V. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
III. BAHAN DAN METODE

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2003 dan 2007

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

ARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD. Oleh : Linda Dwi Rohmadiani

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian pada bab sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA)

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

, 2016 KAJIAN RUANG TERBUKA HIJAU D AN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGEN D I KAMPUS UNIVERSITAS PEND IDIKAN INDONESIA (UPI) BAND UNG

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN

STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN

IV. METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Definisi Pertumbuhan Penduduk dan Kepadatan Penduduk

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA PEMATANG SIANTAR

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

PENDAHULUAN Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

V HASIL DAN PEMBAHASAN

III PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

Momentum, Vol. 11, No. 2, Okt 2015, Hal ISSN , e-issn KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA PACITAN

Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

Oleh Yuliana Suryani Dosen Pembimbing Alia Damayanti S.T., M.T., Ph.D

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

Tabel 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida. (ton) ,19 52,56 64,59 85,95 101, , , ,53

PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBYEK PENELITIAN

TELAAH RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PERTANIAN DAN KEHUTANAN PROPINSI DKI JAKARTA*) Oleh: Tarsoen Waryono **) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kota pada Kawasan Padat, Studi Kasus di Wilayah Tegallega, Bandung

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa

METODOLOGI. Jawa Barat Kab. Kuningan Desa Ancaran. Gambar 2. Lokasi Penelitian

Kampus USU Medan Staf Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya Parapat km 10,5 Sibaganding-Parapat

Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Buangan Gas CO2 pada Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PERUBAHAN LUAS TUTUPAN LAHAN BERVEGETASI TERHADAP PENYERAPAN GAS CO 2 DI KOTA PONTIANAK

BAB IV ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA CIREBON

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2009:3). Metode penelitian yang

RINGKASAN. Kota Bogor, Ruang Terbuka Hijau, Pertumbuhan Penduduk, Kebutuhan Oksigen.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG

6.1.1 Hasil Analisis RTH pada Kabupaten Mimika. b. Hasil perhitungan berdasarkan status kepemilikan RTH eksisting: ha dengan pembagian:

BAB IV KONDISI UMUM KOTA BOGOR

KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON

1. Angka. 2. Angka Kering. beras atau. meningkat. meningkat dari 1,4. diperkirakan akan. Produksi ubi kayu 2010.

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. wilayah Sumatera dan Kalimantan. Puncak jumlah hotspot dan kebakaran hutan

Matrik Cascading Kinerja Dinas Tata Bangunan dan Kebersihan tahun 2016

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. PJP I telah mencapai sukses besar, yaitu mengantar Indonesia dari suatu negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA...

PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis Penghitungan Komponen Penduduk

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor ( 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009)

Transkripsi:

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Per Kecamatan Kota yang terdiri dari enam kecamatan memiliki proporsi jumlah penduduk yang tidak sama karena luas masing-masing kecamatan berbeda dan memiliki fasilitas yang terpusat serta tidak menyebar secara merata. Pada kurun waktu 1995-2008 jumlah penduduk Kota mengalami pertumbuhan penduduk yang stabil, walaupun terdapat beberapa pertumbuhan penduduk yang tinggi dan mengalami penurunan di beberapa titik tahun. Untuk memproyeksi jumlah penduduk Kota di tahun 2030, maka dibutuhkan model pertumbuhan yang tepat. Pada penelitian ini, model pertumbuhan yang digunakan adalah Kurva Gompertz/saturation, yaitu model pertumbuhan yang memiliki titik jenuh pada sebuah pertumbuhan, sehingga model pertumbuhan ini akan mengalami titik stasioner (tidak terus meningkat). Sehingga suatu kota akan memiliki batas ambang berapa jumlah penduduk yang dapat dipenuhi kebutuhannya. Metode ini terpilih karena memiliki nilai R 2 yang lebih tinggi dibanding dengan model pertumbuhan lainnya, seperti ditampilkan pada Tabel 5. Masing-masing kecamatan memiliki model pertumbuhan penduduk yang berbeda-beda, oleh karna itu pemodelan pertumbuhan penduduk dianalisis per jumlah penduduk per kecamatan, dengan titik tahun perhitungan dari tahun 1995 hingga tahun 2008. Model petumbuhan penduduk memiliki nilai R 2 atau koefisien determinasi. Tingginya nilai persentase dari koefisien determinasi tersebut menunjukkan bahwa pemodelan pertumbuhan penduduk yang digunakan adalah pemodelan yang mendekati pertumbuhan penduduk nyata di lapang. Nilai persentase koefisien determinasi terdapat pada selang 0-100%. Semakin tinggi presentasi nilainya, maka semakin menunjukan keadaan nyata di lapang, sebaliknya semakin rendah presentasi nilainya, maka semakin tidak menunjukan atau tidak sesuai dengan keadaan nyata di lapang. Perbandingan nilai R 2 masingmasing kecamatan kecamatan ditampilkan pada Tabel 6. 42

Tabel 5. Perbandingan nilai R 2 Masing-masing Kecamatan. Model Pertumbuhan Selatan Timur Utara Tengah Barat Tanah Sareal Discrete Time 67 46 72 67 68 80 Continous Time 72 63 65 71 70 83 Eksponensial 61 60 66 61 64 72 Saturation 98,43 98,36 97,39 98,36 99,57 84,19 Nilai R 2 dan perhitungan hasil model proyeksi pertumbuhan penduduk per kecamatan Kota disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Tabel Model Persamaan Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota per kecamatan. Kecamatan R 2 (%) P t Selatan 98,43 349950,21exp 0,67 0,052 1 exp 0,67 0,052 Timur 98,36 232786,25exp 1,0 0,045 1 exp 1,0 0,045 Utara 97,39 250240,3exp 0,6 0,1 1 exp 0,6 0,1 Tengah 98,36 1145773exp 2,34 0,0042 1 exp 2,34 0,0042 Barat 99,57 390116,8exp 0,6 0,1 1 exp 0,6 0,1 Tanah Sareal 84,19 438971,1exp 1,1 0,047t 1 exp 1,1 0,047t 43

Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model pada Tabel 6 maka dapat diketahui bahwa model persamaan Kecamatan Barat memiliki nilai persentase koefisien determinasi tertinggi bila dibandingkan dengan 5 kecamatan lainnya, yaitu 99,57% dan Kecamatan Tanah Sareal memiliki nilai persentase terendah yaitu 84,19% namun angka ini tetap menunjukan bahwa pemodelan jumlah penduduk di Kecamatan Tanah Sareal mendekati keadaan nyata di lapang pada tahun 2030. Tabel 7. Tabel Pertumbuhan Penduduk Kota Ta hun Selatan Timur Utara Tengah Barat Tanah Sareal Jumlah 1995 122773 66598 98636 102521 143482 113903 647913 1996 132800 66764 101145 103650 146903 120143 671405 1997 131756 66976 101436 103973 150088 119651 673880 1998 133598 67443 101964 103545 151638 122326 680514 1999 134595 69004 109556 104390 157041 172108 746694 2000 136152 77257 110569 103414 164222 123098 714712 2001 150300 77025 136294 92436 166853 137421 760329 2002 154622 80747 138370 95690 175342 144652 789423 2003 160007 83924 144590 99790 181995 150401 820707 2004 163295 83907 148107 101162 184464 150636 831571 2005 166745 86978 149578 103176 190421 158187 855085 2006 170909 89237 153843 106075 195808 163266 879138 2007 176094 91609 161562 109039 198296 168532 905132 2008 179494 94329 166245 111952 205123 185061 942204 2030 269070 151362 238372 115449 371615.2 282620 1428488 Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model (Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa Kota diproyeksikan memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.428.488 jiwa pada tahun 2030. Dengan rincian masing-masing kecamatan sebagaimana uraian berikut : 44

300000 250000 200000 150000 100000 50000 0 Tahun Hasil Proyeksi Data BPS Gambar 14. Grafik data BPS dan hasil proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Selatan Jumlah Penduduk Kecamatan Selatan mengalami penurunan dari tahun 1996-1997. Namun pada tahun lainnya, jumlah penduduk terus meningkat hingga tahun 2008. Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model (Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa Kecamatan Selatan memiliki jumlah penduduk sebanyak 19% dari seluruh prediksi jumlah penduduk Kota pada tahun 2030, yaitu 269.070 jiwa. 160000 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009 2011 2013 2015 2017 2019 2021 2023 2025 2027 2029 Tahun Hasil Proyeksi Data BPS Gambar 15. Grafik data BPS dan hasil proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Timur 45

Jumlah Penduduk Kecamatan Timur mengalami pertumbuhan yang cukup besar dari tahun 1999-2000. Namun pada tahun lainnya, jumlah penduduk terus meningkat dengan stabil hingga tahun 2008. Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model (Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa Kecamatan Timur memiliki jumlah penduduk sebanyak 10% dari seluruh prediksi jumlah penduduk Kota pada tahun 2030, yaitu 151.362 jiwa. 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0 Hasil Proyeksi Tahun data BPS Gambar 16. Grafik data BPS dan hasil proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Utara Jumlah Penduduk Kecamatan Utara mengalami pertumbuhan yang cukup besar dari tahun 2000-2001. Namun pada tahun lainnya, jumlah penduduk terus meningkat dengan stabil hingga tahun 2008. Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model (Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa Kecamatan Utara memiliki penduduk sebanyak 17% dari seluruh prediksi jumlah penduduk Kota pada tahun 2030, yaitu 238.372 jiwa. 46

140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 Tahun Gambar 17. Grafik data BPS dan hasil proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Tengah Jumlah Penduduk Kecamatan Tengah mengalami penurunan pada tahun 2000-2001 kemudian mengalami pertumbuhan yang stabil hingga 2008. Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model (Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Kecamatan Tengah diproyeksikan mengalami peningkatan jumlah penduduk pada tahun 2030 hingga berjumlah 115.449 jiwa. 350000 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0 Tahun Gambar 18. Grafik data BPS dan hasil proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Barat 47

Dari tahun 1995 jumlah penduduk Kecamatan Barat mengalami pertumbuhan yang meningkat dengan stabil hingga tahun 2008. Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model (Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa Kecamatan Barat memiliki penduduk sebanyak 26% dari seluruh prediksi jumlah penduduk Kota pada tahun 2030, yaitu 371.615 jiwa. 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0 Tahun Gambar 19. Grafik data BPS dan hasil proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Tanah Sareal Pertumbuhan jumlah penduduk Kecamatan Tanah Sareal mengalami pertumbuhan yang cukup besar dari tahun 1998-1999 dan kembali turun pada 1999-2000 kemudian terus meningkat dengan stabil hingga tahun 2008. Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model (Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa Kecamatan Tanah Sareal memiliki penduduk sebanyak 20% dari seluruh prediksi jumlah penduduk Kota pada tahun 2030, yaitu 282.620 jiwa. 48

300000 250000 200000 150000 100000 50000 0 Tahun Gambar 20. Grafik data BPS dan hasil proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Pertumbuhan jumlah penduduk Kota mengalami pertumbuhan yang cukup besar pada tahun 1998-1999 dan kembali turun pada 1999-2000 kemudian terus meningkat dengan stabil hingga tahun 2008. Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model (Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa Kota memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.428.488 jiwa pada tahun 2030. Masing-masing kecamatan memiliki persentase jumlah penduduk yang berbeda-beda sesuai dengan pertumbuhan masing-masing kecamatan, persentase tersebut disajikan pada Gambar 11. 49

Tanah Sareal 282.620 20% Selatan 269.070 19% Barat 371.615 26% Tengah 115.449 8% Timur 151.362 10% Utara 238.372 17% Gambar 21. Grafik Proyeksi Presentasi Jumlah Penduduk Kota per Kecamatan di Tahun 2030 350000 300000 250000 200000 150000 100000 50000 timur selatan Utara Tengah Barat Tanah Sareal 0 Gambar 22. Grafik Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota per Kecamatan aaaaaaaaaaadi Tahun 2030 50

5.2. Proyeksi Kebutuhan RTH Kota Per Kecamatan Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk di Tahun 2030 Dengan diketahuinya proyeksi jumlah penduduk Kota per kecamatan, maka dapat pula dihitung kebutuhan RTH Kota dan per Kecamatan sesuai dengan standar kebutuhan RTH per orang pada Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05/PRT/M/2008, yaitu 2,53 m 2 /orang. Tabel 8. Proyeksi Kebutuhan RTH Kota dan per Kecamatan sesuai jumlah penduduk kota di tahun 2030 Kecamatan Jumlah Penduduk Kebutuhan RTH/kecamatan Kebutuhan RTH/ kecamatan Persen Luas RTH Terhadap Luas Kota (jiwa) (m 2 ) (ha) (%) Selatan 269.070 466.748,59 68,07 0,57 Timur 151.362 245.157,49 38,29 0,32 Utara 238.372 436.672,67 60,31 0,51 Tengah 115.449 267.907,43 29,21 0,25 Barat 371.615 529.683,37 94,02 0,79 Tanah Sareal 282.620 456.528,93 71,50 0,60 Jumlah 1.428.488 2.402.698,48 361,41 3,04 Sesuai dengan banyaknya jumlah penduduk, maka besar kecilnya kebutuhan RTH per kecamatan pun bergantung besar kecilnya jumlah penduduk. Pada Tabel 7, Kecamatan Barat memiliki angka kebutuhan RTH yang paling tinggi, yaitu 94,02 ha, luas ini merupakan 0,79% dari seluruh luas Kota. Kemudian Kecamatan Selatan dengan kebutuhan RTH seluas 0,57% dari luas Kota, yaitu 68,07 ha. Kecamatan Tanah Sareal membutuhkan RTH seluas 0,6% dari seluruh luas Kota, yaitu 71,50 ha. Kecamatan Utara membutuhkan RTH seluas 60,31 ha yang setara dengan 0,51% dari keseluruhan luas Kota. Kecamatan Tengah dengan luas wilayah paling sempit memiliki kebutuhan RTH seluas 0,25% dari luas keseluruhan Kota, atau setara dengan 29,21 ha. Kecamatan Timur memiliki luas kebutuhan RTH 0,32% dari luas Kota, yaitu seluas 38,21 ha. 51

Jumlah Kebutuhan RTH Kota seluas 361,4 ha apabila dibandingkan dengan luas Kota bogor, hanya membutuhkan 3,04% dari seluruh luas Kota. Jumlah ini masih di bawah standarisasi luas RTH yang harus dipenuhi oleh kawasan perkotaan sesuai dengan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05/PRT/M/2008 yaitu 30% dari total luas wilayah. Hasil dari metode ini masih memiliki kekurangan karena sumber data sekunder yang digunakan tidak terdapat jumlah penduduk yang hanya pulang-pergi tanpa tinggal di Kota. Seperti pada akhir minggu, jumlah individu meningkat akibat jumlah wisatawan domestik maupun asing yang berlibur maupun yang hanya berekreasi. Sehingga hasil dari proyeksi ini diduga masih di bawah dari angka yang sesungguhnya dibutuhkan. 5.3. Proyeksi Kebutuhan RTH Kota Per Kecamatan Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Kota Salah satu fungsi RTH perkotaan adalah fungsi ekologis salah satunya adalah memproduksi oksigen. Struktur batang, cabang, ranting, dan daun tetumbuhan dapat mereduksi bising, debu, dan view yang mengganggu Melalui proses-proses fisiologis, tumbuhan melakukan evapotranspirasi dan fotosintesis. Proses ini dapat menetralisir karbondioksida (CO2), memproduksi oksigen (O2), dan meningkatkan kadar uap air yang mendinginkan udara di sekitarnya pada siang hari. Untuk menghitung kebutuhan RTH sesuai kebutuhan oksigen kota, dibutuhkan data jumlah ternak dan kebutuhan oksigen ternak untuk masingmasing jenis ternak, data jumlah kendaraan dan kebutuhan bahan bakar serta jenis kendaraan, data jumlah industri dan kebutuhan oksigen masing-masing skala industrinya, serta jumlah penduduk dan kebutuhan oksigen masing-masing individu, dibutuhkan juga konstanta berat kering tanaman. Dari data tersebut dapat di prediksi pula proyeksi kebutuhan RTH pada titik tahun yang diinginkan dengan menggunakan perhitungan kebutuhan RTH sesuai Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05/PRT/M/2008. 52

Tabel 9. Proyeksi Kebutuhan RTH menurut kebutuhan oksigen Kota dan per Kecamatan di tahun 2030 Kecamatan Kendaraan Ternak Industri Penduduk Jumlah Berat Kering Tanaman (g/m2) 1 gram Berat Kering Tanaman (g/hari) Kebutuhan RTH (m2) Kebutuhan RTH (ha) a b C D a+b+c+d e F (a+b+c+d)/e.f (a+b+c+d)/e.f Selatan 95189789 17752,38 25374,12 269070 95501985 54 0,9375 1886458.97 188.65 Timur 47594894,5 8,076,007 25027,95 151362 47779360 54 0,9375 943789.83 94.38 Utara 85670810,1 31947,36 45050,31 238372 85986180 54 0,9375 1698492.45 169.85 Tengah 52354383,95 5,730,477 27530,75 115449 52503094 54 0,9375 1037098.16 103.71 Barat 104708767,9 42800,32 55061,49 371615 105178245 54 0,9375 2077594.96 207.76 Tanah Sareal 90430299,55 56178,43 47553,11 282620 90816651 54 0,9375 1793909.16 179.39 Jumlah 475948945 162485 225598 1428488 477765516 54 0,9375 9437343.53 943.73 Dari hasil pengolahan data perhitungan yang disajikan pada Tabel 9, luas proyeksi kebutuhan RTH kebutuhan oksigen, Kecamatan Barat seluas 207,76 ha, Kecamatan Selatan membutuhkan RTH seluas 188,65 ha. Kecamatan Tanah Sareal seluas 179,39 ha. Kecamatan Utara membutuhkan RTH seluas 169,85 ha. Kecamatan Tengah membutuhkan 103,71 ha dan Kecamatan Timur membutuhkan RTH seluas 94,38 ha. Tabel 10. Proporsi RTH Sesuai Kebutuhan Oksigen Tiap Kecamatan Terhadap Luas Kecamatan Kecamatan Kebutuhan RTH/kecamatan Luas Wilayah Kebutuhan RTH/kecamatan (ha) (ha) (%) Selatan 188,65 3.081 6,12 Timur 94,38 1.015 9,30 Utara 169,85 1.772 9,59 Tengah 103,71 813 12,76 Barat 207,76 3.285 6,32 Tanah Sareal 179,39 1.884 9,52 Kota 943,73 11.85 7,96 Masing-masing persentase luas kebutuhan RTH sesuai kebutuhan oksigen dapat dilihat dari Tabel 10. Total proyeksi kebutuhan luas RTH sesuai dengan kebutuhan oksigen, kota membutuhkan RTH seluas 943,73 ha, atau setara dengan 7,96% dari seluruh luas wilayah Kota. Konstanta yang digunakan 53

dalam perhitungan merupakan konstanta berat kering tanaman untuk tanaman dalam hutan kota, sehingga yang menjadi arahan RTH adalah RTH sebagai hutan kota. Hasil dari metode ini masih memiliki kekurangan karena sumber data sekunder yang ada tidak sesuai 100% dengan data di lapang, data sekunder untuk jumlah kendaraan di Kota, tidak dapat dihitung jumlah pasti kendaraan selain plat nomer Kota, kendaraan yang hanya melewati Kota, namun tidak berdomisili di Kota pun tidak ada datanya. Sehingga angka perhitungan RTH sesuai kebutuhan oksigen Kota ini diperkirakan masih lebih rendah dari angka kebutuhan seharusnya. 5.2. Arahan dan Pola Penyebaran Proyeksi Kebutuhan RTH Kota Per Kecamatan Kota Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Kota dan Jumlah Penduduk di Tahun 2030 Pembuatan peta pola penyebaran arahan RTH mengunakan jumlah luasan RTH dari perhitungan kebutuhan RTH sesuai jumlah penduduk dan kebutuhan oksigen Kota. Arahan pola sebaran RTH adalah penentuan daerah mana yang tidak boleh dibangun, bukan menentukan daerah mana yang boleh dibangun. Arahan sebaran RTH berdasarkan kebutuhan penduduk ditampilkan pada Gambar 24 dan berdasarkan kebutuhan oksigen pada Gambar 23. Kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk di Kota paling besar distribusinya adalah Kecamatan Barat yaitu seluas 94,02 ha karena Kecamatan Barat memiliki jumlah penduduk paling banyak dibandingkan kecamatan lainnya. Sebaran RTH di kecamatan ini merata di setiap desanya karena pemukiman cenderung tersebar merata walaupun sedikit lebih padat di bagian timur kecamatan. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong. Arahan sebaran RTH berdasarkan kebutuhan oksigen Kecamatan Barat, memiliki sebaran yang merata di setiap desanya, sama seperti sebaran RTH berdasarkan jumlah penduduknya. Distribusi sebaran RTH berdasarkan kebutuhan penduduk Kecamatan Timur, hampir merata di setiap desanya namun cenderung lebih banyak di bagian selatan kecamatan. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong, sebagai 54

contohnya adalah tanah kosong yang sejajar dengan Jalan Tol Jagorawi yang menjadi batas wilayah Kecamatan Timur. Arahan sebaran RTH berdasarkan kebutuhan oksigen Kecamatan Timur, memiliki sebaran yang kurang merata di setiap desanya, sebarannya lebih banyak di bagian selatan kecamatan. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong, pepohonan, semak dan ladang. Sebaran RTH berdasarkan kebutuhan penduduk Kecamatan Tanah Sareal, terdistribusi hampir merata di setiap desanya namun cenderung lebih banyak di bagian utara dan barat kecamatan. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong. Arahan sebaran RTH berdasarkan kebutuhan oksigen Kecamatan Tanah Sareal, memiliki sebaran yang merata di setiap desanya. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong, semak dan pepohonan. Distribusi sebaran RTH berdasarkan kebutuhan penduduk Kecamatan Utara, hampir merata di setiap desanya karena pemukiman cenderung tersebar merata. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong dan semak. Arahan sebaran RTH berdasarkan kebutuhan oksigen Kecamatan Utara, memiliki sebaran yang merata di setiap desanya, sama seperti sebaran RTH berdasarkan jumlah penduduknya. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong, semak dan pepohonan. 55

688000 690000 692000 694000 696000 698000 700000 702000 704000 706000 708000 9280000 9280000 N 9278000 W E 9278000 9276000 9276000 S 9274000 9274000 9272000 9272000 900 0 900 1800 Meters 9270000 9270000 Skala 1 : 45.000 jalan Kolektor Sekunder Jalan Kolektor Primer Jalan Arteri Sekunder Jalan Arteri Primer 9268000 9268000 9266000 9266000 Non RTH Arahan RTH Sumber Peta Land Use/Land Cover Kota Tahun 2007 9264000 9264000 9262000 9262000 688000 690000 692000 694000 696000 698000 700000 702000 704000 706000 708000 Gambar 23. Peta Arahan Sebaran Proyeksi RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Kota 2030 56

9280000 688000 N 690000 692000 694000 696000 698000 700000 702000 704000 706000 708000 9280000 9278000 W S E 9278000 9272000 9274000 9276000 9276000 9274000 9272000 9270000 1000 0 1000 Meters Skala 1 : 130.000 9270000 9262000 9264000 9266000 9268000 Jalan Kolektor Sekunder Jalan Kolektor Primer Jalan Arteri Sekunder Jalan Arteri Primer Arahan RTH Non RTH Sumber : Peta Land Use/Land Cover Kota Tahun 2007 9268000 9266000 9264000 9262000 688000 690000 692000 694000 696000 698000 700000 702000 704000 706000 708000 Gambar 24. Peta Arahan Sebaran Proyeksi RTH Sesuai Penduduk Kota 2030 57

Sebaran RTH berdasarkan kebutuhan penduduk Kecamatan Selatan, cenderung terdistribusi lebih bayak di bagian selatan kecamatan. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong. Arahan sebaran RTH berdasarkan kebutuhan oksigen Kecamatan Selatan, memiliki sebaran yang sama dengan RTH kebutuhan penduduk, yaitu kurang merata di setiap desanya, sebarannya lebih banyak di bagian selatan kecamatan. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong, sebagai contohnya adalah tanah kosong di TPU Gunung Gadung, yang merupakan kawasan pemakaman yang luas. Distribusi sebaran RTH berdasarkan kebutuhan penduduk Kecamatan Tengah, terpusat pada tengah kecamatan yaitu kawasan Kebun Raya dan Istana Presiden. Sama halnya dengan arahan sebaran RTH berdasarkan kebutuhan oksigen Kecamatan Tengah, memiliki sebaran yang terpusat pada tengah kecamatan. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan hingga pemukiman, untuk mengatasi hal ini dapat digunakan alternatif penanaman tanaman (pohon) yang memiliki produksi oksigen tinggi hingga mampu memenuhi kebutuhan oksigen kecamatan, maupun dengan penanaman pada lahan sempit, seperti taman vertikal maupun taman pada atap bangunan. 58