BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Jembatan merupakan sebuah struktur yang sengaja dibangun untuk menyeberangi jurang atau rintangan seperti sungai, lembah, rel kereta api maupun jalan raya. Struktur jembatan dapat terbuat dari bahan baja, beton bertulang, dan komposit (baja dan beton bertulang). Dalam tugas akhir ini, yang dibahas adalah mengenai jembatan yang terbuat dari baja. Jembatan baja adalah jembatan yang mayoritas bahannya dari baja, sedangkan untuk konstruksinya tergantung pada jenis jembatan yang akan dibuat. Baja telah banyak dikenal dalam dunia konstruksi. Baja merupakan bahan elemen struktur yang memiliki ketahanan terhadap kekuatan tarik tetapi cukup lemah dalam menahan tekan, dimana bahan penyusun umumnya berupa Besi (Fe) dan Carbon (C) dimana memiliki tambahan bahan penyusun seperti mangan, batu kapur, Fosfor, dan Sulfur. Baja yang akan digunakan dalam struktur dapat diklasifikasikan menjadi: 1. Baja karbon, dibagi menjadi 3 kategori tergantung dari persentase karbonnya, yaitu baja karbon rendah (C = 0,03-0,35%), baja karbon medium (C = 0,35 0,50%), dan baja karbon tinggi (C= 0,55 1,70%). Baja yang sering digunakan dalam struktur adalah baja karbon medium, misalnya baja BJ Baja paduan rendah mutu tinggi, atau disebut juga HSLA (high strengthlow alloy stell) dimana memiliki tegangan leleh berkisar antara Mpa dengan tegangan putus Mpa. 6

2 7 3. Baja paduan rendah ( low alloy), umumnya hasil tempaan dengan pemanasan untuk memperoleh tegangan leleh antara Mpa. Gambar 2.1 Hubungan tegangan regangan tipikal (sumber: Buku Perencanaan Struktur Baja-A.Setiawan Hal 18) 2.2 Sifat Sifat Mekanik Baja Agar dapat memahami perilaku suatu struktur baja, maka seorang ahli struktur harus memahami pula sifat-sifat mekanis dari baja. Model pengujian yang paling tepat untuk mendapatkan sifat-sifat mekanik dari material baja, adalah

3 8 dengan melakukan uji tarik terhadap suatu benda uji baja. Uji tekan tidak dapat memberikan data yang akurat terhadap sifat-sifat mekanik material baja, karena disebabkan adanya kemungkinan terjadinya tekuk pada benda uji, yang mengakibatkan adanya ketidakstabilan dari benda uji tersebut, selain itu perhitungan tegangan yang terjadi pada benda uji lebih mudah dilakukan untuk uji tarik daripada uji tekan. Dan setelah dilakukan uji tekan, maka hasilnya akan dibuat dalam suatu bentuk kurva Tegangan Regangan untuk melihat laju regangannya terhadap pengaruh tegangannya. Nilai tegangan (f) yang terjadi dalam benda uji diplot dalam sumbu vertikal, sedangkan regangan (ε) yang merupakan perbandingan antara pertambahan panjang terhadap panjang mula-mula (ΔL/L) yang diplot dengan sumbu horizontal. Gambar 2.2 Kurva Hubungan Tegangan (f) vs Regangan (ε) (sumber: Buku Perencanaan Struktur Baja-A.Setiawan Hal 19)

4 9 Gambar 2.3 Bagian Kurva Tegangan Regangan yang Diperbesar (sumber: Buku Perencanaan Struktur Baja-A.Setiawan Hal 19) Titik titik penting dalam kurva tegangan regangan antara lain adalah: : batas proporsional : batas elastis : tegangan leleh atas dan bawah : tegangan putus : regangan saat mulai terjadi efek strain-hardening (penguatan regangan) : regangan saat tercapainya tegangan putus Titik titik penting ini membagi kurva tegangan regangan menjadi beberapa daerah sebagai berikut: 1. Daerah linier antara 0 dan, dalam daerah ini berlaku Hukum Hooke, kemiringan dari bagian kurva yang lurus ini disebut sebagai Modulus Elastisitas atau Modulus Young,.

5 10 2. Daerah elastis antara 0 dan pada daerah ini jika beban dihilangkan maka benda uji akan kembali ke bentuk semula atau dikatakan bahwa benda uji tersebut masih bersifat elastis. 3. Daerah plastis yang dibatasi oleh regangan antara 1,2-1,5% hingga 2%, dimana pada bagian ini regangan mengalami kenaikan akibat tegangan konstan sebesar. Daerah ini dapat menunjukkan pula tingkat daktilitas dari material baja tersebut. Perlu diketahui bahwa pada baja mutu tinggi terdapat pula daerah plastis, namun pada daerah ini tegangan masih mengalami kenaikan. Karena itu baja jenis ini tidak mempunyai daerah plastis yang benar-benar datar sehingga tak dapat dipakai dalam analisa plastis. 4. Daerah penguatan regangan (strain-hardening) antara dan. Untuk regangan lebih besar dari kali regangan elastis maksimum, tegangan kembali mengalami kenaikan namun dengan kemiringan yang lebih kecil dari daerah elastis. Daerah ini dinamakan daerah penguatan regangan (strain-hardening), yang berlanjut hingga mencapai tegangan putus. Kemiringan daerah ini dinamakan modulus penguatan regangan ( ). 2.3 Tipe-Tipe Jembatan Ditinjau dari sistem strukturnya maka jembatan dapat dibedakan menjadi sebagai berikut: 1. Jembatan lengkung (arch bridge). Pelengkung adalah bentuk struktur non linier yang mempunyai kemampuan sangat tinggi terhadap respon momen lengkung. Yang membedakan bentuk pelengkung dengan bentuk bentuk lainnya adalah

6 11 bahwa kedua perletakan ujungnya berupa sendi sehingga pada perletakan tidak diijinkan adanya pergerakan kearah horisontal. Bentuk jembatan lengkung hanya bisa dipakai apabila tanah pendukung kuat dan stabil. Jembatan tipe lengkung lebih efisien digunakan untuk jembatan dengan panjang bentang meter. 2. Jembatan gelagar (beam bridge). Jembatan bentuk gelagar terdiri lebih dari satu gelagar tunggal yang terbuat dari beton, baja atau beton prategang. Jembatan jenis ini dirangkai dengan menggunakan diafragma, dan umumnya menyatu secara kaku dengan pelat yang merupakan lantai lalu lintas. Jembatan ini digunakan untuk variasi panjang bentang 5 40 meter. 3. Jembatan cable-stayed Jembatan cable-stayed menggunakan kabel sebagai elemen pemikul lantai lalu lintas. Pada cable-stayed kabel langsung ditumpu oleh tower. Jembatan cable-stayed merupakan gelagar menerus dengan tower satu atau lebih yang terpasang diatas pilar pilar jembatan ditengah bentang. Jembatan cable-stayed memiliki titik pusat massa yang relatif rendah posisinya sehingga jembatan tipe ini sangat baik digunakan pada daerah dengan resiko gempa dan digunakan untuk variasi panjang bentang meter. 4. Jembatan gantung (suspension bridge) Sistem struktur dasar jembatan gantung berupa kabel utama (main cable) yang memikul kabel gantung (suspension bridge). Lantai lalu lintas jembatan biasanya tidak terhubungkan langsung dengan pilar, karena

7 12 prinsip pemikulan gelagar terletak pada kabel. Apabila terjadi beban angin dengan intensitas tinggi jembatan dapat ditutup dan arus lalu lintas dihentikan. Hal ini untuk mencegah sulitnya mengemudi kendaraan dalam goyangan yang tinggi. Pemasangan gelagar jembatan gantung dilaksanakan setelah sistem kabel terpasang, dan kabel sekaligus merupakan bagian dari struktur launching jembatan. Jembatan ini umumnya digunakan untuk panjang bentang sampai 1400 meter. 5. Jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge) Jembatan beton prategang merupakan suatu perkembangan mutakhir dari bahan beton. Pada Jembatan beton prategang diberikan gaya prategang awal yang dimaksudkan untuk mengimbangi tegangan yang terjadi akibat beban. Jembatan beton prategang dapat dilaksanakan dengan dua sistem yaitu post tensioning dan pre tensioning. Pada sistem post tensioning tendon prategang ditempatkan di dalam duct setelah beton mengeras dan transfer gaya prategang dari tendon pada beton dilakukan dengan penjangkaran di ujung gelagar. Pada pre tensioning beton dituang mengelilingi tendon prategang yang sudah ditegangkan terlebih dahulu dan transfer gaya prategang terlaksana karena adanya ikatan antara beton dengan tendon. Jembatan beton prategang sangat efisien karena analisa penampang berdasarkan penampang utuh. Jembatan jenis ini digunakan untuk variasi bentang jembatan meter.

8 13 6. Jembatan rangka (truss bridge) Jembatan rangka umumnya terbuat dari baja, dengan bentuk dasar berupa segitiga. Elemen rangka dianggap bersendi pada kedua ujungnya sehingga setiap batang hanya menerima gaya aksial tekan atau tarik saja. Jembatan rangka merupakan salah satu jembatan tertua dan dapat dibuat dalam beragam variasi bentuk, sebagai gelagar sederhana, lengkung atau kantilever. Jembatan ini digunakan untuk variasi panjang bentang meter. 7. Jembatan box girder Jembatan box girder umumnya terbuat dari baja atau beton konvensional maupun prategang. box girder terutama digunakan sebagai gelagar jembatan, dan dapat dikombinasikan dengan sistem jembatan gantung, cable-stayed maupun bentuk pelengkung. Manfaat utama dari box girder adalah momen inersia yang tinggi dalam kombinasi dengan berat sendiri yang relatif ringan karena adanya rongga ditengah penampang. box girder dapat diproduksi dalam berbagai bentuk, tetapi bentuk trapesium adalah yang paling banyak digunakan. Rongga di tengah box memungkinkan pemasangan tendon prategang diluar penampang beton. Jenis gelagar ini biasanya dipakai sebagai bagian dari gelagar segmental, yang kemudian disatukan dengan sistem prategang post tensioning. Analisa full prestressing suatu desain dimana pada penampang tidak diperkenankan adanya gaya tarik, menjamin kontinuitas dari gelagar pada pertemuan segmen. Jembatan ini digunakan untuk variasi panjang bentang meter.

9 Jenis Gelagar Gelagar atau balok ada 2 jenis: 1. Gelagar Tunggal Gelagar tunggal merupakan komponen struktur yang memikul bebanbeban gravitasi, seperti beban mati dan beban hidup. Komponen struktur gelagar merupakan kombinasi dari elemen tekan dan tarik. Dengan kata lain gelagar tunggal merupakan profil baja gilas panas dengan dimensi terbesar yang mampu memikul beban yang bekerja. Gambar 2.4 Penampang Gelagar Tunggal sumber: Setiawan, A. (2008) 2. Gelagar Tersusun Gelagar tersusun atau yang sering disebut dengan balok girder merupakan komponen struktur lentur yang tersusun dari beberapa elemen pelat. Balok girder pada dasarnya adalah sebuah balok dengan ukuran penampang melintang yang besar serta bentang yang panjang. Penampang melintang yang besar tersebut merupakan konsekuensi dari panjang bentang balok. Jika profil baja yang terbesar masih kurang cukup untuk memikul beban yang bekerja akibat panjangnya bentang, maka langkah awal yang dilakukan adalah dengan menambahkan elemen pelat pada salah satu atau kedua flens profil. Jika masih belum mampu memberikan tahanan momen

10 15 yang mencukupi, maka akan dibuat elemen pelat pada bagian web profil. (Setiawan, A. (2008) Gambar 2.5 Penampang Gelagar Tersusun (Balok Girder) sumber: Setiawan, A. (2008) 2.5 Balok Pelat Berdinding Penuh (Balok Girder) Pada dasarnya balok pelat berdinding penuh adalah merupakan sebuah balok yang tinggi. Gambar 2.6 menunjukkan kurva hubungan antara kuat momen nominal vs rasio λ. Batasan untuk tekuk torsi lateral (Gambar 2.6.a) hanya berlaku untuk penampang yang kompak.

11 16 Gambar 2.6 Kondisi Batas untuk Balok Terlentur sumber: Setiawan, A. (2008) Kuat momen nominal,, untuk penampang yang tak kompak harus ditentukan berdasarkan ketiga macam kondisi batas, yaitu tekuk torsi lateral, tekuk local flens serta tekuk local web. Nilai yang terkecil

12 17 dari ketiganya adalah nilai yang menentukan besarnya kuat momen nominal dari suatu komponen struktur terlentur. Profil baja dengan web yang langsing, ( ), dikategorikan sebagai balok pelat berdinding penuh. Penampang dengan nilai tidak melebihi akan mampu mencapai tanpa mengalami tekuk elastis. Kuat lentur dan geser dari suatu balok pelat berdinding penuh sangat tergantung dari web profil, web yang langsing akan menimbulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Tekuk akibat lentur pada bidang web, akan mengurangi efisiensi dari web untuk memikul momen lentur 2. Tekuk pada flens tekan dalam arah vertikal akibat kurang kakunya web 3. Tekuk akibat geser Hal khusus yang dijumpai pada komponen struktur balok pelat berdinding penuh ialah adanya pemasangan pengaku melintang (stiffener). Perencanaan pengaku yang tepat dapat meningkatkan kuat geser pasca tekuk (post buckling strength) dari balok pelat berdinding penuh. Pengaku yang dipasang pada balok berdinding penuh akan mengakibatkan balok tersebut memiliki perilaku seperti rangka batang, bagian web akan memikul gaya tarik diagonal sedangkan pengaku akan memikul gaya tekan. Perilaku ini disebut sebagai aksi medan tarik (tensionfield action) (Setiawan, A., 2008) Menurut (Salmon, C.G, dkk) gelagar pelat (plate girder) adalah balok yang dibentuk dari elemen-elemen pelat untuk mencapai penataan bahan yang lebih efisien dibanding dengan yang bisa diperoleh dari balok profil giling (rolled

13 18 shape). Gelagar pelat akan ekonomis bila panjang bentang sedemikian rupa hingga biaya untuk keperluan tertentu bisa dihemat dalam perencanaan. Pengertian yang lebih baik tentang kelakuan gelagar pelat, baja yang berkekuatan lebih tinggi, dan teknik pengelasan yang sudah maju membuat gelagar pelat ekonomis untuk banyak keadaan yang dahulu dianggap ideal untuk rangka batang. Umumnya, bentangan sederhana sepanjang 70 sampai 150 ft (20 sampai 50 m) merupakan jangkauan pemakaian gelagar pelat. Salah satu kriteria perancangan balok baja adalah stabilitas, yaitu tekuk torsi lateral. Momen lentur pada saat terjadi tekuk torsi lateral disebut momen kritis. Besarnya momen kritis digunakan sebagai kriteria disain. Momen kritis dibedakan menjadi momen kritis elastis dan momen kritis inelastis. Bila akibat momen krtiis tegangan yang terjadi pada balok besarnya lebih kecil daripada tegangan leleh maka momen kritis tersebut disebut momen kritis elastis, tetapi bila akibat momen kritis tegangan pada balok sudah ada yang mencapai tegangan leleh, momen kritisnya disebut momen kritis inelastis. Besarnya momen kritis elastis ditentukan oleh parameter besaran elastis (modulus elastisitas dan modulus geser), besaran penampang (momen inersia terhadap sumbu lemah, konstanta torsi, konstanta warping), panjang balok, kondisi batas dan distribusi momen lentur. (Wijaya, 2013) Kegagalan Akibat Tekuk Menurut (Oentoeng, 1999), web buckling adalah suatu distorsi pada badan balok yang keluar dari bidangnya, yang dihasilkan dari suatu kombinasi dari ratio yang besar dan tegangan lentur. Panjang yang tidak dibraced pada sayap yang tertekan dapat juga memberi kontribusi pada web buckling. Web buckling

14 19 dikontrol oleh batasan baik dari ratio maupun dari tegangan yang dapat digunakan bagi ratio yang diketahui. Hal ini diijinkan pada beberapa spesifikasi. Web buckling dilukiskan pada Gambar 2.7 di bawah ini. Gambar 2.7 Kehancuran badan yang dicegah dalam desain Sumber : Oentoeng, (1999) Web crippling dapat terjadi bila tegangan tekan dalam bidang badan cukup besar. Hal ini dapat terjadi jika jarak-jarak reaksi atau pelat-pelat pendukung beban yang dipakai untuk mengalihkan beban-beban kolom ke sayap terlalu sempit. Web crippling dapat pula terjadi jika beban terbagi rata di atas sayap terlalu besar bagi tebal badan Pesyaratan Balok Pelat Berdinding Penuh (Balok Girder) Komponen struktur dapat dikategorikan sebagai balok biasa atau sebagai balok pelat berdinding penuh, tergantung dari rasio kelangsingan web,, dengan h adalah tinggi bersih bagian web dan adalah tebal dari web. Jika, maka komponen struktur tersebut dikategorikan sebagai balok biasa, dan jika nilai, maka dalam perencanaannya harus dikategorikan sebagai balok pelat berdinding penuh. Untuk balok hibrida maka

15 20 nilai diambil dari nilai flens, hal ini disebabkan karena stabilitas dari web untuk menahan tekuk lentur tergantung pada regangan yang terjadi dalam flens. Batas atas dari kelangsingan web, harus ditetapkan untuk mencegah terjadinya tekuk vertikal dari flens. Batas atas dari merupakan fungsi dari perbandingan a/h, dengan a adalah jarak antar pengaku vertikal, dan h adalah tinggi bersih dari web. Gambar 2.8 Tampak Samping dan Potongan Melintang Balok Girder - I sumber : Setiawan, A. (2008) Kuat Momen Nominal Balok Girder Kuat momen nominal dari komponen struktur balok girder, ditentukan dalam SNI pasal : Dimana : adalah tegangan kritis yang besarnya akan ditentukan (2.1) S adalah modulus penampang adalah koefisien balok girder Koefisien balok girder, diambil sebesar :

16 21 * + [ ] (2.2) Dengan adalah perbandingan luas pelat badan terhadap pelat sayap (. Kuat momen nominal dari balok girder diambil dari nilai terkecil keruntuhan tekuk torsi lateral (yang tergantung panjang bentang) dan tekuk lokal flens (yang tergantung pada tebal flens tekan) a Tipe Keruntuhan Tekuk Torsi Lateral Kelangsingan yang diperhitungkan adalah kelangsingan dari bagian balok girder yang mengalami tekan. (2.3) (2.4) (2.5) Dengan L adalah panjang bentang tak terkekang, dan adalah jari-jari girasi daerah pelat sayap ditambah sepertiga bagian web yang mengalami tekan b Tipe Keruntuhan Tekuk Lokal Flens Tekan Faktor kelangsingan yang diperhitungkan adalah berdasarkan perbandingan lebar dengan tebal flens tekan. (2.6) (2.7) (2.8) dengan :

17 22 (2.9) Balok girder dengan kuat leleh yang berbeda antara flens dengan web, sering dinamakan sebagai balok hibrida. Pada umumnya kuat leleh bagian flens lebih tinggi daripada bagian web, sehingga bagian web akan mengalami leleh terlebih dahulu sebelum kuat maksimum flens tercapai. Kuat momen nominal dari balok hibrida adalah: (2.10) Dengan : (2.11) dan : = rasio antara luas penampang melintang web dengan penampang melintang flens = rasio antara kuat leleh web dengan kuat leleh flens Kuat Geser Nominal Kuat geser desain balok girder adalah, dengan = 0,9. Kuat geser balok girder merupakan fungsi dari rasio tinggi dan tebal web ( serta dipengaruhi pula oleh jarak di antara pengaku vertikal yang dipasang. Kuat geser balok girder dapat dibedakan menjadi kuat geser pratekuk dan kuat geser pasca tekuk yang dihasilkan dari aksi medan tarik. Aksi medan tarik hanya terjadi jika balok girder dipasang pengaku vertikal. Jika tak ada pengaku vertikal, atau bila jarak antara pengaku vertikal cukup jauh, maka kuat geser balok girder hanya disumbang oleh kuat geser pratekuk.

18 a Tekuk Elastis Akibat Geser Murni Tegangan tekuk elastis untuk sebuah elemen pelat adalah: (2.12) Untuk kasus geser murni pada balok girder, maka persamaan dapat dituliskan menjadi: (2.13) Nilai merupakan fungsi dari rasio a/h, dalam SNI pasal 8.8.2, ditetapkan: (2.14) Nilai untuk daerah tekuk elastis, dalam SNI pasal 8.8.5, ditetapkan: (2.15) b Tekuk Inelastis Akibat Geser Murni Pada daerah transisi antara tekuk elastis dengan leleh, besarnya adalah: (2.16) Jika persamaan diatas dibagi dengan serta mengambil nilai, maka diperoleh bentuk: (2.17) Dengan mengambil serta v = 0,3 maka diperoleh nilai untuk daerah tekuk inelastis:

19 24 (SNI , pasal 8.8.4) (2.18) Kuat geser nominal dari balok girder ditentukan sebagai berikut: ( ) (2.19) Kuat Geser Nominal Dengan Pengaruh Aksi Medan Tarik Gaya geser yang bekerja pada balok girder dapat menimbulkan tekuk (elastis dan inelastis). Tahanan pasca tekuk yang timbul dari mekanisme rangka batang yang bekerja pada panel balok girder yang dibatasi oleh pengaku-pengaku vertikal. Mekanisme rangka batang ini dinamakn sebagai aksi medan tarik, gayagaya tekan dipikul oleh pengaku vertikal sedangkan gaya-gaya tarik diterima oleh pelat web. Gambar 2.9 Aksi Medan Tarik Balok Girder sumber : Setiawan, A. (2008)

20 25 Kapasitas geser balok pelat berdinding penuh dengan mempertimbangkan tahanan pasca tekuk akibat medan tarik ditunjukkan dalam Gambar Gambar 2.10 Kapasitas Geser dengan Aksi Medan Tarik sumber : Setiawan, A. (2008) Aksi medan tarik boleh disertakan dalam perhitungan kuat geser balok pelat berdinding penuh apabila dan. Selain itu aksi medan tarik tak boleh diperhitungkan untuk balok hibrida serta pada panelpanel ujung (panel A pada Gambar 2.12) balok pelat berdinding penuh. Kuat geser nominal balok pelat berdinding penuh dengan mempertimbangkan aksi medan tarik dapat diekspresikan sebagai:. Dengan ( ) sesuai persamaan Nilai ditentukan dalam persamaan 2.15 dan 2.18 untuk tekuk elastis dan inelastis. merupakan sumbangan dari aksi medan tarik Interaksi Geser Dan Lentur Jika kuat geser balok girder diperhitungkan dengan mempertimbangkan aksi medan tarik, maka kombinasi lentur dan geser harus turut dipertimbangkan

21 26 pula. Hubungan interaksi antara kuat lentur dengan kuat geser ditunjukkan pada gambar dibawah ini. Gambar 2.11 hendak menyatakan: a. Jika, maka b. Jika, maka Gambar 2.11 Interaksi Geser dan Lentur sumber : Setiawan, A. (2008) Dalam desain LRFD kedua kondisi tersebut dapat dituliskan sebagai: 1. Untuk, berlaku (2.20) 2. Untuk, berlaku (2.21) Apabila kedua kondisi di atas tidak terpenuhi maka harus diperhitungkan interaksi lentur dan geser, yang direpresentasikan sebagai garis lurus AB dalam Gambar 2.11 yang memiliki persamaan: (2.22)

22 27 Dalam SNI pasal 8.9.3, persamaan 8.9-2, interaksi geser dan lentur disyaratkan: (2.23) dengan: adalah kuat geser nominal balok pelat berdinding penuh adalah momen lentur nominal balok pelat berdinding penuh adalah gaya geser ultimit yang bekerja adalah momen lentur ultimit yang bekerja Kondisi 1 dan 2 dapat dikombinasikan untuk memperoleh batasan-batasan penggunaan persamaan interaksi geser dan lentur. Asumsikan pertidaksamaan 2.22 dan 2.22 tidak terpenuhi, maka masing-masing akan memberikan sepasang pertidaksamaan baru. (2.24.a) (2.24.b) (2.25.a) (2.25.b) Bagi persamaan 2.24.a dengan 2.24.b serta persamaan 2.25.a dengan 2.25.b sehingga menghasilkan: (2.26.a) Kedua persamaan ini dapat dituliskan kembali menjadi: (2.26.b) (2.27)

23 28 Persamaan 2.27 memberikan batasan-batasan penggunaan persamaan interaksi geser dan lentur (persamaan 2.23) Jenis Jenis Stiffener (Pengaku) Pengaku (stiffener) ada dua jenis yaitu : a. Pengaku memanjang (pengaku horizontal) b. Pengaku melintang (pengaku vertikal) a Pengaku Memanjang (Pengaku Horizontal) Pengaku biasanya diperlukan apabila web realtif tipis. Momen lendut akan menghasilkan gaya tekan dan tarik pada web. Pengaku memanjang (horizontal) mencegah tekukan web akibat lendutan dengan memberi tekanan pada bagian atas web. Karena momen lendut terbesar berada di tengah bentang, pengaku memanjang (horizontal) akan ditempatkan pada bagian ini. Pengaku memanjang (horizontal) tidak disarankan hingga mencapai batas ketahanannya. Pada SNI butir persamaan a, sudah dijelaskan alasan tidak digunakannya pengaku memanjang b Pengaku Melintang (Pengaku Vertikal) Ciri-ciri suatu balok girder adalah adanya pengaku-pengaku vertikal yang dipasang. Dua macam parameter stabilitas balok girder adalah rasio serta a/h. Jika kedua parameter ini diambil serendah mungkin maka tekuk yang diakibatkan oleh geser dapat dihindarkan. Jika pengaku vertikal yang dipasang setiap jarak a sedemikian rupa sehingga nilai a/h cukup kecil maka akan timbul aksi medan tarik yang dapat mengakibatkan kuat geser nominal dari balok girder. Dimensi pengaku vertikal harus direncanakan sedemikian hingga mampu

24 29 menahan gaya tekan yang timbul akibat aksi medan tarik, sehingga mekanisme rangka batang dapat timbul pada panel-panel balok girder. Pengaku vertikal boleh tidak digunakan jika kuat lentur penampang dapat tercapai tanpa terjadinya tekuk akibat geser. Dari Gambar 2.10 pengaku vertikal tak perlu digunakan jika: (2.27) Nilai dapat diambil sama dengan 5, jika pengaku vertikal tak digunakan sehingga persamaan 2.27 menjadi: (2.28) Jika batasan pada persamaan 2.28 tak terlampaui, maka kuat geser nominal maksimum dapat tercapai: (2.29) Jika kuat geser rencana yang diperlukan lebih kecil dari kuat geser maksimum, maka pengaku vertikal tak dibutuhkan bila: (2.30) Persamaan 2.30 tidak berlaku jika rasio melebihi 260, sebab pengaku vertikal harus dipasang bila melebihi 260. Nilai dapat diambil sesuai persamaan 2.15 (untuk tekuk elastis) dan 2.18 (untuk tekuk inelastis) dengan nilai = 5: 1. Jika: (tekuk inelastis) (2.31.a)

25 30 2. Jika: (tekuk elastis) (2.31.b) Secara ringkas, pengaku vertikal tak diperlukan apabila kedua kriteria berikut terpenuhi: 1. (2.32) 2. (2.33) Pengaku vertikal harus mempunyai kekakuan yang cukup untuk mencegah web berdeformasi keluar bidang ketika terjadi tekuk pada web. Oleh karena itu, perlu ditentukan momen inersia minimum yang harus dimiliki oleh pengaku vertiakl, yaitu: (2.34) Dengan: adalah momen inersia pengaku vertikal yang diambil terhadap tengah tebal pelat web untuk sepasang pengaku vertikal, dan diambil terhadap bidang kontak dengan web jika hanya ada sebuah pegaku vertikal. (2.35) Pengaku vertikal harus mempunyai luas yang cukup agar mampu menahan gaya tekan yang timbul akibat aksi medan tarik. Akibat aksi medan tarik, pengaku vertikal memikul gaya tekan sebesar: [ ] (2.36)

26 31 Jika kedua ruas dalam persamaan 2.36 dibagi dengan kuat leleh dari pengaku vertikal ( ), maka akan didapat luas minimum yang dibutuhkan dari pengaku vertikal. [ ] (2.37) Sambungan pengaku vertikal ke web dan ke flens tekan harus diperhitungkan sedemikian rupa sehingga las dapat mentransfer gaya tekan,, dengan baik. Sedangkan antara pengaku vertikal dengan flens tarik tidak perlu dilakukan penyambungan dengan las, sebab konsentrasi dengan tegangan pada flens tarik akan menyebabkan terjadinya keruntuhan akibat lelah (fatigue) dan keruntuhan getas. Tanpa adanya pengelasan antara pengaku vertikal web diharapkan dapat menimbulkan keruntuhan yang daktail. Jarak sambungan las web dan pengaku vertikal dengan sambungan las flens tarik dan web harus diambil sedemikian rupa sehingga tidak lebih dari 6 kali tebal web dan tidak kurang 4 kali tebal web Pengaku Penahan Gaya Tumpu Gambar 2.12 Sambungan Las pada Balok Girder sumber : Setiawan, A. (2008)

27 a Kuat Leleh Web Kuat tumpu terhadap leleh suatu web adalah: a. Bila jarak beban terpusat terhadap ujung balok lebih besar dari tinggi balok: (2.38) b. Bila jarak beban terpusat terhadap ujung balok lebih kecil atau sama dengan tinggi balok: (2.39) Dengan: k adalah tebal flens ditambah jari-jari peralihan N adalah dimensi longitudinal pelat perletakan atau tumpuan (minimal = k) b Kuat Tekuk Dukung Web Kuat web terhadap tekuk di sekitar flens yang dibebani adalah: a. Bila beban terpusat dikenakan pada jarak lebih d/2 dari ujung balok [ ( ) ( ) ] (2.40) b. Bila beban terpusat dikenakan pada jarak kurang dari d/2 dari ujung balok Untuk : [ ( ) ( ) ] (2.41) Untuk : [, ( ) - ( ) ] (2.42) Dengan:

28 33 d adalah tinggi total balok pelat berdinding penuh c Kuat Tekuk Lateral Web adalah tebal flens balok pelat berdinding penuh Kuat tekuk lateral web adalah: a. Untuk flens yang dikekang terhadap rotasi dan hanya dihitung bila : [ ] (2.43) b. Untuk flens yang tidak dikekang terhadap rotasi dan hanya dihitung bila : [ ] (2.44) Dengan: jika L adalah panjang bentang tak terkekang dari flens yang terbesar d Kuat Tekuk Lentur Web Kuat tekuk lentur web adalah: (2.45) Jika pada tiap lokasi beban terpusat telah dipasang pengaku penahan gaya tumpu, maka tidak perlu lagi dilakukan pemeriksaan kuat web terhadap leleh, tekuk dukung, tekuk lateral dan tekuk lentur. Lebar pengaku pada setiap sisi web harus diambil lebih besar dari sepertiga lebar flens dikurangi setengah tebal web, sedangkan tebal pengaku harus diambil lebih tebal dari setengah tebal flens serta memenuhi syarat kelangsingan:

29 34 (2.46) dengan adalah lebar pengaku dan adalah tebal pengaku. Tahanan tumpu dari sebuah pengaku penahan gaya tumpu diambiul sebesar: (2.47) Dengan adalah luas penampang dari pengaku penahan gaya tumpu. Selanjutnya pengaku ini harus diperiksa seperti halnya sebuah batang tekan dengan persyaratan: 1. Pengaku harus dipasang sepasang setinggi pelat web 2. Penampang yang dihitung sebagai batang tekan adalah penampang melintang dari pengaku ditambah dengan 12. (untuk panel ujung) atau 25. (untuk panel dalam). 3. Panjang tekuk diambil sebesar 0,75.h 2.6 Desain Balok Pelat Berdinding Penuh (Pelat Girder) Tujuan dari proses desain sebuah balok girder adalah menentukan ukuranukuran dari flens ataupun web, disamping itu perlu juga diputuskan terlebih dahulu pemakaian pengaku-pengaku vertikal serta pengaku-pengaku penahan gaya tumpu. Proses akhir desain adalah menyambungkan bagian-bagian dari suatu balok girder dengan menggunakan alat sambung las. Secara umum proses desain suatu balok girder adalah sebagai berikut: 1. Tentukan tinggi dari balok girder, secara praktis seperti halnya pada desain balok biasa, maka tinggi dari balok girder dapat diambil 1/10 1/12 dari panjang bentang.

30 35 2. Tentukan ukuran web, tinggi web dapat ditentukan dengan cara mengurangi tinggi total balok girder dengan dua kali tebal felns, tentunya tebal flens harus ditentukan terlebih dahulu. Selanjutnya tebal web ditentukan dari batasan-batasan berikut: Untuk a/h > 1,5 : 3. Tentukan ukuran dari flens, ukuran dari flens dapat ditentukan berdasarkan momen yang bekerja pada balok girder. Prosedur penentuan ukuran flens dilakukan dengan menghitung dahulu nilai momen inersia balok girder: Dengan adalah luas satu buah flens. Selanjutnya modulus penampang dapat dihitung: Dari persamaan kuat momen nominal: Samakan dengan nilai S yang diperoleh sebelumnya:

31 36 Atau Jika diambil nilai dan, maka: Dengan adalah luas web. Selanjutnya ukuran flens dapat ditentukan, dan perhitungan berat sendiri balok juga dapat ditentukan, sehingga besar momen dan gaya lintang dapat dihitung ulang. 4. Periksa kuat momen nominal dari penampang yang sudah ada. 5. Periksa kuat gesernya, juga tentukan jarak antar pengaku vertikal. 6. Periksa interaksi geser-lentur. 7. Periksa kekuatan web tehadap gaya tumpu yang bekerja, rencanakn pula pengaku penahan gaya tumpu jika diperlukan. 8. Rencanakan sambungan-sambungan yang diperlukan. Sumber : Setiawan, A. (2008) 2.7 Peraturan Pembebanan Sebelum melakukan analisis perhitungan struktur jembatan seorang perencana harus mencermati beban-beban yang akan bekerja yang disesuaikan dengan peraturan yang berlaku. Pada tugas akhir ini peraturan pembebanan yang digunakan sebagai acuan adalah peraturan RSNI Beban yang bekerja pada jembatan merupakan kombinasi dari beberapa macam aksi rencana pembebanan. Aksi rencana pembebanan digolongkan kedalam aksi tetap dan transien.

32 37 Tabel 2.1 Berat isi untuk beban mati (kn/m 3 ) No. Bahan Berat/satuan isi (kn/m 3 ) Kerapatan masa (kg/m 3 ) 1 Campuran aluminium Lapisan permukaan beraspal Besi tuang Timbunan tanah dipadatkan Kerikil dipadatkan Aspal beton Beton ringan Beton Beton prategang Beton bertulang Timbal Lempung lepas Batu pasangan Neoprin Pasir kering Pasir basah Lumpur lunak Baja Kayu (ringan) Kayu (keras)

33 38 21 Air murni Air garam Besi tempa (sumber : Peraturan Pembebanan Untuk Jembatan, RSNI T ) Aksi tetap Menurut RSNI 2005, aksi tetap adalah semua beban tetap yang berasal dari berat sendiri jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur tambahan yang dianggap merupakan satu kesatuan tetap dengannya. Pembebanan akibat aksi tetap terdiri dari : a Berat Sendiri Berat sendiri adalah berat dari bagian tersebut dan elemen-elemen struktural lain yang dipikulnya. Termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen nonstruktural yang dianggap tetap. Tabel 2.2 Faktor beban untuk berat sendiri Faktor beban Jangka waktu K K Biasa Terkurangi Tetap Baja, aluminium 1,0 Beton pracetak 1,0 Beton dicor di tempat 1,0 Kayu 1,0 1,1 0,9 1,2 0,85 1,3 0,75 1,4 0,7 (sumber : Peraturan Pembebanan Untuk Jembatan, RSNI T )

34 b Beban Mati Tambahan Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan besarnya dapat berubah selama umur jembatan. Semua jembatan harus direncanakan untuk bisa memikul beban tambahan yang berupa aspal beton setebal 50 mm untuk pelapisa kembali dikemudian hari. Lapisan ini harus ditembahkan pada lapisan permuakaan yang tercantum dalam gambar. Pengaruh dari alat pelengkap dan sarana umum yang ditempatkan pada jembatan harus dihitung setepat mungkin. Berat dari pipa untuk saluran air bersih, saluran air kotor dan lain-lainnya harus ditinjau pada keadaan kosong dan penuh sehingga kondisi yang paling membahayakan dapat diperhitungkan. Tabel 2.3 Faktor Beban Untuk Beban Mati Tambahan Faktor beban Jangka waktu K K Biasa Terkurangi Tetap Keadaan umum 1,0 (1) Keadaan khusus 1,0 2,0 0,7 1,4 0,8 CATATAN (1) Faktor beban daya layan 1.3 digunakan untuk berat utilitas (sumber : Peraturan Pembebanan Untuk Jembatan, RSNI T ) Aksi Transien Aksi transien adalah aksi akibat pembebanan sementara dan bersifat berulang ulang seperti beban lalu lintas (beban lajur D atau beban T ), beban rem, aliran air (banjir), dan lain sebagainya.

35 40 Secara umum, yang menjadi penentu dalam perhitungan jembatan dengan bentang sedang sampai panjang adalah beban D, sedangkan beban T digunakan untuk bentang pendek a Lajur Lalu Lintas Rencana Lajur lalu lintas rencana harus mempunyai lebar 2,75 m. jumlah maksimum lajur lalu lintas yang digunakan untuk berbagai lebar jembatan bisa dilihat pada tabel berikut, lajur lalu lintas rencana harus disusun sejajar dengan sumbu memanjang jembatan. Tabel 2.4 Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana Tipe jembatan (1) Lebar jalur kendaraan (m) (2) Jumlah lajur lalu lintas rencana (n 1 ) Satu lajur 4,0 5,0 1 Dua arah, tanpa median 5,5-8,25 11,3 15,0 Banyak arah 8,25 11,25 11,3 15,0 15,1 18,75 18,8 22,5 2 (3) CATATAN (1) unruk jembatan tipe lain, jumlah lajur lalu lintas rencana harus ditentukan oleh instansi yang berwenang CATATAN (2) lebar lajur kendaraan adalah jarak minimum antara kerb atau rintangan untuk satu arah atau jarak antara kerb / rintangan / median dengan median untuk banyak arah CATATAN (3) lebar minimum yang aman untuk dua lajur kendaraan

36 41 adalah 6.0 m. lebar jembatan antara 5.0 m sampai 6.0 m harus dihindari oleh karena hal ini akan memberikan kesan kepada pengemudi seolah olah memungkinkan untuk menyiap. (sumber : Peraturan Pembebanan Untuk Jembatan, RSNI T ) b Beban lajur D Beban lajur D merupakan beban yang bekerja pada seluruh lebar lajur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Besarnya beban lajur bergantung pada besarnya lebar jalur kendaraan rencana. Beban lajur D terdiri atas 2 jenis yaitu beban terbagi rata (BTR) dan beban garis (BGT). 1. Beban Terbagi Rata (BTR) Beban ini dilambangkan q kpa dengan intensitas beban bergantung pada panjang bentang total yang dibebani, besarnya beban yaitu sebagai berikut : L 30 m ; q = 9,0 kpa L > 30 m ; q dapat dilihat pada grafik dibawah Dengan : Q adalah intensitas beban terbagi rata dalam arah memanjang jembatan (kpa) L adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter)

37 42 Gambar 2.13 Beban D : beban terbagi rata vs panjang bentang dibebani. (sumber : Peraturan Pembebanan Untuk Jembatan, RSNI T ) 2. Beban Garis (BGT) Beban garis ini dilambangkan dengan ρ kn/m dengan arah yang tegak lurus terhadap arus lalu lintas pada jembatan. Besar beban garis yaitu 49 kn/m. Faktor beban dinamik (FBD) untuk beban lajur garis D dapat dilihat dalam gambar berikut : Gambar 2.14 Faktor beban dinamis untuk beban garis untuk pembebanan lajur D (sumber : Peraturan Pembebanan Untuk Jembatan, RSNI T )

38 43 Sistem pembebanan beban terbagi rata dan beban garis dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 2.15 Beban Lajur D (sumber : Peraturan Pembebanan Untuk Jembatan, RSNI T ) Beban D harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa sehingga menimbulkan momen maksimum. Penyusunan komponen-komponen BTR dan BGT dari beban D pada arah melintang harus sama. Penempatan beban ini dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Bila lebar jalur kendaraan jembatan kurang atau sama dengan 5,5 m, maka beban D harus ditempatkan pada seluruh jalur dengan intensitas 100 %. 2. Apabila lebar jalur lebih besar dari 5,5 m, beban D harus ditempatkan pada jumlah lajur lalu lintas rencana (n 1 ) yang berdekatan (tabel 2.3), dengan intensitas 100 %. Hasilnya adalah beban garis ekuivalen sebesar n 1 x 2,75 q kn/m dan beban terpusat ekuivalen sebesar n 1 x 2,75 ρ kn, kedua-duanya bekerja berupa strip pada jalur selebar n 1 x 2,75 m.

39 44 3. Lajur lalu lintas rencana yang membentuk strip ini bisa ditempatkan dimana saja pada jalur jembatan. Beban D tambahan harus ditempatkan pada seluruh lebar sisa dari jalur dengan intensitas sebesar 50 %. Susunan pembebanan ini bisa dilihat dalam gambar berikut : Gambar 2.16 Penyebaran Pembebanan Pada Arah Melintang (sumber : Peraturan Pembebanan Untuk Jembatan, RSNI T ) c Beban truk T Beban truk T adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana (RSNI 2005). Dalam perencanaan hanya diterapkan satu truk tiap lajur rencana. Jarak antara 2 as truk tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m agar diperoleh pembebanan maksimum pada arah memanjang jembatan. Besar pembebanan dapat dilihat pada gambar berikut :

40 45 Gambar 2.17 Pembebanan Truk T (500 kn) (sumber : Peraturan Pembebanan Untuk Jembatan, RSNI T )

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Definisi Jembatan merupakan satu struktur yang dibuat untuk menyeberangi jurang atau rintangan seperti sungai, rel kereta api ataupun jalan raya. Ia dibangun untuk membolehkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain ( jalan

II. TINJAUAN PUSTAKA. rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain ( jalan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jembatan Jembatan adalah suatu konstruksi untuk meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain ( jalan air / lalu lintas

Lebih terperinci

ANAAN TR. Jembatan sistem rangka pelengkung dipilih dalam studi ini dengan. pertimbangan bentang Sungai Musi sebesar ±350 meter. Penggunaan struktur

ANAAN TR. Jembatan sistem rangka pelengkung dipilih dalam studi ini dengan. pertimbangan bentang Sungai Musi sebesar ±350 meter. Penggunaan struktur A ANAAN TR Jembatan sistem rangka pelengkung dipilih dalam studi ini dengan pertimbangan bentang Sungai Musi sebesar ±350 meter. Penggunaan struktur lengkung dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pada bentang

Lebih terperinci

ANALISA SISTEM PENGAKU (STIFFENER) PADA GELAGAR PELAT GIRDER PENAMPANG - I

ANALISA SISTEM PENGAKU (STIFFENER) PADA GELAGAR PELAT GIRDER PENAMPANG - I ANALISA SISTEM PENGAKU (STIFFENER) PADA GELAGAR PELAT GIRDER PENAMPANG - I TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Disusun Oleh :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumpuan Menurut Timoshenko ( 1986 ) ada 5 jenis batang yang dapat digunakan pada jenis tumpuan yaitu : 1. Batang kantilever Merupakan batang yang ditumpu secara kaku pada salah

Lebih terperinci

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR 3.1. ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR PELAT Struktur bangunan gedung pada umumnya tersusun atas komponen pelat lantai, balok anak, balok induk, dan kolom yang merupakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN i ii iii iv vii xiii xiv xvii xviii BAB

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. jalan raya atau disebut dengan fly over/ overpass ini memiliki bentang ± 200

BAB III LANDASAN TEORI. jalan raya atau disebut dengan fly over/ overpass ini memiliki bentang ± 200 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Tinjauan Umum Rencana awal dalam perancangan jembatan beton yang melintasi jalan raya atau disebut dengan fly over/ overpass ini memiliki bentang ± 200 meter. Fokus pada perancangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Jembatan adalah sebuah struktur konstruksi bangunan atau infrastruktur sebuah jalan yang difungsikan sebagai penghubung yang menghubungkan jalur lalu lintas pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut : 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Perencanaan struktur bangunan gedung harus didasarkan pada kemampuan gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam Peraturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja merupakan bahan konstruksi yang sangat baik, sifat baja antara lain kekuatannya yang sangat besar dan keliatannya yang tinggi. Keliatan (ductility) ialah kemampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Struktur kayu merupakan suatu struktur yang susunan elemennya adalah kayu. Dalam merancang struktur kolom kayu, hal pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan besarnya

Lebih terperinci

Soal 2. b) Beban hidup : beban merata, w L = 45 kn/m beban terpusat, P L3 = 135 kn P1 P2 P3. B C D 3,8 m 3,8 m 3,8 m 3,8 m

Soal 2. b) Beban hidup : beban merata, w L = 45 kn/m beban terpusat, P L3 = 135 kn P1 P2 P3. B C D 3,8 m 3,8 m 3,8 m 3,8 m Soal 2 Suatu elemen struktur sebagai balok pelat berdinding penuh (pelat girder) dengan ukuran dan pembebanan seperti tampak pada gambar di bawah. Flens tekan akan diberi kekangan lateral di kedua ujung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi kegagalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi kegagalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profil C Baja adalah salah satu alternatif bahan dalam dunia konstruksi. Baja digunakan sebagai bahan konstruksi karena memiliki kekuatan dan keliatan yang tinggi. Keliatan

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Tinjauan Umum Menurut Supriyadi dan Muntohar (2007) dalam Perencanaan Jembatan Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan mengumpulkan data dan informasi

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN PERENCANAAN

BAB II PERATURAN PERENCANAAN BAB II PERATURAN PERENCANAAN 2.1 Klasifikasi Jembatan Rangka Baja Jembatan rangka (Truss Bridge) adalah jembatan yang terbentuk dari rangkarangka batang yang membentuk unit segitiga dan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir Tugas Akhir PERENCANAAN JEMBATAN BRANTAS KEDIRI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM BUSUR BAJA Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : 3109100096 Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung

Lebih terperinci

PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT

PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU Oleh : RONA CIPTA No. Mahasiswa : 11570 / TS NPM : 03 02 11570 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ATMA

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR JUDUL... i KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK...

DAFTAR ISI. LEMBAR JUDUL... i KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI HALAMAN LEMBAR JUDUL... i KATA PENGANTAR...... ii UCAPAN TERIMA KASIH......... iii DAFTAR ISI...... iv DAFTAR TABEL...... v DAFTAR GAMBAR...... vi ABSTRAK...... vii BAB 1PENDAHULUAN... 9 1.1.Umum...

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR...iv. DAFTAR ISI...vi. DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR...iv. DAFTAR ISI...vi. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR...iv DAFTAR ISI...vi DAFTAR GAMBAR...ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xv INTISARI...xvi ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karbon, baja paduan rendah mutu tinggi, dan baja paduan. Sifat-sifat mekanik dari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karbon, baja paduan rendah mutu tinggi, dan baja paduan. Sifat-sifat mekanik dari BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA II.1. Material baja Baja yang akan digunakan dalam struktur dapat diklasifikasikan menjadi baja karbon, baja paduan rendah mutu tinggi, dan baja paduan. Sifat-sifat mekanik dari

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALTERNATIF STRUKTUR JEMBATAN KALIBATA DENGAN MENGGUNAKAN RANGKA BAJA

PERANCANGAN ALTERNATIF STRUKTUR JEMBATAN KALIBATA DENGAN MENGGUNAKAN RANGKA BAJA TUGAS AKHIR PERANCANGAN ALTERNATIF STRUKTUR JEMBATAN KALIBATA DENGAN MENGGUNAKAN RANGKA BAJA Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Tingkat Strata 1 (S-1) DISUSUN OLEH: NAMA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Dalam perencanaan bangunan tinggi, struktur gedung harus direncanakan agar kuat menahan semua beban yang bekerja padanya. Berdasarkan Arah kerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Dalam perencanaan struktur bangunan harus mengikuti peraturanperaturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman. Pengertian

Lebih terperinci

STANDAR JEMBATAN DAN SNI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN

STANDAR JEMBATAN DAN SNI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN STANDAR JEMBATAN DAN SNI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN 1 BAB I JEMBATAN PERKEMBANGAN JEMBATAN Pada saat ini jumlah jembatan yang telah terbangun di Indonesia

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Jembatan dapat didefinisikan sebagai suatu konstruksi atau struktur bangunan yang menghubungkan rute atau lintasan transportasi yang terpisah baik oleh sungai, rawa,

Lebih terperinci

Perilaku Material Baja dan Konsep Perencanaan Struktur Baja

Perilaku Material Baja dan Konsep Perencanaan Struktur Baja Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303 SKS : 3 SKS Perilaku Material Baja dan Konsep Perencanaan Struktur Baja Pertemuan - 1 Sub Pokok Bahasan : Perilaku Mekanis Baja Pengantar LRFD Untuk

Lebih terperinci

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR Pendahuluan POKOK BAHASAN 1 PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR Struktur bangunan adalah bagian dari sebuah sistem bangunan yang bekerja untuk menyalurkan beban yang diakibatkan oleh adanya bangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktural yang memikul beban dari balok. Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke elevasi yang lebih bawah hingga akhirnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jembatan Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Gempa adalah fenomena getaran yang diakibatkan oleh benturan atau pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan (fault zone). Besarnya

Lebih terperinci

BALOK PELAT BERDINDING PENUH (GIRDER PLATE BEAM)

BALOK PELAT BERDINDING PENUH (GIRDER PLATE BEAM) ISSN 2338-6762 Jurnal Tekno Global, Vol. II No. 1, Desember 2013 (42-56) Fakultas Teknik UIGM BALOK PELAT BERDINDING PENUH (GIRDER PLATE BEAM) Tenaga Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencanaan suatu struktur bangunan gedung bertingkat tinggi sebaiknya mengikuti peraturan-peraturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu

Lebih terperinci

ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002

ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002 ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI 03 1729 2002 ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002 Maulana Rizki Suryadi NRP : 9921027 Pembimbing : Ginardy Husada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan pengetahuan tentang perencanaan suatu bangunan berkembang semakin luas, termasuk salah satunya pada perencanaan pembangunan sebuah jembatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori BAB II Dasar Teori 2.1 Umum Jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya beberapa rintangan seperti lembah yang dalam, alur

Lebih terperinci

PERHITUNGAN BALOK DENGAN PENGAKU BADAN

PERHITUNGAN BALOK DENGAN PENGAKU BADAN PERHITUNGAN BALOK DENGAN PENGAKU BADAN A. DATA BAHAN [C]2011 : M. Noer Ilham Tegangan leleh baja (yield stress ), f y = 240 MPa Tegangan sisa (residual stress ), f r = 70 MPa Modulus elastik baja (modulus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah yang dalam,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komponen Jembatan Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : 1. Struktur jembatan atas Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang memindahkan

Lebih terperinci

sejauh mungkin dari sumbu netral. Ini berarti bahwa momen inersianya

sejauh mungkin dari sumbu netral. Ini berarti bahwa momen inersianya BABH TINJAUAN PUSTAKA Pada balok ternyata hanya serat tepi atas dan bawah saja yang mengalami atau dibebani tegangan-tegangan yang besar, sedangkan serat di bagian dalam tegangannya semakin kecil. Agarmenjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Katungau Kalimantan Barat, jembatan merupakan sebuah struktur yang dibangun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Katungau Kalimantan Barat, jembatan merupakan sebuah struktur yang dibangun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jembatan Menurut Struyck dan Van Der Veen (1984) dalam Perencanaan jembatan Katungau Kalimantan Barat, jembatan merupakan sebuah struktur yang dibangun melewati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Struktur Bangunan Suatu sistem struktur kerangka terdiri dari rakitan elemen struktur. Dalam sistem struktur konstruksi beton bertulang, elemen balok, kolom, atau dinding

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

5- STRUKTUR LENTUR (BALOK)

5- STRUKTUR LENTUR (BALOK) Pengertian Balok 5- STRUKTUR LENTUR (BALOK) Balok adalah bagian dari struktur bangunan yang menerima beban tegak lurus ( ) sumbu memanjang batang (beban lateral beban lentur) Beberapa jenis balok pada

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TINJAUAN UMUM Pada Studi Pustaka ini akan membahas mengenai dasar-dasar dalam merencanakan struktur untuk bangunan bertingkat. Dasar-dasar perencanaan tersebut berdasarkan referensi-referensi

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU Estika 1 dan Bernardinus Herbudiman 2 1 Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

COVER TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PELAT LANTAI ORTOTROPIK

COVER TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PELAT LANTAI ORTOTROPIK COVER TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PELAT LANTAI ORTOTROPIK Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Teknik Sipil,Universitas Mercu Buana Disusun

Lebih terperinci

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi DAFTAR SIMBOL a tinggi balok tegangan persegi ekuivalen pada diagram tegangan suatu penampang beton bertulang A b luas penampang bruto A c luas penampang beton yang menahan penyaluran geser A cp luasan

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III PEMODELAN STRUKTUR BAB III Dalam tugas akhir ini, akan dilakukan analisis statik ekivalen terhadap struktur rangka bresing konsentrik yang berfungsi sebagai sistem penahan gaya lateral. Dimensi struktur adalah simetris segiempat

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API. melakukan penelitian berdasarkan pemikiran:

BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API. melakukan penelitian berdasarkan pemikiran: BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API 3.1. Kerangka Berpikir Dalam melakukan penelitian dalam rangka penyusunan tugas akhir, penulis melakukan penelitian berdasarkan pemikiran: LATAR

Lebih terperinci

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT 2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT Pendahuluan Elemen struktur komposit merupakan struktur yang terdiri dari 2 material atau lebih dengan sifat bahan yang berbeda dan membentuk satu kesatuan sehingga menghasilkan

Lebih terperinci

DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM

DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM Fikry Hamdi Harahap NRP : 0121040 Pembimbing : Ir. Ginardy Husada.,MT UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL BANDUNG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Struktur bangunan bertingkat tinggi memiliki tantangan tersendiri dalam desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang memiliki faktor resiko

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²)

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²) DAFTAR NOTASI A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas bruto penampang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Dalam perancangan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku sehingga diperoleh suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi. Struktur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyilang sungai atau saluran air, lembah atau menyilang jalan lain atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyilang sungai atau saluran air, lembah atau menyilang jalan lain atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fly Over atau Overpass Jembatan yaitu suatu konstruksi yang memungkinkan suatu jalan menyilang sungai atau saluran air, lembah atau menyilang jalan lain atau melintang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan prasarana fisik di Indonesia saat ini banyak pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan prasarana fisik di Indonesia saat ini banyak pekerjaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam pembangunan prasarana fisik di Indonesia saat ini banyak pekerjaan konstruksi bangunan menggunakan konstruksi baja sebagai struktur utama. Banyaknya penggunaan

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER MAKALAH TUGAS AKHIR PS 1380 MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER FERRY INDRAHARJA NRP 3108 100 612 Dosen Pembimbing Ir. SOEWARDOYO, M.Sc. Ir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Berkembangnya kemajuan teknologi bangunan bangunan tinggi disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Berkembangnya kemajuan teknologi bangunan bangunan tinggi disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Berkembangnya kemajuan teknologi bangunan bangunan tinggi disebabkan oleh kebutuhan ruang yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Semakin tinggi suatu bangunan, aksi gaya

Lebih terperinci

Kajian Pengaruh Panjang Back Span pada Jembatan Busur Tiga Bentang

Kajian Pengaruh Panjang Back Span pada Jembatan Busur Tiga Bentang Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas Vol. 2 No. 4 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Desember 2016 Kajian Pengaruh Panjang Back Span pada Jembatan Busur Tiga Bentang YUNO YULIANTONO, ASWANDY

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Pembebanan merupakan faktor penting dalam merancang stuktur bangunan. Oleh karena itu, dalam merancang perlu diperhatikan beban-bean yang bekerja pada struktur agar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENULISAN Umumnya, pada masa lalu semua perencanaan struktur direncanakan dengan metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan dipikul

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. gelagar u atau PCU girder. Pemilihan struktur PCU girder dikarenakan struktur ini

BAB III LANDASAN TEORI. gelagar u atau PCU girder. Pemilihan struktur PCU girder dikarenakan struktur ini BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Tinjauan Umum Perencanaan fly over ini direncanakan dengan bentang 450 meter yang dibagi jaraknya dengan 6 buah pier sejauh kurang lebih 50 meter. Perencanaan fly over ini mengaanalisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dalam bidang konstruksi terus menerus mengalami peningkatan, kontruksi bangunan merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan pernah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meskipun istilah aliran lebih tepat untuk menyatakan arus lalu lintas dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meskipun istilah aliran lebih tepat untuk menyatakan arus lalu lintas dan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Arus Lalu lintas Ukuran dasar yang sering digunakan untuk mendefenisikan arus lalu lintas adalah konsentrasi aliran dan kecepatan. Aliran dan volume sering dianggap sama,

Lebih terperinci

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Balok Lentur Pertemuan - 6

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Balok Lentur Pertemuan - 6 Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 SKS : 3 SKS Balok Lentur Pertemuan - 6 TIU : Mahasiswa dapat merencanakan kekuatan elemen struktur baja beserta alat sambungnya TIK : Mahasiswa mampu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Komponen Struktur Perencanaan suatu struktur bangunan gedung didasarkan pada kemampuan gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Pengertian

Lebih terperinci

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN JEMBATAN PANTAI HAMBAWANG - DS. DANAU CARAMIN CS A. DATA SLAB LANTAI JEMBATAN Tebal slab lantai jembatan t s = 0.35 m Tebal trotoar t t = 0.25 m Tebal lapisan aspal + overlay

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER

TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER Oleh : Fajar Titiono 3105.100.047 PENDAHULUAN PERATURAN STRUKTUR KRITERIA DESAIN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Material Beton II.1.1 Definisi Material Beton Beton adalah suatu campuran antara semen, air, agregat halus seperti pasir dan agregat kasar seperti batu pecah dan kerikil.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keliatan dan kekuatan yang tinggi. Keliatan atau ductility adalah kemampuan. tarik sebelum terjadi kegagalan (Bowles,1985).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keliatan dan kekuatan yang tinggi. Keliatan atau ductility adalah kemampuan. tarik sebelum terjadi kegagalan (Bowles,1985). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Bahan konstruksi yang mulai diminati pada masa ini adalah baja. Baja merupakan salah satu bahan konstruksi yang sangat baik. Baja memiliki sifat keliatan dan kekuatan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencaaan struktur bangunan harus mengikuti peraturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan struktur bangunan yang aman. Pengertian beban adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat yaitu selain awet dan kuat, berat yang lebih ringan Specific Strength yang

BAB I PENDAHULUAN. pesat yaitu selain awet dan kuat, berat yang lebih ringan Specific Strength yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konstruksi Baja merupakan suatu alternatif yang menguntungkan dalam pembangunan gedung dan struktur yang lainnya baik dalam skala kecil maupun besar. Hal ini

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai 8 BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Pada Pelat Lantai Dalam penelitian ini pelat lantai merupakan pelat persegi yang diberi pembebanan secara merata pada seluruh bagian permukaannya. Material yang digunakan

Lebih terperinci

Struktur Baja 2. Kolom

Struktur Baja 2. Kolom Struktur Baja 2 Kolom Perencanaan Berdasarkan LRFD (Load and Resistance Factor Design) fr n Q i i R n = Kekuatan nominal Q = Beban nominal f = Faktor reduksi kekuatan = Faktor beban Kombinasi pembebanan

Lebih terperinci

Jembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector)

Jembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector) Jembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector) Dr. AZ Department of Civil Engineering Brawijaya University Pendahuluan JEMBATAN GELAGAR BAJA BIASA Untuk bentang sampai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Suatu struktur bangunan yang direncanakan harus sesuai dengan peraturan - peraturan yang berlaku, sehingga mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara kontruksi.

Lebih terperinci

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Batang Tekan Pertemuan - 4

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Batang Tekan Pertemuan - 4 Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 SKS : 3 SKS Batang Tekan Pertemuan - 4 TIU : Mahasiswa dapat merencanakan kekuatan elemen struktur baja beserta alat sambungnya TIK : Mahasiswa dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara kontruksi. Struktur

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pembebanan Struktur bangunan yang aman adalah struktur bangunan yang mampu menahan beban-beban yang bekerja pada bangunan. Dalam suatu perancangan struktur harus memperhitungkan

Lebih terperinci

MACAM MACAM JEMBATAN BENTANG PENDEK

MACAM MACAM JEMBATAN BENTANG PENDEK MACAM MACAM JEMBATAN BENTANG PENDEK 1. JEMBATAN GELAGAR BAJA JALAN RAYA - UNTUK BENTANG SAMPAI DENGAN 25 m - KONSTRUKSI PEMIKUL UTAMA BERUPA BALOK MEMANJANG YANG DIPASANG SEJARAK 45 cm 100 cm. - LANTAI

Lebih terperinci

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 SKS : 3 SKS Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa Pertemuan 13, 14 TIU : Mahasiswa dapat mendesain berbagai elemen struktur beton bertulang TIK

Lebih terperinci

TULANGAN GESER. tegangan yang terjadi

TULANGAN GESER. tegangan yang terjadi TULANGAN GESER I. PENDAHULUAN Semua elemen struktur balok, baik struktur beton maupun baja, tidak terlepas dari masalah gaya geser. Gaya geser umumnya tidak bekerja sendirian, tetapi berkombinasi dengan

Lebih terperinci

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM BAB VI KONSTRUKSI KOLOM 6.1. KOLOM SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²). DAFTAR NOTASI A cp Ag An Atp Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton (mm²). Luas bruto penampang (mm²). Luas bersih penampang (mm²). Luas penampang tiang pancang (mm²). Al Luas total tulangan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pembebanan Beban yang ditinjau dan dihitung dalam perancangan gedung ini adalah beban hidup, beban mati dan beban gempa. 3.1.1. Kuat Perlu Beban yang digunakan sesuai dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencanaan komponen struktur terutama struktur beton bertulang harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara Perhitungan

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN PERENCANAAN. Jembatan ini menggunakan rangka baja sebagai gelagar induk. Berdasarkan letak

BAB II PERATURAN PERENCANAAN. Jembatan ini menggunakan rangka baja sebagai gelagar induk. Berdasarkan letak BAB II PERATURAN PERENCANAAN 2.1. Klasifikasi Jembatan Rangka Baja Jembatan ini menggunakan rangka baja sebagai gelagar induk. Berdasarkan letak lantai kendaran Jembatan rangka baja dibagi menjadi Jembatan

Lebih terperinci

Mencari garis netral, yn. yn=1830x200x x900x x x900=372,73 mm

Mencari garis netral, yn. yn=1830x200x x900x x x900=372,73 mm B. Perhitungan Sifat Penampang Balok T Interior Menentukan lebar efektif balok T B ef = ¼. bentang balok = ¼ x 19,81 = 4,95 m B ef = 1.tebal pelat + b w = 1 x 200 + 400 = 00 mm =, m B ef = bentang bersih

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK BIASA DAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK KHUSUS TIPE-X TUGAS AKHIR

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK BIASA DAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK KHUSUS TIPE-X TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK BIASA DAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK KHUSUS TIPE-X TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan Tahap Sarjana pada

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI 03-2847-2002 ps. 12.2.7.3 f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan BAB III A cv A tr b w d d b adalah luas bruto penampang beton yang

Lebih terperinci

Perilaku Material Baja dan Konsep Perencanaan Struktur Baja

Perilaku Material Baja dan Konsep Perencanaan Struktur Baja Mata Kuliah Kode SKS : Perancangan Struktur Baja : TSP 306 : 3 SKS Perilaku Material Baja dan Konsep Perencanaan Struktur Baja Pertemuan - 1 TIU : Mahasiswa dapat merencanakan kekuatan elemen struktur

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI)

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI) 1 PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI) Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai S-1 Teknik Sipil diajukan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA II.1 Umum dan Latar Belakang Kolom merupakan batang tekan tegak yang bekerja untuk menahan balok-balok loteng, rangka atap, lintasan crane dalam bangunan pabrik dan sebagainya yang

Lebih terperinci