BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Babi domestik (Sus scrofa) merupakan hewan ternak yang dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut Sihombing (2006), daging babi sangat digemari oleh sebagian besar masyarakat dunia. Tingginya tingkat konsumsi masyarakat terhadap daging babi mendorong para peternak untuk mengembangkan galur atau jenis babi yang memiliki beberapa sifat seperti produktivitas tinggi, bobot maksimal anakan saat lahir, waktu sapih yang relatif cepat, laju pertumbuhan cepat, mortalitas rendah, dan efisiensi tinggi dalam penggunaan pakan babi (Aritonang, 2001). Galur babi dengan tingkat produktivitas tinggi disebut dengan babi unggul atau babi hibrida. Beberapa contoh babi kualitas unggul diantaranya adalah babi Berkshire yang berasal dari Inggris, Large White atau Yorkshire yang berasal dari Eropa, Hampshire yang berasal dari Amerika Serikat, Duroc yang berasal dari New York dan Landrace yang berasal dari Denmark (Sihombing, 2006). Dari 87 bangsa babi terkenal di dunia, paling sedikit terdapat 10 bangsa yang telah diusahakan di Indonesia, di antaranya adalah babi Landrace, Yorkshire, Duroc, Tamworth, dan Saddle Back. Babi 1

2 2 ini umumnya berupa hasil persilangan yang diusahakan oleh perusahaan komersial, sehingga bangsa murni sulit ditemukan (Aritonang, 2001). Sapi merupakan hewan penghasil kebutuhan protein hewani terbesar di Indonesia. Secara garis besar, bangsa-bangsa sapi di dunia ini terbagi menjadi bangsa sapi Zebu (Bos indicus) yakni kelompok sapi berpunuk dan bangsa sapi tidak berpunuk yakni Bos taurus. Bos indicus hidup di daerah tropis, sedangkan Bos taurus hidup di daerah subtropis (Pane, 1993). Secara fisik dan kemampuan adaptasi, Bos taurus memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dengan masa otot yang lebih padat daripada kelompok sapi Bos indicus dan mampu beradaptasi pada daerah tropis. Menurut Sugeng (2007), masih tedapat satu lagi bangsa sapi, yakni bangsa Bos sondaicus yang berasal dari Indonesia. Bangsa sapi Bos sondaicus di antaranya adalah sapi Bali dan sapi Madura. Berbagai usaha peningkatan kualitas ternak sapi telah dilakukan, salah satunya adalah dengan melakukan perkawinan silang antara bangsa sapi lokal dengan sapi dari luar. Menurut Sugeng (2007), Beberapa bangsa sapi pedaging yang sering disilangkan dengan sapi lokal di antaranya adalah sapi Simental, Limousin, Angus, Ongole, dan Brahman. Importasi hewan ternak penghasil daging merupakan salah satu usaha pemerintah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat luas akan protein hewani, yang dalam hal ini adalah protein asal daging. Dengan berbagai pertimbangan seperti kualitas daging impor yang dianggap mampu bersaing dengan kualitas

3 3 daging lokal, menjadikan tingkat importasi hewan ternak penghasil daging meningkat tiap tahunnya. Permintaan masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam akan terpenuhinya kebutuhan protein asal daging terutama daging sapi semakin meningkat tiap tahunnya. Namun sayang, meningkatnya permintaan tersebut tidak seiring dengan peningkatan produksi daging sapi, sehingga terjadi kenaikan harga daging sapi di masyarakat. Hal tersebut memicu kejadian pemalsuan dan pencampuran daging sapi dengan daging babi. Kejadian tersebut dilakukan dengan alasan harga daging babi yang cenderung lebih murah daripada daging sapi, serta warna dan bentuk yang serupa antara keduanya (Ali et al., 2012). Kejadian pemalsuan dan pencampuran daging sapi dengan daging babi melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 mengenai persyaratan ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal) pada bahan pangan yang beredar di masyarakat. Polymerase chain reaction atau PCR merupakan teknik pengujian molekuler enzimatik. Teknik PCR memberikan hasil yang akurat serta memiliki tingkat sensitivitas dan spesifitas tinggi. Kini, PCR diaplikasikan pada bidang ilmu kedokteran, mikrobiologi, forensik, dan biologi molekuler, termasuk genetik di dalamnya.

4 4 DNA mitokondria digunakan sebagai dasar dalam menganalisis kemiripan dan hubungan kekerabatan antara babi dan sapi pada penelitian ini. DNA mitokondria memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi daripada DNA nukleus atau inti, hal ini karena DNA mitokondria tersedia dalam jumlah yang lebih berlimpah daripada DNA inti pada satu sel yang sama. DNA mitokondria diturunkan dari induk betina saja saat proses fertilisasi, berbeda dengan DNA inti yang diturunkan oleh kedua induk (jantan dan betina) sehingga DNA mitokondria lebih sering diaplikasikan dalam analisis asal muasal spesies (ancient taxa) (Solihin, 1994). Menurut Yang et al. (2014), fragmen 12S ribosomal mitokondrial DNA (mt-12s rdna) merupakan salah satu fragmen dalam DNA mitokondria yang mampu dikembangkan untuk mengidentifikasi spesies dalam berbagai sampel biologis seperti darah, jaringan, dan daging karena kecepatan evolusi yang relatif lambat, sehingga gen dalam fragmen tersebut bersifat conserved. Hal ini juga memungkinkan pencarian lokasi yang dapat dijadikan penanda genetik dari nukleotida fragmen mt-12s rdna babi dan sapi yang beredar di masyarakat untuk kepentingan deteksi.

5 5 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sekuen DNA mitokondria fragmen mt-12s rdna babi dan sapi serta mencari penanda genetik untuk membedakan dan mendeteksi produk pangan yang berasal dari sapi atau babi. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam klasifikasi dan identifikasi untuk tujuan deteksi ataupun pengembangan perangkat deteksi daging babi dan sapi.