BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Bahan baku dan sianokobalamin diperiksa menurut Farmakope Indonesia IV. Hasil pemeriksaan bahan baku dapat dilihat pada Tabel 4.1. Pemeriksaan Pemerian Tabel 4.1 Pemeriksaan Bahan Baku Asam Askorbat Data Pustaka Pengamatan (FI IV) Sampel Serbuk Serbuk berwarna putih berwarna putih Sianokobalamin Data Pustaka Pengamatan (FI IV) Sampel serbuk hablur serbuk hablur merah merah Identifikasi : Spektrum serapan UV menunjukkan serapan sesuai dengan larutan BPFI, λ maks = 266 nm sama dengan larutan BPFI, λ maks = 266 nm λ maks = 278, 361, 550 nm λ maks = 279, 362, 551 nm Penetapan Kadar 100,3 % 99,0 100,5 % 99,0 % 96,0 100,5 % Setelah dilakukan pemeriksaan bahan baku dilanjutkan dengan verifikasi metode analisis yang digunakan. Metode analisis yang digunakan adalah metode penetapan kadar asam askorbat dan sianokobalamin dengan kromatografi cair kinerja tinggi secara simultan (Noviyantih, 2007). Metode ini memiliki kemampuan yang besar dalam memisahkan campuran zat sehingga diharapkan dapat menganalisis kedua vitamin tersebut secara simultan. Kondisi KCKT yang optimum diperoleh dengan menggunakan fasa gerak metanol : HOAc 1% - natrium pentasulfonat 0,1% (23:77) yang diatur keasamannya hingga ph 3,5 dengan penambahan trietilamin (TEA). Kolom yang digunakan adalah Lichrospktorher C 18. Kecepatan aliran fasa gerak adalah 1,0 ml/ menit di mana waktu retensi dari dan sianokobalamin masing-masing adalah 1,90 dan 9,20 menit. Detektor yang digunakan adalah detektor UV pada panjang gelombang λ = 275 nm. 25
26 Dalam penelitian ini digunakan sistem kromatografi fase balik-pasangan ion. Kromatografi fase balik-pasangan ion sangat berguna dalam menganalisis vitamin-vitamin larut air karena dapat mengatasi banyaknya pengaruh kepolaran dalam larutan (George F. M. Ball, 2006). Ion lawan yang dipilih untuk membentuk pasangan ion adalah natrium pentasulfonat. Setelah diperoleh kondisi optimum metode analisis, konsentrasi sisa dan sianokobalamin dalam larutan dapar asetat ph 4,80 diukur selama 12 minggu. Namun, pada minggu ke-3 pengamatan, metode analisis simultan yang digunakan tidak bisa diteruskan untuk analisis kuantitatif. Hal ini disebabkan karena terjadi penumpukan puncak hasil urai seperti terlihat pada gambar 4.2.(b) sehingga digunakan metode lain untuk mengamati perubahan konsentrasi. sianokobalamin (a) sianokobalamin Gambar 4.1 (b) Contoh kromatogram KCKT sianokobalamin (a) dan sianokobalamin dengan (b) dalam dapar asetat ph 4,80 dengan perbandingan dan sianokobalamin 1 : 100..
27 (a) (b) Gambar 4.2 Contoh kromatogram pada minggu pertama pengamatan (a) dan pada minggu ke-3 pengamatan (b) dalam dapar asetat ph 4,80 dengan perbandingan dan sianokobalamin 1 : 100. Sedangkan pengamatan terhadap perubahan konsentrasi sianokobalamin tetap dilakukan dengan metode tersebut. Setiap dilakukan pengukuran, dibuat kurva kalibrasi terlebih dahulu. Dibuat pula kurva kalibrasi sianokobalamin dengan adanya. Contoh kurva kalibrasi sianokobalamin dapat dilihat pada Gambar 4.3. Konsentrasi yang digunakan dalam larutan uji adalah 2000 μg/ml sedangkan konsentrasi sianokobalamin adalah 20 μg/ml. Asam askorbat dan sianokobalamin dilarutkan dalam dapar asetat ph 4,80. Larutan memiliki ph stabilitas optimum pada ph 5,40. Sedangkan sianokobalamin paling stabil pada ph 4,5 5,0 (Connors dkk., 1992; Wade, 1994). Dapar asetat ph 4,80 dipilih karena konsentrasi asam askorbat terdapat dalam jumlah jauh lebih besar daripada konsentrasi sianokobalamin.
28 luas puncak 2500 2000 1500 1000 500 y = 22,683x + 6,0802 r 2 = 0,9999 0 0 20 40 60 80 100 120 konsentrasi (ppm) Gambar 4.3 Contoh kurva kalibrasi pengukuran kadar sianokobalamin. Penguraian dapat terjadi di bawah kondisi aerob maupun anaerob membentuk hasil urai yang berbeda. Di bawah kondisi aerob, teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat. Di bawah kondisi anaerob, mengalami dehidrasi dan hidrolisis membentuk furfural dan karbondioksida (Connors dkk., 1992). Pada percobaan ini larutan uji dikemas dalam ampul yang ditutup dengan aluminium foil dan dialiri gas nitrogen selama 10 detik. Hal ini dilakukan karena sianokobalamin bersifat fotosensitif dan mudah teroksidasi dalam larutan (Connors dkk., 1992; Remington, 2005). Adanya cahaya akan memecah ikatan organometalik pada sianokobalamin menghasilkan kob(ii)alamin. Pembentukan kob(ii)alamin diindikasikan dengan adanya perubahan warna larutan sianokobalamin dari merah menjadi coklat (Connors dkk., 1992; Hogenkamp, 1980). Untuk melihat adanya interaksi antara dan sianokobalamin maka dibuat masing-masing larutan dan sianokobalamin. Larutan ini digunakan sebagai larutan pembanding terhadap penurunan konsentrasi dan sianokobalamin yang dikombinasikan. Konsentrasi sianokobalamin yang tersisa dalam larutan selama 12 minggu pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4.2. Pada Gambar 4.4. terlihat bahwa konsentrasi sianokobalamin dalam larutan dengan penambahan cenderung lebih rendah daripada larutan tunggalnya. Dapat pula dilihat profil penurunan konsentrasi sianokobalamin dalam larutan kombinasi asam askorbat dan natrium sulfat.
29 Tabel 4.2 Konsentrasi Sianokobalamin yang Tersisa dalam Dapar Asetat ph 4,80 Konsentrasi Waktu (μg/ml) Penyimpanan (hari) Sianokobalamin Sianokobalamin Sianokobalamin + Asam Askorbat + Asam Askorbat-Na 2 SO 4 0 20,84 20,75 20,78 1 20,56 20,47 20,53 3 20,16 19,59 19,65 5 19,58 18,94 19,11 7 19,24 18,51 19,04 10 18,85 18,02 18,89 12 18,28 17,77 18,20 14 17,99 17,56 18,04 18 17,44 17,10 17,44 22 17,40 16,94 17,31 28 17,35 16,59 17,01 35 16,74 15,77 15,51 49 15,22 14,97 14,88 63 14,92 14,05 13,88 80 14,33 13,66 13,14 Ket : Jumlah sampel larutan uji untuk setiap pengukuran, n = 2. 22 i konsentras 20 18 16 14 12 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 waktu (hari) sianokobalamin sianokobalamin- sianokobalamin--natrium sulfat Gambar 4.4 Grafik konsentrasi sianokobalamin terhadap waktu. Selain dilakukan analisis terhadap perubahan konsentrasi sianokobalamin, dilakukan juga analisis terhadap perubahan konsentrasi. Namun, metode yang diharapkan dapat menganalisis kedua vitamin secara simultan tidak dapat diteruskan untuk analisis kuantitatif. Pada minggu ke-3 pengamatan, terlihat penumpukan puncak
30 hasil urai pada kromatogaram. Sehingga konsentrasi sebenarnya dari asam askorbat tidak dapat dihitung. Metode simultan ini hanya dapat digunakan untuk analisis kualitatif. Konsentrasi yang tersisa dalam larutan diverifikasi dengan menggunakan metode analisis baru. Metode ini digunakan oleh Ichikawa (2005) untuk menganalisis penguraian dengan adanya sianokobalamin. Fasa gerak yang digunakan adalah metanol : larutan fosfat 20mM (25:75) yang diatur keasamannya hingga ph 3,0 dengan penambahan asam fosfat (H 3 PO 4 ). Kolom yang digunakan adalah Lichrospher C 18. Kecepatan aliran fasa gerak adalah 1,0 ml/ menit dan waktu retensi adalah 1,80 menit. Detektor yang digunakan adalah detektor UV pada panjang gelombang λ = 290 nm. Larutan yang telah teroksidasi dan larutan segar disuntikkan ke dalam sistem kromatografi cair kinerja tinggi. Terlihat puncak baru pada larutan yang telah teroksidasi di 3,60 menit. Contoh kromatogram dapat dilihat sebagai berikut. (a) Hasil urai (b)
31 (c) Gambar 4.5 Kromatogram KCKT larutan segar dalam dapar asetat ph 4,80 (a) larutan yang telah teroksidasi (b) contoh kromatogram KCKT sampel uji pada minggu ke-3 pengamatan (c) dengan perbandingan dan sianokobalamin 1 : 100. Dengan menggunakan metode analisis di atas konsentrasi sisa dalam larutan dapar asetat ph 4,80 diukur. Setiap dilakukan pengukuran, dibuat kurva kalibrasi terlebih dahulu. Dibuat pula kurva kalibrasi dengan adanya natrium sulfat. Berikut contoh kurva kalibrasi. 50000 luas puncak 40000 30000 20000 10000 y = 15,357x + 8137,1 r 2 = 0,9997 0 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 konsentrasi (ppm) Gambar 4.6 Contoh kurva kalibrasi pengukuran kadar. Konsentrasi yang tersisa dalam larutan dapar asetat ph 4,80 selama 3 minggu pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4.3. Pada Gambar 4.7. terlihat bahwa konsentrasi dalam larutan dengan penambahan sianokobalamin cenderung lebih rendah daripada larutan tunggalnya. Dapat pula dilihat profil penurunan konsentrasi dalam larutan kombinasi sianokobalamin dan natrium sulfat.
32 Tabel 4.3 Konsentrasi Asam Askorbat yang Tersisa dalam Dapar Asetat ph 4,80 Konsentrasi Waktu (μg/ml) Penyimpanan (hari) Asam Askorbat Asam Askorbat Asam Askorbat + Sianokobalamin +Sianokobalamin-Na 2 SO 4 0 2000,74 1994,88 2011,69 1 1950,64 1927,06 2003,43 4 1848,63 1830,04 1992,43 7 1801,23 1773,47 1982,95 14 1749,41 1735,26 1907,89 21 1705,49 1671,13 1858,19 Ket : Jumlah sampel larutan uji untuk setiap pengukuran, n = 2. 2050 konsentrasi 1950 1850 1750 1650 0 3 6 9 12 15 18 21 24 waktu (hari) -sianokobalamin -sianokobalamin-natrium sulfat Gambar 4.7 Grafik konsentrasi terhadap waktu. Dari konsentrasi sisa dan sianokobalamin dalam larutan terhadap waktu dihitung konstanta kecepatan reaksi masing-masingnya. Menurut literatur, reaksi penguraian sianokobalamin dan mengikuti persamaan reaksi orde satu semu (Connors dkk., 1992). Reaksi penguraian dan sianokobalamin mengikuti reaksi orde satu. Saat dan sianokobalamin dikombinasikan reaksi keseluruhan tetap orde satu. Hal ini disebabkan karena konsentrasi dalam larutan jauh lebih besar daripada sianokobalamin sehingga reaksi hanya bergantung pada konsentrasi.
33 Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Konstanta Kecepatan Penguraian (k) Orde Satu Asam Sianokobalamin Larutan Uji k r 2 Sianokobalamin 0,0047 0,9292 Sianokobalamin- 0,0051 0,9248 Sianokobalamin--natrium sulfat 0,0057 0,9647 Dari hasil yang diberikan oleh persamaan reaksi orde satu dapat dilihat bahwa k 3 > k 2 > k 1. Berarti bahwa kecepatan penguraian sianokobalamin terjadi lebih cepat dengan adanya dan natrium sulfat. Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Konstanta Kecepatan Penguraian (k) Orde Satu Asam Askorbat Larutan Uji k r 2 Asam askorbat 0,0071 0,8704 Asam askorbat-sianokobalamin 0,0075 0,8689 Asam askorbat-sianokobalamin-natrium sulfat 0,0039 0,9758 Dari hasil yang diberikan oleh persamaan reaksi orde satu dilihat bahwa k 2 > k 1 > k 3. Dapat diartikan bahwa adanya sianokobalamin mempercepat kecepatan penguraian asam askorbat sedangkan natrium sulfat memperlambat kecepatan penguraian. Konstanta kecepatan penguraian, k, dari reaksi orde satu antara larutan tunggal sianokobalamin dan, larutan kombinasi sianokobalamin dan, dan larutan kombinasi dengan penambahan natrium sulfat dianalisis secara statistik apakah terdapat perbedaan berarti. Dilakukan uji statistik menggunakan metode one way analisis variansi. Pada uji statistik terhadap sianokobalamin dan didapatkan masing-masing nilai F (2,3) 12,962 dan 52,327. Nilai F hitung berarti dan melampaui aras 0,05 (9,55). Selanjutnya dilakukan uji Student-Newman-Keuls untuk membandingkan semua pasangan k yang mungkin, yang dalam hal ini terdapat tiga pasangan. Diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan berarti antara larutan tunggal sianokobalamin dan dengan larutan kombinasi keduanya. Namun, penambahan natrium sulfat terhadap larutan uji dan sianokobalamin menunjukkan perbedaan berarti.
34 Walaupun terlihat penurunan pada konsentrasi dengan adanya sianokobalamin dan begitu pula sebaliknya namun secara statistik interaksi antara kedua vitamin ini tidak berbeda berarti. Penambahan natrium sulfat dapat meningkatkan stabilitas namun menurunkan stabilitas sianokobalamin. Kombinasi sianokobalamin dalam larutan dengan L- menyebabkan hidroksilasi pada atom C 5 dan pembentukan lakton pada C 6 dan C 7 pada kondisi aerob (Hogenkamp, 1980). Percobaan ini dilakukan dengan mengalirkan gas nitrogen ke dalam larutan uji sehingga oksigen yang ada digantikan oleh nitrogen. Hal ini dilakukan untuk mencegah oksidasi. Sehingga interaksi yang terjadi antara dan sianokobalamin tidak dipengaruhi oleh adanya oksigen yang memicu oksidasi asam askorbat. Namun, masih ada kemungkinan terdapat oksigen dalam larutan sehingga interaksi antara dan sianokobalamin dapat terjadi. Oleh karena itu, menurut hasil percobaan saat ditambahkan ke dalam larutan uji sianokobalamin terlihat penurunan kadar dari keduanya. Disebabkan karena kemungkinan oksigen yang ada sangat sedikit, maka penurunan kadar ini tidak berarti secara statistik.