BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1]

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bahan Listrik. Bahan Magnet

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

d) Dipol magnet merupakan sebuah magnet dipol, akselerator partikel, magnet yang dibangun untuk menciptakan medan magnet homogen dari jarak tertentu.

Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Vetran Republik Indonesia

BAB 2 TINJAUAN PUTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 2 STUDI PUSTAKA Magnet

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd)

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA)

BAB II DASAR TEORI. Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung

BAB II STUDI PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19

BAB I PENDAHULUAN. Magnet keras ferit merupakan salah satu material magnet permanen yang

MEDAN MAGNET SUGIYO,S.SI.M.KOM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri ITS

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab III Metodologi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :

MAKALAH BAHAN MAGNETIK DAN SUPERKONDUKTOR BAHAN FERROMAGNETIK

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA MUSYAWARAH KERJA KEPALA SEKOLAH (MKKS) SMA TRY OUT UJIAN NASIONAL 2010

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER)

SIFAT MAGNET SKRIPSI HAFSAH KHAIRUNNISA

PENGERTIAN. Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani magnítis líthos yang berarti batu Magnesian. Apakah magnet itu?

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Gambar 2.1 Pola garis-garis gaya magnet

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB 2 TINJAUAN PUTAKA

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J

SOAL UN FISIKA DAN PENYELESAIANNYA 2005

Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003

LATIHAN UJIAN NASIONAL

BAHAN AJAR 1 MEDAN MAGNET MATERI FISIKA SMA KELAS XII

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 PENGGUNAAN SENSOR MEDAN MAGNET TUNGGAL BERBASIS EFEK HALL DALAM PENGEMBANGAN ALAT UKUR HISTERISIS MAGNET UNTUK MATERIAL MAGNET LEMAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3METODOLOGI PENELITIAN

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07)

Bahan Magnetik. oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber)

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Teori Dasar GAYA MAGNETIK : (F) Jika dua buah benda atau kutub magnetik terpisah pada jarak r dan muatannya masing-masing m 1.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Gambar 2.1. Medan Magnet Suatu Material Magnet[5]

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

: Dr. Budi Mulyanti, MSi. Pertemuan ke-9

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

MOTTO DAN PERSEMBAHAN...

A. 100 N B. 200 N C. 250 N D. 400 N E. 500 N

PAKET SOAL 1.c LATIHAN SOAL UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2011/2012

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV Hasil dan Pembahasan

ILMU BAHAN LISTRIK_edysabara. 1 of 6. Pengantar

Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3

1.2 Tujuan Makalah Makalah ini dibuat untuk membantu para taruna-taruni dalam hal memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan medan magnet Bumi.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS SIFAT MAGNETIK BAHAN YANG MENGALAMI PROSES ANNEALING DAN QUENCHING

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

PEMBUATAN BONDED MAGNET PERMANEN NdFeB DENGAN PERLAKUAN PERMUKAAN (SURFACE TREATMENT) DAN KARAKTERISASINYA SKRIPSI KRISTIN N. HUTAGALUNG

Transkripsi:

4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI MAGNET SECARA UMUM Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Sebuah magnet terdiri atas magnet-magnet kecil yang memiliki arah yang sama (tersusun teratur), magnetmagnet kecil ini disebut magnet elementer. Pada logam yang bukan magnet, magnet elementernya mempunyai arah sembarangan (tidak teratur) sehingga efeknya saling meniadakan, yang mengakibatkan tidak adanya kutub-kutub magnet pada ujung logam. Setiap magnet memiliki dua kutub, yaitu: utara dan selatan. Kutub magnet adalah daerah yang berada pada ujung-ujung magnet dengan kekuatan magnet yang paling besar berada pada kutub-kutubnya. Magnet dapat menarik benda lain, beberapa benda bahkan tertarik lebih kuat dari yang lain, yaitu bahan logam. Namun tidak semua logam mempunyai daya tarik yang sama terhadap magnet. Besi dan baja adalah dua contoh materi yang mempunyai daya tarik yang tinggi oleh magnet. Sedangkan oksigen cair adalah contoh materi yang mempunyai daya tarik yang rendah oleh magnet. Satuan intensitas magnet menurut sistem metrik Satuan Internasional (SI) adalah Tesla dan SI unit untuk total fluks magnetik adalah weber (1weber/m 2 = 1 tesla) yang mempengaruhi luasan satu meter persegi. (Halliday, 1978) 2.2 JENIS BAHAN MAGNET Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam komponen pembentuknya. Menurut sifatnya terhadap adanya pengaruh kemagnetan, bahan dapat digolongkan menjadi 5 yaitu: 2.2.1 BAHAN DIAMAGNETIK Bahan diamagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas negatif dan sangat kecil. Sifat diamagnetik ditemukan oleh faraday pada tahun 1846 ketika sekeping bismuth ditolak oleh kedua kutub magnet, hal ini memperlihatkan bahwa

5 medan induksi dari magnet tersebut menginduksi momen magnetik pada bismuth pada arah berlawanan dengan medan induksi pada magnet. (Tipler, 1991) Sifat diamagnetik bahan ditimbulkan oleh gerak orbital elektron. Karena atom mempunyai elektron orbital, maka semua bahan bersifat diamagnetik. Suatu bahan dapat bersifat magnet apabila susunan atom dalam bahan tersebut mempunyai spin elektron yang tidak berpasangan. Dalam bahan diamagnetik hampir semua spin elektron berpasangan, akibatnya bahan ini tidak menarik garis gaya.contoh bahan diamagnetik yaitu: bismut, perak, emas, tembaga dan seng.permeabilitas bahan diamagnetik adalah μ < μ0 dan suseptibilitas magnetiknya χm < 0. (Halliday&Resnick,1978) 2.2.2 BAHAN PARAMAGNETIK Bahan paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masingmasing atom atau molekulnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet atomis total seluruh atau molekul dalam bahan adalah nol. Hal ini disebabkan karena gerakan atom atau molekul acak, sehingga resultan medan magnet atomis masing-masing atom saling meniadakan. Bahan ini jika diberi magnet luar, maka elektronelektronnya akan berusaha sedemikian rupa sehingga resultan medan magnet atomis searah dengan medan magnet luar. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar. Permeabilitas bahan paramagnetik adalah μ > μ0 dan suseptibilitas magnetiknya χm > 0. Contoh bahan paramagnetik adalah alumunium, magnesium, dan wolfram. (willian, 2003). Gambar 2.1 Arah domain-domain dalam bahan paramagnetik sebelum diberi medan magnet luar Bahan ini jika diberi medan magnet luar, elektron-elektronnya akan berusaha sedemikian rupa sehingga resultan medan magnet atomisnya searah dengan medan

6 magnet luar. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar. Gambar 2.2 Arah domain dalam bahan paramagnetik setelah diberimedan magnet luar 2.2.3 BAHAN FERROMAGNETIK Bahan feromagnetik adalah bahan yang mempunyai resultan medan atomis besar. Hal ini terutama disebabkan oleh momen magnetik spin elektron. Pada bahan feromagnetik banyak spin elektron tidak berpasangan, misalnya pada atom besi terdapat empat buah spin elektron yang tidak berpasangan. Masing-masing spin leektron yang tidak berpasangan ini akan memberikan medan magnetik, sehingga total medan magnetik yang dihasilkan oleh suatu atom lebih besar. Medan magnet dari masing-masing atom dalam bahan feromagnetik sangat kuat, sehingga interaksi antara atom tetangganya menyebabkan sebagian besar atom akan mensejajarkan diri membentuk kelompok-kelompok. Kelompok atom yang menyejajarkan dirinya dalam suatu daerah dinamakan domain. Bahan feromagnetik sebelum diberi medan magnet luar mempunyai domain yang momen magnetiknya kuat, tetapi momen magnetik ini mempunyai arah yang berbeda-beda dari satu domain ke domain yang lain sehingga medan magnet yang dihasilkan tiap domain saling meniadakan. Bahan feromagnetik jika diberi medan magnet dari luar, maka domain-domain ini akan mensejajarkan diri searah dengan medan magnet luar. Semakin kuat medan magnetnya semakin banyak domaindomain yang mensejajarkan dirinya. Akibatnya medan magnet dalam bahan feromagnetik akan kuat semakin kuat. Setelah seluruh domain terarahkan, penambahan medan magnet luar tidak memberi pengaruh apa-apa karena tidak ada lagi domain yang disearahkan. Keadaan ini dinamakan keadaan jenuh atau saturasi. Permeabilitas bahan feromagnetik adalah μ >>> μ0 dan suseptibilitas magnetiknya χm >>> 0. Contoh bahan feromagnetik adalah besi, baja, besi silicon, dan lain-lain.

7 Sifat kemagnetan bahan feromagnetik ini akan hilang pada temperature yang disebut temperature Curie. Temperatur Curie untuk besi lemah adalah 770 C dan untuk baja adalah 1043 C. (Tipler, 1991) Gambar 2.3 Momen Magnetik Dari Sifat Ferromagnetik 2.1 Tabel perbandingan bahan magnet Jenis Bahan Permeabilitas Suseptibilitas Diamagnetik μ < μ 0 χ m < 0 Paramagnetik μ > μ 0 χ m > 0 Ferromagnetik μ >>> μ 0 χ m >>> 0 2.2.4 BAHAN ANTIFERROMAGNETIK Jenis ini memiliki arah domain yang berlawanan arah dan sama pada kedua arah. Arah domain magnet tersebut berasal dari jenis atom sama pada suatu kristal. Pada unsur dapat ditemui pada unsur cromium, tipe ini memiliki arah domain yang menuju dua arah dan saling berkebalikan. Jenis ini memiliki temperature curie yang rendah sekitar 37 ºC untuk menjadi paramagnetik. Gambar 2.4. Arah domain dalam bahan anti ferromagnetik Pada bahan anti ferromagnetik terjadi peristiwa kopling mome magnetik diantara atom-atom atau ion ion yang berdekatan. Peristiwa kopling tersebut menghasilkan terbentuknya orientasi spin yang antiparalel. Suseptibilitas bahan anti ferromagnetik adalah kecil dan bernilai positif. Contoh bahan anti ferromagnetic: MnO2,MnO,dan FeO. (Nicola,2003).

8 2.2.5 BAHAN FERRIMAGNETIK Pada bahan yang bersifat dipol yang berdekatan memiliki arah yang berlawanan tetapi momen magnetiknya tidak sama besar. Bahan ferrimagnetik memiliki nilai susepbilitas tinggi tetapi lebih rendah dari bahan ferromagnetik, beberapa contoh dari bahan ferrimagnetik adalah ferrite dan magnetite. (Mujiman, 2004) Gambar 2.5 Momen Magnet Dari Sifat Ferimagnetik 2.3 TEORI MAGNET 2.3.1 HISTERESIS MAGNET Magnet biasanya dibagi atas dua kelompok yaitu: magnet lunak dan magnet keras. Magnet keras dapat menarik bahan lain yang bersifat magnet. Selain itu sifat kemagnetannya dapat dianggap cukup kekal. Magnet lunak dapat bersifat magnetik dan dapat menarik magnet lainnya. Namun, hanya memiliki sifat magnet apabila berada dalam medan magnet dan sifat kemagnetannya tidak kekal. Perbedaan antara magnet permanen atau magnet keras dan magnet lunak dapat dilakukan dengan menggunakan loop histerisis yang telah dikenal seperti pada gambar 2.6. Dikatakan bahwa, induksi magnet, B meningkat. Dengan sendirinya, jumlah induksi tergantung pada medan magnet dan jenis bahan. Pada contoh Gambar 2.6, rasio B/H tidak linear, terjadi lompatan induksi mencapai level yang tinggi, kemudian rasio tersebut hampir konstan dalam medan yang lebih kuat. (a) (b) (c) Gambar 2.6 Kurva Magnetisasi

9 a. Induksi awal (B) versus medan magnet (H). b. Loop histerisis (magnet lunak). c. Loop histerisis (magnet keras). Baik induksi remanen (rapat fluks) dan medan koersif, B dan H C masingmasing, besar untuk magnet keras. Hasil perkalian BH merupakan patokan untuk energi demagnetisasi. Pada magnet lunak, terjadi penurunan kembali yang hampir sempurna jika medan magnet ditiadakan. Medan magnet bolak-balik akan menghasilkan kurva simetris dikuadran ketiga. Kurva histerisis magnet permanen sangat berbeda. Bila medan magnet ditiadakan, induksi tersisa akan menghasilkan induksi remanen, B r. Medan yang berlawanan, yang disebut medan koersif, -H C, diperlukan sebelum induksi turun menjadi nol. Sama dengan magnet lunak, loop tertutup dari magnet memiliki simetri 180 o. Karena hasil kali medan magnet (A/m) dan induksi (V.det/m 2 ) merupakan energi per satuan volume (J/m 3 ) disebut dengan energi produk maksimum (BH) max, luas daerah hasil integrasi di dalam loop histerisis adalah sama dengan energi yang diperlukan untuk siklus magnetisasi mulai dari 0 sampai +H hingga H sampai 0. Energi yang dibutuhkan magnet lunak dapat diabaikan, magnet kerasmemerlukan energi lebih banyak sehingga kondisi-ruang, demagnetisasi dapat diabaikan. Dikatakan dengan magnetisasi permanen. Magnet permanen dapat diberi indeks berdasarkan medan koersif yang diperlukan untuk menghilangkan induksi. Patokan ukuran yang lebih baik adalah hasil kali BH. Hasil kali BH maksimum lebih sering digunakan karena merupakan barier energi kritis yang harus dilampaui. Magnet lunak merupakan pilihan tepat untuk penggunaan pada arus bolak-balik atau frekuensi tinggi, karena harus mengalami magnetisasi dan demagnetisasi berulang kali selama selang satu detik. Spesifikasi yang agak kritis untuk magnet lunak adalah induksi jenuh (tinggi), medan koersif (rendah), dan permeabilitas maksimum (tinggi). Baik induksi remanen (rapat fluks) dan medan koersif, B dan H C masing-masing, besar untuk magnet keras. Hasil perkalian BH merupakan patokan untuk energi demagnetisasi. Pada magnet lunak, terjadi penurunan kembali yang hampir sempurna jika medan magnet ditiadakan. Medan magnet bolak-balik akan menghasilkan kurva

10 simetris dikuadran ketiga. Kurva histerisis magnet permanen sangat berbeda. Bila medan magnet ditiadakan, induksi tersisa akan menghasilkan induksi remanen, B r. Medan yang berlawanan, yang disebut medan koersif, -H C, diperlukan sebelum induksi turun menjadi nol. Sama dengan magnet lunak, loop tertutup dari magnet memiliki simetri 180 o. Karena hasil kali medan magnet (A/m) dan induksi (V.det/m 2 ) merupakan energi per satuan volume (J/m 3 ) disebut dengan energi produk maksimum (BH) max, luas daerah hasil integrasi di dalam loop histerisis adalah sama dengan energi yang diperlukan untuk siklus magnetisasi mulai dari 0 sampai +H hingga H sampai 0. Energi yang dibutuhkan magnet lunak dapat diabaikan, magnet kerasmemerlukan energi lebih banyak sehingga kondisi-ruang, demagnetisasi dapat diabaikan. Dikatakan dengan magnetisasi permanen. Magnet permanen dapat diberi indeks berdasarkan medan koersif yang diperlukan untuk menghilangkan induksi. Patokan ukuran yang lebih baik adalah hasil kali BH. Hasil kali BH maksimum lebih sering digunakan karena merupakan barier energi kritis yang harus dilampaui. Magnet lunak merupakan pilihan tepat untuk penggunaan pada arus bolak-balik atau frekuensi tinggi, karena harus mengalami magnetisasi dan demagnetisasi berulang kali selama selang satu detik. Spesifikasi yang agak kritis untuk magnet lunak adalah induksi jenuh (tinggi), medan koersif (rendah), dan permeabilitas maksimum (tinggi). (Van Vlack, 1984) 2.3.2 SUSEPTIBILITAS MAGNET Suseptibilitas magnetik adalah ukuran dasar bagaimana sifat kemagnetansuatu bahan yang merupakan sifat magnet bahan yang ditunjukkan dengan adanya respon terhadap induksi medan magnet yang merupakan rasio antaramagnetisasi dengan intensitas medan magnet. Dengan mengetahui nilai suseptibilitas magnetik suatu bahan, maka dapat diketahui sifat-sifat magnetik lain dari bahan tersebut. χ m adalah suseptibilitas magnet bahan (besaran tidak berdimensi). Apabila logam ditempatkan dalam medan magnetik berkekuatan H, maka medan induksi dalam logam adalah: B= H + 4πI....(2.1) Dimana I adalah intensitas magnetisasi. Besaran I merupakan sifat karakteristik logam, dan berkaitan dengan suseptibilitas per satuan volume logam yang didefenisikan sebagai berikut

11 κ =.........(2.2) Logam yang memiliki κ negatif, seperti seperti tembaga, perak, emas, dan bismut, ditolak oleh medan dan disebut material diamagnetik. Logam umumnya memiliki nilai positif (berarti mengalami gaya tarik medan), bersifat paramagnetik (jika κ kecil)atau ferromagnetik (jika κ sangat besar). Hanya empat logam murnibesi, kobalt, dan nikel dari seri transisi, dan gadolinium dari seri tanah jarang κ bersifat ferromagnetik (κ = 1000) pada temperatur ruang, tetapi ada beberapa paduan ferromagnetik bahkan beberapa diantaranya tidak mengandung logam yang bersifat ferromagnetik. (Smallman,R.E. 2000) 2.3.3 MAGNETISASI Magnetisasi adalah sebuah proses ketika sebuah materi yang ditempatkan dalam suatu bidang magnetik akan menjadi magnet. Proses ini ditentukan oleh jenis bahan yang disesuaikan dengan kekuatan medan magnet. Pada sebagian besar bahan, proses magnetisasi sangat kecil. Bahan yang menghasilkan magnetisasi kuat sekalipun berada di medan magnet yang lemah disebut feromagnetik. Bahan feromagnetik terdiri dari dua bidang kecil yaitu kompleks weiss dan bidangbidang elementer. Bahan tersebut akan mengalami magnetisasi tinggi karena sumbusumbu perputaran elektronnya sejajar. Faktor lain yang melemahkan magnetisasi adalah pengarahan kompleks weiss pada bahan yang sembarangan. Misalnya terjadi pada sebuah batang besi yang dimagnetisasi namun arah kompleks weiss sembarangan maka besi tersebut tidak akan menjadi magnet atau tidak mengalami magnetisasi. Pengarahan kompleks weiss yang benar adalah terarah sejajar dengan medan bahan yang akan dimagnetisasi. Magnetisasi akan terjadi jika semua bidang bahan sudah terbentuk dan bahan tersebut sudah dikatakan jenuh. Vektor intensitas medan magnetik H yang melakukan fungsi magnetisasi itu harus memenuhi syarat harga yang sama atau lebih besar daripada harga jenuh H bahan ferromagnetik, yang dapat diamati dari kurva B-H histeresisnya. Hubungan B, H, dan M ditunjukkan oleh persamaan berikut ini: B = µh = µ 0 µ r H = µ 0 (1+χ m ) H... (2.3) Vektor magnetisasi: M = χ m H... (2.4)

12 Dimana χ m = suseptibilitas magnetik = (µ r 1), tidak memiliki dimensi, dan µ r adalah permeabilitas relatif bahan (tidak memiliki dimensi). Nilai suseptibilitas magnetik suatu bahan dipengaruhi suhu. (Halliday & Resnick, 1978) 2.3.4 MAGNET PERMANEN Magnet Permanen adalah suatu bahan yang dapat menghasilkan medan magnetyang besarnya tetap tanpa adanya pengaruh dari luar atau disebut magnet alam karenamemiliki sifat kemagnetan yang tetap. Jenis magnet permanen yang diketahui terdapatpada : 1. Magnet Neodymium, merupakan magnet tetap yang paling kuat. Magnet neodymium ( juga dikenal sebagai NdFeB, NIB, atau magnet Neo), merupakan sejenis magnet tanah jarang terbuat dari campuran logam neodymium. 2. Magnet Samarium Cobalt : salah satu dari dua jenis magnet bumi yang langka, merupakan magnet permanen yang kuat tebuat dari paduan samarium cobalt. 3. Magnet Keramik, misalnya Barium Hexaferrite. 4. Plastic Magnet dan Magnet Alnico. Tabel 2.2. Perbandingan Karakteristik Magnet Permanen.(Irasari & Idayanti,2007) Material Induksi Koersifitas(Hc) EnergiProduk Remanen(Br)T MA/m (BHmax) SrFerit 0,43 0,20 34 Alnico 5 1,27 0,05 44 Sm 2 Co 17 1,05 1,30 208 Nd 2 Fe 14 B 1,36 1,03 350 2.4 NANOMAGNETIK Nanomagnet adalah sistem submicrometrik yang menyajikan rangka magnetik spontan (magnetisasi) pada nol medan magnet diterapkan (remanence). Ukuran kecil dari nanomagnets mencegah pembentukan domain. Dinamika magnetisasi nanomagnets cukup kecil pada suhu rendah, biasanya magnet-molekul tunggal, menyajikan fenomena kuantum, seperti makroskopik berputar tunneling. Pada suhu yang lebih besar, magnetisasi mengalami fluktuasi termal acak

13 (superparamagnetis) yang menyajikan batas untuk penggunaan nanomagnetik untuk penyimpanan informasi permanen.contoh nanomagnets adalah biji-bijian dari logam feromagnetik (besi, kobalt, dan nikel) dan magnet-molekul tunggal. Sebagian besar nanomagnets memiliki logam transisi (titanium, vanadium, kromium, mangan, besi, kobalt atau nikel) atau tanah jarang (Gadolinium, Europium, Erbium) atom magnetik. Sebuah nanomagnet bisa telah ditingkatkan sifat elektronik karena efek ukuran, seperti spin lama waktu relaksasi konduksi elektron, yang mungkin berguna untuk perangkat spintronic nano-skala. (Halliday, 1978) 2.5 MAGNET PERMANEN NdFeB Magnet NdFeB adalah jenis magnet permanen rare earth (tanah jarang) yang memiliki sifat magnet yang sangat baik, seperti pada nilai induksi remanen, koersivitas dan energi produk yang lebih tinggi pula apabila dibandingkan dengan magnet permanen lainnya. Dengan memiliki sifat magnetik yang tinggi, dalam aplikasinya magnet NdFeB dapat berukuran lebih kecil. Magnet logam tanah jarang (rare earth) terbentuk dari 2 atom unsur logam tanah jarang yaitu Neodymium, unsur lainnya adalah 14 atom Besi dan 1 atom Boron, sehingga rumus molekul yang terbentuk adalah Nd 2 Fe 14 B. (Novrita, 2006) Magnet permanen Neodymium-Iron-Boron memiliki energi produk yang paling tinggi (mencapai 55 MGOe) dari keseluruhan material magnetik. Magnet NdFeB mempunyai dua proses utama; proses serbuk dan melt quenching. Energi produk yang tinggi dari tipe magnet ini berarti secara signifikan volume material yang dibutuhkan lebih kecil untuk penggunaan yang sama dengan magnet lain dalam jumlah besar yang diproduksi seperti Alnico dan Ferrit. Akan tetapi, NdFeB memiliki kerugian, yaitu temperatur Curie yang rendah dan sangat rentan terhadap korosi. Temperatur Curie yang rendah (312ᵒC) ini menyebabkan magnet NdFeB tidak mungkin diaplikasikan pada suhu yang tinggi. (Matthew,2013). 2.5.1 STRUKTUR KRISTAL NdFeB Sel satuan NdFeB memiliki struktur kristal tetragonal yang kompleks. Terdiri dari 68 atom. Ada 6 atom besi pada sisi yang berbeda, 2 atom Neodymium pada posisi

14 yang berbeda dan 1 sisi atom Boron. Semua atom Nd dan B bersama dengan 4 atom Fe akan membentuk jaring heksagonal.pada setiap lapisan bidang Fe pada atas dan bawah bidang terdapat Nd dan B yang dapat menstabilkan struktur ini. Panjang sumbu a setara dengan 8,8 Å, sumbu c = 12,19 Å. Jarak antara tetangga terdekat Fe-Fe antara 2,4 2,8 Å. Jarak antara Boron dengan atom tetangga terdekat adalah B Fe (ki) = 2,09 Å B Nd (g) = 2,86 Å B Fe (e) = 2,14 Å B Nd (f) = 3,34 Å (Novrita,2006) Gambar 2.7. Struktur Kristal Nd 2 Fe 14 B (Matthew,2013) 2.5.2 SIFAT FISIS MAGNET NdFeB Karakteristik magnet NdFeB adalah seperti tabel berikut ini. Tabel 2.3. Karakteristik magnet NdFeB Karakteristik Satuan Nilai Densitas g/cm 3 7,5 Vickers Hardness D.P.N 570 Compression Strength N/mm 2 780 Resistivitas Elektrik m.cm 150 Tensile Strength Kg.mm 2 8 Modulus Young 10 11 N/m 2 1,6 Temperatur Curie ᵒC 310 Maximum Operating Temperature ᵒC 80 200 Saturation Field Strength koe (ka/m) 30 40 (2400 3200) Relative Recoil Permeability µrec 1,05 Koefisien Temperatur Br (%/ᵒC) -0,11

15 Koefisien Temperatur H ci (%/ᵒC) -0,14 (sumber: euk Magnet, NdFeB datasheet) 2.5.3 FASA Nd-rich Tahap Nd-rich memainkan peran penting dalam densifikasi magnet NdFeB yang disinter melalui proses fase sintering cair dan meleleh pada 655 C menggunakan dilatometry untuk mempelajari perilaku densifikasi dari green compacts pada rentang suhu dan waktu. Karya mereka menunjukkan bahwa fase Nd-rich memainkan peran kunci dalam perilaku densifikasi dari green compacts dan peningkatan kandungan Nd efektif menghasilkan densifikasi yang lebih besar pada suhu yang lebih rendah. Tahap Nd-rich juga telah terbukti penting dalam peningkatan sifat magnetik dari jenis magnet NdFeB. Hal ini dikarenakan pemisahan magnetik antara butir Nd 2 Fe 14 B dengan bantuan dari fase nonferomagnetik Nd-rich meningkat. Hal ini juga dikarenakan pengurangan atau penghapusan cacat di butir permukaan Nd 2 Fe 14 B. Fase Nd-rich terutama terdiri dari neodymium tetapi juga mencakup besi dan oksigen. Biasanya oksigen diperkenalkan selama tahap pengolahan. Struktur kristal dari fase Nd-rich tergantung pada kandungan oksigen dan telah terbukti menjadi ganda heksagonal saat kandungan oksigen di bawah 9% atomik. (Malik, 2014). 2.5.4 KARAKTERISASI MAGNET NdFeB TERHADAP TEMPERATUR Magnet NdFeB mudah didemagnetisasi pada temperatur tinggi, artinya sifat kemagnetan NdFeB mudah hilang pada temperatur tinggi, tetapi akan meningkat pada temperatur rendah. Beberapa cara yang dapat mempengaruhi agar magnet ini dapat digunakan pada temperatur tinggi yaitu bentuk geometri. Magnet dengan bentuk yang lebih tipis akan lebih mudah didemagnetisasi dibandingkan dengan bentuk yang lebih tebal. Bentuk magnet piring datar lebih direkomendasikan untuk digunakan pada temperatur tinggi. (Idayanti,2006). 2.6 SINTERING Sintering adalah pengikatan massa partikel pada serbuk oleh interaksi antar molekul atau atom melalui perlakuan panas dengan suhu sintering mendekati titik

16 leburnya sehingga terjadi pemadatan. Tahap sintering merupakan tahap yang paling penting dalam pembuatan keramik. Melalui proses sintering terjadi perubahan struktur mikro seperti seperti pengurangan jumlah dan ukuran pori, pertumbuhan butir serta peningkatan densitas. Faktor-faktor yang menentukan proses dan mekanisme sintering antara lain jenis bahan, komposisi bahan dan ukuran partikel. Parameter sintering : Temperatur (T) Waktu Kecepatan pendinginan Kecepatan pemanasan Atmosfer sintering Jenis material (Ika Mayasari, 2012) 2.7 KARAKTERISASI Karakterisasi sangat diperlukan untuk dapat mengidentifikasi suatu material, sehingga dapat dipisahkan secara fisis suatu material dengan material lainnya. 2.7.1 VSM (VIBRATING SAMPLE MAGNETOMETER) Vibrating Sample Magnetometer (VSM) merupakan salah satu jenis peralatanyang digunakan untuk mempelajari sifat magnetik bahan. Dengan alat ini akan dapat diperoleh informasi mengenai besaran besaran sifat magnetik sebagai akibat perubahan medan magnet luar yang digambarkan dalan kurva histeresis, sifat magnetik bahan sebagai akibat perubahan suhu, dan sifat sifat magnetik sebagai fungsi sudut pengukuran atau kondisi anisotropik bahan. Gambar 2.8. Peralatan VSM (Vibrating Sample Magnetometer) (P2F LIPI).

17 Salah keistimewaan VSM adalah merupakan vibrator elektrodinamik yang dikontrol menggunakan arus balik. Sampel dimagnetisasi dengan medan magnet homogen. Jika sampel bersifat magnetik, maka medan magnet akan memagnetisasi sampel dengan meluruskan domain magnet. Momen dipol magnet sampel akan menciptakan medan magnet di sekitar sampel, yang biasa disebut magnetic stray field. Ketika sampel bergetar, magnetic stray field dapat ditangkapoleh coil. Medan magnet tersebar tersebut akan menginduksi medan listrik dalam coil yang sebanding dengan momen magnetik sampel. Semakin besar momenmagnetik, maka akan menginduksi arus yang semakin besar. Dengan mengukur arus sebagai fungsi medan magnet luar, suhu maupun orientasi sampel, berbagai sifat magnetik bahan dapat dipelajari. Dalam penelitian ini, nilai magnetisasi diukur selain untuk mengetahui kemampuan magnetik nanosfer yang dihasilkan juga untuk mendapatkan informasi komposisi nanosfer. Karakterisasi sifat magnetik dengan VSM, Data yang diperoleh dari karakterisasi sifat magnet berupa kurva histeresis dengan sumbu x merupakan medan magnet yang menginduksi sampel dalam satuan Tesla dan sumbu y merupakan magnetisasi sampel dalam satuan emu/gram. (Thresya,2014) 2.7.2 XRD (X-RAY DIFFRACTOMETER) X-Ray Diffractometer adalah alat yang dapat memberikan data-data difraksi dan kuantitas intensitas difraksi pada sudut-sudut difraksi (2θ) dari suatu bahan. Tujuan dilakukannya pengujian analisis struktur kristal adalah untuk mengetahui perubahan fase struktur bahan dan mengetahui fase-fase apa saja yang terbentuk selama proses pembuatan sampel uji. Tahap pertama yang dilakukan dalam analisa sinar-x adalah melakukan analisa pemeriksaan terhadap sampel x yang belum diketahui strukturya. Sampel ditempatkan pada titik focus hamburan sinar- X yaitu tepat ditengah-tengah plate yang digunakan sebagai tempat yaitu sebuah plat tipis yang berlubang ditengah berukuran sesuai dengan sampel (pellet) dengan perekat pada sisi baliknya. (Sholihah & Zainuri, 2012). 2.7.2.1 Komponen Dasar XRD : Tiga komponen dasar XRD yaitu :

18 1. Sumber Sinar X Sinar X merupakan salah satu bentuk radiasi elektromagnetik yang mempunyai Energi anatara 200 ev- 1 MeV dengan panjang gelombang anatar 0,5 2,5 Ȧ. Panjang gelombangnya hampir sama dengan jarak antara atom dalam kristal, menyebabkan sinar X menjadi salah satu teknik dalam analisa mineral. 2. Material Uji (Specimen) Sartono (2006) mengemukakan bahwa material uji (specimen) dapat digunakan bubuk(powder) biasanya 1 mg. 3. Detektor Sebelum sinar X sampai kedetektor melalui proses optik. Sinar X yang panjang gelombangnya λ dengan intensitas I mengalami refleksi dan menghasilkan sudut difrkasi 2ϴ. (Sholihah & Zainuri, 2012) 2.7.2.2 Prinsip Kerja XRD Prinsip dasar dari XRD adalah hamburan elektron yang mengenai permukaan kristal. Bila sinar dilewatkan ke permukaan kristal, sebagian sinar tersebut akan terhamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan ke lapisan berikutnya. Sinar yang dihamburkan akan berinterferensi secara konstruktif (menguatkan) dan destruktif (melemahkan). Hamburan sinar yang berinterferensi inilah yang digunakan untuk analisis.difraksi sinar X hanya akan terjadi pada sudut tertentu sehingga suatu zat akan mempunyai pola difraksi tertentu. Pengukuran kristalinitas relatif dapat dilakukan dengan membandingkan jumlah tinggi puncak pada sudut-sudut tertentu dengan jumlah tinggi puncak pada sampel standar.di dalam kisi kristal, tempat kedudukan sederetan ion atau atom disebut bidang kristal. Bidang kristal ini berfungsi sebagai cermin untuk merefleksikan sinar X yang datang. Posisi dan arah dari bidang kristal ini disebut indeks miller. Setiap kristal memiliki bidang kristal dengan posisi dan arah yang khas, sehingga jika disinari dengan sinar X pada analisis XRD akan memberikan difraktogram yang khas pula. Dari data XRD yang diperoleh, dilakukan identifikasi puncak-puncak grafik XRD dengan cara mencocokkan puncak yang ada pada grafik tersebut dengan database ICDD. (Sholihah & Zainuri, 2012).

19 2.7.3 S E M (Scanning Electron Microscope) Scanning Electron Microscope atau SEM merupakan mikroskop elektron yang banyak digunakan dalam ilmu pengetahuan material. SEM banyak digunakan karena memiliki kombinasi yang unik, mulai dari persiapan specimen yang simple dan mudah, kapabilitas tampilan yang bagus serta flesibel. SEM digunakan pada sampel yang tebal dan memungkinkan untuk dianalisis permukaan. Pancaran berkas yang jatuh pada sampel akan dipantulkan dan didifraksikan. Adanya elektron yang terdifraksi dapat diamati dalam bentuk pola-pola difraksi. Elektron memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada cahaya. Cahaya hanya mampu mencapai 200 nm sedangkan elektron bias mencapai resolusi sampai 0,1-0,2 nm. Gambar 2.9 Skema Prinsip Dasar SEM Disamping itu, dengan menggunakan elektron juga bisa mendapatkan beberapa jenis pantulan yang berguna untuk keperluan karakterisasi. Jika elektron mengenai suatu benda maka akan timbul dua jenis pantulan yaitu pantulan elastis dan pantulan non elastis. Pada sebuah mikroskop electron (SEM) terdapat beberapa peralatan utama antara lain : 1. Piston elektron, biasanya berupa filament yang terbuat dari unsur yang mudah melepas elektron missal tungsten. 2. Lensa untuk elektron, berupa lensa magnetis karena elektron yang bermuatan negatifdapat dibelokkan oleh medan magnet. 3. Sistem vakum, karena elektron sangat kecil dan ringan maka jika ada molekul udarayang lain elektron yang berjalan menuju sasaran akan terpencar oleh

20 tumbukan sebelum mengenai sasaran sehingga menghilangkan molekul udara menjadi sangat penting. Prinsip kerja dari SEM sebagai berikut : 1. Sebuah piston electron memproduksi sinar electron dan dipercepat dengan anoda. 2. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju ke sampel 3. Sinar electron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan diarahkan oleh koil pemindai 4. Ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan elektron baru yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor( CRT). Ada beberapa sinyal yang penting yang dihasilkan oleh SEM. Dari pantulan inelastis didapatkan sinyal elektron sekunder dan karakteristik sinar X, sedangkan dari pantulan elastis didapatkan sinyal backscattered electron. Elektron sekunder menghasilkan topografi dari benda yang dianalisa, permukaan yang tinggi berwarna lebih cerah dari permukaan rendah. Sedangkan backscattered electron memberikan perbedaan berat molekul dari atom-atom yang menyusun permukaan, atom dengan berat molekul tinggi akan berwarna lebih cerah daripada atom dengan berat molekul rendah. (Martinez,2010) 2.7.4 EDX (Energy Dispersive X-ray Spectroscopy) Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (EDS atau EDX atau EDAX)adalah salah satu teknik analisis untuk menganalisis unsur atau karakteristik kimia dari spesimen. Karakterisasi ini bergantung pada penelitian dari interaksi beberapa eksitasi sinar X dengan spesimen. Kemampuan untuk mengkarakterisasi sejalan dengan sebagian besar prinsip dasar yang menyatakan bahwa setiap elemen memiliki struktur atom yang unik, dan merupakan ciri khas dari struktur atom suatu unsur, sehingga memungkinkan sinar X untuk mengidentifikasinya. Untuk merangsang emisi karakteristik sinar-x dari sebuah spesimen, sinar energi tinggi yang bermuatan partikel seperti elektron atau proton, atau berkas sinar X, difokuskan ke spesimen yang yang akan diteliti. Selanjutnya sebuah atom dalam spesimen yang mengandung elektron dasar di masing-masing tingkat energi atau kulit elektron terikat pada inti. Sinar yang dihasilkan dapat mengeksitasi

21 elektron di kulit dalam dan mengeluarkannya dari kulit, sehingga terdapat lubang elektron di mana elektron itu berada sebelumnya. Sebuah elektron dari luar kulit yang berenergi lebih tinggi kemudian mengisi lubang, dan perbedaan energi antara kulit yang berenergi lebih tinggi dengan kulit yang berenergi lebih rendah dapat dirilis dalam bentuk sinar X. Energi dari sinar X yang dihasilkan merupakan karakteristik dari perbedaan energi antara dua kulit, dan juga karakteristik struktur atom dari unsur yang terpancar, sehingga memungkinkan komposisi unsur dari spesimen dapat diukur. Gambar 2.10. Skema EDX (Energy Dispersive X-Ray) (Martinez, 2010) 2.7.4.1 Prinsip Kerja SEM EDX SEM membentuk suatu gambar dengan menembakkan suatu sinar electronberenergi tinggi, biasanya dengan energi dari 1 hingga 20 kev, melewati sampel dan kemudian mendeteksi Secondary Electron dan Back Scattered Electron yang dikeluarkan. Secondary Electron berasal pada 5-15 nm dari permukaan sampel dan memberikan informasi topografi dan untuk tingkat yang kurang, pada variasi unsur dalam sampel. Back Scattered Electron terlepas dari daerah sampel yang lebih dalam dan memberikan informasi terutama pada jumlah atom rata-rata dari sampel. Peristiwa tumbukan berkas sinar elektron, yaitu ketika memberikan energi pada sampel, dapat menyebabkan emisi dari sinar-x yang merupakan karakteristik dari atom-atom sampel. Energi dari sinar-x digolongkan dalam suatu tebaran energi spektrometer dan dapat digunakan untuk identifikasi unsur-unsur dalam sampel. (Martinez,2010)