BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan
|
|
- Inge Salim
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan penurunan nilai rupiah terhadap nilai dolar Amerika yang dimulai sekitar bulan Agustus 1997, telah mengakibatkan terjadinya krisis moneter atau krisis keuangan yang memberikan pengaruh destruktif terhadap perekonomian nasional dan menimbulkan kesulitan dikalangan dunia usaha untuk meneruskan kegiatan usahanya. Banyak perusahaan yang gulung tikar karena tidak mampu menyelesaikan kewajiban utangnya kepada para kreditor, baik kepada perusahaan, pribadi ataupun kepada pihak bank. Dalam rangka membangun kembali perekonomian agar segera keluar dari krisis keuangan tersebut, Pemerintah Indonesia meminta bantuan dari lembaga-lembaga keuangan internasional, salah satunya International Monetary Fund (IMF) dengan harapan dapat memberikan bantuan secara ekonomi agar Indonesia segera terbebas dari krisis tersebut. IMF bersedia memberikan paket bantuan, namun sebagai konsekuensinya Pemerintah Indonesia harus tunduk pada syarat-syarat yang diajukan, antara lain harus dilakukan deregulasi terhadap peraturan-peraturan yang salah satunya peraturan dibidang kepailitan. IMF berpendapat bahwa upaya mengatasi krisis moneter di Indonesia tidak dapat terlepas dari keharusan penyelesaian utang-utang luar negeri dari para pengusaha Indonesia kepada para kreditor 1
2 luar negeri. Oleh karena itu, IMF mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera mengubah peraturan kepailitan yang berlaku sebagai sarana penyelesaian utang. Hal tersebut diperlukan karena peraturan perundangundangan tentang kepailitan yang berlaku pada saat itu tidak berfungsi dengan baik, sehingga para kreditor luar negeri yang telah meminjamkan dana dalam mata uang asing dengan jumlah yang besar kepada perusahaanperusahaan di Indonesia tidak mudah untuk meminta pengembalian pinjaman. Peraturan perundang-undangan tentang kepailitan yang berlaku pada saat itu, yaitu Faillissement Verordening (F.V.) Staatsblad Tahun 1905 Nomor 217 juncto Staatsblad Tahun 1906 Nomor 348 yang masih mengadopsi peraturan yang dibuat dan diberlakukan pada masa kolonial Belanda, tidak memberikan suatu kerangka hukum yang memadai untuk melakukan likuidasi serta reorganisasi atas perusahaan debitor Indonesia 1, tidak diaturnya batas waktu penyelesaian proses kepailitan, hanya dikenal satu Kurator yaitu Balai Harta Peninggalan (weestcomer) dan terbatasnya pihak yang berhak mengajukan kepailitan. Untuk mewujudkan mekanisme penyelesaian utang piutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif, maka Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Tentang Kepailitan yang kemudian ditetapkan sebagai undang-undang berdasarkan Undang-Undang 1 Jerry Hoff Diterjemahkan oleh Kartini Muljadi, 2000, Undang-Undang Kepailitan Di Indonesia, Tatanusa, Jakarta, hlm. 5. 2
3 Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang perubahan Atas Undang- Undang Tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3778). Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 ini, diatur suatu lembaga khusus yaitu Pengadilan Niaga yang berada di lingkungan peradilan umum yang bertugas : 1. memeriksa dan memutuskan Permohonan Pernyataan Pailit (PPP), 2. memeriksa dan memutuskan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), 3. memeriksa perkara lain dibidang perniagaan yang penetapannnya ditetapkan dengan undang-undang, misalnya sengketa dibidang Hak Atas kekayaan Intelektual (HAKI). Sebelum dibentuknya Pengadilan Niaga ini, penyelesaian masalah kepailitan yang diatur dalam Faillissement Verordening (F.V.) Staatsblad Tahun 1905 Nomor 217 juncto Staatsblad Tahun 1906 Nomor 348 diselesaikan melalui Pengadilan Negeri. Hal inilah yang menjadi salah satu kekurangan peraturan tersebut karena penyelesaian melalui Pengadilan Negeri seringkali membuat masalahnya menjadi berlarut-larut, sedangkan Pengadilan Niaga sebagai suatu pengadilan yang khusus memeriksa dan memutuskan perkara kepailitan dan PKPU memiliki tata pengaturan waktu yang sangat ketat. Selain itu undang-undang kepailitan yang lama hanya 3
4 mengenal satu Kurator, yaitu Balai Harta Peninggalan, sedangkan dalam undang-undang kepailitan yang baru, selain Balai Harta Peninggalan juga diperkenalkan Kurator Swasta yang tugas dan kewenangannya sama dengan Balai Harta Peninggalan dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit ataupun pengurusan debitor dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Sebenarnya Pengadilan Niaga bukanlah lembaga Badan Peradilan baru diluar 4 (empat) Badan Peradilan yang ditentukan oleh Pasal 10 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman 2. Pada perkembangannya, untuk menghindari perebutan harta debitor apabila dalam waktu yang sama ada beberapa kreditor yang menagih piutangnya dari debitor, untuk menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitor tanpa memperhatikan kepentingan debitor atau para kreditor lainnya serta untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang kreditor atau debitor sendiri 3, Pemerintah melalui badan legislatif melakukan revisi atas Undang-undang No. 4 Tahun 1998 dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Undang-Undang Kepailitan Dan PKPU) yang mulai berlaku efektif sejak tanggal 18 Oktober Dengan diberlakukannya Undang-Undang Kepailitan Dan PKPU ini, 2 3 Ibid., hlm. 24. Bagian Umum, Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 4
5 maka Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku 4. Pada tahun 1992, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman untuk mengatur pihak swasta dalam keikutsertaannya menyediakan rumah-rumah berikut sarananya (komplek perumahan) dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok perumahan bagi masyarakat. Hal tersebut telah memberikan dampak yang positif terhadap bidang usaha properti. Selanjutnya, undang-undang tersebut dicabut dan diperbaharui dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan Pemukiman. Berkembang pesatnya bidang usaha properti telah menimbulkan fenomena baru mengenai dilakukannya jual beli tanah berikut bangunan dengan mendasarkan pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Hal ini terjadi karena dokumen-dokumen yang menjadi dasar peralihan hak atas tanah belum diselesaikan oleh pengembang. Menurut ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), diatur bahwa salah satu cara untuk pemindahan hak atas tanah adalah melalui mekanisme jual beli. Jual beli tersebut harus dilakukan dengan pembuatan akta otentik 4 Pasal 307, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang : Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang tentang Kepailitan (Faillisements-verordening Staatsblad 1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang tentang Kepailitan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3778), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 5
6 yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang dikenal dengan nama Akta Jual Beli (AJB) 5. Sehubungan belum dapat dipenuhinya syarat-syarat yang diwajibkan untuk melangsungkan Akta Jual Beli (AJB) antara pengembang dan konsumen, maka untuk mensiasati hal tersebut agar jual beli tetap bisa dilakukan terlebih dahulu, pihak pengembang dan pembeli sepakat untuk membuat suatu perjanjian mengenai jual beli atas tanah berikut bangunan atau lebih dikenal dengan istilah Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah dan Bangunan (PPJB) terlebih dahulu. Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah dan Bangunan (PPJB) dapat dibuat dibawah tangan ataupun dengan akta otentik dihadapan Notaris dan model perjanjian ini diangkat dan dibuat dari konsepsi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang merupakan kesepakatan para pihak mengenai hak dan kewajiban yang dibuat dengan mendasarkan pada Pasal 1320 jo. Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), sehingga diharapkan dapat memberikan kepastian hukum serta perlindungan hukum bagi para pihak yang membuatnya. Akan tetapi, belum dilakukannya jual beli atas tanah dan bangunan melalui pembuatan Akta Jual Beli (AJB) dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang diwajibkan oleh undang-undang dapat merugikan pihak konsumen, apabila pihak konsumen telah melunasi harga jual tersebut baik secara tunai ataupun mendapatkan 5 Pasal 37, Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah : Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 6
7 fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dari pihak bank pemberi kredit karena dengan dibuatnya Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dimaksud, kepemilikan hak atas tanah belum beralih dari pihak pengembang (pihak penjual) kepada konsumen (pihak pembeli). Pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tersebut dimaksudkan oleh para pihak bahwa hak atas obyek berupa tanah dan bangunan yang akan diperjual belikan sebagaimana dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Dengan kata lain, pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tersebut hanyalah sebagai alat bukti dan tidak menimbulkan akibat hukum berupa peralihan kepemilikan hak atas tanah. Guna menyikapi fenomena jual beli tanah dan bangunan dengan dibuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) terlebih dahulu dan dengan tujuan untuk mengamankan kepentingan pengembang dan pembelinya, maka pemerintah melalui Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia kemudian menerbitkan Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 09/KPTS/M/1995 Tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah yang ditetapkan pada tanggal 23 Juni 1995, dimana isinya mengatur mengenai pedoman pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang wajib diikuti dan aturan-aturan mengenai penerapannya serta pengawasan dan pengendaliannya. Meskipun dengan diberlakukannya Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat tersebut, hal ini tidak menghilangkan kewajiban untuk tetap dilaksanakannya jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai dengan yang diamanatkan oleh undang-undang. 7
8 Dengan demikian, timbul pertanyaan bagaimana bila pihak pengembang tidak dapat memenuhi janjinya untuk membuat Akta Jual Beli (AJB) sebagaimana diwajibkan maupun terjadi suatu peristiwa sehingga berakibat pihak pengembang dinyatakan dalam keadaan pailit, padahal kepemilikan hak atas tanah belum beralih dari pihak pengembang kepada pihak pembeli karena belum dilakukan tindakan hukum yang sah atas peralihan hak atas tanah tersebut. Hal ini terjadi seperti halnya dalam perkara kepailitan PT. Sarwo Indah yang berkedudukan di Kabupaten Sleman selaku perusahaan yang bergerak sebagai pihak pengembang telah dimohonkan pailit oleh para kreditornya dan ditingkat Kasasi, Mahkamah Agung melalui putusannya No. 446 K.Pdt.Sus/2011 tanggal 30 September 2011 telah memutuskan permohonan kasasi yang diajukan oleh PT. Sarwo Indah tidak dapat diterima, dengan demikian PT. Sarwo Indah dinyatakan pailit dan putusan ini telah berkekuatan hukum yang tetap 6. Akibat putusan pailit tersebut, maka seluruh harta kekayaan (boedel pailit) pihak PT. Sarwo Indah selaku debitor pailit dinyatakan dalam pemberesan oleh Kurator yang telah ditetapkan. Dalam kasus ini, ternyata kawasan pemukiman yang dibangun oleh PT. Sarwo Indah yang terdiri dari ratusan kavling tanah dan bangunan yang sudah didiami atau dihuni oleh para pembeli yang sebagian telah membayar lunas berdasarkan Surat Perjanjian Jual Beli yang dibuat di bawah tangan (semacam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)) dengan 6 Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor 02/Pailit/2011/PN. Niaga.Smg tanggal 3 Mei 2011 jo. Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor 446 K/Pdt. Sus/2011 tanggal 30 September
9 pihak PT. Sarwo Indah telah disita oleh Kurator untuk dimasukan sebagai harta pailit (boedel pailit), kemudian para pembeli yang telah membayar lunas dan telah menghuni atau mendiami rumah tersebut, tidak menerima atas sita yang dilakukan oleh pihak Kurator, sehingga mereka pun melakukan perlawanan dengan mengajukan gugatan di pengadilan. Kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi para ratusan konsumen pembeli tanah dan bangunan yang telah mendiami rumahnya dan yang dikembangkan dan dibangun oleh PT. Sarwo Indah. Dari uraian di atas, sangat menarik untuk dilakukan penelitian mengenai sejauhmana kekuatan hukum Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang telah dibuat secara sah antara pihak pembeli dan pengembang dalam kaitannya pelaksanaan putusan pailit yang dijatuhkan kepada pengembang dan menuangkannya dalam bentuk tesis dengan judul : Kekuatan Hukum Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Atas Tanah Dan Bangunan Antara Pembeli Dan Pengembang Dikaitkan Dengan Pelaksanaan Putusan Pailit Terhadap Pengembang. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas dan agar lebih memfokuskan dalam penulisan hukum ini, maka masalah yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 9
10 a. Bagaimanakah kedudukan hukum pembeli tanah dan bangunan berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dimana pengembang kemudian mengalami kepailitan? b. Bagaimanakah status tanah dan bangunan yang menjadi obyek Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang sudah dibayar lunas dan sudah diserahterimakan kepada pembeli dikaitkan dengan harta kekayaan milik pengembang yang dipailitkan? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengkaji dan menganalisis sejauhmana kedudukan hukum pembeli selaku konsumen atas tanah dan bangunan yang merupakan obyek Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dimana pengembang kemudian mengalami kepailitan. b. Untuk mengkaji mengenai status tanah dan bangunan yang menjadi obyek Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang pembayarannya sudah lunas dilakukan dan fisiknya sudah diserahterimakan kepada pembeli dikaitkan dengan harta kekayaan milik pengembang dalam pelaksanaan putusan pailit. c. Untuk memberikan kepastian hukum dan mencari tahu mengenai upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pembeli sebagai pihak yang dirugikan dengan dimasukkannya tanah dan bangunan berdasarkan 10
11 Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang sudah dibayar lunas dalam harta pailit. d. Sebagai prasyarat dalam menyelesaikan studi di Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Manfaat Penelitian a. Secara Teoritis Ditinjau dari segi teoritis diharapkan penulisan hukum ini dapat memberikan suatu masukan bagi perkembangan ilmu hukum dimasa yang akan datang, khususnya bidang hukum perjanjian dan kepailitan yang menjadi fokus dalam penulisan hukum ini. b. Secara Praktis Ditinjau dari segi pratikal, maka diharapkan penulisan hukum ini dapat digunakan sebagai referensi dalam penyelesaian sengketa yang berkaitan dengan tesis ini dan memberikan pengetahuan bagi pihak pengembang maupun pembeli dalam pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) atas tanah dan bangunan, sehingga para pihak diharapkan dapat mengerti sejauhmana kekuatan dan kedudukannya masing-masing secara hukum serta memberikan suatu kepastian hukum bagi masyarakat pada umumnya maupun kepada para praktisi hukum. Penulisan hukum ini diharapkan juga dapat memberikan masukanmasukan dan sumbang saran bagi lembaga eksekutif dan yudikatif sebagai lembaga pembuat undang-undang agar dalam pembuatan suatu 11
12 perundang-undangan dapat mengakomodasi perbuatan-perbuatan hukum atau kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di masyarakat dengan tetap memperhatikan asas keadilan. E. Keaslian Penelitian Sepanjang yang diketahui dan berdasarkan informasi maupun data yang ada serta hasil penelusuran kepustakaan khususnya pada Program Studi Magister Hukum Universitas Gadjah Mada, penulisan hukum atau penelitian hukum yang mengkaji atau menganalisis mengenai kekuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) sudah dilakukan oleh beberapa penulis atau peneliti, namun penulis berkeyakinan bahwa tesis dengan judul Kekuatan Hukum Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Atas Tanah Dan Bangunan Antara Pembeli dan Pengembang Dikaitkan Dengan Pelaksanaan Putusan Pailit Terhadap Pengembang ini berbeda dengan penulisan atau penelitian yang telah ada sebelumnya dan penulisan hukum atau penelitian hukum yang mengkaji mengenai kedudukan hukum pembeli tanah dan bangunan berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan pelaksanaan putusan pailit ini belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya. Dengan demikian, penulisan atau penelitian yang diajukan atau diteliti dalam tesis ini adalah asli hasil karya penulis, bukan merupakan hasil duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya pihak lain, sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. 12
BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan dan analisa hukum yang telah diuraikan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dan analisa hukum yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Pada proses kepailitan yang dialami oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Krisis moneter pada tahun 1997 di Indonesia membuat utang menjadi membengkak luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepailitan biasanya pada umumnya dikaitkan dengan utang piutang antara debitor dengan kreditor yang didasarkan pada perjanjian utang piutang atau perjanjian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Perusahaan adalah badan usaha yang dibentuk untuk menjalankan kegiatan usaha di bidang ekonomi. Sebagai badan yang dibentuk untuk menjalankan usaha maka perusahaan harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterbatasan finansial atau kesulitan keuangan merupakan hal yang dapat dialami oleh siapa saja, baik orang perorangan maupun badan hukum. Permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterpurukan perekonomian Indonesia pada tahun 1997 menyebabkan tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan menyisakan sedikit yang mampu bertahan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya. tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi yang melakukan kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup memberikan dampak yang negatif terhadap keadaan ekonomi di Indonesia. Krisis ekonomi tersebut,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan memiliki rumah yang terjangkau bagi banyak orang.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Kebutuhan akan rumah menempati kedudukan kedua setelah makanan. Tanpa rumah, manusia akan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia yang semakin kompleks mengakibatkan semakin meningkatnya pula kebutuhan ekonomi masyarakat terutama para pelaku usaha. Dalam menjalani kehidupan
Lebih terperinciBAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.
BAB III PEMBAHASAN A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. Semua harta benda dari si pailit untuk kepentingan kreditur secara bersama-sama. Kedudukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang kadangkala tidak bisa dihindari oleh seseorang atau pun oleh suatu perusahaan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sarana hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan nasional adalah peraturan tentang kepailitan termasuk peraturan tentang penundaan kewajiban
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa manusia lain. Hanya dalam kehidupan bersamalah manusia dapat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk pula kebutuhan keuangan, sehingga untuk
Lebih terperinciKepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ranitya Ganindha, SH. MH. Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Univ Brawijaya Dalam suatu kegiatan usaha / bisnis berutang merupakan hal yang lazim. Permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemukiman penduduk. Inovasi yang berkembang akhir-akhir ini adalah. dikenal dengan istilah rumah susun.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk memang menjadi suatu problem yang harus dihadapi oleh pemerintah selaku pelaksana Negara, terlebih lagi pada tingkat daerah, baik
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di
Lebih terperincikemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu perjanjian kredit, pihak kreditor perlu untuk mengantisipasi kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada kepastian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Krisis ekonomi yang telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir ini memberi pengaruh yang tidak menguntungkan terbadap kehidupan ekonomi,
Lebih terperinciBAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah
Latar Belakang Masalah BAB VIII KEPAILITAN Dalam undang-undang kepailitan tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan kepailitan tetapi hanya menyebutkan bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak masalah. Modal
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan merupakan setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, baik yang diselenggarakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Anak merupakan karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada kedua orang tuanya. Setiap anak tidak hanya tumbuh dan berkembang dalam sebuah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam utang-piutang, kreditor bersedia menyerahkan sejumlah uang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Dalam utang-piutang, kreditor bersedia menyerahkan sejumlah uang ataupun barang kepada debitor, dengan didasari asumsi bahwa kreditor percaya debitor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fungsi intermediary yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT Bank Rakyat Indonesia ( Persero ) Tbk atau dikenal dengan nama bank BRI merupakan salah satu BUMN yang bergerak dalam bidang perbankan mempunyai fungsi intermediary
Lebih terperinci1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak
UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN, bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting dalam kehidupan karena sebagian besar kehidupan manusia tergantung pada tanah. Dalam berbagai
Lebih terperinciUNIVERSITAS MEDAN AREA BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai keinginan kuat untuk melaksanakan pembangunan di bidang perekonomian terlebih setelah krisis moneter
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai dengan sekarang tidak terlepas dari suatu krisis moneter yang melanda hampir
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Hukum Kepailitan di Indonesia pasca reformasi tahun 1998 sampai dengan sekarang tidak terlepas dari suatu krisis moneter yang melanda hampir seluruh negara-negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. restrukturisasi dengan musyawarah dan mufakat, atau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Restrukturisasi utang perusahaan debitor dalam rangka membayar utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: 1. dengan pendekatan antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang perkembangan dan perekonomian, dalam perekonomian banyak faktor yang mempengaruhi perekonomian
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. permasalahan ekonomi tersebut. Modal yang dimiliki oleh para pengusaha
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Krisis moneter yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 membuat perekonomian Indonesia belum seutuhnya stabil bahkan sampai saat ini. Banyak dunia usaha yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (dalam tulisan ini, undang-undang
Lebih terperinciKepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ranitya Ganindha, SH. MH. Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Univ Brawijaya Dalam suatu kegiatan usaha / bisnis berutang merupakan hal yang lazim. Permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi menyebabkan meningkatnya usaha dalam sektor Perbankan. Fungsi perbankan yang paling utama adalah sebagai lembaga intermediary, yakni menghimpun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pemberian kredit atau penyediaan dana oleh pihak perbankan merupakan unsur yang terbesar dari aktiva bank, dan juga sebagai aset utama sekaligus menentukan maju mundurnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahwa hampir semua masyarakat telah menjadikan kegiatan pinjam-meminjam uang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Van Koophandel (WvK), buku Ketiga yang berjudul Van de Voordieningen in Geval
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengaturan kepailitan di Indonesia sebelum tahun 1945, diatur dalam Wetboek Van Koophandel (WvK), buku Ketiga yang berjudul Van de Voordieningen in Geval van
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di. Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah penduduk di Indonesia yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kepailitan merupakan kondisi dimana debitor yang telah dinyatakan pailit tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada pertengahan tahun 1997 negara negara Asia dilanda krisis moneter yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada pertengahan tahun 1997 negara negara Asia dilanda krisis moneter yang telah memporandakan sendi sendi perekonomian. Dunia usaha merupakan dunia yang paling menderita
Lebih terperinciPendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Kebutuhan pokok dalam istilah lainnya disebut kebutuhan primer. Kebutuhan primer terdiri dari sandang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Lelang sebagai suatu kelembagaan telah dikenal saat pemerintahan Hindia Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam Staatsblad
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh para pengusaha pada
Lebih terperinciHeri Hartanto - FH UNS
1 Kekuasaan Kehakiman Psl 13 UU 14/1970 Jo. UU 4/2004 ttg Kekuasaan Kehakiman : memungkinkan di bentuk peradilan khusus di dalam peradilan Umum. Psl 8 UU 2/1986 Jo. UU 8/2004 ttg Peradilan Umum : Di dlm
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia, khususnya dunia perbankan saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat baik, walaupun kegiatan bisnis bank umum sempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dirinya mampu untuk ikut serta berkompetisi dalam pasar global,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan bisnis merupakan suatu dunia yang sulit untuk ditebak, suatu perusahaan tidak selalu berjalan dengan baik dan seringkali keadaan keuangan perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lazimnya dalam suatu gugatan yang diajukan oleh kreditor terhadap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah penelitian Lazimnya dalam suatu gugatan yang diajukan oleh kreditor terhadap debitor yang lalai memenuhi isi suatu kontrak, selalu disertai permohonan agar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-harinya tidak dapat terlepas dari interaksi atau hubungan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya tidak dapat terlepas dari interaksi atau hubungan dengan manusia lain. Salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan nasional untuk mewujudkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, merata, baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik
10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam kebersamaan dengan sesamanya.
Lebih terperinciB. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN
3 B. Saran... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi
Lebih terperinciCONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT
CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT PERJANJIAN KREDIT Yang bertanda tangan di bawah ini : I. ------------------------------------- dalam hal ini bertindak dalam kedudukan selaku ( ------ jabatan ------- ) dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut akan melakukan barter, yaitu menukarkan barang yang. usaha dibagi menjadi 4 bentuk, yaitu : Perusahaan Perorangan (sole
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orang hidup memerlukan uang atau dana untuk membiayai keperluan hidupnya. Demikian juga halnya dengan suatu badan hukum. Uang diperlukan badan hukum, terutama perusahaan,
Lebih terperinciDimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum
PROSUDUR PEMINDAHAN HAK HAK ATAS TANAH MENUJU KEPASTIAN HUKUM Oleh Dimyati Gedung Intan Dosen Fakultas Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Tanah semakin berkurang, kebutuhan tanah semakin meningkat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia ( naturlijk person) sebagai subjek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban sehingga dapat melakukan perbuatan hukum. Mempunyai atau menyandang hak dan kewajban
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Restrukturisasi utang perusahaan debitor dalam rangka membayar utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: 1. dengan pendekatan antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. konstitusional dalam melaksanakan politik pertanahan bahwa negara. Tujuan Undang-undang Pokok Agraria adalah :
0 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nilai-nilai yang terkandung dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) dan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Dasar Pokok- Pokok Agraria yang singkatan
Lebih terperinciBAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM
BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM NEGERI NO. 14 TAHUN 1982 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN SURAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. harga tanah dan bangunan yang terus naik dari tahun ke tahun. Tanah dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bisnis perumahan di perkotaan maupun di pinggiran merupakan sektor yang sangat menjanjikan. Dewasa ini banyak orang yang membeli rumah di perumahan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam menjalankan hubungan hukum terhadap pihak lain akan membutuhkan suatu kesepakatan yang akan dimuat dalam sebuah perjanjian, agar dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang melindungi, memberi rasa aman, tentram dan tertib untuk mencapai kedamaian dan keadilan setiap orang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis waralaba atau franchise sedang berkembang sangat pesat di Indonesia dan sangat diminati oleh para pengusaha karena prosedur yang mudah, tidak berbelit-belit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukumnya. Oleh karena itu, sewajarnya kita berbenah diri dalam menghadapi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama kurang lebih 32 tahun, kita baru menyadari bahwa pembangunan bidang ekonomi lebih diutamankan namun dengan mengabaikan pembangunan hukumnya. Akibatnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satu sumber daya alam yang mempunyai nilai batiniah yang mendalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai nilai batiniah yang mendalam bagi rakyat Indonesia. Di atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Negara Indonesia adalah negara hukum. Semua Warga Negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Negara Indonesia adalah negara hukum. Semua Warga Negara Indonesia mempunyai kedudukan yang sama dimuka hukum, dan wajib mematuhi hukum yang berlaku
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4443 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 131) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu perjanjian tertulis merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada
BAB I PENDAHULUAN Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada umumnya, Perjanjian Pinjam Meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam masyarakat, individu yang satu senantiasa berhubungan dengan individu yang lain. Dengan perhubungan tersebut diharapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang keseluruhan bagiannya meliputi aspek kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering kita mendapati perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perusahaan memiliki peran penting dalam negara Indonesia, yaitu sebagai
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan memiliki peran penting dalam negara Indonesia, yaitu sebagai pendukung pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan perikatan yang lahir dari undang-undang yang. mewajibkan seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan perikatan yang lahir dari undang-undang yang mewajibkan seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam undang-undang untuk membayar
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan yang menggerakkan roda perekonomian, dikatakan telah melakukan usahanya dengan baik apabila dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi guna mencapai kesejahteraan rakyat berkembang semakin pesat melalui berbagai sektor perdangangan barang dan jasa. Seiring dengan semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (1) Tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Menurut Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (1) Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, kepailitan adalah sita umum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan adanya alat bukti tertulis dalam suatu pembuktian di persidangan mengakibatkan setiap perbuatan hukum masyarakat yang menyangkut pihak-pihak sebaiknya
Lebih terperinciKUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG
0 KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG (Studi terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor Register 318.K/Pdt/2009 Tanggal 23 Desember 2010) TESIS Untuk Memenuhi Persyaratan Guna
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sengketa merupakan suatu hal yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan ini.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangMasalah Penelitian Sengketa merupakan suatu hal yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan ini. Sengketa merupakan sebuah situasi dimana dua pihak atau lebih dihadapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, kata rumah menjadi suatu kebutuhan yang sangat mahal, padahal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fungsi utama Bank adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan nasional kearah peningkatan kesejahteraan
Lebih terperinciUU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004)
Copyright (C) 2000 BPHN UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004) TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepemilikan terhadap harta benda baik bergerak maupun tidak bergerak diatur secara komplek dalam hukum di Indonesia. Di dalam hukum perdata, hukum adat maupun
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, KETERBATAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan Hasil Penelitian dan Pembahasan yang telah penulis
BAB V KESIMPULAN, KETERBATAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan Hasil Penelitian dan Pembahasan yang telah penulis paparkan dalam tulisan ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Akibat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.09-HT TAHUN 1998 TENTANG PEDOMAN BESARNYA IMBALAN JASA BAGI KURATOR DAN PENGURUS
KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.09-HT.05.10 TAHUN 1998 TENTANG PEDOMAN BESARNYA IMBALAN JASA BAGI KURATOR DAN PENGURUS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinci