Tabel 2 Data hasil pengukuran kekuatan gel. (a) (b)

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 67

PENGARUH KONSENTRASI KOH PADA EKSTRAKSI RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) DALAM PEMBUATAN KARAGENAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Eucheuma cottonii

Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol. 1, No. 2, Agustus 2013

OPTIMISASI EKSTRAKSI KAPPA KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii HASIL PEMUCATAN DENGAN DUA METODE EKSTRAKSI YOVIANTY DEWI SUNARYO

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

STUDI KINETIKA PEMBENTUKAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK ALKALI TREATED COTTONII (ATC) DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA BERBAGAI KONSENTRASI KOH, LAMA PEMASAKAN DAN SUHU PEMANASAN OLEH :

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Modifikasi Metode Ekstraksi Karaginan dari Eucheuma cottonii yang di Panen dari Perairan Sumenep - Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makroskopik dan secara ilmiah dikenal dengan istilah alga. Istilah talus digunakan

KAJIAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii SKALA RUMAH TANGGA ABSTRAK

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh Perbedaan Jenis Dan Konsentrasi Larutan Alkali Terhadap Kekuatan Gel Dan Viskositas Karaginan Kappaphycus alvarezii, Doty

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT MERAH (Euchema cottonii)

PENENTUAN ph OPTIMUM ISOLASI KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT JENIS Eucheuma cottonii. I G. A. G. Bawa, A. A. Bawa Putra, dan Ida Ratu Laila

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

4.1. Pengaruh Pra Perlakuan dan Jenis Larutan Ekstraksi terhadap Rendemen Gelatin yang Dihasilkan.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol. 1, No. 1, Februari 2013

II TINJAUN PUSTAKA. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Rumput Laut, (2) Rumput Laut

J.REKAPANGAN Vol.11, No.1, Juni 2017

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

II. TINJAUAN PUSTAKA

4 Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun

EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI SRC DARI RUMPUT LAUT JENIS Eucheuma cottonii. EXTRACTION AND CHARACTERIZATION OF SRC FROM SEAWEED TYPE Eucheuma cottonii

D. 2 dan 3 E. 2 dan 5

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumput laut. Menurut Istini (1985) dan Anggraini (2004),

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI TEMPERATUR

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Eucheuma cottonii (

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU

HASIL DAN PEMBAHASAN

KIMIA. Sesi POLIMER. A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali. b. Sifat-Sifat Umum Logam Alkali. c. Sifat Keperiodikan Logam Alkali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 KEREAKTIFAN LOGAM ALKALI DAN ALKALI TANAH 7 Oktober 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij

PEMBUATAN TEPUNG KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT (EUCHEUMA COTTONII) BERDASARKAN PERBEDAAN METODE PENGENDAPAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

BEBERAPA CATATAN TENTANG KARAGINAN. Oleh. Abdullah Rasyid 1) ABSTRACT

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK

OPTIMASI METODE ISOLASI KARAGENAN DARI RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii Doty DENGAN DESAIN PERCOBAAN FAKTORIAL. Skripsi

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II PERCOBAAN II REAKSI ASAM BASA : OSU OHEOPUTRA. H STAMBUK : A1C : PENDIDIKAN MIPA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB Ι PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Hasil dan Pembahasan

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

MODUL I SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Penurunan Titik Beku Larutan

PEMBUATAN BIOETANOL GEL

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan

BAB II ISI. Sumber gambar: (salirawati, 2008)


Bab IV Hasil dan Pembahasan

PERCOBAAN VI. A. JUDUL PERCOBAAN : Reaksi-Reaksi Logam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67

BAB III BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

Pemurnian Agarose dari Agar-agar dengan Menggunakan Propilen Glikol

PENGAMBILAN PEKTIN DARI AMPAS WORTEL DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT HCl ENCER

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

Tabel Periodik. Bab 3a. Presentasi Powerpoint Pengajar oleh Penerbit ERLANGGA Divisi Perguruan Tinggi 2010 dimodifikasi oleh Dr.

PEMBUATAN ALGINAT DARI RUMPUT LAUT UNTUK MENGHASILKAN PRODUK DENGAN RENDEMEN DAN VISKOSITAS TINGGI

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan

LAMPIRAN C CCT pada Materi Ikatan Ion

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semuanya terdiri dari talus saja (Aslan, 1998). khusus, kebanyakan tumbuh di daerah pasang surut (intertidal) atau pada

TINJAUAN PUSTAKA. Kappaphycus alvarezii sering juga disebut cottonii, merupakan jenis rumput laut

Review II. 1. Pada elektrolisis larutan NaCl dengan elektroda karbon, reaksi yang terjadi pada katoda adalah... A. 2H 2

LATIHAN SOAL IKATAN KIMIA

JURNAL PRAKTIKUM SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK 12 Mei 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PERBANDINGAN AIR PENGEKSTRAK DAN PENAMBAHAN CELITE TERHADAP MUTU KAPPA KARAGINAN

4 Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. A. HASIL PENGAMATAN 1. Identifikasi Pati secara Mikroskopis Waktu Tp. Beras Tp. Terigu Tp. Tapioka Tp.

Transkripsi:

7 Transfer energi pada ekstraksi konvensional tidak terjadi secara langsung, diawali dengan pemanasan pada dinding gelas, pelarut, selanjutnya pada material. Sedangkan pada pemanasan mikrogelombang, pemanasan terjadi melalui interaksi langsung antara material dengan mikrogelombang. Hal tersebut mengakibatkan transfer energi berlangsung lebih cepat, dan berpotensi meningkatkan kualitas produk. Selain pengaruh dari proses pemanasan, terdapat faktor lain yang memengaruhi hasil rendemen karaginan, misalnya waktu, banyaknya sampel, dan kondisi sampel. Perbedaan rendemen dari dua metode yang dilakukan diduga dipengaruhi oleh penggunaan pelarut alkali. Menurut Towle (1973) larutan alkali mempunyai dua fungsi yaitu membantu ekstraksi polisakarida dari rumput laut dan berfungsi mempercepat pemutusan gugus 6- sulfat membentuk 3,6-anhidro-D-galaktosa yang menyebabkan berubahnya struktur mu karaginan menjadi kappa karagianan. Hasil penelit ian menunjukkan bahwa ekstraksi karag inan menggunakan pelarut KOH berpengaruh terhadap kenaikan rendemen dan mutu karaginan yang dihasilkan. Hal ini terlihat dari sampel yang diekstraksi menggunakan pelarut KOH menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel yang diekstraksi pelarut NaOH. Hal ini disebabkan karena kappa karaginan lebih sensitif terhadap ion kalium dibandingkan ion natrium. Perendaman bertujuan membuka dinding rumput laut, sehingga memudahkan ekstraksi karaginan. Gambar 5 dan 6, menunju kkan sampel yang direndam larutan alkali dan diekstraksi dengan air menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan sampel yang direndam dengan air dan diekstraksi larutan alkali. Hal ini disebabkan karena air memiliki konstanta dielektrik yang tinggi (78.3 έ) yang dapat memengaruhi kemampuan pelarut untuk menyerap energi untuk mengubahnya menjadi panas. Berdasarkan penelitian Distantina et al. (2009) menyebutkan bahwa ekstraksi menggunakan larutan alkali akan meningkatkan sifat gel, tetapi tidak menunjukkan kecenderungan men ingkatkan rendemen. Selain pengaruh alkali, perbedaan rendemen karaginan juga dipengaruhi lama dan suhu ekstraksi. Semakin lama proses ekstraksi dan semakin tinggi suhu ekstraksi akan men ingkatkan rendemen karaginan. Hal ini disebabkan karena semakin lama rumput laut kontak dengan panas maupun dengan larutan pengekstrak, maka semakin banyak karaginan yang terlepas dari dinding sel dan menyebabkan rendemen kara - ginan semakin tinggi. Daya dan waktu merupakan dua faktor yang saling memengaruhi dalam metode ekstraksi mikrogelombang. Dari beberapa variasi daya dan waktu yang digunakan, terlihat bahwa perbedaan daya dan waktu yang digunakan tidak memberikan pengaruh yang terlalu besar. Hal ini terlihat adanya perbedaan hasil rendemen yang dihasilkan. Sampel yang diekstraksi dengan air menghasilkan rendemen optimum pada tingkat daya medium (± 480 watt) selama 25 menit, sedangkan sampel yang diekstraksi dengan menggunakan alkali menghasilkan rendemen optimum pada tingkat daya medium high (± 640 watt) dengan waktu ekstraksi selama 25 menit. Semakin lama ekstraksi maka rendemen yang diperoleh cenderung meningkat, tetapi menurun kembali ketika ekstraksi dilakukan selama 30 men it. Semakin lama waktu ekstraksi, maka semakin banyak juga gugus sulfat yang terikat oleh pelarut alkali, sehingga 3,6-anhidro-D-galaktosa yang terbentuk semakin banyak. 3,6-anhid ro-dgalaktosa yang bersifat hidrofobik akan meningkatkan pembentukkan heliks ganda sehingga terbentuk gel yang tinggi (Suryaningrum 1988). Pembentukkan gel ini dapat menyebabkan proses penyaringan terhambat yang berakibat pada me - nurunnya rendemen karaginan yang dihasilkan. Viskositas Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui tingkat kekentalan larutan karaginan pada konsentrasi dan suhu tertentu. Viskositas karaginan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi karaginan, suhu, jenis karaginan, dan bobot molekul. Semakin besar konsentrasi karaginan maka viskositasnya akan cenderung meningkat. Dalam penelitian ini tidak dilakukan variasi terhadap konsentrasi sehingga pengaruh tidak dapat dilihat. Perbedaan bobot molekul dari karaginan juga dapat meningkatkan viskositas karaginan. Selain itu semakin besar suhu yang digunakan, maka viskositas akan menurun. Dilihat dari grafik data yang diperoleh (berdasarkan variasi pelarut: Air-KOH, Air-NaOH, KOH-Air, dan NaOH-Air) pada Lampiran 5. Nilai v iskositas yang didapat dengan menggunakan metode ekstraksi gelombang mikro memiliki kecenderungan yang sama. Rata-rata nilai viskositas tertinggi diperoleh dari ekstraksi pada tingkat daya high (± 800 watt) selama 25 menit (Gambar 7 (a)). Sedangkan pada ekstraksi menggunakan metode konvensional, nilai v iskositas tertinggi diperoleh dari ekstraksi menggunakan pelarut air yang sebelumnya telah direndam dengan larutan alkali KOH 0.2 N dan diekstraksi selama 3 jam (Gambar 7 (b)).

8 (a) (b) Gambar 7 Grafik hubungan antara viskositas (cp) dengan waktu (men it) kara - ginan hasil ekstraksi mikro gelo m- bang untuk variasi pelarut Air-KOH (a) dan metode konvensional (b). Nilai viskositas yang didapat dari kedua metode ekstraksi adalah 31.2 296.1 cp. Nilai viskositas tertinggi dari tiap variasi pelarut menggunakan metode mikrogelombang, yaitu 190.9 cp untuk Air-KOH, 139.4 cp untuk Air- NaOH, 229.9 cp untuk KOH-Air, dan 296.1 cp untuk NaOH-Air sedangkan untuk metode konvensional, nilai viskositas tertinggi diperoleh sebesar 159.9 cp untuk KOH-Air. Nilai viskositas yang dihasilkan pada penelitian masih me me - nuhi standar spesifikasi mutu v iskositas karaginan yang ditetapkan oleh FAO, minimal 5 cp. Selain konsentrasi, lama ekstraksi juga berpengaruh terhadap nilai viskositas yang dihasilkan. Waktu ekstraksi yang pendek akan cenderung menghasilkan larutan karaginan yang tidak terlalu kental dan menyebabkan nilai viskositas yang didapat rendah. Sampel yang diekstraksi menggunakan mikrogelombang selama 20 menit memberikan nilai viskositas yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan sampel yang diekstraksi selama 25 dan 30 menit (Gambar 7 (a)). Nilai viskositas tertinggi yang diperoleh dalam penelitian dengan metode mikrogelo m- bang adalah ketika diekstraksi selama 25 menit, tetapi ketika waktu ditambahkan maka n ilai viskositas karaginan cenderung menurun kembali. Hal ini diduga karena larutan yang kental akan menyebabkan penutupan cincin untuk membentuk 3,6-anhidro-D-galaktosa. Hal ini menyebabkan pembentukkan cincin polimer tidak berlangsung optimal sehingga nilai viskositasnya rendah. Bobot molekul berpengaruh terhadap viskositas yang dihasilkan. Semakin besar bobot molekul yang dimiliki oleh suatu senyawa, maka akan cenderung men ingkatkan n ilai viskositas - nya. Kappa karaginan memiliki bobot molekul rata-rata sebesar 2 10 7 g/mol. KOH dan NaOH akan mengkatalisis gugus sulfat yang terdapat pada karaginan membentuk K 2 SO 4 dan Na 2 SO 4 yang larut dalam air, hal inilah yang dapat menyebabkan bobot molekul karaginan menjadi berkurang sehingga cenderung menghasilkan viskositas yang rendah. Kappa karaginan dalam bentuk garam potasium lebih sulit larut dalam air dingin dan diperlukan panas untuk mengubahnya menjadi larutan, sedangkan dalam bentuk garam sodium lebih mudah larut. Oleh karena itu, pengukuran viskositas ini dilakukan pada suhu 75 ºC. K 2 SO 4 (kelarutan dalam air 111 g/l pada suhu 20 ºC) akan cenderung lebih sukar larut dibandingkan dengan Na 2 SO 4 (kelarutan dalam air 200 g/l pada suhu 20 ºC), hal ini yang diduga menyebabkan sampel yang diberi perlakuan NaOH menghasilkan nilai viskositas yang cenderung lebih besar dibandingkan dengan sampel yang diberi perlakuan dengan KOH. Kekuatan Gel Kekuatan gel merupakan salah satu sifat fisik yang penting untuk menentukan perlakuan terbaik dalam proses ekstraksi tepung karaginan. Sifat penting ini adalah kemampuan karaginan dalam membentuk gel yang bersifat reversible. Kemampuan inilah yang menyebabkan tepung karaginan sangat luas penggunaannya, baik dalam bidang pangan maupun farmasi. Dari dua metode ekstraksi yang dilakukan, dipilih 5 sampel berdasarkan nilai viskositas yang paling tinggi untuk dilakukan pengukuran kekuatan gel. Data hasil pengukuran kekuatan gel dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini. Tabel 2 Data hasil pengukuran kekuatan gel

9 Hasil pengukuran kekuatan gel yang didapat dalam penelitian berkisar 229.65 684.15 g/cm 2. Nilai kekuatan gel tertinggi diperoleh dari sampel yang diekstraksi dengan larutan KOH 0.2 N yang sebelumnya telah direndam dengan air dan diekstraksi selama 3 jam menggunakan metode ekstraksi mikrogelombang. Sedangkan nilai kekuatan gel terendah diperoleh dari sampel yang diekstraksi dengan NaOH 0.2 N dan direndam dengan air kemudian diesktraksi pada tingkat daya high selama 25 menit menggunakan metode ekstraksi mikrogelombang. Sampel terbaik selain dilihat dari n ilai kekuatan gel (g/cm 2 ), dapat dilihat juga dari jarak yang ditempuh oleh probe untuk menekan gel sampai terjadi penetrasi. Hasil pengukuran terlihat bahwa sampel Air-KOH memiliki n ilai kekuatan gel yang paling tinggi yaitu 684.15 g/cm 2 dengan jarak yang ditempuh adalah 6.577 mm. Artinya sampel ini memiliki elastisitas terbaik diantara sampel yang lain, karena setelah probe menekan sejauh 6.577 mm gel baru mengalami penetrasi/pecah. Semakin besar jarak yang ditempuh oleh probe untuk menekan gel, maka gel semakin bersifat elastis dan semakin besar juga kekuatan gel tersebut. Untuk p rofil karakteristik kekuatan gel kappa karaginan pada TA.XT Texture Analyzer dapat dilihat pada Lampiran 7. Sampel yang diekstraksi dengan larutan KOH menghasilkan nilai kekuatan gel yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel yang diekstraksi dengan NaOH. Hal ini disebabkan karena kappa karaginan lebih sensitif terhadap ion K + dibandingkan ion Na +. Menurut Verawaty (2008) diantara ion K +, Ca 2+, dan Na +, hanya ion K + yang memberikan efek signifikan dalam pembentukkan gel. Gel yang mengandung K + memiliki kekuatan gel yang lebih tinggi dibandingkan gel yang mengandung ion Ca 2+, ataupun Na +. KOH dan NaOH merupakan senyawa yang tergolong pada kelompok asam basa keras. K + merupakan asam keras dan OH - merupakan basa keras. Asam basa keras adalah asam basa yang elektron valensinya sukar terpolarisasi atau sifat terpolarisasinya rendah, cenderung mempunyai atom yang kecil, oksidasi tinggi, dan keelektronegatifan tinggi (Pearson 1963). Sifat asam basa keras untuk kation dihubungkan dengan istilah polarizing power cation, yaitu kemampuan suatu kation untuk mempolarisasi anion dalam suatu ikatan. Kation yang mempunyai polarizing power cation besar cenderung bersifat keras. Sifat polarizing power cation yang besar dimiliki oleh ion-ion logam dengan ukuran jari-jari kecil dan muatan yang besar (Atkins et.al 1990). Dalam hal ini Na + merupakan kation yang bersifat lebih keras dibandingkan dengan K +, karena memiliki jari-jari atom yang lebih kecil yaitu 1.90 dan gaya tarik inti terhadap elektron semakin besar. Ion K + memiliki jari-jari yang lebih besar, yaitu 2.35, sehingga gaya tarik inti terhadap elektron semakin kecil yang mengakibatkan ion K + lebih mudah melepaskan elektron. Semakin mudah melepaskan elektron, maka suatu ion akan bersifat lebih reaktif atau lebih mudah bereaksi. Ion K + yang berasal dari pelarut KOH akan cende-rung lebih mudah bereaksi dengan anion sulfat (OSO - 3 ). Oleh karena itu adanya penambahan KOH pada kappa karaginan akan lebih mudah membantu pemutusan ikatan gugus 6-sulfat untuk membentuk 3,6-anhidro-D-galaktosa yang akan memengaruhi kenaikan kekuatan gel kappa karaginan. Garam KCl merupakan garam yang banyak digunakan untuk membantu proses pembentukan gel karaginan. Penambahan garam KCl sampai batas tertentu akan cenderung meningkatkan kekuatan gel kappa karaginan, namun demikian pemakaiannya harus dibatasi karena akan menimbulkan rasa pahit pada produk yang dihasilkan dan konsentrasi KCl yang digunakan pada pengukuran ialah 1.6% (FMC Corp. 1997). Dengan adanya ion K + yang berasal dari KCl akan membantu pembentukkan heliks ganda dan pembentukkan agregat antar heliks membentuk struktur 3 dimensi yang menyebabkan pembentukkan gel. Gambar 8 merupakan mekanis me penambahan ion K + pada molekul karaginan baik yang berasal dari pelarut KOH maupun penambahan KCl dalam pengujian kekuatan gel. Gambar 8 Mekanis me penambahan ion K+ pada molekul karaginan (Bubnis 2000). Adanya gugus sulfat membuat kappa karaginan menjadi bersifat anionik (bermuatan negatif). Penambahan kation dapat membantu

10 pembentukan gel karaginan. Penambahan Ion kalium (K + ) dari larutan KOH yang digunakan pada proses ekstraksi akan menetralkan muatan negatif dari karaginan dengan cara berikatan dengan gugus sulfat (OSO - 3 ) membentuk garam sulfat yang larut dalam air. Eliminasi atau pemotongan gugus sulfat ini akan meningkatkan jumlah 3,6-anhidro-D-galaktosa yang bersifat hidrofobik sehingga meningkatkan pembentukan heliks ganda yang lebih teratur dan men ingkatkan gel karaginan yang dihasilkan. Garam sulfat berpengaruh terhadap kekuatan gel. Adanya sulfat yang terkandung dalam kappa karaginan akan menurunkan nilai kekuatan gel. Dari Gambar 9 yang memperlihatkan perbandingan antara viskositas dan kekuatan gel, terlihat bahwa viskositas sampel yang diekstraksi dengan KOH memberikan nilai viskositas yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan sampel yang diekstraksi dengan NaOH, tetapi nilai kekuatan gelnya cenderung lebih tinggi dibandingkan sampel yang diekstraksi dengan NaOH. Gambar 9 Grafik perbandingan antara nilai viskositas (cp) dan kekuatan gel gel (g/cm 2 ) karaginan dari dua metode ekstraksi. Hasil tersebut dapat disimpulkan, bahwa viskositas karaginan yang rendah akan cenderung menghasilkan nilai kekuatan gel yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Moirano (1977) bahwa pembentukan gel dipengaruhi oleh jumlah 3,6-anhidro-D-galaktosa, semakin kecil nilai viskositasnya, menghasilkan konsistensi gel yang semakin meningkat. Semakin banyak gugus ester sulfat yang terikat dengan ion kalium dan terlepas dari rantai polimer karaginan membentuk K 2 SO 4, maka viskositas karaginan akan menurun, tetapi 3,6- anhidro-d-galaktosa semakin banyak terbentuk yang menyebabkan peningkatan kekuatan gel karaginan. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Winarno (1996) yang menyatakan bahwa dengan men ingkatnya kandungan unit 3,6-anhidro-Dgalaktosa akan menyebabkan peningkatan sensitivitas terhadap ion kalium yang pada akhirnya dapat meningkatkan kekuatan gel karaginan. Kappa karaginan bersifat kurang hidrofilik karena mengandung lebih banyak gugus 3,6- anhidro-d-galaktosa yang menyebabkan sifat anhidrofilik dan meningkatkan pembentukkan heliks ganda sehingga terbentuk gel yang tinggi. Namun berdasarkan hasil yang diperoleh, terlihat kekuatan gel yang didapat dalam penelitian ini memiliki n ilai yang lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai kekuatan gel yang diperoleh dari sampel rumput laut yang masih segar yaitu dapat mencapai 909,92 1564,91 g/cm 2 yang dilakukan oleh Bas mal et al. (2003). Hal ini menunjukkan penambahan bahan kimia pada rumput laut yang bertujuan memucatkan akan menurunkan sifat gel karaginan yang dihasilkan, meskipun karaginan yang dihasilkan lebih putih dibandingkan rumput laut segar. Perbedaan sifat gel ini diduga akibat adanya ion Ca 2+ yang berasal dari bahan pemucat kaporit (Ca(OCl) 2 ) yang digunakan. Kappa karaginan akan cenderung membentuk gel yang kuat dengan adanya ion K + sedangkan adanya Ion Ca 2+ cenderung meningkatkan kekuatan gel iota karaginan. Akibat adanya ion Ca 2+ pada sampel kappa karaginan, garam KCl yang ditambahkan ketika dilakukan pengujian kekuatan gel tidak memberikan pengaruh yang besar untuk meningkatkan kekuatan gel kappa karaginan. Distiantina et al. (2009), menyebutkan bahwa rumput laut yang telah dipucatkan memberikan sifat gel yang sangat berbeda dengan rumput laut segar. Selain itu, adanya proses pemucatan akan mengurangi bobot molekul dari karaginan, sehingga berpengaruh terhadap nilai viskositas dan kekuatan gelnya. Identifikasi Gugus Fungsi Identifikasi dengan menggunakan FTIR bertujuan menunjukkan gugus-gugus fungsi yang terdapat pada semua sampel karaginan. Pencocokan hasil FTIR antara karaginan hasil percobaan dan karaginan standar dari literatur dilakukan dengan melihat puncak-puncak yang diperoleh. Bila puncak-puncak yang terdapat pada FTIR dari literatur mirip dengan FTIR karaginan dari percobaan (dalam arti menempati bilangan gelombang yang hampir sama), berarti produk yang dihasilkan sama dengan hasil dari literatur. Perbedaan kappa karaginan dengan jenis kappa yang lain dapat dilihat dari monomer-monomer penyusunnya, dimana kappa karaginan terdiri dari D-galaktosa-4-sulfat dan 3,6-anhid ro-dgalaktosa. Menurut Towle (1973) serapan pada bilangan gelombang 840 850 cm -1 menunjukkan adanya

11 gugus D-galaktosa-4-sulfat sedangkan serapan pada bilangan gelombang 928 935 cm -1 menunjukkan adanya gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa. Hal ini sesuai dengan spektrum yang didapatkan Pereira (2001) yang disajikan pada Gambar 10. Bilangan gelombang 1220 1260 cm -1 menunjukkan gugus ester sulfat, dan pada bilangan gelombang 1010 1080 cm -1 menunjukkan ikatan glikosidik (Glicksman 1983). Gambar 10 FT-Raman (a) dan FTIR (b) spektrum komersial kappa karaginan, FT-Raman (c) danftir (d) sampel rumput laut Kappaphycus alvarezii. (Pereira 2001). Dari hasil FTIR karaginan hasil percobaan, 90% dari keseluruhan sampel menunjukkan adanya gugus ester sulfat (O=S=O) pada bilangan gelombang 1257.59 cm -1, D-galaktosa- 4-sulfat bilangan gelombang 848.68 cm -1, sedangkan 3,6-anhidro-D-galaktosa teridentifikasi pada bilangan gelombang 929.96 cm -1 (Gambar 11). Hal ini menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan dari percobaan adalah terbukti kappa karaginan, karena puncak-puncak tertinggi dihasilkan terdapat pada bilangan gelombang yang sama. Berikut merupakan salah satu spektrum FTIR dari sampel karaginan hasil percobaan. Spektrum keseluruhan sampel dapat dilihat pada Lampiran 8. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil percobaan terlihat bahwa metode konvensional menghasilkan rendemen yang paling tinggi, namun tidak menjamin sampel dengan kualitas yang baik. Sampel yang memberikan kualitas baik diperoleh dari sampel yang diekstraksi menggunakan metode mikrogelombang. Hal ini terlihat dari nilai kekuatan gel tertinggi yang diperoleh yaitu sebesar 684.15 g/cm 2. Rumput laut yang telah mengalami pemucatan memberikan nilai kekuatan gel yang lebih rendah dibandingkan dengan rumput laut segar. Kondisi optimum yang diperoleh adalah sampel yang direndam dengan air dan diekstraksi menggunakan larutan KOH 0.2 N menggunakan metode mikrogelombang pada tingkat high dengan daya ± 800 watt selama 25 menit. Saran Saran yang dapat saya sampaikan setelah melakukan penelitian ini adalah melakukan variasi konsentrasi pelarut alkali untuk melihat pengaruh konsentrasi terhadap mutu karaginan apabila dilaku kan menggunakan metode ekstraksi mikrogelombang. DAFTAR PUSTAKA Angka SL, Suhartono TS. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Bogor: Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Armstrong, Stephanye D. 1999. Microwaveassisted extraction for the isolation of trace systemic fungicides from woody plant material. [disertasi]. Virginia: Virginia Polytechnic Institute and State University. Atkins PW. 1990. Kimia Fisika Jilid II Ed 4. Kartohadiprojo II, penerjemah, Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physical Chemistry. Atmaja WS, A Kadi, Satari, R Sulistijo. 1996. Pengenalan Jenis-Jenis Rumput Laut Indonesia. Jakarta: Puslitbang Oseanologi- LIPI. hlm 147 151 Gambar 11 Spektrum FTIR Karaginan hasil percobaan Basmal J, Syarifudin, Ma aruf WF. 2003. Pengaruh konsentrasi larutan potasium hidroksida terhadap mutu kappa karaginan yang diekstraksi dari Eucheuma cottonii. J PPI 9:95 103.