HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA

MATERI DAN METODE. Materi

PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA KELAS AVES MENGGUNAKAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) SKRIPSI ISYANA KHAERUNNISA

TINJAUAN PUSTAKA Aves (Bangsa Burung) Unggas Ayam Kampung. Itik.

BAB I PENDAHULUAN. Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aves Ayam Kampung Puyuh

I. PENDAHULUAN. morfologis yang sama antara jantan dan betinanya, sehingga sulit dibedakan,

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

PENGGUNAAN GEN CHROMO HELICASE DNA BINDING (CHD) SEBAGAI MARKER PENENTU JENIS KELAMIN PADA AVES SKRIPSI EKA SARI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 : Sel darah

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kuantitas dan Kualitas DNA

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

I. PENDAHULUAN. alam. Dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

HASIL DAN PEMBAHASAN

menggunakan program MEGA versi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

UJI EFEKTIFITAS GEN CHD SEBAGAI PENANDA MOLEKULER UNTUK IDENTIFIKASI JENIS KELAMIN PADA BURUNG AIR

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

UJI KUANTITATIF DNA. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama

Pengujian DNA, Prinsip Umum

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

II. TINJAUAN PUSTAKA. introduksi, dan pengembangan. Tujuan konservasi adalah dapat menjamin

BAB III METODE PENELITIAN

JURNAL. PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi)

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Arab

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a)

4 Hasil dan Pembahasan

SKRIPSI. PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi)

Hasil dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pewarnaan Gram

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian tentang identifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE)

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT BAB I

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI

Elisa, PCR dan. Dr.Ozar Sanuddin, SpPK(K) Bagian Patologi Klinik. Medan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA

TINJAUAN PUSTAKA Tikus ( Rattus norvegicus Gen Sitokrom b

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. cara diburu di hutan-hutan pedalaman. Puyuh liar biasanya hidup di semak-semak

LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega biodiversitas karena memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform, sedangkan ekstraksi DNA dari bulu dilakukan menggunakan kit extraction. Kualitas DNA yang dihasilkan dari dua sumber tersebut diukur secara kualitatif dan kuantitatif. Pengukuran kualitas DNA secara kuantitatif dilakukan menggunakan spektrofotometer, sedangkan pengukuran kualitas DNA secara kualitatif dilakukan dengan menggunakan agarose gel electrophoresis dengan konsentrasi 1,5%. Kualitas DNA bersumber dari darah yang diukur menggunakan spektrofotometer ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Pengukuran Kualitas DNA yang Bersumber dari Darah No. Sampel Kemurnian Konsentrasi (µg/ml) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. Ayam Kampung (a) Ayam Kampung (b) Ayam Kampung (c) Ayam Kampung (d) Puyuh (a) Puyuh (b) Puyuh (c) Puyuh (d) Itik (a) Itik (b) Itik (c) Itik (d) Merpati (a) Merpati (b) Merpati (c) Merpati (d) Rataan 1,546 1,438 0,996 1,741 1,417 1,417 1,391 1,100 1,100 1,200 1,433 1,611 1,571 1,667 1,429 1,500 1,410 1670 230 5640 1010 340 170 320 110 110 60 2020 580 110 100 100 150 795

Kemurnian DNA yang bersumber dari darah tergolong rendah, karena molekul DNA dikatakan murni menurut Marerro et al. (2009) apabila kemurniannya lebih dari 1,8. Hal ini disebabkan adanya pengotor DNA yang berupa protein darah. Seperti yang dijelaskan oleh Tataurov et al. (2008), bahwa sampel asam nukleat dapat terkontaminasi dengan molekul lain seperti protein, senyawa organik dan lainlain. Rodwell (1983) mendefinisikan protein darah sebagai salah satu bentuk makromolekul disamping asam nukleat dan polisakarida, biokatalisator, hormon reseptor, dan tempat penyimpanan informasi genetik. Darah adalah jaringan yang beredar dalam sistem pembuluh darah yang tertutup. Darah terdiri dari unsur-unsur sel darah (merah dan putih) dan trombosit yang terdapat dalam medium cair yang disebut plasma, campuran yang sangat kompleks tidak hanya terdiri dari protein sederhana tetapi juga protein campuran seperti glikoprotein dan berbagai jenis lipoprotein. Adanya protein ini menyebabkan kemurnian DNA pada darah tergolong rendah. Sedangkan kualitas DNA bersumber dari bulu yang diukur menggunakan spektrofotometer ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Pengukuran Kualitas DNA yang Bersumber dari Bulu No. Sampel Kemurnian Konsentrasi (µg/ml) 1. 2. 3. 4. 5. Beo nias Kakatua maluku (a) Kakatua maluku (b) Kakatua-kecil Jambulkuning (a) Kakatua-kecil Jambulkuning (b) Rataan 1,429 1,273 1,643 1,250 1,400 1,399 Hal yang menyebabkan rendahnya kemurnian DNA yang bersumber pada bulu adalah adanya keratin pada bulu. Bulu burung merupakan suatu modifikasi dari jaringan kulit yang menanduk. Pough et al. (2005) menjelaskan bahwa lebih dari 90% bagian bulu adalah beta keratin, 1% lipid, 8% air, dan sisanya protein dan pigmen, seperti melanin. Keratin pada bulu dapat menjadi pengotor DNA maupun penghambat (inhibitor) pada saat proses PCR (Schill, 2007). Adanya faktor penghambat menyebabkan ekstraksi DNA dari bulu sulit dilakukan dengan metode 200 280 230 200 210 224 19

phenol-chloroform, sehingga ekstraksi dilakukan dengan menggunakan kit. Schill (2007) menjelaskan bahwa ekstraksi DNA dengan menggunakan kit umumnya menghasilkan DNA dengan kualitas yang lebih baik. Pengukuran jumlah DNA dengan spektrofotometer didasarkan pada prinsip iradiasi sinar ultraviolet yang diserap oleh nukleotida dan protein dalam larutan. Analisis asam nukleat umumnya dilakukan untuk penentuan konsentrasi rata-rata dan kemurnian DNA yang terdapat dalam sampel. Jumlah dan kemurnian tertentu diperlukan untuk kinerja optimal sampel DNA yang digunakan. Asam nukleat menyerap sinar ultraviolet dengan pola tertentu. Sampel ditembus sinar ultraviolet dan fotodetektor cahaya pada 260 nm, semakin besar cahaya yang diserap sampel, maka semakin tinggi konsentrasi asam nukleat dalam sampel (Sambrook dan Russel, 2001). Spektrofotometer dapat digunakan untuk penentuan tingkat kemurnian DNA yang berkorelasi dengan kualitas DNA yaitu dengan melihat rasio absorbansi pada panjang gelombang 260 dan 280 nm (A260/280). Rasio absorbansi pada 260 nm dan 280 nm umumnya digunakan untuk menilai kontaminasi DNA oleh protein karena protein menyerap cahaya pada panjang gelombang 280 nm (Tataurov et al., 2008). Jumlah atau kuantitas DNA yang diukur menggunakan spektrofotometer menunjukkan jumlah DNA yang bersumber dari darah lebih tinggi daripada DNA yang bersumber dari bulu. Darah mengandung lebih banyak sel berinti daripada bulu. Bagian bulu yang digunakan untuk ekstraksi adalah bagian calamus. Sel berinti dari bulu diperoleh dari sel epitel dan darah yang menempel pada calamus. Calamus merupakan bagian bulu yang tertanam pada kulit (Pough et al., 2005). Selain menggunakan spektrofotometer, kualitas DNA ditentukan oleh intensitas cahaya pita DNA yang muncul pada agarose gel (Gambar 5). Pita DNA dari darah lebih terang daripada DNA dari bulu. Hal ini menunjukkan konsentrasi DNA yang berasal dari darah lebih tinggi daripada DNA yang berasal dari bulu. Konsentrasi DNA yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 50 μg/ml, adapun untuk sampel yang memiliki konsentrasi DNA di atas 50 μg/ml dilakukan pengenceran dengan menambahkan air destilata. Penggunaan sampel dengan konsentrasi DNA yang sama dilakukan agar keberhasilan amplifikasi seragam. 20

(-) (+) Gambar 5. Elektroforesis DNA Hasil Ekstraksi dengan Agarose Gel 1,5% Amplifikasi dan Visualisasi Gen CHD DNA hasil ekstraksi kemudian diamplifikasi menggunakan proses Polymerase Chain Reaction (PCR). Sebanyak 21 sampel DNA Aves berhasil diamplifikasi dengan suhu annealing 60 o C untuk sampel DNA ayam dan puyuh, dan suhu annealing 55 o C untuk sampel DNA itik, merpati, beo nias, kakatua maluku, dan kakatua-kecil Jambul-kuning. Sambrook et al. (1989) menjelaskan bahwa setiap 1% ketidakcocokan dari basa dalam DNA untai ganda (double-stranded DNA) mengurangi melting temperature (Tm) 1-1,5 o C. Sebanyak 21 sampel DNA hasil PCR dielektroforesis menggunakan agarose gel dengan konsentrasi 1,5%, dan berhasil diidentifikasi jenis kelaminnya (Gambar 6). Secara fisik, agarose tampak seperti bubuk putih yang sangat halus. Agarose yang dijual secara komersial terkontaminasi dengan polysacarida, garam dan protein. Banyak sedikitnya kontaminasi di dalam gel dapat mempengaruhi migrasi DNA di dalam gel dan kemampuan mengambil DNA dari dalam gel untuk digunakan sebagai substrat dalam reaksi enzimatis (Muladno, 2002). 21

(-) 600 bp 400 bp Gambar 6. Hasil PCR Gen CHD-Z dan CHD-W pada Tujuh Spesies Aves: (a) Ayam Kampung, (b) Puyuh, (c) Itik, (d) Merpati, (e) Beo Nias, (f) Kakatua Maluku, dan (g) Kakatua-kecil Jambul-kuning dengan Agarose Gel Electrophoresis 1,5% (+) (-) 600 bp 400 bp Gambar 7. Rekonstruksi Hasil PCR Gen CHD-Z dan CHD-W pada Tujuh Spesies Aves: (a) Ayam Kampung, (b) Puyuh, (c) Itik, (d) Merpati, (e) Beo Nias, (f) Kakatua Maluku, dan (g) Kakatua-kecil Jambul-kuning dengan Agarose Gel Electrophoresis 1,5% Seluruh sampel dari Aves jantan menunjukkan pita tunggal, sedangkan pada betina menunjukkan pita ganda, kecuali pada itik dan merpati (Gambar 6 dan Gambar 7). Pita tunggal pada Aves jantan dikarenakan gen CDH yang teridentifikasi adalah gen CHD-Z, yaitu gen CHD yang berada pada kromosom Z. Sedangkan pada betina, gen CHD berada pada kromosom Z (CHD-Z) dan juga W (CHD-W), sehingga muncul dua buah pita DNA (Cerit dan Avanus, 2007; Dubiec dan Zagalska- Neubauer, 2006). Dubiec dan Zagalska-Neubauer (2006) menjelaskan bahwa primer (+) 22

2550F/2718R menghasilkan satu pita pada beberapa spesies Aves betina. Namun, betina dan jantan pada itik dan merpati dapat dibedakan secara mudah karena keduanya memiliki panjang fragmen yang berbeda. Situs penempelan primer forward dan reverse pada merpati dan ayam Hutan tersebut dapat dilihat pada Gambar 8. Sedangkan untuk jenis Aves lainnya yang diteliti belum ada sekuen gen CHD-Z maupun CHD-W, sehingga tidak diketahui letak situs penempelan primer dan panjang sekuen gen CHD-Z dan CHD-W. 1 45 89 133 177 221 265 309 353 ATTGAAATGATCCAGTGCTTGTTTCCTTAGTTCCCCTTTTATTG GTTACTGATTCGTCTACGAGAACGTGGCAACAGAGTACTGATTT GCTACTGATTCGTCTGCGAGAACGTGGCAACAGAGTTCTGATTT GTTACTGATTCGTCTACGAGAACGTGGCAACAGAGTACTGATTT ATCCATCAAGTCTCTAAAGAGATTGAATACTATAGTTAAAAAGC TCTCTCAGATGGTTAGGATGCTAGACATATTAGCAGAGTATTTG TCTCTCAGATGGTGAGGATGCTGGACATCCTAGCAGAATATCTG TCTCTCAGATGGTGAGGATGCTAGACATCCTAGCAGAATACTTG AATTTTATATTCAAAATATTCTAATATTCTCTATACAAAATCTC AAGTATCGTCAATTTCCCTTTCAGGTGAGAATTTTTCTGGTAGT AAGTATCGCCAGTTTCCCTTCCAGGTAACAATCTCGAGTAACCA AAGTATCGTCAGTTTCCTTTTCAGGTAAGAATTTTGATGGTAGT AGAGCACCTTGAATTCTCAACTGCTAAAACTGTTATGTGAAGGT AGCCAAGAAGCCTTGATCTTTACCACTTTATCCTTTTTGTAGAT AGAGGTCTTGATCCTGAACTTAAGAAAAATCATGTTTATATTCT AGCCAAGAAGCCTTGATCTTTGCCACTTTATCTTAAGTAAAAGT GAAAAAAGTAACGCAACACTGCACATAATTTTTAAATTAATCTA TTATGAAAGTTTAATTTTACATACAGGAAAAGACTGGCAATTAA GAGGGTGACATGGTGGAGTGAGCTGTACAGATGTCGTGAAATCT GTCCTTTCTGTAGAAAAGACTTCTAAAAGTTTAATTTTATGTAT TTTCCTTTCAAAATACTACTTAGTACAAAACCACATTTTCTTTT TGCATGCTAAATAGTATTTTGAAGTTAAACTGATGAATTAGAAA CCATTCTCTGTGATACATAAAAGTCAACTGGGCACTGTCCTGGT AGAAAAAGACTGGCAATTACTATGGTGTGAGGTGTTGCATTATT ATCTTTTCTTAAGCAAAGTGGTAAAGATCATATAATTGCAAAAC GATGAAGTGTTTACATTACTTTTATTCCACCCCACCCCCTCAGT TAGCCTGCTGTAGCAGACCTTGCTTGGAAACAGGACAAGATGAC CTCCTCCTCCTCCTTCCCCCCCATTCCTCCCCTTGCCCTCAGTT AGTCGAATTTGGAAAGGACTGCTGGAGGTCATCTTGTCTAAGTC TGTTTTGGCAATTGAGAATTAAAGTTGCTCTGATTAGAATATAG CTCTAGAGGTCGTTGCCAGTATTTCAACCATCTGTGATTATTTG GTTTTGGCAATTGAGTATTCAGGTTGCTCTGATTAGAATATAGT CCCTACTCAGGTGGGGACAGTTAAAGCAGGTTTCACACGGTTAT AAGGAATTCCTTTTTAACTGTATTATTCAATCTCTTTAGAGACT ATCTTCACCATTTTGCTTAAGAAAAGAAAGCAACTTTCAGTTAA ATGAGTTCCTTTTTAACTGTAATATTTGATCTCTTTAGAGACTT dilanjutkan... 23

397 441 485 529 573 lanjutan... GTCCAGGTGGCTTTTGAATGTCAAAGAGGATGGAGATTCCATGA TGATGGATCAATAAAAGGGGAATTGAGGAAACAAGCACTGGATC AAAGATTATGTGAACAAATATGTTAACATTCCTTCTTTTTGTTC GATGGATCAATAAAAGGAGAACTGAGGAAACAAGCACTGGATCA CCTCTGGGCAACTTGTTCAGTGCTCCGTCAGCCTCAGAGTAAAG ATTTCAAT------------------------------------ CTTCACATTGCTGTTTTATCAGTTAAAAAGTCAAGTTACTGTGA TTTCAAT------------------------------------- AAAAGATTTTTCTTATATTCAAGGTCAAAGCTTCTTGGCTACTA TGGGAATATAGCTAAAGAATTACTTTTAGACTGTAGTTTTCAAT CCACCACAACTCTTACCTGAAAAGGAAACTGACGATACTTCAGA CTCTTTAGAGACTTGATGGATCAATAAAAGGGGAATTGAGGAAG TATTCTGCTAAGATGTCCAGCATCCTCACCATCTGTGAGAAAAT CAAGCACTGGATCATTTCAAT----------------------- 617 GAGTACTCTGTTGCCACGTTCTCGTAGACGAATCAGTAAC---- Gambar 8. Situs Penempelan Primer pada Sekuen Gen CHD-Z dan CHD-W pada Columba livia dan Gallus gallus. Situs Penempelan Primer Forward (Warna Kuning), Situs Penempelan Primer Reverse (Warna Hijau) Sekuen target gen CHD-Z yang dibatasi oleh primer 2550F/2718R pada merpati berukuran lebih panjang daripada gen CHD-W. Panjang sekuen gen CHD-Z pada merpati adalah 656 bp, dan panjang CHD-W 448 bp. Sekuen target gen CHD-Z dan CHD-W tidak ditemukan pada ayam Kampung, tetapi ditemukan pada ayam Hutan. Sekuen gen CHD-Z pada ayam Hutan (593 bp) juga berukuran lebih panjang daripada sekuen gen CHD-W (447 bp) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8. Panjang pita CHD-Z yang lebih panjang daripada CHD-W menyebabkan pita CHD- Z berada di atas pita CHD-W. Muladno (2002) menjelaskan bahwa migrasi molekul DNA berukuran besar lebih lambat daripada migrasi molekul berukuran kecil. Perbedaan panjang antara sekuen gen CHD-Z dan CHD-W berjarak 146 bp pada ayam Hutan dan 208 bp pada merpati. Dubiec dan Zagalska-Neubauer (2006) menyatakan bahwa primer 2550F/2718R dapat mengamplifikasi gen CHD-Z dan CHD-W dengan perbedaan sekitar 150-250 bp. 24

Implementasi Penentuan Jenis Kelamin Aves di Indonesia Metode ini akan berguna untuk studi, program pemuliaan dan program konservasi burung-burung langka seperti kakatua dan beo. Pengembangan keilmuan dapat dilakukan seperti untuk mengobservasi gen-gen lain yang berada di kromosom jenis kelamin untuk keperluan penentuan jenis kelamin. Hasil penelitian juga dapat dijadikan acuan untuk menentukan jenis kelamin bangsa-bangsa lain dalam species yang sama. Misalnya, dengan diketahuinya pola pita CHD-Z dan CHD-W pada Gallus gallus maka dapat dijadikan acuan untuk bangsa-bangsa ayam lain, seperti ayam pelung, ayam cemani, ayam arab, dsb. Penentuan jenis kelamin juga penting untuk kepentingan pemulian ternak, salah satunya untuk seleksi pejantan dan indukan, sehingga dapat mengembangkan ternak sesuai dengan tujuan. Beo nias, kakatua maluku dan kakatua-kecil Jambul-kuning termasuk dalam daftar Appendix CITES. CITES merupakan peraturan yang mengatur perdagangan internasional flora dan fauna yang dilindungi. Beo nias dan kakatua-kecil Jambulkuning terdaftar dalam Appendix II, sedangkan kakatua maluku tercatat dalam kategori Appendix I. Kedua kategori ini dilarang diperdagangkan kecuali dalam kondisi tertentu, misalnya keturunannya (Soehartono dan Mardiastuti, 2002). Ketiga jenis burung endemik Indonesia ini sangat diminati di pasar internasional. Pasar terbesar untuk kakatua maluku dan kakatua-kecil Jambul-kuning diantaranya Amerika Serikat dan Eropa, sedangkan pasar beo nias adalah negaranegara Asia (Soehartono dan Mardiastuti, 2002). Tingginya permintaan burungburung tersebut menyebabkan populasinya menurun drastis di alam, sehingga dibuatlah peraturan perdagangan seperti yang tertera dalam CITES. Namun, hingga kini permintaan ketiga jenis burung tersebut masih tinggi. Penangkaran atau captive breeding merupakan solusi dari tingginya permintaan pasar ketiga jenis burung tersebut. Penangkaran diartikan sebagai suatu kegiatan untuk mengembangbiakan jenis-jenis satwa liar dan tumbuhan alam, bertujuan untuk memperbanyak populasinya dengan mempertahankan kemurnian jenisnya, sehingga kelestarian dan keberadaannya di alam dapat dipertahankan yang meliputi pula kegiatan mengumpulkan bibit atau induk, pembiakan atau perkawinan atau penetasan telur, pembesaran anak, serta restocking atau pemulihan populasinya di alam (Thohari, 1987). 25

Penangkaran beo nias, kakatua maluku maupun kakatua-kecil Jambul-kuning belum banyak berkembang di Indonesia. Hal ini disebabkan karena para penangkar kesulitan untuk mengawinkan burung akibat sulitnya menentukan burung jantan dan betina. Dengan penentuan jenis kelamin yang akurat seperti dengan menggunakan pendekatan molekuler, diharapkan dapat memperbaiki manajemen perkawinan dan meningkatkan populasi jenis-jenis endemik Indonesia. 26