untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat.

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini diawali dengan latar belakang peneliti dalam pemilihan topik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel

BAB I PENDAHULUAN. manajemen sumber daya manusia (Saks, 2006). Para praktisi organisasi dan para

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Permasalahan. memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama untuk

BAB I PENDAHULUAN. keuangan, kemampuan marketing, dan sumber daya manusia (SDM).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan

Salah satu tantangan terbesar perusahaan dalam persaingan di pasar global. engaged menjadi sangat berharga dalam mendukung kinerja perusahaan karena

BAB II LANDASAN TEORI. memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya, dengan keadaan yang selalu berkembang maka setiap perusahaan baik

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era liberalisasi ekonomi Asia Pasifik (APEC) dan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakpastian yang tinggi telah menuntut organisasi-organisasi modern untuk

HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. sangatlah penting karena manusia merupakan penggerak utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masykarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas RI

BAB I PENDAHULUAN. organisasi karena dapat berpengaruh terhadap kinerja dan tingkat turnover

BAB I PENDAHULUAN. beban operasional perusahaan sehingga mengakibatkan jumlah jabatan struktural

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk mengoptimalkan fungsi manajemennya melalui sumber daya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi. Penelitian mengenai engagement dalam pekerjaan yang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Fokus penelitian pada keluaran organisasi telah banyak dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan RI mengatakan bahwa untuk mencapai Indonesia Sehat pada tahun

BAB II TELAAH PUSTAKA. mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia pendidikan saat ini menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga banyak yang menyebut keterikatan kerja merupakan old wine in

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN OUTSOURCING DIVISI KARTU KREDIT PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK.

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan oleh perusahaan adalah ketenagakerjaan (workforce) (Carnegie, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. performa organisasi. Menurut Mangkuprawira (2007), kinerja adalah hasil

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sampai saat ini, kepemimpinan masih menjadi topik yang menarik

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah

yang memiliki peran penting dalam perusahaan karena mereka akan berhubungan dengan para pelanggan. Dalam masyarakat, karyawan pemasaran sering kali

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI

BAB I PENDAHULUAN. dan lain-lain. Hal yang dapat menunjang bisnis percetakan ini adalah teknologi dalam

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satunya adalah cabang Solo Raya dan Madiun Raya. Pada bulan April 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kankan Sopyan, 2016

2015 HUBUNGAN FAMILY SUPPORTIVE SUPERVISORY BEHAVIORS DAN TRUST IN SUPERVISOR DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT

dengan sumber daya manusianya. Hal tersebut membuat sikap kerja karyawan menjadi hal yang penting untuk diperhatikan oleh organisasi.

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Keterikatan Karyawan (employee engagement) 1. Definisi Keterikatan Karyawan (employee engagement)

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi memaksa setiap organisasi berupaya menciptakan keunggulankeunggulan

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang bernama Gallup pada tahun 1990-an. Menurut survei Global,

BAB II TELAAH TEORI. Locke, Teori ini menjelaskan hubungan antara tujuan yang ditetapkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perusahaan akan berjalan baik dengan adanya sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap perusahaan pasti menginginkan kesuksesan. Hal itu berlaku pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inovatif. Kompetisi yang terjadi menuntut organisasi untuk senantiasa mengembangkan

Organisasi menjadi lebih tertarik pada work engagement setelah beberapa. hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang engaged menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia (SDM) adalah pelaksanaan job analysis, perencanaan SDM,

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Sutarto dalam buku Usman (2009:146) dalam buku Manajemen : Teori,

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan organisasi dan masyarakat disebut sebagai integrasi dalam. manajemen sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. dan jasa. Setiap perusahaan memerlukan karyawan yang tidak hanya cerdas tetapi

BABl PENDAHULUAN. Sektor perbankan memiliki peranan yang sangat penting, yang salah satunya

HUBUNGAN PERSEPSI BUDAYA ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN PT. STUDIO CILAKI EMPAT LIMA

BAB I PENDAHULUAN. organisasi juga dapat dikatakan sebagai suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. peralatan, standar profesi dan peningkatan manajemen rumah sakit. Manajemen sumber

PERAN OTONOMI TUGAS, UMPAN BALIK, DAN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA TERHADAP WORK ENGAGEMENT. Intisari. Winda Nevia Rosa Bagus Riyono

BAB I PENDAHULUAN. kondisi yang ada dengan arah strategis organisasi. Arah strategis organisasi

BAB I PENDAHULUAN. angka-angka, target dan estimasi akan langsung muncul dipikiran kita saat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perusahaan atau organisasi bisa meraup untung besar atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam. pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ADVERSITY QUOTIENT DAN PSYCHOLOGICAL CAPITAL DALAM MENENTUKAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN

BAB 1 PENDAHULUAN. industri semakin meningkat. Banyak perusahaan perusahaan baru yang

BAB I PENDAHULUAN. aset perusahaan yang bernapas atau hidup disamping aset aset lain

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan multinasional. Beberapa perusahaan telah mendirikan pabrik-pabrik baru di

BAB I PENDAHULUAN. Zaman semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu.

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa studi yang mengkorelasikan antara tingginya job. Perusahaan tidak lagi hanya mencari calon karyawan yang memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia saat ini sudah mengarah pada human capital, dimana sumber daya

Bab I. Pendahuluan. pengelolaan yang baik pula organisasi akan mendapatkan karyawan-karyawan

sumber daya manusianya. Hal ini disebabkan karena dunia kerja memiliki tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya yang dimiliki perusahaan seperti modal, metode, dan mesin. visi dan misi yang telah ditargetkan (Dessler, 2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri, motivasi diri

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami

pencapaian tujuan organisasi (Within the U.S workforce, Gallup organization s Gallup Workplace Audit dalam Biswas & Bhatnagar, 2013).

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Stephen P. (2002:135) Dalam suatu organisasi kepemimpinan

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap anggota dan lapisan masyarakat, tenaga kerja, perusahaan bahkan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. sebagai tempat menyimpan uang, Bank juga menjadi sarana kredit bagi usaha yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan aset yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita

Transkripsi:

Perubahan zaman yang semakin berkembang menuntut perusahaanperusahaan untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat. Persaingan ini menuntut perusahaan untuk menyusun kembali strategi bisnisnya sehari-hari agar mampu bersaing dengan perusahaan lainnya. Persaingan yang sangat ketat terletak pada bagaimana sebuah perusahaan dapat menghasilkan produk atau jasanya lebih baik dan lebih berkualitas dibandingkan pesaing bisnis lainnya. Untuk mencapai kondisi tersebut bukan hanya dijadikan target saat ini saja, melainkan secara terus menerus ke masa datang. Selama perusahaan masih bisa terus berusaha memperbaiki kinerjanya, sejauh itu pula perusahaan dapat tetap bertahan dalam ketatnya persaingan global. Di zaman yang semakin maju ini, kebutuhan manusia akan transportasi semakin meningkat. Saat ini transportasi merupakan kebutuhan yang tidak pernah lepas dikalangan manusia menengah keatas hingga menengah kebawah. Transportasi merupakan kebutuhan vital yang menjadi tumpuan hidup manusia dalam menjalankan setiap kegiatannya. Hal ini pula yang mendorong suburnya pertumbuhan industri otomotif di Indonesia. Industri transportasi darat atau otomotif adalah salah satu bidang industri yang saat ini berkembang pesat di Indonesia. Perkembangan ini dapat dilihat dari banyaknya industri otomotif yang berada di Indonesia bahkan di setiap provinsi memiliki dealer di setiap kota (Krisbiyanto, 2015). Para perusahaan otomotif berlomba menawarkan produk dan jasa mereka dengan menyediakan berbagai 1

2 keunggulan produk dibandingkan pesaing. Menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas dan bersaing dibutuhkan peran dari sumber daya manusia. Apabila sumber daya manusia dapat bekerja secara produktif maka akan mampu menunjukkan kinerja terbaiknya sehingga menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas baik. Peneliti melakukan preliminary survey di PT. Nasmoco kantor cabang Janti wilayah Yogyakarta. PT. Nasmoco merupakan sebuah perusahaan otomotif yang melayani jasa. Hasil wawancara dari salah satu karyawan menyatakan bahwa terdapat intensi turnover yang cukup tinggi di PT. Nasmoco Janti. Hal tersebut disebabkan karena ketidakmampuan karyawan dalam mencapai target yang ditetapkan oleh perusahaan. Setiap divisi memiliki target yang harus dicapai, namun beberapa karyawan kewalahan dalam mencapai target yang ditetapkan oleh perusahaan. Akibatnya adalah karyawan yang tidak mampu mencapai target maka akan diberhentikan dari perusahaan tersebut. Hal tersebut berdampak pada kinerja perusahaan yang ikut menurun karena kinerja karyawan ya penjualan produk yang tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Data lain yang didapat dari hasil wawancara adalah perusahaan otomotif ini juga melayani jasa perawatan (service) mobil yang buka setiap hari sehingga sabtu minggu pun melayani pelanggan yang ingin melakukan perawatan pada mobilnya. Menurut hasil wawancara dengan pihak teknisi menyatakan bahwa setiap harinya mereka sudah bekerja dan berharap dapat istirahat di hari libur namun pada kenyataannya mereka harus tetap masuk kerja walaupun setengah hari. Hal tersebut

3 berdampak pada kinerja mereka yang menjadi kurang semangat saat bekerja karena merasa lelah dan membutuhkan hari libur sejenak. Salah satu faktor yang mempengaruhi work engagement adalah tingkat tuntutan kerja. Semakin banyak tuntutan kerja, maka karyawan semakin merasa lelah. Kelelahan akan berdampak pada rendahnya semangat, dedikasi, dan penghayatan, yang kemudian berpengaruh terhadap rendahnya work engagement (Broeck, Vansteenkiste, Witte, & Lens, 2008). Di balik pertumbuhan bisnis yang kuat di Indonesia, rupanya engagement dan kesungguhan dalam bekerja yang dimiliki oleh karyawan di Indonesia ini sangat rendah. Hal tersebut terungkap dari survei yang dilakukan oleh Towers Watson. Perusahaan konsultan di bidang tenaga kerja ini merilis survei terbarunya mengenai Global Workforce Study 2012 yang mengikutkan 29 negara termasuk Indonesia dengan total responden sebanyak 32.000 karyawan. Khusus untuk Indonesia, hasilnya yaitu sekitar dua pertiga karyawan di Indonesia tidak memiliki engagement yang tinggi terhadap perusahaannya. Hasil survei menyebutkan bahwa sekitar 27% dari karyawan saat ini telah merencanakan untuk pindah dalam dua tahun kedepan (Krisbiyanto, 2015). Lebih jauh lagi diungkapkan bahwa 42% dari total responden di Indonesia sebanyak 1.005 karyawan menyatakan bahwa mereka berniat untuk hengkang dari perusahaannya sekarang untuk meningkatkan karirnya di masa depan. Sedangkan karyawan yang memiliki engagement terhadap perusahaannya di mana dia bekerja saat ini, jumlahnya hanya sekitar 36%. Hasil dari engagement survei yang dilakukan oleh Tower Watson menemukan bahwa rendahnya engagement disebabkan oleh

4 beberapa faktor yaitu kualitas leadership di organisasi yang masih buruk, keseimbangan hidup karyawan antara bekerja dan kehidupan pribadi atau sering disebut work life balance juga masih buruk, budaya mendengarkan, memperhatikan, memberikan umpan balik secara konsisten, dan memberikan kesetaraan untuk berkembang juga mungkin masih tidak menggembirakan (Krisbiyanto, 2013). Hasil survei dari 665 kepala eksekutif karyawan di Amerika, Eropa, Jepang dan negara-negara lainnya menyebutkan bahwa engagement merupakan salah satu dari lima tantangan teratas bagi manajemen (Sakovska, 2012). Schiemann (2011) mengartikan engagement (keterikatan) sebagai energi atau motivasi dari karyawan untuk membatu organisasi tersebut mencapai tujuannya. Pengertian engagement lainnya juga diungkapkan oleh Gallup Organization (2008) sebagai keterikatan dan antusiasme pekerja pada pekerjaannya yang dapat mendorong business outcome, meningkatkan produktivitas karyawan dan mempertahankan pekerja di organisasi. Macey, Schneider, Barbera, dan Young (2009) menyatakan bahwa engagement mengacu pada pemfokusan energi yang diarahkan pada tujuan organisasi. Karyawan yang engaged akan bekerja lebih keras melalui peningkatan usaha dibandingkan dengan karyawan disengaged. Survei yang dilakukan oleh Gallup Consulting (2013), menjelaskan bahwa karyawan yang engage secara penuh kepada pekerjaannya biasanya hanya berlangsung pada 6 bulan pertama. Ditemukan bahwa sebanyak 40% karyawan menjadi tidak engaged dan 8% benar-benar lepas tangan dengan pekerjaannya setelah 6 bulan periode kerja. Bahkan setelah periode 6 bulan pertama tersebut, level engagement karyawan semakin menurun hingga 10 tahun

5 masa kerja. Lebih lanjut survei yang dilaksanakan beberapa perusahaan konsultan menerangkan bahwa meskipun karyawan yang disengage tetap menunjukkan perilaku peduli terhadap organisasi dan pekerjaan mereka, tetapi mereka merasa kemampuan yang dimiliki tidak cocok dengan tugas-tugas yang diberikan. Terdapat juga karyawan yang bertahan tetapi tidak berkomitmen terhadap pekerjaan dan organisasi sehingga pada akhirnya karyawan dapat memutuskan untuk keluar dari perusahaan (Chalofsky & Krishna, 2009). Work engagement merupakan suatu konstrak penting dalam bidang psikologi organisasi positif. Work engagement mencakup pernyataan positif yang berkontribusi pada kesejahteraan karyawan (Ferreira, 2012). Konsep engagement pertama kali dikemukakan oleh Kahn (1990) yang menyatakan bahwa individu yang engaged terhadap pekerjaannya akan terhubung dengan peranannya dalam bekerja baik secara fisik, kognitif, maupun secara emosi. Work engagement berkaitan dengan tingkat tuntutan kerja. Semakin banyak tuntutan kerja, maka karyawan semakin merasa lelah. Kelelahan akan berdampak pada rendahnya semangat, dedikasi, dan penghayatan, yang kemudian berpengaruh terhadap rendahnya work engagement (Broeck, Vansteenkiste, Witte, & Lens, 2008). Secara umum work engagement merupakan keterlibatan seseorang dalam pekerjaannya dimana ia dapat sangat antusias terhadap pekerjaannya dan terlibat penuh didalam pekerjaannya. Kahn (1990) menyatakan bahwa work engagement merupakan suatu bentuk perhatian karyawan terhadap pekerjannya serta bagaimana ia dapat menyerap peranannya. Menurut Kahn (1990) karyawan yang memiliki level

6 engagement yang tinggi membawa hasil yang positif bagi individu (kualitas dari pekerjaan orang-orang dan pengalaman mereka dalam melakukan pekerjaan) dan organisasi (pertumbuhan dan produktivitas organisasi). Work engagement karyawan merupakan suatu hal yang penting untuk memastikan pertumbuhan jangka panjang dan peningkatan keuntungan bisnis bagi perusahaan (Catteeuw, Flynn & Vonderhorst, 2007). Menurut Chungtai & Buckley (2008), pemimpin organisasi dapat meningkatkan engagement karyawan. Supervisor lini pertama juga diyakini penting dalam membangun engagement karyawan (Saks, 2006). Papalexandris dan Galanaki (2008) menemukan bahwa beberapa perilaku kepemimpinan memiliki efek positif yang kuat pada engagement karyawan. Hal tersebut dikarenakan supervisor atau pimpinan perusahaan merupakan seseorang yang paling memahami bagaimana kemampuan mereka dalam mempengaruhi karyawan untuk tetap termotivasi dan engaged di tempat kerja. Penerapan gaya kepemimpinan yang tepat mampu menstimulus karyawan untuk bekerja lebih baik. Terkait pentingnya peran kepemimpinan dalam organisasi, dikembangkan beberapa teori kepemimpinan dalam organisasi yaitu teori kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional. Pemimpin transformasional memberikan perhatian pada kebutuhan setiap individu untuk tumbuh dan berkembang dengan cara berperan sebagai pelatih dan mentor. Penelitian yang dilakukan oleh Rowald dan Heinitz (2007) menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan transformasional telah memberikan kontribusi terhadap

7 peningkatan kinerja dan keuntungan organisasi dibanding kepemimpinan yang lain. Penelitian yang dilakukan oleh Tims, Bakker dan Xanthopolou (2011) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional dapat meningkatkan work engagement. Bakker dan Demerouti (2008) menyatakan bahwa work engagement dipengaruhi oleh personal resources karyawan. Personal resources diartikan sebagai evaluasi diri positif yang terkait dengan ketahanan mental individu serta mengacu pula pada perasaan individu terhadap kemampuan dirinya untuk berhasil dalam mengontrol dan mempengaruhi lingkungannya (Bakker, 2011). Berdasarkan dari faktor-faktor yang mempengaruhi work engagement seperti telah dipaparkan diatas di dapat suatu kesimpulan bahwa aspek psikologis individu merupakan faktor yang berpengaruh bagi munculnya work engagement dan salah satunya adalah modal psikologis (psychological capital). Modal psikologis secara kesatuan dapat memberi dampak yang lebih besar dibandingkan dengan jika berdiri dengan konstruk yang terpisah secara sendiri-sendiri. Modal psikologis didefinisikan sebagai penilaian positif yang dimiliki individu terhadap suatu keadaan dan berpeluang untuk berhasil didasarkan pada upaya motivasi dan ketekunan (Luthans, 2007). Pengertian lainnya yang juga diungkapkan oleh Luthans (2007) mengenai modal psikologis adalah hal positif psikologis yang dimiliki oleh setiap individu yang berguna membantu individu tersebut untuk dapat berkembang yang ditandai dengan, 1) memiliki kepercayaan (self-efficacy) untuk mengambil dan melakukan suatu usaha yang diperlukan untuk keberhasilan yang sedang dihadapi, 2) memberikan tanggapan positif (optimism)

8 terhadap keberhasilan sekarang dan masa mendatang, 3) tekun dan gigih terhadap tujuan dan jika diperlukan, mengatur kembali upaya menuju tujuan (hope) dalam rangka mencapai keberhasilan dan 4) jika menghadapi masalah dan kegagalan tetap bertahan dan bangkit kembali dan bahkan lebih kuat daripada sebelumnya untuk mencapai kesuksesan (resiliency). Hal ini senada dengan pendapat Osigweh (1989), dimana modal psikologis adalah suatu pendekatan yang dicirikan pada dimensidimensi yang bisa mengoptimalkan potensi yang dimiliki individu sehingga bisa membantu kinerja organisasi. Karyawan yang memiliki tingkat work engagement yang tinggi akan menunjukkan performa terbaik mereka. Hal ini disebabkan karena karyawan tersebut menikmati pekerjaan yang mereka lakukan (Bakker, Albrecht, & Leiter, 2011). Berdasarkan penelitian oleh Inceoglu dan Warr (2012) ditemukan bahwa karyawan yang memiliki keterikatan terhadap pekerjaannya cenderung memiliki emosi yang stabil, proaktif dan berorientasi pada pencapaian prestasi. Karyawan dengan engagement tinggi menunjukkan perilaku yang positif selama bekerja sehingga hal apapun yang mereka lakukan mengarah pada usaha untuk mencapai tujuan dan kesuksesan perusahaan (Albrecht, 2010). Hubungan antara kepemimpinan tranformasional dan keterikatan kerja dapat dijelaskan melalui social cognitive theory (SCT). Menurut teori ini, pemimpin yang memiliki gaya transformasional bertindak sebagai model atau contoh dengan memanifestasikan tingkah laku positif di tempat kerja. Selain itu, pemimpin dengan

9 gaya kepemimpinan transformasional mampu menginspirasi para pengikut dan mendesak mereka untuk berpikir kreatif ketika menghadapi suatu masalah. Berdasarkan pemaparan yang ada, ketiga variabel yang digunakan dalam penelitian mampu dijelaskan oleh Bandura melalui Social Cognitive Theory. Social Cognitive Theory yang dikemukakan Bandura (2002), menjelaskan bahwa manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri, mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri. Asumsinya adalah bahwa faktor dari dalam dan luar individu saling mempengaruhi untuk membentuk suatu perilaku. Faktor dari dalam yang dimaksud adalah faktor-faktor personal seperti belief, expectations, dan self perception sedangkan faktor dari luar seperti reward, punishment, kondisi lingkungan, dan lain-lain (Bandura, 2002). Penelitian kali ini bahwa work engagement dapat terbentuk melalui faktor dari luar yaitu kepemimpinan transformasional dan faktor dari dalam yaitu penilaian positif dari individu terhadap lingkungan kerjanya. Berdasarkan kajian yang telah diuraikan akan diperjelas dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dimana meliputi hubungan antara atasan dan bawahan yang ditunjukkan dengan tipe kepemimpinan transformasional serta penilaian positif psikologis yang dimiliki individu terhadap work engagement. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah, penelitian yang dilakukan oleh Salanova, Lorente, Chambel dan Martinez (2011) menemukan bahwa kepemimpinan transformasional berperan sebagai prediktor terhadap kinerja karyawan dengan self efficacy dan work

10 engagement sebagai mediator. Oleh karena peneliti ingin menguji hubungan antara atasan dengan bawahan melalui kepemimpinan transformasional dan modal psikologis yang dimiliki karyawan yang berperan sebagai prediktor terhadap work engagement seperti terlihat pada kerangka penelitian di bawah ini : Kepemimpinan Transformasional Work Engagement Modal Psikologis Gambar 1. Kerangka Penelitian