BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Fenobarbital..., Tyas Setyaningsih, FMIPA UI, 2008

UJI STABILITAS FISIK DAN KIMIA SEDIAAN SIRUP RACIKAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 PERCOBAAN. Pada bab ini dibahas mengenai percobaan yang dilakukan meliputi bahan dan alat serta prosedur yang dilakukan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

LAPORAN PRAKTIKUM. ISOLASI DNA, Isolasi Protein dan PCR (Elektroforesis agarose dan Acrylamic)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang

BAB III METODE PERCOBAAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

4 Hasil dan Pembahasan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

A. Judul B. Tujuan C. Dasar Teori

Lampiran. Dapar fosfat ph. Universitas Sumatera Utara

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

LAPORAN PRAKTIKUM 8 PRAKTIKUM HPLC ANALISA TABLET VITAMIN C

Bab III Bahan dan Metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari

LAPORAN PRAKTIKUM Praktikum HPLC, Analisa Tablet Vitamin C

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Laboratorium Bioavailabilitas dan Bioekivalensi, Departemen Farmasi,

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

PERBANDINGAN PEREDUKSI NATRIUM TIOSULFAT (Na 2 S 2 O 3 ) DAN TIMAH (II) KLORIDA (SnCl 2 ) PADA ANALISIS KADAR TOTAL BESI SECARA SPEKTROFOTOMETRI

HIGH PERFORMANCE LIQUIDCHROMATOGRAPHY

BAB III METODE PENGUJIAN. Industri PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang beralamat di Jl.

BAB 3. BAHAN dan METODE. Alat yang digunakan dalam pengujian adalah : 1. KCKT. 5. Erlenmeyer 250 ml. 6. Labu ukur 10 ml, 20 ml, 1000 ml

2. Menentukan kadar berbagai tablet Vitamin C menggunakan metoda HPLC. HPLC(HighPerfomance Liquid Cromatografi)

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Spektrofotometri uv & vis

PENETAPAN KADAR PARASETAMOL, KAFEIN DAN ASETOSAL DALAM SEDIAAN ORAL SECARA SIMULTAN DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan

Perbandingan fase gerak metanol-air (50:50)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014 bertempat di

4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat

PENETAPAN KADAR ASAM GALAT, KAFEIN DAN EPIGALOKATEKIN GALAT PADA BERBAGAI PRODUK TEH CELUP

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB IV PROSEDUR KERJA

4 Pembahasan Degumming

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

PENENTUAN KADAR BESI DALAM SAMPEL AIR SUMUR SECARA SPEKTROFOTOMETRI

BAB I PENDAHULUAN. tanpa bahan tambahanmakanan yang diizinkan (Badan Standarisasi Nasional,

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Hidrokortison asetat adalah kortikosteroid yang banyak digunakan sebagai

Penentuan Kadar Tablet Asetosal Menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) Tiffany Sabilla Ramadhani

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

1 Pemerian Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa Sesuai sedikit pahit 2 Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. kembali pada awal tahun 1920-an. Pada tahun 1995-an, metode kromatografi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

LAPORAN KIMIA ANALITIK KI 3121 Percobaan modul 2 PENETAPAN ANION FOSFAT DALAM AIR

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

VALIDASI METODE ANALISIS TABLET LOSARTAN MERK B YANG DITAMBAH PLASMA MANUSIA DENGAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK

kimia Kelas X LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT K-13 A. Pengertian Larutan dan Daya Hantar Listrik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS. Abstrak

Zubaidi, J. (1981). Farmakologi dan Terapi. Editor Sulistiawati. Jakarta: UI Press. Halaman 172 Lampiran 1. Gambar Alat Pencetak Kaplet

4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol

Perbandingan fase gerak Larutan kalium dihidrogen posfat 0,05 M-metanol (60:40) dengan laju alir 1 ml/menit

BAB IV PROSEDUR KERJA

ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN

Transkripsi:

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Bahan baku dan sianokobalamin diperiksa menurut Farmakope Indonesia IV. Hasil pemeriksaan bahan baku dapat dilihat pada Tabel 4.1. Pemeriksaan Pemerian Tabel 4.1 Pemeriksaan Bahan Baku Asam Askorbat Data Pustaka Pengamatan (FI IV) Sampel Serbuk Serbuk berwarna putih berwarna putih Sianokobalamin Data Pustaka Pengamatan (FI IV) Sampel serbuk hablur serbuk hablur merah merah Identifikasi : Spektrum serapan UV menunjukkan serapan sesuai dengan larutan BPFI, λ maks = 266 nm sama dengan larutan BPFI, λ maks = 266 nm λ maks = 278, 361, 550 nm λ maks = 279, 362, 551 nm Penetapan Kadar 100,3 % 99,0 100,5 % 99,0 % 96,0 100,5 % Setelah dilakukan pemeriksaan bahan baku dilanjutkan dengan verifikasi metode analisis yang digunakan. Metode analisis yang digunakan adalah metode penetapan kadar asam askorbat dan sianokobalamin dengan kromatografi cair kinerja tinggi secara simultan (Noviyantih, 2007). Metode ini memiliki kemampuan yang besar dalam memisahkan campuran zat sehingga diharapkan dapat menganalisis kedua vitamin tersebut secara simultan. Kondisi KCKT yang optimum diperoleh dengan menggunakan fasa gerak metanol : HOAc 1% - natrium pentasulfonat 0,1% (23:77) yang diatur keasamannya hingga ph 3,5 dengan penambahan trietilamin (TEA). Kolom yang digunakan adalah Lichrospktorher C 18. Kecepatan aliran fasa gerak adalah 1,0 ml/ menit di mana waktu retensi dari dan sianokobalamin masing-masing adalah 1,90 dan 9,20 menit. Detektor yang digunakan adalah detektor UV pada panjang gelombang λ = 275 nm. 25

26 Dalam penelitian ini digunakan sistem kromatografi fase balik-pasangan ion. Kromatografi fase balik-pasangan ion sangat berguna dalam menganalisis vitamin-vitamin larut air karena dapat mengatasi banyaknya pengaruh kepolaran dalam larutan (George F. M. Ball, 2006). Ion lawan yang dipilih untuk membentuk pasangan ion adalah natrium pentasulfonat. Setelah diperoleh kondisi optimum metode analisis, konsentrasi sisa dan sianokobalamin dalam larutan dapar asetat ph 4,80 diukur selama 12 minggu. Namun, pada minggu ke-3 pengamatan, metode analisis simultan yang digunakan tidak bisa diteruskan untuk analisis kuantitatif. Hal ini disebabkan karena terjadi penumpukan puncak hasil urai seperti terlihat pada gambar 4.2.(b) sehingga digunakan metode lain untuk mengamati perubahan konsentrasi. sianokobalamin (a) sianokobalamin Gambar 4.1 (b) Contoh kromatogram KCKT sianokobalamin (a) dan sianokobalamin dengan (b) dalam dapar asetat ph 4,80 dengan perbandingan dan sianokobalamin 1 : 100..

27 (a) (b) Gambar 4.2 Contoh kromatogram pada minggu pertama pengamatan (a) dan pada minggu ke-3 pengamatan (b) dalam dapar asetat ph 4,80 dengan perbandingan dan sianokobalamin 1 : 100. Sedangkan pengamatan terhadap perubahan konsentrasi sianokobalamin tetap dilakukan dengan metode tersebut. Setiap dilakukan pengukuran, dibuat kurva kalibrasi terlebih dahulu. Dibuat pula kurva kalibrasi sianokobalamin dengan adanya. Contoh kurva kalibrasi sianokobalamin dapat dilihat pada Gambar 4.3. Konsentrasi yang digunakan dalam larutan uji adalah 2000 μg/ml sedangkan konsentrasi sianokobalamin adalah 20 μg/ml. Asam askorbat dan sianokobalamin dilarutkan dalam dapar asetat ph 4,80. Larutan memiliki ph stabilitas optimum pada ph 5,40. Sedangkan sianokobalamin paling stabil pada ph 4,5 5,0 (Connors dkk., 1992; Wade, 1994). Dapar asetat ph 4,80 dipilih karena konsentrasi asam askorbat terdapat dalam jumlah jauh lebih besar daripada konsentrasi sianokobalamin.

28 luas puncak 2500 2000 1500 1000 500 y = 22,683x + 6,0802 r 2 = 0,9999 0 0 20 40 60 80 100 120 konsentrasi (ppm) Gambar 4.3 Contoh kurva kalibrasi pengukuran kadar sianokobalamin. Penguraian dapat terjadi di bawah kondisi aerob maupun anaerob membentuk hasil urai yang berbeda. Di bawah kondisi aerob, teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat. Di bawah kondisi anaerob, mengalami dehidrasi dan hidrolisis membentuk furfural dan karbondioksida (Connors dkk., 1992). Pada percobaan ini larutan uji dikemas dalam ampul yang ditutup dengan aluminium foil dan dialiri gas nitrogen selama 10 detik. Hal ini dilakukan karena sianokobalamin bersifat fotosensitif dan mudah teroksidasi dalam larutan (Connors dkk., 1992; Remington, 2005). Adanya cahaya akan memecah ikatan organometalik pada sianokobalamin menghasilkan kob(ii)alamin. Pembentukan kob(ii)alamin diindikasikan dengan adanya perubahan warna larutan sianokobalamin dari merah menjadi coklat (Connors dkk., 1992; Hogenkamp, 1980). Untuk melihat adanya interaksi antara dan sianokobalamin maka dibuat masing-masing larutan dan sianokobalamin. Larutan ini digunakan sebagai larutan pembanding terhadap penurunan konsentrasi dan sianokobalamin yang dikombinasikan. Konsentrasi sianokobalamin yang tersisa dalam larutan selama 12 minggu pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4.2. Pada Gambar 4.4. terlihat bahwa konsentrasi sianokobalamin dalam larutan dengan penambahan cenderung lebih rendah daripada larutan tunggalnya. Dapat pula dilihat profil penurunan konsentrasi sianokobalamin dalam larutan kombinasi asam askorbat dan natrium sulfat.

29 Tabel 4.2 Konsentrasi Sianokobalamin yang Tersisa dalam Dapar Asetat ph 4,80 Konsentrasi Waktu (μg/ml) Penyimpanan (hari) Sianokobalamin Sianokobalamin Sianokobalamin + Asam Askorbat + Asam Askorbat-Na 2 SO 4 0 20,84 20,75 20,78 1 20,56 20,47 20,53 3 20,16 19,59 19,65 5 19,58 18,94 19,11 7 19,24 18,51 19,04 10 18,85 18,02 18,89 12 18,28 17,77 18,20 14 17,99 17,56 18,04 18 17,44 17,10 17,44 22 17,40 16,94 17,31 28 17,35 16,59 17,01 35 16,74 15,77 15,51 49 15,22 14,97 14,88 63 14,92 14,05 13,88 80 14,33 13,66 13,14 Ket : Jumlah sampel larutan uji untuk setiap pengukuran, n = 2. 22 i konsentras 20 18 16 14 12 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 waktu (hari) sianokobalamin sianokobalamin- sianokobalamin--natrium sulfat Gambar 4.4 Grafik konsentrasi sianokobalamin terhadap waktu. Selain dilakukan analisis terhadap perubahan konsentrasi sianokobalamin, dilakukan juga analisis terhadap perubahan konsentrasi. Namun, metode yang diharapkan dapat menganalisis kedua vitamin secara simultan tidak dapat diteruskan untuk analisis kuantitatif. Pada minggu ke-3 pengamatan, terlihat penumpukan puncak

30 hasil urai pada kromatogaram. Sehingga konsentrasi sebenarnya dari asam askorbat tidak dapat dihitung. Metode simultan ini hanya dapat digunakan untuk analisis kualitatif. Konsentrasi yang tersisa dalam larutan diverifikasi dengan menggunakan metode analisis baru. Metode ini digunakan oleh Ichikawa (2005) untuk menganalisis penguraian dengan adanya sianokobalamin. Fasa gerak yang digunakan adalah metanol : larutan fosfat 20mM (25:75) yang diatur keasamannya hingga ph 3,0 dengan penambahan asam fosfat (H 3 PO 4 ). Kolom yang digunakan adalah Lichrospher C 18. Kecepatan aliran fasa gerak adalah 1,0 ml/ menit dan waktu retensi adalah 1,80 menit. Detektor yang digunakan adalah detektor UV pada panjang gelombang λ = 290 nm. Larutan yang telah teroksidasi dan larutan segar disuntikkan ke dalam sistem kromatografi cair kinerja tinggi. Terlihat puncak baru pada larutan yang telah teroksidasi di 3,60 menit. Contoh kromatogram dapat dilihat sebagai berikut. (a) Hasil urai (b)

31 (c) Gambar 4.5 Kromatogram KCKT larutan segar dalam dapar asetat ph 4,80 (a) larutan yang telah teroksidasi (b) contoh kromatogram KCKT sampel uji pada minggu ke-3 pengamatan (c) dengan perbandingan dan sianokobalamin 1 : 100. Dengan menggunakan metode analisis di atas konsentrasi sisa dalam larutan dapar asetat ph 4,80 diukur. Setiap dilakukan pengukuran, dibuat kurva kalibrasi terlebih dahulu. Dibuat pula kurva kalibrasi dengan adanya natrium sulfat. Berikut contoh kurva kalibrasi. 50000 luas puncak 40000 30000 20000 10000 y = 15,357x + 8137,1 r 2 = 0,9997 0 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 konsentrasi (ppm) Gambar 4.6 Contoh kurva kalibrasi pengukuran kadar. Konsentrasi yang tersisa dalam larutan dapar asetat ph 4,80 selama 3 minggu pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4.3. Pada Gambar 4.7. terlihat bahwa konsentrasi dalam larutan dengan penambahan sianokobalamin cenderung lebih rendah daripada larutan tunggalnya. Dapat pula dilihat profil penurunan konsentrasi dalam larutan kombinasi sianokobalamin dan natrium sulfat.

32 Tabel 4.3 Konsentrasi Asam Askorbat yang Tersisa dalam Dapar Asetat ph 4,80 Konsentrasi Waktu (μg/ml) Penyimpanan (hari) Asam Askorbat Asam Askorbat Asam Askorbat + Sianokobalamin +Sianokobalamin-Na 2 SO 4 0 2000,74 1994,88 2011,69 1 1950,64 1927,06 2003,43 4 1848,63 1830,04 1992,43 7 1801,23 1773,47 1982,95 14 1749,41 1735,26 1907,89 21 1705,49 1671,13 1858,19 Ket : Jumlah sampel larutan uji untuk setiap pengukuran, n = 2. 2050 konsentrasi 1950 1850 1750 1650 0 3 6 9 12 15 18 21 24 waktu (hari) -sianokobalamin -sianokobalamin-natrium sulfat Gambar 4.7 Grafik konsentrasi terhadap waktu. Dari konsentrasi sisa dan sianokobalamin dalam larutan terhadap waktu dihitung konstanta kecepatan reaksi masing-masingnya. Menurut literatur, reaksi penguraian sianokobalamin dan mengikuti persamaan reaksi orde satu semu (Connors dkk., 1992). Reaksi penguraian dan sianokobalamin mengikuti reaksi orde satu. Saat dan sianokobalamin dikombinasikan reaksi keseluruhan tetap orde satu. Hal ini disebabkan karena konsentrasi dalam larutan jauh lebih besar daripada sianokobalamin sehingga reaksi hanya bergantung pada konsentrasi.

33 Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Konstanta Kecepatan Penguraian (k) Orde Satu Asam Sianokobalamin Larutan Uji k r 2 Sianokobalamin 0,0047 0,9292 Sianokobalamin- 0,0051 0,9248 Sianokobalamin--natrium sulfat 0,0057 0,9647 Dari hasil yang diberikan oleh persamaan reaksi orde satu dapat dilihat bahwa k 3 > k 2 > k 1. Berarti bahwa kecepatan penguraian sianokobalamin terjadi lebih cepat dengan adanya dan natrium sulfat. Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Konstanta Kecepatan Penguraian (k) Orde Satu Asam Askorbat Larutan Uji k r 2 Asam askorbat 0,0071 0,8704 Asam askorbat-sianokobalamin 0,0075 0,8689 Asam askorbat-sianokobalamin-natrium sulfat 0,0039 0,9758 Dari hasil yang diberikan oleh persamaan reaksi orde satu dilihat bahwa k 2 > k 1 > k 3. Dapat diartikan bahwa adanya sianokobalamin mempercepat kecepatan penguraian asam askorbat sedangkan natrium sulfat memperlambat kecepatan penguraian. Konstanta kecepatan penguraian, k, dari reaksi orde satu antara larutan tunggal sianokobalamin dan, larutan kombinasi sianokobalamin dan, dan larutan kombinasi dengan penambahan natrium sulfat dianalisis secara statistik apakah terdapat perbedaan berarti. Dilakukan uji statistik menggunakan metode one way analisis variansi. Pada uji statistik terhadap sianokobalamin dan didapatkan masing-masing nilai F (2,3) 12,962 dan 52,327. Nilai F hitung berarti dan melampaui aras 0,05 (9,55). Selanjutnya dilakukan uji Student-Newman-Keuls untuk membandingkan semua pasangan k yang mungkin, yang dalam hal ini terdapat tiga pasangan. Diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan berarti antara larutan tunggal sianokobalamin dan dengan larutan kombinasi keduanya. Namun, penambahan natrium sulfat terhadap larutan uji dan sianokobalamin menunjukkan perbedaan berarti.

34 Walaupun terlihat penurunan pada konsentrasi dengan adanya sianokobalamin dan begitu pula sebaliknya namun secara statistik interaksi antara kedua vitamin ini tidak berbeda berarti. Penambahan natrium sulfat dapat meningkatkan stabilitas namun menurunkan stabilitas sianokobalamin. Kombinasi sianokobalamin dalam larutan dengan L- menyebabkan hidroksilasi pada atom C 5 dan pembentukan lakton pada C 6 dan C 7 pada kondisi aerob (Hogenkamp, 1980). Percobaan ini dilakukan dengan mengalirkan gas nitrogen ke dalam larutan uji sehingga oksigen yang ada digantikan oleh nitrogen. Hal ini dilakukan untuk mencegah oksidasi. Sehingga interaksi yang terjadi antara dan sianokobalamin tidak dipengaruhi oleh adanya oksigen yang memicu oksidasi asam askorbat. Namun, masih ada kemungkinan terdapat oksigen dalam larutan sehingga interaksi antara dan sianokobalamin dapat terjadi. Oleh karena itu, menurut hasil percobaan saat ditambahkan ke dalam larutan uji sianokobalamin terlihat penurunan kadar dari keduanya. Disebabkan karena kemungkinan oksigen yang ada sangat sedikit, maka penurunan kadar ini tidak berarti secara statistik.