BAB IV PEMBAHASAN. Evaluasi Pendapatan dan Beban pada Laporan Laba Rugi PT MMS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT PRIMA SINDO

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS. Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM. diwajibkan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebagai Wajib Pajak badan, PT

BAB IV PEMBAHASAN. Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata

BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK TERHADAP OPTIMALISASI BEBAN PAJAK PT ARTHA DAYA COALINDO.

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Pada Laporan Laba Rugi PT Anugrah Setia Lestari

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Evaluasi Pada Laporan Laba Rugi PT Rysban Jaya Agung

BAB IV EVALUASI ATAS PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN (STUDI KASUS PADA PT BANK MAJU) Rekonsiliasi Laporan Keuangan Fiskal pada PT Bank MAJU.

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perencanaan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Meminimalkan Beban

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam rangka pemanfaatan Undang-Undang Perpajakan secara optimal untuk

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan

BAB 4 EVALUASI ATAS EFEKTIFITAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DALAM MEMINIMALISASIKAN BEBAN PAJAK UNTUK MENGOPTIMALISASIKAN LABA

EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI. Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN

BAB IV EVALUASI PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT NANO INFORMATION TECHNOLOGY

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MENGEFISIENSIKAN BIAYA PAJAK BADAN PADA PT. UB. IV.1. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT.

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ADIS

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL

BAB IV PERBANDINGAN LABA BERSIH MENURUT STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN PENGHASILAN KENA PAJAK SEBELUM PAJAK

BAB. 1V MANAJEMEN PAJAK SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN PADA PERUSAHAAN PI

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perencanaan Pajak (Tax Planning) Pada PT. Yusonda

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PERUM DAMRI. Rekonsiliasi Laporan Fiskal pada PERUM DAMRI

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penelitian maka dapat ditarik kesimpulan:

BAB IV PEMBAHASAN. maksud agar perkembangan usaha pada akhir periode tertentu dapat diketahui.

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Pada PT Multi Indocitra Tbk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

RUGI LABA BIAYA FISKAL

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan kebijakan baik

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penghasilan badan yang dilakukan oleh PT Bank MAJU, maka dengan hasil penelitian

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI PERENCANAAN PAJAK DALAM BEBAN PAJAK PENGHASILAN PADA PT.APT

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK SEBAGAI METODE UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN. (Studi Kasus pada Perum Pegadaian Pusat)

BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT. JASA RAHARJA (PERSERO)

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS

BAB IV PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN UNTUK MENGEFISIENKAN BEBAN PAJAK PADA PT BPR WS

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. untuk Tahun 2008, 2009, dan 2010 atas laporan keuangan, Surat Pemberitahuan (SPT)

HAKIKAT REKONSILIASI. Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi.

DAFTAR BIAYA FISKAL DEDUCTIBLE DEDUCTIBLE

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Laporan Keuangan Perusahaan Tahun 2010, 2011, dan 2012 PT. PAS merupakan perusahaan yang bergerak dibidang distribusi

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. berhubungan dengan penghasilan juga berhubungan dengan Pajak

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA PT. TS INDONESIA. Analisis Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda

MODUL V REKONSILIASI FISKAL

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Berikut ini adalah laporan laba rugi PT XYZ tahun 2009 :

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Ketentuan Formal Perpajakan PT Cipta Sukma Mandiri Nomor Pokok Wajib Pajak

BAB IV PEMBAHASAN. melakukan perubahan-perubahan pada peraturan perpajakan di Indonesia. Perubahan

By Afifudin PSP FE Unisma 2

BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ABS INDUSTRI INDONESIA

SISTEMATIKA. Konsep Rekonsiliasi. Rincian Item Rekonsiliasi. Kasus dan Ilustrasi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil penelitian, pembahasan dan evaluasi yang telah dilakukan penulis

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK ATAS BIAYA KOMERSIAL UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT. BM

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kewajiban Perpajakan PT.Klinik Sejahtera PT.Klinik Sejahtera adalah salah satu klien dari KKP Adiyanto Consultant

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan

BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK. TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk

PERENCANAAN PAJAK BERDASARKAN REVIEW REKONSILIASI FISKAL PADA PT JP

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada Negara

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Tax Planning pada Rumah Sakit Pondok Indah

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Evaluasi atas Perencanaan Pajak Penghasilan Pada PT.Cipta Dermato.

ANALISIS PENERAPAN METODE GROSS UP

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Pada PT ABC

KLASIFIKASI BIAYA DAN KOMPENSASI KERUGIAN. Aris Munandar, SE., M.Si

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan

Universitas Indonesia

Penghasilan dari usaha di luar profesi dokter *) Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan

RINGKASAN REKONSILIASI FISKAL

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

BAB IV EVALUASI ATAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 KARYAWAN PADA PT ADIMITRA KARYA

BAB II LANDASAN TEORI. (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB IV PEMBAHASAN. komersial, namun untuk menjadi dasar pelaporan SPT Tahunan, PT. Dipta Adimulia

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Rekonsiliasi Fiskal 4.2 Analisis Pendapatan pada Laporan Laba-Rugi PT Asuransi Jiwa Bringin Life

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan yang terdapat pada bab 4,

lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Perbedaan antara Laba Komersial dan Laba Fiskal. Perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha diwajibkan untuk menyusun

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 27/PJ.

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2013 TENTANG

CONTOH SOAL DAN JAWABAN REKONSILIASI FISKAL

ANALISIS PENERAPAN TAX PLANNING ATAS BIAYA KESEJAHTERAAN KARYAWAN SEBAGAI UPAYA PENGHEMATAN PEMBAYARAN PAJAK PADA PT GORONTALO CEMERLANG

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan Keuangan Fiskal Sebagai Dasar Penghitungan Penghasilan

BAB IV. EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun

bunga dari sistem pembayaran angsuran dan penggantian aktiva tetap.

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Alasan Perusahaan dalam Strategi tax planning PPh 21 Lebih. Memilih Menggunakan Natura dan kenikmatan.

BAB IV PEMBAHASAN. Perhitungan Laba Kena Pajak Berdasarkan Penerapan Akuntansi

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Tahun 2002, perusahaan mempunyai 618 karyawan tetap dan

LAMPIRAN - I. SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

Transkripsi:

BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Evaluasi Pendapatan dan Beban pada Laporan Laba Rugi PT MMS Perbedaan antara perlakuan akuntansi dan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban akan mengakibatkan perbedaan laba komersial dan laba fiskal. Dalam laporan keuangan komersial, setiap pengeluaran perusahaan dalam operasinya dapat dijadikan beban. Tetapi sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan, tidak semua beban komersial tersebut dapat dijadikan beban fiskal. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dilakukannya beberapa koreksi yang biasa disebut dengan koreksi fiskal. Terdapat dua macam koreksi fiskal yaitu koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif. Koreksi fiskal positif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan pengurangan biaya yang diakui dalam laporan rugi laba komersial menjadi semakin kecil, atau yang berakibat adanya penambahan penghasilan. Sedangkan koreksi fiskal negatif adalah koreksi fiskal yang berakibat dengan adanya penambahan biaya yang telah diakui dalam laporan laba rugi komersial menjadi semakin besar, atau yang berakibat dengan adanya pengurangan penghasilan. Sebelum melakukan koreksi fiskal, perlu dilakukan analisis terhadap pendapatanpendapatan dan beban-beban pada PT MMS. Berikut ini adalah pendapatan dan beban yang terdapat dalam laporan laba rugi PT MMS pada tahun 2006 : 1. Pendapatan Disebutkan dalam laporan laba rugi komersial PT MMS bahwa penghasilan neto dari peredaran usaha perusahaan berasal dari pendapatan tol sebesar Rp 48

175.528.064.300,00 dan jumlah pendapatan yang berasal dari pendapatan lain-lain sebesar Rp 2.473.109.712,00. Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan terhadap laporan pendapatan perusahaan, berikut ini merupakan penjelasan dari pos-pos akun pendapatan perusahaan, yaitu : a. Pendapatan tol Dalam menjalankan usahanya di bidang pengusahaan jalan tol, PT MMS memperoleh pendapatan operasional dari penjualan tiket jalan tol kepada pengguna jalan tol. Pendapatan tol pada tahun 2006 sebesar Rp. 175.528.064.300,00. b. Pendapatan lain-lain Pendapatan ini merupakan pendapatan yang tidak berhubungan dengan kegiatan operasional rutin perusahaan. Yang termasuk didalam pendapatan lain-lain yaitu: - Penghasilan bunga deposito dan jasa giro sebesar Rp. 701.059.749,00 - Penghasilan iklan sebesar Rp. 77.696.273,00 - Penghasilan sewa sebesar Rp. 985.420.000,00 - Penghasilan penjualan assets sebesar Rp. 267.000.000,00 - Lain-lain bersih sebesar Rp. 441.933.690,00 Pada pendapatan lain-lain ini terdapat pendapatan yang berasal dari sewa bangunan sebesar Rp 985.420.000,00 pada penghasilan sewa dan Rp. 135.446.179,00 pada lain-lain bersih. 2. Beban Dalam laporan keuangan komersial PT MMS disebutkan bahwa beban usaha 49

langsung sebesar Rp. 88.630.397.928,00 yang terdiri dari beban depresiasi dan amortisasi sebesar Rp. 53.038.550.664,00 dan beban operasional sebesar Rp 35.591.847.264,00. Selain itu terdapat beban usaha tidak langsung sebesar Rp.10.602.194.039,00 yang terdiri dari beban depresiasi dan amortisasi sebesar Rp. 415.801.910,00 dan beban administrasi dan umum sebesar Rp. 10.186.392.129,00. Di dalam laporan laba rugi juga terdapat beban lain-lain sebesar Rp. 66.392.221.373,00. Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan terhadap laporan laba rugi perusahaan, berikut merupakan penjelasan dari pos-pos akun beban yang tercantum didalam laporan laba rugi, yaitu: a. Beban usaha langsung Beban usaha langsung merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk melakukan aktivitas operasional perusahaan. Berikut ini adalah penjelasan biaya-biaya yang termasuk beban usaha langsung : Beban depresiasi dan amortisasi - Amortisasi hak pengelolaan jalan tol sebesar Rp. 44.765.464.097,00 - Amortisasi pelapisan ulang sebesar Rp. 6.896.637.981,00 - Depresiasi aktiva tetap sebesar Rp. 1.376.448.586,00 Pada beban depresiasi dan amortisasi perusahaan menggunakan metode penyusutan garis lurus, sedangkan fiskal menggunakan metode saldo menurun. Beban operasional - Gaji dan tunjangan sebesar Rp.10.546.335.706,00 50

- Pesangon sebesar Rp. 444.301.828,00 - Pengobatan sebesar Rp. 535.568.507,00 - Pakaian dinas patroli sebesar Rp. 115.164.000,00 - Pendidikan dan latihan sebesar Rp. 450.653.830,00 - Asuransi jiwa sebesar Rp. 136.798.336,00 - Jamsostek sebesar Rp. 513.765.728,00 - PPh 21 dibayar perusahaan sebesar Rp. 331.062.128,00 - Perjalanan dinas sebesar Rp. 7.481.000,00 - Makanan kesehatan sebesar Rp. 350.756.386,00 - Pemeliharaan jalan dan jembatan sebesar Rp. 2.643.093.396,00 - Pemeliharaan pendukung jalan tol sebesar Rp. 1.366.711.808,00 - Pemeliharaan tanaman sebesar Rp. 942.055.000,00 - Pemeliharaan kelistrikan gedung dan jalan sebesar Rp. 1.799.511.212,00 - Pemeliharaan bangunan kantor dan gerbang sebesar Rp. 836.007.502,00 - Pemeliharaan kendaraan sebesar Rp. 149.000.040,00 - Perawatan dan kebersihan gedung sebesar Rp. 454.806.592,00 - Pajak bumi dan bangunan sebesar Rp. 7.083.934.099,00 - Listrik, air, dan telepon sebesar Rp. 1.488.922.222,00 - Cetakan sebesar Rp. 272.227.289,00 - Alat tulis kantor sebesar Rp. 77.356.480,00 - Bahan bakar dan pelumas sebesar Rp. 1.443.619.950,00 - Sewa kendaraan dan rumah sebesar Rp. 1.178.783.730,00 - Biaya out shursing sebesar Rp. 565.767.305,00 51

- Biaya akomodasi sebesar Rp. 117.900.000,00 - Asuransi, perijinan dan pajak kendaraan sebesar Rp. 123.002.402,00 - Asuransi jalan tol sebesar Rp. 221.072.049,00 - Keamanan jalan tol sebesar Rp. 1.237.420.850,00 - Pelayanan keselamatan jalan tol sebesar Rp. 74.724.569,00 - Biaya perayaan sebesar Rp. 61.889.082,00 - Bacaan dan kepusatakaan sebesar Rp. 3.378.100,00 - Dokumentasi sebesar Rp. 18.756.165,00 Pada beban-beban diatas terdapat beban pesangon, perusahaan dalam membayar pesangon menunjuk pihak ketiga untuk mengelola dana pesangon yang menjadi kewajiban perusahaan. Pada beban jamsostek sebesar Rp. 513.765.728,00 terdapat pembayaran iuran jamsostek kepada lembaga dana pensiun yang pendiriannya tidak atau belum disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp 470.323.940,00. Beban akomodasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam menyediakan transportasi bagi karyawannya. b. Beban usaha tidak langsung Beban usaha tidak langsung merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk menunjang aktivitas operasional perusahaan termasuk beban administrasi dan umum. Berikut adalah penjelasan biaya-biaya yang termasuk beban usaha tidak langsung : Beban depresiasi dan amortisasi - Depresiasi aktiva tetap sebesar Rp. 415.801.910,00 52

Pada beban depresiasi dan amortisasi perusahaan menggunakan metode penyusutan garis lurus, sedangkan fiskal menggunakan metode saldo menurun. Beban administrasi dan umum - Gaji dan tunjangan sebesar Rp. 5.178.055.322,00 - Pesangon sebesar Rp. 263.092.001,00 - Pengobatan sebesar Rp. 201.358.549,00 - Pakaian dinas patroli sebesar Rp. 16.862.000,00 - Pendidikan dan latihan sebesar Rp. 229.334.607,00 - Asuransi jiwa sebesar Rp. 129.017.769,00 - Jamsostek sebesar Rp. 198.842.838,00 - PPh 21 dibayar perusahaan sebesar Rp. 726.233.660,00 - Perjalanan dinas sebesar Rp. 50.868.898,00 - Makanan kesehatan sebesar Rp. 24.034.323,00 - Sewa gedung dan kantor sebesar Rp. 181.500.000,00 - Sewa kendaraan sebesar Rp. 55.403.700,00 - Biaya akomodasi sebesar Rp. 515.100.000,00 - Jasa Akuntan dan konsultan sebesar Rp. 423.609.393,00 - Jasa Tenaga Ahli (Notaris) sebesar Rp. 72.726.150,00 - Iklan dan promosi sebesar Rp. 43.459.500,00 - Listrik, air dan gas sebesar Rp. 110.586.049,00 - Dokumentasi sebesar Rp. 4.251.632,00 - Beban bank sebesar Rp. 429.532.110,00 53

- Telepon, teleks & radio komunikasi sebesar Rp. 168.063.424,00 - Pemeliharaan inventaris kantor sebesar Rp. 79.996.142,00 - Perbaikan dan pemeliharaan gedung sebesar Rp. 126.112.091,00 - Pemeliharaan kendaraan sebesar Rp. 41.151.382,00 - Alat tulis kantor sebesar Rp. 69.818.280,00 - Cetakan sebesar Rp. 46.837.137,00 - Bahan bacaan sebesar Rp. 7.912.350,00 - Asuransi, Pajak kendaraan, PBB, Post & Iuran sebesar Rp. 5.003.115,00 - BBM & tol dan parker sebesar Rp. 164.977.821,00 - Biaya pengiriman dokumen sebesar Rp. 16.821.451,00 - Representasi / entertainment sebesar Rp. 402.127.302,00 - Biaya keamanan gedung kantor sebesar Rp. 25.581.100,00 - Biaya rapat sebesar Rp. 77.715.487,00 - Biaya perayaan sebesar Rp. 66.679.290,00 - Sumbangan sebesar Rp. 16.420.800,00 - Lain-lain sebesar Rp. 17.306.442,00 Pada beban-beban diatas terdapat beban gaji dan tunjangan sebesar Rp. 5.178.055.322,00 yang didalamnya termasuk pembayaran keanggotaan olahraga bagi karyawannya sebesar Rp. 400.000.000,00. Pada beban pesangon perusahaan membayar uang pesangon secara langsung kepada karyawannya pada saat adanya pemutusan hubungan kerja. 54

Pada beban jamsostek sebesar Rp. 198.842.838,00 terdapat pembayaran iuran jamsostek kepada lembaga dana pensiun yang pendiriannya tidak atau belum disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp 181.635.278,00. Beban akomodasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam menyediakan transportasi bagi karyawannya. Beban sumbangan merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang ditujukan untuk kegiatan sosial misalnya memberikan santunan kepada anak panti asuhan, pemberian sumbangan ke yayasan pendidikan yang berada di sekitar wilayah Tangerang. c. Beban lain-lain Beban lain-lain yaitu beban yang berhubungan dengan aktivitas pendanaan dalam hal investasi seperti kerugian akibat penjualan surat berharga, kerugian akibat selisih nilai transaksi penjualan surat berharga dan sebagainya. Bebanbeban yang terkait dalam akun ini yaitu : Beban bunga - Bunga junior debt sebesar Rp. 7.200.972.222,00 - Bunga bank sebesar Rp. 58.617.082.484,00 Beban obligasi - Provisi kredit sebesar Rp. 574.166.667,00 Pada beban-beban diatas terdapat beban provisi kredit yang merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan kepada penerima jaminan (pihak ketiga) dalam hal perusahaan mengajukan kredit kepada pihak ketiga. 55

IV.2 Koreksi Fiskal Terhadap Laporan Laba Rugi PT MMS Tabel IV.1 Koreksi Fiskal terhadap Laporan Laba Rugi PT MMS KETERANGAN LABA RUGI KOMERSIAL KOREKSI FISKAL LABA RUGI FISKAL DEBET KREDIT PENDAPATAN TOL 175.528.064.300 175.528.064.300 BEBAN USAHA LANGSUNG - Depresiasi dan Amortisasi: Amortisasi Hak Pengelolaan Jalan Tol 44.765.464.097 605.499.224 44.159.964.873 Amortisasi Pelapisan Ulang 6.896.637.981 1.019.936.389 7.916.574.370 Depresiasi Aktiva Tetap 1.376.448.586 1.021.115.766 2.397.564.352 53.038.550.664 54.474.103.595 Gaji & Tunjangan 10.546.335.706 10.546.335.706 Pesangon 444.301.828 887.762.042 1.332.063.870 Pengobatan 535.568.507 535.568.507 Pakaian Dinas Patroli 115.164.000 115.164.000 Pendidikan dan Latihan 450.653.830 450.653.830 Asuransi Jiwa 136.798.336 136.798.336 Jamsostek 513.765.728 470.323.940 43.441.788 PPh 21 dibayar perusahaan 331.062.128 331.062.128 - Perjalanan Dinas 7.481.000 7.481.000 Makanan Kesehatan 350.756.386 350.756.386 Pemeliharaan Jalan dan Jembatan 2.643.093.369 2.643.093.369 Pemeliharaan Pendukung Jalan Tol 1.366.711.808 1.366.711.808 Pemeliharaan Tanaman 942.055.000 942.055.000 Pemeliharaan Kelistrikan Gedung & Jalan 1.799.511.212 1.799.511.212 Pemeliharaan Bangunan Kantor & Gerbang 836.007.502 836.007.502 Pemeliharaan Kendaraan 149.020.040 149.020.040 56

Perawatan & Kebersihan Gedung 454.806.592 454.806.592 PBB 7.083.934.099 7.083.934.099 Listrik, Air & Telepon 1.488.922.222 1.488.922.222 Cetakan 272.227.289 272.227.289 Alat Tulis Kantor 77.356.480 77.356.480 Bahan Bakar & Pelumas 1.443.619.950 1.443.619.950 Sewa Kendaraan & Rumah 1.178.783.730 1.178.783.730 Biaya out shursing 565.767.305 565.767.305 Biaya Akomodasi 117.900.000 117.900.000 - Asuransi, Perijinan & Pajak Kendaraan 123.002.402 123.002.402 Asuransi Jalan Tol 221.072.049 221.072.049 Keamanan Jalan Tol 1.237.420.850 1.237.420.850 Pelayanan Keselamatan Jalan Tol 74.724.569 74.724.569 Biaya Perayaan 61.889.082 61.889.082 - Bacaan dan Kepustakaan 3.378.100 3.378.100 Dokumentasi 18.756.165 18.756.165 Jumlah Beban Operasional 35.591.847.264 35.498.434.156 Jumlah Beban Usaha Langsung 88.630.397.928 89.972.537.751 LABA KOTOR USAHA 86.897.666.372 85.555.526.549 BEBAN USAHA TIDAK LANGSUNG - Depresiasi dan Amortisasi : Amortisasi Beban Ditangguhkan - - - - Depresiasi Aktiva Tetap 415.801.910 366.297.591 49.504.319 415.801.910 49.504.319 Gaji & Tunjangan 5.178.055.322 400.000.000 4.778.055.322 Pesangon 263.092.001 88.165.051 174.926.950 Pengobatan 201.358.549 201.358.549 Pakaian Dinas 16.862.000 16.862.000 Pendidikan & Latihan 229.334.607 229.334.607 Asuransi Jiwa 129.017.769 129.017.769 57

Jamsostek 198.842.838 181.635.278 17.207.560 PPh 21 dibayar perusahaan 726.233.660 726.233.660 - Perjalanan Dinas 50.868.898 50.868.898 Makanan Kesehatan 24.034.323 24.034.323 Sewa Gudang & Kantor 181.500.000 181.500.000 Sewa Kendaraan 55.403.700 55.403.700 Biaya Akomodasi 515.100.000 515.100.000 - Jasa Akuntan & Konsultan 423.609.393 423.609.393 Jasa Tenaga Ahli (Notaris) 72.726.150 72.726.150 Iklan dan Promosi 43.459.500 43.459.500 Listrik, Air dan Gas 110.586.049 110.586.049 Dokumentasi 4.251.632 4.251.632 Beban Bank 429.532.119 429.532.119 Telepon, Teleks & Radio Komunikasi 168.063.424 168.063.424 Pemeliharaan Inventaris Kantor 79.996.142 79.996.142 Perbaikan & Pemeliharaan Gedung 126.112.091 126.112.091 Pemeliharaan Kendaraan 41.151.382 41.151.382 Alat Tulis Kantor 69.818.280 69.818.280 Cetakan 46.837.137 46.837.137 Bahan Bacaan 7.912.350 7.912.350 Asuransi, Pajak Kendaraan PBB, Post & Iuran 5.003.115 5.003.115 BBM & Tol dan Parkir 164.977.821 164.977.821 Biaya Pengiriman Dokumen 16.821.451 16.821.451 Representasi/Entertainment 402.127.302 402.127.302 - Biaya Keamanan Gedung Kantor 25.581.105 25.581.105 Biaya Rapat 77.715.487 77.715.487 Biaya Perayaan 66.679.290 66.679.290 - Sumbangan 16.420.800 16.420.800 - Lain-lain 17.306.442 17.306.442 Jumlah Beban Adm. & Umum 10.186.392.129 7.790.030.748 58

Jumlah Beban Usaha Tidak Langsung 10.602.194.039 7.839.535.067 76.295.472.333 77.715.991.482 PENGHASILAN (BEBAN) LAIN-LAIN - Beban Bunga : Bunga Junior Debt (7.200.972.222) 7.200.972.222 - Bunga Bank (58.617.082.484) (58.617.082.484) Bunga Obligasi Konversi (65.818.054.706) (58.617.082.484) Laba Rugi Kurs - Beban Obligasi Guarantor fee Listing fee Trustee fee BDN & BNI Provisi Kredit (574.166.667) (574.166.667) (574.166.667) (574.166.667) Denda Bunga Penghasilan Bunga Deposito & Jasa Giro 701.059.749 701.059.749 - - Lain-lain Bersih Penghasilan Iklan 77.696.273 77.696.273 Penghasilan Sewa 985.420.000 985.420.000 - Penghasilan Penjualan Assets 267.000.000 267.000.000 Lain-lain Bersih 441.933.690 135.446.179 306.487.511 2.473.109.712 651.183.784 Jumlah Beban Lain-lain Bersih (63.919.111.661) (58.540.065.367) LABA BERSIH SEBELUM TAKSIRAN PPh 12.376.360.673 19.175.926.116 Pajak Kini* (3.695.408.202) (5.735.277.835) Pajak Tangguhan 3.837.554.102 3.837.554.102 LABA SETELAH PAJAK 12.518.506.573 17.278.202.383 59

*Perhitungan PPh badan Komersial : 10% x Rp 50.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00 15% x Rp 50.000.000,00 = Rp. 7.500.000,00 30% x Rp. 12.276.360.673,00 = Rp. 3.682.908.202,00 Rp. 3.695.408.202,00 *Perhitungan PPh Badan Fiskal adalah : 10% x Rp 50.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00 15% x Rp 50.000.000,00 = Rp. 7.500.000,00 30% x Rp. 19.075.926.116,00 = Rp. 5.722.777.835,00 Rp. 5.735.277.835,00 Dari hasil rekonsiliasi fiskal diatas, terbukti bahwa PT MMS dalam laporan laba rugi terdapat banyak koreksi fiskal. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan jumlah besarnya pajak sebelum dibuat laporan keuangan fiskal dengan jumlah besarnya pajak setelah dibuat laporan keuangan fiskal. Besarnya koreksi fiskal terhadap laporan laba rugi PT MMS, didapat dari : 1. Amortisasi hak pengelolaan jalan tol Mengenai perlakuan PPh terhadap pihak-pihak yang melakukan kerjasama dalam bentuk perjanjian Bangun-Guna-Serah (Build, Operate, and Transfer) diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 248/KMK.04/1995 tanggal 2 Juni 1995 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-38/PJ.4/1995 tanggal 14 Juli 1995. PT MMS harus melakukan koreksi positif Amortisasi hak pengelolaan jalan tol, karena amortisasi hak pengelolaan jalan tol pada laporan laba rugi komersial berbeda dengan laporan laba rugi fiskal karena adanya perbedaan metode penyusutan. 60

Perusahaan menetapkan metode penyusutan dengan metode garis lurus, sedangkan fiskal menggunakan metode saldo menurun. Jumlah amortisasi hak pengelolaan jalan tol yang dikoreksi sebesar : Amortisasi hak pengelolaan jalan tol menurut Komersial Rp.44.765.464.097,00 Amortisasi hak pengelolaan jalan tol menurut Fiskal Rp.44.159.964.873,00 Koreksi Fiskal Rp. 605.499.224,00 2. Amortisasi pelapisan ulang PT MMS harus melakukan koreksi negatif amortisasi pelapisan ulang, karena amortisasi pelapisan ulang pada laporan laba rugi komersial berbeda dengan laporan laba rugi fiskal karena adanya perbedaan metode penyusutan. Perusahaan menetapkan metode penyusutan dengan metode garis lurus, sedangkan fiskal menggunakan metode saldo menurun. Jumlah amortisasi pelapisan ulang yang dikoreksi sebesar : Amortisasi pelapisan ulang menurut Komersial Rp. 6.896.637.981,00 Amortisasi pelapisan ulang menurut Fiskal Rp. 7.916.574.370,00 Koreksi Fiskal (Rp. 1.019.936.389,00) 3. Depresiasi aktiva tetap PT MMS harus melakukan koreksi negatif depresiasi aktiva tetap untuk beban usaha langsung dan koreksi positif depresiasi aktiva tetap untuk beban usaha tidak langsung. Hal ini dikarenakan amortisasi pelapisan ulang pada laporan laba rugi komersial berbeda dengan laporan laba rugi fiskal karena adanya perbedaan metode penyusutan. Perusahaan menetapkan metode penyusutan dengan metode garis lurus, sedangkan fiskal menggunakan metode saldo menurun. Jumlah depresiasi aktiva tetap yang dikoreksi sebesar : 61

Beban usaha langsung : Depresiasi aktiva tetap menurut Komersial Rp. 1.376.448.586,00 Depresiasi aktiva tetap menurut Fiskal Rp. 2.397.564.352,00 Koreksi Fiskal (Rp. 1.021.115.766,00) Beban usaha tidak langsung : Depresiasi aktiva tetap menurut Komersial Rp. 415.801.910,00 Depresiasi aktiva tetap menurut Fiskal Rp. 49.504.319,00 Koreksi Fiskal Rp. 366.297.591,00 4. Pesangon Dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar pesangon, terdapat 2 cara yang digunakan oleh Perusahaan. Perusahaan membayarkan uang pesangon secara langsung kepada karyawan pada saat adanya pemutusan hubungan kerja, dan menunjuk pihak ketiga untuk mengelola dana pesangon yang menjadi kewajiban perusahaan. Perusahaan dalam pembayaran uang pesangon untuk beban usaha langsung dialihkan kepada pihak ketiga, perusahaan dapat membebankan uang pesangon tersebut sebagai biaya (deductable expenses) dalam menghitung penghasilan kena pajak pada saat terjadinya pengalihan tanggung jawab kepada pengelola dana pesangon. Perusahaan dalam pembayaran uang pesangon untuk beban usaha tidak langsung dilakukan dengan membayarkan uang pesangon secara langsung kepada karyawan pada saat adanya pemutusan hubungan kerja dan perusahaan telah membentuk cadangan untuk dana pesangon sebelum terjadinya pemutusan hubungan kerja. Pembentukan cadangan dana pesangon tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak dan PPh 62

badan (non deductable expenses) sesuai dengan pasal 9 ayat 1 huruf c. Besarnya koreksi yang harus dilakukan sebesar : Koreksi negatif : Biaya pesangon untuk beban usaha langsung Rp. 887.762.042,00 Koreksi positif : Biaya pesangon untuk beban usaha tidak langsung Rp. 88.165.051,00 5. Jamsostek Perusahaan membayarkan iuran jamsostek kepada lembaga dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan boleh dibebankan sebagai biaya, sedangkan iuran yang dibayarkan kepada lembaga dana pensiun yang pendiriannya tidak atau belum disahkan oleh Menteri Keuangan tidak boleh dibebankan sebagai biaya sesuai dengan pasal 6 ayat 1. Untuk itu beban tersebut harus dikoreksi positif sebesar : Biaya jamsostek pada beban usaha langsung Rp. 470.323.940,00 Biaya jamsostek pada beban usaha tidak langsung Rp. 181.635.278,00 Total Biaya jamsostek Rp. 651.959.218,00 6. PPh 21 dibayar perusahaan Perusahaan menanggung PPh 21 atas karyawan. Dimana biaya ini harus dilakukan koreksi positif karena PPh pasal 21 yang ditanggung perusahaan bukan merupakan pengurang sesuai dengan pasal 9 ayat 1 huruf h. Untuk itu beban tersebut harus dikoreksi positif sebesar : PPh pasal 21 pada beban usaha langsung Rp. 331.062.128,00 PPh pasal 21 pada beban usaha tidak langsung Rp. 726.233.660,00 Total PPh pasal 21 dibayar perusahaan Rp.1.057.295.788,00 63

7. Biaya akomodasi Perusahaan harus melakukan koreksi fiskal positif, hal ini dikarenakan biaya akomodasi merupakan pemberian fasilitas transportasi kepada pegawainya dan fasilitas ini tidak boleh dibiayakan karena termasuk dalam kategori natura sesuai dengan pasal 9 ayat 1 huruf e. Besarnya koreksi yang dilakukan adalah sebesar : Biaya akomodasi pada beban usaha langsung Rp. 117.900.000,00 Biaya akomodasi pada beban usaha tidak langsung Rp. 515.100.000,00 Total Biaya akomodasi dibayar perusahaan Rp. 633.000.000,00 8. Biaya perayaan Beban HUT/peresmian/perayaan merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk peringatan-peringatan hari besar seperi perayaan HUT PT MMS, perayaan 17 Agustus, dan perayaan-perayaan lainnya. Berdasarkan Pasal 9 ayat 1 UU Pajak Penghasilan dan PP No.138 tahun 2000 dinyatakan, biaya-biaya yang bukan merupakan objek pajak tidak dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto. Untuk itu beban tersebut harus dikoreksi positif sebesar : Biaya perayaan pada beban usaha langsung Rp. 61.889.082,00 Biaya perayaan pada beban usaha tidak langsung Rp. 66.679.290,00 Total Biaya perayaan Rp. 128.568.372,00 9. Gaji & tunjangan Perusahaan harus melakukan koreksi fiskal positif, hal ini dikarenakan di dalam gaji dan tunjangan termasuk pembayaran fasilitas membership atas arena olahraga kepada pegawainya dan fasilitas ini tidak boleh dibiayakan karena termasuk dalam kategori natura sesuai dengan pasal 9 ayat 1 huruf e. Besarnya koreksi yang dilakukan adalah sebesar Rp. 400.000.000,00. 64

10. Representasi / entertainment Perusahaan harus melakukan koreksi fiskal positif, hal ini dikarenakan PT MMS tidak membuat daftar nominatif dalam biaya-biaya yang berkaitan dengan representasi, sehingga biaya-biaya tersebut dianggap tidak ada ( fiktif ). Hal ini sesuai dengan SE-27/PJ.22/1986 yang berbunyi biaya entertainment, representasi, jamuan tamu dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek PPh dan tidak terkena PPh Final dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, dengan syarat dibuatkan daftar nominatif dan dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh. Besarnya koreksi yang dilakukan adalah sebesar Rp. 402.127.302,00. 11. Sumbangan Perusahaan mengeluarkan biaya sumbangan. Atas transaksi tersebut maka perusahaan seharusnya melakukan koreksi fiskal positif sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan pasal 9 ayat 1 huruf g yang berbunyi, harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, merupakan biaya yang tidak dapat dikurangkan dalam penghasilan. Besarnya koreksi yang dilakukan adalah sebesar Rp. 16.420.800,00. 12. Bunga junior debt Bunga junior debt merupakan bunga yang berasal dari hutang subordinasi yang diperoleh dari para pemegang saham. Biaya tersebut bukan merupakan pengurang penghasilan menurut Undang-Undang perpajakan No.17 tahun 2000 pasal 9 ayat 1, 65

mengenai biaya yang tidak boleh dikurangkan dengan penghasilan. Besarnya koreksi yang dilakukan adalah sebesar Rp. 7.200.972.222,00. 13. Penghasilan bunga deposito dan jasa giro PT MMS harus mengoreksi negatif penghasilan bunga yang terdapat di dalam laporan laba rugi karena penghasilan ini merupakan penghasilan yang didapat dari jasa giro perusahaan. Berdasarkan PP 131 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 51/KMK.04/2000 menyatakan bahwa jasa giro dan bunga deposito merupakan penghasilan yang dikenakan pajak Final. Oleh karena itu perusahaan harus mengeluarkan biaya ini dari penghasilan karena sudah terkena pajak Final. Besarnya koreksi yang harus dilakukan adalah Rp. 701.059.749,00. 14. Penghasilan sewa Pada pendapatan sewa bangunan sebesar Rp 985.420.000,00 berdasarkan PP No.29 tahun 1996, PP No.5 tahun 2002 dan Kep-227/PJ./2002 menyatakan bahwa penghasilan atas sewa ruangan dan atau tanah yang dimiliki oleh Wajib Pajak Badan harus dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final. Sesuai dengan Pasal 4 ayat 2 UU Pajak Penghasilan bahwa penghasilan yang telah dikenakan pajak final tidak perlu dihitung kembali pada akhir tahun pajak untuk menghitung PPh terhutang. Dalam hal ini PT MMS menghitung kembali pendapatan atas sewa bangunan yang sudah dipotong PPh Final ke dalam SPT Tahunan akibatnya perusahaan dikenakan pajak dua kali. Untuk itu dalam laporan keuangan fiskal, pendapatan yang berasal dari sewa harus dikoreksi negatif. 15. Lain-lain bersih Pada pendapatan lain-lain bersih terdapat pendapatan yang berasal dari sewa bangunan sebesar Rp 135.446.179,00 berdasarkan PP No.29 tahun 1996, PP No.5 66

tahun 2002 dan Kep-227/PJ./2002 menyatakan bahwa penghasilan atas sewa ruangan dan atau tanah yang dimiliki oleh Wajib Pajak Badan harus dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final. Sesuai dengan Pasal 4 ayat 2 UU Pajak Penghasilan bahwa penghasilan yang telah dikenakan pajak final tidak perlu dihitung kembali pada akhir tahun pajak untuk menghitung PPh terhutang. Dalam hal ini PT MMS menghitung kembali pendapatan atas sewa bangunan yang sudah dipotong PPh Final ke dalam SPT Tahunan akibatnya perusahaan dikenakan pajak dua kali. Untuk itu dalam laporan keuangan fiskal, pendapatan yang berasal dari sewa harus dikoreksi negatif. IV.3 Rencana Pajak yang Dapat Diterapkan PT MMS Perencanaan pajak yang baik harus dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang sesuai dengan peraturan yang berlaku tanpa harus melanggarnya. Perencanaan pajak dapat dilakukan dengan mencari celah-celah peraturan perpajakan sampai dengan menghindari sanksi-sanksi perpajakan, hal ini dapat dilakukan dengan syarat masih dalam bingkai peraturan perpajakan dan tidak melanggar peraturan perpajakan. Setelah dilakukan beberapa koreksi baik koreksi positif maupun negatif pada PT MMS, ternyata diperoleh perbedaan dalam perolehan laba setelah pajak. Untuk mengefisienkan pajak terutang PT MMS maka harus dilakukan beberapa perencanaan pajak. Berikut ini adalah beberapa perencanaan pajak yang dapat dilakukan pada PT MMS : 1. Perusahaan menanggung PPh Pasal 21 atas karyawan, menurut Undang-Undang perpajakan hal ini bukan merupakan pengurang penghasilan perusahaan sesuai dengan Pasal 9 ayat 1 huruf h UU PPh No.17 tahun 2000. Perencanaan yang sebaiknya dilakukan oleh perusahaan adalah dengan memberi tunjangan kepada 67

karyawan dalam bentuk tunjangan pajak. Dengan menggunakan tunjangan maka akan saling menguntungkan kedua belah pihak karena karyawan dapat memperoleh penghasilan yang semakin besar sementara itu tunjangan tersebut bisa dijadikan deductable expense oleh perusahaan. 2. Perusahaan mengeluarkan biaya akomodasi atas karyawannya. Atas biaya ini perusahaan dikoreksi fiskal sebesar Rp. 633.000.000,00, karena biaya ini dianggap sebagai natura/kenikmatan yang diterima karyawan maka tidak bisa menjadi pengurang penghasilan bruto perusahaan sesuai dengan UU PPh Pasal 9 ayat 1 huruf e. Untuk mengatasi masalah ini perencanaan pajak yang seharusnya dilakukan oleh perusahaan adalah dengan mengganti biaya akomodasi menjadi tunjangan akomodasi bagi karyawannya. Bagi karyawan hal ini bisa menjadi tambahan penghasilan (Take Home Pay) dan bagi perusahaan dapat dijadikan deductable expense. 3. Pada akun gaji dan tunjangan terdapat pembayaran fasilitas keanggotaan olahraga bagi pegawai perusahaan sebesar Rp 400.000.000,00. Beban tersebut tidak dapat dijadikan biaya fiskal sebab beban tersebut merupakan natura yang diberikan perusahaan dalam bentuk membership pusat kebugaran/olahraga, seperti membership lapangan golf bagi pejabat/petinggi perusahaan. Hal ini merugikan bagi perusahaan karena sesuai dengan UU PPh No.17 Tahun 2000, pemberian natura/kenikmatan terhadap pemegang saham, sekutu, atau anggota termasuk pegawai perusahaan tidak bisa dijadikan pengurang penghasilan bruto. Perencanaan pajaknya adalah dengan cara mengganti fasilitas tersebut dan memberikannya kepada pegawai dengan cara memberikan tunjangan keanggotaan olahraga. Atas tunjangan ini akan dimasukkan ke dalam penghasilan karyawan dan menjadi Objek Pajak PPh Pasal 21. 68

Contoh : Perhitungan PPh Pasal 21 dengan perencanaan pajak berupa Tunjangan Pajak. Kristianto merupakan direktur PT MMS. Kristianto bekerja dengan masa kerja 2 (satu) tahun penuh dan berstatus kawin dengan 2 (dua) orang anak yang masih ditanggung dan seorang istri (K/2). Selama tahun 2006, Kristianto menerima gaji bulanan sebesar Rp 15.000.000/bulan dan tunjangan dari perusahaan berupa Tunjangan Pengobatan sebesar Rp 5.500.000/bulan, Tunjangan Uang Makan sebesar Rp 4.250.000/bulan, Tunjangan lainnya sebesar Rp 5.000.000/bulan dan Tunjangan Hari Raya sebesar Rp 15.150.000. Setelah perencanaan pajak, perusahaan memberikan tunjangan tambahan yang berkaitan dengan jabatannya yaitu Tunjangan Keanggotaan Olahraga sebesar Rp 3.350.000/bulan dan Tunjangan akomodasi sebesar Rp 4.300.000/bulan, selain itu PT MMS telah memberikan Tunjangan PPh Pasal 21 sebesar jumlah yang harus dibayar. Maka perhitungan PPh Pasal 21 sebelum dan sesudah perencanaan pajak untuk Kristianto selama setahun adalah: Tabel IV.2 Perhitungan PPh Pasal 21 dengan Perencanaan Pajak berupa Tunjangan Sebelum Setelah Keterangan Perencanaan Perencanaan Gaji selama tahun 2006 180.000.000 180.000.000 Tunjangan pengobatan 66.000.000 66.000.000 Tunjangan uang makan 51.000.000 51.000.000 Tunjangan lainnya 60.000.000 60.000.000 Tunjangan hari raya 15.150.000 15.150.000 Tunjangan keanggotaan olahraga - 40.200.000 69

Tunjangan akomodasi - 51.600.000 Tunjangan pajak 138.721.385 188.152.154 Total penghasilan bruto 510.871.385 652.102.154 Biaya jabatan (max Rp. 1.296.000.,00) (1.296.000) (1.296.000) Penghasilan neto 509.575.385 650.806.154 PTKP (16.800.000) (16.800.000) PKP 492.775.385 634.006.154 Tarif : 5% x Rp. 25.000.000,00 1.250.000 1.250.000 10% x Rp. 25.000.000,00 2.500.000 2.500.000 15% x Rp. 50.000.000,00 7.500.000 7.500.000 25% x Rp. 100.000.000,00 25.000.000 25.000.000 35% x Rp. 292.775.385,00 102.471.385 35% x Rp. 434.006.154,00 151.902.154 138.721.385 188.152.154 Perkiraan penghematan PPh Badan : Dari tunjangan keanggotaan olahraga x 30% 12.060.000 Dari tunjangan akomodasi x 30% 15.480.000 Selisih lebih pembayaran PPh pasal 25 27.540.000 Selisih lebih pembayaran PPh pasal 21 (188.152.154-138.721.385) 49.430.769 Penghematan beban pajak 21.890.769 Dari perhitungan tersebut, PT MMS dapat melakukan perencanaan PPh Pasal 21 dengan memberikan tunjangan atas jabatan direksi dengan cara gross up, hal ini tidak merugikan perusahaan karena tunjangan yang diberikan kepada karyawan dapat dijadikan beban fiskal. 4. Dalam menghitung dan melaporkan pajaknya perusahaan menggunakan pihak ketiga yaitu konsultan pajak, jasa perizinan. PT MMS juga menggunakan jasa katering dalam menyediakan makanan kesehatan bagi karyawannya dan jasa pemeliharaan yang terdiri dari pemeliharaan jalan dan jembatan, pemeliharaan pendukung jalan tol, pemeliharaan tanaman, pemeliharaan kelistrikan gedung dan jalan, pemeliharaan bangunan kantor dan gerbang, pemeliharaan kendaraan, perawatan dan kebersihan 70

gedung, pemeliharaan inventaris kantor, dan perbaikan dan pemeliharaan gedung, namun perusahaan tidak memotong pajak atas jasa tersebut sesuai Pasal 23 Undang- Undang Pajak Penghasilan. Perencanaan pajak yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah dengan cara memberi tunjangan dengan metode gross up. Dengan metode ini maka perusahaan harus melakukan gross up besarnya penghasilan atas jasa terlebih dahulu kemudian dari hasil penghasilan setelah di gross up, dikalikan dengan tarif tunjangan pajak. Tarif tunjangan dengan metode gross up besarnya disesuaikan dengan KEP-170/PJ/2002 yang mengatur mengenai jenis jasa lain dan perkiraan penghasilan neto atas jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain yang atas imbalannya dipotong pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat 1 huruf c UU No.7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 17 Tahun 2000. Tabel IV.3 Perencanaan Pajak PPh pasal 23 dengan menggunakan Metode Gross Up adalah: Keterangan Sebelum Perencanaan Setelah Perencanaan Jasa Akuntan & Konsultan 423.609.393 Jasa Tenaga Ahli (Notaris) 72.726.150 Makanan Kesehatan (Jasa katering) : - Beban usaha langsung 350.756.386 - Beban usaha tidak langsung 24.034.323 Jasa pemeliharaan jalan dan jembatan 2.643.093.369 Jasa pemeliharaan pendukung jalan tol 1.366.711.808 Jasa pemeliharaan tanaman 942.055.000 Jasa pemeliharaan kelistrikan gedung dan jalan 1.799.511.212 Jasa pemeliharaan bangunan kantor dan gerbang 836.007.502 71

Jasa pemeliharaan kendaraan - Beban usaha langsung 149.020.040 - Beban usaha tidak langsung 41.151.382 Jasa perawatan dan kebersihan gedung 454.806.592 Jasa pemeliharaan inventaris kantor 79.996.142 Jasa perbaikan dan pemeliharaan gedung 126.112.091 Total biaya 9.309.591.390 Gross up : 7,5% x 423.609.393/0.925 457.956.101 7,5% x 72.726.150/0.925 78.622.865 1,5% x 350.756.386/0.985 356.097.854 1,5% x 24.034.323/0.985 24.400.328 6% x 2.643.093.369/0.94 2.811.801.456 6% x 1.366.711.808/0.94 1.453.948.732 6% x 942.055.000/0.94 1.002.186.170 6% x 1.799.511.212/0.94 1.914.373.630 6% x 836.007.502/0.94 889.369.683 6% x 149.020.040/0.94 158.531.957 6% x 41.151.382/0.94 43.778.066 6% x 454.806.592/0.94 483.836.800 6% x 79.996.142/0.94 85.102.279 6% x 126.112.091/0.94 134.161.799 Total Gross up 9.894.167.720 PPh pasal 23 yang harus disetor : Tarif : 7,5% 31.770.704 34.346.708 7,5% 5.454.461 5.896.715 1,5% 5.261.346 5.341.468 1,5% 360.515 366.005 6% 158.585.602 168.708.087 6% 82.002.708 87.236.924 6% 56.523.300 60.131.170 6% 107.970.673 114.862.418 6% 50.160.450 53.362.181 6% 8.941.202 9.511.917 6% 2.469.083 2.626.684 6% 27.288.396 29.030.208 6% 4.799.769 5.106.137 6% 7.566.725 8.049.708 72

Total PPh 23 yang harus disetor 549.154.934 584.576.330 Pengurangan PPh badan atas biaya 9.309.591.390 9.894.167.720 Selisih kurang PPh badan 30% x (9.894.167.720-9.309.591.390) 175.372.899 Selisih lebih pembayaran PPh pasal 23 (584.576.330-549.154.934) 35.421.396 Penghematan beban pajak 139.951.503 Dari hasil perhitungan diatas dapat diketahui perencanaan yang dapat dilakukan perusahaan atas PPh pasal 23 adalah sebesar Rp. 139.951.503,00. Perencanaan kedua yang harus dilakukan adalah dengan cara perusahaan harus memotong atas jasa yang digunakan oleh perusahaan, karena jika tidak maka perusahaan berpeluang untuk dikenakan sanksi akibat tidak memotong PPh Pasal 23. 5. PT MMS tidak membuat daftar nominatif dalam biaya representasi yang dilakukan perusahaan, sehingga perusahaan tidak dapat mengurangkan biaya tersebut karena pajak menganggap tidak ada bukti ( fiktif ). Agar biaya tersebut dapat digunakan sebagai pengurang penghasilan maka perusahaan sebaiknya membuat daftar nominatif yang menjelaskan secara lengkap dan rinci setiap transaksi yang terjadi sehingga dapat dijadikan bukti yang kuat bagi perusahaan. Daftar nominatif dibuat dan dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh dengan memuat paling tidak memuat nomor urut, tanggal, nama tempat, alamat representasi dibuat, jenis representasi, jumlah, dan relasi, nama, posisi, nama perusahaan, dan jenis usaha. 6. Perusahaan dalam kewajiban membayar pesangon menggunakan dua cara. Salah satu cara yang dilakukan perusahaan dalam membayar uang pesangon adalah secara langsung kepada karyawan pada saat adanya pemutusan hubungan kerja, sehingga pembentukan cadangan dana pesangon tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak dan PPh badan (non deductable 73

expenses). Untuk mengatasi hal ini maka perencanaan yang harus dilakukan adalah semua pembayaran uang pesangon dialihkan kepada pihak ketiga, sehingga perusahaan dapat membebankan uang pesangon tersebut sebagai biaya (deductable expenses) dalam menghitung penghasilan kena pajak pada saat terjadinya pengalihan tanggung jawab kepada pengelola dana pesangon. Dengan demikian maka pembentukan dana cadangan pesangon tersebut bisa menjadi pengurang penghasilan. 7. Perusahaan membayar iuran jamsostek melalui dua lembaga dana pensiun yang berbeda. Salah satu iuran dibayarkan kepada lembaga dana pensiun yang pendiriannya tidak atau belum disahkan oleh Menteri Keuangan, sehingga tidak boleh dibebankan sebagai biaya sesuai dengan pasal 6 ayat 1. Perencanaan pajak yang harus dilakukan adalah dengan cara perusahaan dalam memilih lembaga dana pensiun harus merupakan lembaga dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sehingga boleh dibebankan sebagai biaya. 8. Sumbangan dalam bentuk apapun tidak dapat menjadi pengurang penghasilan sesuai Undang-Undang PPh pasal 9 ayat 1 huruf g UU PPh tahun 2000, karena sumbangan tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha. Sumbangan yang boleh dijadikan pengurang penghasilan oleh pajak adalah sumbangan untuk GNOTA / sumbangan korban bencana alam antara lain tsunami Nangroe Aceh Darussalam atau Sumatera Utara hal ini diatur antara lain dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 609/KMK.03/ 2004 tentang perlakuan PPh atas bantuan kemanusiaan bencana alam di NAD dan sumatera utara. 9. Pada laporan laba rugi perusahaan terdapat pendapatan lain-lain yang diperoleh melalui penghasilan sewa, penghasilan bunga dan beban bunga. Dimana penghasilan bunga dan penghasilan sewa seharusnya dikoreksi fiskal negatif karena penghasilan 74

tersebut merupakan penghasilan yang terkena pajak Final. Sehingga biaya ini harus dikeluarkan dari pendapatan lain-lain. Perencanaan pajak yang harus dilakukan adalah dengan cara perusahaan harus lebih cermat dalam membuat Laporan laba rugi karena akan berdampak pada pengisian SPT. Perusahaan akan dirugikan bila pendapatan ini tidak dikeluarkan karena perusahaan akan dikenakan pajak dua kali (berganda) dan juga akan berakibat dikenakannya denda pajak karena salah dalam mengisi dan menghitung SPT. Jika hal ini terus dilakukan dan perusahaan tidak melakukan perencanaan yang baik maka akan merugikan perusahaan. 10. PT MMS tidak mempunyai pegawai yang benar-benar mengerti dan memahami perpajakan, selama ini pegawai yang menangani bidang perpajakan merupakan pegawai yang belum mempunyai keahlian khusus di bidang pajak. Perusahaan, jika ingin menghitung dan melaporkan pajak yang terutang menggunakan jasa Konsultan pajak. Perencanaan yang sebaiknya dilakukan perusahaan adalah dengan merekrut karyawan yang mengerti pajak dengan syarat misalnya memiliki Bravet baik Bravet A maupun B atau perusahaan dapat membiayai karyawannya untuk ikut pelatihan atau kursus Bravet agar dapat mengerti pajak. Di samping dapat menghemat biaya konsultan pajak, hal ini juga dapat menjadi biaya pelatihan dan pendidikan yang merupakan deductable expense bagi perusahaan. 11. Dalam memilih Konsultan pajak perusahaan menilai berdasarkan kemampuan yang dimiliki. Perencanaan pajak yang seharusnya dilakukan perusahaan adalah sebaiknya perusahaan lebih cermat dan teliti dalam memilih konsultan pajak, karena tidak hanya kemampuan yang dibutuhkan untuk menjadi konsultan pajak namun ada syarat lain misalnya seorang konsultan harus memiliki Bravet baik Bravet A, B maupun C. Konsultan tersebut juga harus berpengalaman dalam urusan perpajakan, 75

berpengetahuan luas dalam masalah pajak, memiliki nama baik dikalangan konsultan pajak dan lain-lain. Hal ini seharusnya menjadi bahan pertimbangan perusahaan dalam memilih konsultan pajak agar dalam penghitungan, pelaporan, dan pengisian SPT, kesalahan dapat ditekan serendah mungkin. 12. Perusahaan sudah melaporkan pajaknya tepat waktu. Hal ini harus terus dilakukan perusahaan karena hal ini termasuk dalam tax planning. Dalam melakukan Tax planning tidak hanya mencari loopholes melalui peraturan-peraturan perpajakan, namun menghindari kesalahan yang akan menimbulkan sanksi baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana juga merupakan salah satu cara tax planning. 76

IV.4 Rekonsiliasi Sebelum dan Sesudah Perencanaan Pajak Tabel IV.4 PT MMS Rekonsiliasi Sebelum dan Sesudah Perencanaan Pajak Untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2006 Sebelum Perencanaan Pajak Setelah Perencanaan Pajak KETERANGAN Laporan Perencanaan Komersial Koreksi Fiskal Laporan Fiskal Pajak Laporan Fiskal PENDAPATAN TOL 175.528.064.300 175.528.064.300 175.528.064.300 BEBAN USAHA LANGSUNG Depresiasi dan Amortisasi: Amortisasi Hak Pengelolaan Jalan Tol 44.765.464.097 (605.499.224) 44.159.964.873 44.159.964.873 Amortisasi Pelapisan Ulang 6.896.637.981 1.019.936.389 7.916.574.370 7.916.574.370 Depresiasi Aktiva Tetap 1.376.448.586 1.021.115.766 2.397.564.352 2.397.564.352 53.038.550.664 54.474.103.595 54.474.103.595 Gaji & Tunjangan 10.546.335.706 10.546.335.706 10.546.335.706 Pesangon 444.301.828 887.762.042 1.332.063.870 1.332.063.870 Pengobatan 535.568.507 535.568.507 535.568.507 Pakaian Dinas Patroli 115.164.000 115.164.000 115.164.000 Pendidikan dan Latihan 450.653.830 450.653.830 450.653.830 77

Asuransi Jiwa 136.798.336 136.798.336 136.798.336 Jamsostek 513.765.728 (470.323.940) 43.441.788 43.441.788 PPh 21 dibayar perusahaan 331.062.128 (331.062.128) - - Tunjangan Pajak a) 331.062.128 331.062.128 Perjalanan Dinas 7.481.000 7.481.000 7.481.000 Makanan Kesehatan 350.756.386 350.756.386 f) 5.341.468 356.097.854 Pemeliharaan Jalan dan Jembatan 2.643.093.369 2.643.093.369 g) 168.708.087 2.811.801.456 Pemeliharaan Pendukung Jalan Tol 1.366.711.808 1.366.711.808 h) 87.236.924 1.453.948.732 Pemeliharaan Tanaman 942.055.000 942.055.000 i) 60.131.170 1.002.186.170 Pemeliharaan Kelistrikan Gedung & Jalan 1.799.511.212 1.799.511.212 j) 114.862.418 1.914.373.630 Pemeliharaan Bangunan Kantor & Gerbang 836.007.502 836.007.502 k) 53.362.181 889.369.683 Pemeliharaan Kendaraan 149.020.040 149.020.040 l) 9.511.917 158.531.957 Perawatan & Kebersihan Gedung 454.806.592 454.806.592 m) 29.030.208 483.836.800 PBB 7.083.934.099 7.083.934.099 7.083.934.099 Listrik, Air & Telepon 1.488.922.222 1.488.922.222 1.488.922.222 Cetakan 272.227.289 272.227.289 272.227.289 Alat Tulis Kantor 77.356.480 77.356.480 77.356.480 Bahan Bakar & Pelumas 1.443.619.950 1.443.619.950 1.443.619.950 Sewa Kendaraan & Rumah 1.178.783.730 1.178.783.730 1.178.783.730 Biaya out shursing 565.767.305 565.767.305 565.767.305 Biaya Akomodasi 117.900.000 (117.900.000) - - Tunjangan Akomodasi b) 117.900.000 117.900.000 Asuransi, Perijinan & Pajak Kendaraan 123.002.402 123.002.402 123.002.402 Asuransi Jalan Tol 221.072.049 221.072.049 221.072.049 78

Keamanan Jalan Tol 1.237.420.850 1.237.420.850 1.237.420.850 Pelayanan Keselamatan Jalan Tol 74.724.569 74.724.569 74.724.569 Biaya Perayaan 61.889.082 (61.889.082) - - Bacaan dan Kepustakaan 3.378.100 3.378.100 3.378.100 Dokumentasi 18.756.165 18.756.165 18.756.165 Jumlah Beban Operasional 35.591.847.264 35.498.434.156 36.475.580.657 Jumlah Beban Usaha Langsung 88.630.397.928 89.972.537.751 90.949.684.252 LABA KOTOR USAHA 86.897.666.372 85.555.526.549 84.578.380.048 BEBAN USAHA TIDAK LANGSUNG Depresiasi dan Amortisasi : Amortisasi Beban Ditangguhkan - - - - Depresiasi Aktiva Tetap 415.801.910 (366.297.591) 49.504.319 49.504.319 415.801.910 49.504.319 49.504.319 Gaji & Tunjangan 5.178.055.322 (400.000.000) 4.778.055.322 4.778.055.322 Tunjangan Keanggotaan Olahraga c) 400.000.000 400.000.000 Pesangon 263.092.001 (88.165.051) 174.926.950 174.926.950 Pengobatan 201.358.549 201.358.549 201.358.549 Pakaian Dinas 16.862.000 16.862.000 16.862.000 Pendidikan & Latihan 229.334.607 229.334.607 229.334.607 Asuransi Jiwa 129.017.769 129.017.769 129.017.769 Jamsostek 198.842.838 (181.635.278) 17.207.560 17.207.560 PPh 21 dibayar perusahaan 726.233.660 (726.233.660) - - Tunjangan Pajak a) 726.233.660 726.233.660 79

Perjalanan Dinas 50.868.898 50.868.898 50.868.898 Makanan Kesehatan 24.034.323 24.034.323 f) 366.005 24.400.328 Sewa Gudang & Kantor 181.500.000 181.500.000 181.500.000 Sewa Kendaraan 55.403.700 55.403.700 55.403.700 Biaya Akomodasi 515.100.000 (515.100.000) - - Tunjangan Akomodasi b) 515.100.000 515.100.000 Jasa Akuntan & Konsultan 423.609.393 423.609.393 d) 34.346.708 457.956.101 Jasa Tenaga Ahli (Notaris) 72.726.150 72.726.150 e) 5.896.715 78.622.865 Iklan dan Promosi 43.459.500 43.459.500 43.459.500 Listrik, Air dan Gas 110.586.049 110.586.049 110.586.049 Dokumentasi 4.251.632 4.251.632 4.251.632 Beban Bank 429.532.119 429.532.119 429.532.119 Telepon, Teleks & Radio Komunikasi 168.063.424 168.063.424 168.063.424 Pemeliharaan Inventaris Kantor 79.996.142 79.996.142 n) 5.106.137 85.102.279 Perbaikan & Pemeliharaan Gedung 126.112.091 126.112.091 o) 8.049.708 134.161.799 Pemeliharaan Kendaraan 41.151.382 41.151.382 l) 2.626.684 43.778.066 Alat Tulis Kantor 69.818.280 69.818.280 69.818.280 Cetakan 46.837.137 46.837.137 46.837.137 Bahan Bacaan 7.912.350 7.912.350 7.912.350 Asuransi, Pajak Kendaraan, PBB, Post & Iuran 5.003.115 5.003.115 5.003.115 BBM & Tol dan Parkir 164.977.821 164.977.821 164.977.821 Biaya Pengiriman Dokumen 16.821.451 16.821.451 16.821.451 Representasi/Entertainment 402.127.302 (402.127.302) - p) 402.127.302 402.127.302 Biaya Keamanan Gedung Kantor 25.581.105 25.581.105 25.581.105 80

Biaya Rapat 77.715.487 77.715.487 77.715.487 Biaya Perayaan 66.679.290 (66.679.290) - - Sumbangan 16.420.800 (16.420.800) - - Lain-lain 17.306.442 17.306.442 17.306.442 Jumlah Beban Administrasi & Umum 10.186.392.129 7.790.030.748 9.889.883.667 Jumlah Beban Usaha Tidak Langsung 10.602.194.039 7.839.535.067 9.939.387.986 76.295.472.333 77.715.991.482 74.638.992.062 PENGHASILAN (BEBAN) LAIN-LAIN Beban Bunga : Bunga Junior Debt (7.200.972.222) 7.200.972.222 - - Bunga Bank (58.617.082.484) (58.617.082.484) (58.617.082.484) Bunga Obligasi Konversi (65.818.054.706) (58.617.082.484) (58.617.082.484) Laba Rugi Kurs Beban Obligasi Guarantor fee Listing fee Trustee fee BDN & BNI Provisi Kredit (574.166.667) (574.166.667) (574.166.667) (574.166.667) (574.166.667) (574.166.667) Denda Bunga Penghasilan Bunga Deposito & Jasa Giro 701.059.749 (701.059.749) - - Lain-lain Bersih 81

Penghasilan Iklan 77.696.273 77.696.273 77.696.273 Penghasilan Sewa 985.420.000 (985.420.000) - - Penghasilan Penjualan Assets 267.000.000 267.000.000 267.000.000 Lain-lain Bersih 441.933.690 (135.446.179) 306.487.511 306.487.511 2.473.109.712 651.183.784 651.183.784 Jumlah Beban Lain-lain Bersih (63.919.111.661) (58.540.065.367) (58.540.065.367) LABA BERSIH TAKSIRAN PPh 12.376.360.673 19.175.926.116 16.098.926.695 Pajak Kini* (3.695.408.202) (5.735.277.835) (4.812.178.009) Pajak Tangguhan 3.837.554.102 3.837.554.102 3.837.554.102 LABA SETELAH PAJAK 12.518.506.573 17.278.202.383 15.124.302.788 82

Perhitungan PPh Badan PT MMS tahun 2006 : Tabel IV.5 Perhitungan Penghematan Pajak Sebelum Tax Planning Setelah Tax Planning Persentase Penghematan PKP 19.175.926.116 16.098.926.695 16,046% PPh Badan : 10% x Rp. 50.000.000,00 5.000.000 5.000.000 15% x Rp. 50.000.000,00 7.500.000 7.500.000 30% x Rp. 19.075.926.116,00 5.722.777.835 30% x Rp. 15.998.926.695,00 4.799.678.009 Jumlah PPh Terutang 5.735.277.835 4.812.178.009 16,095% Penghematan pajak yang dapat dilakukan sebesar: Pajak sebelum perencanaan Rp. 5.735.277.835,00 Pajak setelah perencanaan Rp. 4.812.178.009,00 Jumlah penghematan Rp. 923.099.826,00 Dari hasil rekonsiliasi fiskal sebelum perencanaan pajak dan setelah perencanaan pajak terbukti bahwa sebelum dilakukan perencanaan pajak laba kena pajak PT MMS sebesar Rp 19.175.926.116,00, namun setelah dilakukan perencanaan pajak secara efektif laba kena pajak perusahaan menjadi Rp 16.098.926.695,00. Dengan bertambah kecilnya laba kena pajak maka akan berdampak pada jumlah pajak terutang, jika sebelumnya pajak terutang sebesar Rp 5.735.277.835,00 setelah dilakukan perencanaan pajak secara optimal maka besarnya pajak PT MMS menjadi Rp 4.812.178.009,00. Perusahaan dapat menghemat pajak sebesar Rp 923.099.826,00 atau sekitar 16,095%. 83

Dari Tabel Sebelumnya terdapat beberapa Perencanaan yang dapat digunakan oleh PT MMS diantaranya : a. Tunjangan pajak merupakan perencanaan pajak yang dapat dilakukan untuk biaya PPh 21 dibayar perusahaan. Sebelum perusahaan melakukan perencanaan perusahaan mencatat PPh 21 dibayar perusahaan pada beban usaha langsung dan beban usaha tidak langsung, dimana biaya ini tidak dapat digunakan sebagai pengurang penghasilan. Oleh karena itu agar biaya ini dapat digunakan sebagai deductable expense, maka setelah perencanaan biaya ini di ganti dengan tunjangan pajak yang merupakan deductable expense sebesar Rp. 331.062.128,00 pada beban usaha langsung dan Rp. 726.233.660,00 pada beban usaha tidak langsung. b. Perencanaan Pajak yang dapat digunakan oleh perusahaan mengenai biaya akomodasi adalah dengan menggantinya sebagai tunjangan akomodasi yang dapat menambah penghasilan bagi karyawan (take home pay) dan juga dapat digunakan sebagai deductable expense bagi perusahaan yang besarnya sebesar Rp. 117.900.000,00 pada beban usaha langsung dan Rp. 515.100.000,00 pada beban usaha tidak langsung. c. Perencanaan Pajak yang dapat digunakan oleh perusahaan mengenai biaya pemberian fasilitas membership olahraga yang termasuk dalam akun gaji dan tunjangan adalah dengan menggantinya sebagai tunjangan keanggotaan olahraga yang dapat digunakan sebagai deductable expense bagi perusahaan yang besarnya sebesar Rp. 400.000.000,00 pada beban usaha tidak langsung. d. Sebelum perencanaan pajak PT MMS belum melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas Jasa Akuntan & Konsultan yang dipakai. Setelah perencanaan pajak yang dilakukan dengan cara melakukan gross up atas PPh Pasal 23, maka perusahaan 84

dapat menambah biaya jasa konsultan hukum sebesar Rp 34.346.708,00 ke dalam laporan fiskalnya. e. Sebelum perencanaan pajak PT MMS belum melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas Jasa Tenaga Ahli (Notaris) yang dipakai. Setelah perencanaan pajak yang dilakukan dengan cara melakukan gross up atas PPh Pasal 23, maka perusahaan dapat menambah biaya jasa konsultan hukum sebesar Rp 5.896.715,00 ke dalam laporan fiskalnya. f. PT MMS memberikan makanan kesehatan bagi karyawannya dengan menggunakan jasa katering. Atas jasa katering ini perusahaan harus memotongnya sesuai PPh Pasal 23. Perencanaan pajak yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah dengan menggunakan metode gross up, maka perusahaan dapat menambah biaya makanan kesehatan sebesar sebesar Rp. 5.341.468,00 pada beban usaha langsung dan Rp. 366.005,00 pada beban usaha tidak langsung. g. Perusahaan menggunakan jasa pemeliharaan jalan dan jembatan. Atas biaya ini perusahaan harus memotongnya sesuai PPh Pasal 23. Perencanaan pajak yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah dengan menggunakan metode gross up, maka perusahaan dapat menambah biaya jasa pemeliharaan jalan dan jembatan sebesar Rp 168.708.087,00 ke dalam laporan fiskalnya. h. Perusahaan menggunakan jasa pemeliharaan pendukung jalan tol. Atas biaya ini perusahaan harus memotongnya sesuai PPh Pasal 23. Perencanaan pajak yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah dengan menggunakan metode gross up, maka perusahaan dapat menambah biaya jasa pemeliharaan pendukung jalan tol sebesar Rp 87.236.924,00 ke dalam laporan fiskalnya. 85