BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduk, membuat kebutuhan akan tanah atau lahan. meningkat membuat harga tanah juga menjadi tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. harga tanah dan bangunan yang terus naik dari tahun ke tahun. Tanah dan

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari tanah. Manusia. membutuhkan tanah dalam segala macam aspek kehidupannya.

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan dan analisa hukum yang telah diuraikan

BAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

I. PENDAHULUAN. masyarakatnya bercocok tanam atau berkebun di lahan pertanian untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan hidup terutama kebutuhan untuk tempat tinggal merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi diantara masyarakat itu sendiri semakin menjadi kompleks. satu fungsi hukum adalah untuk memberikan kepastian hukum dalam

PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DIHADAPAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) (StudiKasus di Kantor PPAT Farida Ariyanti, SH) Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Negara Indonesia adalah negara hukum. Semua Warga Negara

BAB I PENDAHULUAN. satu dari sepuluh kebutuhan pokok atau kebutuhan primer manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam pelaksanaan administrasi pertanahan data pendaftaran tanah yang

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. bumi yang paling atas. Yang dimanfaatkan untuk menanami tumbuh-tumbuhan disebut

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

Pendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. Tanah yang merupakan kebutuhan pokok bagi manusia akan berhadapan dengan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat oleh pihak bank. Salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

BAB I PENDAHULUAN. manusia lainya, terutama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat terkenal yaitu Ubi Societas Ibi Ius ( dimana ada masyarakat disana

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana,

BAB I PENDAHULUAN. negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 2

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan akan tanah sebagai sumber kehidupan sehingga dapat dicermati

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini karena hampir sebagian besar aktivitas dan kehidupan manusia

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB I PENDAHULUAN. tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. Jual beli tanah..., Ni Wayan Nagining Sidianthi, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. pemiliknya kepada pihak lain. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan budaya manusia yang telah mencapai taraf yang luar biasa. Di

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan jasa notaris, telah dibentuk Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang dikarenakan berkembangnya globalisasi kehidupan. Segala

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG

A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam ketentuan umum Pasal 1 ayat (1) Undang undang Nomor 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. bersamaan dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia. Hal ini tentu saja

BAB I PENDAHULUAN. Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang undang Hak

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam masyarakat, individu yang satu senantiasa berhubungan dengan individu yang lain. Dengan perhubungan tersebut diharapkan kebutuhan yang dikehendaki individu yang satu akan dipenuhi oleh individu yang lain, demikian pula sebaliknya secara timbal balik. Perjanjian merupakan wujud dari hubungan kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih. Hukum perjanjian bersifat terbuka atau mempunyai satu asas kebebasan berkontrak, artinya kebebasan yang diberikan seluas-luasnya kepada siapapun untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Para pembuat perjanjian boleh membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari Pasal-Pasal dalam hukum perjanjian. Pasal-pasal dari hukum perjanjian bersifat pelengkap, yang berarti pasal-pasal tersebut dapat dikesampingkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat suatu perjanjian. Kalau mereka tidak mengatur sendiri sesuatu hal, berarti hal tersebut akan tunduk pada undang-undang yang berlaku. 1 Sistem terbuka ini dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, lazimnya disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1), yang berbunyi semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-udang bagi mereka yang membuatnya. 1 Subekti, 2002, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, hlm. 13

2 Dalam beberapa perjanjian yang timbul dalam masyarakat, perjanjian jual beli semakin lama makin penting untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam masyarakat. Adapun yang dapat dijadikan perjanjian jual beli sangat banyak, baik benda bergerak maupun benda tetap. Jual beli benda bergerak dapat berupa jual beli kendaran seperti mobil, dan jual beli benda tetap contohnya adalah jual beli tanah. Dengan perkembangan penduduk yang meningkat seperti saat sekarang ini, terjadi keterbatasan tersedianya lahan atau tanah yang ada, karena tanah yang tersedia dari waktu ke waktu tidak pernah bertambah, sementara kebutuhan akan tanah atau lahan semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah sekarang ini juga bukanlah hal yang mudah ditengah tingginya kebutuhan akan tanah, terutama untuk wilayah perkotaan. Salah satu cara yang digunakan untuk mendapatkan tanah saat ini melalui jual beli. Dalam masyarakat kita jual beli bukanlah hal yang baru, karena jual beli telah dilakukan sejak zaman dahulu. Jual beli biasanya dilakukan dengan perjanjian atau yang dikenal dengan perjanjian jual beli. Berdasarkan hukum adat jual beli merupakan perjanjian yang bersifat riil, maksudnya penyerahan barang yang diperjanjikan merupakan syarat yang mutlak dipenuhi dengan adanya sebuah perjanjian. Dengan kata lain, apabila telah diperjanjiakan suatu hal namun dalam prakteknya belum diserahkan obyek perjanjian tersebut maka perjanjian tersebut dianggap tidak ada atau belum ada perjanjian. 2 2 Subekti, 1988, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 29.

3 Dalam praktek banyak dikalangan masyarakat awam, dimana jual beli hak atas tanah yang merupakan salah satu perbuatan hukum yang berkaitan dengan hak atas tanah hanya dilakukan dengan bukti selembar kwitansi biasa saja. Sebenarnya hal ini tidak dilarang, hanya saja tentunya hal ini akan menimbulkan kesulitan-kesulitan bagi si pembeli ketika dia akan mendaftarkan hak atas tanahnya atau melakukan balik nama hak atas tanah yang telah dibelinya ke Kantor Pertanahan, karena Kantor Pertanahan pasti akan menolak untuk melakukan pendaftaran disebabkan tidak terpenuhinya syarat-syarat tentang pendaftaran tanah. Perjanjian jual beli sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang, dalam hal tanah adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang daerah kerjanya meliputi daerah tempat tanah yang diperjualbelikan berada. Dalam kehidupan interaksi antara masyarakat di zaman modern ini semua perbuatan hukum antara masyarakat satu dengan yang lainnya perlu dibuatkan suatu hubungan hukum agar memiliki legalitas, yang mana salah satu fungsi hukum adalah untuk memberikan kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat. Demi tercapainya kepastian hukum tersebut dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum. Notaris dan PPAT adalah pejabat-pejabat

4 yang mempunyai kewenangan membuat akta otentik berdasarkan Undang- Undang. Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan penuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, dan lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum dalam berbagai hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional, regional, maupun global. Melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kewajiban hukum, dan diharapkan pula dapat dihindari pula terjadinya sengketa. Terkadang sengketa tersebut tidak dapat dihindari, namun dalam proses penyelesaian sengketa, akta otentik merupakan alat bukti tertulis dan terpenuh memberi sumbangan secara nyata bagi penyelesaian perkara secara murah dan cepat. 3 Jual beli yang dahulu dikenal dengan asas riil terjadi jika sudah terjadi levering atau penyerahan barang. Keadaan tersebut berbeda dengan ketentuan tentang perjanjian jual beli yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, karena sesuai dengan Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak sewaktu mereka telah mencapai kata sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar. Jakarta, hlm. 29. 3 Supriadi, 2008, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika,

5 Atas dasar pasal tersebut, terlihat bahwa perjanjian telah ada sejak kata sepakat. Sebuah perjanjian untuk pelepasan hak atas tanah harus memenuhi kriteria terang dan tunai, sebagaimana ketentuan hukum adat yang diakomodir dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Terang itu berarti jual beli tersebut dilakukan dihadapan pejabat umum yang berwenang, dalam hal ini Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), sedangkan yang dimaksud dengan tunai adalah hak milik beralih ketika jual beli tanah tersebut dilakukan dan jual beli pada saat itu juga. Untuk kasus jual beli tanah yang belum memenuhi persyaratan terang dan tunai, maka instrument hukum yang digunakan adalah Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dilakukan dihadapan notaris. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat dihadapan notaris merupakan kesepakatan para pihak berdasarkan Pasal 1320 jo Pasal 1338 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata sehingga memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi pihak yang membuatnya. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) merupakan ikatan awal antara penjual dan pembeli dalam bertransaksi, dan harus ditindaklanjuti dengan pembuatan AJB, karena PPJB belum mengalihkan hak secara hukum. 4 4 Satrya Adhitama, Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) versus Akta Jual Beli (AJB), http://satryaadhitama.blogspot.com/2013/06/perjanjian-pengikatan-jual-beli-ppjb.html, pada tanggal 24 Februari 2014. diakses

6 Terkadang persyaratan untuk membuat Akta Jual Beli belum dapat terpenuhi karena berbagai sebab yaitu tanah yang dibeli belum mempunyai sertifikat sehingga masih dalam proses pengurusan atau obyek jual beli belum dapat terbayar lunas oleh pembeli, untuk mengatasi hal tersebut dapat dibuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). PPJB merupakan perjanjian pendahuluan sebelum dilakukannya perjanjian jual beli melalui Akta Jual Beli (AJB). Diantara perjanjian-perjanjian lainnya, Perjanjian Pengikatan Jual Beli ( PPJB ) yang paling berpotensi konflik adalah akta PPJB yang obyeknya tentang peralihan hak atas tanah tanah, misalnya seperti para pihak tidak memberikan keterangan yang benar tentang keadaan obyek perjanjian, apakah obyek tersebut dalam keadaan sengketa atau tidak, pihak penjual menjual tanah tidak dengan persetujuan istri / suami, pihak penjual memberikan surat keterangan waris yang keliru, atau bisa juga ditimbulkan karena kekhilafan / kesalahan notaris itu sendiri, misalnya notaris memihak pada salah satu pihak yang membuat perjanjian, tidak mencantumkan batas waktu perjanjian dalam akta sehingga hal-hal tersebut menimbulkan permasalahan bagi para pihak yang membuat perjanjian. 5 Notaris sebagai pejabat umum (openbaar ambtenaar) yang berkewajiban membuat akta otentik dapat dibebani tanggung jawab atas 5 Ni Nyoman Julianrati, Syamsul Bahri, Farida Patittingi, Pelaksanaan Kewajiban Notaris Terhadap Kualitas Produk Akta dan Akibat Hukumnya, http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/1409c9dfd66785626872d81e8a951fc6.pdf, diakses pada tanggal 25 Februari 2014.

7 perbuatannya sehubungan dengan pekerjaannya dalam membuat akta tersebut. Ruang lingkup pertanggungjawaban notaris terletak pada kebenaran atas akta yang dibuatnya. Tanggung jawab notaris terdiri atas tanggung jawab notaris secara perdata, tanggung jawab notaris secara pidana, tanggung jawab notaris berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris, tanggung jawab berdasarkan kode etik notaris. 6 Dalam praktek kenotariatan PPJB telah sering dipergunakan, namun sebenarnya perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) tidak pernah diatur dalam peraturan perundangan-undangan yang berkaitan dengan hak atas tanah, sehingga sering menimbulkan konflik dalam pelaksanaan jual beli hak atas tanah. Salah satunya kasus PPJB ganda yang dibuat Notaris NKA di Kota Denpasar yang menimbulkan akibat kerugian pada salah satu pembelinya, dimana kasus seperti ini jarang terjadi. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut mengenai proses hukum yang dapat dilakukan oleh pembeli yang dirugikan, serta sejauh apa tanggung jawab hukum notaris x, yang akan dituangkan dalam Tesis yang berjudul : Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Ganda ( Studi Kasus Notaris di Kota Denpasar ) B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah penulis paparkan di atas maka timbul permasalahan yang ingin dibahas dalam penelitian sebagai berikut : 6 Nico, 2003, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Centre for Documentation and Studies of Business Law, Yogyakarta, hlm. 83.

8 1. Akta manakah yang mempunyai kekuatan hukum yang sah jika terdapat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) ganda yang dibuat oleh seorang notaris? 2. Bagaimana tanggung jawab hukum seorang notaris terhadap salah satu pembeli sebagai pihak yang dirugikan dengan adanya Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) ganda? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan judul penelitian ini dan berkaitan pula dengan rumusan masalah yang akan dibahas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui akta yang mempunyai kekuatan hukum yang sah bila terdapat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) ganda yang dibuat seorang notaris. b. Untuk mengetahui tanggung jawab hukum seorang notaris terhadap salah satu pembeli sebagai pihak yang dirugikan atas Perjanjian Pengikatan Jual Beli Ganda (PPJB) ganda. 2. Tujuan Subjektif Untuk memperoleh data-data yang diperlukan guna penyusunan tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

9 Manfaat penelitian ini bagi ilmu pengetahuan adalah diharapkan secara teortis hasil dari penelitian ini akan dapat memberikan suatu kontribusi dan masukan dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan hukum, hukum perjanjian, serta dalam dunia kenotariatan 2. Manfaat Praktis Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan atau pertimbangan sekaligus memberikan sumbangan pemikiran mengenai tanggung jawab notaris terhadap pembeli tanah yang dirugikan terkait masalah Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) ganda. E. Keaslian Penelitian Untuk melihat keaslian penelitian telah dilakukan penulusuran penelitian pada berbagai referensi, kepustakaan dan hasil penelitian terdahulu. Dari hasil penulusuran penulis, ditemukan sejumlah tesis yang membahas topik kajian mengenai Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) antara lain : 1. Kedudukan Asas Itikad Baik Dalam Pengertian Obyektif (Kepatutan) Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Tanah dan Akta Kuasa Menjual Tanah, oleh Rusmiyati. 7 Penelitian ini memfokuskan pada pembahasan mengenai perwujudan asas kepatutan dalam PPJB tanah dan akta kuasa menjual tanah, dan upaya hukum yang dilakukan oleh pihak yang dirugikan oleh pihak lain yang melanggar asas kepatutan. 7 Rumiyati, 2012, Kedudukan Asas Itikad Baik Dalam Pengertian Obyektif (Kepatutan) Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Tanah dan Akta Kuasa Menjual Tanah, Tesis, Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, hlm. 16

10 2. Tinjauan Terhadap Pembatalan Akta Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) Yang Dibuat Notaris Sebagai Pejabat Umum Dengan Putusan Hakim ( Studi Kasus Putusan : 86 / Pdt / 6 / 2002/ PNY Pengadilan Negeri Yogyakarta, Putusan Nomor : 75 / Pdt / 2003 / PTY Pengadilan Tinggi Yogyakarta dan Putusan Nomor : 1808 K/ Pdt/ 2004/ MA Mahkamah Agung, oleh Abu Tasar. 8 Penelitian ini memfokuskan pada pembahasan mengenai dasar pertimbangan hakim dan akibat hukum dari pembatalan akta notaris tentang Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Berdasarkan temuan dari kedua peneliti tersebut diatas yakni Rusmiyanti dan Abu Tasar dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang menjadi fokus penelitian dalam tesis ini berbeda dengan permasalahan yang pernah diteliti dengan oleh kedua peneliti tersebut. Di dalam penelitian Tanggung Jawab Notaris Pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Ganda (Studi Kasus Notaris di Kota Denpasar) peneliti menganalisis mengenai tanggung jawab hukum seorang notaris terhadap salah satu pembeli sebagai pihak yang dirugikan dengan adanya Perjanjian Pegikatan Jual Beli (PPJB) Ganda. Dengan demikian, permasalahan dalam penelitian ini dapat terjamin originalitasnya. 8 Abu Tasar, 2010, Tinjauan Terhadap Pembatalan Akta Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) Yang Dibuat Notaris Sebagai Pejabat Umum Dengan Putusan Hakim ( Studi Kasus Putusan : 86 / Pdt / 6 / 2002/ PNY Pengadilan Negeri Yogyakarta, Putusan Nomor : 75 / Pdt / 2003 / PTY Pengadilan Tinggi Yogyakarta dan Putusan Nomor : 1808 K/ Pdt/ 2004/ MA Mahkamah Agung Tesis, Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, hlm. 13