molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

Karakteristik mutu daging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Sifat Fisik dan Kimiawi Susu Kambing Segar

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Ekstrak Bakteriosin Kasar

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

Bakteri memerlukan Aw relatif tinggi untuk pertumbuhan > 0,90

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan

Standarisasi Nasional, 1995). Menurut Soeparno (2005), pada dasarnya sosis terdiri dari lima kelas sosis yang sudah dikenal yaitu sosis segar, sosis s

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS B. KARAKTERISASI AWAL YOGURT KACANG HIJAU

PAPER BIOKIMIA PANGAN

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sosis merupakan salah satu makanan olahan daging yang cukup

5.1 Total Bakteri Probiotik

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

KUALITAS FISIK DAN ORGANOLEPTIK PADA SOSIS FERMENTASI DAGING SAPI YANG DIBERI KULTUR L. plantarum 2C12 ATAU L. acidophilus 2B4

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan disajikan pada Tabel 6.

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

PENDAHULUAN. segar seperti diolah menjadi sosis, nugget, dendeng, kornet dan abon.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung 83-87,5 g air; 3,3 4,9 g protein dan; 4 7,3 g lemak. Susu kambing

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produk daging yang dihasilkan dari kelinci ada dua macam yaitu fryer dan roaster. Kelinci

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan adalah produk fermentasi berbasis susu. Menurut Bahar (2008 :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang (1.1.), Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

Harryara Sitanggang

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN Pengujian Aktivitas Rennet dalam Mengkoagulasikan Susu

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. Yoghurt adalah salah satu produk olahan pangan bersifat probiotik yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu produk olahan susu di Indonesia yang berkembang pesat

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggumpal, serta kombinasi dari perlakuan-perlakuan tersebut, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan susu segar sebagai bahan dasarnya, karena total padatan

PENDAHULUAN. mempunyai kandungan nutrisi yang lengkap seperti laktosa, lemak, protein,

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan ini dilakukan pembiakan dua kultur starter. Kultur yang digunakan adalah kultur murni L. plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4 hasil isolasi dari daging sapi. Proses pembiakan kultur tersebut pada media de Man Rogosa Sharp Broth. Tahap selanjutnya dilakukan penyegaran kultur menggunakan media susu skim yang menghasilkan kultur cair. Kultur cair tersebut dihitung viabilitasnya dari masingmasing bakteri L. plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4. Perhitungan populasi bakteri probiotik disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Populasi Bakteri Asam Laktat yang Digunakan untuk Pembuatan Sosis Fermentasi Bakteri Asam Laktat Hasil perhitungan pada Tabel 3. menjelaskan bahwa antara kedua bakteri probiotik tersebut dapat tumbuh dengan baik dengan populasi yang dapat tumbuh hingga 10 8 CFU/ml dengan kualitas yang baik. Jumlah ini sesuai dengan Arief (2000) populasi yang diharapkan adalah 10 8 CFU/ml untuk dijadikan sebagai kultur starter pada pembuatan sosis fermentasi. Bakteri asam laktat L. plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4 dikatakan berkualitas baik pada hasil akhir pembiakan kultur karena terjadi pembentukan curd atau penggumpalan (Gambar 4). Populasi Kultur Starter L. plantarum 2C12 2,35 x 10 9 CFU/ml L. acidophilus 2B4 7,65 x 10 9 CFU/ml Mekanisme pembentukan curd menurut Tamine dan Marshall (1997) yaitu bakteri asam laktat mengubah gula susu (laktosa) menjadi asam laktat sehingga meningkatkan keasaman susu disertai dengan penurunan ph. Hal ini mengakibatkan terkoagulasinya protein susu dan membentuk curd yang kompak. Menurut Malaka (2010) mekanisme pembentukan curd terjadi ketika bakteri asam laktat mengubah laktosa menjadi asam laktat, kemudian asam laktat bereaksi dengan kalsium dari kasein menyebabkan kasein mengendap karena terjadinya penggabungan dan 22

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam susu, kemudian kasein menjadi bermuatan dan akhirnya terjadi tarik menarik antar molekul yang bermuatan listrik berbeda sehingga kasein saling berikatan dan menggumpal. Gambar 4. Kultur Starter yang Digunakan dalam Pembuatan Sosis Fermentasi. No.1 adalah Kultur L. acidophilus 2B4 dan No.2 adalah L. plantarum 2C12. Huruf a adalah curd. Sifat Fisik Daging Segar Pengukuran karakteristik daging untuk mengetahui kualitas daging segar yang baik digunakan dalam bahan utama pembuatan sosis fermentasi. Peubah sifat fisik yang diukur meliputi ph, aktivitas air, dan total asam tertitrasi. Pengukuran sifat fisik pada daging segar dan daging giling disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Sifat Fisik Daging Segar Peubah Daging Segar ph 5,59 0,04 a w 0,90 0,01 TAT 0,57 0,05 Pengukuran ph bertujuan untuk mengetahui tingkat keasaman suatu bahan pangan. Hasil pengukuran ph daging segar menunjukkan nilai ph daging segar 5,59+0,04. Nilai ini sesuai dengan SNI 01-3947-1995, yang menjelaskan bahwa syarat mutu ph daging segar berkisar antara 5,3-5,8. Nilai ph rendah pada daging dipengaruhi oleh penimbunan asam laktat. Mekanisme pembentukan asam laktat yang terdapat di dalam daging dimulai pada saat hewan mati dimana berbagai 23

jaringan akan melanjutkan metabolisme secara lokal. Mekanisme tersebut dimulai dari urat daging tidak berkontraksi secara aktif, namun dapat menghasilkan energi yang digunakan untuk mempertahankan suhu dan integrasi sel. Proses tersebut dilakukan oleh enzim ATP-ase kontraktil dari aktomiosin dan ATP-ase non kontraktil dari miosin. Proses selanjutnya darah dari sapi akan banyak keluar sehingga pembawa oksigen ke urat daging hilang, akibatnya enzim sitokrom tidak dapat bekerja sehingga ATP tidak dapat terbentuk. Kerja ATP-ase non kontraktil dari miosin yang terus menerus akan menurunkan tingkat ATP, akibatnya akan menghasilkan P-organik yang merangsang perubahan glikogen menjadi asam laktat (Komariah, 2008). Pengukuran aktivitas air bertujuan sebagai indikator adanya sejumlah air dalam bahan pangan yang dibutuhkan untuk media pertumbuhan mikroorganisme. Aktivitas air paling umum digunakan sebagai kriteria untuk keamanan dan kualitas pangan terutama dalam menentukan tingkat stabilitas dan keawetan bahan. Pengukuran a w daging segar menunjukkan nilai 0,90+0,01. Nilai a w daging lebih rendah dari standar a w daging segar yaitu 0,99 (Kusnandar, 2010). Nilai a w yang rendah menunjukkan bahwa daging terhindar dari kontaminasi bakteri pembusuk yang bekerja pada a w > 0,95. Total Asam Tertitrasi (TAT) pada penelitian ini menunjukkan persentase asam laktat dalam bahan yang ditentukan secara titrasi dengan NaOH 0,1 N. Pengukuran TAT ini bertujuan sama dengan ph yaitu untuk mengukur keasaman suatu bahan. Nilai rataan TAT yang diperoleh pada pengujian daging segar 0,57+0,05. Hasil pengukuran karakteristik sifat fisik daging segar menunjukkan bahwa daging segar tersebut memiliki kualitas yang baik. Daging segar ini dapat digunakan untuk bahan utama dalam pembuatan sosis fermentasi. Penelitian Utama Pengaruh Fermentasi terhadap Nilai ph, TAT dan a w Sosis Fermentasi Penelitian utama yang dilakukan bertujuan untuk menganalisa sifat fisik dan organoleptik. Analisa sifat fisik yang dilakukan meliputi ph, TAT, a w dan warna. Pengukuran sifat fisik sosis fermentasi kontrol, sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum 2C12, atau L. acidophilus 2B4 disajikan pada Tabel 5. 24

Tabel 5.Sifat Fisik Sosis Fermentasi Parameter Kontrol L. acidophilus 2B4 L. plantarum 2C12 ph 4,75 0,16 a 4,20 0,05 b 4,37 0,14 b TAT 0,90 0,07 b 1,04 0,04 ab 1,08 0,09 a a w 0,90 0,006 0,90 0,003 0,89 0,004 Keterangan : superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) Nilai ph Sosis Fermentasi Pengukuran ph dilakukan untuk mengetahui tingkat keasaman sosis fermentasi. Pengontrolan nilai ph merupakan parameter yang kritis karena adanya perubahan nilai ph akan menentukan kualitas bahan pangan. Nilai ph optimum harus dipertahankan selama fermentasi hingga dikonsumsi oleh manusia. Nilai ph 6 5,67 ± 0,04 5,62 ±0,05 5,38 ± 0,07 5 5,54 ± 0,04 5,22 ± 0,03 4 4,51 ± 0,19 3 2 4,68 ± 0,13 4,74 ± 0,03 4,75 ± 0,16 4,24 ± 0,31 4,4 ± 0,06 4,37 ± 0,14 4,12 4,25 4,2 ± 0,01 ± 0,01 ± 0,05 1 0 adonan H 1 H 2 H 3 salami Proses Fermentasi Gambar 5. Grafik Perubahan Nilai ph Selama Proses Fermentasi. H 1 adalah hari ke-1 pengasapan, H 2 adalah hari ke-2 pengasapan, H 3 adalah hari ke-3 pengasapan. Simbol adalah kontrol, simbol adalah L. acidophilus 2B4, dan simbol adalah L. plantarum 2C12. Nilai ph sosis fermentasi kontrol rendah karena terfermentasi secara alamiah. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 berpengaruh nyata terhadap penurunan ph dibandingkan dengan kontrol (Tabel 5). Perubahan nilai ph selama fermentasi disebabkan oleh kultur starter L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4. L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 merupakan bakteri homofermentatif yang memproduksi asam laktat yang menyebabkan penurunan nilai ph. Nilai ph sosis fermentasi dengan 25

penambahan kultur L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 sesuai dengan Pederson (1979), yang menyatakan kisaran nilai ph untuk sosis fermentasi adalah 4,3-5,2. Secara deskriptif, nilai ph pada pengasapan hari ke-3 (Gambar 5) mengalami peningkatan. Peningkatan nilai ph yang tidak diinginkan selama fermentasi ini terjadi akibat kemampuan bakteri asam laktat yang kurang optimal dalam menghasilkan asam laktat. Berkurangnya kemampuan bakteri asam laktat dalam menghasilkan asam laktat diakibatkan bakteri asam laktat telah mencapai fase stasioner. Fase stasioner yaitu jumlah sel yang dihasilkan seimbang dengan jumlah sel yang mati (Gaman dan Sherrington, 1992). Bakteri asam laktat mencapai fase stasioner ditandai dengan penurunan kembali nilai ph namun tidak signifikan. Penurunan nilai ph disebabkan adanya bakteri asam laktat dalam daging maupun yang ditambahkan mampu memproduksi asam laktat hasil metabolisme karbohidrat. Nilai ph yang rendah pada sois fermentasi berperan dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Buckle et al., (2009) yang menyatakan bahwa bakteri asam laktat disebut sebagai preservatif karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain khususnya patogen. Preservatif yang dilakukan bakteri asam disebabkan oleh asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri selama fermentasi pangan yang akan menurunkan ph dari lingkungan pertumbuhannya dan menimbulkan rasa asam. Hal ini juga menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Beberapa produk sosis fermentasi telah banyak dilakukan pengujian sifat fisik seperti nilai ph. Salah satu contoh dari produk sosis fermentasi yang telah diteliti menurut NSW Food Authority (2009) yaitu Hot Hungarian Salami yang memiliki nilai ph 4,7. Nilai ph sosis fermentasi kontrol sesuai dengan produk Hot Hungarian Salami yaitu 4,7. Nilai ph sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 berada dibawah nilai ph Hot Hungarian Salami yaitu 4,37 dan 4,20. Nilai ph sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 baik untuk dikonsumsi, hal ini disebabkan nilai ph yang semakin rendah menunjukkan sosis fermentasi tersebut terhindar dari bakteri patogen. 26

Nilai TAT Sosis Fermentasi Total asam tertirasi adalah hasil pengukuran asam melalui proses metabolisme karbohidrat oleh bakteri asam laktat. Pengukuran TAT dilakukan untuk mengetahui asam laktat yang terdapat pada sosis fermentasi. Kandungan asam laktat di dalam sosis fermentasi dalam jumlah tertentu sangat diharapkan karena dapat memberi cita rasa dan sebagai pengawet. Nilai total asam tertitrasi dapat dilihat pada Tabel 5. 1,6 1,4 1,36 ± 0,11 1,35 ± 0,15 % TAT 1,2 1 0,8 0,6 0,93 ± 0,04 0,6 ± 0,03 1,19 ± 0,13 1,08 ± 0,07 0,93 ± 0,06 0,82 ± 0,08 1,08 ± 0,09 1,04 ± 0,04 0,9 ± 0,07 0,4 0,2 0,31 ± 0,04 0,31 ± 0,02 0,29 ± 0,02 0,5 ± 0,06 0 adonan H 1 H 2 H 3 salami Proses Fermentasi Gambar 6. Grafik Perubahan Nilai TAT Selama Proses Fermentasi. H 1 adalah hari ke-1 pengasapan, H 2 adalah hari ke-2 pengasapan, H 3 adalah hari ke-3 pengasapan. Simbol adalah kontrol, simbol adalah L. acidophilus 2B4, dan simbol adalah L. plantarum 2C12. Hasil analisis ragam sosis fermentasi menunjukkan bahwa penambahan L. plantarum 2C12 berpengaruh nyata terhadap peningkatan TAT dibandingkan dengan kontrol (Tabel 5). Penambahan L. acidophilus 2B4 tidak berpengaruh nyata meskipun nilai TAT lebih tinggi dari kontrol. Peningkatan nilai TAT disebabkan oleh aktivitas metabolisme glukosa dan glikogen oleh L. plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4 yang menghasilkan asam laktat (Arief, 2000). Semakin lama kandungan glukosa sebagai nutrien untuk mikroba akan semakin habis sehingga bakteri asam laktat menggunakan glikogen dalam jaringan daging sebagai nutrisi. Menurunnya kadar asam laktat pada akhir fermentasi disebabkan oleh bakteri asam 27

laktat mencapai fase stasioner (Gambar 6) sehingga dalam metabolismenya untuk memproduksi asam laktat mengalami penurunan. Sosis fermentasi dengan penambahan kultur starter bermutu baik karena memiliki nilai TAT pada kisaran 0,8-1% (Bacus, 1984). Nilai a w Sosis Fermentasi Aktivitas air (a w ) dalam bahan pangan menunjukkan jumlah air yang dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Pengurangan kandungan air baik secara pengeringan maupun secara pengasapan akan mengakibatkan produk menjadi lebih awet. Pengukuran nilai aktivitas air dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil pengukuran a w menunjukkan nilai a w sosis fermentasi pada kisaran 0,89-0,90. Hal ini sesuai dengan Kusnandar (2010), yang menyatakan kisaran nilai a w sosis fermentasi adalah 0,91-0,87. Nilai a w pada sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 maupun tanpa penambahan kultur starter menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini berarti tidak terjadi penurunan yang signifikan. Menurut Arief (2000), nilai a w yang relatif konstan disebabkan oleh pertumbuhan mikroba mencapai fase stasioner. Fase stasioner terjadi ketika jumlah sel yang dihasilkan seimbang dengan jumlah sel yang mati (Gaman dan Sherrington, 1992). Hal ini mengakibatkan jumlah air bebas yang digunakan untuk pertumbuhan mikroba tetap, sehingga nilai a w turun namun tidak signifikan. Nilai a w pada hari ke-2 pengasapan mengalami peningkatan yang disebabkan oleh penurunan nilai ph yang mencapai titik isoelektrik (Gambar 7). Penurunan nilai ph mencapai titik isoelektrik protein miofibril mengakibatkan pelepasan air menjadi air bebas sehingga a w meningkat (Cahyadi, 1999). Nilai a w pada hari ke-3 pengasapan mengalami penurunan kembali yang disebabkan oleh proses pengasapan yang masih dilakukan, sehingga proses pengeluaran air dalam produk menjadi lebih mudah. Rendahnya nilai a w berhubungan dengan daya tahan dan umur simpan produk yang lebih tinggi. Nilai a w pada produk sosis fermentasi menunjukkan produk terhindar dari kontaminasi bakteri patogen yang berbahaya. Bakteri patogen dapat tumbuh pada a w lebih dari 0,91 (Kusnandar, 2010). 28

0,96 0,94 0,94 ± 0,004 Aktvitas air (aw) 0,92 0,90 0,88 0,92 ± 0,012 0,92 ±0,010 0,91 ± 0,001 0,92 ± 0,021 0,91 ± 0,025 0,91 ± 0,006 0,91 ± 0,003 0,90 ± 0,001 0,90 ± 0,006 0,90 ± 0,006 0,90 ± 0,005 0,90 ± 0,003 0,89 ± 0,001 0,89 ± 0,004 0,86 adonan H 1 H 2 H 3 salami Proses Fermentasi Gambar 7. Grafik Perubahan Nilai a w Selama Proses Fermentasi. H 1 adalah hari ke-1 pengasapan, H 2 adalah hari ke-2 pengasapan, H 3 adalah hari ke-3 pengasapan. Simbol adalah kontrol, simbol adalah L. acidophilus 2B4, dan simbol adalah L. plantarum 2C12. Faktor lain penyebab menurunnya a w adalah terjadinya penguapan air bebas dari sosis karena pengaruh pengasapan dan selongsong sosis yang bersifat permeabel terhadap air dan udara sehingga air bebas dalam produk mudah keluar. Penurunan nilai ph juga mempengaruhi penurunan a w. Menurut Arief (2000) nilai ph yang rendah akan mengakibatkan daging mengkerut karena struktur daging akan saling berikatan kuat. Hal ini mengakibatkan daya ikat air sosis fermentasi menurun sehingga air mudah dilepas dari produk akibatnya nilai a w juga menurun. Bahan yang ditambahkan dalam pembuatan adonan sosis juga memiliki peranan dalam menurunkan nilai a w yaitu gula dan garam nitrit. Gula dan garam mengikat air dalam bahan pangan sehingga meningkatkan tekanan osmotik medium yang juga berimplikasi dengan rendahnya nilai a w (Soeparno, 2005). Produk-produk sosis fermentasi telah banyak dilakukan pengujian sifat fisik seperti nilai a w. Salah satu contoh dari produk sosis fermentasi yang telah diteliti menurut NSW Food Authority (2009) yaitu Hot Hungarian Salami yang memiliki nilai a w 0,90. Nilai a w sosis fermentasi kontrol, sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 sesuai dengan produk Hot Hungarian Salami yaitu 0,90. Nilai a w sosis fermentasi tersebut dapat dikatakan nilai a w semakin 29

rendah menunjukkan sosis fermentasi tersebut terhindar dari bakteri patogen dan pembusuk. Pengaruh Fermentasi Terhadap Warna Sosis Fermentasi Warna memiliki arti dan peranan penting pada penampilan suatu produk. Peranan warna dalam produk adalah dari tingkat kesegaran, kualitas, daya tarik, dan tanda pengenal suatu produk. Pengukuran intensitas warna yang dilakukan dengan menggunakan metode Hunter yang ditunjukan dengan notasi L, a, dan b. Data warna sosis fermentasi disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6.Pengaruh Fermentasi Terhadap Warna Peubah Kontrol L. acidophilus 2B4 L. plantarum 2C12 L 28,10 1,45 31,94 2,64 30,58 1,05 a+ 13,23 0,55 16,68 2,72 17,61 2,05 b+ 5,26 0,20 b 6,32 0,79 ab 7,04 0,77 a Keterangan : Peubah L = kecerahan, a+ = warna merah, dan b+ = warna kuning. Superskrip yang berbeda menunjukan perbedaan nyata (P<0,05). Hasil analisis ragam menunjukkan nilai kecerahan (L) sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 tidak berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 6). Secara keseluruhan nilai kecerahan sosis fermentasi baik kontrol maupun dengan penambahan kultur starter berkisar antara 28-32 sehingga tergolong gelap karena kurang dari 50 (sedang). Warna sosis fermentasi tergolong gelap disebabkan oleh adanya H 2 O 2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme hasil metabolisme aerobik (Arief et al., 2006). Kemampuan H 2 O 2 untuk mengoksidasi menyebabkan perubahan tetap pada sistem enzim sel mikroba sehingga digunakan sebagai antimikroba. Selain itu, senyawa ini juga dapat terdekomposisi menjadi air dan oksigen (Ray dan Bhunia, 2008). H 2 O 2 dapat menyebabkan warna merah sosis menurun karena terbentuknya metmioglobin yang berwarna coklat (Varnam dan Sutherland, 1995). Nilai a+ sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 tidak berbeda nyata dengan kontrol. Sosis fermentasi secara keseluruhan berwarna lebih coklat karena berada pada kisaran 13-18. Nilai a+ yang mendekati nol menunjukkan warna merah kecoklatan. Warna sosis fermentasi 30

menjadi kecoklatan karena denaturasi mioglobin dan pembentukan nitrosilhemokrom akibat proses pengasapan (Kramlich, 1971). Warna sosis fermentasi juga disebabkan oleh proses pengasapan yang menyebabkan warna menjadi semakin coklat. Menurut Lawrie (2003) selama proses pengasapan komponen asap akan diserap oleh permukaan produk dan menimbulkan warna kecoklatan akibat reaksi antara gugus karbonil dari asap dengan protein yang terdapat pada daging. Nilai b+ sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum 2C12 berbeda nyata dengan kontrol, sedangkan L. acidophilus 2B4 tidak berbeda nyata dengan kontrol dan L. plantarum 2C12. Sosis fermentasi kontrol cenderung berwarna kebiruan yang dideteksi semakin mendekati nilai b negatif. Sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum 2C12 cenderung berwarna kuning karena semakin mendekati b positif. Warna kekuningan disebabkan oleh asam lemak rantai pendek hasil dari proses lipolisis lemak. Lipolisis terjadi karena adanya air dan pemanasan. Lipolisis adalah reaksi pelepasan asam lemak bebas dari gliserin dalam struktur molekul lemak. Lipolisis dapat dipicu oleh adanya aktivitas enzim lipase atau pemanasan yang menyebabkan pemutusan ikatan ester dan pelepasan asam lemak bebas (Kusnandar, 2010). Asam lemak rantai pendek juga dihasilkan oleh metabolisme Lactobacillus (Kompiang, 2009). Hal ini menyebabkan sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum 2C12 lebih cenderung kekuningan. Uji Organoleptik Pengujian organoleptik dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan tingkat penerimaan sosis fermentasi daging sapi fermentasi dengan penambahan L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 oleh konsumen. Analisa organoleptik meliputi uji mutu hedonik dan uji hedonik. Parameter uji mutu hedonik dan uji hedonik meliputi warna, tekstur, aroma (asam), keempukan, dan penampakan umum. Melalui uji hedonik dan uji mutu hedonik dapat diketahui apakah suatu produk pangan atau sensori tertentu dapat diterima atau tidak oleh konsumen. Penampilan sosis fermentasi yang digunakan untuk pengujian organoleptik dapat dilihat pada Gambar 8. 31

Gambar 8. Penampilan Sosis Fermentasi. Keterangan : no. 1 adalah salami kontrol, no. 2 adalah salami dengan kultur L. acidophilus 2B4, dan no. 3 adalah salami dengan kultur L. plantarum 2C12. Uji Mutu Hedonik Uji mutu hedonik digunakan untuk mengetahui mutu produk sosis fermentasi. Uji mutu hedonik (Tabel 7) meliputi parameter warna, tekstur, aroma, keempukan, dan penampakan umum. Tabel 7. Nilai Rataan Uji Mutu Hedonik Sosis Fermentasi Probiotik Peubah Kontrol L. acidophilus 2B4 L. plantarum 2C12 Warna 2,24 0,78 a 3,44 1,33 a 4,32 0,63 b Tekstur 3,12 0,73 2,84 0,85 3,48 0,92 Aroma (asam) 3,08 1,00 3,16 1,03 2,80 1,29 Keempukan 2,80 1,08 3,04 0,93 3,28 0,98 Penampakan Umum 2,76 1,01 3,08 1,04 2,80 1,00 Keterangan : superskrip yang berbeda menunjukan perbedaan nyata (P<0,05). Skor warna : Skor tekstur : Skor aroma : Skor keempukan : Skor penampakan umum : 1 : sangat merah 1 : sangat halus 1 : tajam menusuk 1 : sangat empuk 1 : sangat baik 2 : merah 2 : halus 2 : tajam 2 : empuk 2 : baik 3 : merah kecoklatan 3 : sedang 3 : sedang 3 : kurang empuk 3 : sedang 4 : coklat 4 : kasar 4 : kurang tajam 4 : a lot 4 : kurang baik 5 : hitam 5 : sangat kasar 5 : tidak bau 5 : sangat alot 5 : sangat kurang baik Warna Hasil analisa non-parametrik sosis fermentasi dengan penambahan kultur L. plantarum 2C12 berbeda nyata dengan sosis fermentasi kontrol dan sosis fermentasi dengan penambahan L. acidophilus 2B4 (Tabel 7). Warna pada sosis fermentasi 32

dengan penambahan L. plantarum 2C12 panelis merespon warna coklat. Menurut Arief (2006) warna coklat pada sosis fermentasi ini menentukan bahwa kultur L. plantarum 2C12 lebih banyak menghasilkan H 2 O 2 selama fermentasi yang menyebabkan warna produk lebih berwarna coklat, dibandingkan dengan warna pada sosis fermentasi kontrol dan sosis fermentasi dengan penambahan L. acidophilus 2B4. Hal ini terbukti melalui pengukuran objektif warna menggunakan chromameter yaitu sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum 2C12 lebih cenderung berwarna kuning karena nilainya yang semakin mendekati b positif. Tekstur plantarum 2C12, sosis fermentasi kontrol dan sosis fermentasi dengan penambahan L. acidophilus 2B4 tidak berbeda nyata. Panelis merespon pada tekstur sosis fermentasi ini adalah sedang atau tidak kasar dan tidak halus. Tekstur berhubungan erat dengan nilai ph yang dihasilkan oleh sosis fermentasi. Nilai ph yang rendah akan mengakibatkan daging mengkerut karena struktur daging akan saling berikatan kuat. Aroma plantarum 2C12, sosis fermentasi kontrol dan sosis fermentasi dengan penambahan L. acidophilus 2B4 tidak berbeda nyata. Panelis merespon pada aroma sosis fermentasi ini adalah sedang atau tidak bau asam dan bau asam. Aroma asam yang dihasilkan dari sosis fermentasi probiotik dan kontrol cenderung sama. Aroma sosis fermentasi dipengaruhi oleh asam laktat yang dihasilkan oleh mikroorganisme baik dalam produk maupun yang ditambahkan, bumbu, komponen volatil, dan pengasapan. Keempukan plantarum 2C12, sosis fermentasi kontrol dan sosis fermentasi dengan penambahan L. acidophilus 2B4 tidak berbeda nyata. Panelis merespon pada keempukan sosis fermentasi ini adalah kurang empuk. Semakin tinggi jumlah asam laktat maka semakin tinggi kekerasan suatu produk. Nilai ph yang rendah akan mengakibatkan 33

daging mengkerut karena struktur daging akan saling berikatan kuat, selain itu tekstur daging juga semakin mengeras (Arief, 2000). Jumlah dan komposisi asam amino juga mempengaruhi keempukam daging. Protein pada jaringan otot akan menggumpal jika dipanaskan, sedangkan protein pada jaringan ikat akan menjadi lunak jika dipanaskan. Demikian juga, pemasakan akan mencairkan lemak, sehingga daging menjadi lunak (Muchtadi, 2009). Penampakan Umum plantarum 2C12, sosis fermentasi kontrol dan sosis fermentasi dengan penambahan L. acidophilus 2B4 tidak berbeda nyata. Panelis merespon pada penampakan umum sosis fermentasi ini adalah baik. Respon penelis terhadap penampakan umum sosis fermentasi probiotik berkisar antara baik dan sedang. Penampakan umum berpengaruh pada daya tarik konsumen. Uji Hedonik Uji hedonik digunakan untuk melihat tingkat kesukaan panelis terhadap produk sosis fermentasi. Uji hedonik (Tabel 8) meliputi parameter warna, tekstur, aroma, keempukan, dan penampakan umum. Tabel 8. Nilai Rataan Uji Hedonik Sosis Fermentasi Probiotik Peubah Kontrol L. acidophilus 2B4 L. plantarum 2C12 Warna 2,38 1,16 a 2,78 0,76 b 3,28 0,97 b Tekstur 2,64 0,92 2,98 0,80 2,90 0,81 Aroma 2,70 0,84 2,66 0,80 2,56 0,81 Keempukan 2,66 0,98 2,86 0,86 2,80 0,88 Penampakan Umum 2,64 0,98 a 2,78 0,93 ab 3,10 0,81 b Keterangan : superskrip yang berbeda menunjukan perbedaan nyata (P<0,05). Skor : 1=Sangat suka, 2=Suka, 3=Netral, 4=Tidak suka, 5=Sangat tidak suka. Warna plantarum 2C12 dan sosis fermentasi dengan penambahan L. acidophilus 2B4 berbeda nyata dengan sosis fermentasi kontrol (Tabel 8). Warna pada sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum 2C12 dan sosis fermentasi dengan 34

penambahan L. acidophilus 2B4 panelis merespon cenderung netral sedangkan pada sosis fermentasi kontrol panelis merespon cenderung suka. Hal ini menunjukan bahwa panelis lebih menyukai sosis fermentasi tanpa penambahan kultur probiotik (kontrol). Hal ini disebabkan sosis fermentasi dengan penambahan kultur probiotik baik L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 memiliki warna yang lebih gelap. Tekstur plantarum 2C12, sosis fermentasi kontrol dan sosis fermentasi dengan penambahan L. acidophilus 2B4 tidak berbeda nyata. Panelis merespon pada tekstur sosis fermentasi ini adalah cenderung netral. Lemak yang ditambahkan pada saat pembuatan sosis fermentasi dapat memperbaiki tekstur dan cita rasa sosis fermentasi yang dihasilkan (Puspitasari, 2008). Aroma plantarum 2C12, sosis fermentasi kontrol dan sosis fermentasi dengan penambahan L. acidophilus 2B4 tidak berbeda nyata. Panelis merespon pada aroma sosis fermentasi ini adalah cenderung netral. Buckle et al. (2009) menyatakan bahwa rempah-rempah berperan dalam pembentukan flavor yang diperkuat dengan adanya pengasapan. Bakteri asam laktat yang ditambahkan maupun yang terdapat dalam daging sendiri juga berperan dalam pembentukan aroma. Metabolisme bakteri asam laktat yang menghasilkan asam laktat mengakibatkan sosis fermentasi memiliki aroma asam. Keempukan plantarum 2C12, sosis fermentasi kontrol dan sosis fermentasi dengan penambahan L. acidophilus 2B4 tidak berbeda nyata. Panelis merespon pada keempukan sosis fermentasi adalah cenderung netral. Hal ini disebabkan oleh adanya penurunan ph yang mengakibatkan sosis fermentasi mengkerut dan memberi efek keras. 35

Penampakan Umum plantarum 2C12 berbeda nyata dengan sosis fermentasi tanpa penambahan kultur starter (kontrol). Panelis merespon pada penampakan umum sosis fermentasi dengan penambahan kultur L. plantarum 2C12 adalah tidak suka. Penampakan umum merupakan kesimpulan dari warna, tekstur, aroma dan keempukan. Panelis cenderung tidak suka terhadap sosis fermentasi dengan penambahan kultur L. plantarum 2C12 kemungkinan karena memiliki warna yang lebih gelap. Penampakan umum berpengaruh pada daya tarik konsumen. 36