ANALISIS INTERAKSI GENOTIPE u LINGKUNGAN MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL I GEDE NYOMAN MINDRA JAYA

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS INTERAKSI GENOTIPE u LINGKUNGAN MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL I GEDE NYOMAN MINDRA JAYA

ANALISIS INTERAKSI GENOTIPE u LINGKUNGAN MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL I GEDE NYOMAN MINDRA JAYA

HASIL DAN PEMBAHASAN Lampiran 2 Analisis Daya Adaptasi Tanaman Karakteristik Agronomi Hasil (HSL) Gambar 1.

TINJAUAN PUSTAKA Spesifikasi Model Berbagai model dalam pemodelan persamaan struktural telah dikembangkan oleh banyak peneliti diantaranya Bollen

ANALISIS INTERAKSI GENOTIPE LINGKUNGAN MENGGUNAKAN PARTIAL LEAST SQUAREPATH MODELING. I Gede Nyoman Mindra Jaya 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan sebagai rujukan ada dua penelitian. Rujukan penelitian pertama yaitu penelitian Lavoranti et al.

II LANDASAN TEORI Definisi 1 (Prestasi Belajar) b. Faktor Eksternal Definisi 2 (Faktor-Faktor yang mempengaruhi prestasi) a.

PENERAPAN PEMBOBOTAN KOMPONEN UTAMA UNTUK PEREDUKSIAN PEUBAH PADA ADDITIVE MAIN EFFECT AND MULTIPLICATIVE INTERACTION GERI ZANUAR FADLI

PERBANDINGAN METODE PENDUGAAN PARAMETER DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL LA MBAU

BAB 2 LANDASAN TEORI

MODEL AMMI PERCOBAAN LOKASI GANDA PEMUPUKAN N, P, K

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS

ANALISIS INTERAKSI GENOTIP LINGKUNGAN MENGGUNAKAN STRUCTURAL EQUATION MODELING. Abstract

Ketakbiasan Dalam Model Analisis Faktor Konfirmatori Pada Metode Pendugaan Maximum Likelihood Untuk Data Ordinal

Keywords: Factorial Experiment, CRBD, AMMI, Analysis of Variance, PCA, Biplot

Forum Statistika dan Komputasi : Indonesian Journal of Statistics. journal.ipb.ac.id/index.php/statistika

IDENTIFIKASI GENOTIPE YANG MEMBERIKAN KONTRIBUSI TERHADAP INTERAKSI GENOTIPE LINGKUNGAN PADA MODEL AMMI RUSIDA YULIYANTI

METODE PENELITIAN Sumber Data

ASUMSI MODEL SEM. d j

Ketakbiasan Dalam Model Analisis Faktor Konfirmatori (CFA) Pada Metode Pendugaan Kuadrat Terkecil Terboboti (Weighted Least Square) Untuk Data Ordinal

Ketakbiasan Dalam Model Analisis Faktor Konfirmatori Pada Metode Pendugaan Kuadrat Terkecil Tak Terboboti (Unweighted Least Square) Untuk Data Ordinal

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS STRUCTURAL EQUATION MODEL (SEM)

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan untuk inferensi statistika. Metode bootstrap mengesampingkan

Rancangan Petak Terpisah dalam RAL

ANALISIS VARIAN PERCOBAAN FAKTORIAL DUA FAKTOR RAKL DENGAN METODE FIXED ADDITIVE MAIN EFFECTS AND MULTIPLICATIVE INTERACTION SKRIPSI

PENERAPAN ANALISIS FAKTOR KONFIRMATORI STRUCTURAL EQUATION MODELING PADA MODEL HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK DAN TEKANAN DARAH

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan

Analisis Stabilitas Hasil Tujuh Populasi Jagung Manis Menggunakan Metode Additive Main Effect Multiplicative Interaction (AMMI)

Metode Procrustes Dalam untuk Pendugaan Heritabilitas dari Karakter Agronomik Beberapa Galur Kacang Hijau

PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA 2 CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. Analisis regresi (regression analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun

Forum Statistika dan Komputasi, April 2010 p : ISSN :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh

VIII. ANALISIS STRUCTUAL EQUATION MODEL (SEM)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan luas pertanaman dan hasil biji kedelai. Salah satu faktor pembatas bagi

TINJAUAN PUSTAKA. dianalisis dan hasilnya ditransformasi menjadi matriks berukuran??

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Rancangan Penelitian

VIII ANALISIS SERVICE QUALITY DALAM MEMBENTUK KEPUASAN DAN LOYALITAS

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN MAHASISWA DALAM PEMILIHAN JURUSAN MENGGUNAKAN STRUCTURAL EQUATION MODELING

BAB III ANALISIS FAKTOR. berfungsi untuk mereduksi dimensi data dengan cara menyatakan variabel asal

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Biplot Biasa

E-Jurnal Matematika Vol. 4 (3), Agustus 2015, pp ISSN:

INFERENSI TITIK-TITIK PADA BIPLOT AMMI MENGGUNAKAN RESAMPLING BOOTSTRAP SKRIPSI

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Gerombol

ANALISIS INTERAKSI GENOTIPE-LINGKUNGAN DENGAN METODE AMMI PADA DATA MULTIRESPON PUNGKAS EMARANI

VIII ANALISIS STRUCTURAL EQUATION MODEL (SEM)

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pemodelan persamaan struktural (Structural Equation Modeling, SEM) adalah

(S.2) ANALISIS POWER DALAM UJI KECOCOKAN MODEL PADA STRUCTURAL EQUATION MODELLING (SEM) TANPA MENSPESIFIKASIKAN PARAMETER ALTERNATIF

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., M.MA., MA.

III. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

pendekatan dalam penelitian ini dinilai cukup beralasan.

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Mahasiswa Ditinjau dari Karakteristik Lingkungan Kampus (Studi Kasus di Jurusan Matematika FMIPA Unsri)

Rancangan Blok Terpisah (Split Blok)

BAB 5 ANALISIS HASIL STUDI. responden yang berada di Sumatera Utara. Karakteristik responden merupakan

ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konsep-konsep dasar pada QUEST dan CHAID, algoritma QUEST, algoritma

BAB II LANDASAN TEORI

PENGARUH UTAMA ADITIF DENGAN INTERAKSI GANDA (UAIG)

DATA DAN METODE. Data

ANALISIS KEUNGGULAN DAN STABILITAS GALUR MUTAN KACANG TANAH DENGAN METODE TAI DAN AMMI MOHAMAD DJ. PAKAYA

MIXED ADDITIVE MAIN EFFECTS AND MULTIPLICATIVE INTERACTION (M-AMMI) DAN APLIKASINYA SKRIPSI

KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Diagram kotak garis

IDENTIFIKASI INTERAKSI GENOTIPE X LINGKUNGAN PADA PADI HIBRIDA BERDASARKAN RESPON GABUNGAN SUCI TIARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. level, model regresi tiga level, penduga koefisien korelasi intraclass, pendugaan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PERBANDINGAN METODE MAXIMUM LIKELIHOOD UNWEIGTED LEAST SQUARE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Jurnal Penelitian Sains Volume 12 Nomer 3(A) 12303

Ketakbiasan Dalam Model CFA (Confirmatory Factor Analysis) Pada Metode Estimasi DWLS (Diagonally Weighted Least Squares) Untuk Data Ordinal

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder.

KOREKSI METODE CONNECTED AMMI DALAM PENDUGAAN DATA TIDAK LENGKAP ABSTRAK

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. Analisis regresi (regressison analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun persamaan

(S.3) METODE MULTILEVEL STRUCTURAL EQUATION MODELING DENGAN WEIGHTED LEAST SQUARE ESTIMATION UNTUK ANALISIS PELAYANAN KESEHATAN IBU

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA

Percobaan Rancangan Petak Terbagi dalam RAKL

PENANGANAN KETIDAKHOMOGENAN RAGAM AKIBAT KEBERADAAN DATA EKSTRIM MELALUI PENDEKATAN EM-AMMI NADA TSURAYYA

ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH

BAB III METODE PENELITIAN

x 1 x 3 x 4 y 1 x 5 x 6 x 7 x 8 BAHAN DAN METODE δ 1 λ 41 ξ 1 δ 4 λ 51 γ 21 δ 6 λ 61 ε 1 δ 3 η 1 γ 31 δ 7 λ 71 ξ 2 λ 81 ξ 3 λ 31 δ 5

PENERAPAN AMMI RESPON GANDA DENGAN PEMBOBOTAN KOMPONEN UTAMA PADA UJI STABILITAS TANAMAN KUMIS KUCING ANNISA

III. METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN LANDASAN ANALISIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Aliran produk Aliran biaya Aliran informasi. Gambar 1. Struktur Rantai Pasok (Anatan dan Lena, 2008)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PEMODELAN PRODUKSI KEDELAI NASIONAL DENGAN METODE SUR PAULUS BASUKI KUWAT SANTOSO

MODEL ADDITIVE MAIN EFFECTS AND MULTIPLICATIVE INTERACTION (AMMI) PERCOBAAN LOKASI GANDA PEMUPUKAN N, P, K NIKEN DYAH SEPTIASTUTI

IDENTIFIKASI STABILITAS DAN ADAPTABILITAS GENOTIPE PADA PERCOBAAN MULTILOKASI PADI SAWAH DENGAN METODE AMMI. Oleh: Miftachul Hudasiwi G

Transkripsi:

ANALISIS INTERAKSI GENOTIPE u LINGKUNGAN MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL I GEDE NYOMAN MINDRA JAYA SEKOLAH PASCASARJANA INTISTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 009

ABSTRACT I GEDE NYOMAN MINDRA JAYA. Genotype Environment Interaction Analysis Using Structural Equation Modeling. Under direction of I MADE SUMERTAJAYA and FARIT MOCHAMAD AFENDI. Multiple environental trials are widely used by plant breeders to evaluate the relative performance of genotipes for a target population of environemts followed by selection of superior genotipes. The presence of genotype environment interaction (GEI) complicates the process of selecting superior genotypes. An understanding of environmental and genotypic causes of GEI is important at all stage plant breeding. The objectives of this study were to investigate interaction structure of complex trait and to proposes a model based on Structural Equation Modeling approach to evaluate GEI in Maize. Structural Equation Modeling allows us to account for underlying sequential process in plant development by incorporating intermediate variables associated with those processes in the model. With this method we can incorporating genotypic and environmental covariates in the model and explain how those covariates influence yield. SEM-AMMI useful when both environments and genotype are fixed and the purpose of the multienvironment trials is to assess the combined effect genotypic and environmental covariates on yield and agronomic characteristics GEI. To explain this method, we use maize data from PT. Kreasidharma cooporation with Bioseed Inc. We have found there are three genotypes have category stable. Those are BC 41399, BIO 9899 and BC 4683. The final SEM explain 7.1% of variation in endogenous latent variables associated with yield. We have use weighted least square (WLS) estimator to estimate parameter model of SEM. The model showed closed fit between observed and predicted covariance (χ (1)=18.01, P=0.110). This result means the model can explain relationship between agronomic characteristics and genotypic environmental with yield. SEM-AMMI showed that stem of an ear of Maize weight had the largest positive direct and total effects on yield of Maize. Keywords: AMMI Model, Structural Equation Modeling, Weighted Least Square, Biplot-AMMI

RINGKASAN I GEDE NYOMAN MINDRA JAYA. Analisis Interaksi Genotipe Lingkungan Menggunakan Model Persamaan Struktural. Dibawah bimbingan I MADE SUMERTAJAYA sebagai ketua dan FARIT MOCHAMAD AFENDI sebagai aggota. Percobaan multilokasi telah banyak digunakan oleh para pemulia tanaman untuk mengkaji kemampuan realatif genotipe-genotipe pada berbagai lingkungan tanam dengan tujuan menemukan genotipe-genotipe unggulan. Nyatanya pengaruh interaksi genotipe lingkungan (IGL) pada percobaan multilokasi menyulitkan dalam proses seleksi genotipe unggulan. Memahami faktor lingkungan dan genotipik yang berpengaruh terhadap nyatanya GEI akan sangat membantu pada setiap tahapan pemuliaan tanaman. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji struktur interaksi dari karakteristik agronomi dan mengusulkan penggunaan model persamaan struktural (MPS) sebagai sebuah pendekatan dalam menjelaskan interaksi genotipe lingkungan. Penggunaan model persamaan strutkural memungkinkan memasukkan informasi rangkaian proses biologis yang terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta memasukkan informasi kombinasi kovariat genotipik dan lingkungan dalam menjelaskan IGL hasil. MPS-AMMI sangat berguna jika faktor genotipe dan lingkungan merupakan faktor tetap untuk mengkaji pengaruh kombinasi kovariat genotipik dan lingkungan terhadap IGL karakteristik agronomi dan IGL hasil. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pemuliaan Jagung Hibrida dari PT. Kreasidharma bekerjasama dengan Bioseed Inc yang telah dilakukan mulai tanggal 3 Juli 006 sampai 10 April 007 pada musim hujan dan kemarau. Percobaan melibatkan 9 genotipe Jagung Hibrida Harapan dan 3 genotipe Jagung Hibrida Komersial. Dalam penelitian ini diambil data pada 16 lokasi percobaan. Karakteristik agronomi yang diamati sesuai dengan kajian literatur adalah usia masak fisiologis (UMF), kadar air panen (KAP), berat tongkol panen (BTK), dan hasil (HSL) Hasil kajian struktur interaksi terhadap karakteristik agronomi hasil, berat tongkol, kadar air panen, dan usia masak fisiologis menunjukkan klasifikasi genotipe stabil dan genotipe spesifik lingkungan yang diperoleh dari kombinasi ISA dan Biplot AMMI. Telihat bahwa genotipe stabil untuk hasil adalah BC 41399 (F), BIO 9900 (A), P-1 (K) dan BC 4683 (E). Sedangkan untuk berat tongkol panen adalah BC 41399 (F), BIO 9899 (I) dan BC 4683 (E). Untuk komponen kadar air panen BC 451(D), BC 488- (H), dan BC 41399 (F), Selanjutnya untuk usia masak fisiologis BC 41399 (F), BC 4683 (E) dan BIO 9899 (I). Jika diperhatikan genotipe BC 41399 (F), BIO 9899 (I) dan BC 4683 (E) adalah genotipe yang relatif stabil dilihat dari karakteristik agronomi berat tongkol, kadar air panen, usia masak dan hasil.

Metode pendugaan parameter model dalam MPS yang digunakan adalah metode kuadrat terkecil terboboti dengan acuan bahwa data tidak menyebar normal ganda. Model dapat dinyatakan closed fit dengan data sesuai dengan uji kecocokan model dengan kai-kuardat (χ (1)=18.01, P=0.110) menghasilkan nilai P lebih besar dari 0.05. Nilai Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) sebesar 0.03 lebih kecil dari 0.05, Goodness of Fit Index (GFI) sebesar 0.988, Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) sebesar 0.946, dan Normed Fit Index (NFI) sebesar 0.980 lebih besar dari 0.90 mendukung juga bahwa model closed fit. Pemodelan IGL dengan pendekatan model persamaan struktural (MPS) menjelaskan 88.6% keragaman IGL usia masak fisiologis, 81.6% keragaman IGL kadar air panen, 76.3% keragaman IGL berat tongkol panen dan 7.1% keragaman dari IGL hasil. Ini artinya bahwa model dapat menjelaskan dengan baik pengaruh IGL karakteristik-karakteristik agronomi dan kombinasi kovariat genotipik dengan lingkungan terhadap IGL hasil. Hasil analisis MPS-AMMI menunjukkan bahwa indikator utama stabilitas dari hasil adalah berat tongkol panen, kemudian kadar air panen dan terakhir usia masak fisiologis dengan pengaruh total terhadap IGL hasil masing-masing adalah 0.91, -0.413, dan 0.14. Sehingga proses seleksi genotipe harus memperhatikan ketiga karakteristik agronomi tersebut sesuai urutan prioritasnya. Pengaruh negatif dari kadar air panen menunjukkan bahwa kadar air panen yang terlalu tinggi berakibat pada hasil kering yang lebih rendah dibandingkan dengan kadar air panen yang relatif rendah. Kombinasi kovariat usia masak fisiologis musim berpengaruh negatif terhadap IGL hasil. Ini artinya bahwa genotipe-genotipe dengan usia masak fisiologis di atas rata-rata dan di tanam pada musim hujan akan memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan ditanam pada musim kemarau. Atau genotipe-genotipe dengan usia masak fisiologis di bawah rata-rata akan memberikan hasil yang kurang baik jika ditanam pada musim kemarau. Selanjutnya kombinasi kovariat usia masak fisiologis dengan tinggi lokasi memberikan pengaruh negatif terhadap hasil. Ini mengindikasikan bahwa genotipe-genotipe dengan usia masak fisiologis di atas rata-rata akan memberikan hasil yang tinggi jika ditaman pada lokasi yang relatif rendah. Kovariat berat tongkol panen dengan musim juga berpengaruh negatif pada hasil. Hasil ini mengindikasikan bahwa genotipe-genotipe dengan berat tongkol di atas rata-rata akan memberikan hasil yang relatif tinggi jika di tanam pada musim kemarau. Kesimpulan dari proses seleksi dengan kajian struktur interaksi karakteristik agronomi usia masak fisiologis, kadar air panen, berat tongkol melalui AMMI dan hasil MPS-AMMI mengidentifikasi genotipe BC 41399, BIO 9899 dan BC 4683 untuk dipertimbangkan sebagai genotipe unggulan dan dikembangkan menjadi varietas. Kata Kunci : Model AMMI, Model Persamaan Struktural, Kuadrat Terkecil Terboboti, Biplot-AMMI

Hak cipta milik IPB, Tahun 009 Hak cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penyusunan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Interaksi Genotipe Lingkungan Menggunakan Model Persamaan Struktural adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 009 I Gede Nyoman Mindra Jaya NRP. G151060061

ANALISIS INTERAKSI GENOTIPE u LINGKUNGAN MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL I GEDE NYOMAN MINDRA JAYA Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor SEKOLAH PASCASARJANA INTISTITUT PERTANIAN BOGOR 009

Judul Tesis : Analisis Interaksi Genotipe u Lingkungan Menggunakan Model Persamaan Struktural Nama : I Gede Nyoman Mindra Jaya NRP : G151060061 Program Studi : Statistika Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. I Made Sumertajaya, M.S Ketua Farit Mochamad Afendi, S.Si, M.Si Anggota Diketahui Ketua Program Studi Statistika Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Aji Hamin Wigena, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S Tanggal Ujian : 8 Januari 009 Tanggal Lulus :

PRAKATA Puji syukur Penulis panjatkan kepada Hyang Widi Wasa atas berkat rahmat- Nya sehingga Tesis ini dapat diselesaikan. Dalam penyelesaian tulisan ini, penulis banyak mendapatkan masukan dari Dosen Pembiming, Staf Pengajar Jurusan Statistika dan teman-teman. Dengan segala keterbatasan dan segala kekurangan serta semua bantuan dari dari berbagai pihak akhrinya Tesis yang berjudul ANALISIS INTERAKSI GENOTIPE u LINGKUNGAN MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL dapat diselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Kepada Bapak dan Ibu dan seluruh anggota keluarga yang telah memberikan banyak bantuan baik moril maupun spirituil.. Seluruh staf pengajar dan karyawan Sekolah Program Pascasarjana IPB yang telah memberikan layanan pengajaran dan administrasi dengan baik. 3. Kepada Dr. Ir. I Made Sumertajaya, M.Si dan Farit Mochamad Afendi, M.Si selaku pembimbing yang telah sudi meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan. 4. Kepada Prof. Dr. Ir. H. A. Ansori Mattjik atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk ikut bergabung dalam Hibah Penelitian Tim Pascasarjana yang didanai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor : 66/13.11/PL/008 Tanggal : 0 April 008. 5. Terimkasih kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi karena telah membiaya penelitian ini melalui Hibah Penelitian Tim Pascasarjana yang didanai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor : 66/13.11/PL/008 Tanggal : 0 April 008 6. Istriku Andia Kameswari dan Anakku Anglila Prabayukti tercinta, terimakasih atas semua pengorbanan dan doanya yang tulus. Ayah persembahkan tesis ini untuk kalian. 7. Rekan-rekan angkatan 006, Angkatan 005 dan 004 yang telah banyak membantu dalam penyelesaian Tesis ini. Akhir kata dengan segala kerendahan hati, Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya jika tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya. Bogor, Januari 009 Penulis

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tabanan Bali pada tanggal 03 Juni 1980 dari psangan bapak I Gede Ketut Kari dan ibu Ni Luh Ketut Parwati. Penulis adalah bungsu dari tiga bersaudara. Tahun 003 penulis lulus sebagai Sarjana Science Indonesia dari Program Studi Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran Bandung. Pada Tahun 004 penulis diangkat sebagai staf pengajar pada Jurusan Statistika Universitas Padjadjaran. Tahun 006 penulis diterima di Program Studi Statistika Sekolah Pascasarjana Insitut Pertanian Bogor (IPB) dengan biaya dari program beasiswa BPPS. Penulis menikah pada Tahun 006 dengan Andia Kameswari dan telah dikaruniai seorang putri yang bernama Ni Luh Putu Anglila Prabayukti

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. H. Ahmad Ansori Mattjik, M.Sc

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN xiii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan. TINJAUAN PUSTAKA.. 3 Percobaan Multilokasi 3 Interaksi Genotipe Lingkungan.. 4 Konsep Kestabilan... 4 Analisis AMMI (Additive Main Effect Model Interaction) 5 Model Persamaan Struktural (MPS).. 11 Asumsi Normal Ganda... 19 BAHAN DAN METODE Bahan... Metode Analisis... 3 HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 30 Analisis Daya Adaptasi Tanaman.. 31 Analisis Interaksi Genotipe Lingkungan Menggunakan Model Persamaan Struktural (MPS-AMMI). 57 KESIMPULAN. 73 Kesimpulan. 73 Saran... 73 DAFTAR PUSTAKA... 73 x

DAFTAR TABEL Halaman 1. Struktur Analisis Ragam Rancangan Acak Kelompok... 4. Tabel Analisis Ragam AMMI.... 9 3. Efek Langsung, Tak Langsung dan Total... 17 3. Deskripsi Lokasi Penelitian.... 4. Jenis Genotipe. 3 5. Variabel yang Diamati 3 6. Hasil Analisis AMMI untuk Karakteristik Agronomi Hasil 33 7. Indeks Stabilitas AMMI Untuk Karkateristik Agronomi Hasil.. 35 8. Hasil Analisis AMMI untuk Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen 39 9. Indeks Stabilitas AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen. 4 10. Hasil Analisis AMMI untuk Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen... 46 11. Indeks Stabilitas AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Kadar Air 49 Panen... 1. Hasil Analisis Ragam AMMI untuk Karekteristik Agronomi Usia Masak Fisiologis. 5 13. Indeks Stabilitas AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Usia Masak Fisiologis.. 55 14. Hasil Klasifikasi Genotipe Berdasarkan Keempat Karakteristik 56 15. Proporsi Keragaman Interaksi 58 16. Koefisien Lintas... 61 17. Nilai Kecocokan Model.. 63 18. Pengaruh Langsung, Tidak Langsung, dan Total dari Komponen IGL Hasil dan Kovariat Genotipik x lingkungan Terhadap IGL Hasil... 64 19. Tabel 14 Koefisien Korelasi Antar Kovariat.. 65 0. Rangking Karakteristik Agronomi Usia Masak Fisiologis,Kadar Air Panen, Berat Tongkol Panen dan Hasil.. 7 xi

DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Hipotesis Penelitian 4. Rata-Rata Karakteristik Agronomi Hasil Panen Menurut Genotipe... 3 3. Rata-Rata Karakteristik Agronomi Hasil Masing-Masing Genotipe Menurut Lingkungan Tanam 3 4. Biplot AMMI-1 Karakteristik Agronomi Hasil (Ton/Ha), (+) Rata- Rata Umum.. 34 5. Biplot AMMI- Untuk Karakteristik Agronomi Hasil (51.8%). 35 6. Rata-Rata Karakteristik Agronomi Hasil Genotipe Stabil Pada 16 Lingkungan... 37 7. Rata-Rata Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen Menurut Genotipe... 38 8. Rata-Rata Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen Masing- Masing Genotipe Menurut Lingkungan Tanam.. 39 9. Biplot AMMI-1 Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen (Kg/Plot), (+) Rata-Rata Umum. 41 10. Biplot AMMI- Untuk Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen (56.7%).. 4 11. Rata-Rata Karakteristik Berat Agronomi Tongkol Panen Genotipe Stabil Pada 16 Lingkungan.. 44 1. Rata-Rata Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen (%) Menurut Genotipe... 45 13. Rata-Rata Kadar Air Panen (%) Masing-Masing Genotipe Menrut Lingkungan Tanam. 45 14. Biplot AMMI-1 Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen (Kg/Plot), (+) Rata-Rata Umum.. 48 15. Biplot AMMI- Untuk Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen (53.1%) 48 16. Rata-Rata Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen Genotipe Stabil Pada 16 Lingkungan 50 17. Rata-Rata Karakteristik Agronomi Usia Masak Fisiologis Menurut Genotipe.. 51 18. Rata-Rata Karakteristik Agronomi Usia Masak Fisiologis Masing- Masing Genotipe Menurut Lingkungan Tanam.. 51 19. Biplot AMMI-1 Karakteristik Agronomi Usia Masak Fisiologis, (+) Rata-rata Umum... 54 xii

0. Biplot AMMI- Untuk Karakteristik Agronomi Usia Masak Fisiologis (73.9%) 54 1. Rata-Rata Berat Usia Masak Fisiologis Genotipe Stabil Pada 16 Lingkungan... 56. QQ-Plot Untuk Uji Normal Ganda.. 60 3. Diagram Lintas MPS-AMMI.... 6 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Data Penelitian..... 77. Rataan Genotipe Menurut Karakteristik Agronomi Hasil.. 89 3 Rataan Genotipe Menurut Karakteristik Agronomi Berat Tongkol 90 Panen 4 Rataan Genotipe Menurut Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen 91 5 Rataan Genotipe Menurut Karakteristik Agronomi Usia Masak 9 Fisiologis.. 6 Visualisasi Uji Asumsi dalam ANOVA untuk Data Hasil. 93 7 Penurunan Formulasi Indeks Stabilitas AMMI (ISA) 96 8 Penurunan Operasi Vec.. 99 9 Program SAS mendapatkan Variabel dalam MPS-AMMI... 100 10 Skor Komponen Genotipe dan Lingkungan Hasil Penguraian 104 Billinier Interaksi Usia Masak Fisiologis... 11 Skor Komponen Genotipe dan Lingkungan Hasil Penguraian 105 Billinier Interaksi Kadar Air Panen... 1 Skor Komponen Genotipe dan Lingkungan Hasil Penguraian 106 Billinier Interaksi Berat Tongkol Panen... 13 Skor Komponen Genotipe dan Lingkungan Hasil Penguraian Billinier Interaksi Hasil... 107 14 Output AMOS 7 Model Persamaan Struktural AMMI. 108 xiii

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Seleksi genotipe unggulan seringkali sulit dilakukan karena nyatanya pengaruh interaksi genotipe lingkungan (IGL) pada percobaan multilokasi. Dibutuhkan pemahaman yang lebih dalam tentang IGL agar dapat mebantu proses seleksi. Kajian tentang IGL telah banyak dilakukan diantaranya menggunakan metode Additive Main Effect Multiplicative Interaction (AMMI). Metode AMMI dinilai berhasil dalam mengkaji struktur interaksi genotipe lingkungan dalam mengidentifikasi genotipe stabil dan spesifik lingkungan. Penguraian matrik interaksi dalam AMMI melalui Singular Value Decomposition (SVD) mampu memisahkan komponen multiplikatif dari galatnya (noise) (Gabriel 1978), sehingga penggunaan model AMMI mampu meningkatkan keakuratan dugaan respon interaksi genotipe lingkungan. Namun, model AMMI memiliki keterbatasan dalam hal ketidakmampuan menjelaskan pengaruh dari kovariat genotipik dan lingkungan serta keterkaitan IGL beberapa karakteristik agronomi terhadap nyatanya interaksi genotipe lingkungan pada percobaan multilokasi. Metode lain yang juga banyak digunakan mengkaji interaksi genotipe lingkungan diantaranya adalah metode Factorial Regression (FR) (Van Euwijk et al 1996 dalam Dhungana 004) dan Partial Least Square Regression (PLSR) (Aastveit & Martens 1986 dalam Dhungana 004). Kedua metode ini sukses dalam mengidentifikasi kovariat genotipik dan lingkungan yang paling berpengaruh terhadap nyatanya pengaruh interaksi genotipe lingkungan baik untuk IGL hasil ataupun IGL karakteristik agronomi yang lain. Namun kedua metode ini gagal dalam menjelaskan keterkaitan antara IGL karakteristik agronomi dengan IGL hasil sebagai suatu rangkaian proses fisiologis yang berkerja dalam sebuah sistem persamaan. Memahami keterkatian antara IGL karakteristik agronomi dengan IGL hasil tentunya merupakan bagian penting dalam pemuliaan karena hasil adalah akumulasi respon dari karakteristik agronomi terhadap kondisi lingkungan selama proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Ivory 1989 dalam Noor et.al 007).

Dhungana (004), memperkenalkan penggabungan metode AMMI dengan model persamaan struktural (MPS) dalam menjelaskan interaksi genotipe lingkungan untuk hasil yang dikenal dengan MPS-AMMI. Melalui AMMI diperoleh bagian multiplikatif dari komponen interaksi dan mengeluarkan peubah galat (noise) sehingga pemodelan dengan MPS-AMMI menggunakan pola sesungguhnya dari interaksi geotipe lingkungan yang artinya model MPS- AMMI akan memberikan gambaran yang lebih tepat dalam menjelaskan nyatanya efek interaksi genotipe lingkungan untuk hasil. Melalui MPS-AMMI dapat dilakukan pemodelan IGL dengan memperhatikan proses fisiologis pertumbuhan dan perkembangan genotipe yang menjelaskan bagaimana keterkaitan IGL karakteristik agronomi dan bagaimana pengaruhanya terhadap IGL hasil dengan memperhatikan kekeliruan pengukuran dan memberikan informasi kecocokan model (goodness of fit) sebagai indikator kemampuan model dalam menjelaskan keragaman data. MPS-AMMI juga mampu menjelaskan bagaimana pengaruh kombinasi kovariate genotipe dengan lingkungan terhadap interaksi genotipe lingkungan untuk karakteristik agronomi dan hasil. Kajian MPS-AMMI dapat digunakan untuk mengidentifikasi pada kondisi lingkungan dan karakteristik seperti apa genotipe-genotipe akan memberikan hasil yang lebih baik. Dengan kata lain, kajian ini memberikan informasi awal kepada pemulia tanaman untuk lebih fokus pada karakteristik genotipe dan faktor lingkungan yang paling berperan dalam peningkatan hasil. Dhungana (004) telah menerapkan metode MPS-AMMI untuk data padi, sedangkan dalam penelitian ini penulis mencoba menerapkan MPS-AMMI untuk menjelaskan interaksi genotipe lingkungan hasil tanaman jagung hibrida. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengkaji struktur pengaruh interaksi genotipe lingkungan dengan pendekatan model AMMI (Additive Main Effects and Multiplicative Interaction) untuk karakteristik agronomi dan hasil.. Menjelaskan interaksi genotipe lingkungan menggunakan model persamaan struktural.

3 TINJAUAN PUSTAKA Percobaan Multilokasi Percobaan multilokasi merupakan serangkaian percobaan yang serupa di beberapa lingkungan yang mempunyai rancangan percobaan dan perlakuan yang sama. Pada percobaan multilokasi rancangan perlakuan yang biasanya digunakan adalah rancangan faktorial dua faktor dengan pemblokan, dengan faktor pertama adalah genotipe dan faktor kedua adalah lingkungan sedangkan blok disarangkan pada lingkungan. Model linier dari rancangan faktorial RAK sebagai berikut: y glr = + g + l + gl + r l + glr, (1) keterangan : g = 1,,..., a ; l = 1,,...,b, r = 1,,...,n : nilai pengamatan genotipe ke-g, pada lingkungan ke-l dan ulangan ke-r y glr µ : nilai rata-rata umum µ g : pengaruh utama genotipe ke-g β l γ gl θ r l ε glr : pengaruh utama lingkungan ke-l : pengaruh interaksi genotipe ke-g dengan lingkungan ke-l : pengaruh kelompok ke-r tersarang dalam lingkungan ke-l : pengaruh acak pada genotipe ke-g, lingkungan ke-l dan ulangan ke-r Analisis ragam gabungan digunakan untuk menguji secara statistik nyata atau tidaknya pengaruh genotipe dan pengaruh lingkungan serta pengaruh interaksinya. Untuk genotipe maupun lingkungan yang dicobakan merupakan faktor tetap dengan asumsi α g = 0; β l = 0; γ gl = 0; γ gl = 0; dan galat g l percobaan menyebar saling bebas mengikuti sebaran normal dengan ragam homogen ( ε ~ N(0, )) ger σ ε dituliskan sebagai berikut : g, maka struktur dari tabel analisis ragamnya dapat l

4 Tabel 1 Struktur Analisis Ragam Rancangan Acak Kelompok Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat F Hitung Kuadrat Tengah Genotip (A) a 1 JK(A) KT(A) KT(A)/ KT(G) Lingkungan (B) b 1 JK(B) KT(B) KT(B)/ KT(K B) Kelompok(Lingkungan) b(n-1) JK(K B) KT(K B) KT(K B)/ KT(G) Genotip*Lingkungan (a-1)(b-1) JK(A*B) KT(A*B) KT(A*B)/ KT(G) Galat b(a-1)(n-1) JK(G) KT(G) KT(G) Total abn-1 JK(T) Interaksi Genotipe u Lingkungan Interaksi genotipe-lingkungan adalah keragaman yang disebabkan oleh efek gabungan dari genotipe dan lingkungan (Dickerson 196 dalam Kang 00). Interaksi genotipe lingkungan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu interaksi crossover dan non-crossover. Perbedaan respon dari genotipe-genotipe pada lingkungan yang berbeda merujuk pada interaksi crossover dimana posisi genotipe berubah dari satu lingkungan ke lingkungan lain. Ciri utama dari interaksi crossover adalah perpotongan garis yang dapat dilihat pada grafik. Interaksi non-crossover menggambarkan perubahan pada ukuran dari penampilan genotipe (kuantitatif), tapi urutan posisi genotipe terhadap lingkungan tetap tidak berubah, artinya genotipe yang unggul di suatu lingkungan dapat mempertahankan keunggulannya di lingkungan lain. Konsep Kestabilan Ada dua konsep tentang kestabilan, yaitu static dan dynamic. Konsep kestabilan static ini juga dikenal sebagai konsep kestabilan biological (Becker, 1981 dalam Kang 00), dimana konsep ini sesuai dengan konsep kestabilan tipe 1 dan tipe 3 yang diusulkan oleh Lin et al. (1986) (Kang 00). Kestabilan dynamic juga dikenal sebagai konsep kestabilan agronomic (Becker 1981 dalam Kang, 00), dimana konsep ini sesuai dengan konsep kestabilan tipe yang diusulkan oleh Lin et al. (1986).

5 Lin et al. (1986) mendefinisikan empat tipe konsep tentang kestabilan. Tipe 1, suatu genotipe dikatakan stabil jika responnya dari satu lingkungan ke lingkungan lain mempunyai ragam yang kecil. Tipe, suatu genotipe dikatakan stabil jika responnya terhadap bermacam lingkungan sejajar dengan rataan umum respon dari semua genotipe yang diuji di setiap lingkungan. Tipe 3, suatu genotipe dikatakan stabil jika kuadrat tengah simpangan dari model regresi respon genotipe terhadap indeks lingkungan kecil. Kestabilan tipe 4 diusulkan atas dasar keragaman non-genetic yaitu predictable dan non-predictable. Komponen predictable berhubungan dengan lingkungan dan komponen non-predictable berhubungan dengan tahun. Analisis AMMI (Additive Main Effect Multiplicative Interaction) Analisis AMMI merupakan gabungan dari sidik ragam pada pengaruh aditif dengan analisis komponen utama pada pengaruh multiplikatif. Pengaruh multiplikatif diperoleh dari penguraian interaksi genotipe dengan lingkungan menjadi komponen utama interaksi (KUI). Interpretasi analisis AMMI menggunakan biplot-ammi. Tiga tujuan utama analisis AMMI adalah (Crossa 1990 dalam Mattjik 006): 1. Analisis AMMI dapat digunakan sebagai anailsis pendahuluan untuk mencari model yang lebih tepat. Jika tidak ada satupun komponen yang nyata maka pemodelan cukup dengan pengaruh aditif saja. Sebaliknya jika hanya pengaruh ganda saja yang nyata maka pemodelan sepenuhnya ganda, berarti analisis yang tepat adalah analisis komponen utama saja. Sedangkan jika komponen interaksi nyata berarti pengaruh interaksi benarbenar sangat kompleks, tidak mungkin dilakukan pereduksian tanpa kehilangan informasi penting.. Analisis AMMI adalah analisis untuk menjelaskan interaksi genotipe lingkungan. AMMI dengan biplotnya meringkas pola hubungan antar genotipe, antar lingkungan dan antar genotipe dan lingkungan. 3. Meningkatkan keakuratan dugaan respon interaksi genotipe lingkungan. Hal ini terlaksana jika hanya sedikit komponen AMMI saja yang nyata dan

6 tidak mencakup seluruh jumlah kuadrat interaksi. Dengan sedikitnya komponen AMMI yang nyata sama artinya dengan menyatakan bahwa jumlah kuadrat sisa hanya galat (noise) saja. Dengan menghilangkan galat ini berarti memperkuat dugan respon per genotipe lingkungan. Pada analisis ragam model AMMI komponen interaksi genotipe lingkungan diuraikan menjadi m buah KUI dan komponen sisaan. Pemodelan Analisis AMMI Langkah awal untuk memulai analisis AMMI adalah melihat pengaruh aditif genotipe dan lingkungan dengan menggunakan sidik ragam dan kemudian dibuat bentuk multiplikatif interaksi genotipe lingkungan dengan menggunakan analisis komponen utama. Bentuk multiplikatif diperoleh dari penguraian interaksi genotipe dengan lingkungan menjadi komponen utama interaksi (KUI). Pemodelan bilinier bagi pengaruh interaksi genotipe dengan lingkungan ( gl ) pada analisis ini adalah sebagai berikut : 1. Menyusun pengaruh interaksi dalam bentuk matriks dimana genotip (bari) lingkungan (kolom), sehingga matriks ini berorde a x b γ Γ = γ a 11 1 γ 1b γ ab. Melakuakan penguraian bilinier terhadap matriks pengaruh interaksi γ gl m = λku k = 1 = λ u 1 g1 v gk l1 v lk + δ + λ u gl g v l +... + λ u m gm v lm + δ Sehingga model AMMI secara lengkap dapat ditulis sebagai berikut : y glr = + = + g g + + l l + + r l r l + + gl m k = 1 + k glr u gk v lk + gl + gl glr () (3) y = + + + u v + u v +... + u v + + (4) glr g l 1 g1 dengan g = 1,,...,a ; l = 1,,..., b ; k = 1,,..., m, r =1,..n λ m l1 : nilai singular untuk komponen bilinier ke-m g l m gm lm gl glr

7 u gm v lm δ gl : pengaruh genotipe ke-g melalui komponen bilinier ke-m : pengaruh lingkungan ke-l melalui komponen bilinier ke-m : simpangan dari pemodelan bilinier m : banyaknya komponen AMMI yang signifikan pada taraf nyata 5% dengan kendala : 1. u gk = vlk = 1, untuk k =1,,,m dan g l. u gku gk = vlkvlk = 0, untuk k k ; g l (Crossa 1990 dalam Mattjik 006) Perhitungan Jumlah Kuadrat AMMI Pengaruh aditif genotipe dan lingkungan dihitung sebagaimana umumnya pada analisis ragam, tetapi berdasarkan pada data rataan per genotipe lingkungan. Pengaruh ganda genotipe dan lingkungan pada interaksi diduga dengan γ gl = y gl. y g.. y. l. + y... sehingga jumlah kuadrat interaksi dapat diturunkan sebagai berikut: JK( GE) = r γ gl = r g, l = r teras( ΓΓ ) ( y y y + y ) gl. g... l.... (5) (6) Berdasarkan teorema pada aljabar matriks bahwa teras dari suatu matriks sama dengan jumlah seluruh akar ciri matriks tersebut, ( A a a ) = tr λ,maka jumlah kuadrat untuk pengaruh interaksi komponen ke-k adalah akar ciri ke-k pada pemodelan bilinier tersebut( λ ), jika analisis ragam dilakukan terhadap k rataan per genotipe lingkungan. Jika analisis ragam dilakukan terhadap data sebenarnya maka jumlah kuadratnya adalah banyak ulangan kali akar ciri ke-k ( ) rλ. Pengujian masing-masing komponen ini dilakukan dengan k membandingkannya terhadap kuadrat tengah galat gabungan (Gauch 1988 dalam Mattjik, 006). k k

8 Penguraian Derajat Kebebasan AMMI Derajat kebebasan setiap komonen tersebut adalah a+b-1-k (Gauch 1988 dalam Mattjik 006). Besaran derajat bebas ini diturunkan berdasarkan jumlah parameter yang diduga dikurangi dengan jumlah kendala. Banyaknya parameter yang diduga adalah a+b-1, sedangkan banyaknya kendala untuk komponen ke-k adalah k. Sedangkan kendala yang dipertimbangkan adalah kenormalan dan keortogonalan. Penguraian Nilai Singular (SVD=Singular Value Decomposition) Penguraian nilai singular matriks dugaan pengaruh interaksi Γ digunakan untuk menduga pengaruh interaksi genotipe lingkungan. Penguraian dilakukan dengan memodelkan matriks tersebut sebagai perkalian matriks : * =U: V (7) Dengan Γ adalah matriks data terpusat, berukuran a x b; : adalah matriks diagonal akar dari akar ciri positif bukan nol dari * *, D( λ k ) berukuran m x m selanjutnya disebut nilai singular. U dan V adalah matrik ortonormal (U U=V V=I m ). Kolom-kolom matriks V={v 1,v,...,v b } adalah vektor ciri-vektor ciri dari matriks * *, sedangkan U diperoleh dengan : U= * V : -1 = Γ v / λ, Γv / λ,..., Γ / λ } (8) { 1 1 v m m Nilai Komponen AMMI Secara umum nilai komponen ke-k untuk genotipe ke-g adalah λ q u k gk sedangkan nilai komponen ke-k untuk lingkungan ke-l adalah λ 1 q k v lk.dengan mendefinisikan : q (0 q 1) sebagai matrik diagonal yang elemen-elemen diagonalnya adalah elemen-elemen matriks : dipangkatkan q. Demikian juga dengan didefinisikan matrik : 1-q, dan G=U: q serta L=V: 1-q maka penguraian nilai singular tersebut dapat ditulis: *=GL ( 9)

9 Dengan demikian skor komponen untuk genotipe adalah kolom-kolom matriks G sedangkan skor komponen untuk lingkungan adalah kolom-kolom matriks L. Nilai q yang digunakan pada analisis AMMI adalah ½. Penentuan Banyaknya Komponen AMMI Metode yang digunakan untuk menentukan banyaknya Komponen Utama Interaksi (KUI) yang dipertahankan dalam model AMMI (Gauch 1988 dalam Mattjik 006) yaitu : 1. Metode Keberhasilan Total (postdictive success) Metode ini berhubungan dengan kemampuan suatu model tereduksi untuk menduga data yang digunakan dalam membangun model tersebut. Sedangkan banyaknya komponen AMMI sesuai dengan banyaknya sumbu KUI yang nyata pada uji-f analisis ragam. Untuk sumbu KUI yang tidak nyata digabungkan dengan sisaan. Metode ini diusulkan oleh Gollob (1986) yang selanjutnya direkomendasikan oleh Gauch (1988) (Mattjik, 006). Tabel analisis AMMI (Tabel ) merupakan perluasan dari tabel penguraian jumlah kuadrat interaksi menjadi beberapa jumlah kuadrat KUI. Tabel Tabel Analisis Ragam AMMI Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Genotipe a-1 JK(A) Lingkungan b-1 JK(B) Kelompok(Lingkungan) b(n-1) JK(K B) Genotipe Lingkungan (a-1)(b-1) JK(A*B) KUI 1 a+b-1-(1) JK(KUI 1 ) KUI a+b-1-() JK(KUI )......... KUI m a+b-1-(m) JK(KUI m ) Sisa m (a-1)(b-1) - [( a + b 1) ( k)] k = 1 JK(Sisa) Galat b(a-1)(n-1) JK(G) Total abn-1

10. Metode Keberhasilan Ramalan (predictive success) Metode ini berhubungan dengan kemampuan suatu model dugaan untuk memprediksi data lain yang sejenis tetapi tidak digunakan dalam membangun model tersebut (data validasi). Penentuan banyaknya sumbu komponen utama dilakukan dengan validasi silang yaitu membagi data menjadi dua kelompok, satu kelompok untuk membangun model dan kelompok lain dipakai untuk validasi (menentukan kuadrat selisih). Teknik ini dilakukan berulang-ulang, pada tiap ulangan dibangun model dengan sumbu komponen utama. Banyaknya KUI terbaik adalah model dengan rataan akar kuadrat tengah sisaan (root means square different= RMSPD) terkecil. RMSPD = a b ( xˆ gl x gl ) g = 1 l = 1 g. l ( 10) Interpretasi Model AMMI Pengaruh interaksi genotipe lingkungan digambarkan melalui Biplot AMMI-. Kedekatan jarak antara genotipe dan lingkungan dan besar sudut yang terbentuk dari kedua titik tersebut mencerminkan adanya interaksi yang khas diantara keduanya. Kestabilan genotipe diuji dengan pendekatan selang kepercayaan sebaran normal ganda yang berbentuk ellips pada skor KUI-nya. Jika koordinat suatu genotipe semakin dekat dengan pusat koordinatnya berarti genotipe tersebut semakin stabil terhadap perubahan lingkungan. Ellips dibuat dari titik pusat (0,0), dengan panjang jari-jari ellips dapat diukur sebagai berikut (Johnson & Winchern 00): ( n 1),n () ( n ) r 1 = λ1 F (11) n ( n 1),n () ( n ) r = λ F (1) n dengan : r 1 : jari-jari panjang (pada sumbu KUI 1 )

11 r : jari-jari pendek (pada sumbu KUI ) n : banyaknya pengamatan (genotipe + lingkungan=a+b) L : Nilai singular dari matriks koragam (S) F, n ( α ) : nilai sebaran F dengan db 1 = dan db =n- pada taraf =5 % Dari Biplot AMMI- dapat diperoleh gambaran genotipe-genotipe yang stabil dan spesifik lingkungan. Makin dekat jarak lingkungan dengan genotipe, atau semakin kecil sudut diantara keduanya, maka semakin kuat interaksinya. Model Persamaan Struktural (MPS) Model Persamaan Struktural (MPS) merupakan penggabungan logika konfirmasi faktor analisis, analisis ekonometrik dan analisis jalur (Bollen KA 1989). MPS mempunyai dua komponen dasar. Pertama, model pengukuran didefinisikan sebagai hubungan antara peubah laten dan sekelompok peubah penjelas yang dapat diukur langsung. Kedua model struktrural didefinisikan sebagai hubungan antara peubah laten yang tidak dapat diukur secara langsung. Peubah-peubah tersebut dibedakan sebagai peubah eksogen dan peubah endogen. MPS terdiri dari beberapa peubah yang dikelopmokakan ke dalam 4 bagian yaitu q peubah penjelas eksogen, p peubah penjelas endogen, n peubah laten eksogen, dan m peubah laten endogen. Peubah laten endogen dan peubah laten eksogen mempunyai hubungan linier structural sebagai berikut : = B + +, (13) dengan : B : matriks koefisien peubah laten endogen berukuran m x m Γ : matriks koefisien peubah laten eksogen berukuran m x n η : vektor peubah laten endogen berukuran m x 1 ξ : vektor peubah laten bebas berukuran n x1 ζ : vektor sisaan acak berkuran m x 1 Ada dua persamaan matrik yang digunakan untuk menjelaskan model pengukuran. Persamaan pertama untuk peubah penjelas endogen yaitu : y = y + ( 14)

1 dengan : y : vektor peubah penjelas endogen yang berukuran p x1 y : matrik koefisien yang mengindikasikan pengaruh peubah laten endogen terhadap peubah penjelas endogen yang berukuran p x m : vektor peubah laten endogen berukuran m x 1 : vektor kesalahan pengukuran peubah penjelasendogen yang berukuran p x1 Dan persamaan kedua untuk peubah penjelas eksogen yaitu : x = x + dengan : x : vektor peubah penjelas eksogen yang berukuran q x1 x ( 15) : matrik koefisien yang mengindikasikan pengaruh peubah laten eksogen terhadap peubah penjelas eksogen yang berukuran q x n ξ : vektor peubah laten eksogen berukuran n x 1 : vektor kesalahan pengukuran peubah penjelas eksogen yang berukuran q x1 Asumsi-asumsi MPS lengkap adalah : 1. Peubah-peubah diukur dari rata-ratanya sehingga E ( x) = 0, E ( y) = 0 dan E( = ( ( ( ( = ;. antara faktor dengan kekeliruan saling bebas, E( ( = ( ; 3. Matriks kebalikan ( ) -1 I- ada. Berdasarkan asusmsi-asumsi tersebut struktur koragam MPS dirumuskan sebagai berikut: () = yy xy ( ) yx ( ) () () xx,,, ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) -1 (( ) ) -1-1 -1 y y \ [, x y x x (16)

13 Berdasarkan dimensi vektor peubah indikator x dan y sehingga dimensi matriks koragam tersebut adalah ( p+ q) ( p+ q). Pendugaan Parameter Dalam MPS Prosedur-prosedur pendugaan parameter pada model MPS diperoleh dari relasi antara matriks koragam peubah indikator dengan parameter stuktural, atau kaitan antara matriks koragam dan matriks koragam model (implied covariance matriks) ( ). Secara umum, semua metode pendugaan di arahkan sedemikian sehingga kedua matriks seidentik mungkin atau selisih kedua matriks tersebut matriks sisa/galat) mendekati matriks nol. Pembahasan metode pendugaan terlebih dahulu perlu dibahas suatu konsep yang sangat penting berkaitan dengan pendugaan atau estimasi, khususnya dalam model MPS yaitu identifikasi model. Identifikasi Model Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa metode penaksiram dalam MPS bahwa prosedurnya selalu diarahkan kedekatan kedua matriks tersebut, yaitu dan ( ), dalam hal ini bahwa merupakan vektor parameter model MPS. Matriks ( ) dirumuskan oleh () (, ) ( ) (, ) + (, ) -1-1 -1 [ ] y y ε y x = -1 x ( ), y x x + δ (17) dan matriks koragam dengan formula sebagai berikut yy xy yx xx (18) Dapat dilihat bahwa matriks koragam model elemen-elemennya merupakan parameter-parameter model MPS. Matriks koragam tidak tergantung kepada parameter. Jika p dan q masing-masing menunjukkan

14 banyaknya peubah indikator eksogen dan endogen, maka banyaknya parameter dalam adalah ( p+ q)( p+ q+ 1) s =, (19) juga dapat dipandang sebagai banyaknya persamaan yang harus diselesaikan. Masalah akan lebih rumit jika banyaknya persamaan dalam matrik koragam, dan banyakanya parameter dalam matriks koragam tidak sama. Trade off antara kedua matriks ini dalam model MPS dikenal sebagai masalah identifikasi model (Bollen 1989; Joreskog & Sorbom 1989), yang merupakan salah satu bagian kritis dalam pendugaan model MPS. Masalah identifikasi model secara teknis berkaitan dengan apakah parameter dalam suatu model mempunyai solusi tunggal atau tidak (Long 1983). Jika banyaknya parameter dalam model MPS adalah t,maka : Df = s t (0) merupakan besaran yang perlu mendapat perhatian (df adalah derajat bebas). Jika nilai df = 0, maka model dikenal sebagai identified. Artinya banyakanya persamaan sama dengan banyaknya parameter yang ditaksir sehingga diperoleh solusi tunggal Berdasarkan pernyataan tersebut bahwa model yang tidak identified menghasilkan nilai-nilai Pendugaan yang sembarang atau banyak solusi dan hasil Pendugaan-Pendugaan tersebut tidak berguna untuk diinterpretasikan. Jika s lebih besar daripada t, maka disebut overidentified dan berlaku sebaliknya dikenal underidentified. Untuk kasus underidentified, yaitu parameter lebih banyak daripada persamaan, maka perhitungan tidak dapat bekerja. Syarat perlu (necessary condition) agar perhitungan mempunyai solusi yaitu df >=0. Syarat cukup (sufficient condition) tidak dibahas karena melibatkan manipulasi aljabar yang relatif sulit dikemukaan. Metode Pendugaan Terdapat sejumlah metode pendugaan dalam MPS, maximum likelihood (ML), dan weighted least square (WLS).

15 Diketahui vektor pengamatan x dan y dengan ukuran ( p+ q) 1 berdistribusi normal ganda dengan matriks koragam, = { σ ij }, dan matriks koragam model diberikan oleh ( ) = { σ ij ( )},di mana merupakan vektor yang elemen-elemennnya adalah parameter-parameter model MPS. Pendugaan matriks koragam = { σ ij } diberikan oleh S = { s ij } koragam sampel. yang menyatakan matriks Penduga Maximum Likelihood (ML) Metode pendugaan melalui Maximum Likelihood (ML) didasarkan kepada S- ˆ ˆ. Metode kemungkinan sisa atau galat, yaitu selisih kedua matriks, ( ) maksimum (ML) perlu diasumsikan bahwa vektor x dan y mengikuti distribusi normal ganda. Fungsinya diberikan sebagai berikut: Σ(θ ) ( ) -1 ( ) ( ) ( ) F = log Σ + tr 6 log 6 ( p+ q) (1) ML adalah matriks koragam dari model populasi, S adalah matriks koragam sample dari observasi. Sedangkan p+q adalah jumlah dari peubah penelitian. Nilai-nilai Pendugaan ˆ didapat sedemikian sehingga minimum. fungsi tersebut adalah Penduga Weighted Lease Square (WLS) Metode pendugaan WLS dapat digunakan jika data tidak berdistribusi normal gandae. Fungsi kecocokan dari WLS adalah sebagai berikut (Bollen 1989): 1 [ s ( )] W [ s ( )] F = () WLS 1 Dimana s adalah sebuah vektor dengan ( p + q)( p + q + 1) elemennya didapat dengan menempatkan elemen yang tidak sama dari matriks koragam sampel (S). adalah sebuah vektor yang elemennya berasal dari matriks koragam populasi ( Σ( )) dengan ukuran1x ( p + q)( p + q + 1) 1, dan 1 W adalah

16 matriks bobot positif definit yang berukuran 1 1 ( p + q)( p + q + 1) x ( p + q)( p + q + 1). Setiap elemen dari matriks W adalah Pendugaan matriks koragam asimtotik. Koragam asimtotik sij Penaksir dari ij dengan s gh gh adalah: ( σ σ σ ) 1 ACOV ( s, s ) = N (3) σ ijgh adalah : ijgh ij gh s ijgh N 1 = N t=1 ( Z Z )( Z Z )( Z Z )( Z Z ) it i jt j gt g ht h (4) dan penaksir dari s s ij gh σ ij dan σ gh N 1 = N t=1 N 1 = N t=1 adalah ( Z Z )( Z Z ) it i ( Z Z )( Z Z ) gt g jt ht j h (5) (6) Dalam kasus ini, W=* -1 dan (p+q) adalah banyaknya peubah penjelas. Apapun fungsi yang dipilih, hasil yang diharapkan dari proses pendugaan adalah fungsi penduga bernilai 0. Nilai fungsi penduga sebesar 0 berimplikasi bahwa model dugaan matrik koragam populasi dan matrik koragam contoh adalah sama. Dugaan Parameter-Paramater MPS Dugaan koefisien-koefisien model MPS, khusunya program paket LISREL ada tiga jenis yaitu: unstandardized (US), standardized solution (SS), dan completely standardized solution (SC). Dugaan US tidak ada manipulasi terhadap data mentah, jadi satuan pengukuran data tetap dimunculkan. SS terdapat manipulasi sehingga simpangan bakunya untuk peubah laten adalah satu, sedangkan SC dengan memanipulasi data peubah-peubah indikator dan peubah laten sehingga simpangan baku kedua jenis peubah tersebut sama dengan satu (Jöreskog & Sörbom 1993). Pendugaan Efek Langsung, tidak Langsung, dan Total

17 Model-model MPS pada umumnya melibatkan hubungan antar peubah bisa langsung, atau tidak langsung terhadap peubah lainnya. Dugaan efek langsung, tidak langsung, dan total dapat ditaksir dengan formula sebagai berikut (Jöreskog & Sörbom 1993): Tabel 3 Efek Langsung, Tak Langsung dan Total Direct B Indirect ( I- ) 1 ( ) 1 I- - I B Total ( I- ) 1 ( ) 1 I- - I y y Direct 0 y Indirect Total y ( I- ) 1 y ( ) 1 I- - y y ( I- ) 1 y ( I- ) 1 Parameter Fixed, Free, dan Constraint Model-model MPS secara umum mengenal fixed, free, dan constrained untuk parameter-parameter pada elemen-elemen matriks, x, GDQ. Terdapat tiga jenis elemen-elemen tersebut y 1. Fixed parameters yaitu memberikan nilai tertentu terhadap parameter.. Free parameters merupakan parameter yang ditaksir 3. Constrained parameters adalah tidak diketahui, tetapi sama dengan satu atau lebih parameter lainnya. Evaluasi Model Persamaan Struktural Suatu model yang diusulkan perlu dievaluasi terlebih dahulu, apakah model tersebut sesuai, cocok, pas (fit) atau tidak dengan data. Secara statistik dapat dikatakan apakah matriks koragam teoritis (S) identik atau tidak dengan matriks koragam empiris Σ ( ). Jika kedua matriks tersebut tidak identik, maka model teoritis tersebut dapat disimpulkan diterima secara Sempruna. Evaluasi kriteria goness of fit bisa dilakukan secara inferensial atau deskriptif.

18 Untuk mengevaluasi kriteria goness of fit secara inferensial dapat digunakan statistik chi-square ( χ ). Rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut: H ( ) lawan ( ) 0 : H1 = : Jika H 0 diterima pada taraf signifikan tertentu, maka dapat diambil kesimpulan bahwa model diterima. Statistik untuk menguji hipotesis tersebut adalah: χ = n 1 xf θˆ (7) ( ) ( ) Statistik tersebut mendekati distribusi chi-kuadrat. Jika nilai χ lebih besar dari nilai kritis chi-kuadrat dengan taraf signifikansi χ ( df, α) maka H 0 ditolak. Sedangkan bila dievaluasi secara deskriptif digunakan: 1. GFI (Godness of Fit Index) Salah satu statistik uji deskriptif yaitu Godness of Fit Index (GFI), nilainya akan berada antara 0 dan 1. nilai yang lebih besar akan menunjukkan kecocokan yang lebih baik. Nilai GFI 0, 9 mengindikasikan model fit. Perumusannnya adalah (Shaema,S.1996:158): ( ˆ 1 S I) ( ˆ 1 S) tr GFI = 1 (8) tr. Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) RMSEA merupakan nilai aproksimasi akar rata-rata kuadrat error. RMSEA merupakan ukuran yang mencoba memperbaiki kecendrungan statistik chisquare menolak model dengan jumlah sampel besar. Nilai RMSEA antara 0,05 sampai 0,08 merupakan ukuran yang dapat diterima. Hasil empiris RMSEA cocok untuk menguji model konfirmatori (Bollen K.A and Curran P.J. 1989). Rumusnya adalah: ( S ) ij σ ij RMSEA = p( p + 1) 3. Adjusted Godness of Fit Indices (ABFI) (9)

19 Ukuran ini merupakan perluasan dari indeks GFI, tetapi ukuran ini disesuaikan dengan rasio dari derajat bebas untuk model yang diusulkan terhadap derajat bebas untuk model nol. Tidak ada nilai pasti untuk AGFI agar model fit, tetapi biasanya peneliti menggunakan batasan AGFI > 0,9 yang menunjukkan model fit. Perumusannya dalah (Sharma, S., 1996): AGFI ( p 1) ( GFI ) p + = 1 df 1 (30) Asumsi Normal Ganda Andaikan X mengikuti distribusi normal ganda dengan vektor rata-rata µ dan matriks koragam Σ, maka fungsi ddensitas dari X bisa ditulis : ( π ) 1 1 ( x µ ) Σ ( x µ ) () ( )/ f x = e (31) p 1 Σ dimana p menunjukkan banyaknya peubah bebas X. Atau secara singkat bisa ditulis x ~ ( µ,σ) N p 1 Perhatikan bahwa ( x µ ) Σ ( x µ ) pada persamaan fungsi distribusi normal gandae diatas merupakan kuadrat jarak dari x ke µ, atau lebih dikenal dengan jarak Mahalanobis, yaitu : D = 1 ( x µ ) Σ ( x µ ) Dalam analisis MPS jika pendugaan dilakukan dengan metode ML asumsi normal ganda sangat diperhatikan. Untuk mendeteksi asumsi normal ganda bisa menggunakan: Plot antara jarak Mahalanobis ( D ) dan Chi Square ( χ ) i Langkah-langkah untuk membuat plot antara jarak Mahalanobis dan Chi Square adalah: 1. Hitung jarak Mahalanobis D i = Di 1 ( y y) S ( y y) i i dari setiap data pengamatan, yaitu (3),i =1,,,n (33). Urutkan nilai D i dari yang terkecil ke terbesar, 1) () ( ) D( D... D n

0 3. Untuk setiap nilai D i, hitung nilai persentil dari Chi-Square, yaitu i 0. 5 n. 4. Tentukan nilai χ untuk persentil, diperoleh dari distribusi χ derajat bebas = p, dimana p merupakan banyaknya peubah. dengan Buat plot antara Di dan χ. Jika membentuk garis lurus, maka data dikatakan berdistribusi normal ganda. (Johnson RA & Wichern DW 199) Uji Normal Ganda Mardia Mengecek asumsi normal ganda dengan Q-Q plot dan kadang-kadang akan menjadi suatu hal yang subyektif dalam menentukan data mengikuti distribusi normal ganda atau tidak. Untuk menangani hal tersebut Mardia (1970) memberikan suatu solusi dalam menentukan apakah suatu data mengikuti asumsi distribusi normal ganda atau tidak dengan menggunakan uji berdasarkan ukuran skewness dan ukuran kurtosis. Dengan asumsi bahwa x dan y saling bebas dan mengikuti distribusi yang sama, dan dengan mengasumsikan bahwa ekspektasi dari 1,p dan,p ada, distribusi normal ganda secara umum mendefinisikan ukuran skewness sebagai berikut: β T 1 {( y µ ) Σ ( y µ } 3 1, p = E ) dan ukuran kurtosis sebagai berikut: β T 1 {( y µ ) Σ ( y µ }, p = E ) Untuk distribusi normal ganda 1,p = 0 dan,p = p (p+). Pada sampel berukuran n, Pendugaan dari 1,p dan berikut: n n 3 1, p = g ij n i= 1 j= 1 (34) (35),p diperoleh sebagai ˆβ 1 dan n = = n 1 1 4 ˆβ, p g ii d i (36) n n i= 1 i= 1 dengan g ij = ( y y) S 1 ( y y) i T n j (37) dan d i = g ii adalah ukuran jarak Mahalanobis kuadrat dari sampel. Untuk data normal ganda, diharapkan nilai dari ˆβ 1, p mendekati nol. Besaran ˆβ, p berguna untuk menunjukan sifat-sifat ekstrim dalam jarak kuadrat Mahalanobis pada

1 pengamatan dari rata-rata sampel. Nilai ˆβ 1, p dan ˆβ, p dapat digunakan untuk mendeteksi asumsi dari normal ganda. Untuk sampel besar telah membuktikan bahwa (Mardia 1970): nβˆ 1, p 6 = κ 1 ~ χ { βˆ p( p + ) }, p 1 { 8p( p + ) / n} ( p( p+ 1)( p+ ) / 6 = κ dan (38) mengikuti distribusi normal baku (39) Besaran κ1 dan κ untuk menguji hipotesis nol pada uji normal ganda, jika kedua hipotesis diterima maka asumsi normal untuk berbagai uji untuk vektor rata-rata dan matrik ragam-koragam dapat digunakan. Nilai peluang dari ukuran kurtosis adalah satu dikurangi dengan nilaipeluang dari distribusi Chi-Square dengan derajat bebas ( κ 1, (p(p+1)(p+)/6)) dan nilai peluang dari ukuran kurtosis adalah dua dikali dengan satu dikurangi nilai peluang normal baku untuk κ.

BAHAN DAN METODE Bahan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pemuliaan Jagung Hibrida dari PT. Kreasidharma bekerjasama dengan Bioseed Inc yang telah dilakukan mulai tanggal 3 Juli 006 sampai 10 April 007 pada musim hujan dan kemarau. Percobaan melibatkan 9 genotipe Jagung Hibrida Harapan dan 3 genotipe Jagung Hibrida Komersial. Dalam penelitian ini diambil data pada 16 lingkungan percobaan. Tabel 1 Deskripsi Lokasi Penelitian No Propinsi Kecamatan Desa Musim 006/007 Elevasi (m) Kemarau Hujan 1 Jawa Tengah Banyodono Ketaon 190 L1 Sulawesi Selatan Barru Kemiri 45 L 3 Sulawesi Moncongloe Moncongloe Selatan Bulu 17 L3 4 Lampung Metro Timur Yoso Mulyo 50 L14 L4 5 Lampung Ratu Nuban Sido waras 35 L5 6 Jawa Timur Kedung Mulyo Brodot 60 L6 7 Jawa Timur Tumpang Wringinsongo 540 L7 8 Sumatera Utara Namo Rambe Kuta Tengah 95 L1 L8 9 Sumatera Cempedak Sei Rampah Utara Lobang 65 L9 10 Jawa Barat Bogor Barat Pabuaran 60 L10 11 Jawa Tengah Gemblengan Kalikotes 190 L11 1 Sumatera Utara Binjai Sambirejo 35 L13 13 Jawa Timur Ambulu Pontang 10 L15 14 Jawa Timur Tajinan Jambu Timur 465 L16

3 Tabel Jenis Genotipe No. Genotipe Asal Kelompok A BIO 9900 Bioseed Harapan B BIO 163 Bioseed Harapan C BIO 1169 Bioseed Harapan D BC 451 Bioseed Harapan E BC 4683 Bioseed Harapan F BC 41399 Bioseed Harapan G BC 630 Bioseed Harapan H BC 488 A Bioseed Harapan I BIO 9899 Bioseed Harapan J BISI PT. BISI Komersial K P 1 PT. Dupont Komersial L C 7 PT. Dupont Komersial Tabel 3 Peubah yang Diamati Peubah Yang Diamati Satuan Umur Masak Fisiologis (UMF) Hari Kadar Air saat panen (KAP) % Berat Tongkol Panen (BTK) Ton/Ha Hasil (HSL) Ton/Ha Dalam penelitian ini, yang dijadikan kovariat genotipik adalah nilai rataan dari usia masak fisiologis, rataan kadar air panen, dan rataan berat tongkol panen. Sedangkan kovariat lingkungan adalah tinggi lokasi (TL) dalam satuan meter, dan musim dalam bentuk peubah boneka yaitu musim kemarau=0, dan musim hujan =1. Metode Analisis 1. Menetapkan model konseptual dari IGL Hasil Model koseptual ditetapkan berdasarkan kajian literatur dan eksplorasi data dengan model yang akan diuji adalah :

4 Dengan : UMF I KAP I BTK I HSL I X ij Gambar 1 Hipotesis Penelitian : Skor Interaksi Usia Masak Fisiologis : Skor Interaksi Kadar Air Saat Panen : Skor Interaksi Berat tongkol panen : Skor Interaksi Hasil : Kovariat genotipik lingkungan Hipotesis penelitian ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Nur et.al (007). sebagai berikut : Komponen hasil yang dapat dijadikan indikator stabilitas hasil adalah jumlah tanaman dipanen, jumlah tongkol, bobot tongkol, dan kadar air. Komponen yang langsung menjadi indikator kestabilan hasil adalah bobot tongkol panen Selain didasarkan pada studi literatur di atas, pengajuan hipotesis penelitian di atas didasarkan pula oleh kajian awal bahwa karakteristik usia masak fisiologis, kadar air panen, berat tongkol panen memiliki kaitan paling erat dengan hasil.. Analisis struktur interaksi karakteristik agronomi usia masak fisiologis, kadar air panen, berat tongkol panen dan struktur interaksi hasil menggunakan metode AMMI Pemodelan Analisis AMMI Langkah awal untuk memulai analisis AMMI adalah melakukan analisis ragam gabungan untuk mengetahui apakah IGL nyata untuk setiap karakteristik

5 agronomi. Selanjutnya struktur IGL dijelaskan menggunakan analisis komponen utama. Bentuk multiplikatif diperoleh dari penguraian interaksi genotipe dengan lingkungan menjadi komponen utama interaksi (KUI). Untuk identifikasi genotipe stabil dan spesifik lokasi digunakan Biplot AMMI-. Pengklasifikasian stabilitas genotipe berdasarkan Biplot AMMI- dapat dilakukan sebagai berikut: Tarik garis kontur dari lokasi atau genotipe terluar. Tarik garis tegak lurus dari titik pusat ke garis kontur yang menghubungkan dua lingkungan berbeda. Buat daerah selang kepercayaan 95% (elips) pada titik pusat dan setiap lokasi terluar sebagai berikut : ( n 1) F () ( ),n n ri = ± λ i (1) n dengan: r i : panjang jari-jari elips ke-i, sumbu panjang untuk i=1 dan pendek untuk i= λ i : nilai singular ke-i (i=1,) ; F (,n-)(α) : Nilai tabel distribusi F (Fisher) pada derajat bebas db 1 =, db =n- dan pada taraf nyata α. n : banyak genotipe ditambah lingkungan (a+b). <h/ > ' ' > ' ' <h/ ' > Gambar Skema Biplot AMMI

6 Genotipe-genotipe yang diklasifikasikan stabil adalah genotipe-genotipe yang berada dalam selang kepercayaan ganda 95% pada titik pusat. Dari Gambar Genoitipe stabil adalah G1 Genotipe-genotipe yang spesifik lokasi adalah genotipe-genotipe yang berada dalam selang kepercayaan ganda 95% pada masing-masing lokasi terluar. Dari Gambar yang termasuk genotipe spesifik untuk lingkungan L1 adalah G dan G3; genotipe spesifik untuk lingkungan L adalah G5; dan genotipe spesifik untuk lingkungan L3 adalah G4 Selain menggunakan Biplot AMMI, untuk menentukan peringkat genotipe stabil dapat dilakukan dengan formulasi Indeks Stabilitas AMMI yang dikembangkan dari konsep phytagoras dalam biplot (Jaya IGDNM 008). ISA = 1/ 1 1/ (SkorKUI1) + [ SkorKUI ] () 3. Mendapatkan peubah latent IGL karakteristik agronomi usia masak fisiologis, kadar air panen, berat tongkol panen dan peubah laten IGL hasil serta mengkoreksi kovariat genotipe lingkungan terhadap pengaruh utama Msalkan Y 1, Y, Y 3,dan Y 4 masing-masing adalah matriks interaksi DH I, UMF I, KAP I, dan BTK I dengan ordo masing-masing ax b dengan a adalah banyaknya genotipe dan b adalah banyaknya lingkungan. Setiap matriks interaksi genotipe lingkungan dapat didefinisikan menggunakan singular value decomposition (SVD) sebagai berikut : Y i = U i : i V i + e i, (3) (axb) (axm) (mxm) (mxb) (axb) Diasumsikan bahwa U i : i V i adalah nilai IGL sebenarnya dari peubah ke-i dengan m komponen pertama ditentukan berdasarkan pada metode keberhasilan total (postdictive success). Matriks Y i dalam persamaan (3) dikonversi kedalam bentuk vektor kolom dengan menggunakan operator vec dan produk kronecker (Harville, 1997): Vec(Y i )= (V i U i )vec(: i ) + vec(e i ), (4) (ab x 1) (ab x mm) (mm x 1) (abx 1)

7 K i =(V i U i ) vec(: i ), (5) Sehingga nilai observasi setiap genotipe pada setiap lingkungan untuk peubah ke-i dapat dituliskan sebagai berikut: y i = K i + H i (6) Peubah eksogen (X ij ) merupakan hasil perkalian antara kovariat genotipik ke-i dan kovariat lingkungan ke-j. Karena hasil dan karakteristik agronomi usia masak fisiologis, kadar air panen, berat tongkol panen merupakan nilai interaksi yang tidak lain adalah nilai residual, maka peubah eskogen (X) juga harus disesuaikan terhadap efek utama genotipe dan lingkungan dengan mengalikan nilai X terhadap (I-P z ) dimana Z adalah matriks rancangan dari efek utama genotipe dan lingkungan, dengan P z =Z(Z Z) -1 Z (Dhungana 004). Diasumsikan bahwa peubah X diukur tanpa kesalahan pengukuran. 4. Pemodelan IGL hasil dengan Model Persamaan Struktural (MPS) Dalam persamaan struktural terdiri dari dua komponen dasar yaitu persamaan pengukuran dan pesamaan struktural. Model Pengukuran Model pengukuran dari y untuk penelitian ini dapat dituliskan sebagai berikut : y = + (7) 4x1 4x1 4x1 dengan y =(y 1 y y 3 y 4 )`, K =(K 1 K K 3 K 4 )`, vektor residual H =(H 1 H H 3 H 4 )` dan E(H) =0, E(HH )= ε. Diasumsikan bahwa peubah eksogen (X) diukur tanpa kesalahan pengukuran. Model strukturalnya dapat dituliskan sebagai berikut : K =BK + ; (8) Dengan : X : vektor (s x 1) eksogenus B : matrik (4x4) koefisien yang menunjukkan hubungan antara peubah endogenus (η)

8 0 B = 1 13 14 0 0 3 4 0 0 0 34 0 0 0 0 : matriks (4 x s) koefisien hubungan antara endogenus (η) dengan eksogenus (X) : vektor kolom (4x1) vektor kekeliruan yang terkait dengan peubah endogenus (η) Asumsi ƒ E( ) =0 ƒ E( ) = \ ƒ (I-B) Non Singular sehingga (I-B) -1 dapaat dihitung Dalam penelitian ini nilai s maksimal adalah 6 karena ada sebanyak 3 kovariat genotipik dan kovariat Lingkungan sehingga kombinasi kovariat genotipik lingkungan sebanyak 6 peubah. Diagram lintas pada Gambar 1 dapat diterjemahkan kedalam persamaan matematis untuk model penuhnya (full Model) adalah seagai berikut : Model Struktural η 1 =b 111 X 11 +b 11 X 1 +ζ 1 η =β 1 η 1 +b 11 X 11 +b 1 X 1 +b 1 X 1 +b X +ζ η 3 =β 13 η 1 +β 3 η +b 113 X 11 +b 13 X 1 +b 13 X 1 +b 3 X +b 313 X 31 +b 33 X 3 +ζ 3 η 4 =β 14 η 1 +β 4 η + β 34 η 3 +b 114 X 11 +b 14 X 1 +b 14 X 1 +b 4 X +b 314 X 31 +b 34 X 3 +ζ 4 Atau dalam notasi matriks : η1 0 η = η 3 η 4 1 13 14 0 0 3 4 0 0 0 34 0 η1 b 0 η + b 0 η 3 b 0 η 4 b 111 11 113 114 b b b b 11 1 13 14 b b b 0 1 13 14 b b b 0 3 4 b b 0 0 313 314 X 0 X 0 X b 33 X b 34 X X 11 1 1 31 3 ζ 1 ζ + ζ 3 ζ 4 Model Pengukuran y 1 =η 1 +ε 1 y =η +ε y 3 =η 3 +ε 3 y 4 =η 4 +ε 4

9 Atau dalam notasi matriks y y y y 1 3 4 η1 ε1 η + ε = η 3 ε 3 η 4 ε 4 Struktur Koragam dan Pendugaan Parameter Konsep pendugaan parameter dalam MPS adalah meminimumkan perbedaan antara matriks koragam observasi 6 dengan koragam model 6(T) (Bollen, 1989). Misalkan yy (4x4), xx (sxs), yx (4xs) masing-masing adalah matriks koragam dari 4 peubah endogen (Y), s peubah eksogen (X), dan matriks koragam (Y, X), dan adalah matriks gabungan dengan ordo (4+s) x (4+s) sebagai berikut : Σ Σ = Σ yy yx Σ Σ yx xx (θ) adalah matriks koragam Y dan X yang merupakan fungsi dari vektor parameter (θ). Bentuk tereduksi dari persamaan (8) adalah : K =(I-B) -1 ( X+ ) (9) Sehingga partisi (θ) yang bersesuaian dengan adalah : yy (T)=E(YY )=(I-B) -1 ( xx +\) [(I-B) -1 ] + H (10) yx (T)=E(YX )=(I-B) -1 xx (11) xx (T)=E(XX )= xx (1) Sehingga matriks (θ) dapat dituliskan secara lengkap sebagai berikut : ( I B) Σ θ) = ( ΓΣ Γ + ψ )[( I B) 1 xx ( 1 Σ xxγ [( I B) ] 1 ] +Θ ε ( I B) Σ 1 xx ΓΣ xx (13) Penduga Weighted Least Square (WLS) Pendugaan WLS digunakan untuk data tidak menyebar normal ganda, jika data menyebar normal ganda dapat digunakan penduga Maximum Likelihood (ML). Penduga WLS dapat dituliskan : 1 [ s ( )] W [ s ( )] F = (14) WLS

30 Uji Kebaikan Model (Goodness of Fit) Uji Kebaikan Chi-Square Hipotesis Uji H 0 : Σ = Σ(θ) lawan H 1 : Σ Σ(θ) Jika H 0 diterima pada taraf nyata tertentu, maka dapat diambil kesimpulan bahwa model diterima. Statistik untuk menguji hipotesis tersebut adalah: T = n 1 xf θˆ (15) ( ) ( ) Statistik T mendekati distribusi Chi-Square. Jika nilai χ lebih besar dari nilai kritis Chi-Square maka H 0 ditolak. Selain uji kebaikan Chi-Square, ada beberapa indeks kebaikan model yang dapat digunakan diantaranya adalah Goodness of fit Index (GFI). Model dikatakan fit jika nilai GFI 0,90. Selain GFI ada juga Root Means Square Error of Approximation (RMSEA). Model dikatakan baik jika nilai RMSEA 0,08 Software Untuk mempermudah perhitungan dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa software yaitu Excel 007, SAS 9.1, MINITAB 15.0 dan AMOS 7.0

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik tanaman jagung yang dikaji dalam penelitian ini meliputi karakteristik agronomi seperti usia masak fisiologis, kadar air panen, berat tongkol dan hasil. Sebelum dilakukan analisis ragam, dilakukan pengujian asumsi kehomogenan ragam dan normalitas galat untuk masing-masing peubah. Untuk memenuhi asumsi kehomogenan ragam dan normalitas galat dilakukan tranformasi akar kuadrat sesuai dengan hasil analisis Box Cox Tranformation dengan nilai lamda optimal adalah 0.5. Pada Lampiran disajikan hasil pengujian kehomogenan ragam dan normalitas galat dengan hasil secara umum asumsi terpenuhi. Khusus untuk usia masak fisiologis terlihat masih adanya penyimpangan. Namun untuk pelanggaran yang tidak terlalu ekstrim, uji F masih dapat digunakan karena sifat kekar (robust) sehingga anggapan kesamaan ragam dan kenormalan tidaklah dituntut secara ketat dipenuhi cukup secara kasar (Sembiring, 1995) Analisis Daya Adaptasi Tanaman Karakteristik Agronomi Hasil (HSL) Hasil merupakan salah satu karakteristik agronomi tanaman jagung yang diukur dari hasil kering jagung dengan kadar air maksimum 15%. Dari 1 genotipe yang di tanam pada 16 lingkungan, rata-rata hasil jagung kering relatif bervariasi antara genotipe. Genotipe D (BC 451) memiliki rata-rata hasil yang paling berat dan genotipe J (BISI ) memiliki rata-rata hasil paling ringan dibandingkan genotipe-genotipe yang lain. Hasi ini dapat dilihat pada Gambar 1. Faktor tempat tumbuh umumnya berpengaruh terhadap hasil panen jagung. Dari 16 lingkungan tanam, genotipe-genotipe yang ditanam di lingkungan 16 (Jambu Timur) dan lingkungan 1 (Ketaon) umumnya memiliki hasil panen yang paling ringan dibandingkan dengan genotipe yang di taman di lingkungan lain. Sedangkan genotipe-genotipe yang di tanam di lingkungan 15 (Pontang) dan lingkungan 1 (Kuta Tengah) memiliki rata-rata hasil panen yang paling berat.

Gambar 1 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Hasil Panen Menurut Genotipe Gambar Rata-Rata Karakteristik Agronomi Hasil Masing-Masing Genotipe Menurut Lingkungan Tanam Rata-rata hasil panen kedua belas genotipe untuk setiap lingkungan ditunjukkan pada Gambar. Terlihat dengan jelas bahwa rata-rata hasil panen keduabelas genotipe pada lingkungan 16 (Jambu Timur) relatif paling sedikit dibandingkan dengan lingkungan yang lain. Genotipe-genotipe yang tumbuh di lingkungan 15 (Pontang) secara umum memiliki rata-rata hasil panen yang relatif tinggi.

Sedangkan pada lingkungan (Kemiri) rata-rata hasil panen setiap genotipe relatif bervariasi. Analisis AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Hasil Panen Hasil deskripsi rataan hasil panen jagung dari 1 genotipe yang ditanam pada 16 lingkungan tanam menunjukkan adanya kecenderungan perbedaan respon hasil panen antar genotipe jagung dan lingkungan tanam. Dengan analisis ragam gabungan dapat diketahui tingkat perbedaan rata-rata hasil panen antar genotipe dan lingkungan. Berdasarkan hasil analisis ragam gabungan pada Tabel 1. jika diuji pada taraf nyata 5% ada perbedaan rata-rata hasil panen antara genotipe dan rata-rata hasil panen untuk setiap lingkungan. Ini dapat dilihat dari nilai-p yang kurang dari 5%. Hasil Ini menunjukkan bahwa jenis genotipe atau kondisi lingkungan tempat tumbuh sangat bepengaruh terhadap hasil panen jagung. Tabel 1 Hasil Analisis AMMI untuk Karakteristik Agronomi Hasil Sumber Keragaman DF JK KT F Nilai-p Genotipe 11 1.90 0.174 11.100 0.000 Lingkungan 15 66.90 4.40 81.710 0.000 Ulangan(Lingkungan) 3 1.790 0.056 3.560 0.000 Interaksi 165 5.790 0.035.40 0.000 KUI 1 5 1.900 0.076 4.850 0.000 KUI 3 1.090 0.048 3.030 0.000 KUI 3 1 0.840 0.040.540 0.000 KUI 4 19 0.650 0.034.190 0.003 KUI 5 17 0.470 0.08 1.780 0.09 KUI 6 15 0.310 0.01 1.340 0.177 Sisa 45 0.510 0.011 0.730 0.904 Galat 35 5.50 0.016 Total Terkoreksi 575 81.310 0.141

Hasil analisis ragam gabungan juga menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara genotipe dan lingkungan berbeda nyata pada taraf nyata 5%. Ini berarti ada perbedaan rata-rata hasil panen tanaman jagung dari genotipe-genotipe yang ditaman pada lingkungan yang berbeda. Penguraian dugaan pengaruh interaksi menghasilkan lima akar ciri tidak nol pada taraf nyata 5% yaitu 0.635, 0.364, 0.79, 0.18 dan 0.158. Kontribusi masing-masing akar ciri terhadap jumlah kuadrat interaksi adalah 3.88%, 18.87%, 14.48%, 11.7% dan 8.0%. Intepretasi Model AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Hasil Biplot antara rata-rata hasil dengan KUI 1 sebagai Bipot AMMI-1 merupakan tampilan grafis yang meringkas informasi pengaruh utama genotipe dan lingkungan yaitu pada sumbu rataan dan pengaruh interaksi genotipe dengan lingkungan pada sumbu KUI 1. Genotipe yang letaknya satu titik pada sumbu datar berarti mempunyai pengaruh utama yang sama dan jika terletak pada satu titik pada sumbu tegak berarti mempunyai pengaruh interaksi yang sama. Biplot AMMI-1 ditunjukkan pada Gambar di bawah ini. Gambar 3 Biplot AMMI-1 Karakteristik Agronomi Hasil (Ton/Ha), (+) Rata- Rata Umum

Hasil plot antara KUI 1 dengan rata-rata hasil pada Gambar 3 Memeperlihatkan bahwa Genotipe D (BC 451) memiliki rata-rata hasil yang paling berat dan genotipe dengan rata-rata hasil yang paling ringan adalah J (BISI ). Dari Gambar 3 juga terlihat bahwa genotipe B (BIO 163), L (C-7), dan H (BC 488 A) mempunyai rata-rata hasil yang sama namun pengaruh interaksinya dengan lingkungan berbeda. Misalkan genotipe B (P 1) berinteraksi positif dengan lingkungan L13 (Sambirejo) sedangkan genotipe H (BC 488 A) berinteraksi negatif dengan lingkungan L13 (Sambirejo) Struktur interaksi antara genotipe dan lingkungan untuk hasil dapat dilihat dari Biplot AMMI- pada Gambar 4 yaitu plot antara KUI 1 dengan KUI. Hasil biplot ini dapat mengambarkan keragaman interaksi sebesar 51.8%. Persentase keragaman yang dijelaskan relatif besar lebih besar dari 50%. Gambar 4 Biplot AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Hasil (51.8%) Hasil Biplot AMMI-, memperlihatkan bahwa ada dua genotipe yang mempunyai respon relatif stabil terhadap ke-16 lingkungan yaitu genotipe F (BC 41399) dan Genotipe A (BIO 9900). Genotipe yang mempunyai respon yang stabil adalah genotipe-genotipe yang posisinya berada di dalam elips pada titik

pusat. Dapat diperhatikan pula untuk Genotipe K (P-1) dan genotipe E (BC 4683) walaupun berada di luar elips, tetapi jaraknya dari titik pusat tidak terlalu jauh dibandingkan dengan genotipe F (BC 41399) dan Genotipe A (BIO 9900). Ini juga dapat dilihat dari rangking stabilitas genotipe dengan menggunakan Indeks Stabilitas AMMI (ISA) yaitu melihat posisi relatif genotipe-genotipe terhadap titik pusat Biplot AMMI- yang terjadi dalam Tabel. Tabel Indeks Stabilitas AMMI Untuk Karkateristik Agronomi Hasil Kode Genotipe Karakteristik Hasil ISA Rank A BIO 9900 0.140 B BIO 163 0.640 9 C BIO 1169 0.540 8 D BC 451 0.70 1 E BC 4683 0.00 4 F BC 41399 0.10 1 G BC 630 0.710 10 H BC 488 A 0.390 7 I BIO 9899 0.30 5 J BISI 0.70 11 K P 1 0.190 3 L C 7 0.380 6 Jika diperhatikan dari Indeks Stabilitas AMMI, tiga genotipe yang memiliki posisi paling dekat dengan titik pusat yang menunjukkan genotipegenotipe yang paling stabil dibandingkan dengan yang lain yaitu genotipe F (BC 41399) pada peringkat pertama, Genotipe A (BIO 9900) pada peringkat kedua, dan Genotipe K (P-1) pada posisi ketiga Sehingga dari hasil ini dapat dipertimbangkan ada empat genotipe yang stabil. Hasil biplot AMMI- ini juga memberikan informasi mengenai genotipegenotipe yang spesifik lingkungan berdasarkan karakteristik agronomi hasil panen. Genotipe-genotipe yang spesifik lingkungan dapat diamati dari poisisi

genotipe tersebut terhadap lingkungan tanam. Jika genotipe-genotipe tersebut berdekatan dengan lingkungan tanam tertentu maka genotipe tersebut dinyatakan spesifik lingkungan menurut karakteristik agronomi yang diamati. Artinya bahwa karakteristik agronomi yang diamati dari genotipe yang bersangkutan berkorelasi positif dengan kondisi lingkungan tanam atau perubahan respon karakteristik agronomi yang diamati mengikuti perubahan kondisi lingkungan tanaman. Misal untuk genotipe B (BIO 163) bersifat spesifik lingkungan L5 (Sido Waras), artinya bahwa untuk genotipe B (BIO 163), perubahan hasilnya selaras dengan perubahan kondisi lingkungan pada L5 (Sido Waras). Dari Gambar 4 juga terlihat genotipe J (BISI-) spesifik lingkungan pada lingkungan L3 (Moncongloe Bulu). Biplot AMMI- juga menunjukkan bahwa dipandang dari karakteristik agronomi hasil Genotipe I (BIO 9899), L(C -7) dan J (BISI-) membentuk satu kelompok dan memilki hasil yang relatif baik pada lingkungan L16 (Jambu Timur) dan L3 (Moncongloe Bulu). Hasil Biplot AMMI- juga memperlihatkan bahwa genotipe D (BC 451) berada pada posisi terluar. Ini artinya bahwa dilihat dari karakteristik hasil genotipe ini memiliki keragaman yang paling tinggi. Selain itu genotipe D (BC 451) juga tercatat sebagai genotipe dengan rataan hasil terbesar. Gambar 5 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Hasil Genotipe Stabil Pada 16 Lingkungan

Stabilnya genotipe F (BC 41399), A (BIO 9900), K(P-1), BC 4683 juga dapat dilihat dari keselarasan nilai rata-rata hasil keempat genotipe tersebut pada setiap lingkungan dengan rata-rata keseluruhan genotipe. Pada Gambar 5 tampak bahwa keempat genotipe tersebut memiliki nilai rata-rata disekitar ratarata seluruh genotipe yang diuji pada setiap lingkungan taman. Disamping itu, pola perubahan rata-rata hasil keempat genotipe tersebut mengikuti pola perubahan rata-rata respon seluruh genotipe pada setiap lingkungan. Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen (BTK) Berat tongkol panen adalah rataan berat tongkol pada saat dipanen dalam satuan ton/ha. Rata-rata berat tongkol panen dari 1 genotipe yang di tanam pada 16 lingkungan terlihat tidak terlalu bervariasi antar genotipe seperti yang terilhat pada Gambar 6. Genotipe D (BC 451) adalah genotipe yang memiliki rata-rata berat tongkol panen yang paling berat dan genotipe J (BISI ) memiliki rata-rata berat tongkol paling ringan dibandingkan genotipe-genotipe yang lain. Gambar 6 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen Menurut Genotipe Faktor tempat tumbuh selain berpengaruh terhadap hasil kemungkinan juga berpengaruh terhadap berat tongkol panen. Pada Gambar 7 ditunjukkan bahwa dari 16 lingkungan tanam, genotipe-genotipe yang ditanam di lingkungan

16 (Jambu Timur) dan lingkungan 1 (Ketaon) umumnya memiliki berat tongkol yang paling ringan dibandingkan dengan genotipe yang di taman di lingkungan lain. Sedangkan genotipe-genotipe yang di tanam di lingkungan 6 (Brodot) dan lingkungan 7 (Wringin Songo) memiliki rata-rata berat tongkol yang paling berat. Gambar 7 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen Masing- Masing Genotipe Menurut Lingkungan Tanam Analisis AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen Hasil deskripsi mengenai rata-rata berat tongkol panen 1 genotipe yang ditanam pada 16 lingkungan tanam menunjukkan bahwa ada kecenderungan perbedaan respon berat tongkol panen antara genotipe jagung dan lingkungan tanam. Dengan analisis ragam gabungan dapat diketahui tingkat perbedaan ratarata berat tongkol panen antar genotipe dan lingkungan. Berdasarkan hasil analisis ragam gabungan pada Tabel 3 jika diuji pada taraf nyata 5% ada perbedaan rata-rata berat tongkol panen antara genotipe dan lingkungan. Ini dapat dilihat dari nilai-p yang kurang dari 5%. Hasil ini menunjukkan bahwa jenis genotipe dan lingkungan tempat tumbuh sangat bepengaruh terhadap berat tongkol panen.

Tabel 3 Hasil Analisis AMMI untuk Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen Sumber Keragaman DF JK KT F Nilai-p Genotipe 11 3.150 0.87 15.70 0.000 Lingkungan 15 16.360 10.84 10.79 0.000 Ulangan(Lingkungan) 3.870 0.090 4.90 0.000 Interaksi 165 7.370 0.045.45 0.000 KUI 1 5.700 0.108 5.91 0.000 KUI 3 1.480 0.065 3.53 0.000 KUI 3 1 1.00 0.057 3.1 0.000 KUI 4 19 0.580 0.031 1.68 0.037 KUI 5 17 0.480 0.09 1.56 0.073 Sisa 60 0.90 0.015 0.84 0.79 Galat 35 6.430 0.018 Total Terkoreksi 575 18.180 0.317 Hasil analisis ragam gabungan juga menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara genotipe dan lingkungan berbeda nyata pada taraf nyata 5%. Hasil ini menunjukkan bahwa genotipe-genotipe yang di tanam pada lingkungan tanam berbeda memberikan memiliki berat tongkol yang berbeda. Penguraian dugaan pengaruh interaksi menghasilkan empat akar ciri tidak nol pada taraf nyata 5% yaitu 0.708, 0.354, 0.77, dan 0.33, Kontribusi masingmasing akar ciri terhadap jumlah kuadrat interaksi adalah 35.38%, 17.69%, 13.83%, dan 11.64%. Intepretasi Model AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen Biplot antara rata-rata berat tongkol panen dengan KUI 1 yang dinamakan sebagai Bipot AMMI-1 merupakan tampilan grafis yang meringkas informasi pengaruh utama genotipe dan lingkungan yaitu pada sumbu rataan dan pengaruh interaksi genotipe dengan lingkungan pada sumbu KUI 1. Genotipe yang letaknya satu titik pada sumbu datar berarti mempunyai pengaruh utama yang sama dan

jika terletak pada satu titik pada sumbu tegak berarti mempunyai pengaruh interaksi yang sama. Hasil biplot antara KUI 1 dengan rata-rata berat tongkol panen pada Gambar 8 memeperlihatkan bahwa Genotipe D (BC 451) memiliki rata-rata berat tongkol panen yang paling berat dan genotipe J (BISI ) adalah genotipe dengan rata-rata berat tongkol panen yang paling ringan. Melalui Biplot AMMI-1 terlihat bahwa genotipe K (P 1), E (BC 4683), H (BC 488 A), L (C-7), dan B (BIO 163) mempunyai rata-rata berat tongkol panen yang sama namun pengaruh interaksinya dengan lingkungan berbeda. Misalkan genotipe K (P 1) berinteraksi positif dengan lingkungan L9 (Cempedak Lobang) sedangkan genotipe L (C-7), B (BIO 163) berinteraksi negatif dengan lingkungan L9 (Cempedak Lobang). Gambar 8 Biplot AMMI-1 Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen (Kg/Plot), (+) Rata-Rata Umum Struktur interaksi antara genotipe dan lingkungan dapat dilihat dari Biplot AMMI- yaitu plot antara KUI 1 dengan KUI. Hasil biplot ini dapat mengambarkan keragaman interaksi genotipe lingkungan untuk karakteristik agronomi berat tongkol panen sebesar 56.7%. Keragaman interaksi yang dijelaskan oleh model AMMI- relatif besar karena nilainya lebih besar dari 50%.

Gambar 9 Biplot AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen (56.7%) Hasil Biplot AMMI- memperlihatkan bahwa ada dua genotipe yang mempunyai respon relatif stabil terhadap ke-16 lingkungan tanam yaitu genotipe F (BC 41399) dan genotipe I (BIO 9899) seperti yang tersaji pada Gambar 9. Genotipe yang mempunyai respon yang relatif stabil adalah genotipe-genotipe yang posisinya berada di dalam elips pada titik pusat. Melalui Biplot AMMI-, terlihat pula untuk genotipe E (BC 4683) walaupun berada di luar elips, namun jaraknya dari titik pusat tidak terlalu jauh dibandingkan dengan genotipe F (BC 41399) dan genotipe I (BIO 9899). Jarak dari genotipe-genotipe terhadap titik pusa dapat dilihat dari Indeks Stabilitas AMMI (ISA) yaitu melihat posisi relatif genotipe-genotipe terhadap titik pusat Biplot AMMI-. Indeks stabilitas AMMI dan rangking stabilitas genotipe dapat dilihat pada Tabel 4. Jika diperhatikan dari Indeks Stabilitas AMMI, tiga genotipe yang memiliki posisi paling dekat dengan titik pusat yaitu genotipe F (BC 41399) pada peringkat pertama, genotipe I (BIO 9899) pada peringkat kedua dan genotipe E (BIO 9899) pada posisi ketiga. Ketiga genotipe ini dapat diidenfitikasi sebagai genotipe-genotipe paling stabil.

Tabel 4 Indeks Stabilitas AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen Karakteristik Berat Kode Genotipe Tongkol Panen ISA Rank A BIO 9900 0.8 5 B BIO 163 0.70 11 C BIO 1169 0.7 4 D BC 451 0.6 9 E BC 4683 0.3 3 F BC 41399 0.15 1 G BC 630 0.67 10 H BC 488 A 0.46 8 I BIO 9899 0.16 J BISI 0.86 1 K P 1 0.44 7 L C 7 0.33 6 Hasil Biplot AMMI- ini juga memberi informasi genotipe-genotipe yang spesifik lingkungan. Genotipe-genotipe yang spesifik lingkungan adalah yang berada di luar elips pusat dan posisinya berdekatan dengan lingkungan tertentu. Genotipe spesifik lingkungan juga dapat dilihat dari keberadaan genotipe-genotipe tersebut di dalam elips pada lingkungan terluar. Misal untuk genotipe B (BIO 163) dilihat dari karakteristik berat tongkol panen relatif spesifik lingkungan pada lingkungan L3 (Moncongloe Bulu). Ini artinya bahwa karakteristik agronomi berat tongkol panen genotipe B (BIO 163) memiliki korelasi positif dengan lingkungan L3 (Moncongloe Bulu) atau pada lingkungan L3 (Moncongloe Bulu) genotipe B (BIO 163) memiliki berat tongkol panen di atas rata-rata umum. Selain genotipe B (BIO 163) masih banyak genotipe yang terlihat spesifik lingkugan diantaranya adalah genotipe J (BISI-) yang spesifik lingkungan berdasarkan karakteritik berat tongkol panen pada lingkungan L5 (Sidowaras).

Biplot AMMI- juga memperlihatkan bahwa genotipe D (BC 451) berada pada posisi terluar. Genotipe ini memiliki berat tongkol panen paling berat dibandingkan dengan genotipe-genotipe yang lain. Selain itu, genotipe A (BIO 9900), C (BIO 1169) dan K (P-1) dan D (BC 451) posisinya relatif berdekatan dan memberikan berat tongkol panen yang relatif tinggi pada lingkungan L1 (Ketaon), L11 (Kalikotes), dan L14 (Yoso Mulyo). Jika diperhatikan ada kemiripan antara Biplot AMMI- antara karakteristik agronomi hasil dan berat tongkol panen. Ini dimungkinkan karena diduga berat tongkol panen merupakan indiaktor stabilitas utama dari hasil. Ini akan dibuktikan pada bagian penjelasan interaksi genotipe lingkungan menggunakan model persamaan struktural yang dikenal dengan MPS-AMMI. Gambar 10 Rata-Rata Karakteristik Berat Agronomi Tongkol Panen Genotipe Stabil Pada 16 Lingkungan Stabilnya genotipe F (BC 41399), I (BIO 9899) dan E(BIO 9899) juga dapat dilihat dari nilai rata-rata berat tongkol panen ketiga genotipe tersebut pada setiap lingkungan. Pada Gambar 10 tampak bahwa ketiga genotipe tersebut memiliki nilai rata-rata disekitar rata-rata seluruh genotipe pada setiap lingkungan taman. Disamping itu, pola perubahan rata-rata berat tongkol panen kedua genotipe tersebut mengikuti pola perubahan rata-rata respon seluruh genotipe pada setiap lingkungan.

Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen (KAP) Kadar air panen merupakan kadar air dari hasil panen jagung dalam persentase yang diukur pada saat panen. Hasil rata-rata kadar air panen 1 genotipe yang di tanam pada 16 lingkungan cukup bervariasi antar genotipe. Genotipe G (BC 451) memiliki rata-rata persentase kadar air panen yang paling tinggi. Sedangkan yang paling rendah adalah genotipe C (BIO 1169) seperti yang terlihat pada Gambar 11. Gambar 11 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen (%) Menurut Genotipe Gambar 1 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen (%) Masing- Masing Genotipe Menurut Lingkungan Tanam

Faktor tempat tumbuh juga dinilai berpengaruh terhadap karakteristik agronomi kadar air panen. Rata-rata kadar air panen untuk setiap genotipe pada setiap lokasi menunjukkan bahwa genotipe-genotipe yang ditanam di lingkungan 10 (Pabuaran) umumnya memiliki persentase kadar air yang paling tinggi. Sedangkan genotipe-genotipe yang tumbuh pada lingkungan 8 (Kuta Tengah) memiliki persentase kadar air panen yang lebih rendah dibandingkan genotipe yang di taman di lingkungan lain. Analisis AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen Hasil deskripsi persentase kadar air panen untuk setiap genotipe pada setiap lingkungan menunjukkan bahwa ada kecenderungan perbedaan respon kadar air panen antara genotipe jagung dan lingkungan tanam. Melalui analisis ragam gabungan dapat diketahui tingkat perbedaan rata-rata persentase kadar air panen antar genotipe dan lingkungan. Tabel 5 Hasil Analisis AMMI untuk Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen Sumber Keragaman DF JK KT F Nilai-p Genotipe 11 0.691 0.063 3.63 0.000 Lingkungan 15 3.468.165 58.03 0.000 Ulangan(Lingkungan) 3 1.194 0.037.16 0.000 Interaksi 165 6.004 0.036.10 0.000 KUI 1 5.14 0.085 4.91 0.000 KUI 3 1.06 0.046.67 0.000 KUI 3 1 0.830 0.040.8 0.001 KUI 4 19 0.699 0.037.1 0.004 KUI 5 17 0.604 0.036.05 0.009 KUI 6 15 0.94 0.00 1.13 0.35 Sisa 45 0.391 0.009 0.50 0.997 Galat 35 6.09 0.017 Total Terkoreksi 575 46.449 0.081 Berdasarkan hasil analisis ragam gabungan pada Tabel 5, jika diuji pada taraf nyata 5% dapat disimpulkan ada perbedaan rata-rata kadar air panen antara

genotipe dan lingkungan. Ini dapat dilihat dari nilai-p yang kurang dari 5%. Hasil ini menunjukkan bahwa jenis genotipe dan lingkungan tempat tumbuh sangat bepengaruh terhadap kadar air panen jagung. Hasil analisis ragam gabungan juga menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara genotipe dan lingkungan berbeda nyata pada taraf nyata 5%. Ini berarti ada perbedaan rata-rata kadar air panen tanaman jagung dari suatu genotipe yang ditaman pada lingkungan yang berbeda. Penguraian dugaan pengaruh interaksi menghasilkan lima akar ciri tidak nol pada taraf nyata 5% yaitu 0.901, 0.494, 0.370, 0.195 dan 0.161, Kontribusi masing-masing akar ciri terhadap jumlah kuadrat interaksi adalah 36.64%, 0.11%, 16.6%, 7.93% dan 6.57%. Intepretasi Model AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen Biplot antara rata-rata persentase kadar air panen dengan KUI 1 sebagai Bipot AMMI-1 merupakan tampilan grafis yang meringkas informasi pengaruh utama genotipe dan lingkungan yaitu pada sumbu rataan dan pengaruh interaksi genotipe dengan lingkungan pada sumbu KUI 1. Genotipe yang letaknya satu titik pada sumbu datar berarti mempunyai pengaruh utama yang sama dan jika terletak pada satu titik pada sumbu tegak berarti mempunyai pengaruh interaksi yang sama. Hasil plot antara KUI 1 dengan rata-rata kadar air panen pada Gambar 13 Memeperlihatkan bahwa Genotipe G (BC 451) memiliki rata-rata persentase kadar air panen yang paling tinggi. Sedangkan yang paling rendah adalah genotipe C (BIO 1169). Terlihat bahwa Genotipe L (C 7), J (BISI ) dan K (P 1) mempunyai rata-rata kadar air panen yang sama namun pengaruh interaksinya dengan lingkungan berbeda. Misalkan genotipe L (L 7) berinteraksi positif dengan lingkungan L1 (Ketaon) sedangkan genotipe K (P-1), berinteraksi negatif dengan lingkungan L1 (Ketaon)

Gambar 13 Biplot AMMI-1 Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen (Kg/Plot), (+) Rata-Rata Umum Struktur interaksi antara genotipe dan lingkungan dapat dilihat dari Biplot AMMI- yaitu plot antara KUI 1 dengan KUI. Hasil biplot ini dapat mengambarkan keragaman interaksi genotipe lingkungan untuk kadar air panen sebesar 53.1%. Gambar 14 Biplot AMMI- Untuk Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen (53.1%)

Hasil Biplot AMMI- memperlihatkan bahwa ada tiga genotipe yang mempunyai respon relatif stabil terhadap ke-16 lingkungan yaitu genotipe D (BC 451), Genotipe H (BC 488-A), dan F (BC 41399), seperti yang tersaji pada Gambar 14. Genotipe yang mempunyai respon yang stabil adalah genotipegenotipe yang posisinya berada di dalam elips pada titik pusat. Genotipe-genotipe paling stabil juga dapat dilihat dari rangking stabilitas genotipe dengan menggunakan Indeks Stabilitas AMMI (ISA) yaitu melihat posisi relatif genotipe-genotipe terhadap titik pusat Biplot AMMI-. Tabel 6 Indeks Stabilitas AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen Karakteristik Kadar Kode Genotipe Air Panen ISA Rank A BIO 9900 0.65 10 B BIO 163 0.48 8 C BIO 1169 0.66 11 D BC 451 0.11 1 E BC 4683 0.4 5 F BC 41399 0.19 3 G BC 630 0.4 6 H BC 488 A 0.19 I BIO 9899 0. 4 J BISI 0.5 9 K P 1 0.7 1 L C 7 0.47 7 Jika diperhatikan dari Indeks Stabilitas AMMI, tiga genotipe yang memiliki posisi paling dekat dengan titik pusat yang menunjukkan genotipegenotipe yang paling stabil dibandingkan dengan yang lain yaitu genotipe D (BC 451) pada peringkat pertama, genotipe H (BC 488-A) pada peringkat kedua, dan F (BC 41399) pada posisi ketiga. Sehingga dari hasil ini dapat dipertimbangkan ada tiga genotipe yang stabil.

Hasil biplot AMMI- ini juga memberi informasi genotipe-genotipe yang spesifik lingkungan. Misal untuk genotipe B (BIO 163) dan K (P-1) relatif spesifik lingkungan pada lingkungan L10 (Pabuaran) sedangkan genotipe G (BC 630) relatif spesifik lingkungan pada lingkungan L13 (Sambirejo). Ini artinya bahwa genotipe B (BIO 163) dan K (P-1) memiliki kadar air penen yang relatif tinggi pada lingkungan L10 (Pabuaran) dengankan genotipe G (BC 630) pada lingkungan L1 (Sambirejo) Stabilnya genotipe D (BC 451), H (BC 488-A) dan F (BC 41399) juga dapat dilihat dari nilai rata-rata persentase kadar air panen ketiga genotipe tersebut pada setiap lingkungan. Pada Gambar 15 Tampak bahwa ketiga genotipe tersebut memiliki nilai rata-rata disekitar rata-rata seluruh genotipe pada setiap lingkungan taman. Disamping itu, pola perubahan rata-rata kadar air panen kedua genotipe tersebut mengikuti pola perubahan rata-rata respon seluruh genotipe pada setiap lingkungan. Gambar 15 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen Genotipe Stabil Pada 16 Lingkungan Karakteristik Agronomi Usia Masak Fisiologis (UMF) Usia masak fisiologis diukur dari lamanya hari dimana jagung telah dinyatakan masak secara tampilan fisik. Hasil rata-rata usia masak fisiologis dari 1 genotipe yang di tanam pada 16 lingkungan relatif bervariasi. Genotipe J (BISI ) memiliki rata-rata usia masak fisiologis yang paling lama dan genotipe

dengan rata-rata usia masak fisiologis yang paling cepat adalah genotipe G (BC 630). Hasil ini dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Usia Masak Fisiologis Menurut Genotipe Gambar 17 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Usia Masak Fisiologis Masing- Masing Genotipe Menurut Lingkungan Tanam Faktor tempat tumbuh umumnya juga berpengaruh terhadap usia masak fisiologis. Hasil rataan usia masak fisiologis dari 1 genotipe yang ditanam pada 16 lingkungan tanam menunjukkan bahwa genotipe-genotipe yang ditanam di lingkungan 15 (Desa Pontang) pada musim kemarau dan lingkungan (Desa

Baru) umumnya memiliki usia masak fisiologis yang lebih lama dibandingkan jika di tanam di lingkungan lain. Sedangkan genotipe-genotipe yang di tanam di lingkungan 8 (Kuta Tengah) dan lingkungan 9 (Cempedak Lobang) memiliki rata-rata usia masak fisiologis yang lebih cepat. Hasil ini secara jelas dapat dilihat pada Gambar 17 Analisis AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Usia Masak Fisiologis Hasil deskripsi usia masak fisiologis genotipe jagung menunjukkan bahwa ada kecenderungan perbedaan respon usia masak fisiologis antara genotipe jagung dan lingkungan tanam. Dengan analisis ragam gabungan dapat diketahui tingkat perbedaan rata-rata usia masak fisiologis antar genotipe dan lingkungan. Tabel 7 Hasil Analisis Ragam AMMI untuk Karekteristik Agronomi Usia Masak Fisiologis Sumber Keragaman DF JK KT F Nilai-p Genotipe 11 1,75 0,1587 100,11 0,000 Lingkungan 15 53, 3,5478 771,03 0,000 Ulangan(Lingkungan) 3 0,15 0,0046,90 0,000 Interaksi 165 5,17 0,0313 19,75 0,000 KUI 1 5,08 0,083 5,46 0,000 KUI 3 1,74 0,0756 47,69 0,000 KUI 3 1 0,44 0,01 13,34 0,000 KUI 4 19 0,39 0,003 1,80 0,000 KUI 5 17 0, 0,0130 8,19 0,000 KUI 6 15 0,15 0,0100 6,30 0,000 KUI 7 13 0,07 0,0056 3,5 0,000 KUI 8 11 0,04 0,0033,06 0,0 KUI 9 9 0,03 0,0033,09 0,030 Sisa 1 0,01 0,0008 0,50 0,91 Galat 35 0,56 0,0016 Total Terkoreksi 575 60,83 0,1058

Berdasarkan hasil analisis ragam gabungan pada Tabel 7, jika diuji pada taraf nyata 5% ada perbedaan rata-rata usia masak fisiologis antara genotipe dan lingkungan. Ini dapat dilihat dari nilai p yang kurang dari 5%. Hasil ini menunjukkan bahwa jenis genotipe atau lingkungan tempat tumbuh sangat bepengaruh terhadap lamanya usia masak fisiologis. Hasil analisis ragam gabungan juga menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara genotipe dan lingkungan berbeda nyata pada taraf nyata 5%. Ini berarti ada perbedaan rata-rata usia masak fisiologis tanaman jagung dari suatu genotipe yang ditaman pada lingkungan yang berbeda. Penguraian dugaan pengaruh interaksi menghasilkan sembilan akar ciri tidak nol pada taraf nyata 5% yaitu 0.693, 0.580, 0.147, 0.130, 0.073, 0.050, 0.03, 0.013 dan 0.010, Kontribusi masing-masing akar ciri terhadap jumlah kuadrat interaksi adalah 40.5%, 36.66%, 8.60%, 7.47%, 4.7%, 1.41%, 0.70% dan 0.58%. Banyaknya akar ciri yang nyata pada taraf nyata 5% menujukkan bahwa struktur interaksi dari genotipe lingkungan untuk usia masak fisiolotis relatif kompleks. Intepretasi Model AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Usia Masak Fisiologis Biplot antara rata-rata usia masak fisiologi dengan KUI 1 sebagai Bipot AMMI-1 merupakan tampilan grafis yang meringkas informasi pengaruh utama genotipe dan lingkungan yaitu pada sumbu rataan dan pengaruh interaksi genotipe dengan lingkungan pada sumbu KUI 1. Genotipe yang letaknya satu titik pada sumbu datar berarti mempunyai pengaruh utama yang sama dan jika terletak pada satu titik pada sumbu tegak berarti mempunyai pengaruh interaksi yang sama. Hasil plot antara KUI 1 dengan rata-rata usia masak fisiologis menunjukkan bahwa Genotipe J (BISI-) memiliki rata-rata usia masak fisiologis yang paling lama dan genotipe dengan rata-rata usia masak fisiologis yang paling cepat adalah genotipe G (BC 630). Melalui Gambar 18 terlihat bahwa genotipe D (BC 451), F (BC 41399), dan H (BC 488 A) mempunyai rata-rata usia masak fisiologis yang sama namun pengaruh interaksinya dengan lingkungan berbeda. Misalkan genotipe D (BC 451) berinteraksi positif dengan L10 (Paburuan) sedangkan genotipe J (BISI ) berinteraksi

Gambar 18 Biplot AMMI-1 Karakteristik Agronomi Usia Masak Fisiologis, (+) Rata-rata Umum Struktur interaksi antara genotipe dan lingkungan dapat dilihat dari Biplot AMMI- yaitu plot antara KUI 1 dengan KUI. Hasil biplot ini dapat mengambarkan keragaman interaksi sebesar 73.9%. Gambar 19 Biplot AMMI- Untuk Karakteristik Agronomi Usia Masak Fisiologis (73.9%)

Dari hasil Biplot AMMI-, terlihat bahwa ada dua genotipe yang mempunyai respon yang stabil terhadap ke-16 lingkungan yaitu genotipe F (BC 41399) dan genotipe E(BC 4683). Genotipe yang mempunyai respon yang stabil adalah genotipe-genotipe yang posisinya berada di dalam elips pada titik pusat. Dapat diperhatikan pula untuk Genotipe I (BIO 9899) walaupun berada di luar elips, tetapi jaraknya dari titik pusat tidak terlalu jauh dibandingkan dengan genotipe F (BC 41399) dan Genotipe E (BC 4683). Ini juga dapat dilihat dari rangking stabilitas genotipe dengan menggunakan Indeks Stabilitas AMMI yaitu melihat posisi relatif genotipe-genotipe terhadap titik pusat Biplot AMMI-. Tabel 8 Indeks Stabilitas AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Usia Masak Fisiologis Karakteristik Usia Masak Kode Genotipe Fisiologis ISA Rank A BIO 9900 0.4 9 B BIO 163 0.34 8 C BIO 1169 0.8 6 D BC 451 0.78 11 E BC 4683 0.1 F BC 41399 0.10 1 G BC 630 0.8 5 H BC 488 A 0.3 7 I BIO 9899 0.3 3 J BISI 0.78 1 K P 1 0.44 10 L C 7 0.5 4 Jika diperhatikan dari Indeks Stabilitas AMMI, tiga genotipe yang memiliki posisi paling dekat dengan titik pusat yang menunjukkan genotipegenotipe yang paling stabil dibandingkan dengan yang lain yaitu genotipe F (BC 41399) pada peringkat pertama, Genotipe E (BC 4683) pada peringkat dua dan I

(BIO 9899) pada posisi ketiga. Sehingga dari hasil ini dapat dipertimbangkan ada tiga genotipe yang stabil. Hasil biplot AMMI- ini juga memberi informasi genotipe-genotipe yang spesifik lingkungan. Misal untuk genotipe J (BISI ) relatif spesifik lingkungan pada lingkungan L9 (Cempedak Lobang) dan di Lingkungan L8 (Kuta Tengah). Ini artinya bahwa genotipe J (BISI-) memiliki usia masak fisiologis di atas ratarata pada kedua lingkungan tanam ini. Gambar 19 juga terlihat bahwa genotipe A ( BIO 9900), B (BIO 163), K (P-1), dan G (BC 630) membentuk satu kelompok. Keempat genotipe ini terlihat berdekatan dengan lingkungan tanam L4 (Yoso Mulyo), L5 (Sido Waras), dan L15 (Pontang) Gambar 0 Rata-Rata Berat Usia Masak Fisiologis Genotipe Stabil Pada 16 Lingkungan Stabilnya genotipe F (BC 41399), E(BIO 9899) dan I (BIO 9899) juga dapat dilihat dari nilai rata-rata rata-rata usia masak fisiologis ketiga genotipe tersebut pada setiap lingkungan. Pada Gambar 0 Tampak bahwa ketiga genotipe tersebut memiliki nilai rata-rata disekitar rata-rata seluruh genotipe pada setiap lingkungan taman. Disamping itu, pola perubahan rata-rata berat tongkol