HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN NASKAH PUBLIKASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN NASKAH PUBLIKASI"

Transkripsi

1 HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Oleh : AFIFAH MIFTACHUL JANNAH F FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015

2 HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan Oleh : AFIFAH MIFTACHUL JANNAH F FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015 ii

3

4

5 HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN Afifah Miftachul Jannah Dr. Eny Purwandari, M.Si Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Kecemasan menghadapi ujian ditinjau dari kognitif terjadi karena adanya persepsi negatif tentang kemampuan yang dimiliki. Persepsi akan kemampuan diri disebut sebagai efikasi diri, dimana efikasi diri memiliki implikasi penting pada perilaku yang dimunculkan. Tanpa efikasi diri, orang bahkan enggan mencoba melakukan suatu perilaku. Orang dengan persepsi terhadap efikasi diri yang rendah terancam secara potensial dengan tingginya kebangkitan rasa cemas. Dalam kaitannya dengan kecemasan, efikasi diri dapat membantu untuk menurunkan kecemasan pada diri seseorang. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri dengan kecemasan menghadapi ujian SBMPTN. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 96 orang, siswa yang mengikuti ujian Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) dengan kriteria siswa lulusan pendidikan menengah (SMA/ MA/ SMK/ MAK) dan sederajat, termasuk Paket C tahun 2013, 2014, dan Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Cluster Random Sampling. Analisis data dilakukan dengan analisis product moment menggunakan program bantu SPSS 19,0 For Windows Program. Terdapat hubungan negatif antara efikasi diri dengan kecemasan menghadapi ujian SBMPTN. Sumbangan efektif (SE) efikasi diri terhadap kecemasan dalam menghadapi ujian SBMPTN sebesar 41,4%. Tingkat efikasi diri tergolong tinggi sedangkan tingkat kecemasan tergolong sedang. Berdasarkan hasil analisis paired sample t-test terlihat bahwa terjadi peningkatan kecemasan dua minggu sebelum SBMPTN dilaksanakan dengan satu minggu sebelum SBMPTN dilaksanakan. Kata Kunci : kecemasan, efikasi diri, SBMPTN v

6 PENDAHULUAN Perguruan tinggi merupakan suatu lembaga yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (Sudiyono, 2004). Berdasarkan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 2 Tahun 2015 ditentukan bahwa penerimaan mahasiswa baru tahun akademik 2015 dapat dilakukan melalui tiga jalur, diantaranya yaitu jalur SNMPTN (50%), jalur SBMPTN (30%), dan jalur mandiri yang diadakan masingmasing PTN (20%). SBMPTN merupakan nama lain dari SNMPTN yang mulai diberlakukan pada tahun SBMPTN sendiri merupakan seleksi masuk PTN melalui jalur tes tulis dan atau keterampilan yang dilaksanakan secara serentak di 62 PTN. SBMPTN ini dilaksanakan untuk memberi kesempatan kepada lulusan SMA/MA/SMK/MAK pada 3 tahun terakhir untuk mengikuti seleksi pada tahun ini. Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemedikbud) menyebutkan bahwa terdapat 81,3% peserta gagal dalam mengikuti SBMPTN 2013 (Kompas, 2013). Sedangkan pada tahun 2014 secara statistik terdapat 84,2% peserta gagal dalam mengikuti SBMPTN 2014 (Infosbmptn, 2014). Dari pemaparan data tersebut akan berdampak pada timbulnya kecemasan pada siswa yang akan mengikuti SBMPTN, dimana kuota jumlah peserta SBMPTN lebih banyak dari pada jumlah peserta yang diterima. Selain itu dari tahun ke tahun jumlah peserta SBMPTN mengalami peningkatan, sehingga peluang untuk diterima dalam SBMPTN semakin berkurang. Hal ini dinyatakan oleh Dirjen Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbud Djoko Santoso, bahwa terdapat kenaikan sekitar 13.5% dari tahun 2013 ke tahun 2014 (Infosbmptn, 2014). Barlow (dalam Cervone & Pervin, 2012) menambahkan bahwa menurut teori kognitif sosial, orang dengan persepsi terhadap efikasi diri yang rendah terancam secara potensial dengan tingginya kebangkitan rasa cemas. Kejadian 1

7 tersebut tidak mengancam, tetapi perasaan tidak yakin akan kemampuan dalam mengatasinya merupakan sumber dalam kecemasan. Bandura (dalam Nurlaila, 2011) menyatakan bahwa efikasi diri akan meningkatkan kekebalan terhadap cemas, stress dan depresi serta mengaktifkan perubahanperubahan biokemis yang dapat mempengaruhi berbagai ancaman aspek dari fungsi kekebalan. Penelitian menunjukkan bahwa efikasi diri memiliki peran dalam hubungannya dengan cemas dan stress yang melibatkan immunosuppression dan perubahan fisiologis seperti tekanan darah, detak jantung, dan hormone stress. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rini (2013) menunjukkan bahwa siswa yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan memiliki kecemasan yang rendah, hal ini dikarenakan siswa tersebut memiliki kepercayaan diri, keyakinan akan kemampuannya, keyakinan mencapai target yang sudah ditetapkan, dan keyakinan akan kemampuan kognitifnya. Sedangkan siswa yang memiliki efikasi diri yang rendah akan memiliki kecemasan tinggi, hal ini dikarenakan tidak adanya keyakinan atas kemampuannya sehingga mereka tidak merasa percaya diri, tidak yakin akan kemampuannya, tidak mempunyai target nilai dalam ujian nasional tersebut dan tidak yakin akan kemampuannya yang dia miliki. Bandura (dalam Nevid, Rathus, & Greene, 2005) menyatakan bahwa apabila seseorang percaya bahwa ia tidak punya kemampuan untuk menanggulangi tantangan-tantangan penuh stres yang dihadapi dalam hidupnya, maka ia akan merasa semakin cemas menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Orang dengan efikasi diri yang rendah (kurang keyakinan pada kemampuan yang ada pada dirinya untuk melaksakan tugas-tugas dengan sukses) cenderung untuk berfokus pada ketidak ada kekuatan yang dipersepsikannya. Freud (dalam Safaria & Saputra, 2009) berpendapat bahwa kecemasan adalah reaksi terhadap 2

8 ancaman dari rasa sakit maupun dunia luar yang tidak siap ditanggulangi dan berfungsi memperingatkan individu akan adanya bahaya. Calhoun dan Acocella (dalam Safaria & Saputra, 2009) menjabarkan aspek-aspek kecemasan yang terbagi dalam tiga reaksi, yaitu a. Reaksi emosional Reaksi emosional adalah komponen kecemasan yang berkaitan dengan persepsi individu terhadap pengaruh psikologis dari kecemasan, seperti perasaan keprihatinan, ketegangan, sedih, mencela diri sendiri atau orang lain. b. Reaksi kognitif Reaksi kognitif adalah ketakutan dan kekhawatiran yang berpengaruh terhadap kemampuan berpikir jernih sehingga menganggu dalam memecahkan masalah dan mengatasi tuntutan lingkungan sekitarnya. c. Reaksi fisiologis Reaksi fisiologis adalah reaksi yang ditampilkan oleh tubuh terhadap sumber ketakutan dan kekhawatiran. Reaksi ini berkaitan dengan sistem syaraf yang mengendalikan berbagai otot dan kelenjar tubuh sehingga timbul reaksi dalam bentuk jantung berdetak lebih keras, nafas bergerak lebih cepat, dan tekanan darah meningkat. Bandura (dalam Safaria & Saputra, 2009) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh dalam kecemasan antara lain ialah a. Efikasi Diri Efikasi diri adalah sebagai suatu perkiraan individu terhadap kemampuannya sendiri dalam mengatasi situasi. b. Outcome expectancy Outcome expectancy adalah suatu perkiraan individu terhadap kemungkinan terjadinya akibat-akibat tertentu yang mungkin berpengaruh dalam menekan kecemasan. Bandura (dalam Mukhid, 2009) mendefinisikan efikasi diri sebagai penilaian seseorang atas kemampuannya untuk merencanakan 3

9 dan melaksanakan tindakan yang mengarah pada pencapaian tujuan tertentu. Menurut Bandura (1994) aspek-aspek efikasi diri diantaranya yaitu a. Proses kognitif Seseorang memotivasi diri sendiri dan merancang tindakan yang akan diambil dalam mencapai suatu tujuan yang diharapkan dengan cara melatih proses kognitif yang ada dalam dirinya. b. Proses motivasi Proses motivasi adalah usaha seseorang dalam memotivasi diri dan merencanakan tindakan untuk mempersiapkan diri dengan membentuk keyakinan pada tindakan yang akan dilakukan. c. Proses afeksi Kemampuan mengatasi emosi yang timbul pada diri sendiri dalam mencapai tujuan yang diharapkan. d. Proses seleksi Kemampuan dalam menyeleksi tingkah laku dan lingkungan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Asumsi yang timbul pada proses seleksi ini yaitu ketidakmampuan orang dalam melakukan seleksi tingkah laku membuat tidak percaya diri, bingung dan mudah menyerah ketika menghadapi sesuatu yang sulit. Menurut Bandura (dalam Feist & Feist, 2011) menyatakan bahwa hal-hal yang dapat memengaruhi efikasi diri adalah a. Pengalaman menguasai sesuatu (mastery experiences) Secara umum, performa yang berhasil akan meningkatkan ekspektasi mengenai kemampuan, kegagalan cenderung akan menurunkan hal tersebut. b. Modeling sosial Vicarious experiences bahwa efikasi diri akan meningkat saat kita mengobservasi pencapaian orang lain yang mempunyai kompetensi yang setara, namun akan berkurang saat kita melihat rekan sebaya kita gagal. 4

10 c. Persuasi sosial Persuasi dapat meyakinkan seseorang untuk berusaha dalam suatu kegiatan dan apabila performa yang dilakukan sukses, baik pencapaian tersebut maupun penghargaan verbal yang mengikutinya akan meningkatkan efikasi di masa depan. d. Kondisi fisik dan emosional Emosi yang kuat biasanya akan mengurangi performa. Saat seseorang mengalami ketakutan yang kuat, kecemasan akut, atau tingkat stres yang tinggi, kemungkinan akan mempunyai ekspektasi efikasi yang rendah. METODE PENELITIAN Subjek yang diambil dalam penelitian adalah siswa yang mengikuti ujian Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) dengan kriteria siswa lulusan pendidikan menengah (SMA/ MA/ SMK/ MAK) dan sederajat, termasuk Paket C tahun 2013, 2014, dan 2015 sebanyak 96 orang. Menggunakan teknik pengambilan sampel Cluster Random Sampling. Metode pengumpulan data menggunakan skala kecemasan dan efikasi diri. Teknik analisis data menggunakan korelasi product moment. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian menggunakan teknik analisis Product Moment diketahui nilai koefisien korelasi (r xy) = -0,643 dengan sig = 0,000; (p < 0,01) yang berarti terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara efikasi diri dengan kecemasan pada siswa yang sedang menghadapi ujian SBMPTN. Artinya semakin tinggi efikasi diri maka semakin rendah tingkat kecemasan pada siswa yang sedang menghadapi ujian SBMPTN, begitupun sebaliknya. Hal ini dapat diartikan bahwa efikasi diri mempengaruhi kecemasan pada pada siswa yang sedang menghadapi ujian SBMPTN. Tingkat efikasi diri siswa dalam penelitian ini termasuk dalam kategori tinggi sedangkan tingkat kecemasan pada siswa yang sedang menghadapi ujian SBMPTN dalam penelitian ini termasuk kategori sedang. 5

11 Siswa yang sedang menghadapi ujian SBMPTN yang memiliki efikasi diri yang tinggi, akan memiliki kecemasan yang rendah. Hal ini disebabkan karena efikasi diri akan meningkatkan kekebalan terhadap cemas, stress dan depresi serta mengaktifkan perubahan-perubahan biokemis yang dapat mempengaruhi berbagai ancaman aspek dari fungsi kekebalan. Penelitian menunjukkan bahwa efikasi diri memiliki peran dalam hubungannya dengan cemas dan stress yang melibatkan immunosuppression dan perubahan fisiologis seperti tekanan darah, detak jantung, dan hormone stress Bandura (dalam Nurlaila, 2011). Efikasi diri yang tinggi membantu membuat perasaan tenang dalam mendekati tugas dan kegiatan yang sulit. Sebaliknya, orang yang meragukan kemampuan dirinya, mereka bisa percaya bahwa sesuatu itu lebih sulit daripada yang sesungguhnya (Mukhid, 2009). Selanjutnya Seiferd ( dalam Mukhid, 2009) menyatakan bahwa perasaan efikasi diri yang lebih tinggi, akan berdampak pada usaha, kegigihan, dan ketahanan yang lebih besar. Sedangkan efikasi diri rendah berfungsi sebagai penghalang yang mendorong menghindari suatu tujuan. Berdasarkan hasil analisis paired sample t-test diperoleh hasil skor kecemasan dua minggu sebelum SBMPTN dilaksanakan rata-rata 65,98 sedangkan hasil skor kecemasan satu minggu sebelum SBMPTN dilaksanakan rata-rata 73,63. Data tersebut menunjukkan bahwa terjadi kenaikan sebesar 21,7% dibuktikan dengan nilai = 0,217 (21,7%). Dalam penelitian ini kecemasan siswa yang sedang menghadapi ujian SBMPTN masuk dalam jenis kecemasan state anxiety. Kecemasan sebagai suatu keadaan (state anxiety) yaitu keadaan dan kondisi emosional sementara pada diri seseorang yang ditandai dengan perasaan tegang dan khawatir yang dirasakan dengan sadar serta bersifat subjektif dan meningginya aktivitas system syaraf otonom, sebagai suatu keadaan yang berhubungan dengan situasi-situasi lingkungan khusus (Spilberger dalam Safariaa & Saputra, 2009). Hal tersebut menjelaskan bahwa semakin 6

12 mendekati waktu ujian SBMPTN, maka kecemasan siswa akan meningkat. Sumbangan efektif (SE) variabel efikasi diri terhadap kecemasan siswa dalam menghadapi ujian SBMPTN sebesar 41,4% ditunjukkan oleh koefisien determinasi ( ) sebesar 0,414. Masih terdapat 58,6% faktor lain yang mempengaruhi kecemasan selain efikasi diri, diantaranya adalah keadaan pribadi individu, tingkat pendidikan, pengalaman tidak menyenangkan dan dukungan sosial (Sari & Kuncoro, 2006). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efikasi diri dengan segala aspek yang terkandung di dalamnya cukup memberikan kontribusi terhadap kecemasan pada siswa yang sedang menghapi ujian SBMPTN, meskipun efikasi diri tidak hanya dipengaruhi oleh variabel tersebut. Hasil analisis variabel efikasi diri diketahui bahwa memiliki rerata empirik (RE) sebesar 83,10 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 72,5 yang berarti efikasi diri pada subjek tergolong tinggi. Berdasarkan kategori skala efikasi diri menunjukkan bahwa prosentase dari jumlah terbanyak berada pada posisi tinggi. Hal tersebut dapat diartikan bahwa siswa yang sedang menghadapi ujian SBMPTN sudah memenuhi aspek-aspek efikasi diri, seperti yang dikemukakan oleh Bandura (1994) yaitu proses kognitif, proses motivasi, proses afeksi dan proses seleksi. Variabel kecemasan dua minggu sebelum SBMPTN dilaksanakan mempunyai rerata empirik (RE) sebesar 65,98 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 80 yang berarti kecemasan pada subjek tergolong rendah. Berdasarkan kategori skala kecemasan dua minggu sebelum SBMPTN dilaksanakan menunjukkan bahwa prosentase dari jumlah terbanyak berada pada posisi sedang. Selanjutnya pada variabel kecemasan satu minggu sebelum SBMPTN dilaksanakan mempunyai rerata empirik (RE) sebesar 73,63 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 80 yang berarti kecemasan pada subjek tergolong sedang. Berdasarkan kategori skala kecemasan satu minggu sebelum SBMPTN 7

13 dilaksanakan menunjukkan bahwa prosentase jumlah terbanyak berada pada posisi sedang. Hal tersebut dapat diartikan bahwa siswa yang sedang menghadapi ujian SBMPTN belum begitu cukup memenuhi aspek-aspek kecemasan, seperti yang dikemukakan oleh Calhoun dan Acocella (dalam Safaria & Saputra, 2009) yaitu reaksi emosional, reaksi kognitif, dan reaksi fisiologis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efikasi diri mempunyai pengaruh terhadap kecemasan pada siswa yang sedang menghadapi ujian SBMPTN, meskipun kecemasan tidak hanya dipengaruhi oleh variabel tersebut. Namun ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, antara lain yaitu alat ukur atau alat pengumpulan data yang digunakan hanya menggunakan skala sehingga belum mampu mengungkapkan aspek-aspek karakteristik kepribadian secara mendalam. Oleh karena itu, untuk peneliti selanjutnya perlu melengkapi teknik pengumpulan data lain. Selain itu, selama pengambilan data tidak dilakukan dalam suatu ruangan khusus, namun dalam situasi yang berbeda-beda sehingga keadaan psikologis yang dialami subjek berbeda-beda, seperti ada subjek yang sedang santai namun ada pula yang sedang mengerjakan hal lain kemudian mengerjakan skala yang diberikan peneliti. KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan 1) Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara efikasi diri dengan kecemasan siswa dalam menghadapi ujian SBMPTN. 2) Sumbangan efektif atau peranan efikasi diri terhadap kecemasan siswa dalam menghadapi ujian SBMPTN sebesar 41,4%, maka masih ada 58,6% lainnya dipengaruhi oleh faktorfaktor lain yang berpengaruh terhadap kecemasan di luar faktor efikasi diri, seperti dukungan sosial, keadaan pribadi individu, tingkat pendidikan, pengalaman tidak menyenangkan serta faktor genetik. 8

14 3) Subjek penelitian memiliki efikasi diri yang tergolong tinggi. 4) Subjek penelitian memiliki tingkat kecemasan dua minggu sebelum mendekati ujian SBMPTN mengalami kecemasan tingkat rendah, sedangkan satu minggu sebelum mendekati ujian SBMPTN mengalami kecemasan tingkat sedang. b. Saran 1) Bagi siswa yang mengikuti ujian SBMPTN, dengan mempertahankan tingkat efikasi diri dan menurunkan tingkat kecemasan dalam menghadapi ujian SBMPTN dengan memperbaiki aspek reaksi fisiologis, dengan cara mengatur pernasafan, tidur yang cukup, dan berolahraga. 2) Bagi orang tua siswa yang sedang mengikuti ujian SBMPTN, dalam mempertahankan efikasi diri siswa dengan memperbaiki aspek proses motivasi, dengan cara memberikan semangat kepada anak secara teratur dan membantu anak dalam merencanakan langkah-langkah yang akan diambil dalam mempersiapkan diri menghadapi ujian SBMPTN, 3) Bagi pusat lembaga bimbingan belajar, dalam mempertahankan efikasi diri siswa dengan memperbaiki aspek proses motivasi, dengan cara di sela-sela dalam proses belajar, mentor bisa memberi masukanmasukan kepada siswa berupa semangat pantang menyerah dan selalu optimis dalam menghadapi SBMPTN, memberikan jam khusus konsultasi untuk anak dalam tanya jawab memilih perguruan tinggi sesuai dengan kemampuan dan bakat si anak, menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi yang dapat membantu dalam proses belajar dan mengajar, dan memberikan pujian untuk siswa yang berhasil 9

15 menjawab pertanyaan, dengan pujian siswa diharapkan akan lebih termotivasi dalam belajar. 4) Bagi peneliti lain disarankan dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai kajian dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang psikologi dan memberi kontribusi teoritis khususnya mengenai hubungan antara efikasi diri dengan kecemasan siswa dalam menghadapi ujian SBMPTN. Bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan efikasi diri dengan kecemasan menghadapi ujian SBMPTN, disarankan melibatkan variabel-variabel yang belum diungkap antara lain: dukungan sosial, keadaan pribadi individu, tingkat pendidikan, pengalaman tidak menyenangkan serta faktor genetik. Memperbaiki skala efikasi diri dan kecemasan dalam menghadapi ujian SBMPTN dan hendaknya mempertimbangkan faktorfaktor eksternal yang turut mempengaruhi kecemasan seperti dukungan sosial, lingkungan, dan lain-lain. DAFTAR PUSTAKA Bandura, A. (1994). Self Efficacy. Encyclopedia of human behavior, 4, Cervone, D., & Pervin, L. A. (2012). Kepribadian Teori dan Penelitian Edisi 10 Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika. Damanik, C. (2013, Juli 8). Cek Hasil SBMPTN 2013 di "Kompas.com", Yuk! Retrieved Maret 4, 2015, from Harian Kompas: ad/2013/07/08/ /cek. Hasil.SBMPTN.2013.di.Kom pas.com.yuk. Feist, J., & Feist, G. J. (2011). Teori Kepribadian Edisi 7 Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika. InfoSBMPTN. (2014, Oktober 19). Siap Menghadapi SBMPTN Retrieved Februari 8, 2015, from Info SBMPTN: 0/19/siap-menghadapisbmptn-2015/ Mukhid, A. (2009). Self Efficacy (Perspektif Teori Kognitif Sosial dan Implikasinya 10

16 terhadap Pendidikan). Tadris, 4 (1), Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene, B. (2005). Psikologi Abnormal Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga. Nurlaila, S. (2011). Pelatihan Efikasi Diri untuk Menurunkan Kecemasan pada Siswa-Siswi yang akan Menghadapi Ujian Akhir Nasional. Guidena, 1 (1), Rini, H. P. (2013). Self Efficacy dengan Kecemasan dalam Menghadapi Ujian Nasional. Jurnal Online Psikologi, 1 (1), Safaria, T., & Saputra, N. E. (2009). Manajemen Emosi Sebuah Panduan Cerdas Bagaimana Mengelola Emosi Positif dalam Hidup Anda. Jakarta: PT Bumi Aksara. Sari, E. D., & Kuncoro, J. (2006). Kecemasan dalam Menghadapi Masa Pensiun Ditinjau dari Dukungan Sosial pada PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Jurnal Psikologi Proyeksi, 1 (1), Sudiyono. (2004). Manajemen Pendidikan Tinggi. Jakarta: PT Rineka Cipta. 11

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan tinggi, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Lembaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan tinggi, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Lembaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi merupakan suatu lembaga yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Lembaga tersebut juga menghasilkan

Lebih terperinci

DEWI KUSUMA WARDHANI F

DEWI KUSUMA WARDHANI F HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SKRIPSI PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhui Sebagian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy berasal dari teori Bandura (1997) yaitu teori kognisi belajar sosial. Teori kognisi belajar sosial mengacu pada kemampuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional 2.1.1 Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian Kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEBERSYUKURAN DENGAN EFIKASI DIRI PADA GURU TIDAK TETAP DI SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH

HUBUNGAN ANTARA KEBERSYUKURAN DENGAN EFIKASI DIRI PADA GURU TIDAK TETAP DI SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH HUBUNGAN ANTARA KEBERSYUKURAN DENGAN EFIKASI DIRI PADA GURU TIDAK TETAP DI SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH NASKAH PUBLIKASI Diajukan oleh: ARRIJAL RIAN WICAKSONO F 100 090 117 Kepada : FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan tinggi memiliki tujuan yaitu menyiapkan peserta didik menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan tinggi memiliki tujuan yaitu menyiapkan peserta didik menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan tinggi memiliki tujuan yaitu menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau professional yang dapat

Lebih terperinci

Amanda Luthfi Arumsari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK

Amanda Luthfi Arumsari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA DAN EFIKASI DIRI AKADEMIK DENGAN KECEMASAN DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL PADA SISWA KELAS XII SMA N 3 MAGELANG Amanda Luthfi Arumsari 15010113120067 Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. antar bangsa yang semakin nyata serta agenda pembangunan menuntut sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. antar bangsa yang semakin nyata serta agenda pembangunan menuntut sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan bagian yang penting untuk pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Setiap negara sangat membutuhkan sumber daya manusia berkualitas, siap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan pada hakikatnya adalah suatu interaksi atau hubungan timbal

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan pada hakikatnya adalah suatu interaksi atau hubungan timbal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan dasar utama dalam mengembangkan sumber daya manusia. Pendidikan pada hakikatnya adalah suatu interaksi atau hubungan timbal balik dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA PERANTAU NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA PERANTAU NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA PERANTAU NASKAH PUBLIKASI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh :

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KECEMASAN SEBELUM MENGHADAPI PERTANDINGAN PADA ATLET FUTSAL NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KECEMASAN SEBELUM MENGHADAPI PERTANDINGAN PADA ATLET FUTSAL NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KECEMASAN SEBELUM MENGHADAPI PERTANDINGAN PADA ATLET FUTSAL NASKAH PUBLIKASI Diajukan oleh : Rachmad Darmawan F100090178 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sehari-hari manusia. Nevid (2005) berpendapat bahwa kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sehari-hari manusia. Nevid (2005) berpendapat bahwa kecemasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemasan adalah reaksi normal terhadap stressor yang membantu seorang individu untuk menghadapi situasi yang menuntut motivasi untuk mengatasinya, tetapi ketika

Lebih terperinci

PENGARUH PENYESUAIAN DIRI AKADEMIK TERHADAP KECENDERUNGAN SOMATISASI DI SMA AL ISLAM 1 SURAKARTA

PENGARUH PENYESUAIAN DIRI AKADEMIK TERHADAP KECENDERUNGAN SOMATISASI DI SMA AL ISLAM 1 SURAKARTA PENGARUH PENYESUAIAN DIRI AKADEMIK TERHADAP KECENDERUNGAN SOMATISASI DI SMA AL ISLAM 1 SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Subjective well-being Subjective well-being merupakan bagian dari happiness dan Subjective well-being ini juga sering digunakan bergantian (Diener & Bisswass, 2008).

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA SMA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA SMA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA SMA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana ( S1 ) Psikologi Disusun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diwujudkan melalui pelaksanaan Ujian Nasional. Salah satu yang menjalani ujian nasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diwujudkan melalui pelaksanaan Ujian Nasional. Salah satu yang menjalani ujian nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan unsur terpenting dalam pembangunan. Sejalan dengan hal tersebut, proses pembangunan memerlukan adanya peningkatan mutu pendidikan nasional

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy) Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura (dalam Santrock,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

Bayu Prakoso F

Bayu Prakoso F HUBUNGAN ANTARA BERPIKIR POSITIF DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM Naskah Publikasi Untuk memenuhi sebagian persayaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh: Bayu Prakoso F. 100 100

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai bidang. Salah satu bidang yang ikut mengalami perubahan adalah pendidikan. Dewasa ini masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap data serta penampilan dari hasilnya.

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap data serta penampilan dari hasilnya. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan penelitian kuantitatif, seperti yang dijelaskan oleh Arikunto (006. 1) bahwa penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu bidang kehidupan yang penting bagi setiap negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengutamakan pentingnya pendidikan, sehingga

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Bandura 1997 mengungkapkan bahwa self efficacy membuat individu untuk

BAB V PEMBAHASAN. Bandura 1997 mengungkapkan bahwa self efficacy membuat individu untuk BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Data Univariat Usia responden merupakan salah satu karakteristik responden yang berkaitan dengan pengalaman dan daya berpikir seseorang, Semakin bertambah umur seseorang cenderung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. mengetahui deskripsi data tentang kecemasan, maka peneliti

BAB IV HASIL PENELITIAN. mengetahui deskripsi data tentang kecemasan, maka peneliti BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi 1. Deskripsi Data Deskripsi data merupakan penjabaran dari data yang diteliti dan untuk menjawab rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini. Untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di Indonesia yang terdiri dari beberapa fakultas yang dibagi lagi ke dalam beberapa

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA SMA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA SMA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA SMA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian ini akan dijabarkan mengenai latar belakang, rumusan

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian ini akan dijabarkan mengenai latar belakang, rumusan BAB I PENDAHULUAN Pada bagian ini akan dijabarkan mengenai latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan, dan manfaat dari penelitian. 1.1 Latar Belakang UN tinggal 35 hari lagi, UN tinggal 20 hari lagi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU pendidikan No.2 Tahun,1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU pendidikan No.2 Tahun,1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kebutuhan dalam kehidupan manusia bukan sekedar untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan namun juga untuk mendapatkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERCAYA DIRI DENGAN INTENSI MENYONTEK

HUBUNGAN ANTARA PERCAYA DIRI DENGAN INTENSI MENYONTEK HUBUNGAN ANTARA PERCAYA DIRI DENGAN INTENSI MENYONTEK Naskah Publikasi Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: PANGESTU PINARINGAN PUTRI F100

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai efek negatif dan gejala-gejala ketegangan jasmaniah seseorang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai efek negatif dan gejala-gejala ketegangan jasmaniah seseorang yang 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan Menurut Durand & Barlow (2006), kecemasan adalah keadaan suasana hati yang ditandai efek negatif dan gejala-gejala ketegangan jasmaniah seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dalam kehidupannya bisa menghadapi masalah berupa tantangan, tuntutan dan tekanan dari lingkungan sekitar. Setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan

Lebih terperinci

PENGARUH LAYANAN INFORMASI TERHADAP PENINGKATAN EFIKASI DIRI SISWA KELAS VII D SMP NEGERI 2 KARANGMALANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

PENGARUH LAYANAN INFORMASI TERHADAP PENINGKATAN EFIKASI DIRI SISWA KELAS VII D SMP NEGERI 2 KARANGMALANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 PENGARUH LAYANAN INFORMASI TERHADAP PENINGKATAN EFIKASI DIRI SISWA KELAS VII D SMP NEGERI 2 KARANGMALANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 TANTRI PADMAWATI 11500010 Dr. Hera Heru SS, S.Pd, M.Pd Progdi BK FKIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup senantiasa barada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berakhir ketika individu memasuki masa dewasa awal, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TEORI SELF-EFICACY

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TEORI SELF-EFICACY BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TEORI SELF-EFICACY A. Pengertian Self-Efficacy Terminologi self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh seorang tokoh behavioris bernama Albert Bandura pada tahun 1981 (Bandura,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasil penelitian yang memenuhi syarat-syarat ilmiah dan digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. hasil penelitian yang memenuhi syarat-syarat ilmiah dan digunakan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa merupakan orang yang belajar di sekolah tingkat perguruan tinggi untuk mempersiapkan dirinya bagi suatu keahlian tingkat sarjana (Budiman, 2006). Syarat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian meupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan. Pengetahuan merupakan oprasionalisasi dari metode yang digunakn

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SIKAP REMAJA TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBAT DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI

NASKAH PUBLIKASI SIKAP REMAJA TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBAT DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI NASKAH PUBLIKASI SIKAP REMAJA TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBAT DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI Oleh : SYAIFUL ANWAR PRASETYO YULIANTI DWI ASTUTI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dunia pendidikan diperlukan untuk mempersiapkan generasi muda

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dunia pendidikan diperlukan untuk mempersiapkan generasi muda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia pendidikan diperlukan untuk mempersiapkan generasi muda agar menjadi sumber daya manusia (SDM), yang mampu bersaing dalam era persaingan bebas. Pendidikan sangat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN ADVERSITY DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI DUNIA KERJA

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN ADVERSITY DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI DUNIA KERJA HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN ADVERSITY DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI DUNIA KERJA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya merupakan makhluk hidup yang harus terus berjuang agar dapat mempertahankan hidupnya. Manusia dituntut untuk dapat mengembangkan dirinya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA Naskah Publikasi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Sebagian Syaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Diajukan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Dari hasil analisa utama bab 4 dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial teman

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Dari hasil analisa utama bab 4 dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial teman BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil analisa utama bab 4 dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial teman sebaya berpengaruh terhadap kecemasan dalam menghadapi Ujian Nasional pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..).

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pembahasan pada bagian metode penelitian ini akan menguraikan mengenai (A) Identifikasi Variabel Penelitian, (B) Definisi Operasional Variabel Penelitian, (C) Populasi dan Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Efikasi Diri A. Efikasi Diri Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam teori sosial kognitif atau efikasi diri sebagai kepercayaan terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Teori 1. Kecemasan Situasi yang mengancam atau yang dapat menimbulkan stres dapat menimbulkan kecemasan pada diri individu. Atkinson, dkk (1999, p.212) menjelaskan kecemasan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, salah satu dari tugas perkembangan kehidupan sosial remaja ialah kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan dianalisis menggunakan statistik. Sugiyono (2015) mengatakan bahwa metode penelitian kuantitatif

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DALAM MENGHADAPI UJIAN DENGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 BANYUBIRU KABUPATEN SEMARANG JURNAL

HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DALAM MENGHADAPI UJIAN DENGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 BANYUBIRU KABUPATEN SEMARANG JURNAL hhh HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DALAM MENGHADAPI UJIAN DENGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 BANYUBIRU KABUPATEN SEMARANG JURNAL Diajukan untuk memenuhi syarat guna mencapai Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai tenaga kerja merupakan salah satu aset yang menentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai tenaga kerja merupakan salah satu aset yang menentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai tenaga kerja merupakan salah satu aset yang menentukan hidup matinya indutri tersebut. Berbagai jenis perusahaan mulai dari perusahaan yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tinggi. Secara umum pendidikan perguruan tinggi bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tinggi. Secara umum pendidikan perguruan tinggi bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perguruan tinggi merupakan satuan pendidikan yang menyelenggrakan pendidikan tinggi. Secara umum pendidikan perguruan tinggi bertujuan untuk meningkat taraf pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang semakin meningkat. Individu dituntut untuk semakin maju agar dapat mengikuti persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI. Widanti Mahendrani 1) 2)

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI. Widanti Mahendrani 1) 2) HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI Widanti Mahendrani 1) 2) dan Esthi Rahayu Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang ABSTRAKSI Penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN SELF ESTEEM PADA WANITA YANG MELAKUKAN PERAWATAN DI SKIN CARE HALAMAN SAMPUL DEPAN NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN SELF ESTEEM PADA WANITA YANG MELAKUKAN PERAWATAN DI SKIN CARE HALAMAN SAMPUL DEPAN NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN SELF ESTEEM PADA WANITA YANG MELAKUKAN PERAWATAN DI SKIN CARE HALAMAN SAMPUL DEPAN NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kecemasan adalah suatu keadaan khawatir yang mengeluhkan sesuatu yang buruk

BAB 1 PENDAHULUAN. Kecemasan adalah suatu keadaan khawatir yang mengeluhkan sesuatu yang buruk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecemasan adalah suatu keadaan khawatir yang mengeluhkan sesuatu yang buruk akan terjadi. Kecemasan ditandai oleh gejala-gejala jasmaniah seperti ketegangan fisik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya oleh masyarakat maupun pemerintahan Indonesia. Indonesia mewajibkan anak-anak bangsanya untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapinya, baik masalah pribadi maupun masalah yang ada di sekitar lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. dihadapinya, baik masalah pribadi maupun masalah yang ada di sekitar lingkungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era Modern ini permasalahan dan problem hidup yang dihadapi individu semakin kompleks. Setiap kehidupan manusia tidak luput dari berbagai masalah yang dihadapinya,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep Self efficacy pertama kali

Lebih terperinci

PERBEDAAN EFIKASI DIRI AKADEMIK PADA MAHASISWA TINGKAT AWAL DAN TINGKAT AKHIR FARHAND DIANSYAH FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA 2012

PERBEDAAN EFIKASI DIRI AKADEMIK PADA MAHASISWA TINGKAT AWAL DAN TINGKAT AKHIR FARHAND DIANSYAH FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA 2012 PERBEDAAN EFIKASI DIRI AKADEMIK PADA MAHASISWA TINGKAT AWAL DAN TINGKAT AKHIR FARHAND DIANSYAH 10508075 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA 2012 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Mahasiswa Tingkat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN MINAT BERWIRAUSAHA PADA SISWA SMK KASATRIAN SOLO SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI. Oleh : NIKI FEBRIANI F

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN MINAT BERWIRAUSAHA PADA SISWA SMK KASATRIAN SOLO SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI. Oleh : NIKI FEBRIANI F HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN MINAT BERWIRAUSAHA PADA SISWA SMK KASATRIAN SOLO SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Oleh : NIKI FEBRIANI F 100 090 100 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. Kecemasan adalah sinyal akan datangnya bahaya (Schultz & Schultz, 1994).

BAB I PENDAHULAN. Kecemasan adalah sinyal akan datangnya bahaya (Schultz & Schultz, 1994). BAB I PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang Kecemasan adalah sinyal akan datangnya bahaya (Schultz & Schultz, 1994). Seseorang mengalami kecemasan ketika mereka menjadi waspada terhadap keberadaan atau adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang dialami Indonesia pada saat ini menyebabkan keterpurukan dunia usaha di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Efficacy 1. Definisi Self-Efficacy Seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu pada umumnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kognitif, khususnya faktor kognitif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan tujuan untuk memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia, pemerintah menetapkan Ujian Nasional (UN) pada siswa kelas XII sebagai salah satu syarat yang paling

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA BAKAT NUMERIK DENGAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

HUBUNGAN ANTARA BAKAT NUMERIK DENGAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA HUBUNGAN ANTARA BAKAT NUMERIK DENGAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA NASKAH PUBLIKASI Disusun Guna Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh: DEWI ANGGRAENI SULISTYOWATI

Lebih terperinci

Pengantar Psikologi Abnormal

Pengantar Psikologi Abnormal Pengantar Psikologi Abnormal NORMAL (SEHAT) sesuai atau tidak menyimpang dengan kategori umum ABNORMAL (TIDAK SEHAT) tidak sesuai dengan kategori umum. PATOLOGIS (SAKIT) sudut pandang medis; melihat keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2003, UN merupakan kegiatan penilaian hasil belajar siswa yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2003, UN merupakan kegiatan penilaian hasil belajar siswa yang telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ujian Nasional (UN) adalah salah satu bentuk evaluasi yang dilakukan secara nasional dalam dunia pendidikan dan disesuaikan dengan standar pencapaian hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikomunikasikan secara interpersonal (Stuart, 2006). Ketika mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. dikomunikasikan secara interpersonal (Stuart, 2006). Ketika mahasiswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki obyek yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN PELAKSANAAN TES DALAM PENDIDIKAN JASMANI DI SMP NEGERI 1 CISARUA KABUPATEN BANDUNG BARAT.

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN PELAKSANAAN TES DALAM PENDIDIKAN JASMANI DI SMP NEGERI 1 CISARUA KABUPATEN BANDUNG BARAT. HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN PELAKSANAAN TES DALAM PENDIDIKAN JASMANI DI SMP NEGERI 1 CISARUA KABUPATEN BANDUNG BARAT Mudjihartono (Universitas Pendidikan Indonesia) Abstrak Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan teknik korelasional. Penelitian dengan teknik korelasional merupakan penelitian yang dimaksudkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PENYESUAIAN DIRI SANTRI BARU NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PENYESUAIAN DIRI SANTRI BARU NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PENYESUAIAN DIRI SANTRI BARU NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Derajat

Lebih terperinci

//HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP IKLIM SEKOLAH DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA SMP. Naskah Publikasi

//HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP IKLIM SEKOLAH DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA SMP. Naskah Publikasi //HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP IKLIM SEKOLAH DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA SMP Naskah Publikasi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Disusun Oleh:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah jenjang pendidikan yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi hambatan maupun tantangan yang dihadapi dan tentunya pantang

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi hambatan maupun tantangan yang dihadapi dan tentunya pantang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa adalah salah satu bagian dari civitas akademika pada perguruan tinggi yang merupakan calon pemimpin bangsa dimasa yang akan datang. Untuk itu diharapkan mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (http://wajahpendidikan.wordpress.com/pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (http://wajahpendidikan.wordpress.com/pentingnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era yang serba maju seperti saat ini, kita dituntut untuk dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah pendidikan tinggi yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau sekolah dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien (Zamroni,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau sekolah dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien (Zamroni, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Tujuan pendidikan pada

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. uji linieritas hubungan variabel bebas dan tergantung. diuji normalitasnya dengan menggunakan program Statistical

BAB V HASIL PENELITIAN. uji linieritas hubungan variabel bebas dan tergantung. diuji normalitasnya dengan menggunakan program Statistical BAB V HASIL PENELITIAN A. Uji Asumsi Setelah semua data penelitian diperoleh, maka dilakukan uji asumsi sebagai syarat untuk melakukan analisis data. Uji asumsi yang dilakukan adalah uji normalitas sebaran

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Stres merupakan fenomena umum yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat beberapa tuntutan dan tekanan yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan model penelitian eksperimen semu yaitu dengan pemasangan subyek melalui tes awal dan tes akhir dan kelompok kontrol (Ardhana 2008).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah penulisan tugas akhir (Iswidharmanjaya, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. adalah penulisan tugas akhir (Iswidharmanjaya, 2006). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa adalah orang yang belajar di sekolah tingkat perguruan tinggi untuk mempersiapkan dirinya bagi suatu keahlian tingkat sarjana (Budiman, 2006). Syarat lulus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional di Indonesia berkembang seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional di Indonesia berkembang seiring dengan perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu faktor keberhasilan suatu bangsa adalah pendidikan karena pendidikan dapat meningkatkan potensi sumber daya manusia yang ada. Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN 67 BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kecemasan dengan motivasi berprestasi dalam menghadapi Ujian Nasional pada siswa SMAN unggulan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. besar siswa hanya berdiam diri saja ketika guru meminta komentar mereka mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. besar siswa hanya berdiam diri saja ketika guru meminta komentar mereka mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan presentasi maupun diskusi biasanya melibatkan guru dan siswa maupun siswa dengan siswa dalam suatu proses belajar mengajar, di dalam kegiatan presentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami. perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami. perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah ditetapkannya standar kurikulum

Lebih terperinci

Self-Efficacy Mahasiswa Prodi PMA Dalam Pembelajaran Kalkulus Oleh: Budi Irwansyah, M.Si 1

Self-Efficacy Mahasiswa Prodi PMA Dalam Pembelajaran Kalkulus Oleh: Budi Irwansyah, M.Si 1 115 Logaritma Vol. I, No.02 Juli 2013 Self-Efficacy Mahasiswa Prodi PMA Dalam Pembelajaran Kalkulus Oleh: Budi Irwansyah, M.Si 1 Pendahuluan Terdapat aspek psikologis yang turut memberikan kontribusi terhadap

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN KEMATANGAN KARIR PADA SISWA KELAS XII SMK AHMAD YANI JABUNG

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN KEMATANGAN KARIR PADA SISWA KELAS XII SMK AHMAD YANI JABUNG 1 HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN KEMATANGAN KARIR PADA SISWA KELAS XII SMK AHMAD YANI JABUNG Muhammad Antos Riady Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PERBEDAAN SIKAP DISIPLIN BERLALU LINTAS DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN. NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Muhammadiyah Surakarta

PERBEDAAN SIKAP DISIPLIN BERLALU LINTAS DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN. NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Muhammadiyah Surakarta PERBEDAAN SIKAP DISIPLIN BERLALU LINTAS DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat

Lebih terperinci

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN PADA LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR SISWA SMP NASKAH PUBLIKASI

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN PADA LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR SISWA SMP NASKAH PUBLIKASI PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN PADA LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR SISWA SMP NASKAH PUBLIKASI Diajukanoleh : APRIYANDER YUDHO N S F100070124 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN KERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN KERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN KERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi Oleh : SEPTIANI BAROROH

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN STRATEGI COPING PADA PENDERITA HIPERTENSI DI RSUD BANJARNEGARA

HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN STRATEGI COPING PADA PENDERITA HIPERTENSI DI RSUD BANJARNEGARA HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN STRATEGI COPING PADA PENDERITA HIPERTENSI DI RSUD BANJARNEGARA Sugianto 1, Dinarsari Eka Dewi 2 1 Alumni Program Studi Psikologi,Univ Muhammadiyah Purwokerto 2 Program

Lebih terperinci