BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan
|
|
- Veronika Leony Hermawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada saat ini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi maka hubungan antar manusia menjadi hampir tanpa batas, karena pada dasarnya manusia adalah merupakan makhluk sosial dan sekaligus makhluk politik (Zoonpoliticon). Sebagai makhluk sosial maka manusia senantiasa berhubungan dengan sesama manusia dan sebagai makhluk politik maka manusia senantiasa hidup dalam organisasi. Manusia tidak akan dapat hidup sendiri karena mereka saling membutuhkan. Demikian pula dalam perkembangan di dalam masyarakat saat ini manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya harus selalu berhubungan dengan manusia lain. Dalam memenuhi kebutuhan hidup maka kerja sama antara sesama manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan ekonominya sehingga banyak sekali jenis kerja sama antara sesama manusia yang kemudian dituangkan dalam berbagai jenis perjanjian, baik yang tertulis maupun secara lisan karena di dalam hukum perjanjian kita mengenal adanya asas Kebebasan Berkontrak, sebagaimana ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata. Asas Kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk : (1) membuat atau tidak membuat perjanjian; (2) mengadakan perjanjian dengan siapapun; (3) menentukan isi perjanjian,
2 2 pelaksanaan dan persyaratannya; (4) menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. 1 Dengan adanya asas kebebasan berkontrak ini maka dalam masyarakat banyak sekali perjanjian, dan bahkan dapat dikatakan hampir setiap segi kehidupan masyarakat telah dibuat perjanjian antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya, guna memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dalam perkembangannya Asas Kebebasan Berkontrak dapat mencapai tujuan apabila posisi tawar diantara para pihak yang membuat perjanjian sama atau seimbang, akan tetapi dalam kenyataannya banyak perjanjian yang dibuat oleh para pihak yang mempunyai posisi tawar yang tidak seimbang. Dalam hal seperti ini maka pihak yang mempunyai posisi tawar yang lebih kuat akan dapat memaksakan kehendaknya kepada pihak lain yang mempunyai posisi tawar lemah demi keuntungannya. Terhadap Asas Kebebasan berkontrak ini ada pembatasannya yaitu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum sebagaimana ketentuan Pasal 1337 KUHPerdata. Suatu perjanjian agar mengikat kedua belah pihak yang membuatnya sebagaimana ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata maka harus memenuhi syarat, yaitu syarat subyektif yang berupa sepakat mereka yang mengikatkan diri (kata sepakat) dan kecakapan untuk membuat suatu perjanjian (kecakapan para pihak) dan juga harus memenuhi syarat obyektif yaitu suatu hal tertentu dan suatu sebab (causa) yang halal. Perjanjian yang dibuat dengan memenuhi syarat sahnya perjanjian tersebut maka 1 Sjahddeini Sutan Remy, 1993, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Jakarta, Institut Bankir Indonesia, hlm. 158.
3 3 berdasarkan ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata perjanjian tersebut mengikat kedua belah pihak yang berlaku sebagai undang-undang bagi kedua belah pihak dan tidak dapat ditarik tanpa kesepakatan kedua belah pihak. Syarat sahnya perjanjian yang pertama yaitu sepakat mereka yang mengikatkan diri (kata sepakat) ini berarti kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus sepakat mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak lainnnya. Dengan kata lain mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. 2 Kesepakatan tersebut harus secara bebas artinya benar-benar atas kemauan sendiri secara suka rela dari para pihak. Menurut ketentuan Pasal 1321 KUHPerdata ada 3 (tiga) sebab yang membuat kesepakatan tidak bebas, yaitu karena adanya kekhilafan (dwaling), paksaan (dwang) dan penipuan (bedrog) yang dalam perkembangan kemudian berdasarkan Yurisprudensi ada satu hal lagi yang membuat kesepakatan tidak bebas yaitu adanya penyalahgunaan keadaan. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian (kecakapan para pihak) berhubungan dengan pengertian dewasa yaitu orang-orang yang telah mampu untuk melakukan suatu perbuatan hukum dengan akibat hukum yang sempurna. Menurut ketentuan Pasal 1329 KUHPerdata maka setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian kecuali ia dinyatakan tidak cakap, yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 1330 KUHPerdata yang menentukan beberapa golongan orang yang dianggap tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian, yaitu : 2 Herry Susanto, 2010, Peranan Notaris Dalam Menciptakan Kepatutan Dalam Kontrak, Yogyakarta, FH UII Press, hlm
4 4 a. Orang-orang yang belum dewasa, dimana batas kedewasaan menurut KUHPerdata adalah 21 tahun, akan tetapi menurut undang-undang yang lain, misalnya Undang-Undang Pengadilan Anak (Undang-Undang No. 3 tahun 1997), Undang-Undang Perlindungan Anak (undang-undang No. 23 tahun 2002) dan lain-lainnya, pada saat ini batas kedewasaan ditentukan 18 tahun. Bagi anak yang belum dewasa untuk melakukan perbuatan hukum harus diwakili oleh walinya. b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan. Bagi mereka untuk melakukan perbuatan hukum diwakili oleh pengampu atau kuratornya. c. Perempuan dalam hal-hal ditetapkan oleh Undang-Undang, akan tetapi terhadap ketentuan ini dalam perkembangannya ditentukan bahwa seorang istri dianggap cakap untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 31 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 jo. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 3 Tahun Suatu hal tertentu merupakan syarat ketiga dari syarat sahnya perjanjian menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata. Yang dimaksud dengan suatu hal tertentu adalah merupakan pokok-pokok perjanjian, merupakan prestasi yang akan dipenuhi dalam suatu perjanjian, merupakan obyek perjanjian. Prestasi harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. 3 3 Abdulkadir Muhammad, 1990, Hukum Perikatan, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti, hlm. 93.
5 5 Hal terakhir dari syarat sahnya perjanjian adalah suatu sebab (causa) yang halal. Sebab (causa) yang halal di sini adalah isi dari perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang, ketertiban umum dan kesusilaan. 4 Dalam perkembangannya sekarang sering terjadi perjanjian dibuat tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian, misalnya karena sepakat para pihak terjadi karena adanya penipuan (bedrog), dimana hal tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 1328 KUHPerdata dapat dijadikan alasan untuk pembatalan perjanjian dengan syarat penipuan tersebut sedemikian rupa terang dan nyata bahwa pihak lain tidak akan mau membuat perjanjian jika tidak dilakukan penipuan. Adanya penipuan ini tidak bisa hanya dipersangkakan tetapi harus dibuktikan. Bahwa dari ketentuan Pasal 1328 KUHPerdata tersebut maka perjanjian yang dibuat yang kesepakatannya terjadi karena adanya penipuan (bedrog) maka dapat dijadikan alasan untuk membatalkan perjanjian dan untuk itu harus dibuktikan melalui gugatan di Pengadilan Negeri. Terhadap pengertian dan pengaturan penipuan (bedrog) ini juga dikenal dan diatur dalam lapangan hukum pidana yang merupakan hukum publik yaitu dimuat dalam Bab XXV Buku II KUHP, dari Pasal 378 s/d Pasal 394. Title asli bab ini adalah bedrog yang oleh banyak ahli diterjemahkan sebagai penipuan, atau ada juga yang menerjemahkannya sebagai perbuatan curang. Perkataan penipuan itu sendiri mempunyai dua pengertian, yakni : 1. Penipuan dalam arti luas, yaitu semua kejahatan yang dirumuskan dalam Bab XXV KUHP. 4 Herry Susanto, op cit, hlm. 23.
6 6 2. Penipuan dalam arti sempit, ialah bentuk penipuan yang dirumuskan dalam Pasal 378 (bentuk pokoknya) dan Pasal 379 (bentuk khususnya), atau yang biasa disebut dengan oplichting. Adapun seluruh ketentuan tindak pidana dalam Bab XXV ini disebut dengan penipuan, oleh karena dalam semua tindak pidana di sini terdapatnya perbuatanperbuatan yang bersifat menipu atau membohongi orang lain. Dari pengertian penipuan dalam arti sempit sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP berbunyi selengkapnya sebagai berikut : "Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu; dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun." Rumusan penipuan tersebut terdiri dari unsur-unsur objektif yang meliputi perbuatan (menggerakkan), yang digerakkan (orang), perbuatan itu ditujukan pada orang lain (menyerahkan benda, memberi hutang, dan menghapuskan piutang), dan cara melakukan perbuatan menggerakkan dengan memakai nama palsu, memakai tipu muslihat, memakai martabat palsu, dan memakai rangkaian kebohongan. Selanjutnya adalah unsur unsur subjektif yang meliputi maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan maksud melawan hukum. Dan mengenai adanya penipuan inilah yang harus dibuktikan sebagaimana diatur dalam Pasal 1328 KUHPerdata untuk syarat membatalkan perjanjian jika sepakat yang terjadi diperoleh karena adanya penipuan.
7 7 Bahwa di masyarakat masih banyak yang belum faham dan mengerti mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian ini sehingga pada saat membuat perjanjian tidak mengetahui apakah perjanjian yang dibuat sudah memenuhi syarat sahnya perjanjian atau belum. Dalam prakteknya maka sering terjadi perjanjian dibuat tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian, antara lain karena tidak adanya sepakat mereka yang mengikatkan diri atau tidak adanya kata sepakat yang disebabkan karena dalam kata sepakat tersebut diperoleh karena kekhilafan, paksaan atau penipuan. Oleh karena itu dalam perjanjian yang dibuat oleh para pihak apabila kata sepakat yang diperoleh karena adanya penipuan maka berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan upaya hukum dapat dilakukan secara perdata maupun pidana. Perjanjian yang dibuat secara sah yaitu memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata selain berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya dan tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang cukup menurut undang-undang maka perjanjian tersebut juga harus dilaksanakan dengan itikad baik. 5 Asas Itikad Baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menetukan bahwa setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Pengertian itikad baik ini dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu : itikad baik dalam arti subyektif adalah sikap batin seseorang pada saat dimualinya suatu hubungan 5 Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hlm. 96.
8 8 hukum yang berupa pikiran bahwa syarat-syarat yang diperlukan sudah dipenuhi. Itikad baik dalam arti subyektif ini biasa disebut dengan kejujuran. Itikat baik dalam arti obyektif ialah itikad baik dalam pelaksanaan perjanjian artinya itikad baik yang ditujukan untuk menilai pelaksanaan perjanjian. Dalam pelaksanaan perjanjian harus tetap mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan serta harus berjalan diatas rel yang benar. 6 Menurut Abdulkadir Muhammad, yang dimaksud dengan itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) bukanlah dalam arti Subyektif, melainkan pelaksanaan perjanjian itu harus berjalan dengan mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Jadi, yang dimaksud dengan itikad baik di sini adalah ukuran obyektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian itu. 7 Bahwa dalam praktek di masyarakat banyak perjanjian yang tidak terlaksana sesuai dengan isi perjanjian, baik karena adanya wanprestasi dari salah satu pihak, atau karena adanya keadaan memaksa (force mayeur) tetapi juga bisa karena tidak adanya itikad baik ataupun karena adanya perbuatan yang mengandung unsur-unsur pidana dari salah satu pihak, misalnya penggelapan dan penipuan sehingga akan menimbulkan masalah bagaimana penyelesaian terhadap perkara-perkara perdata, yang dalam hal ini penulis membatasi hanya mengenai perkara perdata yang bersumber pada perjanjian yang didalamnya mengandung atau bersinggungan dengan unsur-unsur tindak pidana. Apakah akan diselesaikan secara perdata dengan melakukan gugatan di Pengadilan Negeri ataukah akan menuntut melalui jalur pidana dalam hal ini dengan mengadukan ke Penyidik 6 Subekti, 1996, Hukum Perjanjian, Jakarta, PT. Intermasa, hlm Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hlm. 99.
9 9 Polisi, ataukah akan menuntut menggunakan dua jalur yaitu melalui jalur perdata dan jalur pidana sekaligus. Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas maka penulis tertarik untuk menulis tesis dengan judul PENYELESAIAN PERKARA PERDATA YANG BERSINGGUNGAN DENGAN UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA. B. Rumusan Masalah. Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut maka Penulis memperoleh permasalahan sebagai berikut : Bagaimana penyelesaian perkara perdata jika terdapat unsur-unsur pidana di dalamnya di Pengadilan Negeri Sleman. C. Tujuan Penelitian. Sebagai suatu karya ilmiah maka tesis juga harus mempunyai tujuan, dalam hal ini tujuan dari penulisan tesis menurut Maria S.W. Sumardjono adalah untuk menunjukkan adanya suatu hal yang diperoleh setelah penelitian selesai 8. adalah : Sedangkan yang menjadi tujuan dari penelitian yang penulis lakukan 1. Tujuan Subyektif : Tujuan Subyektif penelitian ini adalah untuk memperoleh data sebagai bahan guna penyusunan tesis sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Magister Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 8 Maria S.W. Sumardjono, 2007, Bahan Kuliah Metodologi Penelitian Ilmu Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 12.
10 10 2. Tujuan Obyektif : Untuk mengetahui penyelesaian perkara perdata jika terdapat unsur-unsur pidana di dalamnya di Pe3ngadilan Negeri Sleman. D. Keaslian Penelitian. Berdasarkan hasil penelusuran penulis di perpustakaan Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada dan perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tidak ditemukan karya ilmiah, baik yang berupa penulisan hukum ataupun tesis yang pembahasannya sama dengan yang penulis teliti. Tetapi ada penelitian yang dilakukan oleh orang lain yang membahas mengenai hal yang berkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Roknel Maadia, dengan judul Tindak Pidana Penipuan Dalam Hubungan Kontraktual Menurut Hukum Pidana Indonesia. Penelitian ini merumuskan permasalahan yaitu : a. Bagaimana terjadinya tindak pidana penipuan dalam hubungan kontraktual? b. Bagaimana penyelesaian tindak pidana penipuan di luar pengadilan? Penelitain ini kemudian menyimpulkan sebagai berikut : a) Karakteristik wanprestasi dan penipuan, keduanya memiliki karakteristik yang sama, yaitu sama-sama didahului atau diawali dengan hubungan kontraktual. Ketika kontrak ditutup diketahui sebelumnya ada tipu muslihat, keadaan palsu dan rangkaian kata bohong oleh salah satu pihak, maka hubungan hukum ini dinamakan penipuan dalam hukum pidana
11 11 pasal 378 KUHP dan penipuan dalam hukum perdata pasal 1328 BW (adanya cacat kehendak diantaranya kekhilafan, paksaan dan penipuan). b) Penerapan konsep penipuan dan wanprestasi dalam Yurisprudensi terhadap kasus-kasus yang lahir dari hubungan kontraktual belum terdapat acuan, pemahaman dan penafsiran yang sama, antara hakim Pengadilan Tigkat Pertama, Tingkat Banding maupun Tingkat kasasi. Satu pihak menyatakan hubungan hukum itu merupakan suatu perbuatan wanprestasi, dilain pihak merupakan suatu perbuatan penuipuan. Oleh karena itu telah terjadi inkonsistensi bdari hakim Mahkamah Agung dalam memutus suatu perkara yang lahir dari hubungan kontraktual. Bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan karena dalam penelitian tersebut hanya meneliti mengenai perbuatan penipuan dan wanprestasi, sedangkan penelitian yang penulis lakukan tindak pidana lain yang bersinggungan dengan perkara perdata yang juga tidak hanya mengenai wanprestasi dan penelitian penulis lebih menekankan upaya pihak yang dirugikan untuk menuntut haknya. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Rr. Wilis Tantri Atma Negara, dengan judul : Penyelesaian Sengketa Perdata Dengan Cara Mediasi oleh Pengadilan Negeri Surakarta. Penelitian ini merumuskan permasalahan sebagai berikut : a. Bagaimana proses penyelesaian sengketa perdata dengan cara mediasi oleh Pengadilan Negeri Surakarta? b. Apa akibat hukum mediasi bagi kedua belah pihak tersebut?
12 12 Penelitian ini memperoleh kesimpulan yaitu : 1) Proses penyelesaian sengketa perdata dengan cara mediasi yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Surakarta, dalam hal ini ada dua tahap yang dilakukan dalam penyelesaian sengketa perdata, yaitu : a) Tahap Pra Mediasi Dalam tahap pra mediasi ini tahap-tahap yang ditempuh adalah sebagai berikut : - Memeriksa kasus perdatya yang masuk di Pengadilan Negeri Surakarta. - KPN Surakarta menunjuk Majelkis Hakim, Hakim Anggota dan Panitera dalam menangani dan menyelkesaikan kasus perkara perdata. - KPN Surakarta menetapkan hari sidang pertama dan harus dihadiri oleh para pihak. - Majelis Hakim menunjuk mediator berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak untuk membantu proses mediasi dalam Pengadilan Negeri Surakarta. b) Tahap Mediasi. Dalam tahap mediasi ini dijelaskan bahwa dalam tahap mediasi langkah-langkah yang biasanya ditempuh oleh seorang mediator adalah sebagai berikut : i. Meminta para pihak menghadap mediator. ii. iii. Menentukan jadwal pertemuan. Melakukan kaukus,
13 13 iv. Mempertemukan kedua belah pihak. v. Melaporkan hasil mediator. Dapat diambil kesimpulan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam hal ini telah menjalankan tugasnya dengan baik dan juga telah menjalankan serta memenuhi Peraturan Mahkamah No. 1 tahun 2008 (PERMA) karena dalam hal ini PERMA sifatnya wajib dalam setiap Pengadilan Negeri yang dalam menangani kasus perdata yang dilakukan dengan cara mediasi dan dalam hal ini telah dicantumkan beberapa pasal yang terkait dan sesuai dengan pokok permasalahan yang terdapat dalam kasus-kasus sengketa perdata. 2) Akibat hukum mediasi bagi kedua belah pihak dalam penyelesaian sengketa perdata dengan cara mediasi yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Surakarta yaitu dengan cara melakukan suatu kesepakatan perdamaian yang berkekuatan hukum sama dengan putusan perkara perdata yang diputus Majelis Hakim dihadapan sidang. Akibat hukum mediasi bagi kedua belah pihak disini adalah sebagai berikut : a) In kracht van gewijsde (mempunyai kekuatan hukum tetap). b) Tidak dapat diajukan gugatan baru lagi. c) Dapat dieksekusi. d) Tidak ada upaya hukum. Bahwa penelitian ini juga berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan karena dalam penelitian hanya meneliti mengenai penyelesaian perkara perdata melalui mediasi dalam proses gugatan di Pengadilan Negeri, sedangkan
14 14 penelitian yang penulis lakukan menyangkut penyelesaian perkara perdata tetapi yang bersinggungan dengan tindak pidana yang juga tidak hanya mengenai mediasi tetapi penelitian penulis lebih menekankan upaya pihak yang dirugikan untuk menuntut haknya. Bahwa apabila ternyata pernah dilakukan penelitian yang sama atau sejenis maka penelitian ini diharapkan dapat melengkapinya.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,
19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa
Lebih terperinciHUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1
HUKUM PERJANJIAN Ditinjau dari Hukum Privat A. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam menjalankan hubungan hukum terhadap pihak lain akan membutuhkan suatu kesepakatan yang akan dimuat dalam sebuah perjanjian, agar dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan hidup terutama kebutuhan untuk tempat tinggal merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan hidup terutama kebutuhan untuk tempat tinggal merupakan salah satu hal yang penting bagi setiap individu. Keinginan masyarakat untuk dapat memiliki tempat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa
8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian dan Syarat Sah Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa hukum antara para pihak yang melakukan perjanjian.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu perjanjian tertulis merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini
Lebih terperinciURGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak
URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan
Lebih terperinciBAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM
BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. interaksi diantara masyarakat itu sendiri semakin menjadi kompleks. satu fungsi hukum adalah untuk memberikan kepastian hukum dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi dengan kemajuan teknologi yang semakin modern saat ini, ikut mendorong peningkatan perekonomian yang semakin maju, sehingga berdampak terhadap
Lebih terperinciBAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA
BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457-1540 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dalam Pasal 1457 KUH Perdata pengertian jual beli adalah suatu persetujuan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti
17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN 2.1 Pengertian Perjanjian Pengangkutan Istilah pengangkutan belum didefinisikan dalam peraturan perundangundangan, namun banyak sarjana yang mengemukakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam mencapai kebutuhan hidupnya saling berinteraksi dengan manusia lain. Masing-masing individu dalam berinteraksi adalah subjek hukum yang
Lebih terperinciBEBERAPA BATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM HUKUM PERJANJIAN MENURUT KUH PERDATA
BEBERAPA BATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM HUKUM PERJANJIAN MENURUT KUH PERDATA Oleh : Gostan Adri Harahap, SH, M.Hum Dosen STIH Labuhanbatu, Rantau Prapat Abstrak Penulisan artikel ini bertujuan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu
Lebih terperinciBAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan
A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERLINDUNGAN HUKUM, ITIKAD BAIK, DAN AKIBAT HUKUM
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERLINDUNGAN HUKUM, ITIKAD BAIK, DAN AKIBAT HUKUM 2.1 Pengertian Perjanjian 2.1.1 Definisi Perjanjian Pengertian perjanjian pada umumnya, ada berbagai macam pendapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa
BAB I PENDAHULUAN Salah satu perwujudan dari adanya hubungan antar manusia adalah dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa saling percaya satu dengan lainnya. Perjanjian
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Hukum 1. Pengertian Perlindungan Hukum Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:
AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: Abuyazid Bustomi, SH, MH. 1 ABSTRAK Secara umum perjanjian adalah
Lebih terperinciBAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA INVESTASI DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PEDAGANGAN BERJANGKA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya
36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan
Lebih terperinciBAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan
BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya selalu terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan
Lebih terperinciRESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU
RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU Disusun Oleh : SIVA ZAMRUTIN NISA, S. H NIM : 12211037 PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian
BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian Menurut pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Undang Undang Dasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Undang Undang Dasar 1945. Membahas hukum tidak akan lepas dari manusia, karena hukum berperan sangat penting dalam kehidupan
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi
BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam menjalankan bisnis pada dasarnya manusia tidak bisa melakukannya dengan sendiri, tetapi harus dilakukan secara bersama atau dengan mendapat bantuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, kata rumah menjadi suatu kebutuhan yang sangat mahal, padahal
Lebih terperinciPERBEDAAN WANPRESTASI DENGAN PENIPUAN DALAM PERJANJIAN HUTANG PIUTANG
PERBEDAAN WANPRESTASI DENGAN PENIPUAN DALAM PERJANJIAN HUTANG PIUTANG Oleh : I Ketut Gde Juliawan Saputra A.A Sri Utari Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Tulisan yang berjudul Perbedaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli Sebelum membahas tentang pengertian dan pengaturan juali beli, terlebih dahulu perlu dipahami tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesepakatan-kesepakatan di bidang ekonomi. Kesepakatan-kesepakatan tersebut
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Transaksi bisnis, dewasa ini sangat berkembang di Indonesia. Masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi untuk melakukan suatu transaksi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam masyarakat, individu yang satu senantiasa berhubungan dengan individu yang lain. Dengan perhubungan tersebut diharapkan
Lebih terperinciASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI
ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI Disampaikan dalam kegiatan Peningkatan Wawasan Sistem Manajemen Mutu Konsruksi (Angkatan 2) Hotel Yasmin - Karawaci Tangerang 25 27 April 2016 PENDAHULUAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai sekarang pembuatan segala macam jenis perjanjian, baik perjanjian khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman pada KUH Perdata,
Lebih terperinciTanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia.
Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 ABSTRAK Setiap perbuatan yang
Lebih terperinciHeru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa
Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga
Lebih terperinciBAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau
BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi
Lebih terperinciHUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.
HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. PERIKATAN & PERJANJIAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepemilikan terhadap harta benda baik bergerak maupun tidak bergerak diatur secara komplek dalam hukum di Indonesia. Di dalam hukum perdata, hukum adat maupun
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:
EFEKTIFITAS PERJANJIAN DAMAI DALAM PENGADILAN (AKTA VAN DADING) TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN WANPRESTASI DALAM PENEGAKAN HUKUM PERDATA (STUDI PADA PENGADILAN NEGERI MEDAN) SKRIPSI Diajukan Untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa Indonesia. Kasus ini dilatarbelakangi perjanjian pinjam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada hari Senin tanggal 17 Juni 2013 menjatuhkan putusan batal demi hukum atas perjanjian yang dibuat tidak menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu
BAB I PENDAHULUAN Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan, demikianlah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tidak ada dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dirumuskan sedemikian rupa
16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Hukum Perikatan Pada Umumnya 1. Pengertian Perikatan Hukum perikatan diatur dalam buku III KUH Perdata. Definisi perikatan tidak ada dirumuskan dalam undang-undang,
Lebih terperinciTEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK
TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK Sularto MHBK UGM PERISTILAHAN Kontrak sama dengan perjanjian obligatoir Kontrak sama dengan perjanjian tertulis Perjanjian tertulis sama dengan akta Jadi antara istilah kontrak,
Lebih terperinciLEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN
LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN ST., S.H.,M.H Universitas Islam Negeri Alauddin (UIN) Makassar Abstract Vehicle financing agreement was made as the embodiment of the financing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Oetarid Sadino, Pengatar Ilmu Hukum, PT Pradnya Paramita, Jakarta 2005, hlm. 52.
BAB I PENDAHULUAN Hukum adalah seperangkat aturan yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia yang bertujuan untuk melindungi kepentingan-kepentingan, maka penggunaan hak dengan tiada suatu kepentingan
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Eksekusi adalah pelaksanaan isi putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap dengan cara paksa dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sehingga dibutuhkan adanya aturan yang disebut dengan hukum. adanya hukum sebagai suatu norma dalam masyarakat diharapkan dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan teknologi dan masyarakat selalu diiringi dengan meningkatnya interelasi dan interaksi yang berakibat timbulnya konflik. Adanya kepentingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa berkembang secara dinamik sesuai dengan perkembangan zaman. Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari interaksi antar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis
Lebih terperinciTINDAK PIDANA PENIPUAN MENGGUNAKAN BILYET GIRO (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Gresik Putusan No: 246/Pid.B/2014/PN.Gsk)
TINDAK PIDANA PENIPUAN MENGGUNAKAN BILYET GIRO (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Gresik Putusan No: 246/Pid.B/2014/PN.Gsk) Oleh Prihatin Effendi ABSTRAK Tindak pidana penipuan (oplichthing) merupakan tindak
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:
BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian
Lebih terperinciBAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA
25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dana yang besar. Kebutuhan dana yang besar itu hanya dapat dipenuhi. dengan memperdayakan secara maksimal sumber-sumber dana yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam rangka pembangunan ekonomi suatu negara dibutuhkan dana yang besar. Kebutuhan dana yang besar itu hanya dapat dipenuhi dengan memperdayakan secara maksimal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu sumber alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena fungsi dan perannya mencakup berbagai aspek kehidupan serta penghidupan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. berjudul Perihal Perikatan (Verbintenis), yang mempunyai arti lebih luas
BAB II LANDASAN TEORI A. RUANG LINGKUP PERJANJIAN 1. Pengertian Perjanjian Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) berjudul Perihal Perikatan (Verbintenis), yang mempunyai arti lebih luas
Lebih terperinciBAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING
BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. pegawai yang tidak dapat bekerja lagi, untuk membiayai penghidupan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pensiun dan Program Pensiun 1. Pengertian Pensiun Pensiun adalah suatu penghasilan yang diterima setiap bulan oleh seorang bekas pegawai yang tidak dapat bekerja lagi, untuk membiayai
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN PUSTAKA
BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
Lebih terperinciistilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst
Lebih terperinciA. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada
BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS CACAT TERSEMBUNYI PADA OBJEK PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL YANG MEMBERIKAN FASILITAS GARANSI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO
Lebih terperinciBAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk
BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan dengan tegas, dalam Pasal 1 angka 3, bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupan bermasyarakat tidak bisa terlepas dari hubungan manusia lainnya hal ini membuktikan bahwa manusia merupakan mahkluk sosial. Interaksi atau hubungan
Lebih terperinciLex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015
PENYELESAIAN PERKARA MELALUI CARA MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Elty Aurelia Warankiran 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertuan untuk mengetahui bagaimana prosedur dan pelaksanaan mediasi perkara
Lebih terperinciBAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN
BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN A. Dasar Hukum Memorandum Of Understanding Berdasarkan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea keempat yang berbunyi : Kemudian daripada
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya
Lebih terperinciPERIKATAN YANG BERSUMBER DARI PERJANJIAN 10/9/2013 BISNIS SYARIAH/WP/TM 6 1
PERIKATAN YANG BERSUMBER DARI PERJANJIAN 10/9/2013 BISNIS SYARIAH/WP/TM 6 1 Sumber Perikatan Perikatan 1233 Perjanjian 1313 Perbuatan manusia 1353 Undang-Undang 1352 Ditentukan UU Perbuatan Menurut Hukum
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN NOMINEE. Perjanjian sebagaimana didefinisikan oleh ketentuan pasal 1313
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN NOMINEE 2.1 Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1 Pengertian Perjanjian Perjanjian sebagaimana didefinisikan oleh ketentuan pasal 1313 KUHPerdata menentukan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI
25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.
Lebih terperinciHukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)
Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering kita mendapati perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP TINDAKAN PENJUALAN AIRSOFT GUN MELALUI MEDIA INTERNET SECARA MELAWAN HUKUM
BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP TINDAKAN PENJUALAN AIRSOFT GUN MELALUI MEDIA INTERNET SECARA MELAWAN HUKUM BERDASARKAN DENGAN UNDANG UNDANG NO 12/DRT/TAHUN 1951 DI HUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 11
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Anak merupakan karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada kedua orang tuanya. Setiap anak tidak hanya tumbuh dan berkembang dalam sebuah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Salah satu tantangan terbesar bagi hukum di Indonesia adalah terus berkembangnya perubahan di dalam masyarakat yang membutuhkan perhatian dan pengaturan
Lebih terperinciSENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN DENGAN AKTA JUAL BELI FIKTIF. (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten No.50/PDT.G/2012/PN.
SENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN DENGAN AKTA JUAL BELI FIKTIF (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten No.50/PDT.G/2012/PN.Klt) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat
Lebih terperinciDokumen Perjanjian Asuransi
1 Dokumen Perjanjian Asuransi Pada prinsipnya setiap perbuatan hukum yang dilakukan para pihak dalam perjanjian asuransi perlu dilandasi dokumen perjanjian. Dari dokumen tersebut akan dapat diketahui berbagai
Lebih terperinciKEKUATAN HUKUM MEMORANDUM
1 KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ANTARA KEJAKSAAN TINGGI GORONTALO DENGAN PT. BANK SULAWESI UTARA CABANG GORONTALO DALAM PENANGANAN KREDIT MACET RISNAWATY HUSAIN 1 Pembimbing I. MUTIA CH. THALIB,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA, PERJANJIAN KREDIT, HAK TANGGUNGAN, PEMBUKTIAN, AKTA OTENTIK, DAN LELANG
BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA, PERJANJIAN KREDIT, HAK TANGGUNGAN, PEMBUKTIAN, AKTA OTENTIK, DAN LELANG A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Perjanjian diatur
Lebih terperinciA.Latar Belakang Masalah
A.Latar Belakang Masalah Setiap manusia hidup mempunyai kepentingan. Guna terpenuhinya kepentingan tersebut maka diperlukan adanya interaksi sosial. Atas interaksi sosial tersebut akan muncul hak dan kewajiban
Lebih terperinciBAB II HUKUM PERJANJIAN SECARA UMUM. A. Pengertian Umum Tentang Perjanjian. kewajiban dalam lapangan harta kekayaan. Rumusan tersebut membawa
BAB II HUKUM PERJANJIAN SECARA UMUM A. Pengertian Umum Tentang Perjanjian Sebelum penulis menguraikan apa itu perjanjian, ada baiknya jika penulis membicarakan dulu apa yang dimaksud dengan perikatan.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
Lebih terperinciProsiding Ilmu Hukum ISSN: X
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor
Lebih terperinciCommon Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan
Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan 2 Prof. Subekti Perikatan hubungan hukum antara 2 pihak/lebih, dimana satu pihak
Lebih terperinciBAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK
BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK A. Kekuatan Hukum Memorandum Of Understanding dalam Perjanjian Berdasarkan Buku III Burgerlijke
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain
Lebih terperinciBAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERSEROAN TERBATAS YANG SETORAN MODALNYA BERASAL DARI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
48 BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERSEROAN TERBATAS YANG SETORAN MODALNYA BERASAL DARI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG 3.1 Perlindungan Preventif Persoran Terbatas Didalam pendirian PT para pihak harus
Lebih terperinciPENYALAHGUNAAN KEADAAN
PENYALAHGUNAAN KEADAAN Oleh Hirman Purwanasuma, S.H. Buku ketiga KUHPerdata, tentang Perikatan, van verbintenissen. Tidak disebutkan apa itu perikatan, tapi ada petunjuk bahwa perikatan adalah untuk memberikan
Lebih terperinciLex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015
PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu
Lebih terperinciKONSEKUENSI HUKUM BAGI SEORANG ARBITER DALAM MEMUTUS SUATU PERKARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999
KONSEKUENSI HUKUM BAGI SEORANG ARBITER DALAM MEMUTUS SUATU PERKARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999 Oleh : Aryani Witasari,SH.,M.Hum Dosen Fakultas Hukum UNISSULA Abstrak Arbitrase sebagai salah
Lebih terperinci