BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Bentuk Sel dan Pewarnaan Gram Nama. Pewarnaan Nama

dokumen-dokumen yang mirip
LARAS AJENG PITAYU PENAPISAN AKTIVITAS SUPEROKSIDA DISMUTASE DAN IDENTIFIKASI SPESIES DENGAN METODE 16S rdna DARI BAKTERI ASAL INDONESIA

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Percobaan 3.2 Alat Percobaan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati

4 Hasil dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN

Gambar 1. Struktur organisasi promoter pada organisme prokariot [Sumber: University of Miami 2008: 1.]

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kuantitas dan Kualitas DNA

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

3. METODE PENELITIAN

LAMPIRAN. Lampiran 1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel Air Panas Pacet Mojokerto

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

DAFTAR ISI. AKSRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB I PENDAHULUAN...

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Pengujian Inhibisi RNA Helikase Virus Hepatitis C (Utama et al. 2000) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekspresi dan Purifikasi RNA

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolat Lumpur Aktif Penghasil Bioflokulan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER Oleh: Ixora Sartika M ISOLASI DNA PLASMID

Uji Sitotoksik Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU LAMPIRAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA

HASIL DAN PEMBAHASAN

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE,

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

`BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. isolatnya ditunjukkan dalam table 4.1 di bawah ini;

BAB III METODE PENELITIAN. Neraca analitik, tabung maserasi, rotary evaporator, water bath,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM)

Pengujian DNA, Prinsip Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998).

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari:

Pengambilan sampel tanah dari lahan tambang timah di Belitung. Isolasi bakteri pengoksidasi besi dan sulfur. Pemurnian isolat bakteri

III. METODOLOGI PENELITIAN

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI. Oleh Dina Fitriyah NIM

Teknik Isolasi Bakteri

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pewarnaan Gram

Hasil dan Pembahasan

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

BAHAN DAN METODE. Analisis Kekerabatan Rayap Tanah M. gilvus dengan Pendekatan Perilaku

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN MOLEKULER BAKTERI ASAM LAKTAT ISOLAT 9A HASIL ISOLASI DARI KOLON SAPI BALI MELALUI ANALISIS GEN 16S rrna SKRIPSI

Kloning Domain KS dan Domain A ke dalam Sel E. coli DH5α. Analisis Bioinformatika. HASIL Penapisan Bakteri Penghasil Senyawa Antibakteri

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA

Sampel air panas. Pengenceran 10-1


HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

III. BAHAN DAN METODE

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian

BAB XIII. SEKUENSING DNA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

4 Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Lampiran 1 Prosedur uji aktivitas protease (Walter 1984, modifikasi)

NOTULENSI DISKUSI PHARM-C. Hari, tanggal : Sabtu, 23 Juli 2017 : WIB Tempat : Online (LINE Grup Pharm-C Kloter 1)

Teknik Isolasi Bakteri

BAB III BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi

Transkripsi:

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada pengujian awal, terhadap 29 bakteri dilakukan pewarnaan Gram dan pengamatan bentuk sel bakteri. Tujuan dilakukan pengujian awal adalah untuk memperkecil kemungkinan terjadinya pengujian terhadap bakteri yang sama. Hasil pengujian awal dapat dilihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Bentuk Sel dan Pewarnaan Gram Nama Pewarnaan Nama Pewarnaan Bentuk Sel Bentuk Sel Sampel Gram Sampel Gram Budaya Coccus Negatif Pager Maneh Coccus Negatif Vila Roro Bacil Negatif Ciismun 4 Coccus Negatif Sukasirna Coccus Negatif Bandung 4 Coccus Negatif Seskau 2 Coccus Negatif Ciismun 2 Coccus Positif Jajaway 4 Coccus Negatif MKS 1 Coccus Negatif TK Cibodas Coccus Negatif MKS 3 Coccus Negatif Bandung Coccus Negatif MKS 5 Bacil Negatif SCK Coccus Positif MKS 7 Coccus Negatif Sed cle 4LI 1 Bacil Negatif MKS 9 Coccus Negatif SED STL II 4 Bacil Negatif MKS 11 Coccus Negatif STLA 6A Coccus Negatif MKS 13 Bacil Positif SEDAL cle II 3 Bacil Positif MKS 15 Coccus Negatif STLC 34 Bacil Negatif MKS 17 Bacil Negatif BBK Bengkok Coccus Negatif MKS 4 Coccus Negatif BCD Coccus Negatif Hasil pengujian awal menunjukkan bahwa dari 29 bakteri yang diuji terdapat 25 bakteri Gram positif dan 4 bakteri Gram negatif, serta terdapat 21 bakteri berbentuk coccus dan 8 bakteri berbentuk batang. Sebanyak 14 dari 29 sampel bakteri pada pengujian awal dipilih dan ditumbuhkan pada media padat, kemudian dipindahkan ke media cair, diukur kerapatan optiknya, diendapkan dan diekstrak proteinnya. Namun akibat adanya perbedaan kecepatan pertumbuhan tiap bakteri pada media cair, maka dilakukan penumbuhan dengan cara lain yakni dengan pengusapan stok gliserol bakteri ke permukaan media LB padat dengan dan tanpa suplemen ion logam. Setelah diinkubasi inokulum dipanen dan dipindahkan ke PBS steril. Kerapatan optik dihitung pada panjang gelombang 560 nm dan 24

25 hasil yang diharapkan adalah 0,4 sampai 0,6. Data pertumbuhan bakteri dapat dilihat pada Tabel 1.3. Nama Sampel Bakteri Tabel 1.3 Pertumbuhan Bakteri dan Kerapatan Optik Media Padat Media Cair Kerapatan Optik NL L NA NL L PBS NL L Sukasirna 0,54 0,42 Seskau 2 0,55 0,54 TK Cibodas 0,58 0,44 Bandung 0,54 0,58 SCK 0,46 0,52 SEDAL cle II 3 0,48 BBK Bengkok 0,48 0,58 BCD 0,54 0,55 Ciismun 4 0,51 0,54 Ciismun 2 0,48 0,54 MKS 1 0,42 0,41 MKS 11 0,51 0,49 MKS 13 0,53 Keterangan : Tanda ( ) menandakan media dimana bakteri ditumbuhkan. NL = media padat/cair LB tanpa ion logam, L = media padat/cair dengan logam, NA = pertumbuhan pada media padat NA, sedangkan PBS = pemindahan inokulum ke dapar PBS. Pada penelitian ini diperoleh 13 bakteri yang berhasil ditumbuhkan dan menghasilkan nilai kerapatan optik antara 0,4 hingga 0,6. Rentang kerapatan optik antara 0,4 hingga 0,6 menjadi penyetaraan kasar terhadap jumlah bakteri yang terkandung sebelum dilakukan ekstraksi protein total dan perhitungan aktivitas SOD total. Setelah ekstrak protein total didapatkan melalui sonikasi, sampel protein dipekatkan hingga setengah volume awal dan diuji aktivitasnya dengan metode spektrofotometri. Nilai absorbansi antara sampel protein dan pembanding serta persen inhibisi reduksi sampel dapat dilihat pada Tabel 1.4. Semakin tinggi kandungan SOD total dalam ekstrak protein total maka nilai absorbansinya akan semakin kecil karena terjadi pencegahan pembentukan warna biru dari NBT oleh SOD total yang berada dalam ekstrak protein total secara bermakna. Semakin kecilnya nilai persen inhibisi reduksi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang besar antara ekstrak protein yang diuji dan pembanding, yang berarti terdapat aktivitas SOD yang cukup bermakna dibandingkan dengan NBT pada

26 pembanding. Dari hasil perhitungan persen inhibisi reduksi, terdapat 6 sampel protein yang memiliki aktivitas SOD tinggi yakni sampel SEDAL cle II 3, Seskau 2, TK Cibodas, MKS 11, MKS 13 dan Ciismun 4. Nama Sampel Protein Tabel 1.4 Persen Inhibisi Reduksi A sampel A pembanding % Inhibisi reduksi NL L NL L NL L Sukasirna 0,22 0,28 0,34 0,32 65,16 86,70 Seskau 2 0,12 0,13 0,33 0,31 34,66* 41,36 TK Cibodas 0,10 0,15 0,27 0,28 35,75* 52,31 Bandung 0,17 0,13 0,33 0,25 52,44 50,22 SCK 0,16 0,17 0,34 0,32 47,84 53,04 SEDAL cle II 3 0,08-0,30-25,15* - BBK Bengkok 0,73 0,69 0,77 0,77 95,30 89,48 BCD 0,12 0,13 0,28 0,27 42,74 48,23 Ciismun 4 0,17 0,12 0,27 0,31 65,11 38,67* Ciismun 2 0,13 0,11 0,30 0,27 43,59 40,28 MKS 1 0,26 0,29 0,32 0,30 81,78 95,46 MKS 11 0,12 0,21 0,32 0,30 36,31* 70,76 MKS 13 0,11-0,28-37,50* - Keterangan : Tanda NL dan L menunjukkan asal penumbuhan bakteri, dengan atau tanpa logam. Tanda (*) menunjukkan nilai nilai persen inhibisi reduksi terendah. Tanda (-) menunjukkan pengukuran tidak dilakukan karena ekstrak protein gagal diperoleh. Selain metode pengujian aktivitas SOD total dengan perhitungan persen inhibisi reduksi, dilakukan pengujian lain yakni zimografi. Zimografi yang dilakukan adalah zimografi nondenaturing sehingga ukuran protein tidak dapat diketahui. Dari hasil zimografi nondenaturing didapatkan pita yang jelas terlihat pada ekstrak protein SEDAL cle II 3, Seskau 2, TK Cibodas, dan MKS 13, sedangkan pada ekstrak protein Ciismun 4 terlihat dua pita samar pada bagian atas gel dan tidak terlihat pita pada ekstrak protein MKS 11. Hasil dapat dilihat pada Gambar 1.6. Perbedaan metode zimografi dengan metode spektrofotometri adalah pada jumlah NBT yang digunakan sebagai pembanding serta pada proses visualisasi. Pada metode spektrofotometri, jumlah NBT yang digunakan sebagai pembanding sama dengan jumlah sampel protein total, selain itu aktivitas juga diketahui dengan perhitungan absorbansi.

27 Pada metode zimografi, penambahan NBT dilakukan untuk mewarnai latar belakang sehingga bercak transparan yang menunjukkan aktivitas SOD terlihat. 13 4 6 26 27 18 Gambar 1.6 Hasil Zimografi Sampel Protein Total. Keterangan : 13 = SEDAL cle II 3, 4 = Seskau 2, 6 = TK Cibodas, 26 = MKS 11, 27 = MKS 13, 18 = Ciismun 4. Pita transparan ditandai dengan lingkaran. Kelemahan metode zimografi adalah karena perbandingan antara NBT dan sampel protein total cukup besar, aktivitas SOD pada ekstrak protein total kurang dapat terlihat secara jelas, lain halnya dengan metode spektrofotometri yang proses identifikasi aktivitasnya dilakukan dengan bantuan spektrofotometer yang lebih sensitif. Enam bakteri dengan aktivitas SOD total tertinggi dari pengujian aktivitas secara spektrofotometri dan zimografi diisolasi DNA kromosomnya menggunakan kit pereaksi Wizard. Elektroforesis dari hasil isolasi DNA dapat dilihat pada Gambar 1.7. 13 4 6 26 27 18 Gambar 1.7 Elektroforesis Hasil Isolasi DNA. 13 = SEDAL cle II 3, 4 = Seskau 2, 6 = TK Cibodas, 26 = MKS 11, 27 = MKS 13, 18 = Ciismun 4. DNA yang didapatkan dari proses isolasi DNA digunakan sebagai cetakan pada reaksi PCR gen 16S rdna. Pita produk PCR 16S rdna terletak pada marka 1 kilo basa (kb) dan 2 kb, kemudian melalui perhitungan manual dengan menggunakan regresi logaritmik antara jarak sumur ke marker dan jarak sumur ke pita produk PCR didapatkan hasil ukuran produk PCR adalah sebesar 1516 pasangan basa (pb). Hal ini sesuai dengan ukuran gen 16S rdna yang

28 memiliki variasi rentang antara 1400 hingga 1600 pb. Ukuran gen 16S rdna tiap bakteri berbeda beda, namun perbedaan tersebut sangat kecil, yakni hanya sekitar beberapa pasang basa saja sehingga penggunaan gel agarosa dengan konsentrasi 1% saja tidak cukup sensitif dalam mendeteksi perbedaan tersebut. Hasil PCR 16S rdna dapat dilihat pada Gambar 1.8. Penentuan besar gen 16S rdna dan identifikasi spesies dari gen 16S rdna dilakukan dengan penentuan urutan nukleotida. Gambar 1.8 Elektroforesis Produk PCR 16S rdna. Tanda 1 kb dan 2 kb menunjukkan marka 1 kilo basa dan 2 kilo basa. Tanda (-) menunjukkan kontrol negatif. 13 = SEDAL cle II 3, 4 = Seskau 2, 6 = TK Cibodas, 26 = MKS 11, 27 = MKS 13, 18 = Ciismun 4. Setelah PCR 16S rdna berhasil dilakukan, dilakukan penentuan urutan nukleotida dari gen 16S rdna tersebut. Kelemahan dari alat penentu urutan nukleotida adalah kemampuan pembacaan nukleotida per satu reaksi dengan satu primer adalah hanya sepanjang 700 hingga 800 pb. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka proses PCR dalam penentuan urutan nukleotida dilakukan dua arah dengan menggunakan kedua primer BactF1 dan UniB1. Dilakukan beberapa cara dalam memeriksa kualitas hasil penentuan urutan nukleotida, yakni dengan penentuan daerah tumpang tindih, penentuan rantai sense/antisense, dan pemeriksaan beberapa parameter pada program BLAST. Cara pertama, yakni penentuan daerah tumpang tindih hasil dari penentuan urutan nukleotida menggunakan kedua primer dilakukan dengan program Sequencher. Ukuran gen 16S rdna juga dapat diketahui

29 dengan cara ini. Salah satu hasil analisa penentuan urutan nukleotida dengan cara ini dapat dilihat pada Gambar 1.9. Pada Gambar 1.9 dapat dilihat bahwa pada hasil penentuan urutan nukleotida gen 16S rdna sampel MKS 13 terdapat daerah tumpang tindih pada nukleotida bernomor 547 hingga 946, dan panjang gen 16S rdna utuh adalah 1466 pb. Selain itu sampel yang menghasilkan daerah tumpang tindih pada analisa ini adalah sampel Seskau 2 dan TK Cibodas pada nukleotida 539 hingga 919 dan 536 hingga 910, dengan panjang gen 16S rdna utuh adalah 1454 dan 1448 pb. Hasil sekuensing produk PCR 16S rdna dari sampel sampel lain tidak memberikan daerah tumpang tindih, karena kualitas hasil penentuan nukleotida yang kurang baik pada bagian akhir urutan nukleotida. Gambar 1.9 Hasil Penentuan Daerah Tumpang Tindih dengan Program Sequencher. Daerah tumpang tindih ditandai dengan lingkaran. Cara kedua dalam menganalisis hasil penentuan urutan nukleotida yakni penentuan polaritas rantai dari hasil kedua primer, yang diketahui dengan menggunakan program BLAST dari NCBI. Hasil penentuan urutan nukleotida menggunakan primer forward menghasilkan rantai plus/plus yang berarti rantai yang dihasilkan adalah rantai sense, sedangkan hasil penentuan urutan nukleotida menggunakan primer reverse menghasilkan rantai plus/minus yang berarti rantai yang dihasilkan adalah rantai antisense dari rantai DNA. Hasil penentuan polaritas rantai dapat dilihat pada Tabel 1.5. Cara ketiga dalam menganalisis hasil penentuan urutan nukleotida adalah pemeriksaan parameter BLAST. Parameter BLAST yang diperiksa adalah query coverage dan maximum identity. Melalui parameter query coverage dapat diketahui berapa persen dari

30 total panjang urutan nukleotida sampel yang cukup baik untuk disejajarkan dengan urutan nukleotida yang dimiliki oleh bank data NCBI, sedangkan dengan parameter maximum identity dapat diketahui persen kesamaan antara urutan nukleotida sampel yang disejajarkan dengan urutan nukleotida bank data. Tabel 1.6 menunjukkan hasil analisis melalui parameter BLAST. Tabel 1.5 Penentuan Polaritas Rantai Sense/Antisense Nama Sampel Gen 16S rdna Polaritas Rantai Hasil Primer BactF1 Polaritas Rantai Hasil Primer UniB1 SEDAL cle II 3 plus/plus plus/minus Seskau 2 plus/plus plus/minus TK Cibodas plus/plus plus/minus MKS 11 plus/plus plus/minus MKS 13 plus/plus plus/minus Ciismun 4 plus/plus plus/minus Tabel 1.6 Analisis Parameter BLAST Nama Sampel Query Coverage (%) Maximum Identity (%) Identitas pada Bank Data NCBI SEDAL cle II 3 F SEDAL cle II 3 R 91 97 92 93 Seskau 2F 97 98 Enterobacter cloacae Seskau 2R 92 97 Enterobacter cloacae TK CibodasF 98 99 Shigella boydii TK CibodasR 98 99 Shigella boydii MKS 11F MKS 11R 91 89 78 93 MKS 13F MKS 13R 97 97 99 97 Ciismun 4 F Ciismun 4R 90 93 93 87 Keterangan : Tanda F atau R di sebelah nomor sampel menandakan pengujian dilakukan dari hasil pengurutan nukleotida menggunakan primer forward BactF1 atau primer reverse UniB1 Selanjutnya dilakukan pencocokan data morfologi antara data pengujian dan data dari pustaka. Data yang dicocokkan adalah data pewarnaan Gram, data pengamatan bentuk sel bakteri, dan data bentuk koloni bakteri. Data bentuk koloni bakteri dapat dilihat pada Tabel 1.7. Pewarnaan Gram yang sebelumnya dilakukan dalam pengujian awal menunjukkan hasil yang sama dengan data dari pustaka. Namun terdapat perbedaan dari pengamatan bentuk sel bakteri, dinyatakan dalam data pustaka bahwa keseluruhan bakteri memiliki bentuk batang namun pada pengamatan hanya sampel SEDAL cle II 3 dan MKS 13 yang

31 teridentifikasi sebagai B. subtilis yang berbentuk batang. Untuk mengkonfirmasi kebenaran bentuk sel dan data morfologi maupun data fisiologi lainnya, disarankan untuk dilakukan identifikasi spesies dengan metode biokimia. Nama Sampel Tabel 1.7 Perbandingan Gambar Koloni Hasil Pengujian dan Gambar Koloni dari Pustaka Gambar Koloni Hasil Gambar Koloni dari Identitas Pengujian Pustaka SEDAL cle II 3 Seskau 2 Enterobacter cloacae Koloni bulat kuning transparan TK Cibodas Shigella boydii MKS 11 MKS 13 Ciismun 4