini disebabkan karena dunia kerja memiliki tuntutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

EMOTIONAL INTELLIGENCE MENGENALI DAN MENGELOLA EMOSI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN Hogan Assessment Systems Inc.

BAB 1 PENDAHULUAN. Karyawan perusahaan sebagai makhluk hidup merupakan sumber daya

Peran Dukungan Sosial di Tempat Kerja Terhadap Keterikatan Kerja Karyawan

Hubungan Sense of Humor dan Psychological Well Being Pada Komunitas Stand Up Comedy. Nama : Sharen Ruth Christianty NPM :

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia (SDM) adalah pelaksanaan job analysis, perencanaan SDM,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

Gambaran Keterikatan Kerja pada Dosen-Tetap Ditinjau dari Karakteristik Personal

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Jones (2007) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara seorang

Salah satu tantangan terbesar perusahaan dalam persaingan di pasar global. engaged menjadi sangat berharga dalam mendukung kinerja perusahaan karena

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

EMOTIONAL INTELLIGENCE MENGENALI DAN MENGELOLA EMOSI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN Hogan Assessment Systems Inc.

Bentuk-bentuk Gejala Jiwa dan Implikasinya dalam Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN RESILIENSI PADA REMAJA PERTENGAHAN PASCA PUTUS CINTA DI SMAN 20 BANDUNG

BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis employee engagement di

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi yang efektif semakin menyadari bahwa faktor yang sangat

ADVERSITY QUOTIENT DAN PSYCHOLOGICAL CAPITAL DALAM MENENTUKAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN

BAB I PENDAHULUAN. adalah DKI Jakarta sehingga selain sebagai pusat pemerintahan, Jakarta juga merupakan pusat

BAB II KAJIAN TEORI. Gorontalo maupun di perputakaan fakultas Sastra dan Budaya maupun di internet.

OPTIMALISASI KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK MELALUI MEDIA GAMBAR DI TK KARTIKA 1-18 AMPLAS. Yenni Nurdin 1) dan Umar Darwis 2) UMN Al Washliyah

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Work Engagement 2.1.1 Definisi Work Engagement Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai hasrat karyawan terhadap peran mereka dalam pekerjaan, dimana mereka akan mengikatkan diri dengan pekerjaannya, kemudian akan bekerja dan mengekspresikan diri secara fisik, kognitif, dan emosional. Aspek fisik yaitu energi fisik yang dikerahkan oleh karyawan dalam melaksanakan perannya dalam pekerjaan, aspek kognitif mengacu pada keyakinan karyawan terhadap organisasi, dan aspek emosional lebih mengacu pada bagaimana perasaan karyawan apakah merasakan hal positif atau negatif pada organisasi atau perusahaan. Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, dan Bakker mengatakan bahwa Engagement didefinisikan sebagai suatu hal yang positif, pemenuhan dalam menjalankan tugas pekerjaan, serta cara pandang bekerja yang berhubungan dengan keadaan pikiran yang ditandai oleh adanya vigor, dedication, dan absorption (Schaufeli & Bakker, 2003). Agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik maka diperlukan adanya motif-motif untuk mencapai tujuan apa yang telah direncanakan. Work engagement menjadi salah satu kondisi yang dapat menggambarkan keterlibatan seseorang dalam mencapai performa kinerja yang optimal. Work engagement adalah sebuah kondisi di mana seseorang memiliki pikiran yang positif sehingga ia mampu mengekspresikan dirinya baik secara fisik, kognitif dan afektif dalam melakukan pekerjaan (Schaufeli & Bakker, 2003). 10

Work engagement merupakan sikap positif karyawan terhadap organisasi dan nilai-nilai organisasi, dengan pandangan inilah maka karyawan dapat merasa terikat dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya sehingga dapat menciptakan suatu dorongan positif untuk berhasil mencapai tujuan dan kesuksesan dalam bekerja. Karyawan yang engaged memiliki kesadaran dalam konteks bisnis dan bekerja dengan rekan kerja untuk meningkatkan kinerja dalam pekerjaan untuk keuntungan organisasi. Kesadaran bisnis yang dimiliki oleh karyawan akan membuat mereka memberikan upaya yang terbaik demi kepentingan bersama (Robinson, Perryman, & Hayday, 2004). Work engagement merupakan bentuk motivasi intrinsik di mana perilaku tersebut dilakukan untuk dirinya sendiri, untuk mengalami kesenangan dan antusiasme yang melekat dalam kegiatan pekerjaan (Vallerand, 1997; Demerouti, Bakker, & Gevers, 2015). Bakker dan Leiter (2010) menyatakan bahwa ketika karyawan engaged, mereka merasa terdorong untuk berusaha maju menuju tujuan yang menantang, mereka menginginkan kesuksesan. Lebih lanjut, work engagement merefleksikan energi karyawan yang dibawa dalam pekerjaan. Ciri-ciri karyawan yang engaged tidak hanya mempunyai kapasitas untuk menjadi energik, tetapi mereka secara antusias mengaplikasikan energi yang dimiliki pada pekerjaan mereka (Bakker & Leiter, 2010). Work Engagement melebihi sebuah respon cepat dari seorang karyawan terhadap tugas dan pekerjaan, lebih jauh lagi work engagement merupakan komitmen pribadi dan refleksi dari energy dalam diri karyawan yang mereka bawa saat bekerja untuk memenuhi tujuan mereka dalam meraih kesuksesan di dunia kerja (Bakker & Leiter, 2010). 11

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa work engagement adalah upaya seorang individu untuk mengikatkan diri dengan pekerjaannya yang ditunjukkan dalam bentuk sikap positif seperti rasa bangga, merasa tertantang, dan antusias. Oleh karena itu, work engagement karyawan ditandai dengan tingkat energi yang tinggi dan totalitas yang kuat dengan pekerjaannya. 2.1.2 Ciri ciri Karyawan yang Engaged Robinson, Perryman, & Hayday (2004) menjelaskan beberapa ciri / perilaku yang engaed diantaranya: 1) Percaya kepada organisasi. 2) Tertarik untuk bekerja lebih baik. 3) Memahami konteks bisnis perusahaan dan gambaran besar perusahaannya. 4) Kerelaan untuk bertindak lebih. 5) Selalu mengikuti perkembangan yang ada di lapangan. 2.1.3 Dimensi Work Engagement Berdasarkan Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, Bakker bahwa work engagement merupakan hal positif, yang terkait dengan keadaan pikiran yang ditandai dengan vigor, dedication dan absorption maka Schaufeli dan Bakker (2003) mengkonseptualisasikan bahwa dimensi work engegement ada tiga, yakni: 1) Vigor: merupakan ketahanan energi dan mental yang kuat selama bekerja, keberanian untuk berusaha sekuat tenaga dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, dan tekun dalam menghadapi kesulitan kerja. 2) Dedication: mengacu pada perasaan penuh makna, antusias, bangga dalam pekerjaan, dan merasa terinsipirasi serta tertantang olehnya. Di samping 12

itu mereka biasanya merasa antusias dan bangga terhadap pekerjaan mereka. 3) Absorption: mengacu pada konsentrasi penuh dan mendalam, tenggelam dalam pekerjaan dimana waktu berlalu terasa cepat dan sulit memisahkan diri dari pekerjaan karena terlalu asyik dengan pekerjaan mereka. 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mendorong Work Engagement Menurut Bakker dan Demerouti (2008) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi work engagement, diantaranya: 1) Job Resources Job Resources merujuk pada aspek lingkungan seperti fisik, sosial maupun organisasional dari pekerjaan yang memungkinkan individu untuk mengurangi tuntutan pekerjaan baik psikologis maupun fisiologis yang berhubungan dengan pekerjaan tersebut, membantu seseorang mencapai tujuan, serta menstimulasi pertumbuhan personal, pembelajaran, dan perkembangan. 2) Personal Resources Personal resources merujuk kepada karakteristik yang dimiliki oleh karyawan seperti kepribadian, sifat, usia, dan lain-lain. Personal resources merupakan kemampuan seseorang untuk mengontrol dan mempengaruhi lingkungannya secara sukses. Beberapa tipikal personal resources antara lain seperti self efficacy, optimism, & personality. 13

2.1.5 Pengukuran Work Engagement Schaufeli dan Bakker (2003) menjelaskan bahwa Utrecht Work Engagement Scale (UWES) telah dikembangkan yang mencakup tiga aspek merupakan work engagement: vigor, dedication, dan absorption. Vigor dinilai oleh enam item. Dedication diukur melalui enam item, begitupun absorption diukur melalui enam item yang kemudian membentuk skala UWES-17. Seiring perkembangan, Schaufeli & Bakker melakukan penyempurnaan pada pengembangan kuesioner singkat untuk mengukur work engagement yang berhubungan dengan pekerjaan positif dari pemenuhan dalam menjalankan tugas pekerjaan yang ditandai dengan vigor, dedication, dan absorption. Data dikumpulkan di 10 negara yang berbeda (n = 14.521), dan hasil menunjukkan bahwa 17-item UWES dapat disingkat menjadi 9 item (UWES-9). Validitas faktorial dari UWES-9 ditunjukkan menggunakan analisis faktor konfirmatori, dan tiga nilai skala memiliki konsistensi internal yang baik dan keandalan tes-tes ulang. Hasil ini mengkonfirmasi bahwa work engagement dapat dipahami sebagai antipoda positif burnout. Hal ini disimpulkan bahwa skor UWES-9 skor memiliki sifat psikometrik diterima dan bahwa instrumen tersebut dapat digunakan dalam studi tentang perilaku organisasi positif (Schaufeli, Bakker, & Salanova, 2006). Kemudian Seppala., et al (2009) juga menguji penggunaan skala pengukuran Utrecht Work Engagement Scale untuk mengukur work engagement pada masyarakat Finlandia dengan n=9.404. Seppala., et al (2009) menguji kuesioner UWES yang terdiri dari 17 item (UWES-17), yang mengukur tiga dimensi yang mendasari work enga gement: vigor (enam item), dedication (lima item), dan absorbtion (enam item) serta versi pendek dengan 9-item skala UWES 14

(UWES-9) yang terdiri dari vigor (tiga item), dedication (tiga item), dan absorbtion (tiga item). Berdasarkan penelitiannya, ia menyimpulkan versi pendek dari UWES 9 memiliki validitas konstruk yang baik sehingga ia merekomendasikan skala UWES-9 dalam penelitian masa depan. 2.2 Konsep Sense of Humor 2.2.1 Definisi Sense of Humor Humor sekarang ini memiliki definisi yang cukup luas, Martin (2007) menjelaskan bahwa homor merujuk kepada semua bentuk tawa, termasuk lelucon, stand-up komedi, komedi televisi, sindiran politik dan ejekan. Humor adalah aktivitas yang membuat tertawa. Humor adalah aktivitas manusia yang terjadi pada semua jenis interaksi sosial. Meskipun terlihat tidak serius, namun humor berhubungan dengan kognitif, dan fungsi emosional seseorang. Hal ini dapat dikatakan bahwa humor adalah istilah luas yang mengacu pada sesuatu yang orang katakan atau lakukan, yang dianggap lucu dan cenderung membuat orang lain tertawa (Martin, 2007). Humor pada hakekatnya adalah emosi positif yang ada pada individu. Humor merupakan kecenderungan individu untuk bersikap positif pada lingkungan atau individu lain, dengan menampilkan perilaku tersenyum dan tertawa (Suyasa, 2010). Humor sesuai dengan kondisi emosional yang positif dan dikenal menjadi indikator kesehatan mental. Untuk mengetahui potensi manfaat humor biasanya menggunakan definisi operasional yang luas yang dapat mencakup unsur-unsur yang tidak akan dianggap sehat atau diinginkan dalam formulasi 15

masa lalu (Martin, 2007). Formulasi ini menunjukkan bahwa kesehatan psikologis tidak hanya berhubungan dengan kehadiran beberapa jenis humor adaptif tetapi juga tidak adanya bentuk yang lebih maladaptif humor. Pandangan ini menganggap humor sebagai komponen dari psikologi positif. Salah satu tantangan dari penelitian tentang humor dalam konteks psikologi positif adalah untuk mengidentifikasi aspek-aspek atau komponen dari konstruk humor paling relevan dengan kesehatan mental dan keberhasilan adaptasi (Szabo, 2003; Martin, 2007). Humor merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia normal, sebagai sarana berkomunikasi / interaksi untuk menyalurkan ide, pelampiasan tekanan problematik yang dialami seseorang, dan memberikan suatu wawasan yang arif sambil tampil menghibur (Rahmanadji, 2007). Untuk merasakan interaksi humor maka individu harus memiliki kepekaan humor atau rasa atau selera (sense of humor) yang tinggi. Individu yang mempunyai kemampuan mempersepsikan, mengapresiasikan, bahkan menikmati humor dikatakan sense of humor (Hughes, 2008). Thorson dan Powell (1993) menyatakan bahwa sense of humor merupakan konsep yang multidimensional, yang berarti sense of humor yang dimiliki oleh seseorang tidak hanya ditunjukkan melalui satu dimensi seperti kemampuan seseorang untuk menciptakan humor melainkan juga menunjukkan dimensi lainnya seperti kemampuan bereaksi, menghargai, bahkan menyelesaikan masalah menggunakan humor. Kemudian Martin (2007) mendefinisikan sense of humor sebagai semua hal ketika seseorang secara verbal mengungkapkan atau melakukan dengan cara yang akan dianggap sebagai lucu dan menyebabkan orang lain tertawa. Ini adalah prosedur kognitif yang terlibat dalam penciptaan dan 16

persepsi setiap stimulus yang lucu sebagai akibat menciptakan respons emosional yang terlibat dalam kenikmatannya. Memiliki sense of humor mencakup banyak manfaat. Individu dengan sense of humor yang besar lebih termotivasi, ceria, dapat dipercaya, dan memiliki harga diri lebih tinggi (Tariq & Khan, 2013). Hal ini karena sense of humor adalah kepribadian multidimensi yang mengacu pada perbedaan kebiasaan individu dalam segala macam perilaku, pengalaman, mempengaruhi, sikap, dan kemampuan yang berkaitan dengan humor. Orang dengan sense of humor tinggi lebih mungkin untuk memahami situasi, lebih sedikit stres, dapat mengatasi suatu hal dengan baik, menggunakan penilaian yang positif, dan mengadopsi lebih baik pemecahan masalah strategis. Individu tersebut mereka menunjukkan hubungan interpersonal yang lebih baik dan tingkat motivasi yang lebih tinggi, lebih kompeten, dan memiliki kekhawatiran rendah dibandingkan dengan sense of humor yang rendah. Sense of humor berhubungan positif dengan kecerdasan, kreativitas, keceriaan, optimisme, harga diri, dan harapan dan sebaliknya berhubungan negatif dengan neurotisme, depresi, kecemasan, dan stress (Madhan., et al, 2013). Beberapa dekade terakhir, penelitian psikologi berubah arah ke psikologi positif. Fokus yang sebelumnya melihat dari aspek-aspek negatif kini beralih ke aspek optimis, seperti kebahagiaan, keberanian, dan sense of humor (Tariq & Khan, 2013). Sense of humor merupakan kecenderungan individu untuk bersikap positif pada lingkungan atau individu lain, dengan menampilkan perilaku tersenyum, ceria, dan tertawa (Suyasa, 2010). Sense of humor juga dapat diartikan sebagai ciri kepribadian yang memungkinkan seorang individu untuk memahami, 17

menghasilkan dan menghargai hiburan untuk tujuan kenikmatan dan tawa. Sebagian humor dikaitkan dengan keadaan emosional yang menyenangkan (Pande, 2014). Dengan menciptakan sense of humor dalam organisasi karyawan, dapat meningkatkan kepercayaan, harapan, optimisme dan ketahanan sebagai karyawan (Hajloo, 2013). Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian sense of humor adalah kepekaan dan kemampuan seseorang untuk menangkap suatu hal yang menghibur, lucu, kesenangan, candaan, tawa, dan bagaimana seseorang bersikap positif pada lingkungan atau individu lain dengan menampilkan perilaku senyum, ceria, dsb. 2.2.2 Manfaat Humor Humor di tempat kerja menyajikan berbagai fungsi, termasuk dapat membangkitkan moral pekerja dan lingkungan kerja yang produktif, serta orangorang yang berkontribusi dalam sebuah kerja tim. Humor berguna untuk menghilangkan ketegangan dan membuat suasana kerja menjadi tidak kaku (Fry, 1994; Martin, 2004). Humor juga dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan atau fungsi, diantaranya sebagai pelengkap dalam keterampilan kepemimpinan, untuk memfasilitasi komunikasi, sebagai penghambat agresifitas, untuk memfasilitasi proses terapi, dan untuk mengurangi tingkat stres (Suyasa, 2010). Humor sangat berperan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini dapat dilihat dari fungsi humor itu sendiri didalam kehidupan. Martin (2007), membagi humor dalam 4 fungsi yaitu : 18

1. Fungsi Fisologis Humor dapat mengalihkan susunan kimia internal seseorang dan memberikan dampak yang besar kepada tubuh, termasuk sistem syaraf, sistem kekebalan tubuh, sistem pengatur hormon, dan juga kesehatan kulit serta indra ragawi. 2. Fungsi Psikologis Humor efektif membantu seseorang dalam menghadapi tekanan dan masalah. Kemampuan untuk menggunakan humor dalam berbagai situasi membantu seseorang untuk mengatasi krisis dalam hidupnya dan humor dapat membantu membuat seseorang lebih santai dalam menghadapi gejolak perubahan dan ketidakpastian. 3. Fungsi Pendidikan Humor membuat seseorang lebih waspada dan tenang dalam berinteraksi. Humor merupakan alat belajar yang efektif digunakan karena humor dapat membuat penyampaian suatu materi menjadi lebih menyenangkan sehingga proses penyaringan dan penyimpanan informasi lebih maksimal. Humor juga merupakan alat persuasif yang sangat efektif. 4. Fungsi Sosial Humor tidak hanya membuat seseorang disukai oleh perorangan maupun kelompok, humor juga dapat membuat sesorang mampu beradaptasi dalam lingkungan baru atau dalam kelompok yang berbeda. 19

2.2.3 Dimensi Sense of Humor Fahri (2013) menjelaskan beberapa dimensi sense of humor berdasarkan Thorson dan Powell yakni humor production, coping with humor, humor appreciation, dan attitudes toward humor: 1. Humor production, yakni kemampuan individu dalam menentukan ide atau gagasan maupun dalam menciptakan materi-materi humor atau hal-hal yang bersifat jenaka atau lucu. 2. Coping with humor, yakni humor afektif untuk menolong individu menghadapi kesulitan. Merupakan salah satu yang dapat digunakan untuk mengatasi krisis hidup, sebagai perlindungan terhadap perubahan dan ketidaktentuan, selain itu humor juga berfungsi sebagai pemeliharaan dalam diri yaitu suatu cara sehat yang dilakukan individu untuk merasakan jarak antara dirinya dengan masalah. Suatu cara menghindarkan diri dari masalah dan memandang dari sudut pandang yang berbeda. 3. Humor appreciation, pengetahuan atau penghargaan individu terhadap humor atau segala sesuatu yang berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya jenaka atau lucu. 4. Attitudes toward humor, suatu tingkah laku atau perasaan, baik itu positif maupun negatif terhadap sesuatu lelucon atau humor yang tercermin dalam perasaan senang, menerima, atau setuju. 2.2.4 Pengukuran Sense of Humor Multidimensional Sense of Humor Scale (MSHS) adalah kebutuhan pengukuran dalam penelitian yang memungkinkan studi humor dari perspektif 20

multidimensi yang luas. Pendekatan ini dalam arti bagaimana seseorang melihat dunia secara keseluruhan. Ini membedakan antara "sense of humor" dan "humor" (Johnson & Mc Cord, 2010). Setelah serangkaian pemeriksaan analisis faktor, empat faktor yang diekstraksi untuk membentuk MSHS kuesioner. Skala ini menggunakan 24 item untuk menilai beberapa elemen dari konstruk sense of humor. Keempat faktor yang diukur adalah: (1) Humor Production, (2) Coping of Humor, (3) Humor appreciation, dan (4) Attitude towards Humor (Thorson & Powell, 1993). Berdasarkan pengukuran tersebut, penelitian ini menggunakan instrumen MSHS. Hal ini mengatasi kompleksitas dalam penelitian sense of humor yang menunjukkan kebutuhan untuk pengembangan, konsepsi multi-dimensi yang luas dari sense of humor dan pemahaman tentang bagaimana humor berhubungan dengan konteks yang lebih besar dari kepribadian secara keseluruhan, salah satunya adalah work engagement. Skala ini dirancang untuk memetakan beberapa faktor sense of humor terhadap semua domain kepribadian dan aspek terkait tertentu dalam rangka untuk mendapatkan pemahaman yang lebih luas dan lebih dalam dari perbedaan individu tertentu termasuk hubungan antara sense of humor dengan work engagement. 2.3 Kerangka Berpikir Sumber daya manusia merupakan aset organisasi yang sangat vital, sehingga peran dan fungsinya tidak bisa digantikan oleh sumber daya lainnya. Betapapun modern teknologi yang digunakan, atau seberapa banyak dana yang disiapkan, tanpa sumber daya manusia yang profesional, semuanya tidak 21

bermakna (Badriyah, 2015). Dalam mencapai tujuan suatu organisasi atau perusahaan diperlukan sumber daya yang berkualitas, dimana mereka diharapkan bisa saling bahu membahu melakukan peran dan fungsi masing-masing kelompok dalam melaksanakan tanggung jawab yang telah diberikan. Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai penguasaan karyawan sendiri terhadap peran mereka dalam pekerjaan, dimana mereka akan mengikatkan diri dengan pekerjaannya, kemudian akan bekerja dan mengekspresikan diri secara fisik, kognitif, dan emosional. (Robinson, Perryman, & Hayday, 2004) mendefinisikan work engagement sebagai sikap positif karyawan terhadap organisasi dan nilai-nilai organisasi. Karyawan yang engaged memiliki kesadaran dalam konteks bisnis dan bekerja dengan rekan kerja untuk meningkatkan kinerja dalam pekerjaan untuk keuntungan organisasi. Menurut Bakker dan Demerouti (2008) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi work engagement, salah satu diantaranya ialah job resources. Job resources merujuk pada aspek lingkungan seperti fisik, sosial maupun organisasional dari pekerjaan individu. Aspek lingkungan yang mungkin bisa mempengaruhi work engagement karyawan pada penelitian ini ialah sense of humor. Kemudian Martin (2007) mendefinisikan sense of humor sebagai semua hal ketika seseorang secara verbal mengungkapkan atau melakukan dengan cara yang akan dianggap sebagai lucu dan menyebabkan orang lain tertawa. Martin (2007) juga menjelaskan bahwa humor di tempat kerja menyajikan berbagai fungsi, termasuk dapat membangkitkan moral pekerja dan lingkungan kerja yang 22

produktif, serta orang-orang yang berkontribusi dalam sebuah kerja tim. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dijelaskan dalam gambar 2.3 di bawah ini. Sense of Humor: Humor Production Coping with Humor Humor Appreciation Work Engagement Attitudes Toward Humor Gambar 2.3 Kerangka Berpikir 2.4 Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. H01 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara humor production dengan work engagement pada karyawan PT. Xyz Head Office Jakarta. H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara humor production dengan work engagement pada karyawan PT. Xyz Head Office Jakarta. b. H02 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara coping with humor dengan work engagement pada karyawan PT. Xyz Head Office Jakarta. H2 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara coping with humor dengan work engagement pada karyawan PT. Xyz Head Office Jakarta. 23

c. H03 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara humor appreciation dengan work engagement pada karyawan PT. Xyz Head Office Jakarta. H3 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara humor appreciation dengan work engagement pada karyawan PT. Xyz Head Office Jakarta. d. H04 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara attitudes toward humor dengan work engagement pada karyawan PT. Xyz Head Office Jakarta. H4 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara attitudes toward humor dengan work engagement pada karyawan PT. Xyz Head Office Jakarta. e. H05 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara sense of humor (humor production, coping woth humor, humor appreciation, attitude toward humor) dengan work engagement pada karyawan PT. Xyz Head Office Jakarta. H5 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara sense of humor (humor production, coping woth humor, humor appreciation, attitude toward humor) dengan work engagement pada karyawan PT. Xyz Head Office Jakarta. 24