BAB II STUDI PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
ANAAN TR. Jembatan sistem rangka pelengkung dipilih dalam studi ini dengan. pertimbangan bentang Sungai Musi sebesar ±350 meter. Penggunaan struktur

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

BAB II STUDI PUSTAKA

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU 2014

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

PERENCANAAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL BOX GIRDER PRESTRESS

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS FLY OVER SIMPANG BANDARA TANJUNG API-API, DENGAN STRUKTUR PRECAST CONCRETE U (PCU) GIRDER. Laporan Tugas Akhir

II. TINJAUAN PUSTAKA. rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain ( jalan

LAMPIRAN 1. DESAIN JEMBATAN PRATEGANG 40 m DARI BINA MARGA

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

BAB II PERATURAN PERENCANAAN

BAB III LANDASAN TEORI. jalan raya atau disebut dengan fly over/ overpass ini memiliki bentang ± 200

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

(Studi Kasus) TUGAS AKHIR. Andre Bachtiar Sihaloho Dosen Pembimbing : Ir. Sanci Barus, M.T

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

BEBAN JEMBATAN AKSI KOMBINASI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS TUGAS AKHIR RAMOT DAVID SIALLAGAN

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

Mencari garis netral, yn. yn=1830x200x x900x x x900=372,73 mm

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR...iv. DAFTAR ISI...vi. DAFTAR GAMBAR...

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mataram

MACAM MACAM JEMBATAN BENTANG PENDEK

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR JEMBATAN MERR II-C DENGAN MENGGUNAKAN BALOK PRATEKAN MENERUS (STATIS TAK TENTU)

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

MODUL 6. S e s i 5 Struktur Jembatan Komposit STRUKTUR BAJA II. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

BAB III LANDASAN TEORI. gelagar u atau PCU girder. Pemilihan struktur PCU girder dikarenakan struktur ini

TEGANGAN TEGANGAN IZIN MAKSIMUM DI BETON DAN TENDON MENURUT ACI Perhitungan tegangan pada beton prategang harus memperhitungkan hal-hal sbb.

BAHAN KULIAH Struktur Beton I (TC214) BAB IV BALOK BETON

STUDIO PERANCANGAN II PERENCANAAN GELAGAR INDUK

DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

PERENCANAAN JEMBATAN MALANGSARI MENGGUNAKAN STRUKTUR JEMBATAN BUSUR RANGKA TIPE THROUGH - ARCH. : Faizal Oky Setyawan

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²)

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Batasan Masalah Manfaat... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT

BAB II LANDASAN TEORI

KATA PENGANTAR. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diselesaikan pada semester VIII,

MODUL 6. S e s i 5 Struktur Jembatan Komposit STRUKTUR BAJA II. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan air atau jalan lalu lintas biasa, lembah yang dalam, alur sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API. melakukan penelitian berdasarkan pemikiran:

Pengenalan Kolom. Struktur Beton II

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

Struktur Baja 2. Kolom

MODUL 6. S e s i 4 Struktur Jembatan Komposit STRUKTUR BAJA II. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN

III. METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah dengan analisis studi kasus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI DESAIN

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

Tugas Akhir. Disusun Oleh : Fander Wilson Simanjuntak Dosen Pembimbing : Prof.Dr.-Ing. Johannes Tarigan NIP

Jembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian tugas akhir ini adalah balok girder pada Proyek Jembatan Srandakan

BAB 3 LANDASAN TEORI. perencanaan underpass yang dikerjakan dalam tugas akhir ini. Perencanaan

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Standar Pembebanan Pada Jembatan Menurut SNI The Loading Standards on Bridges According to SNI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODUL 6. S e s i 1 Struktur Jembatan Komposit STRUKTUR BAJA II. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti

BAB 1. PENGENALAN BETON BERTULANG

DESAIN ALTERNATIF STRUKTUR ATAS JEMBATAN BOX GIRDER DENGAN METODE SPAN BY SPAN

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BERATURAN TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

KAJIAN STRUKTUR BETON PRATEKAN BENTANG PANJANG DENGAN BEBAN GEMPA LATERAL PADA PROYEK GEDUNG RUMAH SAKIT JASA MEDIKA TUGAS AKHIR

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR UTAMA Pre-Elemenary Desain Uraian Kondisi Setempat Alternatif Desain

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR BAJA WEEK 2

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM

PERANCANGAN ALTERNATIF STRUKTUR JEMBATAN KALIBATA DENGAN MENGGUNAKAN RANGKA BAJA

BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan.

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

KONTROL PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI BELUMAI PADA JALAN AKSES NON TOL BANDARA KUALANAMU TUGAS AKHIR

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

STRUKTUR JEMBATAN BAJA KOMPOSIT

ANALISIS GELAGAR PRESTRESS PADA PERENCANAAN JEMBATAN AKSES PULAU BALANG I MENGGUNAKAN SOFTWARE SAP 2000 v.14

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

sejauh mungkin dari sumbu netral. Ini berarti bahwa momen inersianya

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

PERENCANAAN STRUKTUR ATAS JEMBATAN RANGKA BAJA MUSI VI KOTA PALEMBANG SUMATERA SELATAN. Laporan Tugas Akhir. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

DAFTAR ISI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Pemilihan Tipe Jembatan Tinjauan Penelitian Pembahasan...

BAB II PERATURAN PERENCANAAN. Jembatan ini menggunakan rangka baja sebagai gelagar induk. Berdasarkan letak

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II PERILAKU DAN KARAKTERISTIK JEMBATAN

Transkripsi:

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Umum Balok merupakan komponen struktur jembatan yang penting. Balok pada jembatan ini berfungsi untuk memikul sekaligus menyalurkan beban dari lantai kendaraan ke kolom-kolom jembatan atau disebut dengan pier. Balok jembatan yang sering kita jumpai dapat berupa baja ataupun beton bertulang. Balok dengan bahan baja umumnya dijumpai pada jembatan komposit yaitu balok baja yang digabungkan dengan slab beton di atasnya, sedangkan balok beton bertulang biasa banyak dijumpai pada jembatan dengan bentang pendek. Balok beton bertulang biasa memiliki keterbatasan bila digunakan untuk bentang yang panjang. Balok dengan bentang yang panjang akan mengakibatkan beban yang lebih besar pula.hal ini akan berpengaruh pada penampang balok beton yang lebih besar lagi, sehingga tidak efisien dalam memikul beban serta dalam biaya konstruksi. Sebagaimana kita ketahui sifat alami beton adalah lemah terhadap Tarik, namun kuat dalam keadaan tekan. Menurut Edward G. Nawy (2001), kuat tarik beton bervariasi antara 8 sampai 14 persen dari kuat tekannya. Karena rendahnya kuat tarik pada beton, maka retak akibat lentur sering terjadi meskipun pembebanan masih rendah. 8

Gambar 2.1 Retak pada Struktur Beton Bertulang [Budiadi, 2008] Untuk meminimalisir keretakan yang terjadi akibat tarik tersebut, diberikan gaya eksentris dalam arah longitudinal elemen struktur tersebut. Gaya ini bekerja dengan mengurangi tegangan tarik yang terjadi pada daerah tumpuan dan daerah kritis pada saat beban bekerja. Akibat gaya ini hampir semua elemen beton memikul tekan pada saat semua beban rencana bekerja di struktur tersebut. Gaya longitudinal di atas disebut gaya pratekan, yaitu gaya tekan yang mengakibatkan tegangan awal pada penampang di sepanjang bentang sebelum beban rencana bekerja. Banyak buku yang menyebutkan nama yang berbeda sebagai penggagas pratekan ini, namun menurut Andri Budiadi (2008) system penegangan ini mulai digunakan pada tahun 1886 saat PH. Jackson dari Amerika Serikat membuat konstruksi pelat atap. Gambar 2.2 Struktur Beton Pratekan Pertama oleh Jackson, 1886 [Budiadi,2008] 9

Atas gagasan inilah konsep gelagar beton bertulang konvensional berkembang pesat menjadi beton prategang. Dengan konsep ini penggunaan beton pada konstruksi jembatan tidak lagi hanya sebatas beton dengan gelagar pendek namun mampu menghasilkan jembatan beton dengan gelagar menengah hingga panjang. Sehingga dapat kita simpulkan beton prategang adalah beton yang diberi tegangan awal sebelum beban bekerja untuk mengimbangi beban luar yang akan dipikulkan kepadanya, sehingga seluruh komponen beton dapat bekerja secara optimal. Yang dimaksudkan optimal yaitu keseluruhan beton menerima gaya tekan sehingga sifat alami beton bekerja optimal yaitu kuat terhadap tekan. Menurut Manual Bina Marga,Perencanaan Struktur Beton Pratekan untuk Jembatan (2011), beberapa keuntungan digunakannya sistem beton pratekan adalah: 1. Terhindar dari retak terbuka di daerah tarik, sehingga dengan demikian beton pratekan lebih tahan terhadap penetrasi klorida 2. Lebih kedap air, sehingga air pada plat jembatan tidak mudah meresap. 3. Dapat diperoleh defleksi struktur yang lebih kecil sehingga terbetuknya lawan lendut (chamber) dari konfigurasi layout kabel prategang sepanjang elemen. 4. Penampang struktur lebih kecil/langsing karena seluruh luas penampang dapat digunakan secara efektif. 5. Memungkinkan bentang yang lebih panjang dibandingkan beton bertulang. 10

6. Karena kabel prategang menggunakan mutu baja tinggi, sehingga kapasitas penampangnya jauh lebih besar daripada tulangan biasa dengan luas tulangan yang sama 2.2 Proses Pencetakan Beton Salah satu butir pekerjaan pada proyek yaitu pencetakan beton. Beradasarkan tempat pencetakannya, balok girder dibedakan atas dua jenis: 1. Cast in Place Pada metode ini beton dicetak langsung di lapangan. Metode ini membutuhkan waktu pelaksanaan konstruksi yang lebih lama, sebab beton yang dicetak harus ditunggu sampai umur rencana kemudian dapat mengerjakan kostruksi diatasnya. Namun metode ini sangat efisien untuk proyek dengan akses transportasi yang sulit. Gambar 2.3 Pencetakan Beton di lapangan 11

2. Precast Precast merupakan metode pencetakan beton yang dilakukan di pabrik. Pada metode ini, beton telah dikerjakan terlebih dahulu di pabrik meskipun pekerjaan di lapangan belum sampai pada tahap teresebut. Beton yang telah dicetak di pabrik akan dikirim ke lokasi proyek dengan menggunakan flat bed jika umur rencana sudah memenuhi. Metode ini sangat baik diterapkan di lapangan sehingga dapat mengefisienkan waktu pelaksanaan konstruksi.metode ini juga cocok untuk proyek dengan lahan yang sempit, dimana tidak tersedianya lahan untuk pencetakan balok di lapangan.kekurangan dari metode ini tidak bisa dipakai jika akses menuju proyek tidak memadai. Hal ini akan menghambat pengiriman beton dari pabrik menuju proyek. Gambar 2.4 Pencetakan Balok di Pabrik [Wika Beton] 2.3 Proses Penarikan Kabel (Stressing) Ada dua metode yang digunakan dalam pemberian tegangan kabel pada beton, yaitu Pre-Tension (pratarik) dan Post-Tension (pascatarik). 12

2.3.1 Pratarik Metode ini biasanya dilakukan di pabrik. Pada metode ini kabel ditarik terlebih dahulu, kemudian beton dicor pada cetakan bersamaan dengan kabel tersebut. Jika kekuatan beton sudah mencapai kekuatan rencana, maka kabel di potong. Pada saat baja mengalami kontraksi, maka beton akan tertekan. Metode ini tidak menggunakan duct, yaitu saluran kabel di dalam beton.metode ini hanya bisa dilakukan untuk tendon yang lurus saja, dan tidak memungkinkan untuk tendon berbentuk kurva karena pengerjaan yang sulit. a. Kabel di tarik dan diangkur b. Beton dicorbersamaan dengan kabel dan dibiarkan mengeras c. Kabel dipotong dan beton akan mengalami gaya tekan Gambar 2.5 Metode Penarikan Kabel Pratarik 13

2.3.2 Pascatarik Proses penarikan kabel metode ini biasanya dilakukan di lapangan. Penarikan dilakukan setelah beton mengeras. Dengan metode ini memungkinkan membentuk kabel menjadi kurva karena sebelum beton dicor, terlebih dahulu disediakan duct (saluran kabel). Dengan adanya duct ini kita dapat membentuk alur kabel nantinya setelah beton mengeras. a. Kabel Dimasukkan ke Dalam Duct Setelah Beton Mengeras b. Kabel Ditarik d. Kabel Diangkur dan Di-grouting Gambar 2.6 Metode Penarikan Kabel Pasca Tarik 2.4 Jenis Balok Girder Berdasarkan bentuk tampang, girder beton jembatan secara umum dibedakan atas 3 jenis yaitu PCI girder, PCU girder, dan box girder. 2.4.1 PCI Girder PCI girder (Precast-Prestress Concrete I Girder) yaitu balok girder yang memiliki tampang bentuk huruf I. PCI girder ini terdiri atas beberapa buah balok 14

dalam satu bentang jembatan. Contoh struktur yang menggunakan PCI girder yaitu pada Jembatan Sudirman ini dan banyak konstruksi lainnya. Gambar 2.7 Bentuk tampang balok girder PCI Girder 2.4.2 PCU Girder PCU (Precast-Prestress Concrete U Girder) adalah balok girder yang memiliki bentuk tampang huruf U. Sama halnya seperti I girder, dalam satu bentang jembatan terdiri atas beberapa balok girder (balok segmental). Salah satu contoh penggunaan PCU girder ini adalah pada jembatan fly-over Amplas Medan. Jenis yang terakhir adalah box girder. Gambar 2.8 Bentuk tampang balok girder PCU Girder [Wika Beton] 15

2.4.3 Box Girder Box girder adalah jenis girder yang memiliki bentuk tampang box persegi. Contoh penggunaan box girder adalah pada jembatan fly-over Simpang Pos Medan. Bentuk tampang tersebut dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 2.9 Bentuk tampang balok girderbox Girder [https://dukenmarga. wordpress.com/category/sipil/] 2.5 Peraturan Pembebanan Sebelum melakukan perhitungan analisa struktur, hal yang terlebih dahulu dilakukan yaitu menganalisa beban-beban yang akan bekerja. Peraturan pembebanan yang tersedia sangatlah banyak, sehingga terkadang menyulitkan perencana untuk menentukan peraturan mana yang harus ia pakai. Peraturanperaturan tersebut diantaranya AASHTO, PPPJJR 1987, BMS 1992, dan RSNI 2005. Pada tugas akhir ini saya menggunakan peraturan RSNI 2005 sebagai acuan dalam menganalisa beban-beban rencana. Beban-beban rencana dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Beban mati 2. Beban hidup 16

3. Beban kejut 2.5.1 Beban mati Menurut RSNI 2005, beban mati adalah semua beban tetap yang berasal dari berat sendiri jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur tambahan yang dianggap merupakan satu kesatuan tetap dengannya. Tabel 2.1 Berat Isi Untuk Beban Mati (kn/m 3 ) No. Bahan Berat/ Satuan Isi (kn/m 3 ) Kerapatan Massa (kg/m 3 ) 1 Campuran aluminium 26,7 2720 2 Lapisan permukaan beraspal 22,0 2240 3 Besi tuang 71,0 7200 4 Timbunan tanah dipadatkan 17,2 1760 5 Kerikil dipadatkan 18,8-22,7 1920-2320 6 Aspal beton 22,0 2240 7 Beton ringan 12,25-19,6 1250-2000 8 Beton 22,0-25,0 2240-2560 9 Beton prategang 25,0-26,0 2560-2640 10 Beton bertulang 23,5-25,5 2400-2600 11 Timbal 111 11400 12 Lempung lepas 12,5 1280 17

13 Batu pasangan 23,5 2400 14 Neoprin 11,3 1150 15 Pasir kering 15,7-17,2 1600-1760 16 Pasir basah 18,0-18,8 1840-1920 17 Lumpur lunak 17,2 1760 18 Baja 77,0 7850 19 Kayu (ringan) 7,8 800 20 Kayu (keras) 11,0 1120 21 Air murni 9,8 1000 22 Air garam 10,0 1025 23 Besi tempa 75,5 7680 (Sumber: RSNI Standar Pembebanan untuk Jembatan 2005) Beban mati dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu beban mati primer dan beban mati sekunder. Beban mati primer adalah beban yang berupa berat sendiri dari pelat dan sistem lainnya yang dipikul langsung oleh masing-masing gelagar jembatan. Sedangkan beban mati sekunder adalah beban-beban yang berupa berat kerb, trotoar, tiang sandaran, dan lain-lain yang dipasang setelah pelat dicor. 2.5.2 Beban hidup Beban hidup yang harus ditinjau dalam perencanaan beban jembatan terdiri atas dua yaitu beban truk T dan beban lajur D. 18

Secara umum, yang menjadi penentu dalam perhitungan jembatan dengan bentang sedang sampai panjang adalah beban D, sedangkan beban T digunakan untuk bentang pendek. 2.5.2.1 Lajur lalu lintas rencana Lajur lalu lintas rencana harus memiliki lebar 2,75 m. Jumlah maksimum lajur lalulintas untuk berbagai lebar jembatan dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 2.2 Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana Tipe Jembatan (1) Lebar Jalur Kendaraan (m) (2) Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana (n 1) Satu lajur 4,0-5,0 1 Dua arah, tanpa median 5,5 8,25 11,3 15,0 Banyak arah 8,25 11,25 11,3 15,0 15,1 18,75 18,8 22,5 2 (3) 4 3 4 5 6 CATATAN (1) CATATAN (2) CATATAN (3) Untuk jembatan tipe lain, jumlah lajur lalu lintas rencana harus ditentukan oleh instansi yang berwenang. Lebar jalur kendaraan adalah jarak minimum antara kerb atau rintangan untuk satu arah atau jarak antara kerb/rintangan/median untuk banyak arah. Lebar minimum yang aman untuk dua-lajur adalah 6,0 m. Lebar jembatan antara 5,0 m sampai 6,0 m harus dihindari oleh 19

karena hal ini akan memberikan kesan kepada pengemudi seolah-olah memungkinkan untuk menyiap. (Sumber: RSNI Standar Pembebanan untuk Jembatan 2005) 2.5.2.2 Beban truk T Beban truk T adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana (RSNI 2005). Dalam perencanaan hanya diterapkan satu truk tiap lajur rencana. Jarak antara dua as truk tersebut dapat diubah-ubah 4 sampai 9 meter agar diperoleh pembebanan maksimum pada arah memanjang jembatan. Besar pembebanan dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 2.10 Pembebanan truk T (500 kn) [RSNI T-02-2005] Faktor penyebaran beban truk T pada arah melintang gelagar jembatan disajikan dalam tabel berikut: 20

Tabel 2.3 Faktor Distribusi Untuk Pembebanan Truk T Jenis bangunan atas Pelat lantai beton di atas: - balok baja I atau balok beton pratekan - balok beton bertulang T - balok kayu Jembatan jalur tunggal S/4,2 (bila S>3,0 m lihat catatan 1) S/4,0 (bila S>1,8 m lihat catatan 1) S/4,8 (bila S>3,7 m lihat catatan 1) Jembatan jalur majemuk S/3,4 (bila S>4,3 m lihat catatan 1) S/3,6 (bila S>3,0 m lihat catatan 1) S/4,2 (bila S>4,9 m lihat catatan 1) Lantai papan kayu S/2,4 S/2,2 Lantai baja gelombang tebal 50 mm atau lebih Kisi-kisi baja kurang dari tebal 100 mm tebal 100 mm atau lebih S/3,3 S/2,6 S/3,6 (bila S>3,6 m lihat catatan 1) S/2,7 S/2,4 S/3,0 (bila S>3,2 m lihat catatan 1) CATATAN 1 Dalam hal ini, beban pada tiap balok memanjang adalah reaksi beban roda dengan menganggap lantai antara gelagar ssebagai balok sederhana CATATAN 2 Geser balok dihitung untuk beban roda dengan reaksi 2S yang disebabkan oleh S/factor 0,5 CATATAN 3 S adalah jarak rata-rata antara balok memanjang (Sumber: RSNI Standar Pembebanan untuk Jembatan 2005) 21

Kriteria pengambilan bentang efektif S adalah sebagai berikut: a. Untuk pelat lantai yang bersatu dengan balok atau dinding (tanpa peninggian), S = bentang bersih b. Untuk [pelat lantai yang didukung pada gelagar dari bahan berbeda atau tidak dicor menjadi kesatuan, S = bentang bersih+setengah lebar dudukan tumpuan. Faktor beban dinamis (FBD) merupakan hasil pengaruh antara beban kendaraan yang bergerak dengan jembatan.untuk pembebanan truk ditetapkan sebesar 30%. Harga ini dikhususkan untuk bangunan yang berada di atas permukaan tanah. 2.5.2.3 Beban lajur D Beban lajur D merupakan beban yang bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Besarnya beban lajur bergantung pada besarnya lebar jalur kendaraan rencana. Beban lajur D terdiri atas 2 jenis yaitu beban terbagi rata, dan beban garis. a. Beban terbagi rata Beban ini dilambangkan q kpa dengan intensitas beban bergantung pada panjang bentang total yang dibebani. Besarnya beban yaitu sebagai berikut: L 30 m ; q = 9,0 kpa L > 30 m ; q dapat dilihat pada grafik dibawah Dengan: q adalah intensitas beban terbagi rata dalam arah memanjang jembatan (kpa) 22

L adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter) Gambar 2.11 Beban D : beban terbagi rata vs panjang bentang yang dibebani [RSNI T-02-2005] b. Beban garis Beban ini dilambangkan p kn/m dengan arah yang tegak lurus terhadap arus lalu lintas pada jembatan. Besar beban garis yaitu 49 kn/m. Faktor beban dinamik (FBD) untuk beban lajur garis D dapat dilihat dalam gambar berikut Gambar 2.12 Faktor beban dinamis untuk beban garis terbagi rata D [RSNI T-02-2005] 23

Sistem pembebanan beban terbagi rata dan beban garis dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 2.13 Beban lajur D [RSNI T-02-2005] Penyebaran beban D harus diperhatikan dan memenuhi persyaratan sebagaimana yang tertera pada RSNI T-02-2005 yaitu sebagai berikut: 1. Bila lebar jalur kendaraan jembatan kurang atau sama dengan 5,5 m, maka beban D harus ditempatkan pada seluruh jalur dengan intensitas 100%. 2. Apabila lebar jalur lebih besar dari 5,5 m, beban D harus ditempatkan pada jumlah lajur lalu lintas rencana (n1) yang berdekatan (table 2.2) dengan intensitas 100%. Hasilnya adalah beban garis ekuivalen sebesar n 1 x2,75 q kn/m dan beban terpusat ekuivalen sebesar n 1 x 2,75 p kn, kedua-duanya bekerja berupa strip pada jalur selebar n 1 x 2,75 m. 3. Lajur lalu lintas rencana yang membentuk strip ini bisa ditempatkan dimana saja pada jalur jembatan. Beban D tambahan harus ditempatkan pada seluruh lebar sisa dari jalur dengan intensitas sebesar 50%. Susunan pembebanan dapat dilihat pada gambar berikut: 24

Gambar 2.14 Penyebaran pembebanan arah melintang 2.6 Kombinasi Pembebanan Kombinasi beban rencana dikelompokkan ke dalam kelompok-kelompokkelompok yaitu: a. Kombinasi dalam batas daya layan b. Kombinasi dalam batas ultimit c. Kombinasi dalam perencanaan berdasarkan tegangan kerja Faktor beban yang digunakan untuk menghitung aksi rencana disajikan dalam table berikut: 25

Tabel 2.4 Faktor Pembebanan Pasal No Nama Aksi Simbol (1) Lamanya waktu (3) Faktor Beban pada Keadaan Batass Daya Layan K S;xx; Ultimit K U;;XX; Normal Terkurangi 5.2 Berat Sendiri P MS Tetap 1,0 *(3) *(3) 5.3 Beban Mati Tambahan P MA Tetap 1,0/1,3 (3) 2,0/1,4 (3) 0,7/0,8 (3) 5.4 Penyusutan dan Rangkak P SR Tetap 1,0 1,0 N/A 5.5 Prategang P PR Tetap 1,0 1,0 N/A 5.6 Tekanan Tanah P TA Tetap 1,0 *(3) *(3) 5.7 Beban Pelaksanaan Tetap 6.3 Beban Lajur D 6.4 Beban Truk T P PL Tetap 1,0 1,25 N/A T TD Trans 1,0 1,8 N/A T TT Trans 1,0 1,8 N/A 6.7 Gaya Rem T TB Trans 1,0 1,8 N/A 6.8 Gaya Sentrifugal T TR Trans 1,0 1,8 N/A 6.9 Beban Trotoar T TP Trans 1,0 1,8 N/A 6.10 Beban-Beban Tumbukan T TC Trans *(3) *(3) N/A 7.2 Penurunan P ES Tetap 1,0 N/A N/A 7.3 Temperatur T ET Trans 1,0 1,2 0,8 7.4 Aliran/Benda Hanyutan T EF Trans 1,0 *(3) N/A 26

7.5 Hidro/Daya Apung T EU Trans 1,0 1,0 1,0 7.6 Angin T EW Trans 1,0 1,2 N/A 7.7 Gempa T EQ Trans N/A 1,0 N/A 8.1 Gesekan T BF Trans 1,0 1,3 0,8 8.2 Getaran T VI Trans 1,0 N/A N/A 8.3 Pelaksanaan T CL Trans *(3) *(3) *(3) CATATAN (1) Simbol yang terlihat hanya untuk beban nominal, simbol unntuk beban rencana menggunakan tanda bintang, untuk P MS = berat sendiri nominal, P* MS = Berat sendiri rencana CATATAN (2) Trans = transien CATATAN (3) Untuk penjelasan lihat pasal yang sesuai CATATAN (4) N/A menandakan tidak dapat dipakai. Dalam hal dimana pengaruh beban transien adalah meningkatkan keamanan, faktor beban yang cocok adalah nol (Sumber: RSNI Standar Pembebanan untuk Jembatan 2005) Tabel 2.5 Faktor Beban Untuk Berat Sendiri Faktor Beban Jangka Waktu K S;;MS; Biasa K U;;MS; Terkurangi Baja, aluminium 1,0 1,1 0,9 Tetap Beton pracetak 1,0 Beton dicor di tempat 1,0 1,2 1,3 0,85 0,75 Kayu 1,0 1,4 0,7 (Sumber: RSNI Standar Pembebanan untuk Jembatan 2005) 27

Tabel 2.6 Faktor Beban Untuk Beban Mati Tambahan Faktor Beban Jangka Waktu K S;;MA; Biasa K U;;MA; Terkurangi Tetap Keadaan umum 1,0 (1) Keadaan khusus 1,0 2,0 1,4 0,7 0,8 CATATAN (1) Faktor beban daya layan 1,3 digunakan untuk berat utilitas (Sumber: RSNI Standar Pembebanan untuk Jembatan 2005) 2.7 Kabel prategang 2.7.1 Daerah aman kabel Daerah aman kabel yaitu daerah sepanjang balok dimana bila kabel ditempatkan pada daerah tersebut tidak akan menyebabkan terjadinya tegangan yang melebihi tegangan izinnya. Untuk mendapatkan daerah aman kabel dilakukan langkah-langkah perhitungan berikut: Cari nilai modulus penampang serat atas dan bawah (Wa dan Wb) Wa = dan Wb = Dimana : ya = jarak pusat berat ke serat atas yb = jarak pusat berat ke serat bawah Cari jarak pusat ke serat atas dan bawah kern ( ka dan kb) Ka = dan Kb = Dimana : Ac = Luas penampang 28

Cari limit kern atas dan bawah (k a dan k b) Menurut binamarga (2011), limit kern yaitu daerah sepanjang balok dimana gaya aksial tekan tidak akan menyebabkan tegangan yang melebihi tegangan izinnya (baik tarik maupun tekan) K a = max dari nilai. σ σ /atau. σ σ / Dimana σg = tegangan akibat prategang saat kondisi layan = K b = min dari nilai. σ σ /atau. σ σ / Dimana σgi = tegangan akibat prategang saat penarikan kabel = Diperoleh daerah aman kabel dengan rumus berikut E oa = k a + M max /P E ob = k b + M DL /P i Hubungan limit kern dengan daerah aman kabel dapat dilihat dalam gambar berikut Gambar 2.15 Hubungan limit kern dan daerah aman kabel [Binamarga 2011] 29

(a) Desain normal; (b) desain optimum (hanya ada satu solusi P dan eo); (c) Penampang tidak kuat (preliminary) Gambar 2.16 Bentuk tipikal daerah aman kabel [Binamarga 2011] 2.7.2 Kehilangan gaya prategang Kehilangan gaya prategang ada yang bersifat segera (short term) dan kehilangan yang bergantung waktu (long term). 2.7.2.1 Short term 2.7.2.1.1 Kehilangan akibat gesekan Bila kabel lurus atau agak melengkung ditarik, maka gesekan terhadap dinding saluran atau kisi-kisi penyekat akan mengakibatkan kehilangan tegangan 30

yang semakin bertambah menurut jaraknya dari dongkrak ( Raju, N Krishna 1988). berikut: Kehilangan tegangan akibat gesekan dapat dihitung menggunakan rumus f 0 = f x e (µα+kl) Dimana : f 0 = tegangan baja prategang pada saat jacking sebelum seating f x = tegangan baja prategang di titik x sepanjang tendon e= nilai dasar logaritmik natural naverian µ= koefisien friksi, bila tidak disebutkan dalam spesifikasi material nilainya dapat dilihat pada tabel 2-1 koefisien friksi α= perubahan sudut total dari profil layout kabel dalam radian dari titik jacking K= koefisien wobble, bila tidak disebutkan dalam spesifikasi material nilainya dapat dilihat pada tabel 2-1 koefisien friksi L= panjang baja prategang diukur dari titik jacking Nilai-nilai koefisien µ 0,55 untuk baja yang bergerak pada beton yang licin 0,35 untuk baja yang bergerak pada baja yang dijepit di saluran 0,25 untuk baja yang bergerak pada baja yang dijepit di beton 0,25 untuk baja yang bergerak pada timah 0,18-0,30 untuk kabel tali kawat berlapis banyak di dalam selongsong baja persegi panjang yang tegar 31

0,15-0,25 untuk kabel tali kawat berlapis banyak dengan pelat-pelat pengatur jarak ke arah lateral Saran ini disarankan atas pekerjaan eksperimental yang dilakukan oleh Guyondan Cooley Nilai-nilai koefisien K 0,15 per 100 m untuk kondisi normal 1,5 per 100 m untuk saluran berdinding tipis dan di mana dijumpai getarangetaran hebat dan dalam kondisi-kondisi yang merugikan lainnya (Raju, N Krishna 1988) 2.7.2.1.2 Kehilangan akibat slip pengangkuran Apabila kabel pada sistem pratarik ditarik dan jack dilepas, maka angkur yang dipasang untuk menahan kawat-kawat akan mengalami slip pada jarak yang pendek sebelum kawat-kawat tersebut berada pada posisi yang kokoh. Akibat adanya slip angkur ini akan mengakibatkan kehilangan gaya prategang pada kabel. Menurut Bina Marga (2011), besarnya slip angkur tergantung pada sistem prategang yang digunakan, nilainya bervariasi antara 3-10 mm. Kehilangan prategang akibat slip angkur ditentukan dengan rumus berikut: ( ) 32

Dimana fa= Kehilangan prategang akibat slip angkur d= kehilangan akibat friksi padda jarak L dari titik penarikan x= panjang yang terpengaruh akibat slip angkur L= Jarak antara titik penarikan dengan titik dimana kehilangan diketahui L= slip angkur, normalnya 6 mm sd. 9 mm Gambar 2.17 Slip angkur 2.7.2.1.3 Kehilangan akibat pemendekan elastis Ketika gaya prategang diaplikasikan ke tendon, maka tendon akan mentransfer gaya tersebut ke beton yang menyelimutinya. Pentransferan gaya ini akan mengakibatkan pemendekan beton. Dengan adanya pemendekan beton tersebut maka akan terjadi kehilangan sebahagian gaya yang diaplikasikan ke balok tersebut. Kehilangan pemendekan beton pasca-tarik akibat pemendekan elastis tidak ada jika kabel ditarik secara bersamaan. Namun jika penarikan dilakukan secara tidak bersamaan, kehilangan gaya pratekan sebesar ½ kali nilai pra-tarik. 33

Tegangan di level prategang: Fcsj = 0 ( ) ( ) 1 Dimana: Pi : Gaya pratekan saat initial Acj : Luas beton saat jacking exj rj : eksentrisitas kabel pada jarak x saat jacking : jari-jari girasi saat jacking Mdj :Momen akibat beban mati saat jacking Icj :Inersia beton saat jacking Kehilangan tegangan pada beton pra tarik dimana: Eps : modulus elastisitas kabel Eci : modulus elastisitas beton saat transfer Kehilangan tegangan pada beton pasca tarik dengan penarikan secara tidak bersamaan per 1 tendon diperoleh jumlah penarikan f ES = 34

2.7.2.2 Long term 2.7.2.2.1 Kehilangan akibat penyusutan Beton yang tidak terendam air secara terus menerus (kelembaban 100%) akan mengalami pengurangan volume. Proses ini disebut penyusutan beton. Menurut bina marga 021/BM/2011 besarnya susut yang terjadi pada beton dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya: Proporsi campuran Jenis agregat Rasio w/c Jenis semen Jenis dan waktu curing Ukuran dan bentuk, atau rasio volume terhadap permukaan (V/S) Kondisi lingkungan, kelembaban rata-rata di lokasi jembatan Rumus umum kehilangan tegangan berdasarkan PCI (Prestressed Concrete Institute) yaitu: ( ) ( ) Dimana: K sh = konstanta yang bernilai 1 untuk pretension. Adapun untuk posttension nilainya diberikan pada tabel di bawah Eps = Modulus elastisitas baja prategang (MPa) R h = Kelembaban relative (%) V/S = volume/luas permukaan (inci) 35

Tabel 2.7 Tabel K sh untuk pasca-tarik t (hari) 1 3 5 7 10 20 30 60 Ksh 0.92 0.85 0.8 0.77 0.73 0.64 0.58 0.45 Catt: jumlah hari yang dimaksud adalah jumlah rentang hari antara akhir curing dan pengerjaan stressing 2.7.2.2.2 Kehilangan akibat rangkak Jika beton dibebani secara konstan sehingga regangan beton meningkat, peristiwa ini disebut rangkak. Menurut bina marga 021/BM/2011 regangan pada beton umumnya disebabkan oleh 3 hal yaitu susut, rangkak, dan beban itu sendiri. Regangan akibat rangkak dan susut bergantung pada fungsi waktu (time-dependent), sedangkan regangan akibat beban disebut regangan seketika. Perkiraan kehilangan tegangan akibat rangkak dapat dihitung dengan rumus AASHTO (CL.5.9.5.4.3 AASHTO-2004) berikut: f cr = 12 f cs 7 f cdp 0 Catt: f cs = tegangan beton di level pusat prategang f cdp = perbedaan tegangan beton di level pusat pratekan akibat beban permanen dengan pengecualian beban yang bekerja saat gaya pratekan diaplikasikan 2.7.2.2.3 Kehilangan akibat relaksasi baja Relaksasi diartikan sebagai penurunan tegangan secara perlahan terhadap regangan yang konstan. Besarnya kehilangan tegangan akibat relaksasi tidak hanya bergantung lamanya waktu diaplikasikan gaya prategang, tetapi juga 36

bergantung terhadap rasio fpi/fpy yakni tegangan awal initial dan tegangan leleh baja. Perhitungan kehilangan tegangan akibat relaksasi baja dapat dihitung menggunakan rumus Δf r =. ( ) ( ) /. / untuk baja stress-relieved Δf r =. ( ) ( ) /. / untuk baja low-relaxation Dimana: t2,t1= waktu akhir dan waktu awal interval (jam) f pi = tegangan awal baja prategang (MPa) Δf r = Kehilangan akibat relaksasi (MPa) 2.8. Tegangan dan lendutan Perhitungan tegangan didasarkan atas dua kondisi yaitu: 1. Tegangan pada saat kondisi awal Yaitu tegangan yang terjadi pada kondisi awal, biasanya akibat berat sendiri balok pada saat transfer 2. Tegangan pada saat kondisi layan Yaitu tegangan yang timbul saat semua beban rencana bekerja pada balok. Diagram tegangan pada kedua kondisi di atas dapat dilihat pada gambar berikut. 37

Gambar 2.18 Diagram Tegangan pada Balok Beton Prategang Rumus umum perhitungan tegangan (Manual Bina Marga 021/BM/2011) adalah sebagai berikut: Kondisi awal:.(1.7.3.1).(1.7.3.2) 38

Kondisi Layan:..(1.7.3.3).(1.7.3.4) Dimana: (tegangan izin tarik kondisi awal) (tegangan izin tekan kondisi awal) (tegangan izin tarik kondisi layan) (tegangan izin tekan kondisi layan) Mmin= Momen maksimum yang bekerja pada kondisi awal, biasanya momen akibat berat sendiri balok pada saat transfer. Mmax= Momen total maksimum yang bekerja pada kondisi akhir atau layan Lendutan yang terjadi akibat bekerjanya beban beban harus dikontrol. Lendutan yang terjadi tidak boleh melebihi lendutan izin yang disyaratkan pada 021/BM/2011 sebagai berikut. Tabel 2.8 Tabel batasan defleksi berdasarkan BMS (l=panjang bentang) Jenis Elemen Bentang sederhana atau menerus Defleksi yang ditinjau Defleksi akibat beban hidup layan dan beban impak Defleksi maksimum yang diizinkan Beban kendaraan l/800 l/1000 Beban kendaraan + pejalan kaki Kantilever l/400 l/375 39

2.9 Sistem Komposit 2.9.1 Pengertian Konstruksi balok komposit adalah sebuah konstruksi yang bahan-bahannya terdiri dari dua jenis material yang berbeda sifatnya, yang disatukan sedemikian rupa, sehingga bekerja sama memikul beban, dimana sebelum menyatu salah satu dari kedua-dua bahan tadi mampu memikul beban tertentu. Konstruksi komposit bias merupakan perpaduan antara baja dengan beton, kayu dengan beton, dan lain-lain. Kostruksi komposit dibuat sedemikian rupa dengan memanfaatkan keunggulan dari masing-masing bahan, dari kedua jenis bahan yang berbeda tadi, terutama dalam kemampuannya memikul gaya tarik dan gaya tekan. Hal ini dapat dijumpai pada baja dan beton. Secara umum telah diketahui bahwa baja adalah bahan yang sangat kuat terhadap gaya tarik dan kuat juga terhadap gaya tekan. Namun diketahui pula bahwa gaya tekan yang dapat dipikul sangat erat kaitannya dengan kelangsingan profil. Sebaliknya, beton sangat kuat memikul gaya tekan dan sangat lemah terhadap gaya tarik, sehingga sangat ideal untuk memikul gaya tekan saja, baik akibat gaya normal atau akibat momen lentur. Maka, untuk bangunan yang memakai lantai beton, baik jembatan atau gedung, alangkah idealnya bila dikompositkan dengan balok baja. 40

2.9.2 Aksi Komposit Gambar 2.19 Skema Aksi Komposit Aksi komposit terjadi apabila dua batang/bagian struktur pemikul beban, misalnya konstruksi lantai beton dan balok profil baja, dihubungkan secara komposit menjadi satu, sehingga dapat melentur secara menyatu. Aksi komposit dapat terjadi apabila anggapan-anggapan berikut ini dapat dipenuhi atau mendekati keadaan sebenarnya antara lain : a. Lantai beton dengan balok profil baja dihubungkan dengan penghubung geser secara tepat pada seluruh batangnya. b. Gaya geser pada penghubung geser adalah sebanding secara proporsional dengan beban pada penghubung geser. c. Distribusi tegangan adalah linier di setiap penampang. 41

d. Lantai beton dan balok baja tidak akan terpisah secara vertical di bagian maupun sepanjang batangan. 2.9.3 Pra Dimensi Menurut peraturan AASHTO, tinggi balok gabungan : Tinggi gelagar baja ( h ) + plat beton ( tb ) = L / 25 Tinggi gelagar baja ( h ) = L / 30 Dimana : L : panjang bentang dimuati 2.9.4 Lebar Efektif Penentuan lebar efektif pelat beton berdasarkan nilai yang terkecil adalah : B < L / 4 B < Jarak as as gelagar baja B < 12 x tb 2.9.5 Konstruksi Komposit 2.9.5.1 Tanpa Perancah Perencanaan jembatan tanpa perancah (balok baja tidak ditopang) berarti : Sebelum beton mengeras, berat sendiri ditahan (dipikul) oleh balok baja saja. Sesudah beton mengeras, berat sendiri tambahan dan beban hidup ditahan komposit. 42

Tegangan yang terjadi pada gabungan balok dengan anggapan bahwa beton sebelum dan sesudah pembebanan penuh masih dalam keadaan elastic, dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Tegangan pada serat atas flens gelagar baja 2. Tegangan pada serat bawah flens gelagar baja 3. Tegangan pada serat atas pelat beton 4. Tegangan pada serat bawah pelat beton 2.9.5.2 Dengan Perancah Apabila gelagar baja tersebut diberi tumpuan pembantu (perancah) pada saat pengecoran lantai beton sampai mongering sehingga kekuatannya mencapai 75% dari kekuatan seharusnya (tegangan karakteristik) baru tumpuan / perancah dibuka dimana berat sendiri struktur maupun beban bergerak (lalu-lintas) dan tambahan yang diperhitungkan dipikul sepenuhnya oleh gelagar komposit. Tegangan yang terjadi pada gabungan balok dengan anggapan bahwa beton sesudah pembebanan penuh masih dalam keadaan elastic, dapat diuraikan sebagai berikut : 43

1. Tegangan pada serat atas flens gelagar baja 2. Tegangan pada serat bawah flens gelagar baja 3. Tegangan pada serat atas pelat beton 4. Tegangan pada serat bawah pelat beton dimana : Mbs = Momen akibat berat sendiri struktur yang meliputi : berat pelat beton, pembungkus flens, gelagar melintang (diafragma), trotoir, dll. Mbg = Momen akibat beban bergerak (lalu-lintas) diatasnya. Mbt = Momen akibat beban tambahan setelah pengecoran beton seperti : berat aspal, sandaran, pipa railing, dll. Wa = Momen perlawanan (Resisten Momen) gelagar baja pada flens atas. Wb Wac Wbc = Momen perlawanan gelagar baja pada flens bawah. = Momen perlawanan gelagar komposit pada serat atas baja. = Momen perlawanan gelagar komposit pada serat bawah baja. W ac = Momen perlawanan gelagar komposit pada serat pelat beton. 44

2.9.6 Shear Connector (Hubungan Geser) Hubungan geser dan tulangan melintang harus diadakan sepanjang gelagar untuk menyalurkan gaya geser memanjang dan gaya pemisah antara lantai beton dan gelagar baja mengabaikan pengaruh ikatan antara keduanya. Hubungan geser harus direncanakan dengan cara kekuatan batas. Geser memanjang per satuan panjang gelagar komposit harus juga ditentukan dengan keadaan batas. 2.9.6.1 Perencanaan Gaya geser total antara tempat Momen maksimum dan titik belok adalah harga terkecil (menurut AISC) dari : (a) (b) dimana : f c = kuat tekan beton Ac = luas pelat beton yang sebenarnya As = luas profil baja fy = tegangan leleh baja Persamaan (a) menunjukkan kapasitas pelat beton (b) menunjukkan kapasitas profil baja 2 = menunjukkan factor keamanan Banyaknya penghubung geser di satu sisi dari M max : q = gaya geser yang diizinkan untuk satu penghubung geser. 45

Berikut harga q menurut AISC : Jenis AISC AASHTO STUD SPIRAL CANAL ( ) ( ) Fungsi penghubung geser ini adalah untuk membuat plat lantai beton dan gelagar baja bekerja sama. Penghubung geser ini dipasang diatas pelat tepi atas gelagar baja dihubungkan dengan las atau paku keeling dimana sambungan las dan paku keeling tersebut sama dengan kekuatan penghubung geser itu sendiri (shear connector). Penghubung geser yang biasa dipakai : 1. Paku : jarak minimum antar paku arah memanjang tidak boeh kurang dari 10 cm dan antara paku dalam arah lurus balok (gelagar) minimum (d+3) cm dengan d : diamneter paku. Penempatan paku pada sayap gelagar, jarak sisi sayap dengan paku maksimum 2,5 cm. Kekuatan sebuah penghubung geser : Qa = 5,5 d 2 untuk H / d 5,5 Qa = 10.d.H. untuk H / d 5,5 46

dimana : d = diameter paku H = tinggi paku = tegangan izin beton 2. Baja Kanal Kekuatan :. / dimana : tf tw l : tebal maksimum flens : tebal badan kanal : panjang baja kanal : tegangan izin beton 3. Batang angker diagonal Kekuatan : Qa = As. 47

dimana : As = luas penampang angker 2.9.6.2 Syarat = tegangan tarik angker Garis berat shear connector minimum berada pada besi tulangan bawah lantai beton. Jarak maksimum shear connector jalur memanjang gelagar : 50 cm ( 3 x tebal pelat lantai beton) dan jarak minimum : 10 cm. Penempatan shear connector berdasarkan pada tren gaya lintang gelagar sehingga jarak shear connector kearah lapangan semakin besar. Jarak penghubung geser berdasarkan analisa elastic diperoleh : dimana : a : jarak penghubung geser I : momen inersia gelagar komposit K : gaya pikul shear connector dalam satu baris ( n x Q ) S : statis momen pelat beton Dx : gaya lintang pada jarak x dari tepi 2.9.7 Lendutan Lendutan maksimum yang diizinkan : L / 500. dimana : L = panjang bentang 48

2.9.8 Teori LRFD 2.9.8.1 Komponen Memikul Lentur Komponen struktur lentur direncanakan sedemikian rupa sehingga memenuhi persamaan : Ф b.m n > M u 2.1 Dengan : Ф b = 0,90 M n = tahanan momen nominal M u = momen lentur akibat beben terfaktor Kondisi batas yang diperhitungkan dalam menentukan kuat lentur nominal sebuah balok adalah : 1. kelelehan penampang 2. tekuk a. Lokal (sayap dan badan) b. tekuk lateral torsi Bahaya tekuk lokal pada balok yang menerima lentur terjadi di bagian pelat penampanf yang menerima tekan. Batas maksimum rasio lebar tebal pelat badan maupun pelat sayap akan lebih besar dibandingkan rasio untuk batang tekan. Batasan kelangsingan penampang baja WF adalah sebagai berikut : 1. Pelat sayap 2.2 2. Pelat badan 2.3 Penampang balok lentur sebagai fungsi parameter kelangsingan : 1. Penampang kompak ( ) 49

M n = M p = Z x.f y 2.4 Dimana : Z x = modulus penampang plastis (mm 3 ) f y = tegangan leleh penampang (MPa) 2. Penampang tak kompak ( ) M n = M r = S x.(f y - f r ) 2.5 Dimana : f y = tegangan leleh f r = tegangan sisa Sx = modulus penampang elastis Besarnya tegangan sisa f r = 70 MPa untuk penampang gilas panas, dan 115 MPa untuk penampang dilas. Bagi penampang tak kompak yang mempunyai, maka besarnya tahanan nominal, M n = 2.6 3. Penampang langsing ( ) M n = M r. / 2.7 Kondisi batas tekuk torsi ditinjau dengan membagi jenis balok menurut panjang bentang yang tak terkekang secara lateral L. Pemasangan penopang lateral dengan jarak L yang semakin pendek akan meningkatkan nilai M n. pada bentang yanmg sangat pendek, nilai kuat lentur nominal dapat mencapai momen plastis penampang M p. 50

Gambar 2.20 Kondisi batas tekuk lentur torsi pada balok lentur (Sumber :Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD, Agus Setiwan) Untuk penampang baja WF dan kanal ganda, nilai batas L p dan L r adalah sebagai berikut : L p = 1,76 r y 2.8 L r = ( ) ( ) 2.9 Dimana : r y = jari-jari girasi penampang = I y = momen inersia penampang E = modulus elastisitas penampang f y = tegangan leleh penampang f r = tegangan sisa penampang X 1 = 2.10 S x = modulus panampang elastis pada arah sumbu x 51

G = modulus geser bahan = 80000 MPa J = momen inersia polar atau konstanta puntir torsi = b = panjang bagian penampang t = tebal penampang X 2 =. / 2.11 C w = momen inersia pilin (warping) atau konstanta puntir lengkung C w = dan h adalah jarak antar titik berat pelat sayap. Kuat lentur nominal balok baja, M n ditentukan oleh beberapa kondisi batas, yaitu : a. Kondisi leleh penuh (L L p ) M n = M p = Z x.f y 2.12 b. Kondisi tekuk torsi lateral inelastik (L p < L< L r ) M n = 0 ( ) 1 2.13 Dimana : C b = faktor pengali momen lentur nominal C b = 2.14 M max = momen maksimum pada bentang yang ditinjau M A M B M C = momen pada ¼ bentang tak terkekang = momen pada tengah bentang tak terkekang = momen pada ¾ bentang tak terkekang c. Kondisi tekuk torsi lateral elastik (L L r ) M n = M cr =. / 2.15 52

2.9.8.2 Komponen Memikul Geser Pelat badan sebuah balok baja yang memikul gaya geser terfaktor, V u harus direncanakan sedemikian rupa sehingga selalu terpenuhi hubungan : V u Ф v.v n 2.16 Dimana : Ф v = faktor reduksi kuat geser, diambil 0,9 V n = kuat geser nominal, dianggap disumbangkan hanya oleh badan. Kuat geser nominal balok baja, V n untuk profil WF dan C ganda kompak ( ) ditentukan oleh kondisi batas leleh atau tekuk pada pelat badan. a. leleh pada pelat badan (Plastik sempurna) jika kelangsingan pelat badan memenuhi hubungan 2.17 Maka kuat geser nominal dengan leleh pada pelat badan dihitung sebagai berikut : Dengan : V n = 0,6.f yw.a w 2.18 k n =. / a f y A w = Jarak antar pengaku lateral pada penampang = tegangan leleh pelat badan = luas kotor pelat badan b. tekuk inelastik pada pelat badan jika kelangsingan pelat badan memenuhi hubungan 2.19 53

Maka kuat geser nominal dengan tekuk inelastik pada pelat badan dihitung sebagai berikut : [ ]. / 2.20 c. tekuk elastik pada pelat badan jika kelangsingan pelat badan memenuhi hubungan 2.21 Maka kuat geser nominal dengan tekuk elastik pada pelat badan dihitung sebagai berikut :. / 2.22 2.9.8.3 Kuat lentur nominal Kuat lentur nominal dari suatu komponen struktur komposit (untuk momen positif) a. Untuk 2.27 M n Kuat momen nominal yang dihitung berdasarkan distribusi tegangan plastis Ф b = 0,85 b. Untuk 2.28 M n Kuat momen nominal yang dihitung berdasarkan superposisi tegangan-tegangan elastis yang memperhitungkan pengaruh tumpuan sementara (perancah) Ф b = 0,90 54

(a) (b) (c) Gambar 2.21 Kuat lentur nominal berdasarkan distribusi tegangan plastis (Sumber :Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD, Agus Setiwan) Kuat lentur nominal yang dihitung berdasarkan distribusi tegangan plastis, dapat dikategorikan menjadi dua kasus sebagai berikut : 1. Sumbu netral plastis jatuh pada pelat beton Dengan mengacu pada gambar 2.21, maka besar gaya tekan C adalah : C = 0,85. f c. α. b E 2.29 Gaya tarik T pada profil baja adalah sebesar : T = A s. f y 2.30 Dari keseimbangan gaya C = T, maka diperoleh : α = 2.31 Kuat lentur nominal dapat dihitung dari gambar 2.9.a : M n = C. d 1 2.32 Atau = T. d 1 = A s. f y. 2.33 Jika dari hasil perhitungan persamaan 2.9 ternyata a > t s, maka asumsi harus diubah. Hasil ini menyatakan bahwa pelat beton tidak cukup kuat untuk mengimbangi gaya tarik yang timbul pada profil baja. 55

2. Sumbu netral plastis jatuh pada profil baja Apabila ke dalam balok tegangan beton, α, ternyata melebihi tebal pelat beton, maka distribusi tegangan dapat ditunjukkan seperti pada gambar 2.9.c. gaya tekan, C c, yang bekerja pada beton adalah sebesar : C c = 0,85. f c. b E. t s 2.34 Dari keseimbangan gaya, diperoleh hubungan : T = C c + C s 2.35 Besar T sekarang lebih kecil daripada A s. f y, yaitu : T = A s. f y - C s 2.36 Dengan menyamakan persamaan 2.13 dan 2.14 diperoleh C s = 2.37 Atau dengan mensubtitusikan persamaan 2.12, diperoleh bentuk : C s = 2.38 Kuat lentur nominal diperoleh dengan memperhatikan gambar 2.9.c : M n = C c. d 2 + C s. d 2 2.39 2.9.8.4 Konsep Dasar LRFD Dua filosofi yang sering digunakan dalam perencanaan struktur baja adalah perencanaan berdasarkan tegangan kerja / working stress design (Allowable Stress Design / ASD) dan perencanaan kondisi batas / limit states design (Load and Resistance Factor Design/ LRFD). Metode ASD dalam perencanaan struktur baja telah digunakan dalam kurun waktu kurang lebih 100 tahun. Dan dalam 20 tahun terakhir prinsif 56

perencanaan struktur baja mulai beralih ke konsep LRFD yang jauh lebih rasional dengan berdasarkan pada konsep probabilitas. Dalam metode LRFD tidak diperlukan analisa probabilitas secara penuh, terkecuali untuk situasi-situasi tidak umum yang tidak diatur dalam peraturan. Metode LRFD untuk perencanaan struktur baja yang diatur dalam SNI 03-1729- 2002, berdasarkan pada metode First Order Second Moment (FOSM) yang menggunakan karakteristik statistik yang lebih mudah dari tahanan dan beban. 2.9.8.4.1 Desain LRFD struktur baja Secara umum suatu struktur dikatakan aman apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut : ФR n γ i. Q i 2.42 Bagian kiri dari persamaan 2.1 merepresentasikan tahanan atau kekuatan dari sebuah komponen atau sistem struktur. Dan bagian kanan persamaan menyatakan beban yang harus dipikul struktur tersebut, jika tahanan nominal R n dikalikan suatu faktor tahanan Ф maka akan diperoleh tahanan rencana. Namun demikian, berbagai macam beban (beban mati, beban hidup, gempa dan lain-lain) pada bagian kanan persamaan 2.42 dikalikan suatu faktor beban γ i untuk mendapatkan jumlah beban terfaktor γ i. Q i. 2.9.8.4.2 Faktor tahanan Faktor tahanan dalam perencanaan struktur berdasarkan metode LRFD, ditentukan dalam tabel berikut : Tabel 2.9Faktor reduksi (Ф) untuk keadaan kekuatan batas Kuat rencana untuk Faktor reduksi Komponen struktur yang memikul lentur : 57

Balok Balok pelat berdinding penuh Pelat badan yang memikul geser Pelat badan pada tumpuan pengaku Komponen struktur yang memikul gaya tekan aksial : Kuat penampang Kuat komponen struktur Komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial : Terhadap kuat tarik leleh Terhadap kuat tarik fraktur Komponen struktur yang memikul aksi-aksi kombinasi : Kuat lentur atau geser Kuat tarik Kuat tekan Komponen struktur komposit : Kuat tekan Kuat tumpu beton Kuat lentur dengan distribusi tegangan plastik Kuat lentur dengan distribusi tegangan elastik Sambungan baut : Baut yang memikul geser Baut yang memikul tarik Baut yang memikul kombinasi geser dan tarik Lapis yang memikul tumpu Sambungan las : Las tumpul penetrasi penuh Las sudut dan las tumpul penetrasi sebagian Las pengisi 0,90 0,90 0,90 0,90 0,90 0,85 0,85 0,90 0,75 0,90 0,90 0,85 0,85 0,60 0,85 0,90 0,75 0,75 0,75 0,75 0,90 0,75 0,75 (Sumber :Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan gedung, SNI 03-1729-2002) 58