Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

dokumen-dokumen yang mirip
Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

4. Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Asetil (ASTM D )

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas

KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS KELAPA ASETAT SEBAGAI ADSORBEN BELERANG DIOKSIDA (SO 2 )

4. Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan pembahasan

Kondensasi Benzoin Benzaldehid: Rute Menujuu Sintesis Obat Antiepileptik Dilantin

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

4 Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK KI-2051 PERCOBAAN 7 & 8 ALDEHID DAN KETON : SIFAT DAN REAKSI KIMIA PROTEIN DAN KARBOHIDRAT : SIFAT DAN REAKSI KIMIA

REAKSI SUBSTITUSI ALFA KARBONIL

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akan berlangsung selama sintesis, serta alat-alat yang diperlukan untuk sintesis.

Gugus Fungsi Senyawa Karbon

LAPORAN PRAKTIKUM SINTESIS KIMIA ORGANIK

4 Pembahasan Degumming

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Chapter 20 ASAM KARBOKSILAT

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial

TURUNAN ASAM KARBOKSILAT DAN REAKSI SUBSTITUSI ASIL NUKLEOFILIK

REAKSI-REAKSI ALKOHOL DAN FENOL

4. Hasil dan Pembahasan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Kelompok G : Nicolas oerip ( ) Filia irawati ( ) Ayndri Nico P ( )

4 Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN

KIMIA. Sesi HIDROKARBON (BAGIAN II) A. ALKANON (KETON) a. Tata Nama Alkanon

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

4. Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Struktur Aldehid. Tatanama Aldehida. a. IUPAC Nama aldehida dinerikan dengan mengganti akhiran a pada nama alkana dengan al.

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

PEMBUATAN SELULOSA ASETAT DARI LIMBAH SERBUK GERGAJI KAYU DAN IDENTIFIKASINYA TESIS

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

REAKSI PENATAAN ULANG. perpindahan (migrasi) tersebut adalah dari suatu atom ke atom yang lain yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

MAKALAH PRAKTIKUM KIMIA DASAR REAKSI-REAKSI ALKOHOL DAN FENOL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4 Hasil dan Pembahasan

I. DASAR TEORI Struktur benzil alkohol

4 Hasil dan Pembahasan

1. Werthein E, A Laboratory Guide for Organic Chemistry, University of Arkansas, 3 rd edition, London 1953, page 51 52

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Hasil dan Pembahasan

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA. Penentuan Kadar Glukosa Darah

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK (KI2051)

x 100% IP (%) = HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Lindi Hitam Kraft

Sintesis Organik Multitahap: Sintesis Pain-Killer Benzokain

OLIMPIADE SAINS NASIONAL CALON PESERTA INTERNATIONAL CHEMISTRY OLYMPIAD (IChO) Yogyakarta Mei Lembar Jawab.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

1.3 Tujuan Percobaan Tujuan pada percobaan ini adalah mengetahui proses pembuatan amil asetat dari reaksi antara alkohol primer dan asam karboksilat

4. Hasil dan Pembahasan

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK. Disusun Oleh :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

3. Metodologi Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENENTUAN KADAR GULA METODE NELSON-SOMOGYI. Kelompok 8 Dini Rohmawati Nafisah Amira Nahnu Aslamia Yunus Septiawan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel

SIFAT KIMIA DAN FISIK SENYAWA HIDROKARBON

3. Metodologi Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

Air adalah wahana kehidupan

Sintesis Asam Salisilat Dari Minyak Gandapura Dan Kenaikan Titik Leleh

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

LAPORAN PRAKTIKUM SINTESIS SENYAWA ORGANIK : Reaksi Pembuatan Alkena dengan Dehidrasi Alkohol

ASAM KARBOKSILAT. Deskripsi: Struktur, tata nama, penggolongan dan manfaat asam karboksilat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

Transkripsi:

Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai bahan pengikat sel-sel dan memberikan kekakuan kepada dinding sel. emiselulosa adalah heteropolimer dengan berbagai monomer gula, dan rantai molekul yang lebih pendek dari selulosa. emiselulosa adalah senyawa amorf, karena banyak percabangan pada rantai molekulnya. Selain ketiga komponen tersebut terdapat zat-zat dalam kayu yang bukan penyusun kayu yang dikelompokkan sebagai zat ekstraktif. Pada percobaan ini ekstraksi dilakukan untuk menghilangkan senyawa senyawa ekstraktif yang tercampur pada serbuk gergaji kayu. Pelarut dari campuran alkohol benzen yang digunakan untuk ekstraksi mula-mula jernih, setelah 4 jam kemudian berubah menjadi larutan kuning kecoklatan, yang mengindikasikan alkohol benzen sudah mengekstraksi senyawa-senyawa lain yang terdapat dalam serbuk gergaji selain lignin, selulosa atau hemiselulosa. Selain warna ekstrak yang berubah, warna sampel juga mengalami perubahan, yang semula berwarna coklat kelam menjadi warna coklat agak cerah, seperti ditunjukkan pada Gambar IV.1 dan IV.2 berikut: Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

. Gambar IV 2 Serbuk gergaji kayu setelah diekstraksi asil ekstraksi serbuk gergaji kayu dapat dilihat pada Tabel IV.1 berikut: Tabel IV.1 asil ekstraksi Serbuk Gergaji kayu Ekstraksi Massa Massa sampel serbuk kayu yang dihasilkan Randemen 1 10,00 gram 7,48 gram 74,8 % 2 10,00 gram 8,69 gram 86,9 % IV.2 Isolasi selulosa Isolasi ini dimaksudkan untuk memisahkan selulosa dari lignin atau senyawasenyawa lain. Pada percobaan ini lignin dirusak oleh buffer natrium sulfida (Na 2 S) dalam Na panas, sehingga lignin mudah larut. Reaksi dengan larutan Na pada temperatur tersebut menyebabkan molekul lignin terdegradasi akibat pemutusan ikatan aril-eter, karbon-karbon, aril-aril dan alkil-alkil. Adanya lignin pada senyawa tersebut ditandai dengan adanya larutan yang berwarna hitam pekat (black liquor). Warna hitam yang ditimbulkan saat pemasakan dengan Na merupakan indikasi dari terlarutnya senyawa-senyawa yang memiliki gugus kromofor yaitu gugus yang memiliki ikatan rangkap terkonyugasi yang menyebabkan suatu senyawa memiliki warna dan dapat menyerap cahaya dengan panjang gelombang antara 29

200 nm - 400 nm (UV). Untuk mengetahui bahwa sampel tidak mengandung lignin, maka pada sampel filtrat berwarna jernih. Untuk lebih meyakinkan ligninnya telah terekstraksi, maka filtrat ditetesi dengan asam sulfat pekat, dan jika lignin sudah terekstraksi filtrat tidak memberikan endapan atau gumpalan, karena lignin dalam asam sulfat pekat akan membentuk endapan. Pengendapan ini terjadi karena lignin memiliki gugus hidroksil fenolat yang pada suasana asam mengalami protonasi, gugus hidroksil fenolat yang terionisasi akan berubah menjadi gugus hidroksil fenolat yang tidak terionisasi, akibatnya lignin tidak larut dan dapat dipisahkan dengan penyaringan. Mekanisme sederhana dari degradasi lignin oleh nukleofil basa kuat () dapat dilihat pada Gambar IV.3 26 3 C C 3 - C R + C + R 2 C C- 2 C C C3 C 3 - C 3 C + + C 2 C 3 C Gambar IV 3 Mekanisme degradasi lignin oleh nukleofil 30

Degradasi lignin diawali oleh penyerangan atom yang terikat pada gugus fenolik oleh ion hidroksi () dari Na. Atom pada bagian tersebut bersifat asam karena terikat pada atom yang memiliki keelektronegatifan besar. Atom yang lebih elektronegatif akan menarik elektron pada atom, sehingga atom akan bermuatan parsial positif ( +) dan mudah lepas menjadi ion +. Keasaman juga dipengaruhi oleh efek resonansi dari gugus alkil pada posisi para, sehingga atom pada gugus fenolik akan bersifat lebih asam. Reaksi selanjutnya adalah pemutusan ikatan aril-eter dan karbon-karbon menghasilkan fragmen yang larut dalam Na. Indikasi banyaknya lignin yang larut dapat dilihat dari randemen yang berkurang dan warna sampel lebih cerah. Perbedaan ke dua selulosa sebelum dan setelah dihilangkan ligninnya dapat dilihat pada Gambar IV.4 dan IV.5 berikut ini : Gambar IV 4 Sampel selulosa sebelum lignin dipisahkan Gambar IV 5 Sampel selulosa sesudah lignin dipisahkan 31

Tabel IV.2 Masa hasil isolasi Perc Masa Serbuk Masa hasil Massa Selulosa gergaji kayu ekstraksi yang dihasilkan Randemen 1 10,00 gram 7,48 gram 4,35 gram 43,5 % 2 10,00 gram 8,69 gram 5,45 gram 54,5 % Alkali kuat juga akan mengubah monosakarida maupun gugus-gugus ujung dalam polisakarida menjadi berbagai asam karboksilat. Polisakarida dengan ikatan 1,4 glikosida dan hemiselulosa akan terdegradasi dengan mekanisme pemutusan ikatan dari ujung ke ujung. Bagian rantai selulosa yang tersisa dari proses ini adalah senyawa yang disebut α selulosa (pulp). Mekanisme reaksi yang terjadi pada polimer selulosa adalah sebagai berikut : 2 C selulosa - C 2 selulosa 2 C - 2 C selulosa C - selulosa C - 32

Atau dapat juga terjadi oksidasi pada skunder selulosa 2 C - selulosa - 2 C 2 C selulosa 2 C - selulosa C C - Gambar IV 6 Reaksi degradasi selulosa 27 Degradasi selulosa dapat juga terjadi akibat pemanasan (degradasi termal). Degradasi termal selulosa tidak terbatas pada pemutusan rantai molekul saja, tetapi terjadi juga reaksi dehidrasi dan oksidasi. Pemanasan dalam udara menyebabkan oksidasi gugus hidroksil yang menghasilkan gugus karbonil dan kemudian menjadi gugus karboksil. Jika suhu di atas 200 o C degradasi selulosa akan membentuk senyawa yang mudah menguap dengan cepat. Jadi proses pulping dengan pemasakan soda memungkinkan terjadinya degradasi selulosa. 27 Produk pulp yang dihasilkan umumnya berwarna putih, namun pada percobaan ini berwarna coklat, hal ini dimungkinkan masih ada sisa lignin hasil depolimerisasi. Sisa kromofor ini dapat dihilangkan dengan proses bleaching (pemutihan). Proses bleaching bertujuan untuk menghilangkan sisa lignin dalam pulp. Pada proses ini molekul-molekul penyerap warna (mengandung kromofor) akan dioksidasi sehingga menjadi polar dan larut dalam air. Proses bleaching akan membuat warna pulp menjadi lebih cerah atau putih. 28,31 33

Sebagian besar reagen pemutih adalah oksidator kuat, dan reagen pemutih lebih menyerang lignin dibandingkan selulosa, karena molekul lignin banyak gugus kromofor atau ikatan rangkap yang kaya akan elektron. Pada percobaan ini reagen yang digunakan sebagai pemutih adalah larutan hipoklorit (kaporit) yang dibeli dipasaran dengan konsentrasi 30%, mengingat reagen tersebut murah, mudah didapat, serta tidak berbahaya. Ion hipoklorit yang bermuatan negatif merupakan nukleofil yang mudah diadisikan pada tempat tempat yang bermuatan positif pada lignin. Tempat-tempat tersebut adalah struktur karbonil dan ikatan rangkap terkonyugasi. Ion hipoklorit merupakan pengoksidasi kuat dan akan memecah ikatan C-C dalam struktur tersebut. Karbokation dan ikatan rangkap pada lignin dapat dilihat pada Gambar IV.7 berikut : - 2 C 3 C 3 Gambar IV 7 Karbokation dan ikatan konyugasi pada lignin Proses bleaching menggunakan kaporit berjalan lambat, akan tetapi dengan penambahan 1 gram Na padat proses bleaching berjalan lebih cepat, karena hipoklorit bekerja optimum pada p 7 (netral). 31 Selain itu penambahan Na membantu proses pelarutan sisa sisa lignin yang sudah teroksidasi menjadi senyawa polar yang mudah larut dalam pelarut polar. Reaksi oksidasi lignin saat bleaching dapat dilihat pada Gambar IV. 8 berikut : 34

Bleaching C 3 C C - Gambar IV 8 Reaksi Bleaching Selulosa : Selulosa hasil isolasi dapat dilihat pada Gambar IV. 9 dan IV.10 berikut Gambar IV 9 Selulosa hasil Isolasi sebelum proses pemutihan Gambar IV 10 Selulosa hasil isolasi sesudah proses pemutihan 35

IV.3 Asetilasi Reaksi asetilasi dilakukan dengan menggunakan asam anhidrida asetat sebagai zat pengasetilasi (acylating agent), asam sulfat sebagai katalis, dan asam asetat glasial sebagai pelarut. Proses asetilasi dilakukan selama 20 dan 42 jam pada suhu 37 C dengan pengadukan secara teratur. Dari 2 gram selulosa yang diasetilasi, massa selulosa asetat yang dihasilkan pada proses 20 jam sebesar 2,4480gram, sedangkan pada proses 42 jam sebesar 2,2500 gram. Pada dasarnya reaksi yang terjadi adalah penggantian satu, dua atau tiga gugus hidroksil dalam unit glukosa dengan adanya katalis asam. Gugus gugus hidroksil pada selulosa dapat diesterifikasi dengan asam karboksilat menghasilkan suatu gugus ester. Mekanisme reaksi asetilasi yang terjadi adalah sebagai berikut : Ο Ο Η + C 3 Ο C 3 C 3 + C 3 C 3 C C 3 C 3 + C 3 - + C 3 C 3 C 3 Gambar IV 11 Mekanisme reaksi asetilasi Reaksi ini diawali dengan terjadinya protonasi pada atom pada gugus karbonil dalam asam asetat anhidrida membentuk karbo kation. Karbokation yang cukup reaktif ini merupakan suatu senyawa antara dimana terjadi muatan positif pada atom C yang berikatan dengan atom yang terprotonasi. Dengan adanya karbokation ini maka substitusi nukleofilik akan mudah terjadi. Pada reaksi ini pasangan elektron yang tidak berikatan pada atom pada gugus hidroksil akan 36

menyerang karbo kation tersebut dan diikuti oleh eliminasi asam karboksilat dan positif. Dalam reaksi asetilasi ini kedudukan pada atom C menentukan kereaktifan atom pada reaksi esterifikasi. alangan sterik yang dimiliki gugus hidroksil pada atom C 6 lebih kecil dibandingkan dengan atom C 2 dan C 3, sehingga reaksi esterifikasi cenderung terjadi pada atom C 6 dibandingkan pada atom C 2 dan atom C 3. Dengan alasan yang sama kemungkinan tahap reaksi esterifikasi selanjutnya terjadi pada atom C 3 dan terakhir pada C 2. Dengan demikian reaksi esterifikasi triasetat pada selulosa berlangsung secara bertahap. Selulosa asetat hasil asetilasi dapat dilihat pada Gambar berikut : Gambar IV 12 Selulosa asetat dengan proses asetilasi 20 jam Gambar IV 13 Selulosa asetat dengan proses asetilasi 42 jam 37

IV.4 Penentuan Kadar Asetil Analisis ini bertujuan untuk menentukan kandungan asetil yang terdapat dalam molekul selulosa asetat, agar mengetahui golongan selulosa asetat yang terbentuk, apakah termasuk mono, di atau triasetat. Penentuan asetil ini didasarkan pada reaksi safonifikasi, yaitu mereaksikan suatu basa dengan ester membentuk sabun dan gugus asetat yang lepas sebagai asam. Tahap reaksi safonifikasi dapat dilihat pada persamaan reaksi berikut : Tahap 1 : C Na Rsel R sel Naa + 3 C Tahap 2 : C 3 + R sel Na a + R C sel 3 C + 3 C C C Na Persamaan 1. Reaksi safonifikasi selulosa asetat Persentase asetil dihitung dengan terlebih dahulu menentukan kandungan asam bebas sampel, melalui titrasi dengan Na Selanjutnya reaksi safonifikasi dilakukan dengan mereaksikan selulosa asetat dengan larutan Na, dan digunakan etanol sebagai swelling agent untuk membantu proses safonifikasi. Setelah reaksi berlangsung 3 hari, larutan hasil safonifikasi dititrasi dengan larutan Cl. Kemudian campuran ditambahkan Cl berlebih dan reaksi dibiarkan berlangsung 22 jam, dan campuran dititrasi balik dengan larutan Na. Berdasarkan metode ini diasumsikan semua gugus asetil terdeasetilasi. Selulosa asetat berubah menjadi garamnya dan asam asetat. Setelah 3 hari semua garam selulosa asetat dan asam asetat dianggap telah berubah menjadi selulosa dan asam 38

asetat. Banyaknya Na yang bereaksi dengan selulosa asetat sama dengan jumlah gugus asetil yang dilepas. Mekanisme reaksi safonifikasi dapat dilihat pada Gambar IV. 14 berikut ini : Tahap 1 Penyerangan gugus karbonil oleh nukleofil - R sel C C3 - R sel C C 3 Tahap 2 Pembentukan asam asetat dan selulosa - R sel C C 3 Rsel - C C 3 3 C C - Rsel Gambar IV 14 Mekanisme reaksi safonifikasi selulosa asetat Secara teoritis jika kadar asetil lebih kecil dari 35% digolongkan selulosa monoasetat, antara 35%-43,5% termasuk selulosa diasetat, dan diatas 43,5% termasuk selulosa triasetat. Dari hasil perhitungan pada lampiran 15 didapatkan kadar asetil untuk proses asetilasi selama 20 jam 44,3%, dan proses asetilasi 42 jam sebesar 40,7%. Memperhatikan hasil perhitungan hasil titrasi dapat disimpulkan bahwa asetilasi 20 jam menghasilkan selulosa triasetat (persen asetil 44,32 % lebih besar dari 43,5%), dan untuk asetilasi 42 jam menghasilkan selulosa diasetat (kadar asetil 40,92 % lebih kecil dari 43,5%). Fakta ini didukung juga oleh analisis FTIR yang menunjukkan kadar asetil pada proses 20 jam lebih besar dibandingkan 42 jam. 39

Dari perbandingan serapan gugus karbonil dan hidroksil didapatkan fakta bahwa perbandingan karbonil dan hidroksil proses asetilasi 20 jam lebih besar dibandingkan proses asetilasi 42 jam. Pada asetilasi 20 jam diperoleh rasio gugus karbonil (C=) dan adalah 3 : 2, sementara pada proses 42 jam diperoleh rasio gugus C= dan adalah 1: 1. Selain dipengaruhi pelarut, perbedaan ini dapat disebabkan oleh transesterifikasi selama 42 jam terjadi deasetilasi kembali selulosa asetat. Menurut peneliti sebelumnya proses asetilasi selulosa asetat dari pulp eucalyptus alba membutuhkan waktu asetilasi optimal 2 jam dan terjadi hidrolisis kembali setelah 24 jam. 29 Demikian juga penelitian lainnya tentang asetilasi pulp kenaf membutuhkan waktu asetilasi 3 jam dan terjadi hidrolisis kembali setelah 20 jam. 30 IV.5 Karakterisasi FTIR (Fourier Transform Infrared) Analisis gugus fungsi secara kualitatif pada selulosa sebelum atau sesudah asetilasi dilakukan dengan menginterpretasikan puncak-puncak serapan dari spektrum inframerah. Berdasarkan data literatur 12, selulosa dapat dianalisa berdasarkan serapan gugus ulur yang muncul pada daerah serapan antara 3500 cm -1-3700 cm -1. Spektrum selulosa sebelum diasetilasi memiliki gugus fungsi ulur yang muncul pada sekitar 3427 cm -1. Secara teori struktur siklik piranosa akan muncul pada puncak serapan sekitar 1150 cm -1, 1059 cm -1, 1022 cm -1. Spektrum ini diwakili oleh serapan yang muncul sekitar 1159 cm -1, 1058 cm -1 dan 1022 cm -1. Dan pada daerah sidik jari terlihat puncak serapan C- ulur diwakili oleh spektrum dengan puncak serapan pada bilangan gelombang 1022 cm -1 dan 1058 cm -1. Pada puncak-puncak spektrum yang diperlihatkan menunjukkan adanya pengotor yang disebabkan adanya udara (C 2 ) yang terperangkap dalam pelet karena ketika membuat pellet tidak dilakukan dibawah sinar inframerah seperti yang disarankan dalam literatur atau masih adanya pelarut air ( 2 ) yang menyebabkan puncak yang teramati kurang bagus. 40

Spektrum IR selulosa dapat dilihat pada Gambar IV.15 berikut: 100 %T 95 90 2900.94 1506.41 1431.18 1373.32 1327.03 1159.22 85 1620.21 1058.92 1022.27 80 3427.51 75 70 65 60 4500 4000 selulosa 2 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500 1/cm Gambar IV 15 Spektrum IR selulosa Analisis gugus fungsi selulosa asetat dapat dilihat dari adanya puncak yang tajam pada bilangan gelombang 1755 cm -1 untuk gugus karbonil (C=) dan sebaliknya terjadi penurunan intensitas gugus pada bilangan gelombang 3487 cm -1 yang menunjukkan adanya substitusi gugus oleh asetil. Kemudian teramati puncak serapan pada daerah 1238 cm -1 yang merupakan serapan gugus C- ulur untuk ester. Serapan C-C cincin piranosa terlihat pada bilangan gelombang sekitar 1163 cm -1 dan 1122 cm -1, 1043 cm -1. Pada proses 20 jam secara perhitungan % asetil menunjukkan gugus hidroksil seluruhnya tergantikan oleh gugus asetil. Namun kenyataannya masih ada serapan lebar pada panjang gelombang 3487 cm -1, hal ini kemungkinan sampel masih mengandung air ( 2 ) yang belum menguap seluruhnya ketika dilakukan pengeringan dalam oven 80 o C. 41

Spektrum IR selulosa asetat proses asetilasi selama 20 jam dapat dilihat pada Gambar IV.16 berikut : 100 %T 90 80 2625.12 2372.44 2121.70 1631.78 875.68 690.52 646.15 476.42 449.41 70 60 2958.80 1433.11 1163.08 1122.57 900.76 601.79 50 3487.30 1375.25 40 1755.22 1238.30 1043.49 30 4500 4000 Selulosa asetat 1 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500 1/cm Gambar IV 16 Spektrum IR selulosa asetat asetilasi 20 jam 42

Spektrum IR selulosa asetat proses asetilasi selama 42 jam dapat dilihat pada Gambar IV.17 berikut : 100 %T 90 80 70 2935.66 1635.64 1508.33 1460.11 1431.18 1375.25 1157.29 1124.50 900.76 601.79 462.92 60 50 3446.79 1244.09 1747.51 1045.42 40 401 19 30 4500 4000 Selulosa asetat 2 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500 1/cm Gambar IV 17 Spektrum IR selulosa asetat asetilasi 42 jam Dari dua spektrum memberikan informasi bahwa gugus asetil dari selulosa asetat yang dihasilkan pada proses asetilasi 20 jam intensitas serapannya lebih besar dibandingkan selulosa asetat hasil asetilasi selama 42 jam 43

IV.6 Analisi DTA/TGA Termogram hasil analisis TGA /DTA untuk selulosa memperlihatkan adanya garis datar yang menunjukkan berat konstan serta memperlihatkan fase yang stabil pada selang temperatur tertentu. Sedang garis belok menurun berhubungan dengan pembentukan senyawa antara atau adsorbsi senyawa yang mudah menguap pada fase padat yang baru terbentuk. Pada suhu dibawah 100 o C tidak mengubah struktur selulosa, pada termogram terlihat pengurangan massa sekitar 10,2%, karena hilangnya gas 2, C 2 dan C menguap akibat pemanasan. Sampai suhu 264 o C massa selulosa masih stabil, kemudian mengalami penurunan massa sampai suhu 339,7 o C sebesar 52,6%. Penurunan massa ini terjadi karena putusnya ikatan glikosida menghasilkan glukosa, selanjutnya terjadi hidratasi menghasilkan 1,6 anhidro-β-d-glukopiranosa dan oligosakarida, dan selanjutnya menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana (asam-asam karboksilat), senyawa aldehid dan keton. C 2 C 2 Unit selulosa 1,6 anhidro-β-d-glukopiranosa Gambar IV 18 Degradasi termal selulosa menjadi 1,6 anhidro-β-d-glukopiranosa Pada suhu ini uap air ( 2 ), gas C 2, dan gas C menguap dengan sempurna. Sekitar suhu 450 o C senyawa-senyawa yang mudah menguap tidak ada lagi, akhirnya yang tersisa adalah char karbon (arang). 32, 33 Termogram selulosa dapat dilihat pada Gambar berikut : 44

Gambar IV 19 asil analisis DTA/TGA selulosa Analisis pada selulosa asetat mulai suhu 30 o C sampai suhu 273 o C terjadi penurunan massa sekitar 27,2% akibat menguapnya gas C 2, C dan 2, kemudian mengalami penurunan massa selulosa asetat secara drastis sebesar 45,3% sampai suhu 315 o C. Penurunan ini diakibatkan pecahnya ikatan siklik menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana terutama asam karboksilat, selanjutnya pemanasan berlanjut menghasilkan massa stabil, sampai suhu 450 o C. Pada suhu ini zat-zat yang mudah menguap sudah tidak ada lagi, yang tersisa adalah arang karbon. 28 asil analisis DTA/TGA untuk selulosa pada Gambar IV.19 dan selulosa asetat pada Gambar IV. 20 memperlihatkan temperatur degradasi untuk selulosa murni didapatkan sekitar 340 o C, dan selulosa asetat didapatkan sekitar 315 o C. Dari data itu dapat disimpulkan bahwa kestabilan termal selulosa lebih tinggi dibanding dengan selulosa asetat. 45

Gambar IV 20 asil analisis DTA/TGA selulosa asetat IV.7 Uji Kelarutan Adanya gugus asetil yang terikat pada selulosa asetat menyebabkan mudah larut dalam pelarut polar seperti aseton. Sebanyak 0,2 gram selulosa asetat proses asetilasi selama 20 jam dilarutkan dalam 2,0 ml aseton (massa jenis 0,79 gram/ml) ternyata hanya 0,13 gram yang terlarut. Maka prosentase kelarutan selulosa asetat yang didapatkan adalah 8,2 % atau 0,07 gram/ml untuk sampel 20 jam dan 10,1 % atau 0,08 gram/ml untuk sampel proses 42 jam (perhitungan terlampir). Kandungan asetil antara 36,5 % - 42,2 % dengan derajat substitusi 2,2 2,7 mudah larut dalam aseton, sedangkan kandungan asetil 43,0% - 44,8% dengan derajat substitusi 2,8 3,0 mudah larut dalam khloroform. 18 al inilah yang menyebabkan sampel proses 20 jam, % kelarutannya dalam aseton lebih kecil dibandingkan proses asetilasi selama 42 jam. 46