KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN II-2011

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2011

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2010

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian Ekonomi Regional Banten

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan II-2013 KATA PENGANTAR

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan.

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2009

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

Halaman ini sengaja dikosongkan.

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

Kajian Ekonomi Regional Triwulan III-2012 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-II Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan II-2008 i

Transkripsi:

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN II-2011 BANK INDONESIA MEDAN 2011

Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Misi Bank Indonesia: Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan. Nilai-nilai Strategis Organisasi Bank Indonesia: Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak dan atau berprilaku yang terdiri atas Kompetensi, Integritas, Transparansi, Akuntabilitas dan Kebersamaan. Visi Kantor Bank Indonesia Medan: Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. Misi Kantor Bank Indonesia Medan: Berperan aktif dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah melalui peningkatan pelaksanaan tugas bidang ekonomi moneter, sistem pembayaran, pengawasan bank serta memberikan saran kepada pemerintah daerah dan lembaga terkait lainnya. Kalender Publikasi Periode Publikasi KER Triwulan I KER Triwulan II KER Triwulan III KER Triwulan IV Publikasi Pertengahan Mei Pertengahan Agustus Pertengahan November Pertengahan Februari Penerbit: Kantor Bank Indonesia Medan Jl. Balai Kota No.4 MEDAN, 20111 Indonesia Telp : 061-4150500 psw. 1729, 1770 Fax : 061-4152777, 061-4534760 Homepage : www.bi.go.id Email : KBIMedan@bi.go.id

KATA PENGANTAR Perekonomian Sumut pada triwulan II-201 semakin menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Pertumbuhan ekonomi Sumut meningkat dari 6,32% (yoy) menjadi tumbuh 6,74%. Dari sisi permintaan, realisasi ekspor mengalami peningkatan, diantaranya karena semakin membaiknya kondisi perekonomian negara-negara tujuan utama ekspor Sumut. Konsumsi rumah tangga mengalami pertumbuhan positif, diantaranya karena membaiknya daya beli masyarakat, akibat kenaikan penghasilan serta didukung oleh masih relatif terkendalinya inflasi. Sementara itu, investasi juga mengalami kenaikan, seiring meningkatnya optimisme kalangan usaha, yang didorong oleh membaiknya prospek perekonomian ke depan. Dari sisi penawaran, meningkatnya kinerja sektor keuangan, persewaan dan jasa diperkirakan terutama berasal dari sub sektor keuangan sejalan dengan semakin meningkatnya kinerja perbankan Sumut. Dari sisi perkembangan harga, laju inflasi tahunan Sumut pada triwulan II-2011 menurun cukup tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 7,37% (yoy) menjadi 4,96% (yoy) yang juga lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional sebesar 5,54%. beberapa potensi risiko yang dapat meningkatkan tekanan inflasi pada periode ke depan adalah tingginya harga komoditas internasional, rencana kebijakan pemerintah terkait BBM bersubsidi, harga minyak dunia yang berpotensi untuk terus naik akibat isu geopolitik di Timur Tengah serta meningkatnya permintaan berbagai komoditas terutama pangan. Sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian, kinerja perbankan di Sumut pada triwulan II-2011 menunjukkan peningkatan. Total aset perbankan menunjukkan pertumbuhan 21,82% (yoy) menjadi Rp144,81 triliun, didorong oleh relatif tingginya pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mencapai 18,51% (yoy) sehingga menjadi Rp115,99 triliun. Sementara itu, penyaluran kredit menunjukkan pertumbuhan 20,16% sehingga menjadi Rp96,97 triliun. Relatif tingginya pertumbuhan penyaluran kredit dibandingkan pertumbuhan DPK menyebabkan fungsi intermediasi perbankan yang dicerminkan oleh indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) mengalami peningkatan menjadi 83,60% dari 82,46% pada Juni 2010. Demikian sekilas gambaran mengenai perekonomian Sumut triwulan II-2011. Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Medan, Agustus 2011 BANK INDONESIA MEDAN Nasser Atorf Pemimpin i

Daftar Isi Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik...v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih RINGKASAN EKSEKUTIF... viii BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL... 1 1.1. Kondisi Umum... 1 1.2. Sisi Permintaan... 2 1. Konsumsi... 3 2. Investasi... 5 3. Ekspor dan Impor... 7 1.3. Sisi Penawaran... 12 1. Sektor Pertanian... 13 a. Produksi Padi... 14 b. Produksi Jagung... 15 c. Produksi Kedelai... 15 2. Sektor Industri Pengolahan... 16 3. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran... 17 4. Sektor Keuangan... 18 5. Sektor Bangunan... 19 6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi... 20 7. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih... 21 8. Sektor Jasa-jasa... 22 BOKS 1 Pengembangan Klaster Industri Sei Mangke untuk Mendukung Pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia... 24 BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH... 27 2.1. Kondisi Umum... 27 2.2. Inflasi Triwulanan... 27 2.2.1. Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa... 29 2.2.2. Inflasi Menurut Kota... 33 2.3. Inflasi Tahunan... 34 2.3.1. Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa... 34 2.3.2. Inflasi Menurut Kota... 39 2.4. Faktor-Faktor Penyebab Inflasi... 40 BOKS 2 Rantai Distribusi Cabe Merah di Kabupaten Karo... 42 Daftar Isi ii

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH... 44 3.1. Kondisi Umum... 44 3.2. Intermediasi Perbankan... 45 3.2.1. Penghimpunan Dana Masyarakat... 45 3.2.2. Penyaluran Kredit... 46 3.2.3. Kredit UMKM... 48 3.3. Stabilitas Sistem Perbankan... 50 3.3.1. Resiko Kredit... 50 3.3.2. Resiko Likuiditas... 50 3.3.3. Resiko Pasar... 51 3.4. Perbankan Syariah... 52 3.5. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)... 53 BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH... 54 4.1. Penerimaan Pajak... 54 4.2. Realisasi APBD... 55 BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN... 57 5.1. Kegiatan Transaksi BI-RTGS Perbankan Sumatera Utara... 57 5.2. Transaksi Kliring... 58 5.3. Perkembangan Aliran Uang Kartal (Inflow dan Outflow)... 60 5.4. Temuan Uang Palsu... 61 5.5. Penyediaan Uang Yang Layak Edar... 61 BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN... 63 6.1. Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah... 63 6.2. Perkembangan Kesejahteraan... 66 BOKS 3 Nilai Tukar Petani Sebagai Indikator Kesejahteraan........69 BAB 7 PERKIRAAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH... 72 7.1. Perkiraan Ekonomi... 72 7.2. Perkiraan Inflasi Daerah... 74 LAMPIRAN Daftar Isi iii

Daftar Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Sumut dari Sisi Permintaan (%)... 2 1.2. Nilai Ekspor Triwulan II-2011... 9 1.3 Nilai Impor Triwulan II-2011... 12 1.4 Pertumbuhan Sektor Ekonomi Tahunan Provinsi Sumut (%)... 13 1.5. Tingkat Penghunian Kamar Hotel di Sumut (%)... 18 1.6. Perkembangan Kegiatan Bank... 19 1.7. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara Polonia... 20 1.8. Jumlah Kapal dan Penumpang Dalam Negeri di Pelabuhan Belawan... 21 2.1. Komoditas yang Memberikan Andil Deflasi Tw.II-2011... 28 2.2. Komoditas yang Memberikan Andil Inflasi Tw.II-2011... 29 2.3. Inflasi Triwulanan di Sumut menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)... 29 2.4. Inflasi Triwulanan di Sumut Menurut Kota (%)... 33 2.5. Inflasi Tahunan di Sumut menurut Kelompok barang dan jasa (%)... 34 2.6. Inflasi Tahunan Empat Kota di Sumut (%, yoy)... 39 2.7. Inflasi Tahunan di Sumut menurut Kota dan Kelompok Barang & Jasa (%, yoy)... 40 3.1. Indikator Utama Perbankan Sumut... 44 4.1. Realisasi Penerbitan SP2D Sumut... 56 5.1. Transaksi BI-RTGS Perbankan di Wilayah Sumut... 57 5.2. Perkembangan Transaksi Kliring dan Cek/BG Kosong... 58 5.3. Data Temuan Uang Palsu di Kantor Bank Indonesia Medan... 61 6.1. UMP Indonesia Berdasar Ranking Kenaikan Tertinggi... 65 6.2. UMK Wilayah Sumatera Tahun 2011... 66 Daftar Isi iv

Daftar Grafik 1.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Sumut... 2 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen... 3 1.3. Komponen Indeks Keyakinan Saat Ini... 3 1.4. Komponen Indeks Ekspektasi... 4 1.5. Pertumbuhan Penjualan Elektronik... 4 1.6. Pertumbuhan Penjualan BBM... 4 1.7. Penjualan Makanan dan Tembakau... 4 1.8. Penjualan Perlengkapan Rumah Tangga... 4 1.9. Penjualan Pakaian dan Perlengkapan... 4 1.10. Posisi Penyaluran Kredit Konsumsi oleh Bank Umum di Sumut... 5 1.11. Penyaluran Kredit Baru untuk Konsumsi oleh Bank Umum di Sumut... 5 1.12. Pengadaan Semen di Sumut... 5 1.13. Penjualan Bahan Konstruksi... 5 1.14. Posisi Penyaluran Kredit Investasi oleh Bank Umum di Sumut... 6 1.15. Perkembangan Nilai Ekspor & Impor... 8 1.16. Perkembangan Volume Ekspor & Impor... 8 1.17. Volume Muat Barang di Pelabuhan Belawan... 8 1.18. Perkembangan Nilai Ekspor Produk Utama... 9 1.19. Perkembangan Harga Karet... 9 1.20. Perkembangan Harga CPO... 9 1.21. Perkembangan Harga Kopi... 11 1.22. Nilai Ekspor Menurut Negara Tujuan... 11 1.23. Pangsa Ekspor Menurut Negara Tujuan... 11 1.24. Nilai Impor Menurut Negara Asal... 12 1.25. Perkembangan Pertumbuhan Sektor Unggulan... 13 1.26. Nilai Tukar Petani Sumut... 14 1.27. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Pertanian... 14 1.28. Nilai dan Volume Ekspor Plastik, Karet dan Produk Turunannya... 16 1.29. Nilai dan Volume Ekspor Makanan, Minuman, dan Tembakau... 16 1.30. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Industri Pengolahan... 17 1.31. Perkembangan Arus Barang di Pelabuhan Belawan (ton)... 17 1.32. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor PHR... 18 1.33. Realisasi Pengadaan Semen Sumut... 19 1.34. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Konstruksi... 20 1.35. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Pengangkutan & Komunikasi... 21 1.36. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Jasa-Jasa... 22 2.1. Inflasi Bulanan Sumut dan Nasional... 27 2.2. Inflasi Tahunan Sumut dan Nasional... 27 2.3. Inflasi Triwulanan Sumut dan Nasional... 28 2.4. Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan di Sumut... 30 2.5. Inflasi Triwulanan Kelompok Sandang di Sumut... 30 2.6. Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, rokok & Tembakau di Sumut... 31 2.7. Inflasi Triwulanan Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan di Sumut... 31 2.8. Inflasi Triwulanan Kelompok Kesehatan... 32 Daftar Isi v

2.9. Inflasi Triwulanan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar di Sumut... 32 2.10. Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga di Sumut... 33 2.11. Inflasi Kelompok Bahan Makanan... 35 2.12. Perkembangan Harga Cabe Merah... 35 2.13. Perkembangan Harga Bawang Merah... 35 2.14. Inflasi Kelompok Makanan Jadi, minuman, rokok & Tembakau di Sumut... 36 2.15. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga di Sumut... 36 2.16. Inflasi Kelompok Sandang... 37 2.17. Harga Emas di Pasar Internasional... 37 2.18. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar... 38 2.19. Inflasi Kelompok Kesehatan... 38 2.20. Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan... 39 2.21. Ekspektasi Konsumen terhadap Pergerakan Harga Barang/Jasa... 41 2.22. Disagregasi Inflasi Sumut... 41 3.1. Perkembangan DPK Sumut... 45 3.2. Struktur DPK Sumut... 46 3.3. Perkembangan Kredit Sumut... 46 3.4. Struktur Kredit Sumut... 47 3.5. Perkembangan Kredit dan pangsanya menurut sektor ekonomi... 47 3.6. Perkembangan Kredit UMKM Sumut... 48 3.7. Struktur Kredit UMKM Sumut... 48 3.8. Struktur Kredit Mikro, Kecil dan Menengah... 49 3.9. Perkembangan Kredit UMKM menurut Sektor Ekonomi... 49 3.10. NPL Gross... 50 3.11. Cash Ratio... 51 3.12. Pergerakan Suku Bunga Perbankan... 51 3.13. Aset, Pembiayaan, dan DPK Perbankan Syariah... 52 3.14. FDR Perbankan Syariah... 52 3.15. Perkembangan Aset, Kredit, DPK BPR... 53 3.16. LDR BPR... 53 5.1. Perkembangan Transaksi Kliring... 59 5.2. Grafik Penolakan Cek/BG kosong... 59 5.3. Perkembangan Aliran Uang Kartal... 60 5.4. Perkembangan Jumlah PTTB di Sumut... 62 6.1. Indikator Jumlah Tenaga Kerja... 64 6.2. Indeks Penghasilan dan Indeks Ekspektasi Penghasilan... 67 6.3. Nilai Tukar Petani... 68 7.1. Komponen Indeks Ekspektasi... 72 7.2. Indeks Tendensi Konsumen Tw.II-2011... 74 7.3. Perkiraan Indeks Tendensi Konsumen Tw.III-2011... 74 7.4. Ekspektasi Harga-harga dalam 3-6 bulan y.a.d (%)... 75 Daftar Isi vi

Daftar Lampiran A. PDRB Triwulanan Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha B. Pertumbuhan PDRB Triwulanan Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Konstan 2000 (qtq, %) Daftar Isi vii

TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH INFLASI DAN PDRB INDIKATOR 2008 2009 2010 2011 Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II MAKRO Indeks Harga Konsumen Medan 167,66 109,92 111,25 113,76 112,80 112,61 116,38 116,82 118,05 120,55 122,38 125,76 118,05 126,21 Pematangsiantar 161,40 110,11 111,62 113,11 112,88 112,99 116,67 116,19 117,40 120,79 122,10 127,44 117,40 128,46 Sibolga 166,68 109,68 113,04 115,55 114,95 114,94 118,91 117,39 118,81 121,90 125,16 131,28 118,81 131,13 Padangsidempuan 171,55 112,34 113,77 115,55 115,52 114,28 117,32 117,71 118,16 120,68 121,67 126,44 118,16 126,17 Laju Inflasi Tahunan (yoy %) Medan 7,01 10,86 10,30 10,63 6,37 2,45 4,61 2,69 4,65 7,05 5,16 8,10 6,87 4,70 Pematangsiantar 8,48 11,09 10,27 10,16 6,89 2,62 4,52 2,72 4,00 6,90 4,65 11,34 9,85 6,35 Sibolga 8,37 10,10 12,03 12,36 7,88 4,80 5,19 1,59 3,36 6,06 5,26 12,83 11,37 7,57 Padangsidempuan 8,71 14,34 12,62 12,34 8,50 1,73 3,12 1,87 2,29 5,60 3,71 8,26 7,94 4,55 PDRB harga konstan (Rp miliar) Pertanian 6.398,93 6.248,74 6.410,88 6.242,09 6.696,00 6.506,00 6.705,82 6.619,32 7.005,79 6.839,12 7.057,99 6.976,67 7.436,70 7.158,29 Pertambangan & Penggalian 314,65 327,82 330,66 331,21 322,00 322,37 334,28 344,64 336,27 340,65 354,13 365,34 360,60 368,79 Industri Pengolahan 6.033,65 5.900,70 6.145,05 6.225,82 6.194,00 6.113,00 6.303,77 6.365,86 6.529,85 6.455,52 6.603,48 6.599,60 6.525,96 6.669,12 Listrik, Gas, dan Air Bersih 187,15 190,41 196,03 199,36 200,00 203,37 205,38 206,78 212,39 215,40 219,64 222,44 232,40 237,61 Bangunan 1.720,47 1.752,13 1.784,87 1.833,17 1.783,57 1.829,64 1.926,64 2.014,51 1.894,82 1.931,67 2.051,19 2.155,66 2.091,40 2.093,67 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 4.818,59 4.718,62 4.960,52 5.017,79 5.079,00 4.976,00 5.207,92 5.312,55 5.410,87 5.327,03 5.543,55 5.594,70 5.834,24 5.743,81 Pengangkutan dan Komunikasi 2.428,92 2.421,32 2.495,44 2.537,56 2.574,99 2.618,00 2.702,59 2.734,66 2.776,19 2.842,77 2.974,39 3.028,53 3.093,90 3.132,63 Keuangan, Persewaan, dan Jasa 1.838,20 1.841,99 1.885,12 1.914,53 1.939,00 1.896,00 2.027,43 2.076,59 2.152,86 2.159,04 2.181,70 2.302,06 2.348,22 2.394,07 Jasa Jasa 2.532,72 2.594,71 2.661,07 2.731,46 2.738,00 2.762,00 2.817,10 2.899,56 2.866,63 2.908,42 3.052,97 3.148,14 3.110,79 3.175,56 Pertumbuhan PDRB (yoy %) Nilai Ekspor Nonmigas (USD juta) Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton) Nilai Impor Nonmigas (USD juta) Volume Impor Nonmigas (ribu ton) 5,35 5,51 7,73 6,97 4,63 4,74 4,97 5,70 6,02 6,55 6,42 6,36 6,32 6,74 2.333,02 2.406,09 2.417,65 1.769,72 1.274,36 1.449,29 1.515,92 2.048,00 1.790,50 1.302,98 2.312,75 2.532,44 2.560,99 2.598,21 2.102,33 1.906,94 2.076,85 2.214,16 1.753,54 1.835,80 1.834,23 2.431,93 1.630,35 1.156,72 2.286,93 1.917,36 1.543,13 1.926,01 635,70 708,26 843,66 666,59 419,43 505,38 570,89 618,93 592,03 453,75 649,00 725,24 871,04 931,24 1.346,56 1.358,95 1.371,47 1.086,02 878,93 1.022,86 1.009,14 1.182,56 1.064,28 870,41 1.228,65 1.384,92 1.379,03 1.563,98 Sumber : Inflasi dan PDRB > BPS ; Ekspor Impor > Bank Indonesia

INDIKATOR PERBANKAN Bank Umum : Total Aset (Rp Triliun) 2008 2009 2010 2011 Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II 90,20 92,87 97,46 108,08 114,55 109,52 110,58 115,77 114,62 118,87 126,61 133,70 137,49 144,81 72,08 75,72 77,97 84,29 88,82 89,56 90,31 94,88 95,40 97,87 102,94 109,07 112,60 115,99 DPK (Rp Triliun) Giro (Rp Triliun) 15,08 16,09 14,87 15,07 16,25 17,04 17,19 16,64 16,80 18,04 18,39 17,80 20,27 21,57 Tabungan (Rp Triliun) 27,18 28,73 28,58 30,58 31,08 31,97 33,10 37,12 36,11 37,51 41,05 45,32 45,93 47,47 Deposito (Rp Triliun) 29,82 30,90 34,52 38,64 41,49 40,55 40,02 41,13 42,49 42,32 43,50 45,95 46,40 46,95 Kredit (Rp Triliun) Modal Kerja 30,90 36,69 37,72 36,03 34,49 35,10 36,56 38,32 39,29 40,16 44,19 45,73 46,67 49,30 Konsumsi 10,74 11,17 12,16 14,38 16,48 17,14 17,55 18,64 20,68 22,54 23,83 17,90 26,33 27,45 Investasi 13,14 14,48 15,99 16,31 14,82 14,94 16,00 16,62 15,67 18,00 16,47 24,92 18,51 20,22 LDR 76,01% 82,33% 84,48% 79,03% 73,94% 75,01% 76,86% 77,55% 79,29% 82,46% 82,08% 81,19% 81,27% 83,60% BPR: Total Aset (Rp Triliun) 0,45 0,43 0,49 0,53 0,51 0,53 0,55 0,57 0,61 0,62 0,64 0,67 0,70 0,72 DPK (Rp Triliun) 0,33 0,31 0,34 0,35 0,37 0,39 0,41 0,42 0,44 0,45 0,46 0,49 0,52 0,50 Tabungan (Rp Triliun) 0,15 0,13 0,14 0,14 0,16 0,17 0,18 0,18 0,19 0,20 0,21 0,22 0,23 0,23 Deposito (Rp Triliun) 0,18 0,18 0,20 0,21 0,21 0,22 0,23 0,24 0,25 0,25 0,25 0,27 0,29 0,27 Kredit (Rp Triliun) 0,33 0,33 0,38 0,38 0,39 0,40 0,43 0,44 0,46 0,48 0,48 0,49 0,49 0,50 Rasio NPL Gross (%) 8,67% 7,88% 6,61% 7,26% 7,95% 7,75% 7,21% 7,05% 6,52% 6,25% 6,25% 8,15% 6,69% 8,00% LDR 100,00% 106,45% 111,76% 108,57% 105,41% 102,56% 104,88% 104,76% 104,55% 106,67% 104,35% 100,61% 94,81% 100,00% Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Medan TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH PERBANKAN

RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF GAMBARAN UMUM Pada triwulan II-2011 perekonomian Sumatera Utara kembali mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 6,74% (yoy). Pertumbuhan ini antara lain ditunjang oleh transaksi perdagangan internasional yang semakin menunjukkan peningkatan aktivitasnya. Secara tahunan peningkatan pertumbuhan tertinggi dialami sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Pada triwulan II-2011, Sumut mengalami inflasi 0,00% (qtq), lebih rendah dibandingkan inflasi triwulanan nasional yang tercatat sebesar 0,36%. Inflasi (qtq) ini juga lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar 0,40%. Sementara itu, inflasi tahunan Sumut pada Juni 2011 tercatat sebesar 4,96%, jauh di bawah inflasi tahunan triwulan I-2011 sebesar 7,38%. Inflasi Sumut juga lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional yang tercatat sebesar 5,54%. Perkembangan indikator perbankan Sumut sampai dengan triwulan II-2011 masih terus mengalami peningkatan. Indikator perbankan bank umum konvensional dan bank umum syariah, maupun BPR masih tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya. Sementara itu, kualitas kredit semakin menunjukkan perkembangan yang menggembirakan yang diiringi dengan penurunan rasio Non Performing Loan (NPL) dari 2,97% pada triwulan I-2011 menjadi 2,86%. Total aset perbankan Sumut pada triwulan II-2011 tumbuh sebesar 5,32% (qtq) dan 21,82% (yoy). Total aset perbankan sebesar Rp144,81 triliun didominasi oleh bank konvensional yaitu sebesar Rp139,85 triliun (96,57%) sedangkan sisanya merupakan aset bank syariah yaitu sebesar Rp4,96 triliun (3,43%). Peran Keuangan Daerah terhadap perekonomian Sumut pada triwulan II-2011 diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Di sisi penerimaan, realisasi penerimaan pajak Pemerintah Provinsi Sumut pada triwulan II-2011 diperkirakan meningkat 9,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Ringkasan Eksekutif viii

RINGKASAN EKSEKUTIF Perekonomian Sumut pada triwulan II-2011 tumbuh 6,74% (yoy) PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO Pada triwulan II-2011 perekonomian Sumatera Utara kembali mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 6,74% (yoy). Pertumbuhan ini antara lain ditunjang oleh transaksi perdagangan internasional yang semakin menunjukkan peningkatan aktivitasnya. Secara tahunan peningkatan pertumbuhan tertinggi dialami sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sektor-sektor andalan Sumut seperti pertanian dan industri pengolahan sebagai sektor unggulan Sumut masih mencatatkan pertumbuhan positif bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun pertumbuhan tersebut meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya juga. Di sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Sumut pada triwulan II-2011 terutama didorong oleh aktivitas ekspor dan konsumsi, khususnya konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Namun pertumbuhan aktivitas konsumsi rumah tangga pada triwulan ini sedikit meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya seiring dengan berkurangnya aktivitas konsumsi masyarakat yang cukup tinggi. Hal senada juga terlihat dari pertumbuhan investasi yang lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Akan tetapi, dilihat dari prompt indicator seperti level ekspektasi pelaku usaha terhadap kondisi dunia usaha, masih berada di atas 100 yang berarti masih optimisnya pelaku usaha akan kondisi ke depan. Dengan menggunakan prompt indicator konsumsi sebagai indikasi, pengeluaran masyarakat Sumut untuk pembelian barangbarang konsumsi relatif meningkat. Konsumsi durable dan non durable goods pada triwulan II-2011 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu. Hal ini juga tercermin dari indikator barang konsumsi lainnya seperti konsumsi BBM, penjualan makanan dan minuman, serta penjualan pakaian dan perlengkapannya yang mengalami peningkatan di triwulan laporan. Hanya penjualan perlengkapan rumah tangga yang mengalami sedikit penurunan. Di sisi lain, kegiatan perdagangan luar negeri justru menunjukkan peningkatan. Peningkatan ekspor, didorong oleh kenaikan harga komoditas CPO dan karet di pasar internasional dan kenaikan permintaan luar negeri terhadap produk-produk dari komoditas tersebut. Seiring dengan kenaikan ekspor, nilai dan volume impor juga meningkat khususnya pada produk industri makanan dan minuman. Ringkasan Eksekutif ix

RINGKASAN EKSEKUTIF Inflasi Sumut pada triwulan II-2011 sebesar 4,94% (yoy) atau 0,00% (qtq) Peningkatan kinerja perbankan di triwulan II-2011 tercermin dari peningkatan aset, DPK, dan kredit. PERKEMBANGAN INFLASI Pada triwulan II-2011, Sumut mengalami inflasi 0,00% (qtq), lebih rendah dibandingkan inflasi triwulanan nasional yang tercatat sebesar 0,36%. Inflasi (qtq) ini juga lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar 0,40%. Sementara itu, inflasi tahunan Sumut pada Juni 2011 tercatat sebesar 4,96%, jauh di bawah inflasi tahunan triwulan I-2011 sebesar 7,38%. Inflasi Sumut juga lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional yang tercatat sebesar 5,54%. Ditinjau dari disagregasi inflasi, inflasi Sumut pada Juni 2011 tidak lagi didominasi oleh volatile foods, melainkan inflasi inti. Inflasi inti (core inflation) tercatat sebesar 5,29% (yoy). Sementara itu inflasi volatile foods sebesar 3,79% (yoy) dan administered price sebesar 3,48% (yoy). Kendati potensi risiko inflasi di triwulan ini menurun, namun perlu dicermati beberapa potensi risiko yang dapat meningkatkan tekanan inflasi pada periode ke depan. Upside risks tersebut adalah tingginya harga komoditas internasional, rencana kebijakan pemerintah terkait BBM bersubsidi, harga minyak dunia yang berpotensi untuk terus naik akibat isu geopolitik di Timur Tengah, dan meningkatnya permintaan berbagai komoditas terutama pangan. Berdasarkan kelompok barang dan jasa, bahan makanan mengalami deflasi dalam level yang relatif kecil yakni sebesar - 0,03% (qtq). Kelompok lainnya juga mengalami inflasi triwulanan yang sangat kecil. Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga mengalami inflasi sebesar 0,00%. Kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar; kelompok kesehatan; dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan masing-masing mengalami inflasi sebesar 0,01%. Sementara itu kelompok sandang pada triwulan ini mengalami inflasi sebesar 0,02%. Berdasarkan kota, terjadi penurunan laju inflasi triwulanan di keempat kota yang dihitung inflasinya di Sumut. Bahkan kota Sibolga dan Padangsidempuan mengalami deflasi -0,01%. Sementara itu, Medan dan Pematangsiantar laju inflasinya 0,00%. PERKEMBANGAN PERBANKAN Perkembangan indikator perbankan Sumut sampai dengan triwulan II-2011 masih terus mengalami peningkatan. Secara tahunan maupun triwulanan, indikator perbankan, baik bank umum konvensional, bank umum syariah, maupun BPR masih tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya. Sementara itu, kualitas Ringkasan Eksekutif x

RINGKASAN EKSEKUTIF kredit semakin menunjukkan perkembangan yang menggembirakan yang diiringi dengan penurunan rasio Non Performing Loan (NPL) dari 2,97% pada triwulan I-2011 menjadi 2,86%. Total aset perbankan Sumut pada triwulan II-2011 tumbuh sebesar 5,32% (qtq) dan 21,82% (yoy). Total aset perbankan sebesar Rp144,81 triliun didominasi oleh bank konvensional yaitu sebesar Rp139,85 triliun (96,57%) sedangkan sisanya merupakan aset bank syariah yaitu sebesar Rp4,96 triliun (3,43%). Dana pihak ketiga yang dihimpun pada triwulan II-2011 tumbuh sebesar 3,01% (qtq) atau 18,51% (yoy) hingga mencapai jumlah Rp115,99 triliun. Pertumbuhan ini didorong oleh kenaikan seluruh jenis simpanan yaitu giro, tabungan dan deposito dengan persentase kenaikan masing-masing sebesar 6,41%, 3,35% dan 1,19% (qtq). Peningkatan ini mengindikasikan semakin baiknya kinerja perbankan dalam menarik kepercayaan masyarakat. Secara tahunan seluruh instrumen dana pihak ketiga juga mengalami kenaikan dan tertinggi dialami oleh tabungan yaitu sebesar 26,55%(yoy), sedangkan giro dan deposito naik masing-masing sebesar 19,57%(yoy) dan 10,94%(yoy). Kredit yang disalurkan perbankan Sumatera Utara pada triwulan II-2011 tumbuh sebesar 5,96%(qtq) atau 20,16% (yoy) hingga mencapai jumlah Rp96,97 triliun. Pertumbuhan kredit tertinggi di triwulan laporan dialami oleh kredit investasi yaitu sebesar 9,22% (qtq). Pertumbuhan kredit investasi yang relatif lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit modal kerja dan kredit konsumsi pada triwulan II-2011 relatif tidak merubah struktur kredit Sumatera Utara yang didominasi kredit modal kerja sebesar Rp49,30 triliun (50,84%), diikuti oleh kredit konsumsi dan kredit investasi masingmasing sebesar Rp27,45 triliun (28,31%) dan Rp20,22 triliun (20,85%). PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Peran Keuangan Daerah terhadap perekonomian Sumut pada triwulan II-2011 diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Di sisi penerimaan, realisasi penerimaan pajak Pemerintah Provinsi Sumut pada triwulan II-2011 diperkirakan meningkat 9,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pencapaian penerimaan pajak terkait dengan meningkatnya aktivitas perekonomian sehingga tingkat penerimaan pajak dari para wajib pajak juga turut meningkat. Ringkasan Eksekutif xi

RINGKASAN EKSEKUTIF Realisasi penerimaan pajak di Kanwil Ditjen Pajak Sumatera Utara (Sumut I) Medan hingga pertengahan Juni 2011 tercatat senilai Rp4,4 triliun, atau sekitar 39% dari target tahun 2011 sebesar Rp9 triliun. Kinerja penerimaan pajak tersebut meningkat sekitar 9,3% dibandingkan penerimaan pajak pada periode yang sama tahun 2010 yang nilainya tercatat senilai Rp3,9 triliun. Selama akhir triwulan II-2011, realisasi serapan APBD Sumut 2011 mencapai 35% dari APBD Sumut yang mencapai Rp4,5 triliun. Adanya transisi kepemimpinan/ peralihan pelaksaan kewenangan dari Gubernur Sumut non-aktif kepada wakilnya yang hanya sebagai Pelaksana tugas (Plt) termasuk jabatan Sekdaprovsu (Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara Pemprov Sumut) diperkirakan berdampak pada penyerapan APBD Sumut 2011. Aktivitas sistem pembayaran Sumut, baik RTGS maupun kliring juga tumbuh positif. Aliran uang kartal juga menunjukkan adanya net-inflow PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Transaksi perbankan Sumatera Utara melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) pada triwulan II-2011 mengalami kenaikan sebesar Rp21.831 miliar atau 13,74% menjadi Rp180.730 miliar dari nilai transaksi pada triwulan I-2011 yang tercatat sebesar Rp158.899 miliar. Sedikit berbeda dengan nilai transaksi RTGS, volume transaksi RTGS di Sumut justru menurun dari 237.119 transaksi pada triwulan I-2011 menjadi 233.833 transaksi pada triwulan II-2011. Nilai transaksi kliring pada triwulan II-2011 tercatat sebesar Rp33.237 miliar. Nilai ini meningkat 2,71% atau Rp876 miliar bila dibandingkan dengan triwulan I-2011 yang sebesar Rp32.361 miliar. Kendati terjadi peningkatan nilai perputaran kliring namun volume transaksinya justru menurun dari 871.477 warkat pada triwulan I- 2011 menjadi 833.342 warkat pada triwulan II-2011. Bila dibandingkan dengan posisi tahun lalu yang nilainya sebesar Rp29.100 miliar, perputaran kliring mengalami kenaikan sebesar 14,22% atau Rp4.136,97 miliar. Adapun besarnya kliring retur pada triwulan II-2011 tercatat sebanyak 18.077 warkat dengan nilai Rp424 miliar. Sementara itu, jumlah penolakan cek dan bilyet giro (Cek/BG) kosong di wilayah Sumut pada Triwulan II-2011 tercatat sebanyak 16.369 warkat dengan nilai Rp368 miliar. Dengan demikian rata-rata penolakan cek dan bilyet giro per harinya sebanyak 264 warkat dengan nilai Rp5,94 miliar. Pada triwulan II-2011 terjadi peningkatan temuan uang palsu yang cukup signifikan bila dibandingkan triwulan lalu. Sepanjang triwulan II-2011 jumlah temuan uang palsu yang tercatat di Kantor Bank Indonesia Medan berdasarkan laporan bank sebanyak 436 lembar senilai Rp23.270.000. Padahal triwulan lalu, jumlah temuan Ringkasan Eksekutif xii

RINGKASAN EKSEKUTIF uang palsu hanya 156 lembar atau senilai Rp8.420.000. Peningkatan yang cukup tajam ini karena pada bulan Maret 2011 tidak terdeteksi adanya temuan uang palsu dalam perputaran kas di KBI Medan. Terjadi penurunan tingkat pengangguran terbuka dan peningkatan daya beli petani. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Seiring dengan semakin bergeraknya perekonomian Sumut pada triwulan laporan, kondisi ketenagakerjaan juga terus menunjukkan perbaikan. Pada triwulan laporan, jumlah penyerapan tenaga kerja baru diperkirakan mengalami peningkatan, terutama pada sektor jasa-jasa dan bangunan. Dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), jumlah pelaku usaha yang menyatakan melakukan penambahan jumlah tenaga kerja masih meningkat. Hal ini tercermin dari nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) indikator jumlah karyawan pada triwulan I-2011 yang masih bernilai positif yaitu 4,15. Berdasarkan lapangan usahanya, sektor jasa-jasa merupakan sektor yang melakukan penambahan jumlah tenaga kerja terbesar dengan nilai SBT 4,77 diikuti oleh sektor bangunan dengan nilai SBT 1,53 dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dengan nilai SBT 1,05. Penyebab terjadinya peningkatan penggunaan tenaga kerja pada ketiga sektor ini adalah adanya perluasan usaha. Sejalan dengan kondisi ketenagakerjaan, tingkat kesejahteraan masyarakat Sumut diperkirakan semakin meningkat. Faktor utama penyebab peningkatan ini antara lain adalah meningkatnya penghasilan masyarakat akibat semakin terbukanya lapangan pekerjaan serta meningkatnya ekspor Sumut. Hal ini diindikasikan oleh hasil Survei Konsumen di Kota Medan, yang menunjukkan adanya peningkatan Indeks Penghasilan Saat ini, Indeks Ekspektasi Penghasilan serta Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja. Selain itu, kesejahteraan masyarakat yang meningkat juga terlihat dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Provinsi Sumut yang dilaksanakan pada bulan Maret 2011 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumut sebanyak 1.481.300 orang atau sebesar 11,33% terhadap jumlah penduduk seluruhnya. Kondisi ini lebih baik dibandingkan dengan tahun 2010 dimana jumlah penduduk miskin sebanyak 1.490.900 orang (menurun sebanyak 9.600 orang). Ringkasan Eksekutif xiii

RINGKASAN EKSEKUTIF Pertumbuhan ekonomi sumut triwulan III-2011 diproyeksikan sebesar 6,8%±1(yoy) PROSPEK PEREKONOMIAN Perkiraan Ekonomi Perekonomian Sumut diperkirakan terus mengalami akselerasi hingga triwulan III-2011. Pertumbuhan ekonomi Sumut pada periode tersebut diperkirakan berada pada kisaran 6,8% ±1 (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya. Dengan perkiraan tersebut, perekonomian Sumut pada tahun 2011 diperkirakan berkisar 6,5%±1 (yoy). Prospek positif tersebut didukung oleh kondisi perekonomian global yang semakin baik, iklim investasi yang semakin kondusif, serta daya beli masyarakat yang lebih baik. Dari sisi permintaan, akselerasi perekonomian Sumut didukung oleh meningkatnya pertumbuhan seluruh komponen permintaan. Konsumsi rumah tangga diperkirakan semakin tumbuh meningkat, terdorong oleh perayaan Idul Fitri yang diperkirakan lebih ramai dibandingkan tahun 2010, karena semakin menguatnya daya beli masyarakat. Disamping itu, perbankan turut berperan terhadap meningkatnya konsumsi melalui meningkatnya penyaluran kredit konsumsi, karena suku bunga pembiayaan diperkirakan akan mengalami penurunan. Meningkatnya konsumsi rumah tangga salah satunya diindikasikan oleh meningkatnya Indeks Ekspektasi Konsumen, baik dari sisi Ekspektasi Penghasilan serta Ekspektasi Kondisi Perekonomian. Seiring dengan prospek perekonomian yang semakin kondusif, investasi diperkirakan akan tumbuh semakin baik pada triwulan III-2011, baik dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) maupun kalangan usaha. Kenaikan investasi yang dilakukan oleh Pemda dikarenakan target Pemda yang mengejar keterlambatan realisasi anggaran pada semester I-2011 agar program kerja tahunan dapat terpenuhi. Sementara itu, kinerja ekspor Sumut diperkirakan tetap mengalami kenaikan seiring prospek pulihnya perekonomian global, serta masuknya peak season. Sementara itu, berdasarkan angka Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang dilakukan Badan Pusat Statistik, nilai ITK Sumut pada triwulan III-2011 diperkirakan sebesar 109,88, artinya kondisi ekonomi konsumen diperkirakan akan membaik. Tingkat optimisme konsumen diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan triwulan II- 2011 (nilai ITK sebesar 106,26). Perkiraan membaiknya kondisi ekonomi konsumen pada Triwulan III-2011 didorong oleh peningkatan pendapatan rumah tangga (nilai indeks sebesar 112,83) dan rencana pembelian barang tahan lama (nilai indeks sebesar 103,75). Ringkasan Eksekutif xiv

RINGKASAN EKSEKUTIF Inflasi triwulan III-2011 diperkirakan 5,70%±1% (yoy) Perkiraan Inflasi Daerah Tekanan inflasi Sumut pada triwulan III-2011 diperkirakan akan berada pada kisaran 5,70% ± 1%. Peningkatan tekanan inflasi terutama bersumber dari lonjakan konsumsi menjelang Hari Raya Idul Fitri 2011. Tak hanya itu, inflasi volatile foods yang mulai mereda 2 bulan terakhir triwulan ini berpotensi untuk kembali meningkat di triwulan mendatang. Ekspektasi masyarakat tehadap perkembangan harga pada triwulan III-2011 juga meningkat. Hal ini terkonfirmasi oleh indeks ekspektasi harga konsumen 3 bulan yang akan datang dan 6 bulan yang akan datang pada Survei Konsumen bulan Juni 2011. Indeks ekspektasi harga konsumen 3 bulan yang akan datang tercatat 178 dan indeks ekspektasi harga konsumen 6 bulan yang akan datang tercatat 182, kedua indeks ini merupakan yang tertinggi sejak awal 2010. Kendati demikian, potensi peningkatan tekanan inflasi tersebut dapat diredam apabila panen raya bulan September 2011 berjalan lancar dan didukung dengan distribusi komoditas yang lancar dari daerah penghasil ke kota. Selain itu, peran Pemda dan SKPD terkait untuk mengamankan stok dan memastikan ketahanan pangan menjelang Hari Raya dinilai dapat meredam tekanan inflasi. Berdasarkan proyeksi dan dengan mempertimbangkan perkembangan harga serta determinan utama inflasi di Sumatera Utara, maka diperkirakan inflasi tahunan (yoy) pada triwulan III-2011 akan meningkat menjadi 5,70% ± 1% (yoy) dan inflasi 2011 mencapai 5,50% ± 1% (yoy). Ringkasan Eksekutif xv

BAB I Perkembangan Ekonomi Makro Regional

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMII MAKRO REGIONAL Pada triwulan II-2011, perekonomian Sumut kembali mencatatkan pertumbuhan yang mengesankan dengan tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,74% (yoy). Sektor keuangan dan sektor pengangkutan merupakan sektor dengan pertumbuhan tertinggi. 1.1. KONDISI UMUM Pada triwulan II-2011 perekonomian Sumatera Utara kembali mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 6,74% (yoy). Pertumbuhan ini antara lain ditunjang oleh transaksi perdagangan internasional yang semakin menunjukkan peningkatan aktivitasnya. Secara tahunan peningkatan pertumbuhan tertinggi dialami sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sektor-sektor andalan Sumut seperti pertanian dan industri pengolahan sebagai sektor unggulan Sumut masih mencatatkan pertumbuhan positif bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun khusus sektor pertanian pertumbuhan triwulan laporan tidak setinggi pertumbuhan triwulan sebelumnya. Di sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Sumut pada triwulan II-2011 terutama didorong oleh aktivitas ekspor dan investasi. Sementara pertumbuhan aktivitas konsumsi rumah tangga pada triwulan ini sedikit menurun dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya seiring dengan berkurangnya aktivitas konsumsi masyarakat. Peningkatan realisasi investasi pada triwulan laporan didukung pula oleh prompt indicator seperti level ekspektasi pelaku usaha terhadap kondisi dunia usaha, masih berada di atas 100 yang berarti pelaku usaha masih optimistis akan kondisi ke depan. Di sisi lain, peningkatan ekspor terutama didorong oleh kenaikan harga-harga komoditas internasional seperti CPO dan karet serta kenaikan permintaan luar negeri terhadap produk-produk dari komoditas tersebut. Seiring dengan kenaikan ekspor, nilai dan volume impor juga meningkat khususnya pada produk industri makanan dan minuman. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan ini juga didukung oleh pertumbuhan yang sama pada sisi pembiayaan khususnya yang berasal dari perbankan. Pertumbuhan kredit yang tinggi di triwulan ini terutama didorong oleh peningkatan permintaan untuk membiayai pertumbuhan ekonomi yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun 2010 serta adanya peningkatan suku bunga kredit. Tren pertumbuhan pembiayaan perbankan untuk kegiatan ekonomi di berbagai sektor semakin menunjukkan peningkatan, baik pertumbuhan kredit modal kerja maupun kredit investasi. Sementara itu, kegiatan konsumsi rumah tangga tetap berlangsung dengan pembiayaan konsumsi melalui kredit perbankan. Hal ini tercermin dari laju pemberian kredit konsumsi yang terbesar setelah kredit modal kerja. Perkembangan Ekonomi Makro Regional BAB 1 1

yoy (%) 9,00% 8,00% 7,00% 6,00% 5,00% 5,35% 5,51% Grafik 1.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Sumut 7,73% 6,97% 5,07% 4,64%4,57% 6,74% 6,50% 6,40%6,36%6,32% 5,70% 6,03% 4,00% 3,00% 2,00% 1,00% 0,00% I II III IV I II III IV I II III IV I II 2008 2009 2010 2011 Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara 1.2. SISI PERMINTAAN Perekonomian Sumut pada triwulan II-2011 tumbuh 6,74% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 6,32% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Sumut masih didorong oleh meningkatnya kegiatan ekspor dan investasi. Sementara konsumsi swasta diperkirakan masih tetap tinggi dan masih akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Sumut selama tahun 2011 khususnya pada triwulan depan. Sementara itu, membaiknya kinerja ekspor mendorong perbaikan nilai tambah net ekspor-impor Sumut. Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Sumut Dari Sisi Permintaan (%) Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara 2 BAB 1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional

1. Konsumsi Konsumsi pada triwulan II-2011 tumbuh 6,96% (yoy), sedikit menurun dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 7,06%(yoy). Kendati terjadi penurunan pertumbuhan, namun pertumbuhan konsumsi masih berada pada level yang cukup tinggi. Pertumbuhan konsumsi masih didorong oleh kinerja konsumsi rumah tangga sebesar 6,44%. Grafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.3. Komponen Indeks Keyakinan Saat Ini Sumber : Survei Konsumen (SK), KBI Medan Sementara itu, indeks keyakinan konsumen (IKK) pada bulan Juni 2011 meningkat menjadi 107% setelah pada Mei 2011 berada pada indeks 105%. Meningkatnya optimisme konsumen terhadap kondisi perekonomian saat ini maupun 6 bulan yang akan datang yang tercermin dari dengan meningkatnya Indeks Ekonomi Saat ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK), yaitu masing-masing sebesar 0,21 poin dan 5,08 poin. Grafik 1.4. Komponen Indeks Ekspektasi Grafik 1.5. Pertumbuhan Penjualan Elektronik Sumber : SK, Bank Indonesia Medan Sumber : Survei Penjualan Eceran (SPE), Bank Indonesia Medan Dengan menggunakan prompt indicator konsumsi sebagai indikasi, pengeluaran masyarakat Sumut untuk pembelian barang-barang konsumsi relatif meningkat. Konsumsi Perkembangan Ekonomi Makro Regional BAB 1 3

durable dan non durable goods pada triwulan II-2011 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu. Hal ini juga tercermin dari indikator barang konsumsi lainnya seperti konsumsi BBM, penjualan makanan dan minuman, serta penjualan pakaian dan perlengkapannya yang mengalami peningkatan di triwulan laporan. Hanya penjualan perlengkapan rumah tangga yang mengalami sedikit penurunan. Grafik 1.6. Pertumbuhan Penjualan BBM Grafik 1.7. Penjualan Makanan&Tembakau Sumber : SPE, KBI Medan Grafik 1.8. Penjualan Perlengkapan RT Grafik 1.9. Penjualan Pakaian&Perlengkapan Sumber : SPE, KBI Medan Sementara itu, penyaluran kredit konsumsi, yang menjadi salah satu penopang pertumbuhan konsumsi masyarakat, tumbuh 21,78% dengan nilai sebesar Rp27,45 triliun. Penyaluran kredit baru untuk jenis penggunaan konsumsi pada triwulan II-2011 juga mengalami peningkatan pertumbuhan yang signifikan dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Adapun jumlah dari penyaluran kredit ini adalah sebesar Rp1,20 triliun. 4 BAB 1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Grafik 1.10. Posisi Penyaluran Kredit Konsumsi oleh Bank Umum di Sumut Grafik 1.11. Penyaluran Kredit Baru untuk konsumsi oleh Bank Umum di Sumut Sumber : LBU, KBI Medan 2. Investasi Pada triwulan II-2011 kegiatan investasi tumbuh sebesar 8,57%, meningkat cukup jauh dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mencatat pertumbuhan sebesar 2,85%. Pertumbuhan investasi yang lebih tinggi ini terutama dikarenakan meningkatnya kegiatan belanja pemerintah memasuki akhir semester I-2011. Seiring dengan meningkatnya anggaran yang dimiliki pemerintah Sumut untuk membangun infrastruktur pada tahun anggaran 2011 memberikan harapan akan peningkatan investasi ke depannya. Peningkatan investasi sektor bangunan juga tercermin dari meningkatnya penjualan bahan konstruksi dan penjualan semen. Nilai penjualan semen pada bulan Juni 2011 mencapai 316 ribu ton, atau meningkat sebesar 36,29% (yoy). Berdasarkan survei penjualan eceran (SPE), penjualan bahan konstruksi bulan Juni 2011 adalah sebesar Rp814 juta meningkat dibandingkan bulan Maret 2011 sebesar Rp805 juta. Grafik 1.12. Pengadaan Semen di Sumut Grafik 1.13. Penjualan Bahan Konstruksi Dari sisi pembiayaan, kredit perbankan untuk tujuan investasi terus menunjukkan tren peningkatan. Pertumbuhan kredit investasi pada Maret 2011 tercatat sebesar 18,14% (yoy) dengan outstanding kredit mencapai Sumber : Asosiasi Semen Indonesia Sumber : SPE, KBI Medan Perkembangan Ekonomi Makro Regional BAB 1 5

Peningkatan kredit ini mencerminkan bahwa kredit perbankan masih menjadi pilihan utama dalam melakukan pembiayaan invetasi. Kendati demikian, sektor riil diperkirakan juga menggunakan sumber pendanaan investasi lain seperti modal sendiri, pinjaman, obligasi dan saham, meskipun proporsinya masih relatif kecil. Grafik 1.14. Posisi Penyaluran Kredit Investasi oleh Bank Umum di Sumut Sumber : LBU, KBI Medan Untuk tahun 2011, sektor jasa masih diunggulkan sebagai investasi usaha di Sumut. Sebab, sektor tersebut berpeluang tumbuh lebih tinggi dibandingkan sektor perkebunan dan sektor pertambangan yang tidak lagi memiliki lahan untuk melakukan ekspansi. Berdasarkan realisasi data investasi PMDN dan PMA sepanjang tahun 2010, sebanyak 15 perusahaan yang menginvestasikan usahanya dalam bidang jasa ditambah lagi dengan sektor pakan ternak, makanan, perkebunan, pertanian tanaman pangan, konstruksi, perhotelan dan industri. Rencana investasi berdasarkan Surat Persetujuan (SP), untuk tahun 2011 baru mencakup enam proyek yaitu PMA dengan sektor usaha pertanian tanaman pangan, perkebunan, jasa, industri makanan, kontruksi, perhotelan dan industri kayu dengan total investasi sekitar USD48,23 juta. Sementara untuk perusahaan PMDN tidak mengalami pencatatan. Sementara itu, realisasi investasi berdasarkan Daftar izin usaha tetap untuk tahun 2011, tercatat PMA sebanyak 23 proyek dengan nilai investasi sebesar USD242,49 juta dan PMDN sebanyak 14 proyek dalam bidang jasa, industri pakan, makanan, industri semen dan industri kimia dengan realisasi investasi mencapai Rp491,99 juta. 6 BAB 1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Rencana Investasi Berdasar Surat Persetujuan Realisasi Investasi Berdasar Izin Usaha Tetap Sumber : BKPM Khusus di Sumut, sedikitnya ada lima industri yang potensial dikembangkan mulai dari kelapa sawit, karet, industri logam, olahan kopi dan teh, hasil laut dan industri permesinan. Untuk itulah rencana investasi pembangunan klaster sawit di Sei Mangkei dan pembangunan hub-internasional Kuala Tanjung diperkirakan akan sangat mendukung pengembangan potensi tersebut. Perkembangan lima industri di Sumut ini dinilai tidak terlalu sulit karena potensi sumber daya alam yang masih sangat besar seperti sawit, karet, kopi dan hasil laut. Meskipun, sektor pendukung lainnya seperti infrastruktur di sektor transportasi dan energi masih belum memadai. Terkait dengan terdapatnya lima industri yang potensial dikembangkan, Kementerian Koperasi dan UKM pada 2011 mengembangkan program Kerjasama Antar Daerah (KAD) ke Provinsi Sumatera Utara, Bengkulu dan Sulawesi Selatan, menyusul keberhasilan program tersebut di Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Barat. Saat ini KAD terbukti sukses diterapkan di beberapa negara, seperti Jepang, Brasil dan Argentina. Tiga kota di Jepang, yakni Oyama, Gifu, dan Yufuin bahkan berhasil meningkatkan perekonomiannya dengan mengusung sistem KAD. KAD di Indonesia terwujud dalam bentuk Regional Management (RM) dan diyakini menjadi salah satu solusi terbaik untuk mengembangkan potensi komoditas wilayah seperti halnya di Provinsi Jawa Tengah yang melibatkan lima kabupaten, yakni Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen. Adapun pengembangan di Sumut terutama untuk komoditas kopi, dan enam kabupaten yang dilibatkan dalam KAD adalah Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Toba Samosir, Simalungun, Karo dan Dairi yang diberi nama RM Lake Toba. Pembangunan Bandara Kuala Namu yang terletak di Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang saat ini dari sisi udara dan darat sudah mencapai 75% dengan target penyelesaian pada 2012. Untuk memperlancar proses pembangunan, Pemprov Sumut telah memanggil satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dan Pemkab Deli Serdang untuk membahas percepatan dalam pelepasan tanah untuk akses jalan non-tol menuju Bandara Kualanamu. Perkembangan Ekonomi Makro Regional BAB 1 7

3. Ekspor - Impor Nilai ekspor Sumut mengalami peningkatan sebesar 54,10%, dari USD1.913 juta pada triwulan II-2010 menjadi USD2.948 juta pada triwulan II-2011. Hal ini mengindikasikan, selama 2011 ekspor Sumut memberikan harapan semakin meningkatnya aktivitas perdagangan luar negeri. Peningkatan pertumbuhan ekspor ini didukung dengan membaiknya kinerja ekspor CPO dan karet Sumut ke luar negeri yang merupakan komoditas terbesar ekspor dan peningkatan harga komoditas-komoditas tersebut di pasar internasional. Pada triwulan II-2011, pertumbuhan impor Sumut mencapai 35,00%. Nilai impor Sumut pada triwulan laporan mencapai USD931,24 juta setelah pada triwulan II-2010 sebesar USD689,82 juta. Jika dirinci menurut golongan penggunaan barang terjadi peningkatan untuk semua golongan, yaitu impor barang konsumsi, impor bahan baku/penolong, dan impor barang modal. Dari peningkatan tersebut, impor bahan baku/penolong masih memberikan andil yang cukup besar mencapai 60,78%. Peningkatan aktivitas impor tersebut sejalan dengan adanya lonjakan untuk mendukung ekspansi pada sisi penawaran (berupa impor barang modal dan bahan baku) dan memenuhi kebutuhan konsumsi langsung masyarakat (berupa barang konsumsi). Grafik 1.15. Perkembangan Nilai Ekspor & Impor Grafik 1.16. Perkembangan Volume Ekspor & Impor Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia 8 BAB 1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Grafik 1.17. Volume Muat Barang di Pelabuhan Belawan bongkar (ton) muat (ton) 700.000 Bongkar Muat 100.000 90.000 600.000 80.000 500.000 70.000 400.000 60.000 50.000 300.000 40.000 200.000 30.000 20.000 100.000 10.000 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 Sumber : BPS 2009 2010 2011 Menurut jenis komoditas yang diekspor, struktur ekspor pada triwulan II-2011 tidak jauh berbeda dengan struktur ekspor di triwulan II tahun 2010. Grafik 1.18. Perkembangan Nilai Ekspor Produk Utama Tabel 1.2. Nilai Ekspor Triwulan II-2011 Sumber : BI Sumber : BI Berdasarkan kelompok industri, ekspor golongan industri pengolahan memberikan andil tertinggi pada total ekspor triwulan laporan dengan andil sebesar 69,56%, diikuti oleh golongan pertanian dan perikanan dengan andil 30,44%. Secara spesifik, andil ekspor golongan industri pada triwulan ini disumbang oleh ekspor kelompok produk makanan dan minuman dengan andil 45,97%, produk bahan kimia (10,92%) serta karet dan produk dari karet (3,58%). Perkembangan Ekonomi Makro Regional BAB 1 9

Grafik 1.19. Perkembangan Harga Karet Grafik 1.20 Perkembangan Harga CPO Sumber: Bloomberg Sumber: Bloomberg Nilai ekspor Sumut pada golongan barang lemak dan minyak nabati pada triwulan II- 2011 meningkat sebesar 78,07% (yoy), dari USD709,75 juta menjadi USD1.263,81 juta, begitu juga secara volume meningkat sebesar 22,86%. Tingginya bea keluar (BK) komoditas CPO di tahun 2011 ternyata tak berdampak menekan aktivitas ekspor unggulan Sumut ini melalui Pelabuhan Belawan. Meskipun sejak awal 2011 BK CPO cukup tinggi yakni mencapai 25%, namun hingga semester I-2011 aktivitas ekspor CPO Sumut yang dikapalkan melalui dermaga pipa terpadu Pelabuhan Belawan tercatat masih meningkat yakni sekitar 2,97%. Selama semester I-2011, volume ekspor CPO Sumut melalui dermaga pipa terpadu Pelabuhan Belawan tercatat sebanyak 1.239.465 ton. Sedangkan pada periode yang sama tahun 2010 volumenya sebesar 1.203.665 ton atau meningkat 2,97%. Tingginya harga CPO di pasar dunia merupakan pendorong naiknya ekspor CPO Sumut. Sementara itu, memasuki akhir Juni 2011, harga CPO terlihat mengalami penurunan dan pada awal Juli berada di harga USD1.064,54/metric ton. Harga CPO berjangka untuk penyerahan Agustus 2011 di MDEX (Malaysia Derivatives Exchange) turun tipis. Harga CPO berada pada level harga RM3128 per ton turun dari harga sebelumnya RM3170 per ton. Di BKDI (Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia), harga CPO untuk penyerahan Agustus 2011 ditutup pada level harga Rp8.910 per kilogram atau melemah Rp150 per kilogram. Meningkatnya produksi Kelapa Sawit Mentah atau CPO di Malaysia menjadi pengaruh utama penurunan harga CPO. Produksi CPO Malaysia diperkirakan mencapai 18 juta ton dan ekspor akan meningkat sebesar 1 juta ton menjadi 16,5 juta ton CPO. Selain itu, penurunan harga CPO juga dipengaruhi penurunan harga komoditas lainnya dan pasar saham di tengah kekhawatiran melemahnya pemulihan ekonomi AS. Nilai ekspor golongan karet dan barang dari karet di Sumut pada triwulan II-2011 sebesar USD806,23 juta, meningkat 59,65% dibandingkan triwulan yang sama tahun 10 BAB 1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional

sebelumnya yang tercatat sebesar USD504,99 juta. Sementara itu, dari sisi harga internasional, harga karet mengalami penurunan. Kenaikan produksi global Karet Alam berpengaruh terhadap penurunan harga Karet berjangka meski penurunan harga tidak terlalu besar. Berdasarkan data Singapore Commodity Exchange, harga Karet berjangka untuk penyerahan September 2011 ditutup melemah. Harga Karet RSS3 berada pada level harga USD483 per kilogram dari harga sebelumnya USD484,3 per kilogram. Produksi global dari Karet alam (NR) diperkirakan akan meningkat 3,3%. Total produksi diharapkan dapat 2,15 juta ton dari produksi sebelumnya sebesar 2,09 juta ton. Produksi pada bulan Agustus diprediksi akan menjadi 924.000 ton dan 992.000 ton pada bulan September. Sementara itu, pada penutupan perdagangan di NYMEX harga Kopi arabika ditutup melemah setelah dalam beberapa hari mengalami kenaikan harga. Harga Kopi berjangka untuk penyerahan September 2011 ditutup pada level harga USD2,41 per pounds atau melemah 0,013 poin. Melemahnya harga Kopi dipengaruhi bertambahnya stok Kopi setelah adanya berita akan terjadi berkurangnya pasokan Kopi asal Brazil. Pasokan Kopi dunia meningkat setelah adanya tambahan pasokan Kopi asal India dan Vietnam. Ekspor Kopi dari India meningkat 313.270 ton, dibantu oleh meningkatnya pengiriman ke Italia dan Jerman. India, produsen terbesar kelima dunia, menyumbang hanya 4,5% dari produksi Kopi dunia namun mengekspor 70 sampai 80 produksinya. Grafik 1.21 Perkembangan Harga Kopi Sumber: Bloomberg Nilai ekspor golongan kopi, teh, rempah-rempah pada triwulan II-2011 sebesar USD106,49 juta, naik 61,63% dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD65,88 juta. Dilihat dari negara tujuan ekspor, nilai ekspor ke India, Jepang dan Cina mencatat nilai tertinggi masing-masing sebesar USD326,22 juta, USD444,67 juta dan USD213,51 juta. Hanya nilai ekspor untuk tujuan negara Pakistan, Arab Saudi dan other MEE nations yang mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Perkembangan Ekonomi Makro Regional BAB 1 11

Sedangkan nilai ekspor untuk tujuan ASEAN, Asia, dan Eropa, seluruhnya mengalami peningkatan yang signifikan dalam periode perbandingan yang sama. Pada triwulan laporan, pangsa pasar untuk tujuan India meningkat dari 11,34% pada periode yang sama tahun lalu menjadi 16,90%. Berbeda dengan pangsa pasar untuk tujuan Jepang yang mengalami penurunan dari 14,06% pada triwulan I tahun lalu menjadi 12,40%. Grafik 1.22. Nilai Ekspor Menurut Negara Tujuan Grafik 1.23. Pangsa Ekspor Menurut Negara Tujuan Sumber : Bank Indonesia Sementara itu, impor masih didominasi oleh bahan baku untuk mendukung kegiatan produksi terutama pada industri yang mengandung komponen impor tinggi (high import content) seperti industri kimia. Pada triwulan laporan, impor Sumut masih didominasi oleh industri manufaktur sebesar 88,90% dari total nilai impor. Komoditas impor bahan baku manufaktur yang utama tetap berupa produk dari industri kimia sebesar 23,23%, diikuti dengan produk dari industri makanan dan minuman 18,16% dan industri logam dasar 10,64%. Tabel 1.3. Nilai Impor Triwulan-II 2011 Sumber : Bank Indonesia Dilihat dari negara asal impor, nilai impor dari Cina mencatat nilai tertinggi pada triwulan II-2011 sebesar USD259,81 juta, diikuti oleh India (USD74,76 juta) dan Thailand (USD71,03 juta). 12 BAB 1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Grafik 1.24 Nilai Impor Menurut Negara Asal Sumber: Bank Indonesia 1.3. SISI PENAWARAN Perkembangan di sisi permintaan, terutama konsumsi direspon oleh beberapa sektor ekonomi non-utama, yaitu sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; angkutan dan komunikasi; sektor bangunan; dan sektor pertambangan dan penggalian mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi. Sementara itu, sektor utama seperti pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri pengolahan maupun sektor transportasi dan komunikasi maupun sektor jasa-jasa mengalami pertumbuhan yang relatif stabil. Secara keseluruhan perekonomian di triwulan II-2011 masih tumbuh cukup tinggi. Tabel 1.4. Pertumbuhan Sektor Ekonomi Tahunan Provinsi Sumut (%) Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara Selama triwulan II-2011, perekonomian Sumut didorong oleh pertumbuhan dua sektor ekonomi non dominan, yaitu keuangan, persewaan dan jasa serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Kedua sektor ini menunjukkan pertumbuhan tertinggi dibandingkan dengan sektor Perkembangan Ekonomi Makro Regional BAB 1 13

lainnya di Sumut. Sementara itu, sektor pertanian menunjukkan penurunan pertumbuhan sebesar 4,73% setelah pada triwulan sebelumnya sempat mengalami peningkatan. Grafik 1.25. Perkembangan Pertumbuhan Sektor Unggulan Sumber : BPS 1. Sektor Pertanian Kinerja sektor pertanian pada triwulan II-2011 mengalami pertumbuhan yang positif dengan tumbuh sebesar 4,73% (yoy), menurun dibandingkan triwulan sebelumya sebesar 6,62% (yoy). Penurunan kinerja tersebut dikarenakan mulai berakhirnya musim panen di beberapa sentra produksi padi Sumut. Penurunan pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan ini juga mempengaruhi tingkat kesejahteraan petani. Hal ini antara lain tercermin dari penurunan nilai tukar petani (NTP) yang merupakan salah satu indikator kesejahteraan petani. Berdasarkan hasil pemantauan BPS Sumut terhadap perkembangan harga-harga di kabupaten/kota di Provinsi Sumut, NTP pada bulan Juni 2011 sebesar 103,39, menurun 0,21 poin dibandingkan angka NTP pada bulan Maret 2011 yang sebesar 103,60. Grafik 1.26. Nilai Tukar Petani Sumut 14 BAB 1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Penurunan pertumbuhan sektor pertanian juga sejalan dengan penyaluran kredit perbankan ke sektor ini yang menurun 1,93% (yoy). Nilai kredit ke sektor pertanian mencapai Rp11,19 triliun, lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp11,41 triliun. Grafik 1.27. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Pertanian Sumber : LBU, KBI Medan a. Produksi Padi Angka Tetap (ATAP) produksi padi Tahun 2010 di Provinsi Sumatera Utara sebesar 3.582.302 ton Gabah Kering Giling (GKG) meningkat sebesar 54.403 ton dibandingkan angka tetap (ATAP) produksi padi Tahun 2009. Peningkatan tersebut disebabkan meningkatnya hasil per hektar sebesar 1,56ku/ha atau 3,40%, sedangkan luas panen mengalami penurunan sebesar 13.733 hektar atau 1,79%. Angka Ramalan II (ARAM II) produksi padi pada Tahun 2011 diperkirakan sebesar 3.600.230 ton Gabah Kering Giling, naik sebesar 17.928 ton dibanding produksi ATAP Tahun 2010. Peningkatan produksi disebabkan peningkatan luas panen sebesar 365 ha atau 0,05%, sedangkan hasil per hektar mengalami kenaikan sebesar 0,21 ku/ha atau 0,44%. Sementara itu, Sumatera Utara dan empat daerah lain di Indonesia, yakni Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan diminta menjadi sentra produksi beras nasional. Kelima daerah tersebut diminta tetap mempertahankan swasembada beras dan terus meningkatkan produktivitas padi di tengah kondisi anomali iklim yang menyebabkan pergeseran pola tanam pertanian. Untuk menindaklanjuti arahan tersebut, Dinas Pertanian Sumut akan tetap melakukan langkah meningkatkan koordinasi dengan kabupaten/kota di Sumut yang menjadi daerah sentra produksi beras secara lokal. Beberapa langkah yang telah dilakukan Sumut untuk mencapai swasembada beras, antara lain melakukan program tanam pada areal sawah tadah hujan seluas 120 ribu hektar, serta memanfaatkan semaksimal mungkin lahan-lahan tidur sebagai areal baru lahan sawah. Sampai akhir 2010, produksi gabah Sumut mengalami surplus sebesar 307.010 ton, dengan Perkembangan Ekonomi Makro Regional BAB 1 15

produksi sebesar 3.643 juta ton atau setara beras 2,2 juta ton, dengan kebutuhan 2,1 juta ton bagi 13,3 juta penduduk. b. Produksi Jagung ATAP produksi jagung Tahun 2010 di Provinsi Sumatera Utara sebesar 1.377.718 ton, naik sebesar 211.170 ton dibandingkan produksi jagung Tahun 2009. Peningkatan tersebut disebabkan kenaikan luas panen sebesar 27.040 hektar atau 10,91% dan hasil per hektar juga mengalami kenaikan sebesar 3,05 ku/ha atau 6,48%. ARAM II produksi jagung pada Tahun 2011 diperkirakan sebesar 1.353.877 ton, turun sebesar 23.841 ton dibanding produksi ATAP Tahun 2010. Penurunan produksi disebabkan oleh penurunan luas panen sebesar 9.533 hektar atau 3,47%, sedangkan hasil per hektar mengalami kenaikan sebesar 0,90 ku/ha atau 1,80%. c. Produksi Kedelai ATAP produksi kedelai Tahun 2010 di Provinsi Sumatera Utara sebesar 9.439 ton, turun sebesar 4.767 ton dibandingkan produksi kedelai Tahun 2009. Penurunan tersebut disebabkan penurunan luas panen sebesar 3.691 hektar atau 32,11% dan hasil per hektar juga mengalami penurunan sebesar 0,26 ku/ha atau 2,10%. ARAM II produksi kedelai pada Tahun 2011 diperkirakan sebesar 7.949 ton, turun sebesar 1.490 ton dibanding produksi ATAP Tahun 2010. Penurunan produksi disebabkan oleh penurunan luas panen sebesar 455 hektar atau 5,83%, sedangkan hasil per hektar mengalami penurunan sebesar 1,28 ku/ha atau 10,58%. 2. Sektor Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan mengalami peningkatan pertumbuhan yang cukup siginifikan pada triwulan II-2011, sektor ini tumbuh 4,66% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,53% (yoy). Faktor utama yang menekan pertumbuhan di sektor industri pengolahan ini antara lain meningkatnya jumlah produksi yang signifikan dari berbagai sub-industri yang tergabung dalam kategori industri pengolahan. 16 BAB 1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Grafik 1.28. Nilai dan Volume Ekspor Plastik, Karet dan Produk Turunannya Grafik 1.29. Nilai dan Volume Ekspor Makanan, Minuman dan Tembakau Sumber : Bank Indonesia Peningkatan produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang pada triwulan II tahun 2011 tersebut terutama disebabkan adanya peningkatan produksi Industri Furnitur dan Pengolahan Lainnya sebesar 18,30%, Industri Karet dan Barang dari Karet dan Barang dari Plastik sebesar 13,02%, Industri Makanan dan Minuman sebesar 11,88%, dan Industri Kayu, Barang-barang dari Kayu (tidak termasuk furnitur) dan Barang-barang Anyaman sebesar 1,50%. Disamping itu ada juga Industri yang mengalami kenaikan produksi yaitu Industri Barang Galian Bukan Logam sebesar 18,99%, Industri Kimia dan Barang-barang dari Bahan Kimia sebesar 17,53 %, Industri Barang-barang dari Logam, kecuali Mesin dan Peralatannya sebesar 14,40 %, Industri Kertas dan Barang dari Kertas sebesar 1,08%, dan Industri Logam Dasar sebesar 0,36%. Demikian halnya dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit bank umum ke sektor industri pengolahan mengalami peningkatan pertumbuhan 8,72% (yoy). Nilai kredit ke sektor industri pengolahan mencapai Rp21,06 triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp19,37 triliun. Grafik 1.30. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Industri Pengolahan Perkembangan Ekonomi Makro Regional BAB 1 17

3. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Sektor perdagangan, hotel dan restoran pada triwulan II-2011 tumbuh sebesar 7,05% (yoy), sedikit menurun dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 7,06% (yoy). Pertumbuhan ini diperkirakan terutama berasal dari sumbangan subsektor perdagangan. Hal ini diindikasikan oleh beberapa prompt indicator seperti jumlah arus barang bongkar muat di pelabuhan Belawan. Sementara itu, kinerja sektor perhotelan mengalami sedikit penurunan. Grafik 1.31. Perkembangan Arus Barang di Pelabuhan Belawan (Ton) bongkar (ton) muat (ton) 700.000 Bongkar Muat 100.000 90.000 600.000 80.000 500.000 70.000 400.000 60.000 50.000 300.000 40.000 200.000 30.000 20.000 100.000 10.000 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 Sumber : BPS 2009 2010 2011 Pada bulan Juni 2011, tingkat hunian hotel di wilayah Sumut mengalami penurunan dibandingkan bulan Maret 2011. Tabel 1.5. Tingkat Penghunian Kamar Hotel di Sumut (%) Sumber : BPS Tingkat penghunian kamar hotel rata-rata bintang di Sumut pada bulan Juni 2011 mencapai 43,80% lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 46,43% dan bulan Maret 2011 sebesar 44,81%. Secara agregat, rata-rata lama menginap tamu asing dan tamu domestik pada hotel berbintang di Sumatera Utara di bulan Juni 2011 mencapai 1,44 hari. 18 BAB 1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Dukungan di sisi pembiayaan pada sektor perdagangan, hotel dan restoran terus melanjutkan tren yang meningkat sejak trend-reversal pada triwulan I-2010 dengan mencatatkan pertumbuhan yang signifikan pada triwulan ini sebesar 32,06% (yoy). Pada akhir Juni 2011, jumlah kredit yang disalurkan mencapai Rp22,20 triliun. Grafik 1.32. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor PHR Sumber : LBU, KBI Medan 4. Sektor Keuangan Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa mengalami pertumbuhan tertinggi pada triwulan ini yaitu sebesar 10,91% (yoy). Hal ini dikonfirmasi oleh kinerja perbankan Sumut yang memiliki pangsa dominan pada sektor ini menunjukkan peningkatan performance. Pada triwulan laporan ini, perbankan Sumut membukukan pertumbuhan kredit sebesar 20,16%. Tabel 1.6. Perkembangan Kegiatan Bank Perkembangan Ekonomi Makro Regional BAB 1 19

5. Sektor Bangunan Pada triwulan II-2011, sektor bangunan mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi sebesar 6,58%(yoy) meskipun menurun dibandingkan triwulan sebelumnya 9,45% (yoy). Sementara itu, realisasi pengadaan semen Sumut di bulan Juni 2011 dengan jumlah 205 ribu ton meningkat 5,10% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Grafik 1.33. Realisasi Pengadaan Semen Sumut Sumber : Asosiasi Semen Indonesia Namun demikian, pembiayaan yang dilakukan oleh bank umum di Sumut ke sektor bangunan dan konstruksi meningkat sebesar 19,56% (yoy). Penyaluran kredit sektor ini mencapai Rp2,69 triliun, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp2,25 triliun. Grafik 1.34. Penyaluran Kredit Oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Konstruksi 6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Pada triwulan II-2011, sektor pengangkutan dan komunikasi mencatat pertumbuhan tertinggi kedua dibandingkan sektor lainnya dengan pertumbuhan sebesar 9,73%. Faktor yang 20 BAB 1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional

mempengaruhi tingginya pertumbuhan sub sektor komunikasi antara lain perilaku masyarakat yang sudah memasukkan sarana komunikasi sebagai kebutuhan pokok. Hal ini menjadi daya tarik bagi konsumen untuk meningkatkan konsumsi layanan komunikasi. Sementara itu, subsektor pengangkutan mengalami peningkatan antara lain tercermin pada peningkatan beberapa prompt indicator di sektor ini, terutama jumlah penumpang angkutan udara. Rincian Tabel 1.7. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional Di Bandara Polonia Jumlah Penumpang Mei 2011 Jun 2011 Jan Jun 2010 Jan Jun 2011 Pertumbuhan (yoy) Domestik Datang 220.196 229.724 1.107.588 1.327.285 19,84% Berangkat 233.719 242.193 1.203.214 1.406.307 16,88% Internasional Datang 58.491 61.813 275.828 334.201 21,16% Berangkat 58.507 68.946 276.058 339.665 23,04% Sumber: BPS Tabel 1.8. Jumlah Kapal dan Penumpang Dalam Negeri Di Pelabuhan Belawan Rincian Jumlah Penumpang Pertumbuhan Mei'11 Jun'11 Jan Jun 2010 Jan Jun 2011 (yoy) Jumlah Kapal (unit) 168 161 915 925 1,09% Penumpang (orang) Datang 5.693 6.904 21.357 31.537 47,67% Berangkat 5.695 8.468 37.011 43.270 16,91% Sumber: BPS Dilihat dari sisi pembiayaan, dukungan pembiayaan perbankan terhadap sektor ini menunjukkan perkembangan yang meningkat. Kredit yang disalurkan perbankan pada posisi akhir Juni 2011 tercatat sebesar Rp1,92 triliun, atau naik 22,29% dibandingkan dengan posisi yang sama pada tahun sebelumnya Rp1,57 triliun. Grafik 1.35. Penyaluran Kredit Oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Pengangkutan & Komunikasi Rp Triliun 2,50 posisi kredit pertumbuhan (yoy) % 60,00 2,00 50,00 1,50 40,00 30,00 1,00 20,00 0,50 10,00 I II III IV I II III IV I II III IV I II 2008 2009 2010 2011 Sumber : Laporan Bank umum Perkembangan Ekonomi Makro Regional BAB 1 21

7. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Kinerja sektor ini pada triwulan II-2011 tumbuh sebesar 9,45% (yoy), menurun dibandingkan triwulan I-2011 sebesar 9,64% (yoy) namun masih dalam level pertumbuhan yang tinggi. Pertumbuhan di sektor listrik, gas dan air bersih ini didukung pula oleh kinerja sisi pembiayaan perbankan. Kredit perbankan yang disalurkan ke sektor listrik dan gas terus menunjukkan pertumbuhan positif melanjutkan tren yang terjadi sejak periode-periode sebelumnya dengan outstanding kredit sebesar Rp0,46 triliun dan tumbuh sebesar 22% dibandingkan Juni 2010. Demi meningkatkan kinerja sektor ini, saat ini pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan 3 di Kabupaten Asahan dan Kabupaten Toba Samosir tersedia dalam mendukung pasokan listrik di Sumut. Pembangunan PLTA berkapasitas terpasang 2 x 87 MW telah mulai dikerjakan dan ditargetkan beroperasi tahun 2013 mendatang. Sementara itu, PT. PLN Wilayah Sumatera Utara menyatakan pasokan listrik selama bulan Ramadhan akan mencukupi bahkan berlebih. Walaupun terjadi pemadaman listrik selama Ramadhan, itu bukan karena defisit, tetapi karena kerusakan jaringan akibat gangguan alam seperti hujan atau angin. Kemampuan pasokan pembangkit di Sumut dalam kondisi normal sebesar 1.647 megawatt, sedangkan saat beban puncak 1.425 MW sehingga kebutuhan terpenuhi, bahkan masih ada cadangan 142 MW. Apabila terjadi gangguan pada mesin pembangkit terbesar, PLN masih dapat memasok 1.477 MW sehingga kebutuhan masyarakat terpenuhi. PLN Sumut juga tidak akan melakukan perbaikan pada pembangkit selama bulan Ramadhan sehingga pasokan tetap terjaga. Saat ini, 46% listrik di Sumut dipasok oleh PLTGU, 10% oleh PLTU Minyak, 10% oleh PLTU Labuhan Angin, 18% oleh PLTA, 12% oleh PLTD dan 4% oleh PLTG. Setiap tahun listrik di Sumut menerima subsidi Rp8 triliun. Subsidi terjadi karena biaya pokok penyediaan listrik saat ini Rp 1.716 per kwh, sementara harga jual rata-ratanya Rp695 per kwh. 8. Sektor Jasa-Jasa Kinerja sektor jasa-jasa pada triwulan II-2011 tumbuh sebesar 9,19%, meningkat dibandingkan dengan triwulan I-2011 sebesar 8,74%. Seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian, penyerapan tenaga kerja pada jasa-jasa rumah tangga maupun perseorangan yang sifatnya lebih cenderung informal juga turut meningkat. 22 BAB 1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Grafik 1.36. Penyaluran Kredit Oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Jasa-Jasa Dari sisi penyaluran kredit ke sektor jasa-jasa, sektor ini mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,82% dengan nilai kredit sebesar Rp4 triliun. Perkembangan Ekonomi Makro Regional BAB 1 23

BOKS 1 Pengembangan Klaster Industri Sei Mangkei untuk Mendukung Pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia Klaster industri hilir kelapa sawit Sei Mangkei sebagai bagian dari konsep koridor ekonomi Indonesia. Wacananya Koridor Sumatera dikembangkan menjadi Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional. Saat ini Sei Mangkei telah memiliki Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dengan sumber air yang melimpah dan PTPN III sebagai penggerak (champion). Lokasi Sei Mangkei juga dekat dengan pelabuhan Kuala Tanjung milik PT. Inalum yang pada tahun 2013 akan beroperasi umum. Selain itu, terdapat pula jalur kereta api yang dapat dikembangkan agar terhubung ke Pelabuhan Kuala Tanjung. a. Infrastruktur pendukung Guna memudahkan distribusi hasil industri Sei Mangkei, maka kawasan ini dilengkapi dengan jalan penghubung kawasan ini ke pelabuhan maupun jalan kereta api, jalan tol Kualanamu-Tebing Tinggi, fly over Kuala Tanjung, dan peningkatan kapasitas sejumlah ruas jalan di sekitar kawasan industri Sei Mangkei. 24 Pengembangan Klaster Industri Sei Mangkei untuk Mendukung Pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia Boks 1

A. INFRASTRUKTUR Jalan Negara - Pembangunan Jalan Tol Kuala Namu - Tebing Tinggi (60 km) Kemen PU,Pemprov - Peningkatan Kapasitas Ruas Limapuluh - Indrapura - Kemen PU Simpang Kuala Tanjung (25 km) - Pembangunan Fly Over Simpang Kuala Tanjung Kemen PU Jalan Propinsi - Peningkatan Kapasitas Ruas 50 - Perdagangan (11 km) Pemprov Sumut Jalan Kabupaten - Peningkatan Kapasitas Ruas Simpang Mayang - Kec Bosar Pemkab Simalungun Maligas (14 km) Jalan Kereta Api - Bandar Tinggi - Kuala Tanjung (23 km) Ditjen Perkeretaapian - KISM - Perlanaan PTPN III Pelabuhan Laut - Kuala Tanjung Ditjen Hub Laut, B. KAWASAN INDUSTRI - Masterplan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kemenperin - Rencana Strategis Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kemenperin - AMDAL Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) PTPN III - Studi Kelayakan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kemenperin KAWASAN TAHAP 1 - Pembangunan Jalan Dalam Kawasan (total 2 km) PTPN III - Pembangunan PLTBS 2 x 3.5 MW PTPN III - Pembangunan Pengolahan Limbah (WWTP) 250 Liter/jam PTPN III - Pembangunan Tangki Timbun Curah Cair PTPN III C. INDUSTRI - Biodiesel, Betacarotene, Methyl Ester - Fatty Alcohol - PKO D. PROMOSI INVESTASI - Pameran Investasi Oleochemical di India (2-6 Maret 2011) Kemenperin, DJ KII - pameran Investasi di Dubai (10-12 Mei 2011) Kemenperin Sumber : Bappeda Provinsi Sumatera Utara b. Progress Hingga Mei 2011, pembangunan infrastruktur kawasan dan peningkatan kapasitas PKS telah mencapai 100%. Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa Sawit (PLTBS) baru mencapai 43,79% dan Palm Kernel Oil (PKO) mencapai 41,43%. Boks 1 Pengembangan Klaster Industri Sei Mangkei untuk Mendukung Pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia 25

c. Regional Impact Dampak paling nyata dari pengembangan kawasan industri kelapa sawit Sei Mangkei adalah penyerapan tenaga kerja penduduk di sekitar kawasan. Berdasarkan feasibility study, dengan beroperasinya kawasan ini akan menambah penyerapan tenaga kerja sekitar 357 orang. Jumlah ini belum termasuk tenaga kerja informal yang mungkin diserap. Sumber : Bappeda Provinsi Sumatera Utara Dengan terintegrasinya pengembangan kelapa sawit dari hulu ke hilir pada kawasan industri Sei Mangkei ini, maka ditargetkan pada tahun 2015 pemanfaatan CPO di Sumut mencapai 5.250 ribu ton dan meningkat lagi jumlahnya pada 2020 menjadi 6.200 ribu ton. Sumber: Bappeda Provinsi Sumatera Utara 26 Pengembangan Klaster Industri Sei Mangkei untuk Mendukung Pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia Boks 1

BAB II Perkembangan Inflasi Daerah

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Tekanan inflasi triwulan II-2011 menurun seiring penurunan harga-harga komoditas volatile foods. 2.1. KONDISI UMUM Pada triwulan II-2011, Sumut mengalami inflasi 0,00% (qtq), lebih rendah dibandingkan inflasi triwulanan nasional yang tercatat sebesar 0,36%. Inflasi (qtq) ini juga lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar 0,40%. Sementara itu, inflasi tahunan Sumut pada Juni 2011 tercatat sebesar 4,96%, jauh di bawah inflasi tahunan triwulan I-2011 sebesar 7,38%. Inflasi Sumut juga lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional yang tercatat sebesar 5,54%. Ditinjau dari disagregasi inflasi, pada Juni 2011 Sumut tidak lagi didominasi oleh inflasi volatile foods, melainkan inflasi inti. Inflasi inti (core inflation) tercatat sebesar 5,29% (yoy). Sementara itu inflasi volatile foods sebesar 3,79% (yoy) dan administered price sebesar 3,48% (yoy). Grafik 2.1. Inflasi Bulanan Grafik 2.2. Inflasi Tahunan Sumut dan Nasional Sumut dan Nasional Sumber : BPS Kendati potensi risiko inflasi di triwulan ini menurun, namun perlu dicermati beberapa potensi risiko yang dapat meningkatkan tekanan inflasi pada periode ke depan. Upside risks tersebut adalah tingginya harga komoditas internasional, rencana kebijakan pemerintah terkait BBM bersubsidi, harga minyak dunia yang berpotensi untuk terus naik akibat isu geopolitik di Timur Tengah, dan meningkatnya permintaan berbagai komoditas terutama pangan. 2.2. INFLASI TRIWULANAN Inflasi triwulanan Sumut tercatat sebesar 0,00% (lebih tepatnya -0,00087%) lebih rendah dibandingkan inflasi triwulanan nasional sebesar 0,36%. Inflasi pada triwulan ini juga jauh lebih rendah dibandingkan triwulan I-2011 yang tercatat sebesar 0,40%. Deflasi bulanan Perkembangan Inflasi Daerah BAB 2 27

yang terjadi pada April 2011 dan Mei 2011 memicu penurunan inflasi triwulanan Sumut pada periode ini. Grafik 2.3. Inflasi Triwulanan Sumut & Nasional Penurunan harga terutama berasal dari kelompok volatile food yang sudah tidak lagi mendominasi inflasi Sumut. Sementara itu, inflasi inti (core inflation) mulai mengambil porsi besar pada inflasi Sumut. Beberapa komoditas volatile foods yang mulai menunjukkan penurunan harga di triwulan I-2011 adalah cabe merah, bawang merah, dan kentang. Tabel 2.1. Komoditas yang Memberikan Andil Deflasi Triwulan II-2011 April 2011 Mei 2011 Juni 2011 Komoditas Andil Deflasi Komoditas Andil Deflasi Komoditas Andil Deflasi Cabe merah -0,2110 Cabe merah -0,3271 Kerang -0,0060 Daging ayam ras -0,1955 Dencis -0,0811 Sawi hijau -0,0068 Bawang merah -0,1644 Kembung/Gembung -0,0465 Sabun mandi -0,0108 Beras -0,0867 Telepon Seluler -0,0389 Batu Bata/ Batu tela -0,0117 Angkutan udara -0,0808 Tongkol -0,0347 Bawang putih -0,0119 Cabe rawit -0,0426 Bawang Merah -0,0311 Personal Komputer/ -0,0324 Desktop Cabe hijau -0,0273 Kentang -0,0294 Gula pasir -0,0376 Sumber: BPS BAB 2 Perkembangan Inflasi Daerah 28

Tabel 2.2. Komoditas yang Memberikan Andil Inflasi Triwulan II-2011 April 2011 Mei 2011 Juni 2011 Komoditas Andil Inflasi Komoditas Andil Inflasi Komoditas Andil Inflasi Upah Pembantu RT 0,0697 Beras 0,0667 Angkutan udara 0,1801 Sewa Rumah 0,0261 Sepeda Motor 0,0589 Cabe merah 0,1306 Kontrak rumah 0,0235 Emas perhiasan 0,0505 Dencis 0,0826 Shampo 0,0225 Angkutan udara 0,0454 Beras 0,0763 Ikan Goreng 0,0162 Teri 0,0376 Daging ayam ras 0,0753 Teri 0,0158 Sewa rumah 0,0312 Daging sapi 0,0593 Tongkol 0,0120 Keramik 0,0213 Emas perhiasan 0,0555 Sumber: BPS 2.2.1. INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA Berdasarkan kelompok barang dan jasa, bahan makanan mengalami deflasi dalam level yang relatif kecil yakni sebesar -0,03%. Kelompok lainnya juga mengalami inflasi triwulanan yang sangat kecil. Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga mengalami inflasi sebesar 0,00%. Kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar; kelompok kesehatan; dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan masing-masing mengalami inflasi sebesar 0,01%. Sementara itu kelompok sandang pada triwulan ini mengalami inflasi sebesar 0,02%. Tabel 2.3. Inflasi Triwulanan di Sumut Menurut Kelompok Barang & Jasa (%) Sumber: BPS a. Kelompok Bahan Makanan Tren penurunan inflasi kelompok bahan makanan masih berlanjut hingga triwulan ini. Kelompok bahan makanan mengalami deflasi sebesar -2,76% (qtq) setelah triwulan sebelumnya juga deflasi -0,73% (qtq). Deflasi secara triwulanan kelompok bahan makanan ini 29 Perkembangan Inflasi Daerah BAB 2

terutama dipicu oleh deflasi subkelompok bumbu-bumbuan. Pada triwulan II-2011, subkelompok bumbu-bumbuan tercatat mengalami deflasi yang signifikan sebesar -25,51%. Grafik 2.4. Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan di Sumut b. Kelompok Sandang Pada triwulan I-2011, kelompok sandang mengalami inflasi triwulanan sebesar 2,30%, meningkat dibandingkan dengan triwulan I-2011 yang tercatat deflasi sebesar -0,41%. Emas perhiasan yang termasuk ke dalam kelompok sandang ini memang sempat mengalami penurunan harga pada triwulan ini. Kontribusi terbesar inflasi kelompok sandang bersumber dari subkelompok sandang anak-anak dan subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya. Subkelompok sandang anak-anak mengalami inflasi sebesar 1,84% dan subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya mengalami inflasi sebesar 4,01%. Peningkatan harga sandang anak-anak dipicu oleh faktor seasonal peningkatan konsumsi seragam sekolah saat memasuki tahun ajaran baru. Sementara itu, inflasi subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya dipicu oleh kenaikan harga komoditas emas di pasar internasional yang secara langsung memengaruhi harga emas perhiasan lokal termasuk di Sumut. Grafik 2.5. Inflasi Triwulanan Kelompok Sandang di Sumut BAB 2 Perkembangan Inflasi Daerah 30

c. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Deflasi kelompok bahan makanan diikuti dengan penurunan laju inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau yang inflasi triwulanan saat ini sudah tidak setinggi triwulan lalu. Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triwulan ini mencapai 0,50%, menurun dibandingkan triwulan I-2011 (1,43%). Bahkan salah satu subkelompoknya mengalami deflasi yakni subkelompok minuman yang tidak beralkohol (-1,71%). Grafik 2.6. Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau di Sumut d. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Inflasi triwulanan kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami peningkatan dari 0,31% (qtq) pada triwulan I-2011 menjadi 1,03% (qtq) pada triwulan II-2011. Subkelompok transportasi (1,91%) memiliki tingkat inflasi yang paling besar dibandingkan sub kelompok lainnya. Sebagaimana diketahui, masa libur sekolah dan tahun ajaran baru seringkali memicu inflasi subkelompok transportasi dari tahun ke tahun. Grafik 2.7. Inflasi Triwulanan Kelompok Transportasi, Komunikasi & Jasa Keuangan di Sumut 31 Perkembangan Inflasi Daerah BAB 2

e. Kelompok Kesehatan Kelompok kesehatan tidak lagi mengalami inflasi setinggi triwulan lalu. Pada triwulan II- 2011 ini inflasi kelompok kesehatan sebesar 0,63%. Subkelompok jasa perawatan jasmani (1,21%) mengalami inflasi tertinggi dibandingkan subkelompok lainnya. Grafik 2.8. Inflasi Triwulanan Kelompok Kesehatan di Sumut f. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar mengalami peningkatan dari 0,88% pada triwulan I-2011 menjadi 1,02% pada triwulan II-2011. Subkelompok penyelenggaraan rumah tangga mengalami inflasi tertinggi dibandingkan subkelompok lainnya, yakni sebesar (1,48%), diikuti dengan subkelompok biaya tempat tinggal (1,44%) dan subkelompok bahan bakar, penerangan (0,22%). Sebaliknya, subkelompok perlengkapan rumah tangga justru mengalami deflasi -0,61%. Grafik 2.9. Inflasi Triwulanan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar di Sumut BAB 2 Perkembangan Inflasi Daerah 32

g. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Pada triwulanan II-2011 kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga justru mengalami deflasi sebesar -0,18%. Deflasi kelompok ini terutama dipicu oleh subkelompok perlengkapan/ peralatan pendidikan yang juga mengalami deflasi yakni sebesar -2,48%. Senada dengan hal itu, subkelompok rekreasi juga mengalami deflasi sebesar -0,51%. Sementara itu, subkelompok pendidikan mengalami inflasi sebesar 0,35% (qtq). Grafik 2.10. Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga di Sumut 2.2.2. INFLASI MENURUT KOTA Terjadi penurunan laju inflasi triwulanan di keempat kota yang dihitung inflasinya di Sumut. Bahkan kota Sibolga dan Padangsidempuan mengalami deflasi -0,01%. Sementara itu, Medan dan Pematangsiantar laju inflasinya 0,00%. Tabel 2.4. Inflasi Triwulanan di Sumut Menurut Kota (%) Sumber: BPS, diolah 33 Perkembangan Inflasi Daerah BAB 2

2.3. INFLASI TAHUNAN Secara tahunan, inflasi Sumut pada Juni 2011 tercatat sebesar 4,96% (yoy), jauh menurun dibandingkan pada Maret 2011 yang tercatat sebesar 7,38% (yoy). Inflasi Sumut ini masih di bawah inflasi nasional yang nilainya mencapai 5,54% (yoy). 2.3.1. INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA Pada triwulan laporan, seluruh kelompok barang dan jasa mengalami inflasi. Kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar memiliki tingkat inflasi tertinggi dibandingkan kelompok lain, yakni sebesar 7,50%. Kelompok lainnya, sandang mengalami inflasi sebesar 7,23%; perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar; bahan makanan (4,65%); kesehatan (4,63%); makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau (4,10%); pendidikan, rekreasi, dan olah raga (2,15%); dan transpor, komunikasi, dan jasa keuangan (1,52%). Tabel 2.5. Inflasi Tahunan di Sumut Menurut Kelompok Barang & Jasa (%) Sumber: BPS a. Kelompok Bahan Makanan Inflasi kelompok bahan makanan pada triwulan laporan tercatat sebesar 4,65% (yoy), menurun drastis dibandingkan triwulan I-2011 sebesar 13,73% (yoy). Subkelompok ikan segar mengalami inflasi yang sangat tinggi 23,06% (yoy), diikuti dengan subkelompok ikan diawetkan (16,72%); subkelompok kacang-kacangan (15,68%); subkelompok lemak dan minyak (13,55%); dan subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasil-hasilnya (12,39%). Beberapa subkelompok ada pula yang mengalami deflasi. Subkelompok bumbubumbuan mengalami deflasi yang cukup besar yakni -36,82%. Selain itu, subkelompok sayursayuran deflasi -3,57% dan subkelompok buah-buahan deflasi -0,20%. BAB 2 Perkembangan Inflasi Daerah 34

Grafik 2.11. Inflasi Kelompok Bahan Makanan Deflasi yang cukup dalam pada subkelompok bumbu-bumbuan dipicu oleh adanya koreksi harga sejumlah komoditas bumbu-bumbuan pada triwulan ini terutama cabe merah dan bawang merah. Grafik 2.12. Perkembangan Harga Cabe Merah Grafik 2.13. Perkembangan Harga Bawang Merah Sumber : Survei Pembantauan Harga (SPH), KBI Medan Hasil Survei Pemantauan Harga mengkonfirmasi hal tersebut, harga cabe merah dan bawang merah mengalami penurunan sejak akhir Maret 2011 dan terus berlanjut hingga Mei 2011. Pada minggu ketiga Maret 2011, harga cabe merah Rp35.000 per kg dan terus menurun hingga sempat menyentuh level Rp10.000 per kg pada minggu ketiga Mei 2011. Senada dengan cabe merah, harga bawang merah yang sempat mencapai Rp22.000 per kg pada minggu kedua Maret 2011 menjadi Rp12.000 per kg pada minggu keempat April 2011. 35 Perkembangan Inflasi Daerah BAB 2

b. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau pada bulan Juni 2011 sebesar 4,10% (yoy), menurun dibandingkan bulan Desember 2010 yang tercatat sebesar 5,98% (yoy). Inflasi subkelompok makanan jadi sudah jauh menurun dari 7,11% pada triwulan lalu menjadi 4,86% pada triwulan II-2011. Sementara itu, subkelompok minuman yang tidak beralkohol mengalami inflasi sebesar 3,55% dan subkelompok tembakau dan minuman beralkohol mengalami inflasi 2,73%. Grafik 2.14. Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau c. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Inflasi kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga pada Juni 2011 mengalami inflasi sebesar 2,15%, menurun dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar 2,35%. Penurunan ini dipicu oleh deflasi subkelompok perlengkapan/ peralatan pendidikan (-0,23%) dan subkelompok rekreasi (-2,77%). Grafik 2.15. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga BAB 2 Perkembangan Inflasi Daerah 36

d. Kelompok Sandang Pada triwulan laporan, inflasi kelompok sandang tercatat sebesar 7,23% menurun dibandingkan triwulan lalu sebesar 8,43% (yoy). Kendati terjadi penurunan inflasi pada kelompok ini namun perlu dicermati bahwa subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya mengalami inflasi sebesar 11,25%. Tingginya laju inflasi subkelompok ini disebabkan oleh kenaikan harga emas di pasar internasional yang secara langsung memengaruhi harga emas lokal. Komoditas emas perhiasan yang masuk ke dalam subkelompok ini mengalami kenaikan harga yang signifikan berdasarkan Survei Pembantauan Harga yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Medan. Harga emas perhiasan 24 karat seharga Rp398.000,00 per gram pada akhir triwulan I-2011 melonjak menjadi Rp440.300,00 per gram pada akhir triwulan II-2011. Kenaikan serupa juga terjadi pada kadar emas perhiasan 22 karat, yang naik dari Rp290.000,00 per gram pada akhir triwulan I-2011 menjadi Rp345.000,00 per gram pada akhir triwulan II- 2011. Grafik 2.16. Inflasi Kelompok Sandang Grafik 2.17. Harga Emas di Pasar Internasional Sumber: Bloomberg 37 Perkembangan Inflasi Daerah BAB 2

e. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan bakar Inflasi tahunan kelompok perumahan, air, listrik, gas, & bahan bakar pada Juni 2011 tercatat sebesar 7,50%, mengalami peningkatan dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar 6,64%. Grafik 2.18. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar f. Kelompok Kesehatan Inflasi kelompok kesehatan mengalami peningkatan pada triwulan laporan, dari 4,25% pada triwulan lalu menjadi 4,63% pada triwulan II-2011. Seluruh subkelompok yang termasuk ke dalam kelompok ini mengalami inflasi, jasa kesehatan (9,26%), jasa perawatan jasmani (7,44%), perawatan jasmani dan kosmetika (2,74%), dan obat-obatan (0,97%). Grafik 2.19. Inflasi Kelompok Kesehatan BAB 2 Perkembangan Inflasi Daerah 38

g. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Inflasi kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami peningkatan pada triwulan pelaporan, dari 0,98% di triwulan I-2011 menjadi 1,52% di triwulan II-2011. Peningkatan bisa jadi disebabkan oleh kenaikan arus transportasi pada masa libur sekolah. Grafik 2.20. Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi & Jasa Keuangan 2.3.2. INFLASI MENURUT KOTA Tingkat inflasi keempat kota yang dihitung inflasinya di Sumut, semuanya mengalami penurunan bila dibandingkan triwulan lalu. Sibolga masih menjadi kota dengan tingkat inflasi tertinggi dibandingkan 3 kota lainnya. Inflasi Sibolga tercatat sebesar 7,57%, diikuti Pematangsiantar sebesar 6,35%, Medan (4,70%), dan Padangsidempuan (4,55%). Tabel 2.6. Inflasi Tahunan Empat Kota di Sumut (%, yoy) Sumber: BPS Di keempat kota yang dihitung inflasinya di Sumut, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar serta kelompok sandang menjadi kelompok yang memiliki tingkat inflasi tinggi di masing-masing kota. Bahkan inflasi kelompok sandang di kota Padangsidempuan Perkembangan Inflasi Daerah BAB 2 39

mencapai 12,24%. Meskipun demikian, di Padangsidempuan terdapat 2 kelompok yang justru mengalami deflasi yaitu kesehatan (-0,28%) serta transpor, komunikasi, dan jasa keuangan (-5,01%). Tabel 2.7. Inflasi Tahunan di Sumut menurut Kota dan Kelompok Barang & Jasa (%,yoy) Sumber: BPS 2.4. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB INFLASI 2.4.1 Faktor Fundamental Ekspektasi Inflasi Melonjaknya harga komoditas internasional seperti emas dan juga rencana kebijakan pemerintah terkait BBM bersubsidi mendorong peningkatan ekspektasi harga di benak konsumen. Berdasarkan Survei Konsumen yang dilakukan oleh KBI Medan terjadi peningkatan indeks ekspektasi harga konsumen 3 bulan yang akan datang menjadi 168 dan indeks ekspektasi harga 6 bulan yang akan datang menjadi 169. Kendati terjadi peningkatan indeks ekspektasi harga, nampaknya masyarakat Sumut tetap optimistis, tercermin dari indeks keyakinan konsumen yang justru menguat dari 102 pada Maret 2011 menjadi 107 pada Juni 2011. Grafik 2.21. Ekspektasi Konsumen terhadap Pergerakan Harga Barang/ Jasa Sumber: Survei Konsumen dan BPS, diolah BAB 2 Perkembangan Inflasi Daerah 40

Guna mengawal Ekspektasi masyarakat pula, TPID Provinsi Sumatera Utara dan TPID Kota Medan semakin giat melakukan relasi media baik talk show dan konferensi pers maupun aksi peninjauan ke pasar, bersama dengan Gubernur Sumut, Kapolda, dan instansi terkait lainnya. 2.4.2 Faktor Non Fundamental Disagregasi Inflasi Setelah 7 bulan terakhir volatile foods mendominasi inflasi Sumut, pada Juni 2011 inflasi Sumut lebih dipengaruhi oleh inflasi inti dibandingkan volatile foods. Harga komoditaskomoditas volatile foods yang mulai menurun menjadi pemicu hal tersebut. Grafik 2.22. Disagregasi Inflasi Sumut Sumber : BPS, diolah Berdasarkan SPH, komoditas volatile foods yang mengalami penurunan harga cukup signifikan antara lain cabe merah, bawang merah, dan wortel. 41 Perkembangan Inflasi Daerah BAB 2

BOKS 2 Rantai Distribusi Cabai Merah di Kabupaten Karo Rantai distribusi cabai merah di Kabupaten Karo saat ini nampaknya belum berpihak pada petani produsen di daerah tersebut. Bargaining power petani dalam penentuan harga komoditas yang ditanamnya sangat lemah. Cabai dari petani ditimbang oleh petugas penimbang dan dibiarkan hingga akhir hari. Sore hari pedagang akan menawar cabai tersebut dan harga ditentukan oleh kesepakatan pedagang berdasarkan jumlah pasokan cabai. Posisi petani sangat lemah karena jika sampai malam harga tetap dipertahankan maka cabai akan susut dan busuk sehingga dengan terpaksa dijual sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh pedagang pengumpul. Tidak hanya itu, pedagang pengumpul masih menarik sewa jasa timbangan ke petani sebesar Rp3.500 untuk berat goni 50-75 kg. Pedagang antar kota mengambil margin paling besar dibandingkan pelaku usaha lainnya dalam rantai distribusi cabai merah. Sebagai ilustrasi, pedagang antar kota membeli cabai merah dari pedagang pengumpul dengan harga Rp4.000 per kg dan menjualnya ke pedagang antar kota sebesar Rp6.500, margin pedagang antar kota ini berkisar 30%-32%. Sementara itu pedagang pengumpul mengambil margin berkisar 8%- 10% dari harga beli cabai merah yang didapatnya dari petani untuk dijual ke pedagang antar kota. Pedagang pengecer mematok margin 13%-15%. Dengan pola seperti ini, cabai merah yang dijual petani kepada pedagang pengumpul seharga Rp3.500 per kg dapat melonjak jadi Rp7.500 per kg setelah sampai ke tangan konsumen akhir. Rantai distribusi ini sekaligus mengindikasikan bahwa pembentukan harga terjadi di pedagang antar kota atau pedagang besar. Dengan sistem yang ada saat ini, rasanya cukup beralasan jika saat harga cabai merah di pasaran anjlok, seringkali petani membiarkan cabai merah miliknya membusuk di pohon daripada menjualnya. Sebab biaya yang dikeluarkan petani untuk membayar buruh petik, biaya tranportasi ke pasar, dan biaya sewa timbangan tidak sebanding dengan keuntungan yang diperolehnya. Memperhatikan hal tersebut, perlu dibuat strategi atau program untuk memperkuat daya tawar petani dalam rantai distribusi cabai merah. Strategi yang mungkin dilakukan sebagaimana tabel berikut. 42 Rantai Distribusi Cabai Merah di Kabupaten Karo Boks 2

Sumber: Disarikan dari Hasil Kunjungan ke Gapoktan Cabai Merah di Kabupaten Karo Boks 2 Rantai Distribusi Cabai Merah di Kabupaten Karo 43

BAB III Perkembangan Perbankan Daerah

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Perkembangan indikator perbankan Sumut sampai dengan akhit triwulan II-2011 masih terus mengalami peningkatan. Fungsi intermediasi perbankan dalam penghimpunan dana dan penyaluran kredit kepada masyarakat masih terjaga di level yang optimal. 3.1. KONDISI UMUM Perkembangan indikator perbankan Sumut sampai dengan triwulan II-2011 masih terus mengalami peningkatan. Secara tahunan maupun triwulanan, indikator perbankan, baik bank umum konvensional, bank umum syariah, maupun BPR masih tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya. Sementara itu, kualitas kredit semakin menunjukkan perkembangan yang menggembirakan yang diiringi dengan penurunan rasio Non Performing Loan (NPL) dari 2,97% pada triwulan I-2011 menjadi 2,86%. Total aset perbankan Sumut pada triwulan II-2011 tumbuh sebesar 5,32% (qtq) dan 21,82% (yoy). Total aset perbankan sebesar Rp144,81 triliun didominasi oleh bank konvensional yaitu sebesar Rp139,85 triliun (96,57%) sedangkan sisanya merupakan aset bank syariah yaitu sebesar Rp4,96 triliun (3,43%). Dana pihak ketiga yang dihimpun pada triwulan II-2011 tumbuh sebesar 3,01% (qtq) atau 18,51% (yoy) hingga mencapai jumlah Rp115,99 triliun. Pertumbuhan ini didorong oleh kenaikan seluruh jenis simpanan yaitu giro, tabungan dan deposito dengan persentase kenaikan masing-masing sebesar 6,41%, 3,35% dan 1,19% (qtq). Peningkatan ini mengindikasikan semakin baiknya kinerja perbankan dalam menarik kepercayaan masyarakat. Secara tahunan seluruh instrumen dana pihak ketiga juga mengalami kenaikan dan tertinggi dialami oleh tabungan yaitu sebesar 26,55%(yoy), sedangkan giro dan deposito naik masing-masing sebesar 19,57%(yoy) dan 10,94%(yoy). Kredit yang disalurkan perbankan Sumatera Utara pada triwulan II-2011 tumbuh sebesar 5,96%(qtq) atau 20,16% (yoy) hingga mencapai jumlah Rp96,97 triliun. Pertumbuhan kredit tertinggi di triwulan laporan dialami oleh kredit investasi yaitu sebesar 9,22% (qtq). Tabel 3. 1 Indikator Utama Perbankan Sumut Sumber: LBU, diolah BAB 3 Perkembangan Perbankan Daerah 44

3.2. INTERMEDIASI PERBANKAN Kegiatan intermediasi perbankan selama triwulan I-2011 dan triwulan II-2011 mengalami peningkatan yang tercermin dari adanya kenaikan loan to deposit ratio dari 81,27% menjadi 83,60%. Kenaikan kredit investasi berperan besar dalam peningkatan loan to deposit ratio. Ekspektasi masyarakat akan kondisi perekonomian yang semakin membaik berpengaruh positif terhadap dunia usaha di Sumut. 3.2.1. Penghimpunan Dana Masyarakat Penghimpunan DPK Sumut hingga triwulan II-2011 mencapai Rp115,99 triliun, meningkat 3,01% dibandingkan triwulan sebelumnya atau meningkat 18,51% dibandingkan triwulan II-2010 walaupun dengan tingkat pertumbuhan yang relatif stabil. Dilihat secara terpisah, penghimpunan DPK oleh bank umum konvensional tercatat sebesar Rp112,83 triliun atau tumbuh sebesar 2,97% (qtq) dan 17,94% (yoy). Grafik 3. 1 Perkembangan DPK Sumut Sumber: LBU, diolah Ditinjau dari strukturnya, DPK perbankan di Sumatera Utara masih tetap didominasi oleh tabungan sebesar 40,93% dari total DPK dengan nilai Rp47,47 triliun, diikuti deposito 40,48% (Rp46,95 triliun) dan giro 18,60% (Rp21,57 triliun). 45 Perkembangan Perbankan Daerah BAB 3

Grafik 3. 2 Struktur DPK Sumut Sumber: LBU, diolah Namun bila dilihat dari pertumbuhannya, giro mengalami pertumbuhan paling tinggi pada triwulan II-2011 yaitu sebesar 6,41% (qtq), diikuti oleh tabungan yang tumbuh sebesar 3,35% dan deposito tumbuh paling rendah sebesar 1,19%. Sementara itu, dilihat dari rata-rata suku bunga selama triwulan I-2011 hingga triwulan II-2011 suku bunga tabungan mengalami penurunan dari 2,56% menjadi 2,55% dan suku bunga deposito menurun dari 6,49% menjadi 6,34%, sedangkan suku bunga giro mengalami kenaikan dari 1,89% menjadi 2,01%. 3.2.2. Penyaluran Kredit Pada triwulan II-2011 kredit perbankan di Sumatera Utara tumbuh 5,96% (qtq) hingga mencapai Rp96,97 triliun. Dengan pertumbuhan yang positif pada triwulan ini maka secara tahunan pertumbuhan kredit menjadi 20,16% yang diperkirakan sebagai dampak pertumbuhan ekonomi regional. Pertumbuhan kredit yang relatif lebih baik pada triwulan II-2011 terutama didorong oleh peningkatan kredit investasi sebesar 9,22% (qtq). Grafik 3. 3 Perkembangan Penyaluran Kredit Sumut Sumber: LBU, diolah BAB 3 Perkembangan Perbankan Daerah 46

Pertumbuhan kredit investasi yang relatif lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit modal kerja dan kredit konsumsi pada triwulan II-2011 relatif tidak merubah struktur kredit Sumatera Utara yang didominasi kredit modal kerja sebesar Rp49,30 triliun (50,84%), diikuti oleh kredit konsumsi dan kredit investasi masing-masing sebesar Rp27,45 triliun (28,31%) dan Rp20,22 triliun (20,85%). Grafik 3. 4 Struktur Kredit Sumut Sumber: LBU, diolah Komposisi penyaluran kredit menurut sektor ekonomi pada triwulan II-2011 relatif sama dengan triwulan sebelumnya, dengan dominasi sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri pengolahan dan sektor pertanian dengan porsi masingmasing sebesar 22,89%, 21,72% dan 11,54%. Jika dibandingkan dengan posisi triwulan I-2011, pangsa sektor perdagangan, restoran dan hotel menurun dari 23,14% menjadi 22,89%. Positifnya pertumbuhan perekonomian regional, diperkirakan akan semakin mendorong peningkatan kegiatan sektor perdagangan, hotel dan restoran, yang diikuti dengan kenaikan penyaluran kredit di sektor ini. Grafik 3. 5 Perkembangan Kredit dan Pangsanya menurut Sektor Ekonomi Sumber : LBU, diolah 47 Perkembangan Perbankan Daerah BAB 3

3.2.3. Kredit UMKM Jumlah kredit UMKM pada triwulan II-2011 mengalami peningkatan sebesar 9,29% (qtq) hingga mencapai jumlah sebesar Rp25,97 triliun. Sementara secara tahunan kredit UMKM mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 19,35%. Grafik 3. 6 Perkembangan Kredit UMKM Sumut Sumber : LBU, diolah Struktur kredit UMKM didominasi oleh kredit menengah yang nilainya mencapai Rp10,88 triliun atau 41,89% dari total kredit UMKM. Sementara itu kredit kecil nilainya mencapai Rp10,77 triliun atau 41,47% dari total kredit UMKM dan kredit mikro sebesar Rp4,32 triliun atau 16,63% dari total kredit UMKM. Porsi ini sama dengan posisi triwulan sebelumnya dimana kredit menengah masih mendominasi struktur kredit UMKM dengan pangsa 41,89%. Grafik 3. 7 Struktur Kredit UMKM Sumut Sumber: LBU, diolah BAB 3 Perkembangan Perbankan Daerah 48

Berdasarkan jenis penggunaannya, struktur kredit mikro, kecil dan menengah didominasi oleh kredit modal kerja. Kredit mikro yang digunakan untuk modal kerja sebesar Rp3,24 triliun (89,19% dari total kredit mikro), dan kredit mikro yang ditujukan untuk investasi sebesar Rp392,33 miliar (10,81% dari total kredit mikro). Grafik 3. 8 Struktur Kredit Mikro, Kecil, dan Menengah Sumber: Sumber : LBU, diolah Kredit kecil yang digunakan untuk konsumsi sebesar Rp146,63 miliar atau 1,64% dari total kredit kecil. Kredit kecil yang digunakan untuk modal kerja sebesar Rp6,87 triliun (76,92% dari total kredit kecil). Kredit kecil yang ditujukan untuk investasi sebesar Rp1,91 triliun (21,44% dari total kredit kecil). Kredit menengah yang digunakan untuk modal kerja sebesar Rp8,23 triliun atau 77,02% dari total kredit menengah dan kredit menengah yang ditujukan untuk investasi sebesar Rp2,47 triliun (22,98% dari total kredit menengah). Grafik 3. 9 Perkembangan Kredit UMKM menurut Sektor Ekonomi Sumber: LBU, diolah Ditinjau dari sisi sektoral, kredit UMKM didominasi oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang pada triwulan laporan mencapai Rp10,85 triliun atau 46,57% dari total kredit UMKM, diikuti oleh sektor industri pengolahan dengan total kredit Rp3,03 triliun (13%). Perkembangan Perbankan Daerah BAB 3 49

3.3. STABILITAS SISTEM PERBANKAN 3.3.1. Risiko Kredit Non Performing Loans (NPL) secara gross pada triwulan II-2011 tercatat sebesar 2,86%, menurun dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,97%. NPL perbankan Sumatera Utara yang selalu berada di bawah batas aman sejak tahun 2008 menunjukkan risiko kredit perbankan di Sumatera Utara yang relatif stabil meskipun terdapat pelambatan ekonomi regional di paruh pertama 2009 sebagai dampak krisis keuangan global. Grafik 3. 10 NPL Gross Sumber: LBU, diolah Komposisi NPL masih relatif tetap, di mana kredit investasi masih mencatat rasio NPL tertinggi yaitu sebesar 4,55%, sedangkan kredit modal kerja dan kredit konsumsi masing-masing tercatat 4,03% dan 1,95%. Secara sektoral NPL gross tertinggi pada triwulan II-2011 dialami oleh debitur sektor pertambangan dengan NPL tercatat sebesar 25,29% naik pesat dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 15,25%, diikuti oleh sektor konstruksi yang tercatat sebesar 9,87% naik dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 9,17%. Namun demikian enam sektor lainnya yang memiliki pangsa 71,82% dari total kredit justru mengalami penurunan NPL sehingga mampu menekan total NPL turun menjadi 3,59%. Sementara itu, pada triwulan laporan NPL net tercatat sebesar 1,35%, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,38%. 3.3.2. Risiko Likuiditas Dilihat dari cash ratio yang relatif stabil di atas 3%, perbankan Sumut memiliki likuiditas yang cukup untuk memenuhi kewajibannya. Pada triwulan II-2011 cash ratio ini tercatat sebesar 5,45% meningkat dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,26%. BAB 3 Perkembangan Perbankan Daerah 50

Grafik 3. 11 Cash Ratio Sumber: LBU, diolah 3.3.3. Risiko Pasar Pada triwulan II-2011 terdapat kecenderungan pertumbuhan long aset dalam jangka panjang yang diindikasikan karena peningkatan permintaan kredit seiring dengan menurunnya tingkat suku bunga kredit. Dibandingkan triwulan sebelumnya, pada triwulan II-2011 suku bunga perbankan yang mengalami peningkatan yaitu giro dari 1,89% menjadi 2,01%. Sementara suku bunga tabungan dan deposito menurun masing-masing dari 2,56% menjadi 2,55% dan dari 6,49% menjadi 6,34%. Dengan profil maturitas perbankan di Sumatera Utara tersebut, kecenderungan penurunan suku bunga ini diperkirakan akan menurunkan risiko pasar perbankan Sumatera Utara dari aspek pergerakan suku bunga karena berpotensi meningkatkan net interest margin bank. Grafik 3.12 Pergerakan suku bunga perbankan Sumber: LBU, diolah 51 Perkembangan Perbankan Daerah BAB 3

3.4. PERBANKAN SYARIAH Aset perbankan syariah triwulan II-2011 sebesar Rp4,96 triliun, naik 4,20% dibandingkan triwulan I-2011. Pembiayaan perbankan syariah triwulan II-2011 sebesar Rp4,94 triliun atau naik 7,16% dibandingkan triwulan I-2011. DPK perbankan syariah triwulan II-2011 sebesar Rp3,16 triliun atau meningkat 4,64% dibandingkan triwulan I-2011. Bila dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu, aset, pembiayaan dan DPK perbankan syariah masingmasing meningkat 28,83%, 19,90% dan 43,64%. Grafik 3. 13 Aset, Pembiayaan, dan DPK Perbankan Syariah Sumber: LBUS, diolah Sementara itu, kegiatan intermediasi perbankan syariah juga semakin menunjukkan peningkatan yang terlihat dari Financing to Deposit Ratio (FDR) sebesar 156,33%, meningkat bila dibandingkan triwulan I-2011 sebesar 152,65%. Peningkatan FDR tersebut mengindikasikan bahwa produk dana dan produk pembiayaan syariah semakin diminati masyarakat. Grafik 3. 14 FDR Perbankan Syariah Sumber: LBUS, diolah BAB 3 Perkembangan Perbankan Daerah 52

3.5. BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) Aset BPR di Sumatera Utara triwulan II-2011 mencapai Rp720 miliar, meningkat 2,86% dibandingkan triwulan I-2011 atau 16,13% (yoy). Sedangkan kredit untuk triwulan II-2011 tercatat sebesar Rp500 miliar, meningkat 1,42% dibandingkan triwulan sebelumnya dan secara tahunan tumbuh 4,17% (yoy). Sementara itu, jumlah dana masyarakat yang dihimpun tercatat sebesar Rp500 miliar atau meningkat 11,11% (yoy) jika dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya. Namun bila dibandingkan triwulan sebelumnya menurun sebesar 3,85%. Grafik 3. 15 Perkembangan Aset, Kredit, dan DPK BPR Sumber: LBU BPR, diolah Kegiatan intermediasi BPR di Sumatera Utara pada triwulan laporan juga menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu berada pada angka 100% setelah pada triwulan sebelumnya sebesar 94,81%. Grafik 3. 16 LDR BPR Sumber: LBU BPR, diolah 53 Perkembangan Perbankan Daerah BAB 3

BAB IV Perkembangan Keuangan Daerah

BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Memasuki triwulan II-2011, peran keuangan daerah terhadap perekonomian Sumut diperkirakan mengalami peningkatan. 4.1. Penerimaan Pajak Peran Keuangan Daerah terhadap perekonomian Sumut pada triwulan II-2011 diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Di sisi penerimaan, realisasi penerimaan pajak Pemerintah Provinsi Sumut pada triwulan II-2011 diperkirakan meningkat 9,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pencapaian penerimaan pajak terkait dengan meningkatnya aktivitas perekonomian sehingga tingkat penerimaan pajak dari para wajib pajak juga turut meningkat. Realisasi penerimaan pajak di Kanwil Ditjen Pajak Sumatera Utara (Sumut I) Medan hingga pertengahan Juni 2011 tercatat senilai Rp4,4 triliun, atau sekitar 39% dari target tahun 2011 sebesar Rp9 triliun. Kinerja penerimaan pajak tersebut meningkat sekitar 9,3% dibandingkan penerimaan pajak pada periode yang sama tahun 2010 yang nilainya tercatat senilai Rp3,9 triliun. Saat ini Indonesia mengacu kepada sistem penghimpunan pajak yang bersifat self assessment (menghitung dan membayar pajak sendiri) yang akan memberhasilkan sekaligus mengoptimalkan penerimaan pajak. Salah satu penyebab penerimaan pajak yang masih rendah adalah karena wajib pajak (WP) belum semua bertindak jujur dan benar dalam mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Jika semua wajib pajak jujur melaporkan dan membayar pajak secara benar, maka penerimaan pajak secara nasional akan jauh dari angka target sebesar Rp600 triliun pada tahun 2011. Sebagai upaya memfokuskan penerimaan pajak tahun 2011, Kanwil Ditjen Pajak Sumut melaksanakan pengawasan intensif terhadap pembayaran masa khususnya wajib pajak (WP) penentu penerimaan, melakukan pendekatan persuasif terhadap WP penyetor pajak, mencermati faktor-faktor yang berkaitan dengan usaha WP, melakukan imbauan dan penerbitan STP, sosialisasi dengan berbagai cara seperti pembagian leaflet dan kegiatan mengisi SPT Pajak Penghasilan (PPh) bersama. 54 Perkembangan Keuangan Daerah BAB 4

4.2. Realisasi APBD Pada triwulan II-2011 belanja pemerintah di Sumut mulai menunjukkan peningkatan. Belanja yang bersumber dari APBN maupun APBD diperkirakan mengalami peningkatan pada triwulan II dan III seiring mulai dilaksanakannya beberapa program pemerintah, terutama proyek pembangunan infrastruktur. Dana APBN untuk kegiatan fisik, yakni tugas perbantuan serta APBS Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sumut meningkat. Selain itu, pengesahan APBD Sumut lebih awal dari anggaran tahun sebelumnya diperkirakan akan membuat tingkat realisasi keuangan Sumut akan lebih tinggi. Selama akhir triwulan II-2011, realisasi serapan APBD Sumut 2011 mencapai 35% dari APBD Sumut yang mencapai Rp4,5 triliun. Adanya transisi kepemimpinan/ peralihan pelaksaan kewenangan dari Gubernur Sumut non-aktif kepada wakilnya yang hanya sebagai Pelaksana tugas (Plt) termasuk jabatan Sekdaprovsu (Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara Pemprov Sumut) diperkirakan berdampak pada penyerapan APBD Sumut 2011. Untuk itu, dalam satu dua bulan ke depan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) harus meningkatkan kinerjanya agar serapan maksimal dapat terealisasi. Terkait dengan realisasi belanja tahun 2011, beberapa proyek pembangunan infrastruktur yang menyerap APBD Sumut diantaranya adalah pembangunan Bandara Kuala Namu yang sampai saat ini masih dalam pengerjaan dan rencana pembangunan infrastruktur pelabuhan Sibolga yang rencananya akan mendapat dana sebesar Rp8,4 miliar untuk penambahan dermaga pelabuhan dan bangunan pendukung lain. Sebagai informasi, Sibolga saat ini mempunyai panjang dermaga 103,75 meter dan lebar 15 meter, bila dana tersebut dialokasikan ke Pelabuhan Sibolga, tentunya akan memperlancar kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Sibolga yang memiliki efek dominan terhadap pertumbuhan perekonomian di daerah Kota Sibolga dan sekitarnya. Pelabuhan Sibolga merupakan tulang punggung pendukung dan pendorong perekonomian masyarakat Sibolga, sehingga perlu pembenahan infrastruktur dan pelayanan. Perbaikan infrastruktur lain yang diharapkan dapat menggunakan dana APBD tahun anggaran 2011 antara lain, perbaikan dan pelebaran jalan provinsi di daerah Tapsel, Madina, Paluta, Palas dan Padangsidimpuan, rehabilitasi jalan dari jembatan Medan-Muaro Sama, Kabupaten Madina, lanjutan pembukaan jalan yang menghubungkan antara Kabupaten Madina dan Padang Lawas serta perbaikan jalan provinsi Sipiongot-Rantau Prapat di Desa Simatorkis Kecamatan Dolok. BAB 4 Perkembangan Keuangan Daerah 55

Sementara itu, dilihat dari rincian realisasi belanja beberapa SKPD di Sumut, sampai dengan Juli 2011, Dinas Pendidikan dan Dinas Bina Marga menempati urutan terendah dengan persentase realisasi pada kisaran 20%, disusul dengan Dinas Pertanian dan Dinas Pendapatan masing-masing sebesar 34,13% dan 37,71%. Sementara SKPD dengan realisasi tertinggi antara lain Dinas Perhubungan dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan dengan nilai realisasi sebesar Rp32,61 miliar (68,73%) dan Rp15,97 miliar (59,75%). Tabel 4. 1. Realisasi Penerbitan SP2D Sumut 56 Perkembangan Keuangan Daerah BAB 4

BAB V Perkembangan Sistem Pembayaran

BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Aktivitas sistem pembayaran Sumut, baik RTGS maupun kliring tumbuh positif dibandingkan triwulan lalu. 5.1. KEGIATAN TRANSAKSI BI-RTGS PERBANKAN SUMATERA UTARA Transaksi perbankan Sumatera Utara melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) pada triwulan II-2011 mengalami kenaikan sebesar Rp21.831 miliar atau 13,74% menjadi Rp180.730 miliar dari nilai transaksi pada triwulan I-2011 yang tercatat sebesar Rp158.899 miliar. Sedikit berbeda dengan nilai transaksi RTGS, volume transaksi RTGS di Sumut justru menurun dari 237.119 transaksi pada triwulan I-2011 menjadi 233.833 transaksi pada triwulan II-2011. Besaran rata-rata per hari nilai transaksi BI-RTGS pada triwulan II-2011 tercatat sebesar Rp2.915 miliar meningkat 13,74% atau Rp352 miliar bila dibandingkan dengan triwulan I- 2011. Ditinjau dari segi volume transaksi, rata-rata volume transaksi per hari pada triwulan II- 2011 justru menurun 1,39% dari 3.825 transaksi per hari pada triwulan I-2011 menjadi 3.772 transaksi per hari pada triwulan II-2011. Nilai transaksi BI-RTGS Sumatera Utara sepanjang triwulan I-2011 didominasi oleh aliran dana yang masuk ke perbankan Sumatera Utara. Perkembangan transaksi BI-RTGS dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.1. Transaksi BI-RTGS Perbankan di Wilayah Sumatera Utara Meliputi wilayah kerja KBI Medan, KBI Pematangsiantar, dan KBI Sibolga Sumber: Bank Indonesia 57 Perkembangan Sistem Pembayaran BAB 5

5.2. TRANSAKSI KLIRING Nilai transaksi kliring pada triwulan II-2011 tercatat sebesar Rp33.237 miliar. Nilai ini meningkat 2,71% atau Rp876 miliar bila dibandingkan dengan triwulan I-2011 yang sebesar Rp32.361 miliar. Kendati terjadi peningkatan nilai perputaran kliring namun volume transaksinya justru menurun dari 871.477 warkat pada triwulan I-2011 menjadi 833.342 warkat pada triwulan II-2011. Bila dibandingkan dengan posisi tahun lalu yang nilainya sebesar Rp29.100 miliar, perputaran kliring mengalami kenaikan sebesar 14,22% atau Rp4.137 miliar. Adapun besarnya kliring retur pada triwulan II-2011 tercatat sebanyak 19.306 warkat dengan nilai Rp438 miliar. Tabel 5.3. Perkembangan Transaksi Kliring dan Cek/BG Kosong Sumber : Bank Indonesia Pada triwulan II-2011, besaran rata-rata per hari nilai transaksi kliring adalah sebesar Rp536 miliar, dengan rata-rata jumlah warkat yang diproses sebanyak 13.441 transaksi (warkat) per hari. 58 Perkembangan Sistem Pembayaran BAB 5

Grafik 5.1. Perkembangan Transaksi Kliring Sumber : Bank Indonesia Sementara itu, jumlah penolakan cek dan bilyet giro (Cek/BG) kosong di wilayah Sumut pada Triwulan II-2011 tercatat sebanyak 16.369 warkat dengan nilai Rp368 miliar. Dengan demikian rata-rata penolakan cek dan bilyet giro per harinya sebanyak 264 warkat dengan nilai Rp5,94 miliar. Penolakan cek dan bilyet giro (Cek/BG) kosong mengalami peningkatan dibandingkan triwulan lalu baik dari segi nilai (7,92%) maupun volume transaksi (44,87%). Grafik 5.2. Penolakan Cek/BG Kosong Sumber : Bank Indonesia 59 Perkembangan Sistem Pembayaran BAB 5

5.3. PERKEMBANGAN ALIRAN UANG KARTAL (INFLOW DAN OUTFLOW) Berbeda dari triwulan lalu, triwulan II-2011 aliran uang kartal di Sumatera Utara menunjukkan posisi net outflow yaitu jumlah uang kartal yang keluar (outflow) ke Bank Indonesia lebih banyak dibandingkan jumlah uang kartal yang masuk (inflow) dari Bank Indonesia. Posisi net outflow pada triwulan II-2011 tercatat sebesar Rp314miliar, menurun jauh jika dibandingkan dengan triwulan I-2011 yang tercatat net inflow sebesar Rp2.782 miliar. Net outflow pada periode disebabkan oleh penurunan inflow dibandingkan triwulan lalu yakni dari Rp5.827 miliar menjadi Rp4.552 miliar. Sementara itu, outflow justru meningkat dari Rp3.045 miliar pada triwulan lalu menjadi Rp4.866 pada triwulan II-2011. Grafik 5.3. Perkembangan Aliran Uang Kartal Melalui Bank Indonesia di Sumatera Utara Sumber : Bank Indonesia 60 Perkembangan Sistem Pembayaran BAB 5

5.4. TEMUAN UANG PALSU Pada triwulan II-2011 terjadi peningkatan temuan uang palsu yang cukup signifikan bila dibandingkan triwulan lalu. Sepanjang triwulan II-2011 jumlah temuan uang palsu yang tercatat di Kantor Bank Indonesia Medan berdasarkan laporan bank sebanyak 436 lembar senilai Rp23.270.000. Padahal triwulan lalu, jumlah temuan uang palsu hanya 156 lembar dengan Rp8.420.000. Peningkatan yang cukup tajam ini karena pada triwulan lalu tepatnya bulan Maret 2011 tidak terdeteksi adanya temuan uang palsu dalam perputaran kas di KBI Medan, sehingga jumlah temuan uang palsu pada triwulan lalu memang relatif kecil dibandingkan biasanya. Pemalsuan denominasi Rp50.000 sebanyak 282 lembar merupakan yang terbanyak dibandingkan denominasi lainnya (64,68% dari total temuan uang palsu). Sementara itu jumlah temuan uang palsu Rp100.000 sebanyak 81 lembar. Selebihnya, temuan uang palsu denominasi Rp20.000 (37 lembar), denominasi Rp10.000 (30 lembar), dan denominasi Rp5.000 sebanyak 6 lembar. Tabel 5.4. Data Temuan Uang Palsu di Kantor Bank Indonesia Medan satuan (lembar) Sumber : Bank Indonesia 5.5. PENYEDIAAN UANG LAYAK EDAR Pada triwulan II-2011 jumlah uang kartal yang telah dikenai Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) atau dimusnahkan tercatat sebesar Rp3.749 miliar atau sebesar 82,36% dari jumlah inflow. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, jumlah uang kartal yang dicatat sebagai PTTB mengalami penurunan cukup signifikan, dimana pada triwulan I-2011 tercatat sebesar Rp5.186 miliar atau sebesar 88,99% dari jumlah inflow. Menurunnya rasio PTTB terhadap inflow dapat mengindikasikan bahwa masyarakat semakin baik dalam memperlakukan uang. 61 Perkembangan Sistem Pembayaran BAB 5

Grafik 5.4. Perkembangan Jumlah PTTB di Sumatera Utara Sumber : Bank Indonesia 62 Perkembangan Sistem Pembayaran BAB 5

BAB VI Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan

BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Membaiknya kinerja sektor-sektor utama Sumut semakin mendorong peningkatan penyerapan tenaga kerja di Sumut. Sejalan dengan itu, tingkat kesejahteraan masyarakat juga diperkirakan terus meningkat. 6.1. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH Keadaan Ketenagakerjaan Sumut Seiring dengan semakin bergeraknya perekonomian Sumut pada triwulan laporan, kondisi ketenagakerjaan juga terus menunjukkan perbaikan. Pada triwulan laporan, jumlah penyerapan tenaga kerja baru diperkirakan mengalami peningkatan, terutama pada sektor jasa-jasa dan bangunan. Dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), jumlah pelaku usaha yang menyatakan melakukan penambahan jumlah tenaga kerja masih meningkat. Hal ini tercermin dari nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) indikator jumlah karyawan pada triwulan I-2011 yang masih bernilai positif yaitu 4,15. Berdasarkan lapangan usahanya, sektor jasa-jasa merupakan sektor yang melakukan penambahan jumlah tenaga kerja terbesar dengan nilai SBT 4,77 diikuti oleh sektor bangunan dengan nilai SBT 1,53 dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dengan nilai SBT 1,05. Penyebab terjadinya peningkatan penggunaan tenaga kerja pada ketiga sektor ini adalah adanya perluasan usaha. Sejalan dengan peningkatan tersebut, penggunaan tenaga kerja pada tiga bulan ke depan juga diperkirakan akan mengalami peningkatan dengan nilai SBT sebesar 7,39 dengan kontribusi terbesar berasal dari sektor pengangkutan dan komunikasi (SBT 2,66), sektor industri pengolahan (SBT 1,88), sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan (SBT 1,80) serta sektor perdagangan, hotel dan restoran (SBT 0,43). BAB 6 Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 63

Grafik 6.1. Indikator Jumlah Tenaga Kerja SBT 6 5 Triwulan I 2011 Triwulan II 2011* 4,77 4 3 2,66 2 1 0 0,03 1,88 1,53 0,01 0,02 0,05 0,43 0,57 1,05 1,80 0,62 1-0,64-0,27 2 3-2,86 4 *)Proyeksi Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha, KBI Medan Upah Minimum Provinsi dan Kabupaten/Kotamadya (UMP/K) Tahun 2011 Berdasarkan hasil survei SKDU diatas, terlihat bahwa kondisi dunia usaha di Sumut masih cukup menjanjikan. Indikator lain yang mendukung hal ini adalah gambaran kenaikan upah di Sumut pada tahun 2011 sebesar 7,31%, meskipun masih dibawah nasional yang mengalami kenaikan rata-rata sebesar 8,69% dibandingkan UMP tahun 2010. Kenaikan UMP ini telah disepakati oleh Dewan Pengupahan masing-masing daerah yang terdiri atas perwakilan serikat pekerja, pengusaha, pemerintah dan pihak netral dari akademisi. Sebelum menetapkan UMP, Dewan Pengupahan terlebih dahulu melakukan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang mencakup kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, transportasi, rekreasi, hingga tabungan seorang pekerja setiap bulannya dan setelah dikalkulasi akan terlihat gambaran berapa banyak dana yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhannya per bulan. Berdasarkan data Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemennakertrans), kenaikan UMP 2011 tertinggi berada di Provinsi Papua (23,45%) dan Papua Barat (16,53%), sementara Provinsi Sumut berada pada ranking 21 dengan kenaikan 7,31%. 64 Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan BAB 6

No. Tabel 6.1. UMP Indonesia Berdasar Ranking Kenaikan Tertinggi Provinsi UMP (Rp) Kenaikan 2010 2011 (Rp) (%) 1 Papua 1,136,500 1,403,000 266,500 23.45% 2 Papua Barat 1,210,000 1,410,000 200,000 16.53% 3 DKI Jakarta 1,118,009 1,290,000 171,991 15.38% 4 Kalimantan Tengah 986,590 1,134,580 147,990 15.00% 5 Jambi 900,000 1,028,000 128,000 14.22% 6 Sumatera Selatan 927,825 1,048,440 120,615 13.00% 7 Bangka Belitung 910,000 1,024,000 114,000 12.53% 8 Sumatera Barat 940,000 1,055,000 115,000 12.23% 9 Jawa Timur 630,000 705,000 75,000 11.90% 10 Lampung 767,500 855,000 87,500 11.40% 11 Riau 1,016,000 1,120,000 104,000 10.24% 12 Sulawesi Selatan 1,000,000 1,100,000 100,000 10.00% 13 Kalimantan Selatan 1,024,000 1,126,000 102,000 9.96% 14 Jawa Barat 671,500 732,000 60,500 9.01% 15 Yogyakarta 745,694 808,000 62,306 8.36% 16 Kalimantan Barat 741,000 802,500 61,500 8.30% 17 Kalimantan Timur 1,002,000 1,084,000 82,000 8.18% 18 Sulawesi Tenggara 860,000 930,000 70,000 8.14% 19 Gorontalo 710,000 762,500 52,500 7.39% 20 Bali 829,316 890,000 60,684 7.32% 21 Sumatera Utara 965,000 1,035,500 70,500 7.31% 22 Maluku 840,000 900,000 60,000 7.14% 23 Nusa Tenggara Barat 890,775 950,000 59,225 6.65% 24 Sulawesi Barat 944,200 1,006,000 61,800 6.55% 25 Sulawesi Tengah 777,500 827,500 50,000 6.43% 26 Nusa Tenggara Timur 800,000 850,000 50,000 6.25% 27 Kepulauan Riau 925,000 975,000 50,000 5.41% 28 Maluku Utara 847,000 889,350 42,350 5.00% 29 Sulawesi Utara 1,000,000 1,050,000 50,000 5.00% 30 Banten 955,300 1,000,000 44,700 4.68% 31 Bengkulu 780,000 815,000 35,000 4.49% 32 Nanggroe Aceh Darusalam 1,300,000 1,350,000 50,000 3.85% 33 Jawa Tengah 660,000 675,000 15,000 2.27% Sumber : Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) Sementara itu, sama seperti UMP, UMK pun diperbaharui satu tahun sekali. UMK ditetapkan berdasarkan perbedaan tingkat upah di berbagai Kabupaten/Kota di setiap Provinsi dengan mengacu pada jumlah penduduk, tingkat inflasi, infrastruktur daerah dan BAB 6 Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 65

sebagainya. Khusus Kota Medan, secara umum UMK 2011 ditetapkan sebesar Rp1.197.000, sementara UMK untuk sektor makanan/minuman ditetapkan sebesar Rp1.316.700. Berikut adalah daftar UMK tahun 2011 di wilayah Sumatera : Tabel 6.2. UMK Wilayah Sumatera Tahun 2011 NO PROPINSI KABUPATEN/KOTAMADYA SEKTOR 2010 2011 1 Nangroe Aceh Darussalam 2 Sumatera Utara Non Kabupaten Non Sektor 1.300.000 1.350.000 Non Kabupaten Lain - Lain - 1.350.000 Kota Banda Aceh Otomotif - - Non Kabupaten Non Sektor 965.000 1.035.500 Kota Medan Lain - Lain - 1.197.000 Kota Medan Makanan / Minuman - 1.316.700 3 Sumatera Barat Non Kabupaten Non Sektor 940.000 1.055.000 4 Riau Non Kabupaten Non Sektor 1.016.000 1.120.000 5 Kepulauan Riau Non Kabupaten Non Sektor 925.000 975.000 Kota Batam Non Sektor 1.110.000-6 Jambi Non Kabupaten Non Sektor 900.000 1.028.000 7 Sumatera Selatan Non Kabupaten Non Sektor 927.825 1.048.440 Non Kabupaten Pertambangan 974.216 1.130.000 Non Kabupaten Lain - Lain - 1.100.900 Non Kabupaten IT / Telekomunikasi - 1.100.862 Non Kabupaten Keuangan / Asuransi - 1.155.000 Non Kabupaten Perdagangan / Jasa 974.216 1.154.000 Non Kabupaten Properti / Real Estat - 1.750.000 8 Bangka Belitung Non Kabupaten Non Sektor 910.000 1.024.000 9 Bengkulu Non Kabupaten Non Sektor 780.000 815.000 Non Kabupaten Non Sektor 767.500 855.000 Kabupaten Tulang Bawang Non Sektor 776.500 863.500 10 Lampung Kota Bandar Lampung Non Sektor - 865.000 Kota Bandar Lampung Makanan / Minuman 776.500 - Sumber : Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) 6.2. PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN Sejalan dengan kondisi ketenagakerjaan, tingkat kesejahteraan masyarakat Sumut diperkirakan semakin meningkat. Faktor utama penyebab peningkatan ini antara lain adalah meningkatnya penghasilan masyarakat akibat semakin terbukanya lapangan pekerjaan serta meningkatnya ekspor Sumut. Hal ini diindikasikan oleh hasil Survei Konsumen di Kota Medan, yang menunjukkan adanya peningkatan Indeks Penghasilan Saat ini, Indeks Ekspektasi Penghasilan serta Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja. 66 Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan BAB 6

Indeks penghasilan saat ini meningkat dari 113,65 pada akhir triwulan I-2011 menjadi 120,95 pada triwulan laporan. Senada dengan penghasilan saat ini, masyarakat juga memperkirakan akan terjadi peningkatan penghasilan 6 bulan yang akan datang. Nilai indeks ekspektasi penghasilan 6 bulan yang akan datang pada akhir triwulan I-2011 sebesar 132,38 meningkat menjadi sebesar 137,78. Kenaikan indeks penghasilan dan perkiraan peningkatan penghasilan juga turut menggambarkan kenaikan indeks ketersediaan lapangan kerja dari 81,90 menjadi 81,91 pada triwulan II-2011. Grafik 6.2. Indeks Penghasilan, Ekspektasi Penghasilan dan Ketersediaan Lapangan Kerja Sumber : Survei Konsumen, KBI Medan Selain itu, kesejahteraan masyarakat yang meningkat juga terlihat dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Provinsi Sumut yang dilaksanakan pada bulan Maret 2011 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumut sebanyak 1.481.300 orang atau sebesar 11,33% terhadap jumlah penduduk seluruhnya. Kondisi ini lebih baik dibandingkan dengan tahun 2010 dimana jumlah penduduk miskin sebanyak 1.490.900 orang (menurun sebanyak 9.600 orang). Jumlah penduduk miskin Sumut yang berada di daerah pedesaan pada Maret 2011 sebanyak 790.200 orang (11,89% dari jumlah penduduk pedesaan) dan di daerah perkotaan sebanyak 691.100 orang (10,75% dari jumlah penduduk perkotaan). Selama periode Maret 2010 sampai Maret 2011, penduduk miskin di daerah pedesaan berkurang 11.700 orang, sementara di daerah perkotaan bertambah sekitar 2.100. Pada bulan Maret 2011, garis kemiskinan Sumut sebesar Rp246.560/kapita per bulan, dengan rincian untuk daerah perkotaan sebesar Rp271.713/kapita per bulan dan untuk daerah pedesaan sebesar Rp222.226/kapita per bulan. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Sumut tahun 2011 menurun dibandingkan tahun 2010, yaitu dari 0,57 BAB 6 Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 67

menjadi 0,51. Demikian pula untuk Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), menurun dari 2,04 menjadi 1,84 pada tahun 2011. Nilai Tukar Petani (NTP) Keadaan sedikit berbeda terjadi untuk kalangan petani yang mengalami penurunan NTP. NTP bulan Juni 2011 adalah sebesar 103,39, lebih rendah dibandingkan NTP bulan Maret 2011 sebesar 103,60. Penurunan ini terjadi karena Indeks Harga yang Dibayar Petani meningkat lebih besar dibandingkan Indeks Harga yang Diterima Petani. Melalui indeks harga yang dibayar petani (Ib) dapat dilihat fluktuasi harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat pedesaan, khususnya petani yang merupakan bagian terbesar, serta fluktuasi harga barang dan jasa yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. Sementara Indeks harga yang diterima petani (It) menunjukkan fluktuasi harga beragam komoditas pertanian yang dihasilkan petani. Khusus bulan Juni 2011, It Sumut sebesar 137,35 dan Ib sebesar 132,85. Grafik 6.2. Nilai Tukar Petani % 15 108 Nilai Tukar Petani Pertumbuhan (yoy) 106 10 104 102 5 0 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 2008 2009 2010 2011 100 98 96 94 92 90 88 10 Sumber : BPS 86 Untuk periode Juni 2011, NTP per subsektor masing-masing tercatat sebesar 99,41 untuk subsektor padi & palawija (NTPP); 111,22 untuk subsektor hortikultura (NTPH); 106,46 untuk subsektor tanaman perkebunan rakyat (NTPR); 104,65 untuk subsektor peternakan (NTPT); dan 99,70 untuk subsektor perikanan (NTN). No. Kelompok & Sub Kelompok Maret 2011 Juni 2011 Persentase Perubahan 1 Nilai Tukar Petani (NTP) 103,6 103,39-0,20 2 Indeks Harga yang Diterima Petani (It) 138,41 137,35-0,77 3 Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) 133,59 132,85-0,55 - Indeks Konsumsi Rumah Tangga 135,05 133,95-0,81 - Indeks BPPBM 129,8 130,41 0,47 Sumber : BPS 68 Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan BAB 6

BOKS 3 NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN Peran PDRB sektor pertanian pada tahun 2010 mencapai 23,50%. Ini menunjukkan bahwa peran sektor pertanian dalam ekonomi Sumut masih cukup penting dan cukup besar meskipun terdapat kecenderungan menurun. Grafik 1 Peran Sektor Pertanian dalam PDRB Sumut % 32 30 30,90 31,80 30,60 30,20 30,00 28 26 24 22 26,90 25,25 24,30 23,90 23,80 23,70 23,50 20 1997 1998 1999 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Sumber : BPS Sumatera Utara Sektor pertanian tercatat pula sebagai sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar di Sumut. Pada Februari 2011, sektor pertanian menyerap 50,90% tenaga kerja yang ada di Sumut baik di pedesaan maupun perkotaan, angka ini meningkat dibandingkan periode survei Agustus 2010 sebesar 46,94%. Tingginya penyerapan tenaga kerja pada sektor Pertanian mengindikasikan bahwa sektor ini masih menjadi andalan utama. Dapat dikatakan bahwa belum terjadi transformasi ketenagakerjaan kepada sektor-sektor sekunder maupun tersier. Tabel 1 Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Kerja Utama di Sumut. Boks 3 Nilai Tukar Petani Sebagai Indikator Kesejahteraan 69

Jika dikaji lebih mendalam, rata-rata tingkat pendidikan tenaga kerja di Sumut masih relatif rendah. Wajar jika sebagian besar akhirnya mengelompok pada sektor pertanian yang cenderung tidak memerlukan tenaga kerja dengan keahlian tinggi. Ratarata tingkat pendidikan tertinggi yang diperoleh adalah SD ke bawah (40,67%) diikuti Sekolah Menengah Pertama (23,41%) dan Sekolah Menengah Atas (19,03%). Dari gambaran diatas, terlihat bahwa sektor pertanian adalah sektor yang sangat penting untuk diperhatikan. Terkait dengan kondisi ekonomi petani, Indonesia memakai suatu indeks Nilai Tukar Petani yang dijadikan sebagai salah satu indikator proksi yang diunggulkan untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani. NTP sendiri merupakan rasio indeks harga yang diterima petani (I t ) terhadap indeks harga yang dibayar petani (I b ) atau secara konseptual NTP merupakan pengukur kemampuan tukar produk pertanian yang dihasilkan petani terhadap barang dan jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan kebutuhan untuk memproduksi hasil pertanian. Indeks I t, sebagai indeks harga produsen, merupakan indeks harga dari berbagai komoditas hasil produksi pertanian, sedangkan indeks I b, sebagai indeks harga konsumen, merupakan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi petani dalam memproduksi hasil pertanian. NTP mempunyai tiga kemungkinan, yaitu : - NTP bernilai 100 : petani mengalami break even point (impas) karena harga yang diterima sama dengan harga yang dibayar; - NTP > 100 : petani mengalami surplus karena harga yang diterima lebih besar dari harga yang dibayar dan ; - NTP < 100 : petani mengalami defisit karena harga yang diterima lebih kecil dari harga yang dibayar. Dalam perkembangannya, hingga tahun 2008, NTP Sumut tidak pernah berada di atas indeks 100, namun pada periode setelahnya sampai dengan saat ini sudah berada di atas 100 dan terakhir pada bulan Juni 2011 NTP Sumut tercatat sebesar 103,39 meningkat dibandingkan Juni 2010 sebesar 102,20. Ini sedikit menggambarkan bahwa kondisi kesejahteraan petani cenderung mengalami perbaikan. 70 Nilai Tukar Petani Sebagai Indikator Kesejahteraan Boks 3

Grafik 2 Perkembanga n NTP Sumut Sumber : BPS Akan tetapi, bila dilihat dari konsep diatas mengenai perbandingan dengan indeks harga konsumen (IHK), timbul pertanyaan apakah NTP sudah cukup menjelaskan kondisi ekonomi petani, sementara berdasarkan data BPS, IHK khususnya kelompok bahan makanan nilainya selalu lebih tinggi dibandingkan NTP kelompok tanaman pangan. Kenaikan IHK yang jauh lebih cepat tidak lagi mengimbangi laju kenaikan indeks NTP dimana seharusnya kenaikan harga bahan makanan akan sangat menguntungkan bagi petani karena dapat meningkatkan kesejahteraannya. Namun berdasarkan data, NTP tanaman pangan justru tidak pernah mencapai indeks 100 sementara IHK bahan makanan selalu melaju diatas 100. Petani sebagai pihak utama yang memproduksi hasil-hasil pertanian sudah pasti tidak menikmati kenaikan harga bahan makanan tersebut. Dari hal ini, perlu dipikirkan upaya peningkatan kesejahteraan petani, melalui perimbangan margin dan transparansi pembentukan harga, agar nantinya petani dapat menjadi salah satu pihak yang diuntungkan. 160 150 140 130 120 110 100 90 80 70 60 50 Grafik 3 NTP Tanaman Pangan dan IHK Bahan Makanan NTP Tanaman Pangan IHK Bahan Makanan 138,35 99,41 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2009 2010 2011 Sumber : BPS Sumatera Utara Boks 3 Nilai Tukar Petani Sebagai Indikator Kesejahteraan 71

BAB VII Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah

BAB 7 PERKIRAAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH 7.1. Perkiraan Ekonomi Perekonomian Sumut diperkirakan terus mengalami akselerasi hingga triwulan III- 2011. Pertumbuhan ekonomi Sumut pada periode tersebut diperkirakan berada pada kisaran 6,8% ±1 (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya. Dengan perkiraan tersebut, perekonomian Sumut pada tahun 2011 diperkirakan berkisar 6,5%±1 (yoy). Prospek positif tersebut didukung oleh kondisi perekonomian global yang semakin baik, iklim investasi yang semakin kondusif, serta daya beli masyarakat yang lebih baik. Dari sisi permintaan, akselerasi perekonomian Sumut didukung oleh meningkatnya pertumbuhan seluruh komponen permintaan. Konsumsi rumah tangga diperkirakan semakin tumbuh meningkat, terdorong oleh perayaan Idul Fitri yang diperkirakan lebih ramai dibandingkan tahun 2010, karena semakin menguatnya daya beli masyarakat. Disamping itu, perbankan turut berperan terhadap meningkatnya konsumsi melalui meningkatnya penyaluran kredit konsumsi, karena suku bunga pembiayaan diperkirakan akan mengalami penurunan. Meningkatnya konsumsi rumah tangga salah satunya diindikasikan oleh meningkatnya Indeks Ekspektasi Konsumen, baik dari sisi Ekspektasi Penghasilan serta Ekspektasi Kondisi Perekonomian. Grafik 7.1. Komponen Indeks Ekspektasi Sumber : Survei Konsumen, KBI Medan BAB 7 Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah 72

Seiring dengan prospek perekonomian yang semakin kondusif, investasi diperkirakan akan tumbuh semakin baik pada triwulan III-2011, baik dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) maupun kalangan usaha. Kenaikan investasi yang dilakukan oleh Pemda dikarenakan target Pemda yang mengejar keterlambatan realisasi anggaran pada semester I-2011 agar program kerja tahunan dapat terpenuhi. Sementara itu, kinerja ekspor Sumut diperkirakan tetap mengalami kenaikan seiring prospek pulihnya perekonomian global, serta masuknya peak season atau panen raya di akhir triwulan III- 2011. Dari sisi penawaran, tingginya pertumbuhan ekonomi terutama ditopang oleh meningkatnya kinerja sektor pertanian dan industri pengolahan, terutama industri pengolahan CPO. Permintaan masyarakat internasional terhadap minyak sawit mentah akan terus meningkat. Hal ini mendorong industri terkait untuk menaikkan kapasitas produksi mereka hingga mencapai titik maksimum. Perayaan Lebaran pada tahun 2011 ini juga diperkirakan akan lebih positif dampaknya terhadap sektor perekonomian, dibandingkan tahun sebelumnya, mengingat membaiknya penghasilan masyarakat. Hal ini merupakan salah satu faktor yang mendorong kinerja sektor PHR untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, selain akibat relatif tingginya volume ekspor impor yang diperkirakan juga terjadi pada periode laporan. Indeks Tendensi Konsumen Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi terkini yang dihasilkan melalui Survei Tendensi Konsumen (STK). Indeks yang dilakukan Badan Pusat Statistik ini menggambarkan kondisi ekonomi konsumen pada triwulan berjalan dan perkiraan pada triwulan mendatang. Nilai ITK Sumut pada triwulan III-2011 diperkirakan sebesar 109,88, artinya kondisi ekonomi konsumen diperkirakan akan membaik. Tingkat optimisme konsumen diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan triwulan II-2011 (nilai ITK sebesar 106,26). Perkiraan membaiknya kondisi ekonomi konsumen pada Triwulan III-2011 didorong oleh peningkatan pendapatan rumah tangga (nilai indeks sebesar 112,83) dan rencana pembelian barang tahan lama (nilai indeks sebesar 103,75). BAB 7 Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah 73

Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen Tw.II-2011 Grafik 7.3. Perkiraan Indeks Tendensi Konsumen Tw.III-2011 Sumber : BPS 7.2. Perkiraan Inflasi Daerah Tekanan inflasi Sumut pada triwulan III-2011 diperkirakan akan berada pada kisaran 5,70% ± 1%. Peningkatan tekanan inflasi terutama bersumber dari lonjakan konsumsi menjelang Hari Raya Idul Fitri 2011. Tak hanya itu, inflasi volatile foods yang mulai mereda 2 bulan terakhir triwulan ini berpotensi untuk kembali meningkat di triwulan mendatang. Ekspektasi masyarakat tehadap perkembangan harga pada triwulan III-2011 juga meningkat. Hal ini terkonfirmasi oleh indeks ekspektasi harga konsumen 3 bulan yang akan datang dan 6 bulan yang akan datang pada Survei Konsumen bulan Juni 2011. Indeks ekspektasi harga konsumen 3 bulan yang akan datang tercatat 178 dan indeks ekspektasi harga konsumen 6 bulan yang akan datang tercatat 182, kedua indeks ini merupakan yang tertinggi sejak awal 2010. BAB 7 Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah 74