HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Uji Serum (Rapid Test) Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet Berimunoglobulin-Y Anti KHV Dengan Dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) Ikan Mas yang diberikan pelet berimunoglobulin-y anti KHV selama 14 hari dan 28 hari, dengan dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) di uji serum (rapid test) menunjukkan hasil positif. Interaksi yang terjadi pada uji serum antara serum ikan Mas perlakuan dengan sediaan virus Koi herpesvirus terjadi penggumpalan berupa bituran pasir. (Gambar 8). Pada uji serum ikan kontrol negatif tidak terbentuk gumpalan pasir. (Gambar 9). Gambar 8. Hasil uji serum ikan perlakuan dosis rendah 5% (w/w) dengan virus Koi herpesvirus; [ ] = terjadi reaksi silang berupa akumulasi presipitasi. Gambar 9. Hasil uji serum ikan kontrol negatif dengan Koi Herpesvirus; [ ] = tidak terjadi reaksi silang antara serum dengan KHV. 19

2 Pada kelompok ikan dengan perlakuan dosis rendah 5% (w/w) selama 14 hari, tujuh ikan Mas yang telah diberikan perlakuan dilakukan pengambilan darah intravena melalui pembuluh darah di ekor. Serum yang diperoleh langsung dilakukan pengujian dengan KHV dan menunjukkan hasil positif. Untuk kelompok ikan dengan perlakuan dosis rendah 5% (w/w) selama 28 hari menunjukkan hasil yang sama dengan kelompok pertama. Pada kelompok kontrol negatif yang tidak diberikan perlakuan seperti ikan yang diberikan pelet berimunoglobulin-y anti KHV menunjukkan hasil negatif terhadap uji serum (rapid test). Tidak terbentukknya gumpalan pasir halus pada mengindikasikan tidak ada reaksi silang antara serum ikan kontrol negatif dengan KHV. Tabel 1. Hasil uji serum (rapid test) pada kelompok ikan yang diberikan pelet Kelompok Perlakuan berimunoglobulin-y anti KHV selama 14 hari dan 28 hari perlakuan. Ikan Mas I II III IV V VI VII 5%, 14 hari %, 28 hari Kontrol negatif Keterangan : -)Negatif: Tidak terbentuk pasir halus +)Positif Sedang: Terjadi penggumpalan/pasir halus ++)Positif Kuat Pengujian Uji Serum (Rapid Test) Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet Berimunoglobulin-Y Anti KHV Dengan Dosis tinggi Ig-Y 20% (w/w) Ikan Mas yang diberikan pelet berimunoglobulin-y anti KHV selama 14 hari dan 28 hari, dengan dosis tinggi Ig-Y 20% (w/w) di uji serum (rapid test) menunjukkan hasil positif. Interaksi yang terjadi pada uji serum antara serum ikan Mas perlakuan dengan sediaan KHV terjadi penggumpalan berupa bituran pasir. (Gambar 10). Pada uji serum ikan kontrol negatif tidak terbentuk gumpalan pasir. (Gambar 9). 20

3 Gambar 10. Hasil uji serum ikan perlakuan dosis tinggi 20% (w/w) dengan virus Koi herpesvirus; [ ] = terjadi reaksi silang dengan terbentuknya akumulasi presipitasi. Pada kelompok ikan dengan perlakuan dosis tinggi 20% (w/w) selama 14 hari, tujuh ikan Mas yang telah diberikan perlakuan dilakukan pengambilan darah intravena melalui pembuluh darah di ekor. Serum yang diperoleh langsung dilakukan pengujian dengan KHV dan menunjukkan hasil positif. Untuk kelompok ikan dengan perlakuan dosis tinggi 20% (w/w) selama 28 hari menunjukkan hasil yang sama dengan kelompok pertama. Pada kelompok kontrol negatif yang tidak diberikan perlakuan seperti ikan yang diberikan pelet berimunoglobulin-y anti KHV menunjukkan hasil negatif terhadap uji serum (rapid test). Tidak terbentuknya gumpalan pasir halus pada mengindikasikan tidak terjadi reaksi silang antara serum ikan kontrol negatif dengan KHV. 21

4 Tabel 2. Hasil uji serum (rapid test) pada kelompok ikan yang diberikan pelet berimunoglobulin-y anti KHV selama 14 hari dan 28 hari perlakuan. Kelompok Ikan Mas Perlakuan I II III IV V VI VII 20%, 14 hari %, 28 hari Kontrol negatif Keterangan -)Negatif: Tidak terbentuk pasir halus +)Positif Sedang: Terjadi penggumpalan/pasir halus ++)Positif Kuat Uji Tantang Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet Berimunoglobulin-Y Anti KHV Dengan Dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) Dengan Rentang Suhu Ligkungan o C Ikan mas yang diberikan perlakuan pelet berupa pelet yang berimunoglobulin-y anti KHV dengan dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) 14 dan 28 hari di uji tantang. Hasil dari uji tantang menunjukkan bahwa kelompok ikan mas yang diberi perlakuan berupa pelet berimunoglobulin-y anti KHV tidak menunjukkan gejala terinfeksi. Hal ini dapat dilihat dari tingkat keberhasilan hidup ikan mas perlakuan setelah dilakukan uji tantang. Pada ikan kontrol negatif yang di uji tantang mengalami kematian serempak, dengan menunjukkan gejala klinis terserang KHV. Tabel 3. Hasil Uji tantang pada kelompok ikan mas yang diberikan pelet berimunoglobulin-y anti KHV dengan dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) selama 14 dan 28 hari. Jumlah Kematian ikan mas (ekor) Pengamatan hari ke Kelompok P1 14 hari (7 ekor) P2 28 hari (7 ekor) Kontrol Negatif (7 ekor) x x Keterangan - : tidak terjadi kematian x : tidak ada yang hidup Pada kelompok ikan mas perlakuan pertama dan kedua yang dilakukan uji tantang menunjukkan keadaan yang normal. Kelompok ikan perlakuan pertama 22

5 dan kedua tidak terlihat timbulnya gejala klinis ataupun kematian. Pada pengamatan mulai hari ke-1 sampai dengan ke-7, kelompok ikan mas perlakuan yang berjumlah tujuh ekor masih tetap hidup. Pada kelompok ikan kontrol negatif, setelah dilakukan uji tantang mulai timbul gejala klinis pada hari ketiga. Ikan kontrol negatif terjadi penurunan aktifitas dan lebih sering dipermukaan air atau didekat airator untuk bernapas. Pada hari kelima ikan kontrol negatif mengalami kematian secara serempak dan menujukkan lesion akibat infeksi KHV. (Gambar 11). Uji Tantang Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet Berimunoglobulin-Y Anti KHV Dengan Dosis tinggi Ig-Y 20% (w/w) Dengan Rentang Suhu Ligkungan o C Ikan mas yang diberikan perlakuan pelet berupa pelet yang berimunoglobulin-y anti KHV dengan dosis Ig-Y 20% (w/w) 14 dan 28 hari di uji tantang. Hasil dari uji tantang menunjukkan bahwa kelompok ikan mas yang diberi perlakuan berupa pelet berimunoglobulin-y anti KHV tidak menunjukkan gejala terinfeksi. Hal ini dapat dilihat dari tingkat keberhasilan hidup ikan mas perlakuan setelah dilakukan uji tantang. Sedangkan pada ikan kontrol negatif yang dilakukan uji tantang mengalami kematian serempak, dengan menunjukkan gejala klinis terserang KHV. Tabel 4. Hasil Uji tantang pada kelompok ikan mas yang diberikan pelet berimunoglobulin-y anti KHV dengan dosis tinggi Ig-Y 20% (w/w) selama 14 dan 28 hari. Jumlah Kematian ikan mas (ekor) Pengamatan hari ke Kelompok P1 14 hari (7 ekor) P2 28 hari (7 ekor) Kontrol Negatif (7 ekor) x x Keterangan - : tidak terjadi kematian x : tidak ada yang hidup Pada kelompok ikan mas perlakuan pertama dan kedua yang dilakukan uji tantang menunjukkan keadaan yang normal. Kelompok ikan perlakuan pertama dan kedua tidak terlihat timbulnya gejala klinis ataupun kematian. Pada 23

6 pengamatan mulai hari ke-1 sampai dengan ke-7, kelompok ikan mas perlakuan yang berjumlah tujuh ekor masih tetap hidup. Pada kelompok ikan kontrol negatif setelah dilakukan uji tantang mulai timbul gejala klinis pada hari ketiga. Ikan kontrol negatif terjadi penurunan aktifitas dan lebih sering dipermukaan air atau didekat airator untuk bernapas. Pada hari kelima ikan kontrol negatif mengalami kematian secara serempak dan menujukkan lesion akibat infeksi virus KHV. (Gambar 11). Gambar 11. Kerusakan jaringan pada ikan kontrol negatif yang terinfeksi KHV. A: Pemucatan insang dan terjadi nekrosis. B: Peradangan pada pectoral vin. C: Peradangan pada pelvic vin. Uji PCR (Polymerase Chain Reaction) Pada Insang Ikan Pada uji laboratoris dengan teknik PCR menunjukkan hasil yang negatif. Hasil yang diperlihatkan dalam pencitraan PCR tidak terbentuknya garis putih pada pengujian insang ikan sumber KHV. (Gambar 12). 24

7 Gambar 12. Pencitraan PCR (Poly Chain Reaction) pada sampel insang ikan yang terinfeksi KHV tidak terbentuk pita putih seperti pada sampel kontrol positif. Pembahasan Pengujian serum (rapid test) pada kelompok ikan percobaan pertama, dimana ikan mendapatkan perlakuan pelet berimunoglobulin-y anti KHV dengan dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) selama 14 dan 28 hari menunjukkan hasil positif sedang. Serum darah dari ikan Mas perlakuan yang diletakkan di atas object glass sebanyak 0,1 ml setelah dilakukan pencampuran langsung antigen KHV dengan perbandingan 1:1 terjadi presipitasi, sehingga pada dasar object glass terbentuk 25

8 penggumpalan halus seperti pasir berwarna putih (Wibawan et al. 2003). OIE (2009) menyebutkan bahwa, pada level rendah antibodi KHV dalam serum ikan sudah cukup untuk terjadinya reaksi silang dengan antigen. Antibodi yang terkadung di dalam serum kelompok ikan perlakuan berinteraksi secara langsung dengan antigen KHV. Sifat antibodi yang memiliki kemampuan spesifik untuk mengikat determinan site antigen atau yang disebut determinan antigenik menyebabkan terjadinya ikatan, kumpulan ikatan antara antibodi dan antigen menyebabkan timbulnya gumpalan pasir halus pada dasar object glass. Antigen sendiri merupelet zat kimia atau zat asing yang masuk kedalam tubuh dan memungkingkan untuk merangsang terbentuknya antibodi. Antigen memiliki struktur tiga dimensi dengan dua atau lebih determinan site. Sedangkan determinan site sendiri merupelet bagian dari antigen yang dapat melekat pada bagian sisi pengikat pada antibodi. Antigen akan menimbulkan kerusakan atau efek jika antigen dapat larut dalam tubuh. Oleh karena itu, kerja antibodi untuk dapat menetralisir antigen adalah dengan membuat antigen tersebut menjadi tidak larut dalam tubuh. Fungsi antibodi dalam menetralisir antigen adalah sebagai presipitan yang mengendapkan antigen, sebagai aglutinin yang menggumpalkan antigen, sebagai inhibin yang menghambat perlekatan antigen dan sebagai opsonin yang melapisi antigen sehingga menjadi lebih mudah untuk difagositosis oleh sel-sel fagosit (Wibawan et al. 2003). Pada pengujian serum (rapid test), dua kelompok ikan perlakuan dengan dosis tinggi Ig-Y 20% (w/w) dalam pelet menunjukkan hasil positif kuat. Hasil dari pengamatan uji serum ini memperlihatkan terbentuknya butiran pasir halus diatas object glass yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan uji serum dua kelompok ikan percobaan dengan dosis rendah Ig-Y 5%. Jumlah butiran pasir halus yang terbentuk terlihat lebih banyak, dikarenakan jumlah antibodi yang dibentuk oleh kelompok ikan perlakuan ini lebih tinggi. Antibodi yang memiliki kemampuan sebagai determinan antigenik dengan jumlah yang semakin banyak, maka antigen yang dapat diikat dan dinetralisir menjadi presipitat semakin banyak pula. Jumlah antigen yang bereaksi silang dengan antibodi akan mengendap dan terlihat sebagai gumpalan pasir halus. 26

9 Imunoglobulin-Y adalah suatu protein, sehingga dalam saluran pencernaan Ig-Y berpotensi mengalami denaturasi oleh suhu, ph dan enzim protease (Rawendra, 2005). Akita et al. dalam Rawendra (2005) menyebutkan bahwa Ig-Y yang telah terdenaturasi akan menghasilkan fragmen-fragmen yang Masih memiliki kemampuan mengikat antigen dan mampu melakukan aktivitas netralisasi antigen. Fragmen-fragmen yang memiliki kemampuan untuk melakukan aktivitas netralisasi antigen adalah fragmen Fab dan Fab 2. Oleh sebab itu pada serum ikan yang mendapatkan perlakuan pelet berimunoglobulin-y anti KHV membuktikan adanya antibodi terhadap antigen KHV. Dosis efektif Ig-Y yang dapat membentuk antibodi KHV yaitu pada dosis rendah 5% (w/w) immunoglobulin-y anti KHV. Alasan dari pernyataan tersebut adalah karena pada uji serum (rapid test) sudah terbentuknya gumpalan seperti pasir halus pada dasar object glass, dimana endapan tersebut hasil interaksi antara antibodi dengan antigen KHV. Percobaan kedua yaitu uji tantang terhadap kelompok ikan Mas pertama, dimana ikan Mas mendapatkan perlakuan pelet berimunoglobulin-y anti KHV dengan dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) selama 14 dan 28 hari menunjukkan tingkat ketahanan hidup yang baik. Setiap ikan Mas perlakuan disuntikkan dengan antigen KHV secara intramuskular (i.m.) sebanyak 0,1 ml (>10 6 virus partikel) (OIE, 2009). Aklimatisasi dilakukan selama masa inkubasi ikan Mas yang diberi perlakuan. Pada kelompok ikan Mas kedua yang mendapatkan pelet berimunoglobulin-y anti KHV dengan dosis tinggi 20% (w/w) juga menunjukkan tingkat ketahanan hidup yang baik. Seluruh ikan perlakuan yang diuji tantang mampu bertahan hidup selama masa inkubasi, yaitu tujuh hari. Percobaan ketiga yaitu tes PCR pada sampel insang ikan Mas yang memiliki gejala klinis terserang penyakit KHV. PCR yang memiliki fungsi sebagai reaksi berantai suatu primer dari urutan (sequence) DNA dengan bantuan enzim polymerase sehingga diinginkan terjadi amplifikasi DNA target (KHV) secara invitro. Prinsip kerja dari PCR yaitu memperbanyak DNA suatu patogen sampai dengan jumlah yang dapat dilihat mata telanjang (Sunarto, 2003). Hasil tes PCR menunjukkan tidak terbentuknya garis putih pada gambar. Tidak terbentukknya garis putih pada sampel insang dalam pencitraan PCR bisa di 27

10 karenakan terlalu tebalnya ekstrasi dari sampel insang. Ekstraksi sampel insang yang tidak sesuai akan menyebabkan kegagalan disetiap tahapan PCR. Tahap peleburan pada PCR menyebabkan terputusnya ikatan hidrogen DNA dan DNA menjadi berkas tunggal, pada tahap ini apabila DNA target tidak ada akan menyebabkan tahap PCR yang berikutnya menjadi gagal. Tidak terdapatnya DNA target akan mempengaruhi tahap elongasi dan pada pencitraan PCR tidak terbentuk pita putih. Way et al. (2004) mengatakan bahwa pada dasarnya dalam uji PCR, jaringan segar dari ikan yang hampir mati dan menunjukkan gejala klinis terserang KHV sangat membantu dalam penyelidikan. Namun, isolasi virus dari jaringan yang beku kurang dapat diandalkan, ketika menggunakan ikan yang hampir mati atau baru mati suatu saat terjadi kegagalan dalam isolasi virus (Hedrick et al. 2000). Kemampuan hidup ikan perlakuan terhadap antigen KHV yang disuntikkan kedalam tubuh (i.m.) tidak terlepas dari antibodi yang sudah terbentuk didalam tubuh ikan. Sugiri (1992) dalam Mulyana (2006) menyebutkan bahwa virus herpes bereplikasi dalam metabolisme sel inang dengan menggunakan asam nukleat. Virus yang menempel pada induk semang akan masuk dalam metabolisme induk semang dan keluar dari sel induk semang dengan merusak membran plasma. Daili et al. (2002) menyebutkan virus masuk ke dalam sel dengan cara fusi glikoprotein selubung virus dengan reseptornya yang terdapat di membran plasma. Hal ini tidak terjadi pada ikan perlakuan karena di dalam serum darah ikan Mas mengandung antibodi KHV, antibodi yang beredar dalam darah secara spontan berinteraksi dengan antigen KHV. Antibodi mengikat antigen dan mencegah terjadinya penetrasi virus ke dalam plasma sel tubuh ikan. Pada ikan kontrol negatif yang dilakukan uji tantang, menunjukkan tingkat ketahanan hidup yang sangat rendah. Seluruh ikan kontrol yang disuntikkan antigen KHV sebanyak 0,1 ml (>10 6 virus partikel) (i.m.) mengalami kematian serempak. Pada pengamatan hari ke tiga, beberapa ikan kontrol negatif mulai menunjukkan gejala klinis. Ikan mulai menunjukkan penurunan aktivitas dan kesulitan dalam bernapas, dengan memperlihatkan pergerakan yang lebih dominan dipermukaan air. Pada hari keempat, tubuh ikan mulai muncul beberapa 28

11 titik kerusakan pada sisik dan timbul kemerahan pada pangkal-pangkal sirip. Gejala klinis terserang KHV ini sesuai dengan pernyataan Mudjiutami et al. (2007b). Hari kelima pengamatan, ikan kontrol mengalami kematian serempak dengan penampelet pada daerah insang yang memutih dan timbulnya kerusakan (necrosis). Hasil dari pengamatan memperlihatkan bahwa dosis efektif dalam pemberian immunoglobulin-y anti KHV adalah dosis rendah 5% (w/w). Alasan dari pernyataan tersebut adalah pada ikan perlakuan yang diberian pelet berimunoglobulin-y anti KHV dengan dosis rendah 5% (w/w) mampu bertahan hidup secara keseluruhan selama pengamatan. Serum pada ikan yang diberi pelet berimunoglobulin-y anti KHV pada dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) mampu mepresipitasi sediaan Koi herpesvirus. 29

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang

Lebih terperinci

UJI COBA PENGGUNAAN PELET YANG MENGANDUNG IMUNOGLOBULIN-Y (IG-Y) ANTI KOI HERPESVIRUS SEBAGAI PENCEGAH PENYAKIT PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio carpio)

UJI COBA PENGGUNAAN PELET YANG MENGANDUNG IMUNOGLOBULIN-Y (IG-Y) ANTI KOI HERPESVIRUS SEBAGAI PENCEGAH PENYAKIT PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio carpio) UJI COBA PENGGUNAAN PELET YANG MENGANDUNG IMUNOGLOBULIN-Y (IG-Y) ANTI KOI HERPESVIRUS SEBAGAI PENCEGAH PENYAKIT PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio carpio) REZHA HUTAMA SANTOSO SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT

Lebih terperinci

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING 1 I Gst Ayu Agung Suartini(38) FKH - Universitas Udayana E-mail: gaa.suartini@gmail.com Tlf : 081282797188 Deskripsi IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO

Lebih terperinci

BAB II. BAHAN DAN METODE

BAB II. BAHAN DAN METODE BAB II. BAHAN DAN METODE 2.1 Kultur Bakteri Pembawa Vaksin Bakteri Escherichia coli pembawa vaksin DNA (Nuryati, 2010) dikultur dengan cara menginokulasi satu koloni bakteri media LB tripton dengan penambahan

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Titrasi Virus Isolat Uji Berdasarkan hasil titrasi virus dengan uji Hemaglutinasi (HA) tampak bahwa virus AI kol FKH IPB tahun 3 6 memiliki titer yang cukup tinggi (Tabel ). Uji HA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, masyarakat hanya mengetahui bahwa telur ayam merupakan sumber protein hewani pelengkap gizi pada makanan, dan sebagian menggunakannya sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti virus dan bakteri sangat perlu mendapat perhatian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mayarakat secara umum harus lebih memberi perhatian dalam pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang tinggi. Ikan mas dibudidayakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang tinggi. Ikan mas dibudidayakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu spesies ikan yang cukup luas dibudidayakan dan dipelihara di Indonesia adalah ikan mas dan koi (Cyprinus carpio) karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Ayam yang diimunisasi dengan antigen spesifik akan memproduksi antibodi spesifik terhadap antigen tersebut dalam jumlah banyak dan akan ditransfer ke kuning telur (Putranto 2006).

Lebih terperinci

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A) REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI Oleh : Rini Rinelly, 1306377940 (B8A) REAKSI ANTIGEN DAN ANTIBODI Pada sel B dan T terdapat reseptor di permukaannya yang berguna untuk

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Mas yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis pada ikan mas yang diinfeksi Aeromonas hydrophila meliputi kerusakan jaringan tubuh dan perubahan

Lebih terperinci

SISTEM IMUN SPESIFIK. Lisa Andina, S.Farm, Apt.

SISTEM IMUN SPESIFIK. Lisa Andina, S.Farm, Apt. SISTEM IMUN SPESIFIK Lisa Andina, S.Farm, Apt. PENDAHULUAN Sistem imun spesifik adalah suatu sistem yang dapat mengenali suatu substansi asing yang masuk ke dalam tubuh dan dapat memacu perkembangan respon

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN 17 METODELOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB, kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS

OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS VIRUS FIRMAN JAYA OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS PENDAHULUAN Metaorganisme (antara benda hidup atau benda mati) Ukuran kecil :

Lebih terperinci

CARA TUMBUHAN MEMPERTAHANKAN DIRI DARI SERANGAN PATOGEN. Mofit Eko Poerwanto

CARA TUMBUHAN MEMPERTAHANKAN DIRI DARI SERANGAN PATOGEN. Mofit Eko Poerwanto CARA TUMBUHAN MEMPERTAHANKAN DIRI DARI SERANGAN PATOGEN Mofit Eko Poerwanto mofit.eko@upnyk.ac.id Pertahanan tumbuhan Komponen pertahanan: 1. Sifat-sifat struktural yang berfungsi sebagai penghalang fisik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang didapatkan dari RSUP Dr. Kariadi yang telah diketahui hasil test

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang didapatkan dari RSUP Dr. Kariadi yang telah diketahui hasil test BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Sampel Pada penelitian kesesuaian besar flokulan test kualitatif terhadap test kuantitatif pada pemeriksaan VDRL sampel yang digunakan adalah sampel serum yang

Lebih terperinci

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta KESEHATAN IKAN Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta Penyakit adalah Akumulasi dari fenomena-fenomena abnormalitas yang muncul pada organisme (bentuk tubuh, fungsi organ tubuh, produksi lendir,

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit peradangan hati akut atau menahun disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh seperti saliva, ASI, cairan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM GOLONGAN DARAH

LAPORAN PRAKTIKUM GOLONGAN DARAH B LAPORAN PRAKTIKUM GOLONGAN DARAH I L O G NAMA : ZANNE ARIENTA KELAS : XI IPA 4 TANGGAL : 27 NOVEMBER 2013 GURU PEMBIMBING : Bpk. BAMBANG S.Pd I SMAN 1 KABUPATEN TANGERANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Nilem yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila 4.1.1 Kerusakan Tubuh Berdasarkan hasil pengamatan, gejala klinis yang pertama kali terlihat setelah ikan diinfeksikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi IgY Anti Salmonella Enteritidis pada Telur Ayam Antibodi spesifik terhadap S. Enteritidis pada serum ayam dan telur dideteksi dengan menggunakan uji agar gel presipitasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang I. PENDAHULUAN Kanker serviks menduduki urutan kedua dari penyakit kanker yang menyerang perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang berkembang (Emilia, dkk., 2010). Berdasarkan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan Mas Taksonomi, Morfologi, dan Siklus Hidup Ikan Mas

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan Mas Taksonomi, Morfologi, dan Siklus Hidup Ikan Mas TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan Mas Taksonomi, Morfologi, dan Siklus Hidup Ikan Mas Ikan Mas memiliki nama latin Cyprinus carpio carpio dan terdaftar dengan nomor 163345 dalam ITIS (integrated Taxonomic

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. (Cr 3+ ). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu T i (suhu 20±2

III. METODOLOGI. (Cr 3+ ). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu T i (suhu 20±2 III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan Mei hingga November 2006 di Laboratorium Kesehatan Ikan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi dan Laboratorium

Lebih terperinci

DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Pendahuluan Berbagai metode telah dikembangkan untuk mendeteksi berbagai penyakit yang disebabkan oleh mikroba

Lebih terperinci

PATOGENISITAS MIKROORGANISME

PATOGENISITAS MIKROORGANISME PATOGENISITAS MIKROORGANISME PENDAHULUAN Pada dasarnya dari seluruh m.o yg terdapat di alam, hanya sebagian kecil saja yg patogen maupun potensial patogen. Patogen adalah organisme yg menyebabkan penyakit

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

ALEL GANDA DAN PEWARISAN GOLONGAN DARAH

ALEL GANDA DAN PEWARISAN GOLONGAN DARAH ALEL GANDA DAN PEWARISAN GOLONGAN DARAH ALEL GANDA DAN PEWARISAN GOLONGAN DARAH Alel merupakan bentuk alternatif sebuah gen yang terdapat pada lokus (tempat tertentu) atau bisa dikatakan alel adalah gen-gen

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Ikan Lele Dumbo Pada penelitian ini dihitung jumlah sel darah putih ikan lele dumbo untuk mengetahui pengaruh vitamin dalam meningkatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang sebagian besar waktunya dihabiskan di air. Kemampuan termoregulasi itik menjadi rendah karena tidak

Lebih terperinci

PROSTAGLANDIN DAN ZAT- ZAT SEJENISNYA

PROSTAGLANDIN DAN ZAT- ZAT SEJENISNYA PROSTAGLANDIN DAN ZAT- ZAT SEJENISNYA Prostaglandin Asam lemak essential sebagai bahan baku pembentuk prostaglandin,protaclyn,thromboxan dan leukotrin Dihasilkan oleh semua sel tubuh dan jaringan Rangsangan-rangsangan

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS I. Tujuan Percobaan 1. Mempelajari dan memahami golongan darah. 2. Untuk mengetahui cara menentukan golongan darah pada manusia. II. Tinjauan Pustaka Jenis penggolongan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2009 hingga Februari 2010. Penelitian dilakukan di kandang pemeliharaan hewan coba Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat disebabkan oleh infeksi virus. Telah ditemukan lima kategori virus yang menjadi agen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibandingkan dengan. menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibandingkan dengan. menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatits B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) yang termasuk virus DNA, yang menyebakan nekrosis hepatoseluler dan peradangan (WHO, 2015). Penyakit Hepatitis B

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. sapi secara maksimal masih terkendala oleh lambatnya pertumbuhan populasi sapi

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. sapi secara maksimal masih terkendala oleh lambatnya pertumbuhan populasi sapi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Produksi daging sapi pada tahun 2012 mengalami defisit sebesar 78.329 ton (21,40%). Upaya yang telah dilakukan untuk peningkatan produksi daging sapi secara

Lebih terperinci

Imunologi Dasar dan Imunologi Klinis

Imunologi Dasar dan Imunologi Klinis Imunologi Dasar dan Imunologi Klinis i ii Imunologi Dasar dan Imunologi Klinis Imunologi Dasar dan Imunologi Klinis iii iv Imunologi Dasar dan Imunologi Klinis IMONOLOGI DASAR DAN IMONOLOGI KLINIS Penulis:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya, berada dalam konsistensi cair, beredar dalam suatu sistem tertutup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya, berada dalam konsistensi cair, beredar dalam suatu sistem tertutup BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sifat Umum Darah Darah adalah jaringan tubuh yang berbeda dengan jaringan tubuh lainnya, berada dalam konsistensi cair, beredar dalam suatu sistem tertutup yang dinamakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmited Infections (STIs) adalah penyakit yang didapatkan seseorang karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang

Lebih terperinci

Shabrina Jeihan M XI MIA 6 SISTEM TR A N SFU SI D A R A H

Shabrina Jeihan M XI MIA 6 SISTEM TR A N SFU SI D A R A H Shabrina Jeihan M XI MIA 6 G O LO N G A N D A R A H,U JI G O LO N G A N D A R A H D A N SISTEM TR A N SFU SI D A R A H G olongan darah Golongan darah -> klasifikasi darah suatu individu berdasarkan ada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia memegang peran penting bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis unggas yang dibudidayakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida adalah salahsatu jenis dari bakteri Aeromonas sp. Secara

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida adalah salahsatu jenis dari bakteri Aeromonas sp. Secara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aeromonas salmonicida adalah salahsatu jenis dari bakteri Aeromonas sp. Secara umum A. salmonicida merupakan penyebab utama penyakit infeksi pada ikanikan salmonid yang

Lebih terperinci

Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh

Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh Apabila tubuh mendapatkan serangan dari benda asing maupun infeksi mikroorganisme (kuman penyakit, bakteri, jamur, atau virus) maka sistem kekebalan tubuh akan berperan

Lebih terperinci

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL Berbagai organel yang terdapat di dalam sitoplasma memiliki membran yang strukturnya sama dengan membran plasma. Walaupun tebal membran plasma hanya ± 0,1 μm, membran

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

Elisa, PCR dan. Dr.Ozar Sanuddin, SpPK(K) Bagian Patologi Klinik. Medan

Elisa, PCR dan. Dr.Ozar Sanuddin, SpPK(K) Bagian Patologi Klinik. Medan Prinsip pemeriksaan metode Elisa, PCR dan Elektroforese Dr.Ozar Sanuddin, SpPK(K) Bagian Patologi Klinik Fakultas kedokteran kt USU/UISU Medan Prinsip pemeriksaan Imunologis Umumnya berdasarkan pada interaksi

Lebih terperinci

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya SISTEM SIRKULASI Kompetensi Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya Suatu sistem yang memungkinkan pengangkutan berbagai bahan dari satu tempat ke tempat lain di dalam tubuh organisme Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Golongan darah sistem ABO yang selanjutnya disebut golongan darah merupakan salah satu indikator identitas seseorang. Pada orang hidup, golongan darah sering digunakan

Lebih terperinci

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER Sunaryati Sudigdoadi Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 2015 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah Subhanahuwa ta

Lebih terperinci

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum Anda pasti sudah sering mendengar istilah plasma dan serum, ketika sedang melakukan tes darah. Kedua cairan mungkin tampak membingungkan, karena mereka sangat mirip dan memiliki penampilan yang sama, yaitu,

Lebih terperinci

Induk udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas induk pokok

Induk udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas induk pokok Standar Nasional Indonesia Induk udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas induk pokok ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

SISTEM PERTAHANAN TUBUH SISTEM PERTAHANAN TUBUH Sistem Pertahanan Tubuh Sistem Pertahanan Tubuh Non spesifik Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik Jenis Kekebalan Tubuh Disfungsi sitem kekebalan tubuh Eksternal Internal Struktur Sistem

Lebih terperinci

Gambar: Struktur Antibodi

Gambar: Struktur Antibodi PENJELASAN TENTANG ANTIBODY? 2.1 Definisi Antibodi Secara umum antibodi dapat diartikan sebagai protein yang dapat ditemukan pada plasma darah dan digunakan oleh sistem kekebalan tubuh untuk mengidentifikasikan

Lebih terperinci

Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA

Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA Dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Lektor mata kuliah ilmu biomedik Departemen Biokimia, Biologi Molekuler, dan Fisiologi Fakultas

Lebih terperinci

DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI

DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI Daya Tahan tubuh Adalah Kemampuan tubuh untuk melawan bibit penyakit agar terhindar dari penyakit 2 Jenis Daya Tahan Tubuh : 1. Daya tahan tubuh spesifik atau Immunitas 2.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo 2.1.1. Taksonomi Klasifikasi atau pengelompokkan ikan lele dumbo menurut Bachtiar (2007) adalah sebagai berikut : Filum Kelas Sub kelas Ordo Sub ordo Famili

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salmonella sp. 2.1.1 Klasifikasi Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C termasuk famili Enterobacteriaceae, ordo Eubacteriales, kelas Schizomycetes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L.) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Ikan air tawar yang bernilai ekonomis cukup penting ini sudah sangat dikenal luas oleh

Lebih terperinci

Hepatitis Marker. oleh. dr.ricke L SpPK(K)/

Hepatitis Marker. oleh. dr.ricke L SpPK(K)/ Hepatitis Marker oleh dr.ozar Sanuddin SpPK(K)/ dr.ozar Sanuddin SpPK(K)/ dr.ricke L SpPK(K)/ Hepatitis Marker Adalah suatu antigen asing a antibodi spesifik thdp antigen tsb. Penanda adanya infeksi, kekebalan

Lebih terperinci

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS.

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. Praktikum IDK 1 dan Biologi, 2009 Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed. 1 TUJUAN Mengetahui asal sel-sel

Lebih terperinci

STORYBOARD SISTEM PEREDARAN DARAH

STORYBOARD SISTEM PEREDARAN DARAH STORYBOARD SISTEM PEREDARAN DARAH Mata Kuliah : Pengembangan Media Pembelajaran Pokok Bahasan : Sistem Peredaran Darah Sasaran : Pemahaman siswa akan materi sistem peredaran darah menjadi lebih baik. Kompetensi

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI

EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

SISTEM PEREDARAN DARAH

SISTEM PEREDARAN DARAH SISTEM PEREDARAN DARAH Tujuan Pembelajaran Menjelaskan komponen-komponen darah manusia Menjelaskan fungsi darah pada manusia Menjelaskan prinsip dasar-dasar penggolongan darah Menjelaskan golongan darah

Lebih terperinci

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28.

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28. 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap semua kelompok ayam sebelum vaksinasi menunjukan bahwa ayam yang digunakan memiliki antibodi terhadap IBD cukup tinggi dan seragam dengan titer antara

Lebih terperinci

3.1 Membran Sel (Book 1A, p. 3-3)

3.1 Membran Sel (Book 1A, p. 3-3) Riswanto, S. Pd, M. Si SMA Negeri 3 Rantau Utara 3 Gerakan zat melintasi membran sel 3.1 Membran Sel (Book 1A, p. 3-3) A Bagaimana struktur dari membran sel? (Book 1A, p. 3-3) Struktur membran sel dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. darah yang hilang akibat perdarahan, luka bakar, mengatasi shock dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. darah yang hilang akibat perdarahan, luka bakar, mengatasi shock dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Transfusi darah Transfusi darah adalah proses pemindahan atau pemberian darah dari seseorang (donor) kepada orang lain (resipien). Transfusi bertujuan mengganti darah yang hilang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE

LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE Nama (NIM) : Debby Mirani Lubis (137008010) dan Melviana (137008011)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh dari formula ekstrak herbal terhadap sistem imunitas tubuh ayam dapat diperoleh dengan melihat aktivitas dan kapasitas makrofag peritoneum ayam yang telah ditantang

Lebih terperinci

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER BAB 8 IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER 8.1. PENDAHULUAN Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang mempunyai pendukung dan maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum yang sama, yaitu mengeliminasi

Lebih terperinci

PEMBAEIASAN. leukosit, jenis leukosit, nilai indeks fagositik serta adanya perbedaan tingkat

PEMBAEIASAN. leukosit, jenis leukosit, nilai indeks fagositik serta adanya perbedaan tingkat PEMBAEIASAN Penambahan Spirulina platensis dalam pakan ikan sebanyak 296, 4% dan 6% baik secara kontinyu maupun diskontinyu dapat meningkatkan respon kekebalan ikan patin. Peningkatan ini dapat dilihat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan komponen yang berfungsi dalam sistem transportasi pada tubuh hewan tingkat tinggi. Jaringan cair ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian cair yang disebut

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. PROTEIN Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Temperatur Tubuh Peningkatan temperatur tubuh dapat dijadikan indikator terjadinya peradangan di dalam tubuh atau demam. Menurut Kelly (1984), temperatur normal tubuh sapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data KKP menunjukkan bahwa produksi ikan mas pada tahun 2010 mencapai 282.695 ton, dengan persentasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,

Lebih terperinci

Bahan Kuliah. Genetika Molekular. disusun oleh : Victoria Henuhili, MSi FMIPA Jurdik Biologi UNY

Bahan Kuliah. Genetika Molekular. disusun oleh : Victoria Henuhili, MSi FMIPA Jurdik Biologi UNY Bahan Kuliah Genetika Molekular disusun oleh : Victoria Henuhili, MSi vhenuhili@uny.ac.id FMIPA Jurdik Biologi UNY 2013 victoria@uny.ac.id Page 1 1. PEMBUKTIAN DNA SEBAGAI PEMBAWA MATERI GENETIK Pada tahun

Lebih terperinci

KONSEP GOLONGAN DARAH ABO DAN RHESUS. Ns. Haryati

KONSEP GOLONGAN DARAH ABO DAN RHESUS. Ns. Haryati KONSEP GOLONGAN DARAH ABO DAN RHESUS Ns. Haryati 2015 Lingkup Pembelajaran 1. Sejarah Golongan Darah 2. Definisi Golongan Darah 3. Jenis Golongan Darah: ABO 4. Rhesus 5. Pewarisan Golongan Darah 6. Golongan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 34 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini jenis sampel diambil berupa serum dan usap kloaka yang diperoleh dari unggas air yang belum pernah mendapat vaksinasi AI dan dipelihara bersama dengan unggas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Hematokrit Ikan Hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam darah, bila kadar hematokrit 40% berarti dalam darah tersebut terdiri dari 40% sel darah merah dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing

TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing 4 TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing Kelenjar mamaria atau ambing pada sapi letaknya di daerah inguinal yang terdiri dari empat perempatan kuartir. Setiap kuartir memiliki satu puting, keempat

Lebih terperinci

menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda asing berupa antigen dan bibit penyakit.

menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda asing berupa antigen dan bibit penyakit. Bab 10 Sumber: Biology: www. Realm nanopicoftheday.org of Life, 2006 Limfosit T termasuk ke dalam sistem pertahanan tubuh spesifik. Pertahanan Tubuh Hasil yang harus Anda capai: menjelaskan struktur dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protein hewani oleh manusia. Komponen-komponen penting dalam susu adalah

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protein hewani oleh manusia. Komponen-komponen penting dalam susu adalah BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Susu telah dikonsumsi sejak zaman dahulu menjadi bahan pangan sumber protein hewani oleh manusia. Komponen-komponen penting dalam susu adalah protein, lemak, vitamin, mineral,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Benih Lele Sangkuriang yang terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis benih lele sangkuriang yang diinfeksikan Aeromonas hydrophila meliputi

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Re-Karakterisasi Isolat Bakteri Re-karakterisasi bakteri pada biakan agar darah serta hasil uji gula-gula (biokimia) menggunakan Kit Microgen TM GN-ID Identification dapat dilihat

Lebih terperinci