BAB IV HASIL PENELITIAN. mengetahui deskripsi data tentang kecemasan, maka peneliti

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. untuk dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu penelitian yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. subyek, nama subyek, usia subyek dan subyek penelitian berjumlah 70 sampel ibu

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap data serta penampilan dari hasilnya.

BAB III METODE PENELITIAN. Peneliti akan melakukan penelitian ini di SMA Negeri 2 Kejuruan Muda,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kranggan Kabupaten Temanggung, dengan populasi penelitian sebanyak 219

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung. Dalam penelitian ini seluruh

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASL PENELITIAN DAN PEMBAHASN. Berdasarkan hasil pengumpulan data dan diperoleh gambaran kecemasan

HUBUNGAN KECEMASAN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA MENJELANG MENGHADAPI UJIAN AKHIR NASIONAL (Studi Pada Siswa SMAN I Kraksaan Probolinggo) SKRIPSI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 Hasil Penelitian dan Interpretasi

BAB V ANALISI DATA DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Sejarah MA Darussalam Agung Kota Malang. mengembangkan pendidikan di Kedungkandang didirikanlah Madrasah

Ujian Nasional merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran angka tersebut, serta penampilan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1.1 Gambaran Umum Subyek Penelitian. digunakan untuk uji validitas instrumen.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN. telah disebarkan di lingkungan SMK Telkom Sandy Putra Jakarta dan telah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional di Indonesia berkembang seiring dengan perkembangan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Sejarah Singkat Fakultas Psikologi UIN MALIKI Malang

PENGARUH BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL. Skripsi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa atau 60 %.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP KEDISIPLINAN ANAK DI SEKOLAH KELOMPOK A TK ISLAM ORBIT 2 PRAON NUSUKAN SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2013/2014

BAB IV ANALISIS KORELASI KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU PAI DENGAN MOTIVASI BELAJAR PAI SISWA SMP MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN DALAM MENYUSUN PROPOSAL SKRIPSI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Latar Belakang Berdirinya MAN Pamekasan. 27 januari 1992 sampai sekarang. 2. Meningkatkan kualitas lulusan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pengolahan data yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Semarang. Sekolah ini beralamat di Jalan Sentro Jambu. Jumlah kelas keseluruhan

BAB III METODE PENELITIAN. sampel tertentu, teknik pengambilan sampel biasanya dilakukan dengan cara random,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa MA Boarding School Amanatul

DEWI KUSUMA WARDHANI F

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang

I. PENDAHULUAN. Proses belajar mengajar merupakan aktivitas yang paling penting dalam

BAB V HASIL PENELITIAN. uji linieritas hubungan variabel bebas dan tergantung. diuji normalitasnya dengan menggunakan program Statistical

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tingkat Adversity Quotient Peserta Didik MTs Darul Karomah

KORELASI SELF CONTROL DENGANKECEMASAN DALAM MENGHADAPI DUNIA KERJA PADA MAHASISWA SEMESTER V DI APIKES IRIS PADANG

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. keterampilan membaca nyaring dengan pemahaman bacaan siswa kelas II SD

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. guru. Pada tanggal 17 Juli 1959 PTPG-KI Satya Wacana berubah

BAB III METODE PENELITIAN

KORELASI ANTARA BIMBINGAN BELAJAR ORANG TUA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SDN PREMULUNG NO.94 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2014/ 2015 NASKAH PUBLIKASI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DALAM MENGHADAPI UJIAN DENGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 BANYUBIRU KABUPATEN SEMARANG JURNAL

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. apabila P > 0,05 dan diperoleh hasil sebagai berikut:

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN NASKAH PUBLIKASI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Hasil penelitian

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengikuti perkuliahan yang berjumlah 31 mahasiswi.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS HASIL. Responden pada penelitian ini adalah mahasiswa jurusan Psikologi Binus

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Data penelitian ini diolah dengan menggunakan software program SPSS (Statistical

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional yang

BAB III METODE PENELITIAN. dasarnya, pendekatan kuantitatif dilakukan pada penelitian inferensial (dalam

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian eksperimen. Arikunto (2006: 5) mengemukakan pendapatnya

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Menurut Sugiyono (2013) metode penelitian kuantitatif adalah

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi pada penelitian ini adalah wanita dewasa madya di RT 02 RW 06

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. (Desa Kemiri, Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali) Jawa Tengah.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Subyek dalam penelitian ada 347 orang siswa kelas XI yang terdiri dari

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini, akan dipaparkan hasil penelitian mengenai kecemasan dan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. B. Definisi Operasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Oleh :Mustika Makalalag

BAB III METODE PENELITIAN. dengan data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Pada

#### SELAMAT MENGERJAKAN ####

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Kemampuan sosial emosional perlu dilatih sejak dini, karena kemampuan ini merupakan salah satu poros

HUBUNGAN MINAT BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 10 MALANG SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2012/2013

BAB IV PEMBAHASAN. demikian, ada keterkaitan antara perumusan masalah dengan hipotesis, karena. perumusan masalah merupakan pertanyaan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

jumlah pegawai perpustakaan

HUBUNGAN KESIAPAN BELAJAR DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL SISWA KELAS XII SMA NEGERI 16 PADANG

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN. digunakan untuk melakukan kategorisasi pada masing-masing data variabel

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Data Sebaran Responden

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi 1. Deskripsi Data Deskripsi data merupakan penjabaran dari data yang diteliti dan untuk menjawab rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini. Untuk mengetahui deskripsi data tentang kecemasan, maka peneliti mengklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu tinggi, sedang dan rendah. Penentuan norma penilaian dapat dilakukan setelah diketahui nilai mean (M) dan nilai standar deviasi (SD). Hasil dari uji normalitas didapatkan nilai mean dan SD sebagai berikut: Tabel 4.1 Mean dan Standar Deviasi Kecemasan Mean Standar Deviasi Kecemasan 199 23 Dari tabel di atas dapat diketahui nilai mean sebesar 199 dan standar deviasi sebesar 23. Dengan demikian untuk mencari kategori diperoleh dengan rumus sebagai berikut: 52

53 a) Kategori Kecemasan 1) Tinggi = X > (Mean + 1. SD) = X > (199 + 1.23) = X > 222 2) Sedang = (Mean 1 SD) X (Mean + 1SD) = ( 199 1.23) < X (199 + 1.23) = 176 X 222 3) Rendah = X < (Mean 1 SD) = X < (199 1.23) = X < 176 Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 4.2 Rumusan Kategori Kecemasan Rumusan Kategori Skor skala X > (Mean + 1 SD) Tinggi X > 222 (Mean-1SD) X (Mean+1SD) Sedang 176 X 222 X < (Mean 1 SD) Rendah X < 176 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kecemasan dapat dikategorikan tinggi jika mempunyai skor lebih dari 222, dikategorikan sedang jika skor berada diantara 176 sampai 222, dan dikategorikan rendah jika kurang dari 176

54 Sedangkan untuk hasil prosentase diperoleh dengan rumus sebagai berikut: P = F/N x 100% Keterangan : P = Prosentase F = Frekuensi N = Jumlah sampel Berdasarkan rumusan di atas, didapatkan hasil sebagai berikut : 4.3 Tabel Distribusi Frekuensi Kecemasan Kategori Frekuensi Prosentase (%) Tinggi 29 51,8 Sedang 22 39,3 Rendah 5 8,9 Jumlah 56 100 Berdasarkan data tabel di atas, diperoleh 51,8% atau sebanyak 29 orang termasuk dalam kategori tingkat kecemasan tinggi, sebesar 39,3% atau sebanyak 22 orang termasuk dalam kategori tingkat kecemasan sedang dan sisanya sebesar 8,9% atau sebanyak 5 orang termasuk dalam kategori tingkat kecemasan rendah. Untuk mengetahui deskripsi data tentang motivasi belajar, maka peneliti mengklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu tinggi, sedang dan rendah. Penentuan norma penilaian dapat dilakukan setelah diketahui nilai

55 mean (M) dan nilai standar deviasi (SD). Hasil dari uji normalitas didapatkan nilai mean dan SD sebagai berikut: Tabel 4.4 Mean dan Standar Deviasi Motivasi Belajar Mean Standar Deviasi Motivasi Belajar 192 26 Dari tabel di atas dapat diketahui nilai mean sebesar 192 dan standar deviasi sebesar 26. Untuk mencari kategori diperoleh dengan rumus sebagai berikut a) Kategori Motivasi Belajar 1) Tinggi = X > (Mean + 1. SD) = X > (192 + 1.26) = X > 218 2) Sedang = (Mean 1 SD) X (Mean + 1SD) = ( 192 1.26) < X (192 + 1.26) = 166 X 218 3) Rendah = X < (Mean 1 SD) = X < (192 1.26) = X < 166

56 Tabel 4.5 Rumusan Kategori Motivasi Belajar Rumusan Kategori Skor skala X > (Mean + 1 SD) Tinggi X > 218 (Mean-1SD) X (Mean+1SD) Sedang 166 X 218 X < (Mean 1 SD) Rendah X < 166 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa motivasi belajar dapat dikategorikan tinggi jika mempunyai skor lebih dari 218, dikategorikan sedang jika skor berada diantara 166 sampai 218, dan dikategorikan rendah jika kurang dari 166. Sedangkan untuk hasil prosentase diperoleh dengan rumus sebagai berikut : P = F/N x 100% Keterangan : P = Prosentase F = Frekuensi N = Jumlah sampel Berdasarkan rumusan di atas, didapatkan hasil sebagai berikut : 4.6 Tabel Distribusi Frekuensi Motivasi Belajar Kategori Frekuensi Prosentase (%) Tinggi 17 30,3 Sedang 39 69,7 Rendah 0 0 Jumlah 56 100

57 Berdasarkan data tabel di atas, diperoleh 30,3% atau sebanyak 17 orang termasuk dalam kategori tingkat motivasi tinggi, sebesar 69,7% atau sebanyak 39 orang termasuk dalam kategori tingkat motivasi sedang dan sisanya sebesar 0% atau sebanyak 0 orang termasuk dalam kategori tingkat motivasi rendah. B. Analisis Data Untuk mengetahui korelasi antara kecemasan menghadapi ujian dengan motivasi belajar siswa di SMAN 1 Kraksaan, terlebih dahulu dilakukan uji hipotesis dengan metode analisis statistik product moment Karl Pearson dengan rumus : rxy N. N. xy ( x² - ( x)² x)( N. y) y² - ( y)² Keterangan : r xy N x y : Koefisiean Korelasi Product Moment Pearson : Jumlah subjek : Variabel bebas : Variabel terikat Ada tidaknya hubungan (korelasi) antara kecemasan dengan motivasi belajar, maka dilakukan analisis korelasi product moment untuk dua variabel, untuk uji hipotesis penelitian. Penilaian hipotesis didasarkan pada analogi: a) Ho: tidak terdapat hubungan antara kecemasan dengan motivasi belajar siswa di SMAN 1 Kraksaan.

58 b) Ha: ada hubungan antara kecemasan dengan motivasi belajar siswa di SMAN 1 Kraksaan. Dasar pengambilan keputusan tersebut, berdasarkan pada probabilitas sebagai berikut: a) Jika probabilitas < 0.05 maka Ho ditolak dan Ha diterima b) Jika probabilitas > 0.05 maka Ho diterima dan Ha ditolak Setelah dilakukan analisis dengan bantuan komputer program SPSS 16.0 for windows, didapatkan hasil korelasi sebagai berikut: Tabel 4.7 Korelasi kecemasan Dengan Motivasi Belajar Cor relations Kecemasan Motiv asi Kecemasan Pearson Correlation Sig. (2-tailed) 1 -,672**,000 N 56 56 Motiv asi Pearson Correlation -,672** 1 Sig. (2-tailed) N,000 56 56 **. Correlation is significant at the 0.01 lev el (2-tailed). Dari tabel di atas menunjukkan bahwa ada korelasi yang signifikan (rxy = -0,672 ; sig = 0,000 < 0,05 ) antara kecemasan dengan motivasi belajar. Artinya kecemasan memiliki hubungan (berkorelasi) dengan motivasi belajar siswa di SMAN 1 Kraksaan. Berdasarkan analisis di atas menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara kecemasan (variabel X) dengan motivasi belajar (variabel Y) pada siswa di SMAN 1

59 Kraksaan. Maksud dari pernyataan di atas adalah bahwa semakin tinggi kecemasan siswa maka semakin rendah motivasi belajar. Sebaliknya semakin rendah kecemasan siswa maka semakin tinggi motivasi belajar. Dengan demikian hipotesis yang diajukan sebagai landasan dalam penelitian ini terbukti. C. Pembahasan 1. Tingkat Kecemasan Menghadapi Ujian Siswa SMAN I Kraksaan Probolinggo Hasil dari pengolahan data menunjukkan bahwa tingkat kecemasan siswa SMAN I Kraksaan Probolinggo berbeda-beda. Dari total 56 orang dapat diketahui 51,8% atau sebanyak 29 orang termasuk dalam kategori tingkat kecemasan tinggi, sebesar 39,3% atau sebanyak 22 orang termasuk dalam kategori tingkat kecemasan sedang dan sisanya sebesar 8,9% atau sebanyak 5 orang termasuk dalam kategori tingkat kecemasan rendah. Dari hasil analisa diatas sebagian besar siswa SMAN I Kraksaan dari keseluruhan responden yang menjadi subjek penelitian memiliki tingkat kecemasan tinggi dengan prosentase 51,8% artinya siswa kurang mampu meminimalisir keadaan emosi yang tidak menyenangkan. Menurut Freud (dalam Spielberger, 2004) mendefinisikan kecemasan sebagai sebuah kondisi atau keadaan emosi tertentu yang tidak menyenangkan. Kondisi atau keadaan emosi terentu yang tidak menyenangkan tersebut meliputi perasaan cemas, tegang, khawatir, gairah fisiologis, dan rasa takut dan disamartikan dengan kecemasan obyektif yang dianggap sebagai reaksi emosional yang

60 proporsional dalam intensitas bahaya nyata didunia luar. Kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingati individu tentang kemungkinan terjadinya bahaya sehingga individu dapat menyiapkan reaksi adaftif yang sesuai. Sudah diketahui bahwa tingkat kecemasan yang dialami siswa tinggi dengan melihat fenomena yang ada di lapangan bahwasannya rata-rata siswa melihat standar nilai kelulusan yang semakin tahun bertambah menyebabkan banyak siswa yang tidak lulus Ujian, padahal siswa yang yang tidak lulus belum tentu siswa yang tidak berprestasi namun banyaknya siswa yang tidak lulus Ujian Nasional menjadikan Ujian Nasional menjadi momok yang menakutkan. Takut gagal dalam ujian. hal ini yang menyebakan siswa mengalami kecemasan karena khawatir tidak lulus dengan demikian siswa dituntut untuk belajar semaksimal mungki untuk menanggulangi rasa cemas tersebut biasanya kecemasan siswa ditandai dengan ciri-ciri fisik kegelisahan, kegugupan, jantung yang berdebar-debar sedangkan secara kognitif ditandai dengan adanya kekhawatiran yang berlebihan contoh Ujian semakin dekat dengan begitu siswa beranggapan sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi 2. Tingkat Motivasi Belajar Siswa SMAN I Kraksaan Probolinggo Berdasarkan dari pengolahan data menunjukkan bahwa tingkat motivasi siswa SMAN I Kraksaan Probolinggo, diperoleh 30,3% atau sebanyak 17 orang termasuk dalam kategori tingkat motivasi belajar tinggi, sebesar 39% atau sebanyak 22 orang termasuk dalam kategori tingkat

61 motivasi sedang dan sisanya sebesar 0% atau sebanyak 0 orang termasuk dalam kategori tingkat motivasi belajar rendah. Dari hasil analisa diatas sebagian besar siswa SMAN I Kraksaan dari keseluruhan responden yang menjadi subjek penelitian memiliki tingkat kecemasan tinggi dengan prosentase diperoleh 30,3% atau sebanyak 17 orang termasuk dalam kategori tingkat motivasi tinggi, sebesar 69,7% atau sebanyak 39 orang termasuk dalam kategori tingkat motivasi sedang dan sisanya sebesar 0% atau sebanyak 0 orang termasuk dalam kategori tingkat motivasi rendah yang artinya siswa kurang mempunyai dorongan untuk belajar lebih giat lagi, Dalam hal ini bermakna bahwa siswa tidak hanya diharapkan belajar namun juga menghargai dan menikmati belajar dengan senang hati sehingga apa yang menjadi tujuan utama dalam menunntut ilmu bisa tercapai dengan baik sebagaimana sabda nabi SAW Artinya: Carilah ilmu meskipun di negeri cina, karena mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim. (Wlodkowski dan Jaynes, 2004). Motivasi belajar sangat diperlukan anak untuk melakukan kegiatan belajar, karena jika tanpa adanya motivasi belajar, seorang anak tidak akan mampu mengembangkan kemampuan secara optimal. Motivasi belajar siswa SMAN I Kraksaan dengan analisis diatas dikategorikan dalam tingkatan yang rendah yang artinya siswa siswi masih belum mempunyai dorongan untuk belajar lebih giat dari sebelumnya dengan

62 demikian Wlodkowski dan Jaynes (2004) mengemukaan bahwa terdapat faktor yang menghambat terhadap motivasi belajar anak : a. Faktor Yang Menghambat Menurut Wlodkowski dan Jaynes, (2004) terdapat beberapa faktor penghambat dalam munculnya motivasi belajar, antara lain: 1. Belajar di sekolah berbentuk kelompok dengan kurikulum yang diformalkan dan sistem pengelompokan yang dilaksanankan secara konstan. Dalam hal ini siswa harus dituntut untuk mengikuti buku teks panduan atau set materi yang diprogamkan dalam sebuah rutan. Siswa yang disetiap akhir semester atau diakhir tahun ajaran akan dievaluasi hasil belajarnya. Pada setiap tahunnya, ketika kebutuhan atas pendidikan perguruan tinggi membentang lebih luas, standar untuk masuk perguruan tinggi, meningkatkan nilai dan memberikan tekan pada para pelajar. 2. Akuisisi penegetahuan dan kecakapan yang dikembangkan ialah kompleks, memiliki tuntutan, dan memakan waktu, terutama bagi siswa yang kurang berbakat. Karena pelajar bergerak sesuai dengan setiap disiplin, maka subyek memerlukan lebih banyak pelajar dan dan kurang begitu memaafkan kesalahan karena kompetensi yang diharapkan. Semakin banyak waktu dan usaha yang dapat mereduksi kesalahan mereka secara luas yang membawa mereka merasakan keberhasilan. Hal ini yang akan membuat mereka berkecil hati.

63 3. Secara umum, motivasi merupakan suplai energi terbatas yang harus disalurkan secara adil diantara diri sendiri dan dunia luar. Segala sesuatu di sekitar kita, termasuk pikiran dan perasaan kita, berkompetisi untuk mempengaruhi motivasi kita. Tentu saja akan sulit jika melakukan mengerjakan banyak hal dalam waktu tertentu dengan baik. Kapanpun kita memberikan perhatian kepada sesuatu, maka biasannya kita tidak akan bisa memberikan perhatian pada suatu hal lain. Motivasi belajar juga sangat mudah terganggu oleh kesenangan eksistensi sehari-hari. Karena anak berkembang semakin besar, maka duniannya semakin luas, lingkungan memberikannya lebih banyak pesaing kuat, yang mana motivasi belajar tidak mampu mengatasi, misalnya : televisi kelompok teman bermain, dan jalan-jalan. Terlepas itu semua lingkungan kehidupan masyarakat, akan memberi warna tersendiri terhadap perilaku siswa idealnya, siswa dibesarkan dalam lingkungan yang memilikki tata kehidupan sosial yang bagus dalam arti memiliki perhatian dan keperdulian kepada anak-anak mereka sehingga orang tua bisa mengawasi dalam motivasi belajarnya Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa adanya faktor penghambat antara lain orang tua, guru dan teman sebaya. Jika faktorfaktor tersebut tidak dapat dikendalikan maka akan dapat mengakibatkan siswa memunculkan atau meredam motivasi belajarnya tersebut.

64 Dalam agama islam mengajarkan sebagaimana firman Allah Surat Ala alaq ayat 1-5 Artinya: Bacalah (menyebut) nama tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan tuhanmu lah yang paling pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengejar kepada manusia apa yang tidak diketahui. 3. Hubungan Kecemasan dengan Motivasi Siswa SMAN I Kraksaan Probolinggo Hasil analisis menunjukkan ada hubungan negatif yang signifikan antara kecemasan dengan motivasi pada siswa SMAN I Kraksaan Probolinggo dengan nilai r xy sebesar -0,672 dan nilai signifikansi sebesar 0,000. Besar koefisien korelasi sebesar -0,672 menunjukkan adanya hubungan yang negatif antara kecemasan dengan motivasi belajar, yang mana terdapat hubungan yang bertolak belakang antara kedua variabel tersebut, artinya semakin tinggi kecemasan seseorang maka motivasi akan menurun, sebaliknya semakin kecemasan menghadapi ujian maka motivasi belajar akan semakin meningkat. Tingginya kecemasan para siswa yaitu ditunjukkan dengan adanya reaksi kognitif yaitu sulitnya berkonsentrasi, sukar dalam membuat keputusan dan sulit tidur. Reaksi motorik ditunjukkan dengan adanya kegelisahan para

65 siswa, tidak memiliki tujuan yang jelas, merasa kebingungan, sedangkan reaksi somatik ditunjukkan dengan merasakan kaki tangan dingin, jantung berdebar-debar dan nafas pendek-pendek. Sedangkan reaksi afektif ditunjukkan dengan adanya gangguan psikis dalam hal ini merasakan khawatir dan kegelisahan ketika akan menghadapi ujian. Tingginya kecemasan tersebut akan mempengaruhi tingkat motivasi dalam menghadapi ujian yang akan dilakukan. Kemampuan siswa dalam pengendalian kecemasan tersebut akan meningkatkan motivasi belajar sedangkan apabila seorang siswa tidak mampu memgendalikan kecemasan akan berdampak pada menurunnya motivasi belajar siswa. Penelitian Smith dan Rocket (Prayitno, 1989) menyatakan bahwa ketika motivasi siswa itu rendah, maka tingkat kecemasannya juga tinggi. Ini dapat dibuktikan karena siswa tersebut tidak menampakkan kesiapsiagaan, semangat ataupun ketekunan dalam belajar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jika seseorang individu tersebut memiliki tingkat kecemasan yang rendah maka motivasi yang tinggi sedangkan siswa yang memiliki kecemasan tinggi maka memiliki motivasi yang rendah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Agustiar dan Asmi 2010) menunjukkan hasil bahwa kecemasan menghadapi Ujian Nasional mempunyai hubungan negatif yang rendah namun signifikan dengan motivasi belajar artinya semakin rendah kecemasan menghadapi Ujian Nasional maka semakin tinggi motivasi belajar namun karena hasil korelasi yang diperoleh rendah maka tidak selalu kecemasan tinggi motivasi

66 belajar rendah dan sebaliknya tidak selalu kecemasan rendah motivasi belajar tinggi Menjelang Ujian Nasional Banyak siswa yang merasa cemas terutama siswa kelas XII hal itu terjadi semenjak Ujian Nasional djadikan standar nilai kelulusan ketakutan siswa tidak lulus atau kegagalan dalam Ujian Nasional penyebab timbulnya kecemasan menghadapi Ujian Nasional karena Ujian dianggap sebagai hal yang sulit untuk dijalani dan tidak mampu untuk mengerjakan ujian tersebut ditambah juga siswa lebih sering membayangkan hal-hal buruk yang tidak diinginkannya, dengan demikian rasa takut yang menempel pada siswa SMAN I Kraksaan mengurangi rasa ketidaknyamanan dalam belajar materi sekolah karena siswa masih memikirkan hal-hal buruk yang tidak diinginkannya, jadi antara kecemasan menghadapi ujian dengan motivasi belajar saling berhubungan akan tetapi hubungannya negatif yang artinya ketika kecemasan tinggi motivasi belajar rendah sama juga dengan kebalikannya ketika motivasi belajar rendah kecemasannya tinggi.