III. METODE PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. METODE PENELITIAN"

Transkripsi

1 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru terletak pada sampai Bujur Timur serta sampai Lintang Utara. Letak Kota Pekanbaru dengan luas wilayah sebesar 632,26 km 2, berbatasan sebelah Utara dan Timur dengan Kabupaten Siak, sebelah Selatan dengan Kabupaten Pelalawan dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kampar. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar Alat dan Bahan Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer beserta perlengkapannya yang berguna untuk proses pengolahan dan analisis data, Software Arc View beserta extension, Global Positioning System (GPS), untuk mengetahui posisi koordinat titik kontrol tanah yang berguna menentukan training area (area contoh) daerah-daerah bervegetasi dengan klasifikasi hutan, perkebunan, semak, dan rumput. Adapun bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Citra Landsat TM 7 Path/Row 127/060, peta administrasi Kota Pekanbaru, jumlah konsumsi energi yang meliputi konsumsi listrik, minyak tanah, bahan bakar bensin dan solar. 3.3 Metode Penelitian Metode dalam penelitian ini meliputi pengumpulan data-data dan informasi yang diperlukan serta menganalisis data sesuai dengan kebutuhan yaitu perencanaan pembangunan hutan kota. Tahapannya adalah sebagai berikut: Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengambilan titik koordinat bumi di Kota Pekanbaru untuk klasifikasi daerah bervegetasi. Data ini diperlukan dalam analisis penutupan lahan. Data-data sekunder diperoleh dari berbagai instansi dan studi literatur, terdiri dari:

2 Ke Medan / Dumai KAB. SIAK PETA LOKASI PENELITIAN KOTA PEKANBARU N W E KAB. SIAK Kec. Rumbai KOTA PEKANBARU S Kilometer Legenda Batas Kabupaten Batas Kecamatan Sungai Jalan KAB. KAMPAR Kec. Kec. Kec. Bukit Raya Senapelan Limapuluh Kec. Pekanbaru Kota Kec. Tampan Kec. Sukajadi Kec. Sail Sumber : 1. RUTRK KOTA PEKAN BARU 1993/ / KAB. PELALAWAN Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

3 26 1. Citra Landsat TM 7, Path/Row 127/060 yang diperoleh dari Data Service BIOTROP. Data citra berguna untuk memperoleh informasi penutupan lahan. 2. Peta administrasi Kota Pekanbaru. 3. Faktor emisi listrik, minyak tanah, premium, dan solar diperoleh dari studi literatur. 4. Konsumsi listrik diperoleh PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) Cabang Pekanbaru. 5. Konsumsi minyak tanah untuk Kota Pekanbaru diperoleh dari PT. Pertamina (Persero) Cabang Pemasaran Pekanbaru. 6. Jumlah rumah tangga yang menggunakan minyak tanah diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Pekanbaru. 7. Konsumsi bensin dan solar diperoleh dari PT. Pertamina (Persero) Cabang Pemasaran Pekanbaru. 8. Nilai serapan karbon dioksida oleh vegetasi diperoleh dari studi literatur. 9. Jumlah bangunan tempat tinggal diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pekanbaru 10. Pendugaan nilai karbon dioksida yang berasal dari konsumsi bahan bakar dan listrik. 11. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, dan karbon dioksida, diperoleh dari studi literatur. 12. Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pekanbaru untuk kawasan terbuka hijau tahun 2004 yang diperoleh BAPEDA Kota Pekanbaru Analisis Data Analisis data yang dilakukan meliputi analisis penutupan lahan, berguna untuk mendapatkan informasi mengenai luas dan sebaran ruang terbuka hijau Kota Pekanbaru. Luas dan sebaran ruang terbuka hijau berguna untuk analisis kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, dan karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi energi (listrik, minyak tanah, premium, dan solar). Existing condition ruang terbuka hijau diperlukan untuk kesesuaian luas berdasarkan kriteria kebutuhan yang ditetapkan. Pemenuhan

4 27 kebutuhan ruang terbuka hijau diarahkan dengan penanaman vegetasi dalam bentuk hutan kota Analisis Penutupan Lahan Analisis penutupan lahan dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai penutupan lahan. Informasi yang diperoleh berupa luas dan sebaran pada masing-masing kecamatan terutama untuk daerah yang bervegetasi. Informasi daerah bervegetasi diperlukan untuk mengetahui kecukupan vegetasi dalam memenuhi standar kebutuhan ruang terbuka hijau (luas wilayah, jumlah penduduk, dan karbon dioksida yang dihasilkan. Diagram alir analisis penutupan lahan disajikan pada Gambar 3. Citra Landsat 7ETM+ path/row, 127/060 tahun 2004 (Terkoreksi) Pemotongan Citra Data Lapangan Pemilihan Area Contoh Interpretasi dan Klasifikasi No Uji Akurasi Hasil Klasifikasi Diterima Peta Penutupan Lahan Yes Gambar 3. Diagram Alir Analisis Penutupan Lahan

5 Cropping Cropping atau pemotongan citra berguna untuk pembatasan daerah penelitian. Pemotongan citra dilakukan berdasarkan wilayah administratif Kota Pekanbaru. Pemotongan citra menggunakan acuan peta digital Kota Pekanbaru, diperoleh dari Badan Perencanaan Daerah (BAPEDA) Kota Pekanbaru Pengambilan Data Lapangan Pengambilan data lapangan dilakukan untuk memperoleh informasi dan kondisi Kota Pekanbaru secara nyata. Data lapangan berupa pengambilan titik koordinat untuk masing-masing tipe penutupan lahan yang berada di Kota Pekanbaru. Pengambilan koordinat lapangan menggunakan Global Positioning System (GPS) Klasifikasi Citra Klasifikasi citra menggunakan metode klasifikasi citra multispektral secara terbimbing (Supervised Classification). Pada metode ini, informasi dalam setiap piksel diperoleh dengan bantuan komputer, pengelompokan dilakukan secara otomatis oleh komputer berdasarkan sebaran spektral Digital Number/DN. Tahap terpenting dalam klasifikasi terbimbing ini adalah tahap penamaan piksel (labelling) yang diperoleh dari data training area (area contoh), berdasarkan piksel-piksel terpilih maka analisis memerintahkan komputer untuk mengklasifikasi atau memberi nama/label seluruh piksel pada citra berdasarkan nilai statistik masing-masing kelas yang diperoleh dari training area Akurasi Klasifikasi Akurasi klasifikasi dianalisis menggunakan matrik kontingensi, yaitu matrik bujur sangkar (error matrix) yang berisi jumlah piksel yang diklasifikasi. Akurasi klasifikasi diukur berdasarkan persentase jumlah piksel yang dikelaskan secara benar dibagi dengan jumlah total piksel yang digunakan. Akurasi pemetaan diuji dengan membuat matrik kesalahan, disajikan pada Tabel 4.

6 29 Tabel 4. Contoh Matrik Kesalahan Data Acuan Training Diklasifikasi ke Kelas (Data Klasifikasi di Peta) Area A B. D A X ii Total Baris X k+ B D X kk Total Kolom X +k N Producer s acc. X kk /X k+ User s Acc. X kk /X +k Sumber : Jaya (2005) Ukuran-ukuran akurasi yang digunakan yaitu: User' sacc. X kk / X 100% k X / N 100% OverallAcc. kk Pr od' sacc. / 100% X kk X k Analisis Serapan Karbon Dioksida Analisis serapan karbon dioksida berguna untuk mendapatkan informasi mengenai kemampuan ruang terbuka hijau menyerap karbon dioksida untuk masing-masing kecamatan di Kota Pekanbaru. Pendekatan yang dilakukan untuk penghitungan serapan karbon dioksida dilakukan dengan cara menentukan luas penutupan lahan daerah-daerah yang bervegetasi. Informasi penutupan lahan diperoleh dari klasifikasi citra. Sebaran dan luas ruang terbuka hijau yang diperoleh dihitung nilainya berdasarkan kemampuan vegetasi menyerap karbon dioksida. Nilai serapan karbon dioksida untuk masing-masing tipe vegetasi disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai Serapan Karbon Dioksida Oleh Vegetasi Tipe Vegetasi Serapan C (ton/ha) CO 2 (ton/ha) Hutan 15,9 58,2576 Perkebunan 14,3 52,3952 Semak 0,9 3,2976 Rumput 0,9 3,2976 Sumber : Iverson et.al, 1993.

7 30 Nilai serapan karbon dioksida diperoleh berdasarkan kelas penutupan lahan untuk daerah bervegetasi, meliputi sebaran dan luasan. Nilai serapan karbon dioksida diperoleh berdasarkan asumsi sebagai berikut: Nilai serapan karbon dioksida diperoleh melalui pendekatan, bukan dengan perhitungan yang memperoleh data lapangan. Nilai serapan karbon dioksida yang diperoleh hanya di atas tanah permukaan tanah, khususnya untuk daerah yang bervegetasi sementara serapan karbon dioksida yang ada di dalam tanah serta air tidak dihitung Analisis Emisi Karbon Dioksida Penghitungan emisi karbon dioksida dilakukan untuk mengetahui nilai emisi karbon dioksida yang dihasilkan dengan adanya kegiatan dan kebutuhan manusia terhadap energi. Penghitungan emisi karbon dioksida dilakukan terhadap aspek sebagai berikut: (1) konsumsi listrik, dibatasi hanya terhadap PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) sebagai sumber energi listrik dengan bahan bakar solar sebagai pembangkit. Sumber pembangkit energi listrik di Kota Pekanbaru mempunyai empat kecamatan/rayon sebagai pembangkit energi. Lokasi pembangkit energi listrik terdapat pada Kecamatan Pekanbaru Kota, Kecamatan Bukit Raya, Kecamatan Rumbai, dan Kecamatan Tampan; (2) konsumsi minyak tanah untuk setiap kecamatan, diperoleh dari pertamina cabang pemasaran Pekanbaru; (3) konsumsi bahan bakar bensin, dan (4) konsumsi bahan bakar solar, diperoleh dari pertamina cabang pemasaran Pekanbaru Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Listrik Penghitungan emisi karbon dioksida dari konsumsi listrik dilakukan melalui pendekatan. Pendekatan yang digunakan adalah berdasarkan jumlah konsumsi listrik Kota Pekanbaru tahun 2004 dan faktor emisi karbon dioksida. Total emisi karbon dioksida diperoleh dari perhitungan : konsumsi listrik/tahun/kecamatan dikali faktor emisi (gram karbon dioksida/kwh). Nilai konsumsi listrik diperoleh dari Perusahaan Listrik Negara. Jumlah konsumsi listrik (kwh) pada tahun 2004 terdiri dari empat rayon/kecamatan yaitu

8 31 Pekanbaru Kota, Bukit Raya, Rumbai, dan Tampan (Lampiran 4). Nilai faktor emisi adalah nilai emisi karbon dioksida dari konsumsi listrik yang ditetapkan oleh Energy Information Administration (EIA) tahun 2000 pada setiap masingmasing negara, untuk negara Indonesia nilainya adalah 454 gram CO 2 /kwh. Nilai total emisi adalah total emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari penggunaan energi listrik yang berada pada empat kecamatan (rayon). Total emisi karbon dioksida = Total kwh x 454 gram karbon dioksida. Emisi karbon dioksida yang dihasilkan dengan asumsi bahwa masingmasing rayon sebagai sumber karbon dioksida. Empat kecamatan lain yaitu Kecamatan Senapelan, Limapuluh, Sukajadi, dan Sail tidak menghasilkan emisi dari pembangkit listrik Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Minyak Tanah Penghitungan emisi karbon dioksida dari konsumsi minyak tanah dilakukan melalui pendekatan. Total emisi karbon dioksida dihitung berdasarkan jumlah konsumsi minyak tanah di Kota Pekanbaru tahun 2004 dikali faktor emisi minyak tanah. Nilai konsumsi minyak tanah diperoleh dari pertamina cabang pemasaran Pekanbaru. Nilai yang dipakai adalah jumlah konsumsi minyak tanah untuk Kota Pekanbaru pada tahun Konsumsi minyak tanah masing-masing kecamatan dihitung berdasarkan data jumlah rumah tangga pengguna minyak tanah yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pekanbaru. Nilai faktor emisi Karbondioksida merupakan faktor emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi minyak tanah. Faktor emisi ini ditetapkan oleh Energy Information Administration (EIA) tahun 2000 pada setiap masing-masing negara. Faktor emisi untuk negara Indonesia nilainya adalah 2,52 gram CO 2 /liter. Nilai total emisi Karbondioksida adalah total emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi minyak tanah di masing-masing kecamatan. Total emisi karbon dioksida = Total konsumsi (liter) x 0,24 gram CO 2 /liter.

9 Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Premium. Penghitungan emisi karbon dioksida dari konsumsi premium dilakukan melalui pendekatan jumlah konsumsi dan nilai faktor emisi. Jumlah konsumsi bahan bakar premium pada masing-masing kecamatan dihitung berdasarkan jumlah konsumsi untuk seluruh SPBU yang ada di Kota Pekanbaru. Seluruh SPBU yang ada di Kota Pekanbaru dikelompokkan berdasarkan lokasinya pada masing-masing kecamatan. Emisi karbon dioksida yang dihitung berdasarkan asumsi bahwa masing-masing SPBU menyediakan pemakaian untuk masingmasing kecamatan. Nilai konsumsi bensin diperoleh dari pertaminan cabang pemasaran Pekanbaru. Pendekatan yang digunakan untuk mendapatkan jumlah konsumsi bahan bakar premium adalah berdasarkan jumlah konsumsi dari seluruh SPBU yang berada pada masing-masing kecamatan (Lampiran 5). Nilai faktor emisi karbon dioksida merupakan faktor emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi premium. Faktor emisi ini ditetapkan oleh Energy Information Administration (EIA) tahun Faktor emisi premium adalah 2,3 gram CO 2 /liter. Nilai total emisi karbon dioksida adalah total emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi premium di masing-masing kecamatan. Total emisi karbon dioksida = Total konsumsi (liter) x 2,3 gram CO 2 /liter Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Solar. Penghitungan emisi karbon dioksida dari konsumsi solar dilakukan melalui pendekatan jumlah konsumsi dan nilai faktor emisi. Jumlah konsumsi pada masing-masing kecamatan dihitung berdasarkan jumlah konsumsi untuk seluruh SPBU di Kota Pekanbaru. Emisi karbon dioksida dihitung berdasarkan asumsi bahwa masing-masing SPBU menyediakan pemakaian untuk masingmasing kecamatan. Nilai konsumsi bensin diperoleh dari pertamina cabang pemasaran Pekanbaru. Pendekatan yang digunakan untuk mendapatkan jumlah konsumsi bahan bakar solar adalah berdasarkan jumlah konsumsi dari seluruh SPBU yang berada pada masing-masing kecamatan (Lampiran 5). Nilai faktor emisi

10 33 Karbondioksida merupakan faktor emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi solar. Faktor emisi ditetapkan oleh Energy Information Administration (EIA) tahun 2001 dengan nilai 2,7 gram CO 2 /liter. Nilai total emisi karbon dioksida adalah total emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi solar di masing-masing kecamatan. Total emisi karbon dioksida = total konsumsi (liter) x 2,7 gram CO 2 /liter Total Emisi Karbon Dioksida Emisi karbon dioksida dari empat jenis penggunaan energi (listrik, minyak tanah, bensin, dan solar) dijumlahkan untuk mengetahui nilai total pada masingmasing kecamatan. Nilai total ini digunakan sebagai dasar untuk mengetahui kecukupan ruang terbuka hijau menyerap emisi karbon dioksida Selisih Serapan Karbon Dioksida dan Emisi Karbon Dioksida Selisih serapan karbon dioksida dan emisi karbon dioksida diperoleh berdasarkan pendugaan sebaran serapan karbon dioksida. Serapan karbon dioksida diperoleh dari klasifikasi penutupan lahan untuk daerah bervegetasi yaitu hutan, perkebunan, semak, dan rumput. Penghitungan selisih juga berdasarkan pada perkiraan jumlah serapan karbon dioksida pada existing condition ruang terbuka hijau serta pendugaan emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari kebutuhan energi yaitu dari konsumsi listrik, minyak tanah, bensin, dan solar. Dari perkiraan nilai sebaran dan luas ruang terbuka hijau maka akan diketahui kecukupan vegetasi dalam perannya untuk menyerap karbon dioksida, secara khusus yang berasal dari konsumsi energi (listrik, minyak tanah, bensin, dan solar). Informasi ini sangat diperlukan untuk arahan penanaman vegetasi dengan melakukan perencanaan pembangunan hutan kota jika ditinjau dari sebaran dan luas ruang terbuka hijau yang ada Analisis Standar Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Peningkatan pembangunan di wilayah perkotaan menghasilkan peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat kota. Dampak-dampak negatif yang terjadi terhadap lingkungan dan aspek tata ruang kota yaitu berupa berkurangnya

11 34 ruang terbuka hijau yang berfungsi menjaga keseimbangan ekosistem kota. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan langkah-langkah pencegahan dengan mewujudkan ruang terbuka hijau yang serasi di wilayah perkotaan. Ruang terbuka hijau kota mempunyai fungsi yaitu sebagai areal perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan penyangga kehidupan; sebagai sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan kehidupan lingkungan; sebagai sarana rekreasi; sebagai pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran baik di darat, perairan maupun udara; sebagai sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran lingkungan; sebagai tempat perlindungan plasma nutfah; sebagai sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro; sebagai pengatur tata air. Manfaat yang dapat diperoleh dari ruang terbuka hijau kota antara lain: memberikan kesegaran, kenyamanan dan keindahan lihgkungan; memberikan lingkungan yang bersih dan sehat bagi penduduk kota; memberikan hasil produksi berupa kayu, daun, bunga dan buah. Untuk mendapatkan manfaat ruang terbuka hijau sesuai dengan fungsinya maka ditentukan standar luas berdasarkan pada: 1. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia mengeluarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan yang mempunyai tujuan untuk (1) meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar, bersih dan sebagai sarana pengamanan lingkungan dan (2) menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat. Standar luasan RTH kota di Indonesia menurut Inmendagri No. 14 Tahun 1988, dihitung berdasarkan persentase luas total wilayah kota yaitu 40 % dari total wilayah harus dihijaukan. 2. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk. Standar ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk dikemukakan oleh Simonds (1983). Kebutuhan ruang terbuka hijau dibagi menjadi empat kelas. Berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh Simonds (1983), Kota Pekanbaru

12 35 mempunyai standar kebutuhan ruang terbuka hijau dengan luas 40 meter persegi per jiwa. Standar luas ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Standar Luas RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk Hirarki Wilayah Jumlah KK Wilayah Jumlah Jiwa Wilayah RTH (m 2 /1.000 jiwa) Penggunaan Ruang Terbuka Ketetanggaan Lapangan bermain, areal rekreasi, taman Komunitas Lapangan bermain, lapangan atau taman, (termasuk ruang terbuka ketetanggaan) Kota Ruang terbuka umum, taman areal bermain (termasuk ruang terbuka untuk komuniti) Wilayah/ Region Sumber: Simonds (1983) Ruang terbuka umum, taman areal rekreasi, berkemah (termasuk ruang terbuka kota) 3. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Emisi Karbondioksida (CO 2 ). Cahaya matahari dimanfaatkan oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas karbon dioksida menjadi karbohidrat dan oksigen. Proses ini sangat bermanfaat bagi manusia karena dapat menyerap gas yang bila konsentrasinya meningkat akan mengakibatkan efek rumah kaca. Jumlah emisi karbon dioksida akan berpengaruh terhadap jumlah luas ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau diperlukan untuk menyerap emisi karbon dioksida, sehingga diperlukan standar luas agar emisi karbon dioksida mampu diserap seluruhnya oleh tanaman. Nilai serapan karbon dioksida oleh beberapa tipe vegetasi disajikan pada Tabel 5.

13 Analisis Kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kota untuk Kawasan Hijau terhadap Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Analisis ruang terbuka hijau digunakan untuk mengetahui kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pekanbaru tahun 2004 untuk kawasan hijau. Kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) untuk kawasan hijau dianalisis dengan standar kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan Inmendagri No. 14 Tahun 1988, berdasarkan jumlah penduduk, dan karbon dioksida yang dihasilkan dari penggunaan energi Arahan Revegetasi dengan Pembangunan Hutan Kota Perencanaan pembangunan hutan kota disusun dengan kriteria berdasarkan kebutuhan ruang terbuka hijau ditinjau dari luas wilayah, kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk, dan jumlah emisi karbon dioksida dari penggunaan energi yaitu listrik, minyak tanah, bensin, dan premium. Masingmasing kebutuhan ruang terbuka hijau dihitung berdasarkan kecamatan yang ada di Kota Pekanbaru. Perencanaan pembangunan hutan kota merupakan arahan revegetasi untuk mencukupi jumlah ruang terbuka hijau. Perencanaan lokasi pembangunan hutan kota di Kota Pekanbaru dilakukan berdasarkan luas dan sebaran ruang terbuka hijau yang sudah direncanakan oleh Pemerintah Kota Pekanbaru yang diatur dalam Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pekanbaru untuk kawasan terbuka hijau tahun Kesesuaian luas dan lokasi ruang terbuka hijau dihitung berdasarkan kebutuhan ruang terbuka hijau untuk kriteria yang telah ditentukan. Alternatif lokasi pada kecamatan yang dijadikan prioritas untuk lokasi penanaman hutan kota dipilih berdasarkan kawasan yang mempunyai ruang terbuka.

Tabel 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida. (ton) ,19 52,56 64,59 85,95 101, , , ,53

Tabel 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida. (ton) ,19 52,56 64,59 85,95 101, , , ,53 70 Tabel 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan Emisi CO 2 (ton) 176.706,19 52,56 64,59 85,95 101,42 24.048,65 32.864,12

Lebih terperinci

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004 53 5.1.3 Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi data Citra Landsat dilakukan untuk pengelompokan penutupan lahan pada tahun 2004. Metode yang dipergunakan adalah klasifikasi terbimbing (Supervised Classification).

Lebih terperinci

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha)

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha) 80 Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun 1988 RUTRK Untuk RTH (ha) Kebutuhan RTH Berdasarkan Inmendagri No.14/88 Selisih (ha) Pekanbaru Kota 0 90-90 * Senapelan 0 266-266

Lebih terperinci

Tabel 14. Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Listrik

Tabel 14. Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Listrik 60 5.3.1 Emisi Karbon Dioksida Dari Sumber Penggunaan Listrik Penghitungan emisi karbon dioksida dari penggunaan listrik dilakukan berdasarkan jumlah konsumsi listrik (kwh) pada tahun 2004 (Lampiran 4)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU Oleh RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Emisi CO 2 di kota Pematangsiantar 5.1.1 Emisi CO 2 yang berasal dari energi (bahan bakar fosil) Bahan bakar utama dewasa ini adalah bahan bakar fosil yaitu gas alam, minyak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Distribusi dan Kecukupan Luasan Hutan Kota sebagai Rosot Karbondioksida dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Berdasarkan administrasi pemerintahan Provinsi Lampung kawasan ini berada

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO Sri Sutarni Arifin 1 Intisari Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pada wilayah perkotaan sangat penting mengingat besarnya

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) D216 Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Untuk Menyerap Emisi CO 2 Kendaraan Bermotor Di Surabaya (Studi Kasus: Koridor Jalan Tandes Hingga Benowo) Afrizal Ma arif dan Rulli Pratiwi Setiawan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis Pengaruh Peningkatan Penjualan Kendaraan Bermotor terhadap Peningkatan Emisi CO 2 di udara Indonesia merupakan negara pengguna kendaraan bermotor terbesar ketiga

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai September 2011 di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan perkotaan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pada bulan Juni sampai dengan bulan Desember 2008. Gambar 3. Citra IKONOS Wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis 4.1.1 Gambaran Umum Kota Bogor Kota Bogor terletak di antara 106 43 30 BT - 106 51 00 BT dan 30 30 LS 6 41 00 LS dengan jarak dari ibu kota 54 km. Dengan ketinggian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Metro adalah kota hasil pemekaran Kabupaten Lampung Tengah dan memperoleh otonomi daerah pada tanggal 27 April 1999 sesuai dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Luas Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Selatan Berdasarkan Peraturan Penentuan luas hutan kota mengacu kepada dua peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu menurut PP No 62 Tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan September 2012 yang berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way Kambas

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan PENDAHULUAN Latar Belakang Pencemaran lingkungan, pembakaran hutan dan penghancuran lahan-lahan hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU Oleh RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Resort Pugung Tampak pada bulan Januari September 2012. Resort Pugung Tampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan mulai dari Bulan Juni sampai dengan Bulan Desember 2009. Penelitian ini terbagi atas pengambilan dan pengumpulan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan Penelitian estimasi kebutuhan luas hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen di Kotamadya Jakarta Selatan. Tempat pengambilan data primer

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September dengan mengambil lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Cikalong, Tasikmalaya (Gambar

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada 82,6 443.8 157.9 13.2 2664.8 1294.5 977.6 2948.8 348.7 1777.9 1831.6 65.8 2274.9 5243.4 469.2 4998.4 Hektar 9946.9 11841.8 13981.2 36 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Citra Data tentang luas tutupan

Lebih terperinci

III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 9 bulan (Maret - November 2009), dan obyek penelitian difokuskan pada tiga kota, yaitu Kota Padang, Denpasar, dan Makassar.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI

PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI Mata Kuliah Biometrika Hutan PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI Disusun oleh: Kelompok 6 Sonya Dyah Kusuma D. E14090029 Yuri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat terjadinya kehidupan dan aktivitas bagi penduduk yang memiliki batas administrasi yang diatur oleh perundangan dengan berbagai perkembangannya.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber:

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber: 13 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Studi Lokasi penelitian ini berada pada CBD Sentul City, yang terletak di Desa Babakan Maday, Kecamatan Citeuruep, Kabupaten DT II Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei sampai September 2010. Lokasi penelitian di sekitar Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 9 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Pengambilan data atribut berupa data sosial masyarakat dilakukan di Kampung Lebak Picung, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak Banten (Gambar

Lebih terperinci

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) 8 Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) (Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010) 4.1.2 Iklim Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang tahun 2010-2015, Kota

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB V SUMBER DAYA ALAM

BAB V SUMBER DAYA ALAM BAB V SUMBER DAYA ALAM A. Pertanian Kota Surakarta Sebagai salah satu kota besar di Jawa Tengah, mengalami pertumbuhan ekonomi dan penduduk karena migrasi yang cepat. Pertumbuhan ini mengakibatkan luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH Bujur Timur dan Lintang Utara, dengan batas. Utara : Kabupaten Siak dan Kabupaten Kampar

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH Bujur Timur dan Lintang Utara, dengan batas. Utara : Kabupaten Siak dan Kabupaten Kampar V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Keadaan Umum Kota Pekanbaru Kota Pekanbaru merupakan ibukota dari Provinsi Riau yang terletak di Pulau Sumatera. Secara geografis Kota Pekanbaru terletak pada koordinat 101

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Emisi Karbondioksida (CO 2 ) yang Dikeluarkan Kendaraan Bermotor di Kota Bogor Tahun 2010 Emisi CO 2 dari kendaraan bermotor dapat diketahui dengan cara terlebih dahulu

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN JEMBATAN TENGKU AGUNG SULTANAH LATIFAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHM AT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Per Kecamatan Kota yang terdiri dari enam kecamatan memiliki proporsi jumlah penduduk yang tidak sama karena luas masing-masing kecamatan

Lebih terperinci

Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 Tentang : Penataan Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan

Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 Tentang : Penataan Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 Tentang : Penataan Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang: 1. bahwa untuk mendukung kebijaksanaan Pemerintah dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisme atau makhluk hidup apapun dan dimanapun mereka berada tidak akan dapat hidup sendiri. Kelangsungan hidup suatu organisme akan bergantung kepada organisme lain

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan karbon ke atmosfir dalam jumlah yang cukup berarti. Namun jumlah tersebut tidak memberikan dampak yang berarti terhadap jumlah CO

Lebih terperinci

Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No Bogor

Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No Bogor Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No. 21 - Bogor GAMBARAN UMUM P2KH merupakan inisiatif untuk mewujudkan Kota Hijau secara inklusif dan komprehensif yang difokuskan pada 3

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta administrasi Kota Sintang

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta administrasi Kota Sintang 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sintang Kalimantan Barat, terletak kurang lebih 395 km dari K ota Pontianak Ibu Kota Propinsi Kalimantan Barat. Meliputi

Lebih terperinci

STUDI PERKEMBANGAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG. Walbiden Lumbantoruan 1. Abstrak

STUDI PERKEMBANGAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG. Walbiden Lumbantoruan 1. Abstrak STUDI PERKEMBANGAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG Walbiden Lumbantoruan 1 Abstrak Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: (1) Untuk mengtetahui perubahan ruang sebagai permukiman

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan dari tahun 2009 hingga tahun 2011. Penelitian dibagi

Lebih terperinci

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 5 TAHUN 2010 Menimbang : PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN BUNDARAN MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang penting untuk kehidupan manusia karena hutan memiliki fungsi sosial, ekonomi dan lingkungan. Fungsi lingkungan dari hutan salah

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

Jurnal Hutan Tropis Volume 13 No. 1 Maret 2012 ISSN

Jurnal Hutan Tropis Volume 13 No. 1 Maret 2012 ISSN Jurnal Hutan Tropis Volume 13 No. 1 Maret 2012 ISSN 1412-4645 KAJIAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM RANGKA PEMBENTUKAN HUTAN KOTA DI BANJARBARU Study of Green Open Space in Urban Forest Establishment in Banjarbaru

Lebih terperinci

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s 11 Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s, dan nilai I diperoleh berdasarkan hasil penghitungan nilai radiasi yang transmisikan oleh kanopi tumbuhan, sedangkan nilai koefisien pemadaman berkisar antara

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN POLA DAN TATA GUNA LAHAN SUNGAI BENGAWAN SOLO dengan menggunakan citra satelit multitemporal

ANALISA PERUBAHAN POLA DAN TATA GUNA LAHAN SUNGAI BENGAWAN SOLO dengan menggunakan citra satelit multitemporal ANALISA PERUBAHAN POLA DAN TATA GUNA LAHAN SUNGAI BENGAWAN SOLO dengan menggunakan citra satelit multitemporal Oleh : Fidiyawati 3507 100 046 Pembimbing : 1. M. Nur Cahyadi, ST, MSc 2. Danang Surya Chandra,

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) BERDASARKAN SERAPAN GAS CO 2 DI KOTA PONTIANAK

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) BERDASARKAN SERAPAN GAS CO 2 DI KOTA PONTIANAK ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) BERDASARKAN SERAPAN GAS CO 2 DI KOTA PONTIANAK Lubena Hajar Velayati 1, Agus Ruliyansyah 2, Yulisa Fitrianingsih 1 1 Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT

SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT 8 (Studi Kasus : Sub Das Brantas Bagian Hulu, Kota Batu) Oleh : Aning Prastiwi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kondisi Wisma Atlet di Senayan saat ini dapat dikatakan cukup memrihatinkan. Wisma yang awalnya bernama Wisma Fajar ini didirikan tahun 1974 oleh perusahaan Singapura

Lebih terperinci

JURNAL. Diajukan oleh : DIYANA NPM : Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum Pertanahan dan Lingkungan Hidup FAKULTAS HUKUM

JURNAL. Diajukan oleh : DIYANA NPM : Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum Pertanahan dan Lingkungan Hidup FAKULTAS HUKUM JURNAL PELAKSANAAN KEBIJAKAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU SETELAH BERLAKUKANYA UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG JUNCTO PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PEKANBARU

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH SAMPANG NOMOR : 11 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

Oleh: Renandia Tegar Asririzky. Dosen Pembimbing: IDAA. Warmadewanthi, ST, MT, PhD.

Oleh: Renandia Tegar Asririzky. Dosen Pembimbing: IDAA. Warmadewanthi, ST, MT, PhD. Studi Carbon Footprint (CO 2 ) dari Kegiatan Permukiman di Kota Surabaya BagianTengah (Pusat dan Selatan) Oleh: Renandia Tegar Asririzky 3306 100 079 Dosen Pembimbing: IDAA. Warmadewanthi, ST, MT, PhD.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2012. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sebaran agroforestri yaitu di Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Bahorok,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat yang dihuni oleh masyarakat dimana mereka dapat bersosialisasi serta tempat melakukan aktifitas sehingga perlu dikembangkan untuk menunjang aktivitas

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* PENGGUNAAN PENGINDERAAN JAUH DAN SIG UNTUK MENGETAHUI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DAN KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI ROSOT KARBONDIOKSIDA (Studi Kasus ; Kota Bogor Tahun 1991, 2000, dan 2012) KAMALUDIN

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA 14 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian inii dilakukan di Sentul City yang terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA. Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta Telp: Fax:

PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA. Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta Telp: Fax: PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta 55282 Telp: 0274 4332389 Fax: 0274 488476 0 PROPOSAL PENGUKURAN CADANGAN KARBON DALAM SKEMA PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan telah mengalami transformasi lingkungan fisik lahan. Transformasi lingkungan fisik lahan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sepanjang sejarah manusia kemajuan-kemajuan besar dalam kebudayaan selalu diikuti oleh meningkatnya konsumsi energi. Salah satu sumber energi yang banyak digunakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dinitrogen oksida (N 2 O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC)

Lebih terperinci

Neny Fidayanti Universitas Palangkaraya ABSTRACT

Neny Fidayanti Universitas Palangkaraya   ABSTRACT ANALISIS SERAPAN KARBONDIOKSIDA BERDASARKAN TUTUPAN LAHAN DI KOTA PALANGKA RAYA (Analysis of Carbon dioxide s Absorption Based on Land Cover in Palangka Raya) Neny Fidayanti Universitas Palangkaraya e-mail:

Lebih terperinci

Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si

Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun 2012 Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si Latar Belakang Perkembangan suatu kota ditandai dengan pesatnya pembangunan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 di Laboratorium Pengaruh Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR Cesaria Wahyu Lukita, 1, *), Joni Hermana 2) dan Rachmat Boedisantoso 3) 1) Environmental Engineering, FTSP Institut Teknologi

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di DAS Citarum Hulu Jawa Barat dengan luasan sebesar + 230.802 ha. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV, Labuhan Batu, Sumatera Utara. Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2009

Lebih terperinci