VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto per Triwulan Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 (Miliar Rupiah)

EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kemitraan di Indonesia

BAB VII PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT DAN PERUBAHAN BENTUK ORGANISASI

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PELAKSANAAN KEMITRAAN PT. MEDCO INTIDINAMIKA DENGAN PETANI PADI SEHAT

BAB V PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT

EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI

V GAMBARAN UMUM GAPOKTAN SILIH ASIH

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN

VII ANALISIS KEPUASAN PETANI MITRA TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN

I PENDAHULUAN. [Diakses Tanggal 28 Desember 2009]

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan.

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

ACARA 3. KELEMBAGAAN !! Instruksi Kerja : A. Aspek Kelembagaan

III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

VI EVALUASI KEMITRAAN PT. SANG HYANG SERI DAN PETANI PENANGKAR BENIH PADI

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penerapan Teknologi pada Padi

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG DI KABUPATEN ACEH TENGGARA

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

ANALISIS TATANIAGA BERAS

V. GAMBARAN UMUM USAHA

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

V GAMBARAN UMUM DESA CIBURUY

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB VII KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN DALAM SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT MENUJU PERTANIAN BERKELANJUTAN. 7.1 Keberlanjutan Kelembagaan dalam Konteks Lokal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGGARAPAN SAWAH (MUZARA AH) DI DESA PONDOWAN KECAMATAN TAYU KABUPATEN PATI

Kajian Kinerja dan Dampak Program Strategis Departemen Pertanian

I. PENDAHULUAN. substitusinya sebagaimana bahan bakar minyak. Selain itu, kekhawatiran global

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

I PENDAHULUAN

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

BAB VII FAKTOR-FAKTOR PENDORONG KEBERHASILAN PENGORGANISASIAN KEGIATAN USAHATANI

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. desa yang amat kecil dan terpencil dari desa-desa lain yang ada di Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal

VI ALOKASI PRODUK. Tabel 23. Sebaran Petani Berdasarkan Cara Panen di Kabupaten Karawang Tahun Petani Padi Ladang Cara Panen

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VIII. ANALISA PENDAPATAN USAHATANI PADI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

Tanaman pangan terutama padi/beras menjadi komoditas yang sangat strategis karena merupakan bahan makanan pokok bagi bangsa Indonesia.

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Purbolinggo merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Lampung Timur.

BAB VII PELAKSA AA MODEL PEMBERDAYAA PETA I SEKOLAH LAPA GA PE GELOLAA TA AMA TERPADU

Peranan Subak Dalam Pengembangan Agribisnis Padi

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Mekanisme Pelaksanaan Kemitraan

BAB V GAMBARAN UMUM WAHANA FARM

SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

BAB IV ANALISIS DATA. A. Implementasi Program Asuransi Pertanian terhadap Pendapatan. Petani Anggota Gapoktan Bangkit Jaya

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB VI PROSES DIFUSI, KATEGORI ADOPTER DAN LAJU ADOPSI INOVASI SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DUSUN MUHARA

BAB III LAPORAN PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI BUNCIS DENGAN SISTEM TEBASAN DAN TANPA TEBASAN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SOSIALISASI POLA TANAM PADI SRI ORGANIK

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kemitraan

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik responden dalam penelitian ini dibahas berdasarkan jenis

Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 115 TAHUN 2009 TENTANG PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN GUBERNUR JAWA BARAT;

VI. KERAGAAN USAHATANI KENTANG DAN TOMAT DI DAERAH PENELITIAN

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA 6.1 Motif Dasar Kemitraan dan Peran Pelaku Kemitraan Lembaga Petanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika (LPS-DDR) merupakan suatu lembaga mandiri dan profesional dalam bidang penelitian, pemberdayaan dan usaha pertanian sehat yang memberikan manfaat secara ekonomi dan sosial bagi petani dan masyarakat umum. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh LPS-DDR bekerjasama dengan petani-petani pedesaan yang tergolong petani dhuafa untuk nantinya diberdayakan, sehingga petani menjadi mandiri berbasiskan pertanian sehat. Pada dasarnya kegiatan yang dilakukan oleh LPS-DDR merupakan kegiatan pemberdayaan 4. Lembaga Petanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika (LPS-DDR) yang sangat lekat dengan kegiatan pemberdayaannya, pada praktiknya dalam pelaksanaan kemitraan dengan petani padi Desa Ciburuy dipenuhi dengan motif bisnis di awal pembentukan kemitraannya. Kemitraan yang terjadi antara LPS-DDR dengan petani padi sehat Desa Ciburuy dimulai sejak tahun 2002. Pada tahun tersebut kemitraan yang terjadi adalah kemitraan dalam hal pemasaran beras bebas pestisida yang diproduksi oleh petani padi di Desa Ciburuy. LPS-DDR sebagai pihak yang menyediakan pasar, sedangkan petani melalui wadah gapoktan menyediakan kebutuhan beras bagi LPS-DDR. Seiring dengan berjalannya kegiatan kemitraan pemasaran tersebut, pada tahun 2004 LPS-DDR juga memberikan program pemberdayaan petani di Desa Ciburuy. Pada awalnya program ini bernama Program Pemberdayaan Petani Dhuafa (P3D). Program pemberdayaan ini merupakan salah satu program yang ditujukan untuk membangun komunitas petani yang masih tergolong petani dhuafa yang selama ini termarjinalkan dalam lingkaran kemiskinan. P3D 4 Menurut Pranaka, et al. (1996), pemberdayaan adalah suatu konsep dari pemikiran masyarakat dan kebudayaan Barat dimana menurut Hulme dan Turner (1990) dalam Pranaka, et.al. (1996) dengan pemberdayaan akan mendorong terjadinya suatu proses perubahan sosial yang memungkinkan orang-orang yang tidak berdaya untuk memberikan pengaruh yang lebih besar baik lokal maupun nasional. 49

merupakan kegiatan utama LPS-DDR. Pemberdayaan yang dilakukan dalam program P3D adalah dengan menyalurkan dana dan memberikan segala bantuan untuk kebutuhan usahatani serta pendampingan pada petani yang tergolong petani dhuafa. Dana yang digunakan untuk program pemberdayaan merupakan dana sosial umat (zakat) sehingga petani yang dapat bergabung adalah petani yang tergolong berhak menerima zakat. Syarat petani penerima bantuan tersebut yaitu: (1) para petani yang memiliki lahan maksimum 0,25 Ha atau berpenghasilan perhari kurang dari atau sama dengan Rp 20.000,00; (2) kondisi rumah (milik sendiri/sewa/kontrak) kurang layak dan kepemilikan harta (peralatan hidup) terbatas. Selain itu ada penilaian (kesepakatan) dari masyarakat setempat bahwa yang bersangkutan terkategori miskin. Dalam program pemberdayaan tersebut para petani yang menjadi mitra, dalam hal ini yang terdaftar dalam program pemberdayaan, mendapatkan beberapa pelayanan mulai dari penyediaan sarana produksi, bantuan biaya garap, penyediaan sewa lahan, serta pembinaan dan pelayanan oleh pendamping program P3D. Semua kegiatan kemitraan baik dalam hal pemberdayaan maupun pemasaran dilakukan melalui lembaga pertanian pedesaan yaitu gapoktan. Pada awal bermitra yaitu pada tahun 2002 hingga tahun 2004, kegiatan kemitraan yang berlangsung LPS-DDR melakukan kemitraan dengan petani melalui wadah Gapoktan Silih Asih. Pada tahun 2002 hingga tahun 2003 segala bentuk kegiatan pemasaran dikelola oleh gapoktan ini, petani menjual gabah mereka ke gapoktan. Di gapoktan gabah-gabah digiling hingga menjadi beras yang siap dikemas. Pada tahun 2004 saat ada program pemberdayaan, segala macam bentuk pelayanan dalam pemberdayaan dan pemasaran dikelola sepenuhnya oleh gapoktan. Hingga pada 2005, setelah terbentuknya KKT Lisung Kiwari terdapat pembagian aktivitas untuk mengelola kegiatan kemitraan yang berlangsung. Gapoktan mengelola dalam hal pembinaan serta penyuluhan, peran gapoktan di sini adalah sebagai penggerak partisipasi petani mitra dalam mengikuti setiap kegiatan baik pembinaan, penyuluhan dan pelatihan. Selain itu, gapoktan juga bekerjasama dengan ketua-ketua kelompok tani beserta pendamping dalam kegiatan pendampingan selama program. Di sini gapoktan mengkoordinir petani dalam setiap program kemitraan. Berbeda dengan gapoktan, 50

peran KKT Lisung Kiwari lebih pada pengadaan sarana produksi, pelayanan dalam hal biaya garap, sewa lahan, serta penjualan gabah dari petani serta penjualan beras ke LPS-DDR. Kedua lembaga ini merupakan wadah bagi petani untuk terhubung dengan LPS-DDR, terutama untuk mendapatkan pelayananpelayanan selama program kemitraan berlangsung dan mendistribusikan beras hasil produksi petani mitra kepada LPS-DDR. Petani mitra dalam kemitraan ini juga mempunyai andil sebagai produsen dari beras SAE tersebut. Sebagai produsen, petani menyediakan kebutuhan beras SAE LPS-DDR. Petani berkewajiban menjual hasil panennya dalam bentuk gabah basah ke koperasi. Namun dalam kemitraan ini kewajiban itu disebut tabungan bagi petani yang dikenal dengan 60:40. Dalam hal ini, besar jumlah gabah yang wajib dijual ke koperasi adalah sebesar 60 persen dari hasil panennya. Tabungan ini digunakan untuk simpanan petani yang nantinya 30 persen digunakan untuk tabungan sewa lahan selama 1 tahun, 30 persen lagi digunakan untuk tabungan biaya garap, kebutuhan sarana produksi dan biaya pelatihan/pembinaan. Sisa hasil panen sebesar 40 persen boleh disimpan petani ataupun dijual seluruhnya yang hasil penjualannya dapat dibawa pulang oleh petani. Dengan adanya penerapan sistem 60:40 petani merasa dimudahkan dalam mendapatkan pelayanan fasilitas kemitraan tersebut. Selain itu petani juga dimudahkan dalam hal pengusahaan kegiatan usahataninya dikarenakan semua fasilitas sudah disediakan baik oleh pihak gapoktan, koperasi maupun pihak LPS-DDR. Pada tahun 2005, program P3D berubah nama menjadi P3S (Program Pemberdayaan Petani Sehat). Program ini hanya beralih nama saja, tetapi untuk keseluruhan kegiatan masih sama. Petani mitra masih mendapat pelayananpelayanan dan fasilitas yang sama dengan program P3D sebelumnya. Dalam pelaksanaan kemitraan tersebut aturan yang mengikat langsung kepada petani dibuat oleh Gapoktan Silih Asih dan Koperasi Kelompok Tani Lisung Kiwari, sedangkan aturan yang diterapkan oleh LPS-DDR lebih mengikat kepada lembaga pertanian pedesaan yang ada sehingga MoU atau kesepakatan yang ada lebih mengikat pada lembaga yang ada. MoU atau perjanjian distribusi beras SAE lebih mengikat antara LPS-DDR dengan Koperasi Kelompok Tani 51

Lisung Kiwari, sedangkan untuk aturan dalam program pemberdayaan diterapkan secara bersama baik LPS-DDR maupun gapoktan dan tidak ada kesepakatan tertulis mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak. 6.2 Pelaksanaan Kemitraan Pelaksanaan kemitraan melalui kegiatan distribusi beras SAE dan program pemberdayaan petani sehat tidak terlepas dari aturan-aturan yang ditetapkan untuk dilaksanakan oleh pihak yang terlibat, terutama LPS-DDR, petani mitra serta lembaga pertanian pedesaan yang terkait, yaitu Gapoktan Silih Asih dan KKT Lisung Kiwari. Berikut adalah aturan-aturan dalam kemitraan, yaitu : 1. LPS-DDR a. LPS-DDR wajib memberikan bantuan biaya garap, sarana produksi selama satu musim dan sewa lahan selama satu tahun, yang nantinya menjadi asset dari KKT Lisung Kiwari dan Gapoktan Silih Asih yang nantinya akan digunakan oleh petani mitra kembali. b. LPS-DDR memberikan pelatihan dan penyuluhan secara rutin satu minggu sekali. c. LPS-DDR menyediakan pendamping yang dapat dihubungi dan ditemukan kapan saja. d. LPS-DDR mengambil beras SAE ke KKT Lisung Kiwari dan melakukan pembayaran selambat-lambatnya satu minggu setelah pengambilan beras. 2. KKT Lisung Kiwari a. KKT Lisung Kiwari akan mengelola penyediaan sarana produksi seperti benih, pupuk organik, pestisida nabati, dan segala kebutuhan petani, dimana penyediaan sarana produksi tersebut disediakan oleh pihak LPS-DDR dan dikelola oleh KKT Lisung Kiwari. b. KKT Lisung Kiwari mengelola pemberian bantuan biaya garap kepada petani, dimana pemberian bantuan biaya garap diberikan pada awal kegiatan pemberdayaan oleh LPS-DDR yang pada akhirnya menjadi modal tetap KKT Lisung Kiwari. Oleh karena itu, kegiatan pemberian biaya garap dikelola oleh KKT Lisung Kiwari dengan harapan KKT Lisung Kiwari dapat secara mandiri mengusahakan pemberian bantuan 52

biaya garap kepada petani dengan perputaran modal tetap yang telah diberikan oleh LPS-DDR. c. KKT Lisung Kiwari mengelola penyediaan lahan sewa kepada petani, dimana penyediaan lahan sewa diberikan oleh LPS-DDR pada awal kegiatan pemberdayaan berlangsung. LPS-DDR membayar sewa lahan selama satu tahun untuk 50 orang petani mitra dengan pembagian masing-masing petani mendapatkan 2.500 m². Pada tahun selanjutnya pengadaan lahan sewa diserahkan sepenuhnya oleh KKT Lisung Kiwari untuk mengelolanya. d. KKT Lisung Kiwari membentuk kesepakatan dengan LPS-DDR untuk membayar gabah yang diterima dari petani dengan harga minimal Rp 200,00 lebih tinggi dari harga yang ditentukan pemerintah. 3. Gapoktan Silih Asih Menggerakkan partisipasi petani mitra dalam kegiatan-kegiatan pelatihan, pembinaan dan penyuluhan melalui kelompok-kelompok tani yang ada. 4. Petani a. Petani diwajibkan mengikuti SOP, petunjuk dan bimbingan teknis budidaya padi bebas pestisida dengan menggunakan pestisida nabati, pupuk organik dan sistem penanaman legowo. b. Petani diwajibkan berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kemitraan yang berlangsung. Hadir dalam setiap kegiatan atau acara yang diadakan selama kegiatan kemitraan. c. Petani diwajibkan menyerahkan 60 persen hasilnya kepada koperasi, yang nantinya 60 persen hasilnya disebut tabungan untuk pengadaan sarana produksi, biaya garap, dan lahan sewa petani, sedangkan 40 persen sisanya dapat dibawa pulang oleh petani sebagai hasil dari usahataninya. Berdasarakan aturan-aturan tersebut maka pelaksanaan dalam kemitraan ini berlangsung melalui 5 hubungan, yaitu kemitraan antara LPS-DDR dengan gapoktan, LPS-DDR dengan koperasi, LPS-DDR dengan petani, gapoktan dengan petani serta koperasi dengan petani. 53

6.2.1 Pelaksanaan Kemitraan LPS-DDR dengan Gapoktan Silih Asih Pada awal kegiatan kemitraan berlangsung, kemitraan antara LPS-DDR dengan petani padi di Desa Ciburuy dikelola oleh gapoktan. LPS-DDR berperan sebagai lembaga penyedia pelayanan kemitraan berupa pengadaan input produksi, pembinaan, pendampingan, hingga pendistribusian beras, sedangkan pihak gapoktan mengelola seluruh pelayanan kemitraan dari pihak LPS-DDR untuk disalurkan kepada petani. Namun setelah terbentuknya KKT Lisung Kiwari, Gapoktan Silih Asih hanya mengelola pembinaan, penyuluhan dan pelatihan yang diberikan oleh LPS-DDR. Gapoktan Silih Asih mengelola kegiatan tersebut dengan menggerakkan partisipasi petani mitra dalam kegiatan-kegiatan pelatihan, pembinaan dan penyuluhan melalui kelompok-kelompok tani yang ada. Materi dalam kegiatan pelatihan, pembinaan dan penyuluhan sepenuhnya dikelola oleh pihak LPS-DDR secara langsung dengan bekerjasama dengan dinas-dinas terkait seperti Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi dibantu dengan PPL setempat. Pelaksanaan dalam kemitraan antara LPS-DDR dan gapoktan ini tidak ada aturan mengikat secara tertulis pernyataan peran masing-masing pihak berdasarkan hasil kesepakatan bersama antara pihak LPS-DDR dan gapoktan 6.2.2 Pelaksanaan Kemitraan LPS-DDR dengan KKT Lisung Kiwari Kemitraan antara LPS-DDR dengan KKT Lisung Kiwari setiap pelaku memiliki peran masing-masing. Pihak LPS-DDR berperan sebagai lembaga penyedia pelayanan kemitraan yang berupa pengadaan sarana produksi, bantuan biaya garap, bantuan lahan sewa hingga pemasaran. Dalam pelaksanaanya, kemitraan ini melalui sebuah lembaga yaitu koperasi. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan fungsi dari lembaga tersebut. Aturan-aturan yang berlaku dalam kemitraan ini disepakati secara bersama-sama antara pihak LPS-DDR dan KKT Lisung Kiwari terutama dalam kegiatan pendistribusian beras SAE dengan dibentuknya sebuah MoU mengenai pendistribusian beras, dimana pihak KKT Lisung Kiwari akan menyediakan 8-10 ton beras dengan kriteria kualitas yang ditentukan setiap bulannya untuk didistribusikan oleh LPS-DDR, dan pihak LPS-DDR berkewajiban membayar 54

beras yang sudah diambilnya maksimal satu minggu setelah pengambilan beras dari KKT Lisung Kiwari. Aturan-aturan lain yang terdapat dalam kemitraan antara KKT Lisung Kiwari dan LPS-DDR adalah kesepakatan dalam hal kegiatan pengelolaan kegiatan pemberdayaan yang diberikan oleh LPS-DDR. Namun aturan dalam kegiatan pemberdayaan ini dibentuk oleh pihak LPS-DDR dan ketua gapoktan saja yang selanjutnya akan disebarluaskan kepada petani mitra melalui kegiatan sosialisasi. 6.2.3 Pelaksanaan Kemitraan LPS-DDR dengan Petani Padi Desa Ciburuy Petani sebagai salah satu pelaku dalam kemitraan berperan sebagai produsen padi bebas pestisida, sekaligus objek dari kemitraan ini, sedangkan LPS- DDR berperan sebagai penyedia pelayanan kemitraan. Dalam pelaksanaannya, LPS-DDR tidak berhubungan langsung dengan petani mitra. Hanya beberapa kegiatan dari kemitraan saja yang memerlukan interaksi langsung antara LPS- DDR dengan petani mitra, yaitu kegiatan pendampingan, serta kegiatan pembinaan, pelatihan dan penyuluhan. Selebihnya, seluruh kegiatan kemitraan baik pemasaran dan pengelolaan kegiatan pemberdayaan petani akan berhubungan dengan lembaga-lembaga perwakilan petani yaitu gapoktan dan koperasi. Dalam kegiatan pendampingan, pihak LPS-DDR menyediakan pendamping yang mendampingi petani mitra selama kegiatan kemitraan berlangsung. Pendamping diharapkan dapat menjadi wakil dari LPS-DDR sehingga apapun keluhan atau permasalahan yang terjadi selama kegiatan kemitraan berlangsung dapat diselesaikan dengan dibantu oleh para pendamping yang ditugaskan oleh LPS-DDR. Pendamping diharapkan untuk berada atau melakukan kontrol ke lokasi dimana kemitraan berlangsung, setiap hari. LPS-DDR bekerjasama dengan lembaga-lembaga terkait seperti Dinas Pertanian, Dinas Koperasi, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, PPL dan penyuluh swakarsa desa dalam pemberian materi untuk kegiatan pembinaan, pelatihan dan penyuluhan yang dilakukan setiap satu minggu sekali. Seluruh aturan dan peranan masing-masing pihak disampaikan pada saat sosialisasi program. Kesepakatan tertulis antara LPS-DDR dan petani mitra tidak ada. Hal ini dikarenakan, petani sudah tergabung dalam suatu wadah yaitu 55

koperasi dan gapoktan. Seperti yang diungkapkan Karwan (1997) dalam Supadi (2004) untuk bermitra petani harus memiliki kelembagaan kelompok yang dibentuk secara resmi atau kelompok berbadan hukum, dengan kata lain petani harus bergabung dalam wadah koperasi atau gapoktan. 6.2.4 Pelaksanaan Kemitraan KKT Lisung Kiwari dengan Petani padi Desa Ciburuy Kemitraan yang berlangsung antara LPS-DDR dan petani Desa Ciburuy melalui kelembagaan yang mewadahi petani seperti koperasi. Dalam kemitraan ini, koperasi dan gapoktan berperan sebagai pengelola kegiatan kemitraan dari LPS-DDR. Pelaksanaan kemitraan antara petani padi Desa Ciburuy dengan koperasi, yaitu : 1. Pengadaan sarana dan prasarana produksi Sarana produksi yang diperlukan dalam usahatani padi dan difasilitasi oleh LPS-DDR melalui koperasi adalah lahan, bibit, pupuk, pestisida, dan modal. Pengadaan sarana produksi tersebut adalah dengan cara sebagai berikut : a. Pengadaan lahan sewa Lahan yang digunakan untuk menanam padi bebas pestisida merupakan lahan sewa, yang disewakan LPS-DDR selama satu tahun untuk petani mitra, masing-masing sebesar 2.500 m². Dalam pengadaan lahan sewa ini akan dikelola oleh KKT Lisung Kiwari dengan melayani penyediaan sewa lahan tahun berikutnya kepada petani mitra. b. Pengadaan bibit, pupuk, pestisida Dalam pengadaan bibit, pupuk dan pestisida petani akan difasilitasi oleh LPS-DDR melalui KKT Lisung kiwari, dimana LPS-DDR akan menyediakan kebutuhan-kebutuhan tersebut dan petani dapat mendapatkannya di KKT Lisung Kiwari. c. Pengadaan bantuan modal Dalam hal pembiayaan, sesuai kesepakatan pada saat sosialisasi, LPS- DDR akan memberikan bantuan modal berupa uang disesuaikan 56

dengan kebutuhan dari masing-masing petani. Pemberian modal ini akan difasilitasi oleh KKT Lisung Kiwari. 2. Pemasaran Kegiatan pemasaran dilakukan secara bersama-sama antara petani, koperasi dan LPS-DDR. Pada kegiatan pemasaran ini petani akan menyerahkan hasil panennya kepada koperasi. Kegiatan ini sering dikenal dengan aturan 60:40, dimana petani diwajibkan menjual 60 persen hasil panennya kepada koperasi yang nantinya disebut dengan tabungan petani, sedangkan 40 persen hasil merupakan bagian petani. Tabungan sebesar 60 persen tersebut nantinya digunakan petani untuk pengadaan sewa lahan selanjutnya, pengadaan sarana produksi dan biaya garap musim berikutnya. Bagi pihak koperasi berkewajiban membayar hasil yang dijual petani dengan harga minimal Rp 200,00 lebih tinggi dari harga yang ditetapkan pemerintah, selain itu koperasi berkewajiban membayarkan hasil penjualan gabah petani secara tunai setelah gabah dijual ke koperasi. 6.2.5 Pelaksanaan Kemitraan Gapoktan Silih Asih dengan Petani padi Desa Ciburuy Pelaksanaan kemitraan yang terjadi antara gapoktan dan petani adalah kemitraan dalam hal kegiatan usahatani. Untuk kegiatan usahatani, prosedur budidaya padi dilaksanakan sesuai SOP yang telah ditentukan dalam kemitraan. Pengelolaan usahatani ini akan dibantu oleh masing-masing ketua kelompok yang dikelola dalam sebuah gabungan kelompok tani (Gapoktan Silih Asih). Petani diwajibkan menanam padi sesuai SOP produksi bebas pestisida. Selain itu dalam pengelolaan usahatani, petani diwajibkan mengikuti kegiatan pembinaan, penyuluhan dan pelatihan yang dikelola oleh gapoktan. 6.3 Evaluasi Pelaksanaan Kemitraan Evaluasi terhadap pelaksanaan kemitraan dapat dilihat dari penilaian masing-masing pihak yang terlibat dalam kemitraan yaitu pihak LPS-DDR, petani mitra dan lembaga pertanian pedesaan yaitu gapoktan dan koperasi. Evaluasi kemitraan dapat diperoleh berdasarkan tanggapan atas kinerja kemitraan yang dirasakan oleh masing-masing pihak. 57

6.3.1 Tanggapan terhadap Pelaksanaan Kemitraan antara LPS-DDR dengan KKT Lisung Kiwari Tanggapan pihak LPS-DDR atas kinerja lembaga pertanian pedesaan yang terlibat secara umum sudah cukup puas. Pihak LPS-DDR merasa pihak koperasi sudah menjalankan perannya dengan baik, yaitu membantu pihak LPS-DDR dalam mengelola pelayanan-pelayanannya kepada petani. Beberapa kinerja dianggap sudah cukup baik oleh LPS-DDR yaitu kinerja dalam distribusi penyediaan input hingga dalam hal pengelolaan hasil panen dan pemasaran beras. Walaupun secara umum pihak LPS-DDR telah cukup puas, tetapi menurut pihak LPS-DDR masih terdapat beberapa kekurangan yang menjadi masalah terkait dengan pelaksanaan kemitraan, yaitu : 1. Dari segi distribusi beras SAE, pihak koperasi belum mampu memenuhi permintaan beras SAE yang sudah disepakati (Lampiran 5). 2. Dari segi kualitas beras SAE yang dihasilkan, terkadang masih belum memenuhi kriteria sesuai yang disepakati. Hal ini menyebabkan pihak LPS- DDR mendapat keluhan dari konsumen mengenai kualitas beras SAE. Pihak KKT Lisung Kiwari juga mengaku masih terdapat kekurangan dalam pelaksanaan kemitraan ini. LPS-DDR sering terlambat dalam melakukan pembayaran beras SAE. Dalam MoU disebutkan bahwa pihak LPS-DDR membayar selambat-lambatnya satu minggu setelah beras diambil dari KKT Lisung Kiwari, tetapi pada pelaksanaannya LPS-DDR membayar beras yang sudah diambil menunggu pembayaran dari konsumennya yaitu rata-rata pembayaran antara dua minggu hingga satu bulan, sedangkan pembayaran gabah ke petani dilakukan secara tunai. Hal ini akan menyebabkan perputaran uang tunai koperasi sedikit terhambat. 6.3.2 Tanggapan terhadap Pelaksanaan Kemitraan antara LPS-DDR dengan Gapoktan Silih Asih Dalam kemitraan ini Gapoktan Silih Asih sebagai penggerak partisipasi petani dalam kegiatan pembinaan, penyuluhan dan pelatihan. Menurut pihak LPS- DDR Gapoktan Silih Asih belum mampu menggerakkan partisipasi petani mitra yang dinilai dari kurangnya kehadiran petani dalam kegiatan tersebut. Menurut pihak gapoktan kinerja LPS-DDR sudah cukup baik dalam hal pembinaan, 58

penyuluhan dan pelatihan. Kegiatan tersebut dilaksanakan secara rutin setiap seminggu sekali. 6.3.3 Tanggapan terhadap Pelaksanaan Kemitraan antara LPS-DDR dengan Petani Secara umum pihak LPS-DDR merasa puas dengan kinerja petani mitra dalam kemitraan. Hal-hal yang mendasari pernyataan tersebut diantaranya adalah pihak LPS-DDR merasa sudah dapat diterima dengan baik dan dipercaya oleh petani sebagai mitra kerja, kinerja pelayanan LPS-DDR dalam kemitraan memberikan pengaruh yang baik bagi petani. Dilihat dari kondisi usahatani, petani semakin sadar akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dengan tidak menggunakan pupuk pestisida dan beralih ke organik sesuai dengan SOP yang sudah diterapkan. Namun masih ada kewajiban petani yang belum sepenuhnya dilakukan. Kurangnya partisipasi petani terhadap kegiatan kemitraan, terutama pada kegiatan pelatihan, penyuluhan dan pembinaan. Hal ini dapat dilihat dari kehadiran dalam kegiatan-kegiatan pelatihan, penyuluhan dan pembinaan. Pada setiap kegiatan tersebut masih ada beberapa petani yang tidak hadir hanya mengirim perwakilan seperti istri atau anak mereka untuk mengikuti kegiatan, sedangkan petani mitra lebih memilih kegiatan di sawah atau melakukan kegiatan lainnya. Hal tersebut dilakukan mengingat pada setiap kegiatan pembinaan, pelatihan ataupun penyuluhan diberikan uang pengganti transportasi. Ketidakhadiran petani terhadap kegiatan tersebut menyebabkan transfer informasi pada petani mitra tidak merata. Dari sisi petani mengaku cukup terbantu dengan adanya kegiatan kemitraan. Namun dalam beberapa hal kegiatan kemitraan ini masih terdapat kekurangan yaitu dalam hal pendampingan serta respon terhadap keluhan. Seluruh petani mitra mengaku mendapatkan fasilitas berupa pembinaan, penyuluhan, pelatihan serta pendampingan. Untuk kegiatan pembinaan, penyuluhan dan pelatihan diadakan secara rutin yaitu satu minggu sekali, sedangkan untuk pendampingan disediakan pendamping dari LPS-DDR. Tugas pendamping adalah sebagai penghubung antara petani dengan pihak LPS-DDR, sehingga ketika petani mengalami kendala dalam melaksanakan kegiatan kemitraan maka pendamping akan membantu dalam mengatasi kendala 59

tersebut. Namun ternyata dalam praktiknya peran pendamping ini dinilai kurang oleh petani. Dari segi keberadaan pendamping, pendamping tidak setiap hari berada di lokasi. Hal ini tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan LPS-DDR bahwa pendamping harus setiap hari berada di lokasi. Berdasarkan Tabel 12, sebanyak 30 orang (60 persen) petani menyebutkan bahwa pendamping hanya datang satu minggu sekali yaitu pada saat kegiatan pembinaan, penyuluhan dan pelatihan. Keberadaan pendamping yang tidak setiap hari menyebabkan pihak petani mengalami kesulitan ketika ingin menyampaikan keluhan-keluhan selama kegiatan kemitraan. Hal ini akan berdampak pada penanganan keluhan petani yang kurang responsif sehingga menimbulkan rasa kurang percaya petani terhadap kinerja dari pendamping. Tabel 12. Frekuensi Kedatangan Pendamping Frekuensi Kedatangan Jumlah (orang) Presentase (%) Setiap hari 7 14 Satu minggu sekali 30 60 Satu bulan sekali 13 26 Total 50 100 Respon LPS-DDR terhadap keluhan-keluhan petani kurang. Salah satu keluhan petani yang tidak ditanggapi oleh LPS-DDR adalah mengenai pendamping. Petani mengeluhkan bahwa pendamping dari LPS-DDR tidak transparan terhadap uang petani mitra yang dititipkan kepada pendamping, tetapi keluhan ini tidak diindahkan oleh pihak LPS-DDR. Sebanyak 4 orang petani mengaku pernah menabungkan uang cadangan lumbung selama empat musim kepada salah satu pendamping. Petani mengaku menitipkan uang tersebut pada saat koperasi belum terbentuk, sehingga belum ada lembaga keuangan mikro bagi petani jika ingin menyimpan uangnya. Oleh karena itu para petani mempercayakan cadangan lumbungnya kepada pendamping. Namun hingga saat ini keberadaan uang tersebut tidak jelas hingga pendamping P3S digantikan. Selain hal tersebut ada keluhan-keluhan lain yang tidak ditanggapi dengan baik oleh LPS-DDR yaitu keluhan mengenai hal-hal teknis dalam mengusahakan 60

padi sehat. Permasalahan tersebut seharusnya dapat ditanggapi oleh pendamping P3S, tetapi dikarenakan keterbatasan kemampuan pihak pendamping dari segi kemampuan teknis dan keberadaan pendamping yang tidak setiap saat berada di lokasi, maka keluhan-keluhan petani yang lebih mengarah ke hal yang teknis menjadi tidak cepat untuk direspon oleh pendamping dan menunggu respon dari pihak LPS-DDR langsung. Hal ini membutuhkan waktu yang cukup lama karena dari pihak LPS-DDR juga akan memproses dan memilih-milih kembali, sehingga tidak semua keluhan setiap petani mitra dapat direspon dengan cepat. 6.3.4 Tanggapan terhadap Pelaksanaan Kemitraan antara Gapoktan Silih Asih dengan Petani Hubungan kemitraan antara petani dan gapoktan adalah pada kegiatan usahatani. Menurut pihak gapoktan, kinerja petani dalam kemitraan sudah cukup bagus. Petani sudah mengusahakan padi bebas pestisida sesuai dengan SOP yang ada, tetapi partisipasi petani dalam kegiatan pembinaan, penyuluhan dan pelatihan masih kurang. Menurut petani, kinerja gapoktan sudah baik dalam membantu pengelolaan usahatani melalui kelompok-kelompok yang ada. Sosialisasi terhadap SOP budidaya padi bebas pestisida dinilai petani sudah baik. Seluruh petani mitra sudah menerapkan budidaya padi bebas pestisida sesuai dengan SOP. 6.3.5 Tanggapan terhadap Pelaksanaan Kemitraan antara KKT Lisung Kiwari dengan Petani Pihak petani sebagai objek dalam kemitraan juga merasa cukup terbantu dengan adanya kegiatan kemitraan ini. Dengan kegiatan ini petani mendapatkan fasilitas seperti penyediaan bantuan biaya garap, sewa lahan, sarana produksi, hingga kegiatan pemasaran. Menurut Petani dalam penyediaan bantuan biaya garap keseluruhan petani mengaku mendapatkan bantuan biaya garap, hanya saja besar biaya garap yang diberikan berbeda untuk masing-masing petani. Hal ini dikarenakan biaya garap yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan petani pada saat menggarap lahannya, tergantung kondisi dan letak lahan yang digunakan untuk bercocok tanam. Sebagai contohnya, Pak Sukri yang mendapatkan lahan di pinggir jalan 61

utama Kampung Ciburuy dengan Pak Jaya yang mendapatkan lahan di dalam area pemukiman warga akan mendapatkan bantuan biaya garap yang berbeda. Hal ini dikarenakan kebutuhan biaya untuk menggarap sawah berbeda, Pak Sukri dalam pengolahan tanah menggunakan traktor, sedangkan Pak Jaya menggunakan kerbau, yang biaya sewanya berbeda. Pemberian bantuan biaya garap dari LPS- DDR ini dikelola dengan baik oleh KKT Lisung Kiwari, dengan sistem pemberian biaya garap diberikan setiap petani akan melakukan tahapan-tahapan dalam kegiatan usahataninya. Dalam penyediaan lahan sewa, LPS-DDR memberikan bantuan dengan menyewakan lahan untuk digunakan petani mitra mengusahakan padi sehat. Dalam kegiatan sosialisasi dikemukakan bahwa masing-masing petani akan mendapatkan sewa lahan selama satu tahun dengan luas lahan yang didapatkan masing-masing petani sebesar 2.500 m². Namun pada pelaksanaannya berdasarkan Tabel 13 masih ada petani yang mendapatkan lahan < 2.500 m². Hal ini dikarenakan petakan sawah yang sudah ada ukurannya tidak sama, padahal pembagian lahan berdasarkan petakan yang ada. Jika dilakukan pemetakan ulang membutuhkan waktu dan biaya yang lebih banyak. Tabel 13. Distribusi Lahan Sewa Petani Mitra Luas Lahan (m²) Jumlah (orang) Persen (%) < 2.500 11 22 2.500 26 52 >2.500 13 26 Total 50 100 Dalam hal pengadaan sarana produksi, pihak LPS-DDR juga memfasilitasi dengan menyediakan kebutuhan sarana produksi petani mitra melalui koperasi. Pihak LPS-DDR menyediakan kebutuhan sarana produksi petani mitra dalam bentuk pupuk organik, pestisida organik dan benih. Kebutuhan petani tersebut disediakan LPS-DDR dan petani dapat mengakses sarana produksi tersebut melalui koperasi. Seluruh petani mitra mengaku dengan adanya kemitraan tersebut memudahkan petani untuk mendapatkan sarana produksi dengan harga yang relatif murah karena tidak memerlukan biaya transportasi karena dapat diambil di koperasi. 62

Selain dalam pengadaan sarana produksi, petani juga dimudahkan dalam menjual hasil panennya. Dalam hal ini LPS-DDR membuat ketentuan agar petani menabungkan dengan menjual 60 persen dari hasil panennya kepada pihak koperasi. Tujuan dari ketentuan ini adalah yang pertama, menjamin ketersediaan beras yang didistribusikan oleh LPS-DDR dan yang kedua dengan adanya ketentuan ini petani memiliki tabungan di koperasi sebesar 60 persen yang nantinya dapat digunakan petani untuk penyediaan biaya garap, sarana produksi musim berikutnya serta biaya sewa lahan tahun berikutnya, sedangkan 40 persen menjadi hak petani sehingga dapat dibawa pulang sebagai cadangan beras ataupun dijual kembali. Petani boleh saja menjual seluruh hasil panennya kepada koperasi tetapi hanya 60 persen saja yang ditabungkan dan sisanya boleh dibawa pulang oleh petani. Rata-rata petani mitra menjual keseluruhan hasil panennya kepada koperasi hal ini dikarenakan petani tidak mempunyai gudang penyimpanan untuk gabahnya sehingga lebih baik menyimpannya dalam bentuk uang. Harga yang ditetapkan oleh koperasi untuk gabah petani sesuai kesepakatan dengan pihak LPS-DDR yaitu minimal Rp 200,00 lebih tinggi dari harga yang ditetapkan pemerintah dan dibayarkan secara langsung setelah gabah diterima pihak koperasi. Hal ini dilakukan agar petani merasa lebih diuntungkan dengan adanya kegiatan kemitraan ini. Hampir seluruh petani mitra mengaku diuntungkan dengan adanya kegiatan tersebut karena perlahan-lahan mereka bisa terlepas dari jeratan para tengkulak. Namun dalam pelaksanaannya masih ada petani yang mengaku pernah menjual hasil panennya ke tengkulak selama kegiatan kemitraan berlangsung, yaitu sebanyak 5 orang (10 persen). Alasan petani menjual ke tengkulak yaitu ingin memiliki keseluruhan hasil panen dengan mengabaikan aturan 60 persen tabungan ke koperasi. Para petani tersebut diduga belum memahami sepenuhnya mengenai kewajiban-kewajiban mereka dalam kemitraan. Berdasarkan Tabel 14, sebanyak 18 orang (36 persen) petani mitra masih belum memahami aturan dalam kemitraan. Hal ini diakibatkan tidak diikutkannya petani dalam penentuan aturan kemitraan, selain itu lemahnya sistem sosialisasi yang dilakukan oleh pihak LPS- DDR. 63

Tabel 14. Distribusi Pemahaman Petani tentang Aturan Kemitraan Pemahaman Aturan Jumlah (orang) Persentase (%) Mengetahui kewajiban sebagai petani mitra 32 64 Tidak mengetahui kewajiban sebagai petani mitra 18 36 Total 50 100 Tanggapan koperasi atas pelaksanaan kemitraan yaitu petani masih ada yang menjual seluruh hasil panennya ke tengkulak, sehingga petani tidak memenuhi kewajibannya menyerahkan 60 persen hasil panennya ke KKT Lisung Kiwari. Hal ini akan berdampak, baik bagi KKT maupun petani. Bagi KKT hal ini menyebabkan jumlah beras yang diproduksi tidak mencukupi permintaan, sedangkan pada petani yang menjual hasil panennya kepada tengkulak tidak mendapatkan fasilitas seperti sewa lahan, biaya garap, sarana produksi. Hal ini dikarenakan petani tidak melakukan kewajibannya menabungkan 60 persen hasil panennya ke KKT, sehingga petani tidak mempunyai simpanan sebagaimana syarat yang sudah ditetapkan sebelumnya. Selain itu, petani mitra juga terkadang ada yang sengaja menjualnya ke tengkulak karena ingin mendapatkan seluruh penjualan hasil panen dengan mengabaikan kewajibannya dalam kemitraan. Ketentuan sistem tabungan dan sanksi yang dikenakan sudah disampaikan oleh pihak LPS-DDR pada saat sosialisasi. Namun dalam pelaksanaannya ternyata masih ada petani yang tidak mematuhinya. Hal ini dikarenakan tidak adanya peraturan tertulis tentang kegiatan kemitraan khususnya pada kegiatan pemberdayaan. Aturan-aturan hanya disampaikan secara lisan pada kegiatan sosialisasi, sehingga para petani mitra menganggap tidak adanya aturan dan sanksi yang mengikat antara pihak-pihak yang bermitra. 6.3.6 Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Evaluasi kemitraan dilakukan dengan menilai pelaksanaan hak dan kewajiban dari pelaku kemitraan. Hak dan kewajiban ini disusun berdasarkan kesepakatan baik tertulis maupun yang tidak tertulis dari pelaksanaan kemitraan tersebut.adapun pelaku yang terlibat dalam kemitraan ini yaitu LPS-DDR, petani serta lembaga pertanian pedesaan yaitu koperasi dan gapoktan. 64

Evaluasi ini dilakukan dengan melihat kesesuaian antara aturan yang berlaku dengan pelaksanaan atau realisasi kemitraan. Dari Lampiran 4, dapat diketahui bahwa masih ada pelaksanaan hak dan kewajban yang belum sesuai dengan aturan yang berlaku. Berdasarkan hak dan kewajiban yang masih tidak sesuai yaitu : 1. Pihak petani a) Kurangnya partisipasi petani terhadap kegiatan kemitraan, terutama pada kegiatan pelatihan, penyuluhan dan pembinaan. Hal ini dapat dilihat pada kehadiran petani pada kegiatan tersebut. Kurangnya partisipasi petani disebabkan komitmen petani terhadap kemitraan masih rendah, selain itu materi pembinaan yang disampaikan sama saja dengan materi-materi yang diberikan oleh pihak lain seperti Dinas Pertanian Kabupaten Bogor pada saat pembinaan. Petani lebih memilih melakukan kegiatan di sawah pada saat kegiatan penyuluhan atau pelatihan diadakan. Petani hanya menunjuk perwakilannya untuk datang seperti istri dan anak mereka. Hal tersebut mereka lakukan demi mendapatkan uang yang diberikan saat pelatihan walaupun tidak menghadiri kegiatan tersebut. Ketidakhadiran petani mitra, menyebabkan transfer informasi dan teknologi pada petani mitra tidak merata. b) Petani masih ada yang menjual seluruh hasil panennya ke tengkulak, sehingga petani tidak memenuhi kewajibannya menyerahkan 60 persen hasil panennya ke KKT Lisung Kiwari. Hal ini terjadi dikarenakan petani belum memahami aturan dalam kemitraan, sehingga tidak merasa berkewajiban untuk menyerahkan 60 persen hasilnya ke koperasi. Selain itu, petani terkadang ada yang sengaja menjualnya ke tengkulak karena ingin mendapatkan seluruh penjualan hasil panen dengan mengabaikan kewajibannya dalam kemitraan. 2. Pihak koperasi a) Dari segi distribusi beras SAE, pihak koperasi belum mampu memenuhi permintaan beras SAE yang sudah disepakati. Hal ini dikarenakan faktor musim yang menyebabkan produksi padi menurun, pihak koperasi juga bermitra dengan lembaga lain yang kebutuhan berasnya harus terpenuhi 65

setiap bulannya. Selain itu adanya petani yang masih menjual hasil panennya ke tengkulak menyebabkan gabah yang diterima koperasi berkurang. Akibatnya pihak koperasi harus memenuhi kebutuhan para mitra, walaupun jumlahnya kurang, termasuk dengan LPS-DDR. b) Dari segi kualitas beras SAE yang dihasilkan, terkadang masih belum memenuhi kriteria sesuai yang disepakati. Hal ini menyebabkan pihak LPS-DDR mendapat komplain dari konsumen mengenai kualitas beras SAE. Hal ini dikarenakan kelalaian dari pihak koperasi pada saat pengemasan dan pengendalian mutu beras. Selain itu, tempat penggilingan dan pengemasan yang kurang bersih yang menyebabkan terkadang dalam kemasan beras ada binatang lain yang ikut tercampur di dalamnya. 3. Pihak LPS-DDR a) LPS-DDR sering terlambat dalam melakukan pembayaran beras SAE. Hal ini dikarenakan pihak LPS-DDR menunggu pembayaran dari konsumennya, rata-rata keterlambatan pembayaran dua minggu hingga satu bulan. Akibat dari keterlambatan ini akan berpengaruh terhadap arus kas dari koperasi termasuk untuk pembayaran penjualan hasil panen petani, serta kegiatan operasional koperasi lainnya. b) Lahan yang disewakan untuk petani luasannya tidak sama, tidak sesuai dengan kesepakatan awal. Hal ini disebabkan tanah yang disewakan petakannya sudah ada sebelumnya, jika melakukan pemetakan ulang, maka membutuhkan biaya dan waktu yang lebih banyak. Selain itu, kondisi tanah yang didapatkan petani berbeda-beda, sebanyak 8 orang petani mengaku mendapatkan lahan yang kurang subur dan kekeringan ketika musim kemarau sehingga akan berpengaruh terhadap hasil yang didapatkan petani. c) Respon LPS-DDR terhadap keluhan-keluhan petani kurang. Dalam memberikan respon terhadap keluhan petani pihak LPS-DDR dinilai kurang tanggap. Hal ini dikarenakaan tidak semua respon dapat ditanggapi oleh pihak LPS-DDR seperti keluhan petani mengenai pendamping yang tidak transparan terhadap uang petani mitra. Selain itu peran pendamping dalam merespon keluhan dari petani masih belum maksimal. Padahal 66

pendamping seharusnya menjadi pemberi solusi utama ketika terjadi permasalahan petani khususnya dalam hal teknis pembudidayaan padi sehat seperti masalah pengendalian hama, masalah saluran irigasi yang kekeringan airnya dan lain-lain. Namun dengan adanya keterbatasan dari pihak pendamping baik dari kemampuan teknis dan keberadaan pendamping yang hanya satu minggu sekali, maka penanganan keluhan petani belum maksimal. d) Pendamping P3S tidak berada di lokasi setiap hari, pendamping hanya datang satu minggu sekali ke lokasi. Hal ini melanggar kesepakatan yang dijanjikan oleh LPS-DDR. Menurut salah satu pendamping P3S, ketiadaan pendamping di lokasi kemitraan dikarenakan kurangnya tenaga pendamping. Dua orang pendamping ditugaskan untuk mendampingi tiga desa (dalam satu kecamatan). Sebenarnya hal tersebut bukan menjadi kendala karena letak dari tiga desa yang didampingi berdekatan masih dalam satu kecamatan. Selain itu, menurut salah satu pendamping P3S ada berbagai kesibukan lain yang mungkin dilakukan pendamping, karena ada beberapa pendamping yang mempunyai pekerjaan lain. Ketidaksesuaian pelaksanaan hak dan kewajiban dikarenakan lemahnya sistem perjanjian dalam kemitraan, sehingga masing-masing pihak belum sepenuhnya menjalankan hak dan kewajiban masing-masing. Sanksi pelanggaran hak dan kewajiban ini hanya diberlakukan untuk kewajiban 60:40, bagi petani yang tidak memenuhi kewajiban tersebut maka untuk musim berikutnya tidak akan mendapatkan fasilitas dalam kemitraan seperti penyediaan sarana produksi, bantuan biaya garap dan penyediaan sewa lahan. Ketidaksesuaian dalam pelaksanaan hak dan kewajiban yang lain biasannya diselesaikan secara musyawarah. Berdasarkan evaluasi pelaksanaan hak dan kewajiban, pelaksanaan kemitraan ini dinilai sudah cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan 61,5 persen hak dan kewajiban sudah sesuai dengan kesepakatan yang ada. 6.3.7 Kendala-Kendala dalam Kemitraan Dalam praktiknya, kegiatan kemitraan menemui beberapa kendala dalam pelaksanaannya. Hal ini dikarenakan lemahnya sistem perjanjian dalam kemitraan. Lemahnya perjanjian ini dikarenakan perjanjian berupa MoU yang 67

memiliki kelemahan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Hal ini dikarenakan segala penyelesaian masalah, pelanggaran hak dan kewajiban hanya diselesaikan dengan musyawarah, sehingga masing-masing pihak belum memenuhi hak dan kewajibannya dengan baik.. Hal ini juga ditemukan pada penelitian sebelumnya yaitu penelitian Fibridinia (2010), masing-masing pihak masih belum memenuhi kesepakatan atau hak dan kewajiban yang ada, bahkan permasalahan yang terjadi dalam penelitian Lopulalan (2003) pun terjadi dalam kemitraan ini yaitu pelaksanaan kemitraan yang cenderung top down planning. Hal ini dapat dilihat dari awal pembentukan program dan aturan semua dibuat oleh pihak LPS-DDR dan ketua gapoktan saja, sedangkan petani mitra tidak diikutsertakan dalam pembuatan aturan dan program kegiatan dalam kemitraan. Seluruh petani mitra mengaku tidak diikutsertakan dalam proses pembentukannya, mereka hanya dikumpulkan pada saat sosialisasi dan aturan serta program kegiatan kemitraan sudah terbentuk. Akibatnya, partisipasi petani dalam kegiatan kemitraan masih kurang, serta tidak sepenuhnya petani mengerti terhadap aturan yang diberlakukan karena tidak diikutsertakan dalam pembuatan aturan kesepakatan kemitraan. Kendala lain yang terjadi adalah mengenai ketiadaan pembagian risiko. Selama ini risiko dalam usahatani baik akibat cuaca maupun hama ditanggung sepenuhnya oleh petani, pihak LPS-DDR maupun gapoktan/koperasi tidak menjamin risiko tersebut. Namun untuk masalah penanganan hama pihak LPS- DDR maupun gapoktan/koperasi terus memberikan penyuluhan dan pembinaan dalam menanggulangi hama. Kendala yang dihadapi dalam penelitian ini juga ditemukan dalam penelitian Echánove dan Steffen (2008) serta Febridinia (2010), dimana petani yang menanggung segala risiko produksi sepenuhnya.. Hal ini dikarenakan harga ditentukan oleh harga yang ditetapkan oleh pemerintah, sehingga harga gabah yang dijual mengikuti harga dari pemerintah. Segala bentuk kendala yang terjadi dalam kemitraan ini diselesaikan secara musyawarah, terutama kendala yang menyangkut pelaksanaan hak dan kewajiban, sehingga pelaksanaan kemitraan dapat berlangsung hingga saat ini. 68