BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PROSEDUR KERJA

Peningkatan Kelarutan dan Laju Disolusi Glimepirid dengan Koformer Asam Malonat Melalui Metode Kokristalisasi dan Kimia Komputasi

Praperlakuan Bahan Baku Glimepirid Melalui Metode Kokristalisasi Untuk Meningkatkan Kelarutan dan Laju Disolusi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Peningkatan Stabilitas Asam dari Omeprazol dengan Teknik Kokristalisasi Menggunakan Koformer Natrium Karbonat

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

4 Hasil dan Pembahasan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN MUDA

Gambar 4. Pengaruh kondisi ph medium terhadap ionisasi polimer dan pembentukan kompleks poliion (3).

PENINGKATAN KELARUTAN DAN LAJU DISOLUSI GLIMEPIRID MELALUI METODE KOKRISTALISASI

Prosiding Farmasi ISSN:

4 Hasil dan Pembahasan

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%)

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. PERSEMBAHAN... v. DEKLARASI... vi. KATA PENGANTAR... vii. DAFTAR ISI...

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

Bab IV Hasil dan Pembahasan

PENGARUH MILLING TERHADAP LAJU DISOLUSI CAMPURAN METAMPIRON-FENILBUTASON (7:3)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. No Jenis Pengujian Alat Kondisi Pengujian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

Peningkatan Kelarutan dan Laju Disolusi Glimepirid Menggunakan Metode Dispersi Padat dengan Matriks Polietilen Glikol 4000 (Peg-4000)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

KARAKTERISASI KOKRISTAL PARASETAMOL ASAM SUKSINAT MELALUI METODE SOLVENT DROP GRINDING

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Pemeriksaan Bahan Baku Pemeriksaan bahan baku ibuprofen, HPMC, dilakukan menurut Farmakope Indonesia IV dan USP XXIV.

4. Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

PERBANDINGAN DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 6000 DAN PVP

Bab III Metodologi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4 Hasil dan pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

3. Metodologi Penelitian

PENENTUAN SIFAT THERMAL PADUAN U-Zr MENGGUNAKAN DIFFERENTIAL THERMAL ANALYZER

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR.. vii. DAFTAR ISI.. viii. DAFTAR GAMBAR. xi. DAFTAR TABEL. xiii. DAFTAR LAMPIRAN. xiv. INTISARI.. xv. ABSTRAC.

3 Metodologi penelitian

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA KELARUTAN TIMBAL BALIK SISTEM BINER FENOL AIR

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

KESETIMBANGAN FASA. Komponen sistem

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

PENGARUH POLIVINIL PIROLIDON TERHADAP LAJU DISOLUSI FUROSEMID DALAM SISTEM DISPERSI PADAT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4 Hasil dan Pembahasan

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODE

III. METODOLOGI PENELITIAN. analisis komposisi unsur (EDX) dilakukan di. Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong,

BAB III METODE PENELITIAN. A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah senyawa zeolit dari abu sekam padi.

2. Fase komponen dan derajat kebebasan. Pak imam

Deskripsi. SINTESIS SENYAWA Mg/Al HYDROTALCITE-LIKE DARI BRINE WATER UNTUK ADSORPSI LIMBAH CAIR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 RANCANGAN PENELITIAN

DAFTAR ISI. Halaman. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN MOTTO...iii. HALAMAN PERSEMBAHAN... iv. HALAMAN DEKLARASI...

Prosiding Farmasi ISSN:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Struktur. Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

BAB I PENDAHULUAN. Pemberian pulveres kepada pasien ini dilakukan dengan cara

3 Percobaan. 3.1 Alat dan Bahan Alat Bahan

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3

Fisika Panas 2 SKS. Adhi Harmoko S

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

REAKSI AMOKSIMASI SIKLOHEKSANON MENGGUNAKAN KATALIS Ag/TS-1

BAB 3 METODE PENELITIAN

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

3. Metodologi Penelitian

Spektrofotometri uv & vis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) SUB KIMIA FISIK. 16 Mei Waktu : 120menit

STUDI SISTEM DISPERSI PADAT GLIKLAZID MENGGUNAKAN UREA DAN TWEEN-80 WILLI PRATAMA

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pemeriksaan Bahan Baku GMP Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan bahan baku GMP. Hasil pemeriksaan sesuai dengan persyaratan pada monografi yang tertera pada Farmakope Amerika edisi 3. Hasil pemeriksaan bahan dan sertifikat hasil analisis dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. 5.2. Pembuatan Diagram Fasa Sistem Biner GMP-AST Pembuatan campuran fisik GMP-AST dengan berbagai komposisi perbandingan bertujuan untuk melihat pengaruh adanya AST terhadap laju pelarutan GMP dan untuk mengidentifikasi awal pembentukan interaksi yang mungkin terjadi antara GMP dan AST, apakah eutektik atau senyawa molekular (kokristal), yaitu dengan membuat diagram fasa sistem biner antara kedua komponen dengan cara memplot titik lebur (puncak endotermik) yang diperoleh dari hasil analisis termal menggunakan DSC terhadap campuran fisik GMP-AST (Gambar V.1) pada berbagai komposisi yang dinyatakan sebagai fraksi molar (Tabel V.1). AST dipilih sebagai koformer karena bersifat inert, tidak toksik dan memiliki empat donor dan tujuh akseptor ikatan hidrogen yang membuka peluang terbentuknya senyawa molekular (kokristal) bila berinteraksi dengan GMP.

Tabel V.1. Data Rekapitulasi Puncak Endotermik Campuran Biner GMP-AST dengan Analisis menggunakan DSC Fraksi Mol (%) Titik Leleh ( C) GMP AST Endotermik 1 Endotermik 2 Endotermik 3 1 5,8 - - 8 76,7 147,7 6 72,1 142,3 176,5 5 5 72,1 144,8 181,5 6 72,5 143,6-8 71,5 137, - 1 74,9 132,9-25 Temperatur (ºC) 15 1 5 T A T E T C T E T B MP 1 ( C) MP 2 ( C) MP 3 ( C) 6 8 1 1 Fraksi Mol AST Gambar V.1 Diagram Fasa Sistem Biner Campuran Fisik GMP dan AST; T A = Titik Lebur GMP, T B = Titik Lebur AST, T C = Titik Kokristal, T E = Titik Eutektik Dari hasil analisis diagram fasa terlihat bahwa interaksi yang terjadi antara GMP dan AST menunjukkan fenomena pembentukan senyawa molekular (kokristal) pada perbandingan 1:1 dengan suhu lebur 181,5 C. Jika kedua komponen membentuk senyawa molekular, maka akan terdapat suhu lebur campuran yang terbentuk diantara dua titik eutektik. Hal ini sesuai dengan diagram fasa sistem biner campuran fisika GMP-AST (Gambar V.1). T A dan T B

merupakan suhu lebur komponen murni (1%) GMP dan AST. Jika suhu lebur ini diplot terhadap komposisi campuran komponen akan diperoleh lintasan T A -T E - T C -T E -T B yang disebut kurva likuidus. Diatas kurva likuidus, GMP maupun AST berada dalam fasa cair dan dua komponen senyawa larut satu sama lain. Titik lebur paling tinggi, T C dari kurva likuidus merupakan titik terbentuknya senyawa molekular (kokristal). Sedangkan titik lebur paling rendah, T E dari kurva likuidus didefinisikan sebagai titik eutektik (Carstensen, 1). Pada titik Tc ini komponen A dan B melebur secara bersamaan pada suhu yang sama dan tertinggi serta fase cair berada dalam kesetimbangan dengan fase padat. Garis horizontal, dibawah kurva likuidus disebut dengan garis padatan. Dibawah garis ini komponen A dan B secara sempurna berada dalam fase padat dan tidak larut satu sama lain. 5.3. Skrining Bahan Pelarut Skrining bahan pelarut bertujuan untuk memilih pelarut yang dapat melarutkan GMP dan AST secara sempurna dan berperan sebagai media yang memfasilitasi dispersi molekuler antara dua komponen yang berinteraksi (Qiao, 11:7), yang selanjutnya digunakan pada saat pelakuan pembentukan kokristal GMP-AST (1:1) dengan teknik SDG dan SE. Pelarut yang digunakan dalam teknik SDG dan SE berpotensi meningkatkan peluang antara satu molekul dengan molekul lainnya untuk saling berikatan atau berinteraksi. Pelarut yang dapat melarutkan kedua komponen secara sempurna adalah aseton. Dimana baik GMP maupun AST larut sempurna dalam aseton.

5.4. Skrining Pembentukan Kokristal GMP-AST (1 : 1) dengan Berbagai Teknik Pembentukan fasa kokristal antara dua atau lebih padatan senyawa obat telah dilaporkan dengan berbagai teknik, diantaranya dengan kokristalisasi dari penguapan pelarut (solvent evaporation), penggilingan padat atau kering (neat/dry grinding), penggilingan padat dengan penambahan sejumlah kecil pelarut (solvent drop grinding), pemanasan, dispersi dalam pelarut air (slurry), sublimasi dan rekristalisasi dari leburan (Trask & Jones, 5 dan Vishweshwar dkk., 9). Skrining pembentukan kokristal dilakukan untuk mengetahui variasi performa kokristal yang diperoleh dari teknik yang berbeda. Pembentukan kokristal GMP-AST bertujuan untuk meningkatkan kelarutan GMP. Teknik pembentukan kokristal yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik NG, SDG dan SE dengan menggunakan perbandingan 1:1. Pada teknik SDG dan SE digunakan aseton sebagai pelarut, dimana baik GMP maupun AST dapat larut sempurna dalam pelarut tersebut. Selain itu, aseton juga mudah menguap pada suhu kamar. Penambahan aseton berfungsi untuk mempercepat pembentukan kokristal. Pada teknik SE, GMP-AST perbandingan 1:1 dilarutkan dalam aseton hingga keduanya terlarut sempurna secara molekular, sehingga pada saat terjadi rekristalisasi kedua komponen berinteraksi secara molekular. Teknik NG bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh energi mekanik berupa penggilingan dan tekanan tertentu. Sedangkan, teknik SDG dilakukan untuk melihat pengaruh dari adanya energi mekanis dan pelarut. Pada teknik

SDG, ditambahkan sejumlah kecil pelarut (dalam bentuk tetesan) yang dapat meningkatkan laju pembentukan kokristalisasi. Pemilihan pelarut yang digunakan dalam teknik SDG sangat penting, yaitu pelarut harus mampu melarutkan setidaknya sebagian kecil dari komponen pembentuknya. Pelarut bertindak sebagai katalis yang dapat mempercepat pembentukan kokristalisasi. Pada teknik NG dan SDG energi mekanik seperti penggilingan mampu meningkatkan derajat kebebasan molekul sehingga dapat membuka konformasinya untuk saling berinteraksi, selain itu proses penggilingan bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel. 5.5. Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan Kristalografi Untuk memverifikasi dan memastikan jenis interaksi padatan yang terjadi antara GMP dan AST pada perbandingan 1:1, maka dilakukan analisis termal menggunakan DSC, analisis difraksi menggunakan PXRD dan analisis gugus fungsi menggunakan FT-IR. Termogram DSC, difraktogram sinar-x dan spektrum FT-IR partikel padatan hasil interaksi kedua komponen dengan perlakuan NG, SDG dan SE dibandingkan dengan komponen tunggal dan campuran fisik kedua komponen tanpa perlakuan (Gambar V.2, V.3 dan V.4). 5.5.1. Difraksi Sinar X (PXRD) Difraksi sinar-x merupakan metode yang handal untuk karakterisasi interaksi padatan antara dua komponen padat (solid state interaction), apakah terbentuk fase kristalin baru atau tidak (Trask dan Jones, 5). Jika terbentuk fase kristalin baru dari hasil interaksi antar kedua komponen maka akan teramati

secara nyata dari difraktogram sinar-x yang berbeda dari campuran fisika kedua komponen. Pada gambar V.2 menunjukkan difraktogram sinar-x padatan GMP-AST (1:1) hasil interaksi kedua komponen dengan perlakuan NG, SDG dan SE dibandingkan dengan komponen tunggal serta campuran fisiknya tanpa perlakuan. Intensity 5 1 15 25 3 35 45 F 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 E D C B A 5 1 15 25 3 35 45 2 Theta Gambar V.2 Difraktogram sinar X serbuk : A) GMP, B) AST, C) Campuran fisika GMP-AST (1:1), D) Kokristalisasi GMP-AST (1:1) dari perlakuan NG, E) Kokristalisasi GMP-AST (1:1) dari perlakuan SDG, F) Kokristalisasi GMP-AST (1:1) dari perlakuan SE. Berdasarkan difraktogram sinar X serbuk terlihat pola difraksi berbeda pada sampel hasil perlakuan SE. Dimana difraktogram sampel hasil perlakuan SE

memperlihatkan adanya puncak baru pada 2 theta di 13,455 dan 18,. Hal ini diduga terbentuknya senyawa molekular antara GMP-AST, yang ditunjukkan oleh perbedaan pola difraksi dengan campuran fisik kedua komponen. Sedangkan, pada difraktogram sinar X serbuk pada sampel hasil perlakuan NG dan SDG tidak menunjukkan perbedaan atau perubahan pola difraksi yang signifikan jika dibandingkan dengan difraktogram campuran fisik GMP-AST (1:1). Namun, hanya mengalami penurunan intensitas puncak saja. Penurunan intensitas ini disebabkan karena pada sampel hasil perlakuan NG dan SDG terjadi pengecilan ukuran partikel dengan kecepatan tinggi. 5.5.2. Analisis Termal (DSC) DSC merupakan instrumen analitik yang bermanfaat dalam karakterisasi interaksi padatan (solid state interaction) antara dua atau lebih material obat. Analisis termal menggunakan DSC digunakan untuk mengevaluasi perubahanperubahan sifat termodinamik yang terjadi pada saat materi diberikan energi panas berupa rekristalisasi, peleburan, desolvasi dan transformasi fase padat yang ditunjukkan oleh puncak endotermik atau eksotermik pada termogram DSC. Pada gambar V.3 menunjukkan termogram DSC GMP-AST (1:1) hasil interaksi kedua komponen dengan perlakuan NG, SDG dan SE yang dibandingkan dengan komponen tunggal serta campuran fisiknya.

Heat Flow (mw) 5 1 15 25 3 35 6 F - 6-6 - 6-6 - 6 E D C B A - 5 1 15 25 3 35 Temperature ( O C) Gambar V.3 Termogram DSC : A) GMP, B) AST, C) Campuran fisika GMP-AST (1:1), D) Kokristalisasi GMP-AST (1:1) dari perlakuan NG, E) Kokristalisasi GMP-AST (1:1) dari perlakuan SDG, F) Kokristalisasi GMP-AST (1:1) dari perlakuan SE. Pada gambar V.3 termogram DSC GMP murni menunjukkan puncak endotermik pada suhu 5,8 C dan untuk AST murni menunjukkan puncak endotermik pada suhu 132,9 C, yang merupakan peristiwa leburan padatan masing-masing komponen (Gambar V.3 A dan B). Dari termogram DSC tersebut mengindikasikan penurunan titik lebur hasil kokristalisasi yang diduga terbentuknya senyawa molekular antara GMP dan AST

pada perbandingan 1:1 dari hasil perlakuan NG, SDG dan SE masing-masing pada suhu 145,3 C, 144,3 C dan 148,7 C (Gambar V.3 D, E dan F). Senyawa molekular ditunjukkan dengan penurunan titik lebur yang berada diantara atau lebih rendah dibandingkan dengan titik lebur zat aktif dan koformer (Qiao et al, 11). Hal ini mengindikasikan bahwa kedua komponen padat mengalami transformasi secara sempurna menjadi fase kristalin baru antara GMP- AST, yang disebut dengan fase kokristal atau senyawa molekular. 5.5.3. Analisis Gugus Fungsi (FT-IR) Analisis gugus fungsi menggunakan spektrofotometer FT-IR digunakan untuk mengkarakterisasi terjadinya kompleks antara dua senyawa dalam keadaan padat yang dihubungkan melalui ikatan hidrogen (Bugay, 11). Selain itu, metode spektrofotometri infra merah dilakukan untuk melihat adanya interaksi dalam kokristal yang terbentuk. Dengan analisis gugus fungsi menggunakan spektrofotometer FT-IR, adanya pembentukan kokristal dapat dideteksi yaitu dengan terbentuknya ikatan hidrogen antara GMP dan AST. Spektrum FT-IR pada gambar V.4 menunjukkan bahwa spektrum inframerah campuran fisika berbeda dengan spektrum inframerah padatan GMP-AST (1:1) hasil perlakuan NG, SDG dan SE.

%T 35 3 25 15 1 5 1 8 6 1 8 6 1 8 6 1 8 6 1 8 6 1 8 6 35 3 25 15 1 5 Wavenumber [cm -1 ] F E D C B A Gambar V.4 Spektrum FT-IR : A) GMP, B) AST, C) Campuran fisika GMP-AST (1:1), D) Kokristalisasi GMP-AST (1:1) dari perlakuan NG, E) Kokristalisasi GMP-AST (1:1) dari perlakuan SDG, F) Kokristalisasi GMP-AST (1:1) dari perlakuan SE. Berdasarkan spektrum FT-IR dari sampel hasil perlakuan SE terjadi perubahan bentuk puncak jika dibandingkan dengan campuran fisika GMP-AST (1:1), yaitu pada daerah sekitar 17 cm -1 dan di sekitar 6 cm -1. Pada spektrum FT-IR dari hasil perlakuan SE tersebut terjadi pelebaran puncak. Terlihat pelebaran puncak yang signifikan dari spektrum FT-IR hasil perlakuan SE pada 1 cm -1. Pelebaran pita atau puncak ini diduga karena terbentuk ikatan hidrogen pada struktur GMP-AST (1:1). Sedangkan, pada spektrum FT-IR dari hasil

perlakuan NG dan SDG, tidak terlihat adanya puncak baru yang muncul dan tidak adanya perbedaan yang signifikan dengan campuran fisik kedua komponen. Adanya ikatan hidrogen menyebabkan puncak melebar dan terjadi pergeseran ke arah bilangan gelombang yang lebih panjang. 5.6. Evaluasi Kinerja Kokristalisasi 5.6.1. Uji Kelarutan dan Disolusi GMP-AST (1 : 1) Uji kelarutan dan laju disolusi dilakukan dalam media dapar fosfat ph 7,4 untuk memberikan kondisi yang tetap pada saat dilakukannya pengujian kelarutan dan laju disolusi. Pada ph lebih dari 7 kelarutan dan laju disolusi GMP cenderung lebih tinggi dibandingkan kelarutannya dalam air (Darusman, 14). Pada uji kelarutan dan disolusi GMP-AST (1:1) dilakukan penetapan kadar GMP terlarut menggunakan spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang 228 nm, dimana AST tidak memberikan serapan pada metode ini. Tabel V.2. Hasil uji kelarutan GMP-AST (1:1) Sampel/Perlakuan Kelarutan (mg/ml) GMP Murni.41 Campuran Fisika GMP-AST (1:1).47 Kokristal GMP-AST (1:1) dari perlakuan NG.49 Kokristal GMP-AST (1:1) dari perlakuan SDG.66 Kokristal GMP-AST (1:1) dari perlakuan SE.341 Pengujian kelarutan dilakukan terhadap GMP murni, campuran fisik GMP-AST (1:1) dan kokristal GMP-AST (1:1) hasil perlakuan NG, SDG dan SE untuk mengetahui pengaruh kokristalisasi terhadap kelarutan dibandingkan dengan GMP murni dan campuran fisiknya. Dengan terbentuknya senyawa

molekular (kokristal) dapat menyebabkan pembentukkan ikatan hidrogen sehingga kelarutan akan meningkat. Dari hasil pengujian menunjukkan kelarutan GMP-AST (1:1) dari semua perlakuan lebih tinggi dibandingkan campuran fisika dan GMP murni. Sampel perlakuan SE memiliki kelarutan paling tinggi dibandingkan dengan sampel perlakuan NG, SDG, GMP murni dan campuran fisik GMP-AST (1:1), karena pada perlakuan SE kedua komponen padatan dilarutkan dengan sempurna secara molekular sehingga pada saat rekristalisasi GMP-AST (1:1) berinteraksi secara molekular. Sedangkan, pada perlakuan NG dan SDG mekanisme yang terjadi adalah amorfisasi. Dimana jika kedua komponen berada dalam kondisi amorf maka kelarutannya akan lebih tinggi dari GMP murni dan campuran fisik GMP-AST (1:1). Pada perlakuan SDG ditambahkan tetesan pelarut yang berfungsi untuk meyatukan kedua komponen, yakni GMP dan AST. % Terdisolusi 5 45 35 3 25 15 1 5 1 3 5 6 7 Waktu (Menit) A B C D E Gambar V.5 Profil laju disolusi : A. GMP, B. Campuran fisik GMP-AST (1:1), C. Kokristalisasi GMP-AST (1:1) dari perlakuan NG, D. Kokristalisasi GMP-AST (1:1) dari perlakuan SDG, E. Kokristalisasi GMP-AST (1:1) dari perlakuan SE.

Peningkatan kelarutan dan laju disolusi GMP dengan kokristalisasi menggunakan AST terjadinya karena interaksi senyawa molekular antara GMP- AST dengan mekanisme pengurangan ukuran partikel akibat perlakuan penggilingan atau grinding (NG dan SDG) sehingga menjadi lebih amorf. Namun, dari profil laju disolusi pada GMP-AST (1:1) sampel perlakuan SE menunjukkan profil disolusi yang paling rendah dari pada perlakuan NG dan SDG. Hal ini disebabkan karena ukuran partikel yang besar dan tidak dilakukannya proses pengayakan terlebih dahulu. Ukuran partikel sangat mempengaruhi laju disolusi, dimana semakin kecil ukuran partikel atau semakin besar luas permukaan kontak, maka laju disolusi akan semakin besar.