IV. METODOLOGI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. METODOLOGI PENELITIAN"

Transkripsi

1 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan Penelitian estimasi kebutuhan luas hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen di Kotamadya Jakarta Selatan. Tempat pengambilan data primer akan dilakukan pada jalan jalan arteri primer yang merupakan pintu masuk dan keluar yang menuju wilayah Kotamadya Jakarta Selatan dan hutan kota yang ada di Kotamadya Jakarta Selatan. Sedangkan tempat pengambilan data sekunder dilakukan di Dinas Perhubungan Kotamadya Jakarta Selatan, Dinas Pertamanan Kotamadya Jakarta Selatan dan Badan Pusat Statistik Propinsi DKI Jakarta. Rencana tata waktu penelitian, dimulai dari tahap persiapan penelitian sampai dengan sidang tesis dilakukan selama 5 (lima) bulan yaitu dimulai dari bulan Juli sampai dengan November Tahun Metode Penelitian Jenis Data dan Alat Yang Digunakan Jenis data yang akan digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diambil secara langsung pada saat penelitian sedangkan data sekunder adalah data yang diambil dari data yang telah dipublikasikan atau data yang telah dilakukan peneltian terlebih dahulu Data Primer Data primer yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Rata rata Konsumsi penggunaan BBM untuk kendaraan di Kotamadya Jakarta Selatan ; b. Jumlah kendaraan yang masuk dan keluar dari jalan arteri primer ; c. Kuesioner ; d. Hasil wawancara dengan pihak pihak terkait yang terlibat dalam pengelolaan hutan kota di Kotamadya Jakarta Selatan, seperti Suku Dinas Kebersihan Kotamadya Jakarta Selatan, Dinas Kehutanan dan Pertanian Kotamadya Jakarta

2 26 Selatan, Suku Dinas Tata Ruang Kota serta Dinas Pertamanan dan Keindahan Kotamadya Jakarta Selatan Data Sekunder Data Sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Data Sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Kondisi Biofisik Kotamadya Jakarta Selatan yang meliputi : - Jumlah, luas dan lokasi hutan kota - Jumlah, luas dan lokasi jalur hijau ; b. Kondisi klimatologis - Suhu udara - Kelembapan relatif - Curah hujan - Kecepatan angin; c. Data administratif wilayah - Luas wilayah - Batas wilayah kecamatan, - Tata guna lahan; d. Peta Dasar Kotamadya Jakarta Selatan; e. Data jumlah penduduk; f. Data jumlah kendaraan bermotor ; g. Jumlah hewan ternak di Kotamadya Jakarta Selatan; h. Jumlah kendaraan yang keluar masuk menuju Kotamadya Jakarta Selatan Alat yang Digunakan Peralatan yang digunakan dalam penelitian estimasi kebutuhan luas hutan kota di Kotamadya Jakarta Selatan adalah sebagai berikut a. Komputer b. Camera c. GPS tipe Garmin 12 XL d. Arc View Ver 3.2 e. Alat tulis

3 Penentuan Kebutuhan Luasan Hutan Kota Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Oksigen merupakan suatu unsur kimia yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Penghasil oksigen terbesar di bumi adalah tumbuhan. Agar manusia tetap dapat menghirup oksigen dengan baik, salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan menanam tumbuh tumbuhan dan atau pepohonan dalam bentuk hutan kota. Kebutuhan luasan hutan kota berdasarkan Intruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan yaitu 40 % dari luas kota, sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 ditentukan bahwa luas hutan kota paling sedikit 10 % dari luas seluruh kawasan kota. Penentuan luasan hutan kota berdasarkan kebutuhan akan oksigen dapat menggunakan metode kunto yang telah dimodifikasi oleh Dahlan (2003) Rumus metode Geravkis adalah sebagai berikut : L t = A t + B t + C t + D t (20)(24) L t : Luas hutan kota A t : Jumlah kebutuhan Oksigen bagi penduduk B t : Jumlah kebutuhan Oksigen bagi kendaraan bermotor C t : Jumlah kebutuhan Oksigen bagi hewan ternak 20 : Konstanta yang menunjukan bahwa 1 ha luas lahan menghasilkan 20 Kg Oksigen Setiap Jamnya 24 : Banyaknya jam dalam satu hari Penentuan Kebutuhan Oksigen oleh Manusia Dasar penghitungan kebutuhan oksigen oleh manusia menggunakan data sekunder. Setiap orang mengkonsumsi Oksigen dalam jumlah yang sama setiap harinya yaitu ± 0,864 Kg/hari (Smith,1981).. Rumus perhitungan Oksigen yang dibutuhkan oleh penduduk Propinsi DKI Jakarta adalah sebagai berikut : Oksigen Penduduk = (JPTX 0,864 Kg) + (0,12 X JPU X 0,864 Kg)

4 28 Keterangan : JPT : Jumlah penduduk terdaftar JPU : Jumlah penduduk ulang alik 0,5 : Asumsi lamanya penduduk ulang alik berada di wilayah administrasi Propinsi DKI Jakarta selama 12 jam Data jumlah penduduk diperoleh dari hasil sensus Badan Pusat Statistik Propinsi DKI Jakarta dan perhitungan yang digunakan untuk memperkirakan jumlah penduduk pada tahun 2008, 2010,2015 dan 2020 adalah didasarkan pada perhitungan laju rata rata pertumbuhan penduduk. Rumus perhitungan jumlah penduduk untuk tahun tahun yang akan datang adalah sebagai berikut : P t = P O (1 + r) t Dimana : P t : Jumlah penduduk pada akhir periode waktu ke t P 0 : Jumlah penduduk pada awal periode waktu ke t r : Rata rata prosentase pertambahan jumlah penduduk t : Selisih tahun Penentuan Kebutuhan Oksigen oleh Ternak Setiap jenis ternak yang sama mengkonsumsi oksigen dalam jumlah yang sama setiap hari yaitu : Kerbau dan Sapi Kg/hari, Kuda Kg/hari, kambing dan domba 0,31 liter/hari dan ayam 0,167 liter/hari (Fandeli,2001) Data jumlah hewan ternak diperoleh dari Hasil Sensus Badan Pusat Statistik Propinsi DKI Jakarta dan untuk melakukan perhitungan untuk memperkirakan jumlah hewan ternak pada tahun 2008, 2010,2015 dan 2020 didasarkan pada perhitungan laju rata rata pertumbuhan hewan ternak. Perhitungan jumlah ternak pada tahun tertentu adalah menggunakan rumus bunga berganda yaitu : P t = P O (1 + r) t Dimana : P t P 0 r t : Jumlah hewan ternak pada akhir periode waktu ke t : Jumlah hewan ternak pada awal periode waktu ke t : Rata rata prosentase pertambahan jumlah hewan ternak : Selisih tahun

5 Penentuan Kebutuhan Oksigen oleh Kendaraan Penentuan kebutuhan Oksigen oleh Kendaraan didasarkan pada hasil penelitian Wisesa (1988) dimana kebutuhan Oksigen dibagi berdasarkan jenis kendaraannya yaitu kendaraan penumpang, kendaraan bus, kendaraan beban dan sepeda motor. Jumlah Oksigen yang dibutuhkan oleh masing masing jenis kendaraan tersebut adalah untuk jenis kendaraan penumpang Oksigen yang dibutuhkan adalah 11,63 kg/jam, kendaraan bus 45,76 kg/jam, kendaraan beban 22,8 kg/jam, serta sepeda motor 0,58 jam/jam. Menurut Ditlantas Polda Metro Jaya kendaraan bermotor dikategorikan menjadi 4 (empat), yaitu : kendaraan penumpang, kendaraan beban, kendaraan bis dan sepeda motor. Kendaraan penumpang adalah setiap jenis kendaraan bermotor yang dilengkapi dengan tempat duduk untuk sebanyak banyaknya delapan orang tidak termasuk tempat duduk untuk pengemudi, baik dilengkapi atau tidak dilengkapi bagasi. Kendaraan beban adalah setiap jenis kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang, selain dari mobil penumpang, bis dan sepeda motor. Kendaraan Bus adalah setiap jenis kendaraan yang dilengkapi dengan tempat duduk lebih dari delapan orang. Sepeda motor adalah setiap jenis kendaraan bermotor beroda dua. Lama pemakaian kendaraan untuk tiap tiap jenis kendaraan tersebut akan menggunakan angka rata rata dari data jawaban kuisioner pengguna setiap jenis kendaraan tersebut. Rumus perhitungan kebutuhan Oksigen yang dibutuhkan oleh kendaraan pada tahun ke-t adalah sebagai berikut : Kebutuhan Oksigen Kendaraan = ( K p X 11,63 Kg/Jam X LP p ) + ( K BS X 45,76 Kg/Jam X LP BS ) + ( K BN X 22,8 Kg/Jam X LP BN ) + ( K M X 0,58 Kg/Jam X LP M ) Keterangan : K p = Jumlah kendaraan penumpang pada tahun ke t (Unit) K BS = Jumlah kendaraan bus pada tahun ke t (Unit) K BN = Jumlah kendaraan pengangkut beban pada tahun ke t (Unit) K M = Jumlah kendaraan sepeda motor pada tahun ke t (Unit) LP P = Rata rata lama penggunaan kendaraan penumpang (Jam) LP BS = Rata rata lama penggunaan kendaraan Bus (Jam) LP BN = Rata rata lama penggunaan kendaraan Pengangkut Beban (Jam) LP M = Rata rata lama penggunaan kendaraan kendaraan Sepeda Motor (Jam)

6 30 Jumlah kendaraan pada setiap jenis tersebut merupakan hasil perjumlahan jumlah kendaraan yang terdaftar di tambah dengan rata rata jumlah kendaraan yang keluar dan masuk di wilayah tersebut. Perhitungan jumlah kendaraan yang keluar dan masuk menggunakan data perhitungan jumlah yang keluar dan masuk melalui jalan jalan arteri yang menghubungkan setiap Kotamadya dengan Kotamadya Jakarta Selatan. dan data jumlah kendaraan yang melalui jalan tol yang menuju Propinsi DKI Jakarta. Perhitungan jumlah kendaraan akan dilakukan selama 7 (tujuh) hari berturut - turut dengan pembagian waktu berdasarkan tiga kategori yaitu kategori jam sibuk, kategori jam kerja dan kategori jam tidak sibuk. Pengambilan sample pada kategori jam sibuk adalah jam WIB dan WIB, kategori jam kerja dan kategori tidak sibuk pukul Jalan Raya Tomang, jalan tersebut merupakan jalan yang menghubungkan antara Kotamadya Jakarta Barat dengan Kotamadya Jakarta Selatan 2. Jalan Raya Matraman, jalan tersebut merupakan jalan yang menghubungkan antara Kotamadya Jakarta Timur dengan Kotamadya Jakarta Selatan 3. Jalan Asia Afrika, jalan tersebut merupakan jalan yang menghubungkan antara Kotamadya Jakarta Selatan dengan Kotamadya Jakarta Selatan. 4. Jalan Letjen Supranoto, jalan tersebut merupakan jalan yang menghubungkan antara Kotamadya Jakarta Utara dengan Kotamadya Jakarta Selatan Penentuan Kebutuhan Luasan Hutan Kota Berdasarkan Kebutuhan Karbondioksida Penentuan kebutuhan luas hutan kota dilakukan dengan pendekatan jumlah karbondioksida merupakan hasil perjumlahan jumlah karbondioksida yang dihasilkan oleh aktifitas penduduk, kendaraan bermotor dan industri. Rumus perhitungan jumlah karbondioksida yang diserap adalah sebagai berikut :

7 31 L = ( a i. v i ) + ( b i.w i ) + ( c i. z i ) K Keterangan : L : Luas hutan kota (ha) a i : karbondioksida yang dihasilkan seorang manusia (kg/hari) b i : karbondioksida yang dihasilkan per kendaraan bermotor (kg/hari) c i : karbondioksida yang dihasilkan per kendaraan bermotor (kg/hari) v i : jumlah penduduk (jiwa) w i : jumlah kendaraan bermotor (unit) z i : jumlah industri (unit) K : kemampuan tipe vegetasi dalam menyerap karbondioksida (kg/hari/ha) Karbondioksida yang Dihasilkan Penduduk Karbondioksida yang dihasilkan dari aktivitas seorang manusia adalah sama yaitu 0,96 kg/hari (Grey and Denake,1997). Data jumlah penduduk diperoleh dari hasil sensus Badan Pusat Statistik Propinsi DKI Jakarta dan perhitungan yang digunakan untuk memperkirakan jumlah penduduk pada tahun 2008, 2010,2015 dan 2020 adalah didasarkan pada perhitungan laju rata rata pertumbuhan penduduk. Rumus perhitungan jumlah penduduk untuk tahun tahun yang akan datang adalah sebagai berikut : P t = P O (1 + r) t Dimana : P t P 0 r t : Jumlah Penduduk pada akhir periode waktu ke t : Jumlah penduduk pada awal periode waktu ke t : Rata rata prosentase pertambahan jumlah penduduk : Selisih tahun Karbondioksida yang Dihasilkan Kendaraan Bermotor Kendaraan bermotor merupakan salah satu komponen yang paling banyak menghasilkan karbondioksida, oleh sebab itu karbondioksida yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor perlu mendapatkan perhatian yang serius. Berdasarkan hasil perhitungan hasil penelitian Wisesa (1988) dan Defra (2001) Banyaknya karbondioksida yang dihasilkan oleh tiap jenis kendaraan adalah 13,34 kg/jam untuk jenis kendaraan penumpang, 25,08 kg/jam untuk kendaraan beban, 44,27 kg/jam untuk

8 32 jenis kendaraan bis dan 0,68 kg/jam untuk sepeda motor. Rumus perhitungan jumlah karbondioksida yang dihasilkan adalah sebagai berikut : Karbondioksida Kendaraan = ( K p X 13,34 Kg/Jam X LP p ) + ( K BS X 25,08 Kg/Jam X LP BS ) + ( K BN X 44,27Kg/Jam X LP BN ) + ( K M X 0,68 Kg/Jam X LP M ) Keterangan : K p = Jumlah kendaraan penumpang pada tahun ke t (Unit) K BS = Jumlah kendaraan bus pada tahun ke t (Unit) K BN = Jumlah kendaraan pengangkut beban pada tahun ke t (Unit) K M = Jumlah kendaraan sepeda motor pada tahun ke t (Unit) LP P = Rata rata lama penggunaan kendaraan penumpang (Jam) LP BS = Rata rata lama penggunaan kendaraan Bus (Jam) LP BN = Rata rata lama penggunaan kendaraan Pengangkut Beban (Jam) LP M = Rata rata lama penggunaan kendaraan kendaraan Sepeda Motor (Jam) Data jumlah kendaraan yang digunakan adalah sama dengan jumlah kendaraan yang digunakan pada penentuan hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen diatas Analisa Spasial Kebutuhan Hutan Kota Analisa spasial hutan kota dilakukan dengan membangun basis data. Pembangunan basis data menggunakan data sekunder berupa peta digital yang terdiri dari 7 jenis tema yang meliputi : yaitu layer jumlah penduduk per kecamatan, layer jumlah kendaraan bermotor, layer jumlah hewan ternak, layer batas administrasi kecamatan, layer penutupan vegetasi, layer jalan dan layer sungai. Dalam penentuan permodelan spasial kebutuhan luasan hutan kota diperlukan beberapa data tabular berupa jumlah penduduk, jumlah kendaraan bermotor dan data jumlah hewan ternak. Data data tersebut diambil dari perhitungan luasan hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen. Selain itu diperlukan data spasial berupa administrasi Kecamatan, peta tata guna lahan, peta sungai, peta jalan dan citra resoulusi sedang. Dari data tabular dan data spasial tersebut dibuat layer penduduk, layer kendaraan bermotor, layer hewan ternak. yang kemudian dianalisa spasial untuk menghitung kebutuhan masing masing oksigen sehingga dapat dihitung kebutuhan oksigen total. Diagram alir analisa spasial kebutuhan hutan kota dapat dilihat pada gambar berikut :

9 33 Mulai Pengumpulan Data Data Tabular Jumlah penduduk Jumlah kendaraan bermotor Jumlah hewan ternak Jumlah industri Data Spasial Peta Batas adm kecamatan Peta tata guna lahan Citra Layer Penduduk Kendaraan Hewan Ternak Industri Klasifikasi Citra Hutan lebat Semak belukar Sawah Kebun campuran Analisis Spasial Kebutuhan Hutan Kota Kebutuhan Hutan Kota Penduduk Kendaraan Hewan Ternak Industri Overlay Analisis spasial keterbatasan RTH Ketersedian RTH Hutan lebat Semak belukar Sawah Kebun campuran Prediksi Neraca Kebutuhan Hutan Kota dan Ketersediaan RTH Selesai Gambar 5. Diagram alir analisa spasial kebutuhan hutan kota

10 Program Pemerintah Tentang Hutan Kota Penilaian dan kajian mengenai program pemerintah terhadap hutan kota dilakukan dengan metode wawancara dan pengempulan data sekunder. Informasi yang ingin diperoleh dari hasil wawancara adalah rencana pengembangan wilayah, rencana pengembangan hutan kota, jenis vegetasi yang ada di hutan kota dan keadaan hutan kota. Wawancara dilakukan dengan beberapa instansi terkait yaitu Suku Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Suku Dinas Pertanian dan Kehutanan dan Suku Dinas Tata Ruang. Selain metode wawancara, dilakukan juga pengumpulan data sekunder berupa laporan kegiatan kegiatan yang sedang maupun pernah berlangsung.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Luas Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Selatan Berdasarkan Peraturan Penentuan luas hutan kota mengacu kepada dua peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu menurut PP No 62 Tahun

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan perkotaan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pada bulan Juni sampai dengan bulan Desember 2008. Gambar 3. Citra IKONOS Wilayah

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. X No. 2 : (2004)

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. X No. 2 : (2004) Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. X No. 2 : 47-57 (2004) Artikel (Article) PREDIKSI KEBUTUHAN HUTAN KOTA BERBASIS OKSIGEN DI KOTA PADANG, SUMATERA BARAT (Predicting Oxygen-base Urban Forest Needs in

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis 4.1.1 Gambaran Umum Kota Bogor Kota Bogor terletak di antara 106 43 30 BT - 106 51 00 BT dan 30 30 LS 6 41 00 LS dengan jarak dari ibu kota 54 km. Dengan ketinggian

Lebih terperinci

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) 8 Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) (Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010) 4.1.2 Iklim Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang tahun 2010-2015, Kota

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat yang dihuni oleh masyarakat dimana mereka dapat bersosialisasi serta tempat melakukan aktifitas sehingga perlu dikembangkan untuk menunjang aktivitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 3. Citra Landsat TM Kabupaten Belu Tahun 2002 dan 2003

METODE PENELITIAN. Gambar 3. Citra Landsat TM Kabupaten Belu Tahun 2002 dan 2003 III. METODE PENELITIAN 3.. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Belu, Propinsi Nusa Tenggara Timur selama bulan yaitu dari bulan Agustus 25 hingga Mei 26. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis Pengaruh Peningkatan Penjualan Kendaraan Bermotor terhadap Peningkatan Emisi CO 2 di udara Indonesia merupakan negara pengguna kendaraan bermotor terbesar ketiga

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XI No. 2 : (2005)

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XI No. 2 : (2005) Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XI No. 2 : 55-69 (2005) Artikel (Article) PENGGUNAAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH SATELIT DAN SIG UNTUK MENENTUKAN LUAS HUTAN KOTA: (Studi Kasus di Kota Bogor, Jawa Barat)

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Data Citra dan Data Pendukung

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Data Citra dan Data Pendukung METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2005 sampai dengan bulan Agustus 2006. Pengambilan data lapangan dilakukan pada awal bulan Agustus 2006 di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pembangunan dan pengembangan suatu kota berjalan sangat cepat, sehingga apabila proses ini tidak diimbangi dengan pengelolaan lingkungan hidup dikhawatirkan akan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Distribusi dan Kecukupan Luasan Hutan Kota sebagai Rosot Karbondioksida dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XI No. 2 : (2005)

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XI No. 2 : (2005) Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XI No. 2 : 55-69 (2005) Artikel (Article) PENGGUNAAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH SATELIT DAN SIG UNTUK MENENTUKAN LUAS HUTAN KOTA: (Studi Kasus di Kota Bogor, Jawa Barat)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan telah mengalami transformasi lingkungan fisik lahan. Transformasi lingkungan fisik lahan tersebut

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan objek Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat, seperti pada Gambar 2. Analisis spasial maupun analisis data dilakukan di Bagian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 7 (tujuh) bulan, yaitu pada awal bulan Mei 2008 hingga bulan Nopember 2008. Lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Tempat dan Waktu

METODOLOGI. Tempat dan Waktu METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Jalan Lingkar Kebun Raya Bogor. Tempat penelitian adalah di sepanjang koridor Jalan Lingkar Kebun Raya Bogor (Gambar 2). Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Per Kecamatan Kota yang terdiri dari enam kecamatan memiliki proporsi jumlah penduduk yang tidak sama karena luas masing-masing kecamatan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) D216 Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Untuk Menyerap Emisi CO 2 Kendaraan Bermotor Di Surabaya (Studi Kasus: Koridor Jalan Tandes Hingga Benowo) Afrizal Ma arif dan Rulli Pratiwi Setiawan Perencanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Bantul merupakan kabupaten yang berada di Propinsi Daerah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Bantul merupakan kabupaten yang berada di Propinsi Daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Bantul merupakan kabupaten yang berada di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan pusat ibu kota Kecamatan Bantul. Pembangunan di Kecamatan Bantul ini sudah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru terletak pada 101 0 18 sampai 101 0 36 Bujur Timur serta 0 0 25 sampai 0 0 45 Lintang Utara.

Lebih terperinci

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-5 1 Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta Dwitanti Wahyu Utami dan Retno Indryani Jurusan Teknik

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi yang menjadi objek penelitian adalah Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) sapi perah Kabupaten Bogor seluas 94,41 hektar, berada dalam dua wilayah yang berdekatan

Lebih terperinci

Kampus USU Medan Staf Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya Parapat km 10,5 Sibaganding-Parapat

Kampus USU Medan Staf Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya Parapat km 10,5 Sibaganding-Parapat Prediksi Luasan Optimal Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas Karbondioksida (CO 2) di Kota Medan 1 Predicting of Urban Forest Width as the Carbondioxide (CO 2) Absorber in Medan Suri Fadhilla 2, Siti Latifah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4104/2003 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4104/2003 TENTANG KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS NOMOR 4104/2003 TENTANG PENETAPAN KAWASAN PENGENDALIAN LALU LINTAS DAN KEWAJIBAN MENGANGKUT PALING SEDIKIT 3 ORANG PENUMPANG PERKENDARAAN PADA RUAS RUAS JALAN

Lebih terperinci

Oleh: Ari August Bagastya Program Studi Pendidikan Geografi Universitas Negeri Yogyakarta. ABSTRAK

Oleh: Ari August Bagastya Program Studi Pendidikan Geografi Universitas Negeri Yogyakarta. ABSTRAK Analisis Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Pemenuhan Oksigen Di Kota Magelang Analysis Of Green Open Space Needs Based On The Fulfillment Of Oxygen Needs In The Magelang City Oleh: Ari August Bagastya Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-17 Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta Dwitanti Wahyu Utami

Lebih terperinci

BAB 2 LATAR BELAKANG dan PERUMUSAN PERMASALAHAN

BAB 2 LATAR BELAKANG dan PERUMUSAN PERMASALAHAN 6 BAB 2 LATAR BELAKANG dan PERUMUSAN PERMASALAHAN 2.1. Latar Belakang Kemacetan lalu lintas adalah salah satu gambaran kondisi transportasi Jakarta yang hingga kini masih belum bisa dipecahkan secara tuntas.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Emisi CO 2 di kota Pematangsiantar 5.1.1 Emisi CO 2 yang berasal dari energi (bahan bakar fosil) Bahan bakar utama dewasa ini adalah bahan bakar fosil yaitu gas alam, minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Metro adalah kota hasil pemekaran Kabupaten Lampung Tengah dan memperoleh otonomi daerah pada tanggal 27 April 1999 sesuai dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun

Lebih terperinci

ESTIMASI LUASAN RTH BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN TERHADAPSUHU UDARA MIKRODI IBUKOTA KABUPATENMADIUN (Studi Kasus Perkotaan Mejayan)

ESTIMASI LUASAN RTH BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN TERHADAPSUHU UDARA MIKRODI IBUKOTA KABUPATENMADIUN (Studi Kasus Perkotaan Mejayan) ESTIMASI LUASAN RTH BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN TERHADAPSUHU UDARA MIKRODI IBUKOTA KABUPATENMADIUN (Studi Kasus Perkotaan Mejayan) Ronnawan Juniatmoko Magister Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Buangan Gas CO2 pada Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung

Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Buangan Gas CO2 pada Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Buangan Gas CO2 pada Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung Risna Rismiana Sari 1, Yackob Astor 2, Tenni Nursyawitri 3 1,2 Staff PengajarJurusan Teknik Sipil,Politeknik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Pemodelan Spasial Beban Sumber Emisi Gas Rumah Kaca di Kecamatan Driyorejo. Dimas Fikry Syah Putra NRP

Tugas Akhir. Pemodelan Spasial Beban Sumber Emisi Gas Rumah Kaca di Kecamatan Driyorejo. Dimas Fikry Syah Putra NRP Tugas Akhir Pemodelan Spasial Beban Sumber Emisi Gas Rumah Kaca di Kecamatan Driyorejo Dimas Fikry Syah Putra NRP. 3310 100 111 Dosen Pembimbing: Prof. Ir. Joni Hermana, M.Sc.ES., Ph.D Program Sarjana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang disebabkan oleh konversi lahan. Menurut Budiman (2009), konversi lahan disebabkan oleh alasan ekonomi

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI

PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI Mata Kuliah Biometrika Hutan PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI Disusun oleh: Kelompok 6 Sonya Dyah Kusuma D. E14090029 Yuri

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penghitungan Aspek Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu bagian dari aspek sosial pada Wilayah Pengembangan Tegallega. Permasalahan yang dapat mewakili kondisi kependudukan

Lebih terperinci

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI Saat ini banyak kota besar yang kekurangan ruang terbuka hijau atau yang sering disingkat sebagai RTH. Padahal, RTH ini memiliki beberapa manfaat penting

Lebih terperinci

Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si

Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun 2012 Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si Latar Belakang Perkembangan suatu kota ditandai dengan pesatnya pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Administratif Berdasarkan data BAPPEDA Kota Bogor (2009), secara geografis Kota Bogor terletak pada 106º 48 Bujur Timur dan 6º 36 Lintang Selatan. Wilayah penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar Peta Lokasi Tapak

BAB III METODOLOGI. Gambar Peta Lokasi Tapak 12 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi ini dilaksanakan pada wilayah pemakaman Tanah Kusir di jalan Bintaro Raya Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Tapak yang berada di sebelah timur Kali Pesanggrahan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 33 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi ini dilakukan di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Secara administrasi pemerintahan Kota Padang Panjang terletak di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN

STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN Oleh CHOLOT JANALA A 26.1333 -- -- - --- - - --- JURUSAN-BUDI-BAYA-PERTANIAN FAKULTAS PERTANlAN INSTITUT

Lebih terperinci

STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN

STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN Oleh CHOLOT JANALA A 26.1333 -- -- - --- - - --- JURUSAN-BUDI-BAYA-PERTANIAN FAKULTAS PERTANlAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 12 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III BAHAN DAN METODE Penelitian di lapang berlangsung dari April 2011 sampai Juni 2011. Kegiatan penelitian ini berlokasi di Kawasan Industri Karawang International

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

BAB V SUMBER DAYA ALAM

BAB V SUMBER DAYA ALAM BAB V SUMBER DAYA ALAM A. Pertanian Kota Surakarta Sebagai salah satu kota besar di Jawa Tengah, mengalami pertumbuhan ekonomi dan penduduk karena migrasi yang cepat. Pertumbuhan ini mengakibatkan luas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian pada bab sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu :

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian pada bab sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu : 152 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian pada bab sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Kondisi ruang terbuka hijau (RTH) yang terdapat di Kampus

Lebih terperinci

Oleh Yuliana Suryani Dosen Pembimbing Alia Damayanti S.T., M.T., Ph.D

Oleh Yuliana Suryani Dosen Pembimbing Alia Damayanti S.T., M.T., Ph.D PERENCANAAN VEGETASI PADA JALUR HIJAU JALAN SEBAGAI RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK (RTH) UNTUK MENYERAP EMISI KARBON MONOKSIDA (CO) DARI KENDARAAN BERMOTOR DI KECAMATAN GENTENG Oleh Yuliana Suryani 3310100088

Lebih terperinci

PREDIKSI HUTAN KOTA BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN DI KOTA KUNINGAN, JAWA BARAT IING NASIHIN

PREDIKSI HUTAN KOTA BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN DI KOTA KUNINGAN, JAWA BARAT IING NASIHIN PREDIKSI HUTAN KOTA BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN DI KOTA KUNINGAN, JAWA BARAT IING NASIHIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Prediksi

Lebih terperinci

KAJIAN MENGENAI KEMAMPUAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM MENYERAP EMISI KARBON DI KOTA SURABAYA

KAJIAN MENGENAI KEMAMPUAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM MENYERAP EMISI KARBON DI KOTA SURABAYA KAJIAN MENGENAI KEMAMPUAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM MENYERAP EMISI KARBON DI KOTA SURABAYA Oleh: Ratri Adiastari 3306 100 069 Dosen Pembimbing: Susi Agustina Wilujeng,ST.,MT Latar Belakang Semakin menurunnya

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Juli 2014

Jurnal Geodesi Undip Juli 2014 ANALISIS KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (STUDI KASUS : KOTA SALATIGA) Sri Purwatik, Bandi Sasmito, Hani ah *) Program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Klasifikasi kendaraan bermotor dalam data didasarkan menurut Peraturan Bina Marga,

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Klasifikasi kendaraan bermotor dalam data didasarkan menurut Peraturan Bina Marga, BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Klasifikasi Kendaraan Klasifikasi kendaraan bermotor dalam data didasarkan menurut Peraturan Bina Marga, yakni perbandingan terhadap satuan mobil penumpang. Penjelasan tentang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto WALIKOTA BOGOR KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan perlu didukung data dan informasi lingkungan hidup yang akurat, lengkap dan berkesinambungan. Informasi

Lebih terperinci

STASIUN KERETA BAWAH TANAH ISTORA DI JAKARTA

STASIUN KERETA BAWAH TANAH ISTORA DI JAKARTA LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR STASIUN KERETA BAWAH TANAH ISTORA DI JAKARTA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh : SATYA

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

ANALISA KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN PENYERAPAN EMISI CO 2 PEMENUHAN KEBUTUHAN O 2 DI KOTA PROBOLINGGO

ANALISA KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN PENYERAPAN EMISI CO 2 PEMENUHAN KEBUTUHAN O 2 DI KOTA PROBOLINGGO ANALISA KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN PENYERAPAN EMISI CO 2 PEMENUHAN KEBUTUHAN O 2 DI KOTA PROBOLINGGO Agus Setiawan NRP : 3309 100 096 Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON No. Potensi Data Tahun 2009 Data Tahun 2010*) 1. Luas lahan pertanian (Ha) 327 327

Lebih terperinci

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian. III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR Cesaria Wahyu Lukita, 1, *), Joni Hermana 2) dan Rachmat Boedisantoso 3) 1) Environmental Engineering, FTSP Institut Teknologi

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Emisi Karbondioksida (CO 2 ) yang Dikeluarkan Kendaraan Bermotor di Kota Bogor Tahun 2010 Emisi CO 2 dari kendaraan bermotor dapat diketahui dengan cara terlebih dahulu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Persiapan. Pengamatan Pendahuluan. Identifikasi Masalah. Alternatif Pendekatan Masalah. Pengumpulan Data Data Primer Data Sekunder

BAB III METODOLOGI. Persiapan. Pengamatan Pendahuluan. Identifikasi Masalah. Alternatif Pendekatan Masalah. Pengumpulan Data Data Primer Data Sekunder III - 1 BAB III METODOLOGI Persiapan Mulai Studi Pustaka Pengamatan Pendahuluan Identifikasi Masalah Alternatif Pendekatan Masalah Pengumpulan Data Data Primer Data Sekunder T Data Cukup Y Analisa Jalan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret hingga bulan November 2009, bertempat di laboratorium dan di lapangan. Penelitian di lapangan ( pengecekan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Dalam rangka perumusan kebijakan, pembangunan wilayah sudah seharusnya mempertimbangkan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan atas dasar

Lebih terperinci

Statistik Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XII Tanjungpinang Tahun Halaman 34 VI. PERPETAAN HUTAN

Statistik Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XII Tanjungpinang Tahun Halaman 34 VI. PERPETAAN HUTAN VI. PERPETAAN HUTAN Perpetaan Kehutanan adalah pengurusan segala sesuatu yang berkaitan dengan peta kehutanan yang mempunyai tujuan menyediakan data dan informasi kehutanan terutama dalam bentuk peta,

Lebih terperinci

Tabel 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida. (ton) ,19 52,56 64,59 85,95 101, , , ,53

Tabel 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida. (ton) ,19 52,56 64,59 85,95 101, , , ,53 70 Tabel 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan Emisi CO 2 (ton) 176.706,19 52,56 64,59 85,95 101,42 24.048,65 32.864,12

Lebih terperinci

ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA

ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA Susilah Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh email: zulfhazli.abdullah@gmail.com Abstrak Kecamatan Banda Baro merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat terjadinya kehidupan dan aktivitas bagi penduduk yang memiliki batas administrasi yang diatur oleh perundangan dengan berbagai perkembangannya.

Lebih terperinci

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Citra ALOS AVNIR Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR tahun 2006 seperti yang tampak pada Gambar 13. Adapun kombinasi band yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Becak Becak (dari bahasa Hokkien : be chia "kereta kuda") adalah suatu moda transportasi beroda tiga yang umum ditemukan di Indonesia dan juga di sebagian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian 23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini difokuskan pada lahan sagu yang ada di sekitar Danau Sentani dengan lokasi penelitian mencakup 5 distrik dan 16 kampung di Kabupaten Jayapura.

Lebih terperinci

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011 IPB International Convention Center, Bogor, 12 13 September 2011 Kerangka Latar Belakang Masalah PERTUMBUHAN EKONOMI PERKEMBANGAN KOTA PENINGKATAN KEBUTUHAN LAHAN KOTA LUAS LAHAN KOTA TERBATAS PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. raya adalah untuk melayani pergerakan lalu lintas, perpindahan manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. raya adalah untuk melayani pergerakan lalu lintas, perpindahan manusia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah transportasi darat yang menyangkut dengan masalah lalu lintas merupakan masalah yang sulit dipecahkan, baik di kota - kota besar maupun yang termasuk dalam

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane)

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane) PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane) Oleh : Edy Junaidi Balai Penelitian Kehutanan Ciamis ABSTRAK Luasan penggunaan

Lebih terperinci

ANALISA MANFAAT BIAYA PROYEK PEMBANGUNAN TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) BUNDER DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

ANALISA MANFAAT BIAYA PROYEK PEMBANGUNAN TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) BUNDER DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ANALISA MANFAAT BIAYA PROYEK PEMBANGUNAN TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) BUNDER DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Nama : Dwitanti Wahyu Utami NRP : 3110106053 Dosen Pembimbing : Retno Indryanti Ir, MS. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan RTH sangat penting pada suatu wilayah perkotaan. Disamping sebagai salah satu fasilitas sosial masyarakat, RTH kota mampu menjaga keserasian antara kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM) Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Limau

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK EVALUASI KEPADATAN LALU LINTAS JALAN ARTERI PRIMER DAN ARTERI SEKUNDER DI KOTA SURABAYA

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK EVALUASI KEPADATAN LALU LINTAS JALAN ARTERI PRIMER DAN ARTERI SEKUNDER DI KOTA SURABAYA APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK EVALUASI KEPADATAN LALU LINTAS JALAN ARTERI PRIMER DAN ARTERI SEKUNDER DI KOTA SURABAYA ARHIYAH RUBIYANTI 3506 100 026 TUGAS AKHIR RG 091536 Arhiyah Rubiyanti

Lebih terperinci

KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDA ACEH

KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDA ACEH KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDA ACEH Green Open Space Needs Area in the City of Banda Aceh Saiful Bahri 1), Darusman 2), dan Syamaun A.Ali 3) 1,2,&3) Fakultas Pertanian Unsyiah, Jl. Tgk. Hasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).

Lebih terperinci

Rona Teknik Pertanian Vol. 2 No. 2 Tahun 2010

Rona Teknik Pertanian Vol. 2 No. 2 Tahun 2010 169 ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN PENYEDIAAN OKSIGEN DAN AIR DI KOTA DEPOK PROPINSI JAWA BARAT Bos Ariadi Muis, SP.,M.Si 1 1 Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Teuku Umar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DKI Jakarta merupakan ibu kota negara Indonesia dengan memiliki luas wilayah daratan sekitar 662,33 km². Sementara dengan penduduk berjumlah 9.608.000 jiwa pada tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan banyak digunakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, selain itu lahan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2003 dan 2007

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2003 dan 2007 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Penggunaan/Penutupan Lahan dan Perubahan Luasannya di Kota Bogor Kota Bogor memiliki luas kurang lebih 11.267 Ha dan memiliki enam kecamatan, yaitu Kecamatan Bogor

Lebih terperinci

Bab III Pelaksanaan Penelitian

Bab III Pelaksanaan Penelitian 24 Bab III Pelaksanaan Penelitian Secara garis besar, bab ini akan menjelaskan uraian pelaksanaan penelitian. Tahap kegiatan pada pelaksanaan penelitian ini meliputi empat tahap utama antara lain persiapan,

Lebih terperinci

Momentum, Vol. 11, No. 2, Okt 2015, Hal ISSN , e-issn KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA PACITAN

Momentum, Vol. 11, No. 2, Okt 2015, Hal ISSN , e-issn KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA PACITAN KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA PACITAN Wiwik Handayani 1*, Gagoek Hardiman 1 dan Imam Buchari 1 1 Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro Semarang Jalan Imam Bardjo,

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Studi

Gambar 2. Lokasi Studi 17 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi Studi Studi ini berlokasi di Kawasan Sungai Kelayan di Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan. Sungai Kelayan terletak di Kecamatan Banjarmasin Selatan (Gambar 2).

Lebih terperinci