VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap"

Transkripsi

1 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap Salah satu aspek yang digunakan dalam menganalisis kelayakan usaha adalah menganalisis aspek finansialnya. Terdapat dua kriteria yang digunakan dalam pembahasan ini yaitu net present value (NPV) dan gross benefit cost ratio (gross B/C ratio). Dua arus kas yang diperhatikan dalam analisis yaitu penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan merupakan arus kas masuk bagi suatu usaha atau merupakan pendapatan dari suatu usaha. Komponen penerimaan yang dimasukkan dalam analisis yaitu penjualan hasil usahatani padi sawah dalam bentuk gabah basah yang dijual per tahunnya. Pengeluaran merupakan aliran kas yang dikeluarkan untuk kegiatan suatu usaha saat dijalankan. Pengeluaran yang dimaksud meliputi biaya tetap dan variabel. Biaya tetap yaitu biaya yang jumlahnya tidak ditentukan oleh banyaknya output, sedangkan biaya variabel yaitu biaya yang dikeluarkan berdasarkan banyaknya output, semakin banyak output maka akan semakin banyak biaya yang dikeluarkan. Biaya tetap terdiri dari pembelian alat pertanian, iuran irigasi dan sewa traktor. Pembelian alat pertanian akan mengalami reinvestasi sesuai dengan daya tahan masing-masing alat. Biaya berikutnya yaitu biaya variabel yang terdiri dari biaya benih, biaya panen, biaya pupuk, biaya pestisida, biaya tenaga kerja dan biaya bagi hasil. Varietas yang dipakai kedua usahatani adalah sama yaitu Ciherang. Petani padi semi organik yang dianalisis ini membutuhkan jumlah benih yang lebih sedikit yaitu sejumlah 33 kg/ha, sedangkan petani anorganik membutuhkan 60 54

2 kg/ha benih padi. Hal tersebut dikarenakan keperluan rumpun padi usahatani semi organik untuk satu lubang tanamnya lebih sedikit dibandingkan usahatani anorganik. Biaya panen merupakan biaya yang harus dikeluarkan kedua petani untuk melakukan proses pemanenan. Biaya yang dikeluarkan bukan berdasarkan perhitungan banyaknya tenaga kerja yang dipakai, namun berdasarkan jumlah output yang dihasilkan kemudian dikalikan dengan biaya panen yaitu Rp 250 per kg output yang dihasilkan. Biaya tersebut sudah termasuk biaya pengangkutan gabah ke jalan besar, yang nantinya akan diangkut oleh pembeli yaitu Koperasi atau tengkulak. Perbedaan komponen biaya kedua usahatani yaitu bahwa petani semi organik harus mengeluarkan komponen biaya pemakaian pupuk organik yang total pemakaiannya sejumlah dua ton/ha. Proporsi biaya pupuk kimia usahatani anorganik lebih besar dibandingkan usahatani semi organik, karena petani semi organik telah melakukan pengurangan penggunaan pupuk kimia pada usahataninya. Petani anorganik juga memanfaatkan pestisida kimia yang dibeli dari toko pertanian, sedangkan petani semi organik membuat pestisida dengan meramunya dari bahan-bahan alami seperti daun picung, daun mimba, kacang babi, daun tuba dan lain sebagainya yang bisa didapatkan secara gratis dari alam. Biaya berikutnya yaitu biaya bagi hasil yang merupakan suatu kewajiban bagi petani penggarap kepada pemilik lahan untuk membagi hasil output usahatani mereka. Besarnya persentase bagi hasil masing-masing petani yaitu 60% untuk petani penggarap dan 40% untuk pemilik lahan. Adapun berdasarkan perhitungan present value dan B/C ratio kedua usahatani per tahunnya dapat dilihat pada tabel berikut ini: 55

3 Tabel 20. Perbandingan PV dan B/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Hektar dengan Suku Bunga Pinjaman Rata-Rata Tahun Usahatani Padi Semi Organik Usahatani Padi Konvesional PV (Rp) B/C Ratio PV (Rp) B/C Ratio ,31 1, ,36 0, ,27 1, ,85 1, ,31 1, ,02 0, ,63 1, ,15 1, ,68 1, ,19 0, ,25 1, ,88 1, ,25 1, ,04 0, ,02 1, ,44 1, ,31 1, ,37 0, ,62 1, ,11 1,334 NPV/Gross B/C Ratio ,64 1, ,45 1,135 Keterangan : Diskon Faktor 14 % Sumber : Data Primer, 2011 Tabel 20 menggambarkan present value dan B/C ratio usahatani padi pertahunnya dengan suku bunga pinjaman rata-rata. Nilai keduanya menunjukkan bahwa pada tahun ganjil hasil NPV dan B/C ratio lebih kecil dari tahun genap, hal ini dikarenakan usahatani padi pada keduanya hanya dapat memanen sebanyak lima kali setiap dua tahun. Pada tahun ganjil, padi dapat dipanen dua kali dengan perhitungan bahwa dalam tahun tersebut proses penanaman dilakukan tiga kali, sedangkan pada tahun genap padi dapat dipanen tiga kali dengan proses penanaman sebanyak dua kali. Selain itu perhitungan present value dan B/C ratio juga dihitung dengan menggunakan diskon faktor suku bunga deposito rata-rata yang hasilnya digambarkan pada tabel di bawah ini: 56

4 Tabel 21. Perbandingan PV dan B/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Hektar dengan Suku Bunga Deposito Rata-Rata Tahun Usahatani Padi Semi Organik Usahatani Padi Konvesional PV (Rp) B/C Ratio PV (Rp) B/C Ratio ,75 1, ,38 0, ,68 1, ,15 1, ,41 1, ,57 0, ,63 1, ,34 1, ,52 1, ,05 0, ,23 1, ,60 1, ,32 1, ,11 0, ,21 1, ,04 1, ,04 1, ,18 0, ,08 1, ,55 1,334 NPV/Gross B/C Ratio ,86 1, ,39 1,141 Keterangan : Diskon Faktor 6,75 % Sumber : Data Primer, 2011 Kesimpulan tabel 20 dan 21 yaitu bahwa present value dan B/C ratio yang dihitung dengan menggunakan diskon faktor suku bunga pinjaman dan deposito rata-rata, nilainya menunjukkan bahwa usahatani padi semi organik lebih menguntungkan dari anorganik. Pada tahun ganjil akan dihasilkan Present value dan B/C ratio yang lebih kecil dari tahun genap pada kedua usahatani karena panen hanya dilakukan dua kali dengan tiga kali proses penanaman, sedangkan pada tahun genap panen dilakukan tiga sebanyak kali dengan dua kali proses penanaman. Setiap tahunnya present value usahatani padi semi organik menghasilkan angka yang positif dan B/C ratio menghasilkan nilai yang lebih dari satu, maka menunjukkan bahwa usahatani tersebut layak dijalankan. Pada usahatani padi anorganik di tahun ganjil, present value menghasilkan angka negatif dan B/C ratio menunjukkan angka yang lebih kecil dari satu, hal tersebut dikarenakan penghitungan didasarkan pada kegiatan yang dilakukan di tahun ganjil yaitu penghitungan penerimaan dilakukan sebanyak dua kali dengan biaya proses penanaman sebanyak tiga kali. Besarnya penerimaan yang dihasilkan di 57

5 tahun tersebut lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan. Namun, di tahun genap dihasilkan present value usahatani padi anorganik dengan angka yang positif dan B/C ratio menghasilkan nilai yang lebih dari satu. Present value pertahunnya menunjukkan nilai yang lebih besar pada usahatani padi semi organik yang disebabkan dari besarnya penerimaan karena total produksi dan harga penjualan output yang sedikit lebih tinggi dari usahatani padi anorganik. Nilai B/C ratio pertahunnya juga menggambarkan hal yang sama bahwa perbandingan penerimaan dengan biaya pada usahatani padi semi organik menghasilkan rasio yang tinggi dibandingkan anorganik, hal ini menunjukkan usahatani padi semi organik lebih banyak menerima penerimaan dibandingkan anorganik dan artinya usahatani padi semi organik yang lebih layak untuk dilaksanakan. Tabel 22. Kriteria Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Hektar dengan Suku Bunga Pinjaman Rata-Rata Kriteria Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik Usahatani Padi Konvesional Nilai Nilai Net Present Value (NPV) Rp ,64 Rp ,45 Benefit Cost Ratio (B/C rasio) 1,242 1,135 Keterangan : Diskon Faktor 14 % Sumber : Data Primer, 2011 Berdasarkan tabel tersebut, nilai NPV keduanya merupakan nilai positif (NPV > 0) maka hal ini menunjukkan kedua usahatani baik semi organik dan anorganik layak untuk dijalankan. NPV semi organik nominalnya yaitu sebesar Rp ,64, usahatani akan memberikan keuntungan sejumlah nominal tersebut selama 10 tahun dengan tingkat diskonto yang berlaku. NPV usahatani padi semi organik lebih besar dari anorganik yaitu hanya Rp ,45, maka usahatani padi semi organik lebih menguntungkan untuk dilakukan. Nilai NPV tersebut diperoleh dengan menjumlahkan selisih total penerimaan dan total biaya 58

6 usahatani padi yang telah didiskontokan dari tahun pertama hingga kesepuluh. Gross B/C ratio yang dihasilkan usahatani padi semi organik 1 yaitu sebesar 1,242 artinya setiap pengeluaran Rp 1 dapat menghasilkan penerimaan yaitu sebesar Rp 1,242 selama 10 tahun usahatani dijalankan dengan tingkat diskonto yang berlaku. Nilai tersebut menunjukkan nominal yang lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik yaitu 1,135, namun juga dikatakan layak karena nilainya 1, artinya untuk setiap pengeluaran modal Rp 1 pada usahatani maka akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,135. Tabel 23. Kriteria Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Hektar dengan Suku Bunga Deposito Rata-Rata Kriteria Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik Usahatani Padi Konvesional Nilai Nilai Net Present Value (NPV) Rp ,86 Rp ,39 Benefit Cost Ratio (B/C rasio) 1,248 1,141 Keterangan : Diskon Faktor 6,75 % Sumber : Data Primer, 2011 Tabel 23 merupakan hasil perhitungan analisis kelayakan dengan suku bunga deposito rata-rata. Nilai NPV keduanya merupakan nilai positif (NPV > 0) yaitu usahatani padi semi organik sebesar Rp ,86 dan usahatani padi anorganik Rp ,39. Usahatani akan memberikan keuntungan sejumlah nominal tersebut selama 10 tahun dengan tingkat diskonto yang berlaku, maka usahatani semi organik lebih menguntungkan untuk dilakukan karena nominal NPV nya menunjukkan angka yang lebih tinggi. Gross B/C ratio yang dihasilkan kedua usahatani 1 yaitu sebesar 1,248 untuk usahatani padi semi organik dan 1,141 untuk usahatani padi anorganik, artinya jika selama 10 tahun usahatani dijalankan dengan tingkat diskonto yang berlaku maka setiap pengeluaran Rp 1 dapat menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,248 untuk usahatani padi semi organik dan Rp 1,141 pada usahatani padi anorganik. 59

7 Hasil analisis kelayakan pada tingkat suku bunga yang berbeda menunjukkan bahwa besarnya NPV dan gross B/C ratio dipengaruhi oleh tingginya diskon faktor yang dipakai, makin tinggi diskon faktor maka makin kecil nominal NPV dan gross B/C ratio yang dihasilkan dan sebaliknya semakin rendah diskon faktor yang digunakan maka menyebabkan NPV dan gross B/C ratio yang semakin tinggi Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap Sistem pertanian yang dijalankan petani di Desa Ciburuy telah mengarah pada sistem pertanian berkelanjutan, namun kebutuhan pupuk untuk lahan pertanian belum bisa terlepas dari pemakaian pupuk kimia, petani masih mengurangi pemakaiannya secara bertahap. Hal yang menjadi alasan petani tidak dapat langsung menerapkan sistem pertanian organik secara penuh karena kondisi lahan mereka belum mampu melepaskan pemakaian pupuk kimia seutuhnya. Hal ini seperti apa yang diterangkan Sutanto (2002), bahwa pada tahap awal penerapan pertanian organik masih perlu dilengkapi pupuk kimia atau pupuk mineral, terutama pada tanah yang miskin hara. Pupuk kimia masih sangat diperlukan agar supaya takaran pupuk organik tidak terlalu banyak yang nantinya akan menyulitkan pada pengelolaannya. Sejalan dengan proses pembangunan kesuburan tanah menggunakan pupuk organik, secara berangsur kebutuhan pupuk kimia yang berkadar tinggi dapat dikurangi. Keadaan ini memungkinkan lahan dapat beradaptasi lebih baik lagi terhadap perubahan input hara yang digunakan. 60

8 Analisis Perbandingan Struktur Biaya Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap Total biaya merupakan penjumlahan secara keseluruhan biaya-biaya yang digunakan selama proses usahatani dijalankan pada setiap periode musim tanam. Biaya tersebut terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang akan dianalisis pada pembahasan ini yaitu irigasi, sewa traktor atau kerbau dan pembelian alat pertanian, sedangkan biaya variabel yang akan dianalisis yaitu biaya benih, kompos, pestisida nabati, pupuk kimia, pestisida kimia, biaya tenaga kerja, biaya panen dan bagi hasil. Tabel 24. Struktur Biaya Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam Komponen Biaya Usahatani Padi Semi Organik Usahatani Padi Anorganik Nilai Persentase Nilai Persentase 1) biaya tetap -irigasi , ,37 -sewa traktor/kerbau , ,97 -alat pertanian , ,36 sub total , ,70 2) biaya variabel -benih ,33 1, ,78 2,22 -kompos ,37 5,00 0 0,00 -pestisida nabati ,40 0,32 0 0,00 -pupuk kimia ,16 3, ,32 10,49 -pestisida kimia 0 0, ,03 0,21 -tenaga kerja ,23 8, ,57 11,23 -biaya panen ,55 13, ,222 13,54 -bagi hasil ,81 60, ,333 53,61 sub total ,86 92, ,25 91,30 total biaya ,86 100, ,25 100,00 Sumber : Data Primer, 2011 Berdasarkan perhitungan dari data yang di dapat di lapang, biaya dari usahatani padi semi organik memiliki nominal yang lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik yaitu Rp ,86 dengan komponen biaya tetap Rp (7,70 %) dan biaya variabel sebesar Rp ,86 (92,30 %) dari total biaya usahatani semi organik. Biaya dari padi anorganik yaitu dengan nominal Rp ,25, komponen biayanya adalah biaya tetap Rp

9 (8,70 %) dan biaya variabel sebesar Rp ,25 (91,30 %) dari total biaya padi anorganik. Hasil perhitungan tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa dalam komponen biaya kedua usahatani, biaya variabel memiki nilai yang besar dibandingkan biaya tetap. Persentase biaya terbesar yang dihasilkan oleh kedua usahatani yaitu bagi hasil sebesar 60,33 % untuk usahatani padi yang telah mengurangi pemakaian pupuk kimianya atau semi organik dan 53,61 % untuk usahatani padi anorganik. Bagi hasil merupakan kewajiban bagi para petani penggarap untuk menyerahkan atau membagi hasil panen mereka kepada pemilik lahan yang mereka garap sebanyak kesepakatan bersama kedua belah pihak atau antara petani penggarap dan pemilik lahan, umumnya berkisar yaitu antara 50 % petani 50 % pemilik dan 60 % petani 40 % pemilik. Komponen terbesar kedua yaitu biaya panen dengan persentase 13,20 % bagi usahatani padi semi organik dan 13,54 % bagi usahatani padi anorganik. Komponen biaya terbesar berikutnya adalah biaya tenaga kerja. Usahatani padi semi organik mengeluarkan biaya 8,65 % dari total biaya usahataninya, sedangkan persentase untuk usahatani padi anorganik yaitu 11,23 % dari total biaya usahataninya. Biaya panen merupakan biaya yang harus dikeluarkan petani untuk menggebot padi yang telah dipanen hingga pengangkutan ke jalan besar yang nantinya diangkut oleh Koperasi atau tengkulak yang akan membeli padi dalam bentuk gabah basah dari petani-petani tersebut. Rincian biaya pada tabel diatas menggambarkan bahwa terdapat perbedaan dalam proporsi biaya pupuk kimia antara usahatani semi organik dan anorganik. Dalam usahatani semi organik persentase biaya yang digunakan untuk menyediakan input pupuk kimia yaitu sebesar Rp ,16 (3,42 %), sedangkan 62

10 pada usahatani padi anorganik besarnya biaya pupuk kimia yaitu Rp ,32 (10,49 %). Biaya pupuk kimia usahatani semi organik lebih kecil dibandingkan anorganik. Pengurangan biaya pupuk kimia pada usahatani semi organik di konversikan dengan penggunaan pupuk kompos yang memerlukan biaya sebesar Rp ,37 atau 5,00 % dari total biaya usahatani semi organik. Analisis struktur biaya usahatani padi baik semi organik maupun organik juga dapat dilihat dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan per kilogram outputnya. Berdasarkan hasil perhitungan, struktur biaya per kilogram output usahatani padi semi organik dan anorganik adalah sebagai berikut: Tabel 25. Struktur Biaya Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Kilogram Output per Musim Tanam Komponen Biaya Padi Semi Organik Padi Anorganik Nilai Persentase Nilai Persentase 1) biaya tetap -irigasi 24,40 1,27 24,40 1,29 -sewa traktor/kerbau 106,10 5,51 106,10 5,61 -alat pertanian 24,23 1,26 24,23 1,28 sub total 154,73 8,04 154,73 8,18 2) biaya variabel -benih 27,47 1,43 40,28 2,13 -kompos 98,71 5,13 0 0,00 -pestisida nabati 6,83 0,35 0 0,00 -pupuk kimia 66,67 3,46 192,30 10,16 -pestisida kimia 0 0,00 3,56 0,19 -tenaga kerja 175,57 9,12 215,83 11,40 -biaya panen , ,21 -bagi hasil 1.145,07 59, ,74 sub total 1.770,33 91, ,97 91,82 total biaya 1.925,07 100, ,70 100,00 Sumber : Data Primer, 2011 Biaya total per kilogram output pada usahatani semi organik yaitu sebesar Rp 1.925,07, dengan komponen biaya tetap Rp 154,73 (8,04 %) dan biaya variabel sebesar Rp 1.770,33 (91,96 %). Usahatani padi anorganik mengeluarkan biaya sebesar Rp 1.892,70 per kilogram outputnya, dengan komponen biaya tetap yaitu Rp 154,73 (8,18 %) dan biaya variabel yaitu sebesar Rp 1.737,97 (91,82 %). 63

11 Hasil perhitungan tersebut menggambarkan bahwa biaya usahatani padi semi organik per kilogram outputnya lebih besar dibandingkan biaya usahatani padi anorganik. Jika dilihat dari biaya per kilogram output, komponen biaya pupuk kimia usahatani padi semi organik sebesar Rp 66,67 (3,46 %). Biaya tersebut lebih kecil dibandingkan biaya pupuk kimia usahatani padi anorganik yaitu Rp 192,30 (10,16 %). Namun, usahatani padi semi organik harus mengeluarkan biaya sebesar Rp. 98,71 (5,13 %) untuk menyediakan pupuk kompos sebagai input yang memberikan unsur hara alami pada lahan pertaniannya, baik dengan cara memproduksinya sendiri dan bisa juga dengan membelinya di koperasi atau toko pertanian Analisis Perbandingan Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan yang didapatkan dari penjualan output dan semua biaya yang dikeluarkan untuk menunjang kegiatan usahatani. Pendapatan dikatakan mengalami keuntungan jika nominal penerimaan lebih besar dari biaya usahatani. Pendapatan juga biasa dijadikan sebagai indikator keberhasilan usahatani. Tabel 26. Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam No. Uraian Usahatani Padi Semi Organik Usahatani Padi Anorganik 1 Penerimaan Rp ,76 Rp ,33 2 Biaya - Biaya tetap Rp ,00 Rp ,00 - Biaya variabel Rp ,86 Rp ,25 3 Biaya total Rp ,86 Rp ,25 4 Pendapatan Rp ,91 Rp ,08 5 R/C ratio 1,31 1,20 Sumber : Data Primer,

12 Tabel di atas menggambarkan jumlah penerimaan dan pendapatan usahatani semi organik dan anorganik. Pendapatan biasanya dijadikan indikator keberhasilan dari suatu usahatani. Usahatani semi organik menghasilkan penerimaan sebesar Rp ,76 dan usahatani padi anorganik yaitu sebesar Rp ,33. Penerimaan usahatani padi anorganik menghasilkan nilai yang lebih kecil dibandingkan penerimaan pada usahatani padi semi organik. Penerimaan dipengaruhi oleh total produksi dan harga output dari usahatani, penerimaan semi organik lebih besar karena harga rata-rata produksi yang lebih besar yaitu sebesar Rp 2.489,29 dibandingkan harga rata-rata output padi anorganik yaitu sebesar Rp 2.220, rata-rata total produksi yang dihasilkan usahatani semi organik yaitu 5960,84 kg/ha yang sedikit lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik yaitu hanya 5448,89 kg/ha. Penerimaan usahatani akan mempengaruhi besarnya pendapatan petani semi organik dan anorganik. Besarnya pendapatan usahatani semi organik yaitu sebesar Rp ,91, sedangkan pada usahatani padi anorganik pendapatan yang dihasilkan yaitu sebesar Rp ,08. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani padi semi organik lebih menguntungkan dibandingkan anorganik. Berdasarkan analisis R/C ratio maka terlihat kedua usahatani merupakan kegiatan yang layak untuk dijalankan. Nilai R/C ratio atau perbandingan penerimaan dengan biaya pada usahatani padi semi organik yaitu 1,31. Rasio tersebut lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik yang hanya 1,20. Petani padi semi organik akan mendapatkan penerimaan yaitu dengan nominal Rp dan petani padi anorganik akan mendapatkan Rp untuk setiap biaya sebesar Rp yang dikeluarkan untuk permodalan usahatani mereka. 65

13 Perbedaan pendapatan antara usahatani padi semi organik dan anorganik akan diuji menggunakan uji nilai tengah untuk melihat signifikansi perbedaanya secara statistik. Hipotesis yang digunakan H0 yaitu pendapatan usahatani padi semi organik tidak berbeda nyata dengan usahatani padi anorganik, sedangkan H1 dengan hipotesis bahwa pendapatan usahatani padi semi organik lebih besar dibandingkan dengan pendapatan usahatani padi anorganik. Hasil uji nilai tengah pendapatan usahatani padi semi organik dan anorganik per hektar per musim tanam dapat terlihat pada tabel di bawah ini: Tabel 27. Hasil Uji Nilai Tengah Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam Usahatani Padi Mean Std. Deviation Std. Error Mean Sig. (2-tailed) Semi Organik , , , Anorganik , , , Sumber : Data Primer, 2011 Nilai signifikansi (2-tailed) adalah sebesar 0,024 dan 0,024, nilai sig. (2- tailed) tersebut lebih kecil dari taraf nyata (α) sebesar sepuluh persen. Kesimpulan yang dapat diambil yaitu tolak H0 atau terima H1, artinya bahwa terdapat perbedaan nilai tengah antara pendapatan usahatani padi semi organik dan anorganik. Dalam hal ini berarti pendapatan usahatani padi semi organik lebih besar dibandingkan dengan pendapatan usahatani padi anorganik. Tabel 28. Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Kilogram Output per Musim Tanam No. Uraian Usahatani Padi Semi Organik Usahatani Padi Anorganik 1 Penerimaan Rp 2.489,29 Rp Biaya - Biaya tetap Rp 154,73 Rp 154,73 - Biaya variabel Rp 1.770,33 Rp 1.737,97 3 Biaya total Rp 1.925,07 Rp 1.892,70 4 Pendapatan Rp 564,22 Rp 327,30 5 R/C ratio 1,29 1,17 Sumber : Data Primer,

14 Kesimpulan analisis pendapatan usahatani padi semi organik dan anorganik per kilogram outputnya sama dengan analisis per hektar per musim tanam bahwa usahatani padi semi organik akan menghasilkan pendapatan dan R/C ratio yang lebih tinggi dibandingkan usahatani padi anorganik. Nilai pendapatan yang didapatkan usahatani padi semi organik yaitu sebesar Rp 564,22, sedangkan usahatani padi anorganik yaitu Rp 327,30. R/C ratio dari usahatani padi semi organik yaitu 1,29 dan usahatani padi anorganik 1,17. Ratio tersebut mengartikan bahwa berdasarkan hasil analisis usahatani padi per kilogram outputnya, petani padi semi organik akan mendapatkan penerimaan yaitu sebesar Rp dan petani padi anorganik akan mendapatkan Rp untuk setiap biaya yaitu sebesar Rp yang dikeluarkan untuk permodalan usahatani mereka. Perbedaan pendapatan antara usahatani padi semi organik dan anorganik per kilogram output juga akan diuji menggunakan uji nilai tengah untuk melihat signifikansi perbedaanya secara statistik. Hipotesis yang digunakan sama yaitu H0 bahwa pendapatan usahatani padi semi organik tidak berbeda nyata dengan usahatani padi anorganik per kilogram outputnya, sedangkan H1 dengan hipotesis bahwa pendapatan per kilogram output usahatani padi semi organik lebih besar dibandingkan dengan pendapatan per kilogram output usahatani padi anorganik. Hasil uji nilai tengah pendapatan per kilogram output usahatani padi semi organik dan anorganik dapat terlihat pada tabel di bawah ini: Tabel 29. Hasil Uji Nilai Tengah Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani penggarap per Kilogram per Musim Tanam Usahatani Padi Mean Std. Deviation Std. Error Mean Sig. (2-tailed) Semi Organik 564, , , Anorganik 327, , , Sumber : Data Primer,

15 Dari hasil olahan data di atas terlihat bahwa nilai signifikansi (2-tailed) adalah sebesar 0,000 dan 0,000. Nilai sig. (2-tailed) tersebut lebih kecil dari taraf nyata (α) yang digunakan yaitu lima persen. Kesimpulan yang dapat diambil yaitu tolak H0 atau terima H1, artinya bahwa terdapat perbedaan nilai tengah antara pendapatan per kilogram output usahatani padi semi organik dan anorganik. Pendapatan per kilogram output usahatani padi semi organik lebih besar dibandingkan dengan pendapatan per kilogram output usahatani padi anorganik. Berdasarkan wawancara di lapang, beberapa petani yang masih menggunakan sistem pertanian anorganik mengaku enggan untuk beralih menjadi sistem pertanian yang mengarah pada organik karena kerumitan proses yang harus dihadapi mereka nantinya, terutama saat proses pemupukan. Namun bagi petani semi organik, hal itu sudah menjadi rutinitas yang sudah menjadi hal biasa yang dilakukan mereka. Jika penyediaan pupuk organik diproduksi sendiri oleh petani, secara umum pengurangan pupuk kimia tersebut dan penambahan pupuk organik bisa menghemat proporsi biaya pupuk yang harus dikeluarkan petani untuk usahataninya. Berdasarkan teori, pada dasarnya penerapan sistem pertanian ke arah organik akan membutuhkan pengorbanan yang besar terutama pada tenaga kerja karena biasanya hal itu berpengaruh pada rentannya tumbuhan terhadap hama, sehingga perlu perlakuan yang menyita tenaga kerja yang lebih besar dari usahatani anorganik. Saat penggunaan sistem usahatani semi organik pada petani di Desa Ciburuy, lahan usahatani mereka tidak pernah terserang wabah hama dalam skala besar yang mungkin nantinya akan merugikan petani. Hama tikus menyerang Desa Ciburuy pada tahun 1958, 1985 dan 1991, hama wereng di tahun 68

16 1978 dan ulat garayak di tahun Namun, semenjak saat itu lahan usahatani di desa ini sudah tidak diserang lagi oleh hama tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu penggunaan tenaga kerja tidak terlalu tinggi atas perubahan sistem pertanian ini. Pengeluaran biaya usahatani sebenarnya sangat bisa untuk diminimalkan jika petani bisa mengeluarkan biaya dengan efektif serta efisien, dan keuntungan yang optimal pun bisa didapatkan. Harga hasil output semi organik di Desa Ciburuy mendapatkan harga jual yang sedikit lebih tinggi dari output anorganik. Hal itu sangat beralasan mengingat padi semi organik ini sudah memiliki pemasaran yang cukup baik. Beras semi organik akan dibeli dari para petani dan dikumpulkan oleh Koperasi yang dikelola oleh desa, nantinya padi tersebut akan mengalami pengolahan pasca panen hingga menjadi beras yang siap dikonsumsi. Koperasi juga akan melakukan proses packaging hingga beras terlihat menarik untuk dijual nantinya. Pemasaran beras semi organik ini sudah mencapai target beberapa daerah perumahan, perkantoran bahkan rumah sakit. Oleh karena itu padi sawah semi organik ini dihargai sedikit lebih tinggi karena sistem pemasaran yang sudah cukup baik. Keunggulan yang didapat dari penerapan sistem pertanian semi organik yaitu akan mendapatkan bahan pangan yang lebih baik dari sisi kesehatan karena telah menghindari pemakaian pestisida berbahaya, bahkan beras produksi Desa Ciburuy ini telah dinyatakan bebas residu pestisida kimia oleh Departeman Kesehatan. Kondisi tanah perlahan juga mulai diperbaiki tingkat kesuburannya, pada jangka panjang diharapkan kondisi tanah berada pada tingkat kesuburan yang sudah tidak membutuhkan pemakaian pupuk kimia. 69

17 Berdasarkan teori, produksi pertanian dengan menggunakan input organik biasanya lebih rendah dibandingkan dengan pertanian anorganik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Departemen Agronomi di Filiphina tahun 2002, output padi yang dihasilkan pada kawasan Infanta, Quezeon dengan menggunakan sistem pertanian organik yaitu kg/ha dan kg/ha dengan anorganik. Output padi yang dihasilkan pada kawasan Baco Oriental, Mindoro dengan menggunakan sistem pertanian organik yaitu kg/ha dan kg/ha dengan anorganik. Sedangkan, Output padi yang dihasilkan pada kawasan Infanta, Quezeon dengan menggunakan sistem pertanian LEISA yaitu 1445 kg/ha dan kawasan Baco Oriental, Mindoro sebesar 1378 kg/ha. Jadi dapat disimpulkan output yang dihasilkan dari sistem pertanian organik lebih rendah dari anorganik dan LEISA (Department of Agronomy, College of Agriculture, 2002). Teori tersebut tidak terjadi pada sistem pertanian semi organik, perubahan sistem pertanian ini tidak menyebabkan penurunan hasil produksi mereka karena usahataninya masih tetap menggunakan tunjangan pupuk kimia, walaupun kadarnya dikurangi namun sepertinya hal itu tetap menjaga daya produktivitas lahan sehingga produksi tidak menurun. Penggunaan sistem pertanian semi organik ini juga telah berlangsung sekitar tujuh tahun yang lalu, sehingga kesuburan lahan secara perlahan mulai diperbaiki dengan penggunaan kompos pada lahan pertanian dan berpengaruh terhadap daya produktivitasnya. 70

18 Tabel 30. Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam dengan Harga Output yang Sama No. Uraian Usahatani Padi Semi Organik Usahatani Padi Anorganik 1 Penerimaan Rp ,69 Rp ,33 2 Biaya - Biaya tetap Rp ,00 Rp ,00 - Biaya variabel Rp ,86 Rp ,25 3 Biaya total Rp ,86 Rp ,25 4 Pendapatan Rp ,83 Rp ,08 5 R/C ratio 1,16 1,20 Sumber : Data Primer, 2011 Tidak semua produk dihasilkan usahatani yang mengarah pada sistem organik dapat diterima dengan harga yang baik oleh pasar. Pemasaran pada output produk beras semi organik Desa Ciburuy telah menerima harga yang sedikit lebih tinggi dari output anorganik. Namun, jika perhitungan penerimaan menggunakan harga output yang sama maka usahatani padi semi organik akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp ,83 dan usahatani padi anorganik menghasilkan pendapatan sebesar Rp ,08. Nilai pendapatan usahatani padi semi organik lebih kecil dari usahatani padi anorganik. Oleh karena itu pemasaran hasil pertanian sangat perlu diperhatikan agar kesejahteraan petani bisa ditingkatkan lagi dengan sistem penjualan output pertanian yang baik Estimasi Faktor-Faktor yang Mendorong Petani untuk Mengurangi Pemakaian Pupuk Kimia Model regresi logit akan diduga untuk menganalisis pengaruh variabelvariabel penjelas terhadap peluang petani dalam mengurangi pemakaian pupuk kimia. Variabel independen yang diduga mempengaruhi keputusan tersebut antara lain: lama pendidikan formal (PDDKN), luas lahan (LLHN), umur petani (UMR), pendapatan petani (PDPT), biaya pupuk (BPK), dan informasi (IFRM). Variabel dependen dalam model ini merupakan output pilihan kualitatif yaitu keputusan 71

19 petani dalam mengurangi pemakaian pupuk kimia pada usahataninya (satu) dan keputusan petani untuk tidak mengurangi pemakaian pupuk kimia pada usahataninya (nol). Pengolahan data akan dilakukan dengan menggunakan Minitab Release 14. Adapun hasil estimasi regresi logistik dapat dilihat pada tabel 30 berikut ini: Tabel 31. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani untuk Mengurangi Pemakaian Pupuk Kimia Predictor Coef P Odss Ratio Constant -2, ,504 Lama Pendidikan 0, ,060 1,58 Luas Lahan 1, ,315 6,52 Umur -0, ,396 0,95 Pendapatan 0, ,408 1,00 Biaya Pupuk -0, ,221 1,00 Informasi 3,41488 *0,004 30,41 Log-Likelihood = -8,837 Test that all slopes are zero: G = 23,915, DF = 6, P-Value = 0,001 Goodness-of-fit test Method Chi-Square DF P Pearson 12, ,957 Deviance 17, ,775 Hosmer-Lemeshow 6, ,573 Measures of Association (Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Number Percent Summary Measures Concordant ,1 Somers D 0,90 Discordant 11 4,9 Goodman-Kruskal Gamma 0,90 Ties 0 0,0 Kendall s Tau-a 0,47 Total ,0 Sumber : Data primer, 2011 Keterangan : * signifikan pada taraf nyata (α) 5 persen Dari hasil uji ternyata hanya terdapat satu variabel yang berpengaruh nyata terhadap kesediaan petani dalam mengurangi pemakaian pupuk kimia yaitu keberadaan informasi, variabel ini berpengaruh nyata dengan arah positif. Hasil pengolahan model regresi tersebut tertera dalam Lampiran 12, dengan taraf nyata (α) yang digunakan dalam pengujian ini yaitu lima persen. Model regresi logit berdasarkan hasil pengolahan data yaitu: 72

20 ln p i 1 p i = Z i = -2, ,41488 IFRM+ ε i Pengujian keseluruhan model logit dilakukan dengan statistik uji G. Hasil output diatas menunjukkan nilai Log-Likelihood yaitu -8,837 dengan nilai G yaitu sebesar 23,915 dan P-Value yaitu 0,001. Nilai P berada dibawah taraf nyata 5 persen sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi logistik secara keseluruhan dapat memprediksi keputusan responden atau petani dalam dalam mengurangi pemakaian pupuk kimia pada usahataninya (Z i ) atau minimal terdapat β j 0. Uji kebaikan model pada regresi logit diatas dapat dilihat pada nilai P dari Goodness of fit test. Pearson menunjukkan nilai 0,957, Deviance menghasilkan nilai 0,775 dan nilai dari Hosmer-Lemeshow yaitu 0,573. Ketiganya menunjukkan nilai p yang lebih besar dari taraf nyata 5 persen sehingga model dapat dikatakan layak untuk digunakan. Dalam output minitab diatas juga ditampilkan ukuran hubungan (asosiasi) antara nilai aktual peubah respon (Y) dengan dugaan peluangnya P(X). Hal tersebut dapat dilihat pada nilai Concordant, Discordant, dan Ties. Nilai Concordant sebesar 95,1 persen artinya bahwa 95,1 persen pengamatan pada data dengan kategori menerapkan pengurangan penggunaan pupuk kimia mempunyai peluang lebih besar pada data dengan kategori menerapkan inovasi tersebut. Nilai Discordant dan Ties yang kecil menandakan terjadinya hubungan yang kuat (daya prediksi model yang baik). Daya prediksi model juga dapat dikatakan cukup baik karena hasil regresi di atas menunjukkan nilai Somers D sebesar 0,90, nilai Goodman-Kruskal Gamma sebesar 0,90 dan nilai Kendall s Tau-a yaitu 0,47. Jika nilai tersebut semakin mendekati nilai satu maka akan semakin baik daya prediksi dari model dugaan yang diperoleh. 73

21 a. Variabel yang Signifikan Uji untuk menentukan faktor (β j 0) apa saja yang berpengaruh nyata terhadap keputusan petani untuk menerapkan pengurangan pemakaian pupuk kimia dapat menggunakan uji signifikansi dari parameter koefisien secara parsial, dengan uji yang digunakan yaitu uji Wald. Hasil output olahan data menggunakan Minitab diatas menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi keputusan petani mengurangi pemakaian pupuk kimia yaitu keberadaan informasi. Informasi merupakan variabel yang signifikan secara statistik, informasi yang dimaksud dalam model ini yaitu pernah atau tidaknya petani dalam mengikuti penyuluhan tentang manfaat pengurangan pemakaian pupuk kimia dan penambahan input pupuk organik dalam pertanian yang diselenggarakan oleh dinas atau LSM terkait. Input data yang dimasukkan berbentuk variabel dummy yaitu satu untuk petani yang telah mengikuti penyuluhan dan nol untuk petani yang belum pernah sama sekali mengikuti penyuluhan. Penyuluhan dari dinas atau LSM dipilih sebagai syarat dari variabel informasi karena dari penyuluhan tersebut petani akan mendapatkan keterangan secara pasti mengenai informasi dan diduga akan memotivasi keputusan petani dalam mengurangi pemakaian pupuk kimia pada lahan mereka. Hasil output menunjukkan bahwa nilai p sebesar 0,004, nilai tersebut lebih kecil dari taraf nyata 5 persen dan mengartikan bahwa variabel signifikan secara statistik. Variabel informasi bertanda positif artinya keikutsertaan petani dalam suatu penyuluhan untuk mendapatkan informasi akan memotivasi mereka dalam mengadopsi pengurangan pemakaian pupuk kimia, sehingga peluang menerapkan informasi tersebut menjadi besar. Nilai odds ratio variabel informasi yaitu 30,41 74

22 berarti peluang petani yang pernah mengikuti penyuluhan atau mendapatkan informasi 30,41 kali lebih besar untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia dibandingkan petani yang belum pernah mengikuti penyuluhan atau mendapatkan informasi. Hal tersebut didukung pada data wawancara responden atau petani yang ada di lapang. Petani semi organik di Desa Ciburuy sudah sangat sering mengikuti penyuluhan mengenai manfaat pengurangan pemakaian pupuk kimia dan menambah input pupuk organik dalam pertanian, baik yang diselenggarakan oleh LSM seperti Lembaga Pertanian Sehat (LPS), Dinas Pertanian atau Instansi lainnya. b. Variabel yang Tidak Signifikan Variabel lain yang diduga berpengaruh pada output keputusan petani diantaranya lama pendidikan, luas lahan, umur, pendapatan dan biaya pupuk. Namun, hasil uji statistik menunjukkan bahwa variabel tersebut ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap pengambilan keputusan petani untuk menerapkan atau tidak menerapkan pengurangan pupuk kimia. Variabel lama pendidikan formal memiliki nilai p sebesar 0,060, artinya nilainya lebih besar dari taraf nyata 5 persen dan diabaikan secara statistik. Hal tersebut beralasan karena data yang didapatkan dilapang menunjukkan bahwa mayoritas tingkat pendidikan petani kedua sistem pertanian adalah tamatan sekolah dasar atau menjalani pendidikan formal selama enam tahun. Variabel luas lahan juga tidak signifikan secara statistik karena pada hasil output Minitab tersebut menghasilkan nilai p yang menunjukkan angka 0,315 yang nilainya lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Pada keadaan di lapang, mayoritas luas lahan yang diusahakan petani padi semi organik dan anorganik berada pada luasan yang 75

23 relatif kecil yaitu hanya berkisar antara 0,3 hektar hingga 0,6 hektar. Hal ini menunjukkan bahwa luas lahan bukan merupakan faktor yang menentukan keputusan petani. Variabel umur juga tidak signifikan secara statistik dalam mempengaruhi keputusan petani dalam untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia karena menghasilkan output dengan nilai p sebesar 0,396 dan menunjukkan nilai yang lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Kenyataan yang ada di lapang bahwa mayoritas umur petani pada kedua usahatani berada pada rentang umur yang sama yaitu 40 hingga 60 tahun dan tidak ada kecendrungan umur petani dalam mempengaruhi keputusan petani. Variabel berikutnya yang tidak signifikan secara statistik yaitu pendapatan karena pada output olahan data diatas nilai p lebih besar dari taraf nyata 5 persen yaitu 0,408, sehingga diabaikan secara statistik. Nilai pendapatan kedua sistem usahatani tidak mempunyai kecenderungan terhadap keputusan petani dalam menerapkan pengurangan pupuk kimia. Nilai p pada biaya pupuk sebesar 0,221 dan menunjukkan nilai yang lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Biaya pupuk tidak mempunyai kecenderungan pada penerapan inovasi pengurangan pupuk kimia karena biaya pupuk pada usahatani semi organik umumnya juga besar pada sebagian petani. Sebagian petani semi organik tersebut mendapatkan pupuk organik yang mereka gunakan dengan cara membeli bukan dengan mengkomposkannya sendiri, sehingga tidak terjadi penghematan biaya pupuk untuk petani yang telah melakukan pengurangan penggunaan pupuk kimia. 76

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki persepsi yang berbeda terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian dipilih secara

Lebih terperinci

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 45 V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 5.1 Karakteristik Petani Responden Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Kentang merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak ditanam oleh petani di Kecamatan Pasirwangi. Namun, pengelolaan usahatani kentang di daerah ini banyak memanfaatkan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN Pengumpulan data primer penelitian dilakukan di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi suatu keharusan, agar produksi dapat menunjang permintaan pangan yang

I. PENDAHULUAN. menjadi suatu keharusan, agar produksi dapat menunjang permintaan pangan yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok terpenting bagi manusia yang harus dipenuhi agar bisa bertahan hidup. Perkembangan pertanian sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN. Pengumpulan data dilakukan pada 130 karyawan bagian produksi, di

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN. Pengumpulan data dilakukan pada 130 karyawan bagian produksi, di BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN 5.1. Karakteristik Responden Pengumpulan data dilakukan pada 13 karyawan bagian produksi, di PT Indo C. Data yang diperoleh menunjukkan adanya karakteristik responden sebagai

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Survei Konsumen Ritel Modern. Kuisioner Survei Konsumen Ritel Modern. A. Karakteristik Konsumen. 1. Nama :...

Lampiran 1. Kuisioner Survei Konsumen Ritel Modern. Kuisioner Survei Konsumen Ritel Modern. A. Karakteristik Konsumen. 1. Nama :... LAMPIRAN 80 Lampiran 1. Kuisioner Survei Konsumen Ritel Modern Kuisioner Survei Konsumen Ritel Modern Responden Yth, Saya, Firdaus Sinulingga (A 14104671), Mahasiswa Program Sarjana Ekstensi, Fakultas

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI TERHADAP PENGGUNAAN BENIH PADI DI KECAMATAN NISAM KABUPATEN ACEH UTARA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI TERHADAP PENGGUNAAN BENIH PADI DI KECAMATAN NISAM KABUPATEN ACEH UTARA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI TERHADAP PENGGUNAAN BENIH PADI DI KECAMATAN NISAM KABUPATEN ACEH UTARA 18 Hayatul Rahmi 1, Fadli 2 email: fadli@unimal.ac.id ABSTRAK Pengambilan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Definisi dan Pengukuran Variabel Definisi dan pengukuran variabel penelitian ini disajikan pada Tabel 3.1.

METODE PENELITIAN Definisi dan Pengukuran Variabel Definisi dan pengukuran variabel penelitian ini disajikan pada Tabel 3.1. III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan pada 11 Maret 2015 sampai 11 Mei 2015. Tempat pelaksanaan kegiatan penelitian di Kabupaten Karanganyar. Pemilihan

Lebih terperinci

perembesan zat pencemar dari limbah yang berasal dari aktivitas domestik.

perembesan zat pencemar dari limbah yang berasal dari aktivitas domestik. VIII. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PENDUDUK UNTUK MELAKUKAN TINDAKAN PENCEGAHAN AKIBAT PENCEMARAN AIR TANAH Pertambahan jumlah penduduk yang semakin tinggi di Kota Bekasi mengakibatkan

Lebih terperinci

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN 6.3. Gambaran Umum Petani Responden Gambaran umum petani sampel diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan para petani yang menerapkan usahatani padi sehat dan usahatani

Lebih terperinci

RESPON PETANI TERHADAP PROGRAM PEMERINTAH MENGENAI ASURANSI USAHATANI PADI (AUTP) PENDAHULUAN

RESPON PETANI TERHADAP PROGRAM PEMERINTAH MENGENAI ASURANSI USAHATANI PADI (AUTP) PENDAHULUAN P R O S I D I N G 169 RESPON PETANI TERHADAP PROGRAM PEMERINTAH MENGENAI ASURANSI USAHATANI PADI (AUTP) Bambang Siswadi dan Farida Syakir Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Islam Malang

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI DAN SIKAP RESPONDEN TERHADAP PRODUK OREO SETELAH ADANYA ISU MELAMIN

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI DAN SIKAP RESPONDEN TERHADAP PRODUK OREO SETELAH ADANYA ISU MELAMIN VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI DAN SIKAP RESPONDEN TERHADAP PRODUK OREO SETELAH ADANYA ISU MELAMIN Penelitian ini menggunakan regresi logistik untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 50 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Statisik Deskriptif Statistik deskriptif digunakan untuk melihat gambaran umum data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini. Sebanyak 25 perusahaan yang masuk

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data telah dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2011 di Desa Ringgit Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah dengan

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

III. METODELOGI PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan III. METODELOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan batasan operasional. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup

III. METODE PENELITIAN. dan batasan operasional. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup 39 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka dibuat definisi dan batasan operasional. Konsep dasar dan batasan operasional

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN

VII ANALISIS PENDAPATAN VII ANALISIS PENDAPATAN Analisis pendapatan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi penerimaan, biaya, dan pendapatan dari usahatani padi sawah pada decision making unit di Desa Kertawinangun pada musim

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. berkaitan dengan penelitian. Teori-teori yang berkaitan dengan penelitian ini

III. KERANGKA PEMIKIRAN. berkaitan dengan penelitian. Teori-teori yang berkaitan dengan penelitian ini III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini merupakan teori yang berkaitan dengan penelitian. Teori-teori yang berkaitan dengan penelitian

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PERSEPSI RUMAHTANGGA TERHADAP KONDISI KELAYAKAN LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL DI DEKAT JALUR KRL

VI. ANALISIS PERSEPSI RUMAHTANGGA TERHADAP KONDISI KELAYAKAN LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL DI DEKAT JALUR KRL VI. ANALISIS PERSEPSI RUMAHTANGGA TERHADAP KONDISI KELAYAKAN LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL DI DEKAT JALUR 6.1. Persepsi Rumahtangga terhadap Tata Lingkungan di Dekat Jalur Penataan lingkungan yang dimaksud

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL 7.1 Analisis Perbandingan Penerimaan Usaha Tani Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Responden 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi umur kepala keluarga

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatau metode penelitian dalam meneliti status sekelompok manusia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya

I. PENDAHULUAN. hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian organik kini mulai menjadi peluang baru dalam usaha pertanian, hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya mengonsumsi makanan,

Lebih terperinci

Kata Kunci : Kedelai, Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), Teknologi PTT, Tingkat penerapan PTT, Produksi.

Kata Kunci : Kedelai, Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), Teknologi PTT, Tingkat penerapan PTT, Produksi. Judul : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan Rakitan Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) pada Usahatani Kedelai Peneliti : Titin Agustina 1 Mahasiswa Terlibat : Irmita Rahma 2 Sumberdana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 41 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2012

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pertanian Organik Ada dua pemahaman umum tentang pertanian organik menurut Las,dkk (2006)

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan kecamatan Cigombong ini dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

BAB IV. METODE PENELITIAN

BAB IV. METODE PENELITIAN BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini disajikan hasil-hasil penelitian beserta pembahasan yang meliputi pandangan petani terhadap program pemupukan berimbang dan tingkat penerapan teknologi pemupukan berimbang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan

Lebih terperinci

menggunakan BLP Organik dan setelah menggunakan BLP Organik.

menggunakan BLP Organik dan setelah menggunakan BLP Organik. 29 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian meliputi data primer dan data sekunder. Data primer yaitu survey rumah tangga petani yang mendapat BLP Organik dan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Deskripsi Objek Penelitian Kemampuan laba (profitabilitas) merupakan hasil akhir bersih dari berbagai kebijakan dan keputusan manajemen. Rasio kemampulabaan akan memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai struktur biaya, penerimaan dan pendapatan dari kegiatan usahatani yang dijalankan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. menjadikan sektor tersebut sebagai mata pencaharian masyarakat.

V. GAMBARAN UMUM. menjadikan sektor tersebut sebagai mata pencaharian masyarakat. V. GAMBARAN UMUM 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, kedua desa tersebut merupakan desa yang terdapat di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan sumber bahan makanan pokok bagi sebagian masyarakat Indonesia. Apalagi setelah adanya kebijakan pembangunan masa lalu, yang menyebabkan perubahan sosial

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida 5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida Berdasarkan hasil perhitungan terhadap rata-rata penerimaan kotor antar varietas padi terdapat perbedaan, kecuali antara

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Hasil pendataan jumlah produksi serta tingkat penggunaan input yang digunakan dalam proses budidaya belimbing dewa digunakan

Lebih terperinci

ANALISIS KAPABILITAS PETANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI DALAM USAHATANI PADI SAWAH

ANALISIS KAPABILITAS PETANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI DALAM USAHATANI PADI SAWAH ANALISIS KAPABILITAS PETANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI DALAM USAHATANI PADI SAWAH (Studi Kasus di Desa Bugel Kecamatan Ciawi Kabupaten Tasikmalaya) Oleh: Husni Khamdan Fariz 1, Dedi Herdiansah S

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A34104064 PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 8.1. Analisis Produksi Stochastic Frontier Usahatani Kedelai Edamame Analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis fungsi produksi Cobb-Douglas

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1. Keragaan Usahatani Padi Keragaan usahatani padi menjelaskan tentang kegiatan usahatani padi di Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya, Kecamatan Indramayu, Kabupaten

Lebih terperinci

Lampiran 1. Karaketeristik Sampel Petani Padi Sawah Metode SRI di Kecamatan Beringin Tahun 2015

Lampiran 1. Karaketeristik Sampel Petani Padi Sawah Metode SRI di Kecamatan Beringin Tahun 2015 Lampiran 1. Karaketeristik Sampel Petani Padi Sawah Metode SRI di Kecamatan Beringin Tahun 2015 No Kelompok Tani Luas Lahan (Ha) Umur (Tahun) Lama Bertani (Tahun) Jumlah Tanggungan (Jiwa) Tingkat Pendidikan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian kelayak usahatani dengan

METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian kelayak usahatani dengan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian kelayak usahatani dengan sistem jajar legowo di Kabupaten Bantul menggunakan metode dekriptif analisis. Metode deskriptif bertujuan untuk

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani padi organik masih sangat sedikit dilakukan oleh petani, dimana usia petani padi organik 51

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Kelayakan aspek finansial merupakan analisis yang mengkaji kelayakan dari sisi keuangan suatu usaha. Aspek ini sangat diperlukan untuk mengetahui apakah usaha budidaya nilam

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI PADI DALAM PEMANFAATAN SUMBER PERMODALAN: STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI PADI DALAM PEMANFAATAN SUMBER PERMODALAN: STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI PADI DALAM PEMANFAATAN SUMBER PERMODALAN: STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN Tian Mulyaqin, Yati Astuti, dan Dewi Haryani Peneliti, Balai Pengkajian Tekonologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sehingga analisis deskriptif dipisahkan dari variabel lain. Tabel 4.1. Statistik Deskriptif

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sehingga analisis deskriptif dipisahkan dari variabel lain. Tabel 4.1. Statistik Deskriptif BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Statistik Deskriptif Penelitian menggunakan lima variabel independen dan satu variabel dependen. Dari kelima variabel tersebut terdapat satu buah variabel yaitu reputasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertanian Anorganik Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang menggunakan varietas unggul untuk berproduksi tinggi, pestisida kimia, pupuk kimia, dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis hasil penelitian mengenai Analisis Kelayakan Usahatani Kedelai Menggunakan Inokulan di Desa Gedangan, Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah meliputi

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI USAHATANI PADI SEMI ORGANIK DAN ANORGANIK PADA PETANI PENGGARAP

ANALISIS EKONOMI USAHATANI PADI SEMI ORGANIK DAN ANORGANIK PADA PETANI PENGGARAP ANALISIS EKONOMI USAHATANI PADI SEMI ORGANIK DAN ANORGANIK PADA PETANI PENGGARAP (Studi Kasus Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor) INAYAH NURMALA SARI DEPARTEMEN EKONOMI

Lebih terperinci

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian adalah model fungsi Cobb-Douglas dengan pendekatan Stochastic Production

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Analisis untuk kegiatan budidaya ganyong di Desa Sindanglaya ini dilakukan dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Statistik Deskriptif Statistik deskriptif berkaitan dengan pengumpulan dan peringkat data yang menggambarkan karakteristik sampel yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus di Kelurahan Sindang Barang dan Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penentuan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang tidak mengalami kelangkaan pupuk dilihat berdasarkan produktivitas dan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang tidak mengalami kelangkaan pupuk dilihat berdasarkan produktivitas dan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Padi Petani padi dalam menghadapi kelangkaan pupuk dibedakan berdasarkan pengaruh kelangkaan pupuk terhadap produktivitas dan pendapatan dalam usahatani padi. Pengaruh

Lebih terperinci

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SURPLUS PADI

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SURPLUS PADI VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SURPLUS PADI 7.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Marketed Surplus Model regresi linear disajikan pada Tabel 39 adalah model terbaik yang dapat dibuat berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. mahasiswa. Setiap responden mempunyai karakteristik yang berbeda. Oleh

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. mahasiswa. Setiap responden mempunyai karakteristik yang berbeda. Oleh 43 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Jumlah responden yang diambil dalam penelitian ini ada sebanyak 72 mahasiswa. Setiap responden mempunyai karakteristik yang berbeda. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN NON SPO

BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN NON SPO BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN NON SPO Ukuran Kelayakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah net present value (NPV) dan net benevit cost ratio (net

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini pertanian organik menjadi suatu bisnis terbaru dalam dunia pertanian Indonesia. Selama ini produk pertanian mengandung bahan-bahan kimia yang berdampak

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Analisis Aspek Finansial Aspek finansial adalah aspek yang mengkaji dari sisi keuangan perusahaan. Kelayakan pada aspek financial dapat diukur melalui perhitungan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae).

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yang merupakan suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

sosialisasi kepada kelompok tani.

sosialisasi kepada kelompok tani. LAMPIRAN 64 65 Lampiran 1 Prosedur Penetapan Kelompok Tani Penerima BLP Sesuai Permentan No: 37/Permentan/SR.130/5/2010 1) Direktorat Jendral Tanaman Pangan melakukan sosialisasi program bantuan pupuk

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive). Alasan pemilihan Kabupaten

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 7.1. Penerimaan Usahatani Kedelai Edamame Analisis terhadap penerimaan usahatani kedelai edamame petani mitra PT Saung Mirwan

Lebih terperinci

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR Penelitian dilakukan di Propinsi Jawa Timur selama bulan Juni 2011 dengan melihat hasil produksi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1 Analisis Produksi Stochastic Frontier 7.1.1 Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk memperoleh data dan melaksanakan analisis yang terkait dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk memperoleh data dan melaksanakan analisis yang terkait dengan tujuan 54 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional adalah mencakup pengertian yang digunakan untuk memperoleh data dan melaksanakan analisis yang terkait

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT Saung Mirwan. Pemilihan PT Saung Mirwan dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa PT Saung Mirwan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya 1-1,5 ton/ha, sementara jumlah penduduk pada masa itu sekitar 90 jutaan sehingga produksi

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Padi 2.2. Kajian Empiris Usahatani Padi Sehat

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Padi 2.2. Kajian Empiris Usahatani Padi Sehat II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Padi Tanaman padi (Oryza sativa L) termasuk dalam golongan Gramineae yang memiliki ciri khas masing-masing dimana antara varietas yang satu dengan varietas yang lain

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN KONSUMEN MEMBELI SUATU PRODUK DENGAN METODE ANALISIS REGRESI LOGISTIK ORDINAL

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN KONSUMEN MEMBELI SUATU PRODUK DENGAN METODE ANALISIS REGRESI LOGISTIK ORDINAL J u r n a l E K B I S / V o l. V I / N o. / e d i s i M a r e t 2 0 2 379 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN KONSUMEN MEMBELI SUATU PRODUK DENGAN METODE ANALISIS REGRESI LOGISTIK ORDINAL

Lebih terperinci

SURYA AGRITAMA Volume 2 Nomor 1 Maret 2013

SURYA AGRITAMA Volume 2 Nomor 1 Maret 2013 ANALISIS EFISIENSI USAHATANI KUBIS (Brassica oleracea) DI DESA SUKOMAKMUR KECAMATAN KAJORAN KABUPATEN MAGELANG Rini Utami Sari, Istiko Agus Wicaksono dan Dyah Panuntun Utami Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit III. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat kuantitatif, yang banyak membahas masalah biayabiaya yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit yang diterima, serta kelayakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. status suatu gejala yang ada. Data dikumpulkan disusun, dijelaskan dan kemudian

METODE PENELITIAN. status suatu gejala yang ada. Data dikumpulkan disusun, dijelaskan dan kemudian III. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Desa Kebonagung Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul dengan menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO Bentuk analisis pendapatan ini mengacu kepada konsep pendapatan biaya yang dikeluarkan, yaitu biaya tunai dan biaya

Lebih terperinci

VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK. partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap

VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK. partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK Penerapan program sistem integrasi tanaman-ternak yang dilakukan secara partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini disajikan hasil hasil penelitian beserta pembahasan yang meliputi pandangan petani terhadap aplikasi PHSL (Pemupukan Hara Spesifik Lokasi), faktor faktor yang

Lebih terperinci