BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Magnet adalah suatu benda yang mempunyai medan magnet dan mempunyai gaya tolak menolak dan tarik menarik terhadap benda-benda teretentu. Efek tarik menarik dan tolak menolak pada magnet disebut dengan magnetisme. Kata magnet berasal dari bahasa Yunani yaitu Magnitis Lithos yang berarti batu Magnesian. Magnesian adalah nama sebuah wilayah Yunani pada masa lalu, dimana teradapat batu magnet yang ditemukan sejak zaman dulu di wilayah tersebut (Zailani, 2014). Magnet merupakan suatu fenomena yang sangat menarik untuk dikaji, karena pada material magnet dapat ditarik atau ditolak tanpa adanya sentuhan secara langsung. Hal tersebut sudah diketahui sejak ratusan tahun yang lalu. Akan tetapi mekanisme dan prinsip yang mendasarinya mulai dimengerti secara ilmiah pada abad ke 18, yaitu oleh fisikawan belanda Hans Cristian Oersted membuat suatu eksperimen yang menerangkan adanya efek-efek magnet yang dialiri arus listrik (Muklisin, 2013). Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Sebuah magnet terdiri atas magnet-magnet kecil yang memiliki arah yang sama (tersusun teratur), magnetmagnet kecil ini disebut magnet elementer. Pada logam yang bukan magnet, magnet elementernya mempunyai arah sembarangan (tidak teratur) sehingga efeknya saling meniadakan, yang mengakibatkan tidak adanya kutub-kutub magnet pada ujung logam. Setiap magnet memiliki dua kutub, yaitu: utara dan selatan. Kutub magnet adalah daerah yang berada pada ujung-ujung magnet dengan kekuatan magnet yang paling besar berada pada kutub-kutubnya. Magnet dapat menarik benda lain, beberapa benda bahkan tertarik lebih kuat dari yang lain, yaitu bahan logam. Namun tidak semua logam mempunyai daya tarik yang sama terhadap magnet. Besi dan baja adalah dua contoh materi yang mempunyai daya tarik yang tinggi oleh magnet. Sedangkan oksigen cair adalah contoh materi yang mempunyai daya tarik yang rendah oleh magnet. Satuan intensitas magnet menurut sistem metrik Satuan Internasional (SI) adalah Tesla dan SI unit untuk total fluks magnetik adalah weber

2 6 (1 weber/m2 = 1 tesla) yang mempengaruhi luasan satu meter persegi (Anonim, 2014). Magnet terbaik umumnya mengandung besi metalik. Namun, ternyata bahwa unsur lain pun menampilkan sifat magnetik; selain itu, material bukan logam pun dapat memiliki sifat magnet. Dalam teknologi modern kini banyak digunakan magnet logam maupun magnet keramik. Selain itu dimanfaatkan pula unsur lain untuk meningkatkan kemampuan magnetik sehingga memenuhi persyaratan (Van Vlack, 1984). 2.2 Sifat-Sifat Magnet Sifat-sifat yang terdapat dalam benda magnetik diantaranya : Koersivitas Koersivitas digunakan untuk membedakan hard magnet atau soft magnet. Semakin besar gaya koersivitasnya maka semakin tinggi sifat magnetnya. Bahan dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya. Untuk menghilangkan kemagnetannya diperlukan intensitas magnet H yang besar. Tidak seperti bahan soft magnet yang mempunyai medan magnet B sebesar μom, dalam magnet permanen. Magnetisasi bukan merupakan fungsi linier yang sederhana dari rapat fluks karena nilai dari medan magnet H yang digunakan dalam magnet permanen secara umum jauh lebih besar dari pada dalam bahan soft magnet (Young Joon, 2008) Remanensi atau Ketertambatan Remanen atau ketertambatan adalah sisa medan magnet B dalam proses magnetisasi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada saat intensitas medan magnetik H berharga nol dan medan magnet B menunjukkan harga tertentu. Bagaimanapun juga koersivitas sangat dipengaruhi oleh nilai remanensinya. Oleh karena itu besar nilai remanensi yang dikombinasikan dengan besar koersivitas pada magnet permanen menjadi sangat penting (Jiles, 1996) Saturasi Magnetisasi Saturasi magnetisasi adalah keadaan dimana terjadi kejenuhan, nilai medan magnet B akan selalu konstan. walaupun medan eksternal H dinaikkan terus. Remanensi bergantung pada saturasi magnetisasi. Untuk magnet permanen (hard magnet), nilai

3 7 saturasi magnetisasinya lebih besar dari pada soft magnet. Kerapatan dari bahan ferit lebih rendah dibandingkan logam-logam lain dengan ukuran yang sama. Oleh karenanya nilai saturasi dari bahan ferit relatif rendah, hal ini menguntungkan untuk dapat dihilangkan. Nilai kerapatan ferit dapat dilihat pada Table 1. Tabel 1 Nilai kerapatan dari beberapa jenis Ferrite (Allan, 2011). Kerapatan, No. Ferrite ρ (x10-3 kg/m 3 ) 1 Zinc Ferrite 5,4 2 Cadmium 5,76 3 Ferrous 5,24 Hexagonal 4 Barium 5,3 5 Stronsium 5,12 6 MnZn (high permeability) 4,29 7 MnZn (recording head) 4,7-4, Medan Anisotropi Medan Anisotropi (HA), juga merupakan nilai instrinsik yang sangat penting dari magnet permanen karena nilai ini dapat didefenisikan sebagai koersivitas maksimum yang menunjukkan besar medan magnet luar yang diberikan dengan arah berlawanan untuk menghilangkan medan magnet permanen. Anisotropi salah satu metode dalam pembuatan magnet, dimana hal ini dilakukan untuk menyearahkan domain daripada magnet tersebut. Dalam proses pembentukan magnet dengan anisotropi dilakukan dalam medan magnet sehingga partikel pertikel pada magnet terorientasi dan umumnya dilakukan dengan cara basah. Anisotropi pada magnet dapat muncul disebabkan oleh beberapa faktor seperti bentuk magnet, striktur kristal, efek stress dan sebagainya. Anisotropi kristal banyak dimiliki oleh material feromagnetik yang disebut sebagai Magnetocrystalline Anisotropy, yaitu bahan magnet yang mempunyai sumbu mudah (easy axis) sehingga mudah dimagnetisasi (soft magnetic). Spin momen magnet terarah dan searah dengan sumbu mudah ini. Pada keadaan stabil, energi total magnet atau magnetisasi kristal sama dengan sumbu mudah.

4 8 Selain itu, ada juga yang disebut juga dengan hard magnetic dimana diperlukan suatu energi yang merubah verktor dari sumbu mudah ke sumbu keras (hard axis) Temperatur Curie (Tc) Temperatur Curie (Tc) didefinisikan sebagai temperatur kritis dimana fase magnetik bertransisi dari konfigurasi struktur magnetik yang teratur menjadi tidak teratur (Silitonga, 2016). 2.3 Bahan Magnetik Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam komponen pembentuknya. Berdasarkan perilaku molekulnya di dalam medan magnetik luar, bahan magnetik terdiri atas tiga kategori, yaitu diamagnetik, paramagnetik, dan ferromagnetik Bahan Diamagnetik Bahan diamagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masing masing atom/molekulnya adalah nol, tetapi medan magnet akibat orbit dan spin elektronnya tidak nol. Bahan diamagnetik tidak mempunyai momen dipol magnet permanen. Jika bahan diamagnetik diberi medan magnet luar, maka elektron - elektron dalam atom akan mengubah gerakannya sedemikian rupa sehingga menghasilkan resultan medan magnet atomis yang arahnya berlawanan dengan medan magnet luar tersebut. Sifat diamagnetik bahan ditimbulkan oleh gerak orbital elektron. Karena atom mempunyai elektron orbital, maka semua bahan bersifat diamagnetik. Suatu bahan dapat bersifat magnet apabila susunan atom dalam bahan tersebut mempunyai spin elektron yang tidak berpasangan. Dalam bahan diamagnetik hampir semua spin elektron berpasangan, akibatnya bahan ini tidak menarik garis gaya. Permeabilitas bahan ini: μ< μ 0 dengan suseptibilitas magnetik bahan: χ m < 0. Nilai bahan diamagnetik mempunyai orde m 3 /kg. Contoh bahan diamagnetik yaitu: bismut, perak, emas, tembaga dan seng Bahan Paramagnetik Bahan paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masingmasing atom/molekulnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet atomis total seluruh atom/molekul dalam bahan nol, hal ini disebabkan karena gerakan atom/

5 9 molekul acak, sehingga resultan medan magnet atomis masing-masing atom saling meniadakan. Di bawah pengaruh medan eksternal, mereka mensejajarkan diri karena torsi yang dihasilkan. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar. Gambar 1. Arah domain-domain dalam bahan paramagnetik sebelum diberi medan magnet luar. Bahan ini jika diberi medan magnet luar, elektron-elektronnya akan berusaha sedemikian rupa sehingga resultan medan magnet atomisnya searah dengan medan magnet luar. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar. Gambar 2. Arah domain dalam bahan paramagnetik setelah diberi medan magnet luar. Dalam bahan ini hanya sedikit spin elektron yang tidak berpasangan, sehingga bahan ini sedikit menarik garis-garis gaya. Dalam bahan paramagnetik, medan B yang dihasilkan akan lebih besar dibanding dengan nilainya dalam hampa udara. Suseptibilitas magnet dari bahan paramagnetik adalah positif dan berada dalam Rentang 10-5 sampai 10-3 m 3 /Kg, sedangkan permeabilitasnya adalah μ > μ 0. Contoh bahan paramagnetik: alumunium, magnesium dan wolfram Bahan Ferromagnetik Ferromagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas magnetik positif yang sangat tinggi. Dalam bahan ini sejumlah kecil medan magnetik luar dapat menyebabkan derajat penyearahan yang tinggi pada momen dipol magnetik atomnya. Dalam beberapa kasus, penyearahan ini dapat bertahan sekalipun medan kemagnetannya telah hilang. Hal ini terjadi karena momen dipol magnetik atom dari

6 10 bahan-bahan ferromagnetik ini mengarahkan gaya-gaya yang kuat pada atom disebelahnya. Sehingga dalam daerah ruang yang sempit, momen ini disearahkan satu sama lain sekalipun medan luarnya tidak ada lagi. Daerah ruang tempat momen dipol magnetik disearahkan, tetapi arah penyearahnya beragam dari daerah sehingga momen magnetik total dari kepingan mikrokopi bahan ferromagnetik ini adalah nol dalam keadaaan normal (Tipler, 2001). Gambar 3. Momen magnetik dari sifat ferromagnetik Bahan ini juga mempunyai sifat remanensi, artinya bahwa setelah medan magnet luar dihilangkan, akan tetap memiliki medan magnet, karena itu bahan ini sangat baik sebagai sumber magnet permanen. Permeabilitas bahan : μ >> μ 0 dengan suseptibilitas bahan : χ m >> 0. Contoh bahan ferromagnetik: besi, baja. Sifat kemagnetan bahan ferromagnetik akan hilang pada temperatur Currie. Temperatur Currie untuk besi lemah adalah 770 C dan untuk baja adalah 1043 C. Sifat bahan ferromagnetik biasanya terdapat dalam bahan ferit. Ferit merupakan bahan dasar magnet permanen yang banyak digunakan dalam industri-industri elektronika, seperti dalam loudspeaker, motor-motor listrik, dinamo dan KWH-meter (Afza, 2011) Bahan Anti Ferromagnetik Bahan anti ferromagnetik adalah suatu bahan yang memiliki susebtibilitas positif yang kecil pada segala temperatur, tetapi perubahan suscepbilitas karena tempratur adalah keadaan yang sangat khusus.susunan dwikutubnya adalah sejajar tetapi berlawanan arah, diperlihatkan pada Gambar 4.

7 11 (a) (b) Gambar 4. Arah domain dan kurva bahan Anti Ferromagnetik, (a) Sebelum diberi medan luar, (b) Setelah diberi medan luar Bahan Ferrimagnetik Pada bahan yang bersifat dipol yang berdekatan memiliki arah yang berlawanan tetapi momen magnetiknya tidak sama besar. Bahan ferrimagnetik memiliki nilai susepbilitas tinggi tetapi lebih rendah dari bahan ferromagnetik, beberapa contoh dari bahan ferrimagnetik adalah ferrite dan magnetite (Mujiman, 2004). Gambar 5. Momen magnet dari sifat ferrimagnetik 2.4 Jenis Magnet Permanen Produk magnet permanen ada dua macam berdasarkan teknik pembuatannya yaitu magnet permanen isotropi dan magnet permanen anisotropi. Magnet permanen isotropi magnet dimana pada proses pembentukkan arah domain magnet partikelpartikelnya masih acak, sedangkan yang anisotropi pada pembentukkan dilakukan di dalam medan magnet sehingga arah domain magnet partikel-partikelnya mengarah pada satu arah tertentu seperti ditunjukkan pada gambar 6 untuk membedakan isotropi dan anisotropi. Magnet permanen isotropi memiliki sifat magnet atau remanensi magnet yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan magnet permanen anisotropi.

8 12 Gambar 6. Arah partikel pada magnet isotropi dan anisotropi (a) Arah partikel acak (Isotrop) (b) Arah partikel searah (Anisotrop) (Masno G, dkk, 2006). 2.5 Kurva Histerisis Kurva histerisis pada bahan merupakan bentuk disipasi energi yang terjadi selama proses pembentukan kurva B-H. Besarnya energi yang didisipasikan pada frekuensi rendah umumnya dipengaruhi oleh porositas, ukuran grain dan impuritasbentuk umum kurva medan magnetb sebagai fungsi intensitas magnet H terlihat pada gambar 7 kurva B (H) seperti ini disebut kurva induksi normal. Gambar 7. kurva induksi normal Pada gambar di atas tampak bahwa kurva tidak berbentuk garis lurus sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan antara B dan H tidak linier. Dengan kenaikan harga H, mula-mula B turut naik cukup besar, tetapi mulai dari nilai H tertentuterjadi kenaikan nilai B yang kecil dan menuju nilai B yang konstan. Harga medan magnet untuk keadaan saturasi disebut dengan Bs atau medan magnet saturasi. Saturasi magnetisasi merupakan keadaan dimana terjadi kejenuhan, nilai medan magnet B akan selalu konstan walaupun medan eksternal H dinaikkan terus. (Ika Mayasari, 2012).

9 13 Sesudah mencapai saturasi ketika intensitas magnet H diperkecil hingga mencapai H = 0, ternyata kurva B tidak melewati jalur kurva semula. Pada harga H = 0, medan magnet atau rapat fluks B mempunyai harga Br 0 seperti ditunjukkan pada kurva histerisis pada gambar 8. Gambar 8. Kurva histerisis Harga Br ini disebut dengan induksi remanen atau remanensi bahan. Remanen atau ketertambatan adalah sisa medan magnet B dalam proses magnetisasi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada saat intensitas medan magnetik H berharga nol dan medan magnet B menunjukkan harga tertentu. Setelah harga intensitas magnet H = 0 atau dibuat negatif (dengan membalik arus lilitan), kurva B(H) akan memotong sumbu pada harga Hc. Intensitas Hc inilah yang diperlukan untuk membuat rapat fluks B = 0 atau menghilangkan fluks dalam bahan. Intensitas magnet Hc ini disebut koersivitas bahan. Koersivitas digunakan untuk membedakan hard magnet atau soft magnet. Semakin besar gaya koersivitasnya maka semakin keras sifat magnetnya. Bahan dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya (Ika Mayasari, 2012). Untuk menghilangkan kemagnetannya diperlukan intensitas magnet H yang besar. Bila selanjutnya harga diperbesar pada harga negatif sampai mencapai saturasi dan dikembalikan melalui nol, berbalik arah dan terus diperbesar pada harga H positif hingga saturasi kembali, maka kurva B(H) akan membentuk satu lintasan tertutup yang disebut kurva histeresis. Bahan yang mempunyai koersivitas tinggi kemagnetannya tidak mudah hilang. Bahan seperti itu baik untuk membuat magnet permanen (Ika Mayasari, 2012). Kurva histerisis merupakan acuan dalam mengidentifikasi sifat magnet suatu material magnetik. Dari kurva histerisis kita dapat membedakan antara material soft magnetic dan hard magnetic berdasarkan kekuatan medan koersifnya, dimana soft

10 14 magnetic memiliki medan koersif yang lemah, sedangkan hard magnetic memiliki medan koersif yang kuat. Gambar 9. Kurva histerisis (smallman and bishop, 2000) Gambar 9 menunjukkan kurva histerisis untuk soft magnetic materials pada gambar (a) dan hard magnetic materials pada gambar (b). H adalah medan magnetik yang diperlukan untuk menginduksi medan berkekuatan B dalam material. Setelah medan H ditiadakan, dalam specimen tersisa magnetisme residual Br, yang disebut residual remanen dan diperlukan medan magnet Hc yang disebut gaya koersif, yang harus diterapkan dalam arah berlawanan untuk meniadakannya. Material magnetik lunak (soft magnetic material) hanya memerlukan sedikit medan magnet untuk membuatnya menjadi magnet. Material ini mempunyai koersivitas rendah dan sekali medan magnetnya hilang, kerapatan fluks akan menjadi nol. Rangkaian arus bolak-balik atau searah dapat digunakan untuk membangkitkan medan magnet atau menghasilkan suatu gaya. Nilai koersivitas untuk bahan soft magnet yaitu <1kA/m (<12,566 Oe). (Slusarek B, 2001). Soft magnetic materials dapat mengalami magnetisasi dan tertarik ke magnet lain, namun sifat magnetiknya hanya akan bertahan apabila magnet berada dalam suatu medan magnetik. Soft magnetic materials tidak mengalami magnetisasi yang permanen. Perbedaan antara magnet permanen atau magnet keras dengan magnet lunak jelas terlihat pada loop histerisis seperti pada Gambar 9 Material magnetik keras (hard magnetic material) dipandang sebagai magnet permanen, material yang saturasi secara magnet. Salah satu faktor yang penting dalam magnet permanen adalah remanensi magnetik material. Penomena ini terjadi bila medan magnet yang ada dipindahkan dan sebagian magnetisasi jenuh masih ada. Pada tingkat tertentu diperlukan energi untuk memaksa domain kembali ke kondisi semula. Hard magnet

11 15 memiliki nilai koersivitas >100kA/m (>1256,6 Oe) (Slusarek B, 2001). Material magnetik keras dapat diaplikasikan pada electroacoustic, seperti pada loudspeaker, mikropon, atau earphone (Bement, A.L., et al. 1985). 2.6 Barium Heksaferit Berdasarkan rumus kimia dan struktur kristalnya, heksaferit dikelompokkan menjadi 5 tipe, yaitu : tipe-m (BaFe 12 O 19 ), tipe-w (BaMe 2 Fe 16 O 27 ), tipe-x (Ba 2 Me 2 Fe 28 O 46 ), tipe-y (Ba 2 Me 2 Fe 12 O 22 ), tipe-z (Ba 3 Me 2 Fe 24 O 41 ) dan tipe-u (Ba 4 Me 2 Fe 36 O 60 ) (Özgüri dkk,2009). Barium heksaferite memiliki rumus kimia BaO.6Fe 2 O 3 (BaFe 12 O 19 ). Sel komplek Barium heksaferit tersusun atas 2 sistem kristal yaitu struktur kubus-pusat-sisi (face-centered-cubic) dan heksagonal mampat (hexagonalclose-packed) seperti terlihat pada Gambar 10. Gambar 10. Struktur kristal BaFe12O19 dimana ion Ba diwakili dalam warna hijau, ion Fe warna biru, dan O warna merah Material magnet oksida BaFe 12 O 19 merupakan jenis magnet keramik yang banyak dijumpai disamping material magnet SrFe 12 O 19. Seperti pada jenis oksida lainnya, material magnet tersebut memiliki sifat mekanik yang sangat kuat dan tidak mudah terkorosi. Barium heksaferit (BaO.6Fe 2 O 3 ) yang memiliki paramete kisi a = 5,8920 Angstrom, dan c = 23,1830 Angstrom. Sebagai magnet permanen, material BaFe 12 O 19 memiliki sifat kemagnetan dengan tingkat kestabilan tinggi terhadap pengaruh medan magnet luar pada suhu diatas 300 C. Sehingga sangat cocok dipergunakan dalam peralatan teknologi pada jangkauan yang cukup luas (Afza, 2011).

12 Ferromangan (FeMn) Mangan merupakan unsur dasar dalam paduan baja mangan struktural dan austenitic [Šalak, A., et al. 2001]. Sebagai paduan, mangan dapat meningkatkan kekuatan, ketangguhan, pengerasan, kemampuan kerja dan abrasi resistensi dari produk besi, khususnya baja. Sekitar dari keseluruhan jumlah mangan yang diproduksi di dunia digunakan dalam produksi besi dan baja dalam bentuk paduan seperti ferromangan dan siliconmangan (Çardakli, İ. S. 2010). Ferromangan dibedakan atas kandungan karbon yaitu high carbon ferromanganese (maks. 7% C), medium carbon ferromanganese (maks. 1-1,5% C), dan low carbon ferromanganese (maks. 0,5% C). Ferromangan pada industri merupakan paduan multikomponen dengan melting temperature C (Selecka, 2009). Pada penelitian ini FeMn yang digunakan adalah FeMn HC (high carbon). FeMn jenis ini pada umumnya dibuat dengan menggunakan blast furnace (Mardias, J. 2016). 2.8 Mechanical Milling Mechanical Milling atau dipendekkan milling adalah suatu penggilingan mekanik dengan suatu proses penggilingan bola dimana suatu serbuk yang ditempatkan dalam suatu wadah penggilingan di giling dengan cara dikenai benturan bola bola berenergi tinggi. Proses ini merupakan metode pencampuran yang dapat menghasilkan produk yang sangat homogen (F. Izuni, 2012). Dalam mekanik milling serbuk akan dicampur dalam suatu chamber (ruangan) dan dikenai energi tinggi terjadi deformasi yang berulang ulang sehingga terjadi partikel partikel yang lebih kecil dari sebelumnya. Akibat dari tumbukkan pada tiap tipe dari unsur partikel serbuk akan menghasilkan bentuk yang berbeda juga, untuk bahan yang ulet, sebelum terjadi fracture akan menjadi flat atau pipih terlebih dahulu, sedangkan untuk bahan yang getas akan langsung terjadi fracture dan menjadi partikel serbuk yang lebih kecil. Saat dua bola bertumbukan berulang ulang menyebabkan terjadinya penggabungan alloying (Suryanarayana,2003). Proses milling memiliki dua metode yaitu : Metode Dry Milling dan Metode

13 17 Wet Milling. Dalam metode dry milling proses milling untuk menghindari terjadinya proses oksidasi dilakukan pemberian gas innert seperti argon atau nitogen. Sedangkan dalam wet milling untuk menghindari terjadinya oksidasi maka selama proses milling diberi campuran toulene. Adapun parameter yang memengaruhi proses milling antara lain adalah : Tipe Milling Tipe - tipe milling berbeda dari peralatan milling yang digunakan untuk menghaluskan ukuran partikel serbuk. Perbedaannya terletak pada kapasitasnya, efisiensi milling, dan kecepatan putar jar milling. Tipe tipe milling tersebut, antara lain : Rotary Ball Mill, High Energy Milling, SPEX Shaker Milling, Ball Mill Planetary, Attritor Mill. Namun pada penelitian ini tipe milling yang digunakn untuk menghaluskan partikel serbuk NdFeB adalah Ball Mill. Ball Mill adalah salah satu jenis mesin penggiling yang digunakan untuk menggiling suatu bahan material menjadi bubuk yang sangat halus. Mesin ini sangat umum digunakan untuk proses mechanical milling. Secara umum prinsip kerjanya yaitu dengan cara mengahancurkan campuran serbuk melalui mekanisme pembenturan bola bola giling yang bergerak mengikuti pola gerakan wadahnya yang berbentuk elips tiga dimensi inilah yang memungkinkan pembentukan partikel partikel serbuk berkala mikrometer sampai nanometer akibat tingginya frekuensi tumbukan. Tingginya frekuensi tumbukan yang terjadi antara campuran serbuk dengan bola bola giling disebabkan karena wadahnya yang berputar dengan kecepatan tinggi yaitu lebih dari 800 rpm. (Nurul T. R. Agus S, 2007) Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam proses penggilingan adalah serbuk. Ukuran serbuk yang digunakan umumnya berkisar antara 1 mm 20 mm. Semakin kecil ukuran partikel yang digunakan, maka proses penggilingan akan semakin efektif dan efisien. Selain itu serbuk yang digunakan juga harus memiliki kemurnian yang sangat tinggi. Namun ukuran tidakalah terlalu kritis, asalkan ukuran material itu haruslah lebih kecil dari ukuran bola grinda. Ini disebabkan karena ukuran partikel serbuk akan berkurang dan akan mencapai ukuran mikron setelah dimilling beberapa jam. Selain itu serbuk yang dimilling dengan cairan misalnya dengan toluene dan dikenal dengan penggilingan basah. Dan telah dilaporkan bahwa kecepatan atmosfir

14 18 lebih cepat selama proses penggilingan basah dari pada penggilingan kering. Kerugian dari penggilingan basah adalah meningkatnya kontaminasi serbuk (C.Suryanarayana, 2001) Bola Giling Fungsi bola gilling dalam proses penggilingan adalah sebgai penghancur serbuk atau digunakan sebagai pengecil ukuran partikel serbuk NdFeB. Oleh karena itu, material pembentuk bola giling harus memiliki kekerasan yang tinggi agar tidak terjadi kontaminasi saat terjadi benturan dan gesekan antara serbuk, bola dan wadah penggilingan. Ukuran bola yang dapat digunakan dalam prose milling ini bermacam macam. Pemilihan ukuran bola bergantung pada ukuran serbuk yang akan dipadu. Bola yang akan digunakan harus memilki diameter yang lebih besar dibandingkan dengan diameter serbuknya. Rasio berat bola serbuk / ball powder ratio (BPR) adalah variabel yang penting dalam proses milling, rasio berat serbuk mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap waktu yang dibutuhkan untuk mencapai fasa tertentu dari bubuk yang di milling. Semakin tinggi BPR semakin pendek waktu yang dibutuhkan. Hal ini dikarenakan peningkatan berat bola tumbukkan persatuan waktu meningkat dan konsekuensinya adalah banyak energi yang ditransfer ke partikel sebuk dan proses milling berjalan lebih cepat Wadah Penggilingan Wadah penggilingan merupakan media yang akan digunakan untuk menahan gerakan bola bola giling dan serbuk ketika proses penggilingan berlangsung. Akibat yang ditimbulkan dari proses penahan gerak bola bola giling dan serbuk tersebut adalah terjadinya benturan antara bola bola giling, serbuk dan wadah penggilingan sehingga menyebabkan terjadinya proses penghancuran serbuk (C. Suryanarayana, 2001 ) Kecepatan Milling Besar kecepatan maksimum tiap tipe milling akan berbeda, ketika perputaran ball mill semakin cepat, maka energi yang dihasilkan juga akan semakin besar. Tetapi disamping itu, design dari milling ada pembatasan kecepatan yang harus dilakukan. Sebagai contoh pada ball mill, meningkatkan kecepatan akan mengakibatkan bola yang ada di dalam chamber juga akan semakin cepat pergerakannya, tenaga yang

15 19 dihasilkan juga besar. Tapi jika kecepatan melebihi kecepatan kritis maka akan terjadi pinned pada dinding bagian dalam sehingga bola bola tidak jatuh sehingga tidak menghasilkan gaya impact yang optimal. Hal ini akan berpengaruh ke waktu yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang diinginkan. (Suryanarayana, 2003) Waktu Milling Waktu milling merupakan salah satu parameter yang penting utuk milling pada serbuk. Pada umumnya waktu dipilih untuk mencapai posisi tepatnya antara pemisahan dan pengelasan partikel serbuk untuk memudahkan mamadukan logam. Variasi waktu yang diperlukan tergantung pada tipe milling yang digunakan, pengaturan milling, intensitas milling BPR, dan temperatur pada milling. Pada umumnya dihitung waktu yang diambil untuk mencapai kondisi yang tepat, yaitu jangka pendek untuk energi milling yang tinggi, dan jangka waktu lama ketika dengan energi milling yang rendah. Waktu yang dibutuhkan lebih sedikit untuk BPR dengan nilai nilai yang tinggi dan waktu yang lama untuk BPR dengan nilai rendah (Suryanarayana, 2003). 2.9 Karakterisasi Material Magnet Karakterisasi material magnet dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan material. Pada penelitian ini dilakukan pengujian sifat fisis, mikrostruktur, dan sifat magnetik Sifat Fisis Densitas Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v) dalam hubungannya dapat dituliskan sebagai berikut (M. Ristic, 1979) : (1) dengan : ρ = Densitas (gram/cm 3 ) m = Massa sampel (gram) v = Volume sampel (cm 3 )

16 20 Ada dua macam densitas yaitu : true density dan bulk density (metode archemedes). True density adalah kerapatan dari serbuk yang diukur dengan alat piknometer. Densitasnya dapat dihitung dengan rumus: ( ) ( ) Dengan : ρ s = true density sampel (g/cm 3 ) m 1 m 2 m 3 m 4 = massa piknometer kosong (g) = massa piknometer diisi media cair (g) = massa piknometer diisi serbuk (g) = massa piknometer diisi sampel serbuk dan media cair (g) ρ media cair = densitas media cair (g/cm 3 ) True density campuran dapat dihitung secara teoritis dengan persamaan : (2) ( ) ( ) (3) dengan : ρ x, ρ y = Densitas sampel (g/cm 3 ) %wt x, %wt y = komposisi sampel (wt%) Bulk density merupakan densitas sampel yang berdasarkan volume sampel termasuk dengan rongga atau pori. Pengujian Bulk density dilakukan untuk megukur benda padatan yang besar dengan bentuk yang beraturan maupun yang tidak beraturan.pada pengujian Bulk density menggunakan metode Archimedes. Bulk density dapat dihitung dengan persamaan (Lisjak, 2006): (4) dengan : ρ s = bulk density sampel (g/cm 3 ) m k m b = massa kering sampel (g) = massa basah sampel (g) ρ media cair = densitas media cair (g/cm 3 )

17 Mikrostruktur PSA (Particle Size Analyzer) Particle Size Analyzer berfungsi menentukan ukuran partikel dan distribusinya dari sampel yang representative. Distribusi ukuran partikel dapat diketahui melalui grafik sebaran ukuran partikel yang dihasilkan. Ukuran tersebut dinyatakan dalam jari-jari untuk partikel yang berbentuk bola. Penentuan ukuran dan distribusi partikel dengan PSA dapat dilakukan dengan: 1. Difraksi sinar kaser untuk partikel dari ukuran submicron sampai dengan Millimeter. 2. Counter particle untuk mengukur dan menghitung partikel yang berukuran micron sampai dengan millimeter. 3. Penghamburan sinar untuk mengukur partikel yang berukuran mikro sampai nanometer. Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA biasanya menggunakan metode basah. Metode ini dinilai lebih akurat jika dibandingkan dengan metode kering ataupun pengukuran partikel dengan metode ayakan dan analisa gambar. Terutama untuk sampel-sampel dalam orde nanometer dan submicron yang biasanya memliki kecenderungan aglomerasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan partikel didispersikan ke dalam media sehingga partikel tidak saling teraglomerasi (menggumpal). Gambar 11. Gambar Hasil Karakterisasi PSA Horiba scientific menyatakan pendekatan yang umum untuk menentukan lebar distribusi mengutip tiga nilai pada sumbu x, D10, D50, D90 dan seperti yang

18 22 ditunjukkan pada Gambar 12, D50 median, telah didefinisikan sebagai diameter dimana setengah dari populasi terletak di bawah nilai ini. Demikian pula, 90 persen dari distribusi terletak di bawah D90, dan 10 persen dari populasi terletak di bawah D10 seperti terlihat pada Gambar 12. Gambar 12. Grafik nilai pada D10, D50, dan D90 Keunggulan penggunaan Particle Size Analyzer (PSA) untuk mengetahui ukuran partikel adalah : 1. Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA lebih akurat jika dibandingkan dengan pengukuran partikel dengan alat lain seperti XRD ataupun SEM. Hal ini dikarenakan partikel didispersikan ke dalam media sehingga ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dari single particle. 2. Hasil pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga dapat menggambarkan keseluruhan kondisi sampel. Rentang pengukuran diatas 0, μm XRD (X-Ray Diffraction) Sinar X merupakan gelombang elektromagnetik yang dapat digunakan untuk mengetahui struktur Kristal dan fasa suatu material.bila sinar x dengan panjang gelombang λ diarahkan kesuatu permukaan Kristal dengan sudut datang sebesar,maka sebagian sinar dihamburkan oleh bidang atom dcalam Kristal.Berkas sinar x yang dihamburkan dalam arah-arah tertentu akan menghasilkan puncak-puncak difraksi yang dapat diamati dengan peralatan X-Ray Diffraction (Cullity,1978). Fenomena interaksi dan difraksi sudah dikenal pada ilmu optik. Standart pengujian laboratorium fisika adalah untuk menentukan jarak antara dua gelombang dengan mengetahui panjang gelombang sinar, dengan mengukur sudut berkas sinar

19 23 yang terdifraksi. Pengujian ini merupakan aplikasi langsung dari pemakaian sinar-x untuk menentukan jarak antar atom dalam kristal. Gambar 13. Difraksi Bidang Atom (Cullity,1978) Gambar 13 menunjukkan suatu berkas sinar X dengan panjang gelombang λ, jatuh pada sudut θ pada sekumpulan bidang atom berjarak d. Sinar yang dipantulkan dengan sudut θ hanya dapat terlihat jika berkas dari setiap bidang yang berdekatan, dan menempuhkan jarak sesuai dengan perbedaan kisi yaitu sama dengan panjang gelombang n λ. Menurut syarat terjadinya difraksi, beda lintasan merupakan kelipatan bilangan bulat dari panjang, sehingga hal tersebut dirumuskan W.L.Brag n λ=2dsin θ (5) dengan : n = orde difraksi (n = bilangan bulat 1,2,3 ) λ = panjang gelombang sinar-x (mm) d = jarak antar bidang (mm) θ = sudut difraksi (o) Untuk mengetahui fasa dan struktur material yang diamati dapat dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dengan cara membandingkan nilai d yang terukur dengan nilai d pada data standart. Data d standart dapat diperoleh melalui Joint Commitee On Powder Difraction Standart ( JCPDS ) atau dengan metode Hanawalt file SEM EDS ( Scanning Electron Microscope - Energy Dispersive Spectroscopy ) SEM membentuk suatu gambar dengan menembakkan suatu sinar electron berenergi tinggi, biasanya dengan energi dari 1 hingga 20 kev, melewati sampel dan kemudian mendeteksi Secondary Electron dan Back Scattered Electron yang

20 24 dikeluarkan. Secondary Electron berasal pada 5-15 nm dari permukaan sampel dan memberikan informasi topografi dan untuk tingkat yang kurang, pada variasi unsur dalam sampel. Back Scattered Electron terlepas dari daerah sampel yang lebih dalam dan memberikan informasi terutama pada jumlah atom rata-rata dari sampel. Peristiwa tumbukan berkas sinar elektron, yaitu ketika memberikan energi pada sampel, dapat menyebabkan emisi dari sinar-x yang merupakan karakteristik dari atom-atom sampel. Energi dari sinar-x digolongkan dalam suatu tebaran energi spektrometer dan dapat digunakan untuk identifikasi unsur - unsur dalam sampel ( Martinez, 2010 ). Energy Dispersive X-ray Spectroscopy ( EDX atau EDS ) adalah salah satu teknik analisis untuk menganalisis unsur atau karakteristik kimia dari spesimen. Karakterisasi ini bergantung pada penelitian dari interaksi beberapa eksitasi sinar X dengan spesimen. Kemampuan untuk mengkarakterisasi sejalan dengan sebagian besar prinsip dasar yang menyatakan bahwa setiap elemen memiliki struktur atom yang unik, dan merupakan ciri khas dari struktur atom suatu unsur, sehingga memungkinkan sinar X untuk mengidentifikasinya. Untuk merangsang emisi karakteristik sinar-x dari sebuah spesimen, sinar energi tinggi yang bermuatan partikel seperti elektron atau proton, atau berkas sinar X, difokuskan ke spesimen yang yang akan diteliti. Selanjutnya sebuah atom dalam spesimen yang mengandung elektron dasar di masing-masing tingkat energi atau kulit elektron terikat pada inti. Sinar yang dihasilkan dapat mengeksitasi elektron di kulit dalam dan mengeluarkannya dari kulit, sehingga terdapat lubang elektron di mana elektron itu berada sebelumnya. Sebuah elektron dari luar kulit yang berenergi lebih tinggi kemudian mengisi lubang, dan perbedaan energi antara kulit yang berenergi lebih tinggi dengan kulit yang berenergi lebih rendah dapat dirilis dalam bentuk sinar X. Jumlah dan energi dari sinar-x yang dipancarkan dari spesimen dapat diukur oleh spektrometer energidispersif. Energi dari sinar X yang dihasilkan merupakan karakteristik dari perbedaan energi antara dua kulit, dan juga karakteristik struktur atom dari unsur yang terpancar, sehingga memungkinkan komposisi unsur dari spesimen dapat diukur. Pengujian EDX ini dilakukan untuk mengetahui komposisi yang terkandung pada permukaan plat.

21 Uji Sifat Magnet menggunakan Vibrating Sample Magnetometer (VSM) Semua bahan mempunyai momen magnetik jika ditempatkan dalam medan magnetik. Momen magnetik per satuan volume dikenal sebagai magnetisasi. Secara prinsip ada dua metoda untuk mengukur besar magnetisasi ini, yaitu metoda induksi (induction method) dan metoda gaya (force method). Pada metoda induksi, magnetisasi diukur dari sinyal yang ditimbulkan/ diinduksikan oleh cuplikan yang bergetar dalam lingkungan medan magnet pada sepasang kumparan. Sedangkan pada metoda gaya pengukuran dilakukan pada besamya gaya yang ditimbulkan pada cuplikan yang berada dalam gradien medan magnet. VSM (Vibrating Sample Magnetometer) merupakan salah satu alat ukur magnetisasi yang bekerja berdasarkan metoda induksi. Pada metoda ini, cuplikan yang akan diukur magnetisasinya dipasang pada ujung bawah batang kaku yang bergetar secara vertikal dalam lingkungan medan magnet luar H. Jika cuplikan termagnetisasi, secara permanen ataupun sebagai respon dari adanya medan magnet luar, getaran ini alan mengakibatkan perubahan garis gaya magnetik. Perubahan ini akan menginduksikan/ menimbulkan suatu sinyal tegangan AC pada kumparan pengambil (pick-up coil atau sense coil) yang ditempatkan secara tepat dalam sistem medan magnet ini. Selanjutnya sinyal AC ini akan dibaca oleh rangkaian pre-amp dan Lock-in amplifier. Frekuensi dari Lock-in amplifier diset sarna dengan frekuensi getaran sinyal referensi dari pengontrol getaran cuplikan. Lock in amplifier ini akan membaca sinyal tegangan dari kumparan yang sefasa dengan sinyal referensi. Kumparan pengambil biasanya dirangkai berpasangan dengan kondisi arah lilitan yang berlawanan. Hal ini untuk menghindari terbacanya sinyal yang berasal dari selain cuplikan, misalnya dari akibat adanya perubahan medan magnet luar itu sendiri. Selanjutnya dalam proses pengukuran, medan magnet luar yang diberikan, suhu cuplikan, sudut dan interval waktu pengukuran dapat divariasikan melalui kendali komputer. Komputer akan merekam data tegangan kumparan sebagai fungsi medan magnet luar, suhu, sudut ataupun waktu (Mujamilah dkk, 2000).

22 Uji Kekerasan ( Hardness Vickers ) Kekerasan merupakan kemampuan bahan untuk tahan terhadap penggoresan, pengikisan (abrasi), indentasi atau penetrasi. Sifat ini berkaitan dengan tahan aus (wear resistance). Kekerasan juga mempunyai korelasi dengan kekuatan. Ada beberapa cara pengujian kekerasan yang standart dan digunakan untuk menguji kekerasan suatu material, yaitu pengujian Brinnel, Rockwell, Vickers, dan lain-lain. Prinsip dasar pengujian kekerasan Vickers menggunakan indentor intan yang berbentuk piramid beralas bujur sangkar dan sudut puncak antara dua sisi yang berhadapan 136 o. Tapak tekannya tentu akan berbentuk bujur sangkar dan yang diukur adalah panjang kedua diagonalnya lalu diambil rata-ratanya. Angka kekerasan Vickers dihitung dengan menggunakan persamaan : (6) dimana : HV : Hardness Vickers (kgf/mm 2 ) F : beban yang digunakan (kgf atau Newton) d : panjang diagonal rata-rata (mm) Hasil pengujian kekerasan Vickers ini tidak tergantung pada besarnya gaya tekan, dengan gaya tekan yang berbeda akan menunjukkan hasil yang sama untuk beban yang sama. Vickers dapat mengukur kekerasan bahan mulai dari yang sangat lunak (5 HV) sampai yang sangat keras (1500 HV), sangat mudah untuk membandingkan kekerasan bahan yang satu dengan lainnya karena hanya ada satu skala saja. Tetapi Vickers sangat sensitif terhadap kekasaran permukaan, sehingga diperlukan persiapan yang lebih teliti untuk menghaluskan permukaan sampel uji. Besarnya gaya tekan yang digunakan dapat dipilih antara 1 sampai 20 kg, tergantung pada kekerasan atau ketebalan bahan yang diuji agar diperoleh tapak tekan yang mudah diukur dan tidak ada anvil effect pada benda yang tipis (Suherman, 1987).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Magnet adalah suatu benda yang dibuat dari material tertentu yang menghasilkan suatu medan magnet. Medan magnet suatu magnet adalah daerah sekeliling magnet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Magnet permanen adalah salah satu jenis material maju dengan aplikasi yang sangat luas dan strategis yang perlu dikembangkan di Indonesia. Efisiensi energi yang tinggi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Asal kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di Asia kecil. Menurut

Lebih terperinci

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1]

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1] BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Momen Magnet Sifat magnetik makroskopik dari material adalah akibat dari momen momen magnet yang berkaitan dengan elektron-elektron individual. Setiap elektron dalam atom mempunyai

Lebih terperinci

BAB 3METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3METODOLOGI PENELITIAN BAB 3METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Pusat Penelitian Pengembangan Fisika (P2F) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) PUSPIPTEK, Serpong. 3.1.2 Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan magnetik digunakan pada peralatan tradisional dan modern. Magnet permanen telah digunakan manusia selama lebih dari 5000 tahun seperti medium perekam pada komputer

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Secara Umum Kata magnet berasal dari Magnesia, nama suatu kota di kawasan Asia. Di kota inilah orang orang Yunani sekitar tahun 600 SM menemukan sifat magnetik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mill Scale Hingga saat ini bahan-bahan oksida besi masih menjadi salah satu fokus kajian penting dalam kegiatan riset. Secara alamiah bahan-bahan tersebut ditemukan dalam bentuk

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI 130801041 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Penelitian Tugas Akhir ini dilakukan di Laboratorium Magnet Pusat Penelitian Fisika-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI PUSTAKA Magnet

BAB 2 STUDI PUSTAKA Magnet BAB 2 STUDI PUSTAKA 2.1. Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet secara umum Magnet adalah suatu benda yang mempunyai medan magnet dan mempunyai gaya tolak menolak dan tarik menarik terhadap benda-benda tertentu. Efek tarik

Lebih terperinci

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar 2.1.1 Momen Magnet Arus yang mengalir pada suatu kawat yang lurus akan menghasilkan medan magnet yang melingkar di sekitar kawat, dan apabila kawat tersebut dilingkarkan

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron

Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron 1 Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron Luthfi Fajriani, Bambang Soegijono Departemen Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sintesis Fe 2 O 3 Dari Pasir Besi Dalam rangka meningkatkan nilai ekonomis pasir besi dapat dilakukan dengan pengolahan mineral magnetik (Fe 3 O 4 ) yang diambil dari pasir besi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA)

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA) 10 1. Disiapkan sampel yang sudah dikeringkan ± 3 gram. 2. Sampel ditaburkan ke dalam holder yang berasal dari kaca preparat dibagi dua, sampel ditaburkan pada bagian holder berukuran 2 x 2 cm 2, diratakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 METODOLOGI PENELITIAN Proses pembuatan sampel dilakukan dengan menggunakan tabung HEM dan mesin MILLING dengan waktu yang bervariasi dari 2 jam dan 6 jam. Tabung HEM

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19 KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19 NOER AF IDAH 1109201712 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Darminto, MSc Pendahuluan: Smart magnetic materials Barium M-Heksaferit

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap pembuatan magnet barium ferit, tahap karakterisasi magnet

Lebih terperinci

Bahan Listrik. Bahan Magnet

Bahan Listrik. Bahan Magnet Bahan Listrik Bahan Magnet Sejarah Magnet Kata magnet berasal dari bahasa yunani magnitis lithos yang berarti batu magnesia. Magnesia adalah nama sebuah wilayah di Yunani pada masa lalu yang kini bernama

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Secara Umum Magnet adalah suatu benda yang mempunyai medan magnet dan mempunyai gaya tolak menolak dan tarik menarik terhadap benda-benda tertentu. Efek

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 30 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Magnet, Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPF-LIPI)

Lebih terperinci

Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3

Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3 SINTESIS DAN KARAKTERISASI MATERIAL MAGNET HIBRIDA BaFe 12 O 19 - Sm 2 Co 17 Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3 1 Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

MAGNET - Materi Ipa Fisika SMP Magnet magnítis líthos Magnet Elementer teori magnet elementer.

MAGNET - Materi Ipa Fisika SMP Magnet magnítis líthos Magnet Elementer teori magnet elementer. MAGNET - Materi Ipa Fisika SMP Magnet merupakan suatu benda yang dapat menimbulkan gejala berupa gaya, baik gaya tarik maupun gaya tolak terhadap jenis logam tertentu), misalnya : besi dan baja. Istilah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Magnet Magnet merupakan benda yang terbuat dari bahan tertentu dengan sifat mampu menarik bahan ferromagnetik dan ferrimagnetik. Nama magnet diambil dari nama daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnet Keramik Bahan keramik yang bersifat magnetik umumnya adalah golongan ferit, yang merupakan oksida yang disusun oleh hematit sebagai komponen utamanya. Bahan ini menunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus

I. PENDAHULUAN. karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Riset pengolahan pasir besi di Indonesia saat ini telah banyak dilakukan, bahkan karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan magnet permanen setiap tahun semakin meningkat terutama untuk kebutuhan hardware komputer dan energi. Suatu magnet permanen harus mampu menghasilkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Asal kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di Asia kecil. Menurut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Alat-alat yang dipergunakan dalam pembuatan magnet permanen adalah : a. Hydraulic press (Hydraulic Jack). Berfungsi untuk menekan pada proses

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI MAGNET SECARA UMUM Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Sebuah magnet

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU SECARA STOIKIOMETRI DAN NON STOIKIOMETRI TERHADAP SIFAT FISIS DAN MAGNET PADA PEMBUATAN MAGNET PERMANEN BaO.

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU SECARA STOIKIOMETRI DAN NON STOIKIOMETRI TERHADAP SIFAT FISIS DAN MAGNET PADA PEMBUATAN MAGNET PERMANEN BaO. PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU SECARA STOIKIOMETRI DAN NON STOIKIOMETRI TERHADAP SIFAT FISIS DAN MAGNET PADA PEMBUATAN MAGNET PERMANEN BaO.6Fe 2 O 3 Kharismayanti 1, Syahrul Humaidi 1, Prijo Sardjono 2

Lebih terperinci

Bahan Magnetik. oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber)

Bahan Magnetik. oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber) Bahan Magnetik oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber) Historis Magnet Gejala kemagnetan merupakan cikal bakal berkembangnya pengetahuan tentang kelistrikan. Ditemukan sejak 2000 tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Barium Ferit Magnet keras (ferit) yang banyak digunakan biasanya memiliki komposisi dari barium atau stronsium dengan oksida besi yang telah dikembangkan sejak 1960. Bahan

Lebih terperinci

KEMAGNETAN. Magnet. Dapat dibedakan menjadi. Cara membuat bentuk Cara membuat

KEMAGNETAN. Magnet. Dapat dibedakan menjadi. Cara membuat bentuk Cara membuat KEMAGNETAN PETA KONSEP Magnet Dapat dibedakan menjadi Magnet Tetap Magnet Sementara Cara membuat bentuk Cara membuat Besi/ baja digosok dengan magnet Aliran arus listrik Induksi Magnetik Batang Silinder

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mechanical Alloying Paduan mekanik (MA) adalah teknik pengolahan bubuk solid-state yang melibatkan berulang pengelasan dingin, fracturing, dan re-las partikel serbuk dalam energi

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

Sifat sifat kemagnetan magnet permanen ( hard ferrite ) dipengaruhi oleh kemurnian bahan, ukuran butir (grain size), dan orientasi kristal.

Sifat sifat kemagnetan magnet permanen ( hard ferrite ) dipengaruhi oleh kemurnian bahan, ukuran butir (grain size), dan orientasi kristal. 2.1 Pengertian Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1Pengertian Magnet Magnet adalah suatu materi yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet juga merupakan material maju yang sangat penting untuk beragam aplikasi teknologi canggih,

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN BAB III PROSEDUR PENELITIAN III.1 Umum Penelitian yang dilakukan adalah penelitian berskala laboratorium untuk mengetahui pengaruh variasi komposisi aditif (additive) yang efektif dalam pembuatan keramik

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

BAB II STUDI PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara BAB II STUDI PUSTAKA 2.1.Meteran Air Ada banyak tipe meter air yang dibuat, salah satunya adalah multi jet. Meter air tipe ini digerakkan oleh putaran turbin di dalam rumah meter. Meteran ini bekerja berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK SERBUK 4.1.1. Serbuk Fe-50at.%Al Gambar 4.1. Hasil Uji XRD serbuk Fe-50at.%Al Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan

Lebih terperinci

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J 1. Bila sinar ultra ungu, sinar inframerah, dan sinar X berturut-turut ditandai dengan U, I, dan X, maka urutan yang menunjukkan paket (kuantum) energi makin besar ialah : A. U, I, X B. U, X, I C. I, X,

Lebih terperinci

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07)

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) 1. Gambar di samping ini menunjukkan hasil pengukuran tebal kertas karton dengan menggunakan mikrometer sekrup. Hasil pengukurannya adalah (A) 4,30 mm. (D) 4,18

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

PENGERTIAN. Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani magnítis líthos yang berarti batu Magnesian. Apakah magnet itu?

PENGERTIAN. Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani magnítis líthos yang berarti batu Magnesian. Apakah magnet itu? KEMAGNETAN PENGERTIAN Apakah magnet itu? Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani magnítis líthos yang berarti batu Magnesian Magnet adalah benda-benda yang dapat menarik besi atau baja yang berada

Lebih terperinci

d) Dipol magnet merupakan sebuah magnet dipol, akselerator partikel, magnet yang dibangun untuk menciptakan medan magnet homogen dari jarak tertentu.

d) Dipol magnet merupakan sebuah magnet dipol, akselerator partikel, magnet yang dibangun untuk menciptakan medan magnet homogen dari jarak tertentu. Tugas Perbaikan Mid Sifat Magnetik Batuan Soal : 1. Jelaskan tentang : a) Magnetisasi b) Permeabilitas Magnetic c) Suseptibilitas Magnetik d) Dipol Magnetik e) Suhu Curie f) Histeresis 2. Ceritakanlah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian magnet Magnet atau magnit adalah suatu objek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam komponen pembentuknya. Menurut sifatnya terhadap pengaruh kemagnetan, bahan dapat diklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUTAKA BAB 2 TINJAUAN PUTAKA 2.1. Magnet Secara Umum Magnet adalah suatu benda yang dapat menarik benda-benda yang terbuat dari besi, baja, dan logam-logam tertentu. Magnet salah satu bahan yang menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Yaghtin (2013), melakukan penelitian tentang efek perlakuan panas terhadap sifat magnetik dari sebuah soft-magnetic composite (SMC-s) dengan dilapisi Al 2 O

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fe 2 O 3 dari Pasir Besi Partikel nano magnetik Fe 3 O 4 merupakan salah satu material nano yang telah banyak dikembangkan. Untuk berbagai aplikasi seperti ferrogel, penyerap

Lebih terperinci

EFEK WAKTU WET MILLING DAN SUHU ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS, MIKROSTRUKTUR, DAN MAGNET DARI FLAKES NdFeB SKRIPSI WAHYU SOLAFIDE SIPAHUTAR

EFEK WAKTU WET MILLING DAN SUHU ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS, MIKROSTRUKTUR, DAN MAGNET DARI FLAKES NdFeB SKRIPSI WAHYU SOLAFIDE SIPAHUTAR EFEK WAKTU WET MILLING DAN SUHU ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS, MIKROSTRUKTUR, DAN MAGNET DARI FLAKES NdFeB SKRIPSI WAHYU SOLAFIDE SIPAHUTAR 110801087 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnet Secara Umum Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani, magnitis lithos yang berarti batu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini peran nanoteknologi begitu penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kesejahteraan kehidupan manusia. Nanoteknologi merupakan bidang

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

19/11/2016. MAGNET Benda yang memiliki sifat dapat menarik besi atau baja Penggolongan bahan secara makroskopik. Sifat-sifat magnet.

19/11/2016. MAGNET Benda yang memiliki sifat dapat menarik besi atau baja Penggolongan bahan secara makroskopik. Sifat-sifat magnet. MAGNET Benda yang memiliki sifat dapat menarik besi atau baja Penggolongan bahan secara makroskopik Magnetik Non Magnetik KEMAGNETAN Penggolongan bahan secara mikroskopik Bila ditinjau secara mikroskopik

Lebih terperinci

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996 ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996 BAGIAN KEARSIPAN SMA DWIJA PRAJA PEKALONGAN JALAN SRIWIJAYA NO. 7 TELP (0285) 426185) 1. Kelompok besaran berikut yang merupakan besaran

Lebih terperinci

LATIHAN UJIAN NASIONAL

LATIHAN UJIAN NASIONAL LATIHAN UJIAN NASIONAL 1. Seorang siswa menghitung luas suatu lempengan logam kecil berbentuk persegi panjang. Siswa tersebut menggunakan mistar untuk mengukur panjang lempengan dan menggunakan jangka

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, pembuatan soft magnetic menggunakan bahan serbuk besi dari material besi laminated dengan perlakuan bahan adalah dengan proses kalsinasi dan variasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1 Analisis Hasil Pengujian TGA - DTA Gambar 4.1 memperlihatkan kuva DTA sampel yang telah di milling menggunakan high energy milling selama 6 jam. Hasil yang didapatkan

Lebih terperinci

Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003

Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003 Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003 UAN-03-01 Perhatikan tabel berikut ini! No. Besaran Satuan Dimensi 1 Momentum kg. ms 1 [M] [L] [T] 1 2 Gaya kg. ms 2 [M] [L] [T] 2 3 Daya kg. ms 3 [M] [L] [T] 3 Dari

Lebih terperinci

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. 1 D49 1. Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. Hasil pengukuran adalah. A. 4,18 cm B. 4,13 cm C. 3,88 cm D. 3,81 cm E. 3,78 cm 2. Ayu melakukan

Lebih terperinci

PENGARUH ADITIF BaCO 3 PADA KRISTALINITAS DAN SUSEPTIBILITAS BARIUM FERIT DENGAN METODA METALURGI SERBUK ISOTROPIK

PENGARUH ADITIF BaCO 3 PADA KRISTALINITAS DAN SUSEPTIBILITAS BARIUM FERIT DENGAN METODA METALURGI SERBUK ISOTROPIK Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol. 18, No. 1, Januari 2015, hal 43-50 PENGARUH ADITIF BaCO 3 PADA KRISTALINITAS DAN SUSEPTIBILITAS BARIUM FERIT DENGAN METODA METALURGI SERBUK ISOTROPIK Priska R. Nugraha

Lebih terperinci

MAGNET. Benda yang memiliki sifat dapat menarik besi atau baja Penggolongan bahan secara makroskopik

MAGNET. Benda yang memiliki sifat dapat menarik besi atau baja Penggolongan bahan secara makroskopik MAGNET Benda yang memiliki sifat dapat menarik besi atau baja Penggolongan bahan secara makroskopik Magnetik Non Magnetik Penggolongan bahan secara mikroskopik Bila ditinjau secara mikroskopik ( atom )

Lebih terperinci

PENGARUH ADITIF FERRO MANGANESE (FeMn) TERHADAP KARAKTERISTIK SERBUK HEMATIT (α-fe 2 O 3 ) (Skripsi) Oleh WINI RAHMAWATI

PENGARUH ADITIF FERRO MANGANESE (FeMn) TERHADAP KARAKTERISTIK SERBUK HEMATIT (α-fe 2 O 3 ) (Skripsi) Oleh WINI RAHMAWATI PENGARUH ADITIF FERRO MANGANESE (FeMn) TERHADAP KARAKTERISTIK SERBUK HEMATIT (α-fe 2 O 3 ) (Skripsi) Oleh WINI RAHMAWATI JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung

BAB II DASAR TEORI. Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung BAB II DASAR TEORI 2.1 Energi Listrik Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja. Salah satu bentuk energi adalah energi listrik. Energi listrik adalah energi yang berkaitan dengan akumulasi arus elektron,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri ITS

Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri ITS PENGARUH TEKANAN KOMPAKSI DAN WAKTU PENAHANAN TEMPERATUR SINTERING TERHADAP SIFAT MAGNETIK DAN KEKERASAN PADA PEMBUATAN IRON SOFT MAGNETIC DARI SERBUK BESI Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TEKANAN KOMPAKSI TERHADAP SIFAT MAGNETIK PADA PEMBUATAN SOFT-MAGNETIC DARI SERBUK BESI SKRIPSI

PENGARUH VARIASI TEKANAN KOMPAKSI TERHADAP SIFAT MAGNETIK PADA PEMBUATAN SOFT-MAGNETIC DARI SERBUK BESI SKRIPSI PENGARUH VARIASI TEKANAN KOMPAKSI TERHADAP SIFAT MAGNETIK PADA PEMBUATAN SOFT-MAGNETIC DARI SERBUK BESI SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Oleh: NOVIANTA MAULANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanomaterial memiliki sifat unik yang sangat cocok untuk diaplikasikan dalam bidang industri. Sebuah material dapat dikatakan sebagai nanomaterial jika salah satu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan 20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Desain Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan menggunakan metode tape

Lebih terperinci

Fisika Dasar II Listrik, Magnet, Gelombang dan Fisika Modern

Fisika Dasar II Listrik, Magnet, Gelombang dan Fisika Modern Fisika Dasar II Listrik, Magnet, Gelombang dan Fisika Modern Pokok ahasan Medan Magnetik Abdul Waris Rizal Kurniadi Noitrian Sparisoma Viridi Topik Pengantar Gaya Magnetik Gaya Lorentz ubble Chamber Velocity

Lebih terperinci

Copyright all right reserved

Copyright  all right reserved Latihan Soal UN SMA / MA 2011 Program IPA Mata Ujian : Fisika Jumlah Soal : 20 1. Gas helium (A r = gram/mol) sebanyak 20 gram dan bersuhu 27 C berada dalam wadah yang volumenya 1,25 liter. Jika tetapan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. peralatan sebagai berikut : XRF (X-Ray Fluorecense), SEM (Scanning Electron

BAB V HASIL PENELITIAN. peralatan sebagai berikut : XRF (X-Ray Fluorecense), SEM (Scanning Electron BAB V HASIL PENELITIAN Berikut ini hasil eksperimen disusun dan ditampilkan dalam bentuk tabel, gambar mikroskop dan grafik. Eksperimen yang dilakukan menggunakan peralatan sebagai berikut : XRF (X-Ray

Lebih terperinci

III.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei

III.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei 17 III.METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei 2012. Adapun tempat pelaksanaan penelitian ini

Lebih terperinci

Magnet Rudi Susanto 1

Magnet Rudi Susanto 1 Magnet Rudi Susanto 1 MAGNET Sifat kemagnetan telah dikenal ribuan tahun yang lalu ketika ditemukan sejenis batu yang dapat menarik besi Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, orang telah dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Paduan Fe-Al merupakan material yang sangat baik untuk digunakan dalam berbagai aplikasi terutama untuk perlindungan korosi pada temperatur tinggi [1]. Paduan ini

Lebih terperinci

1.2 Tujuan Makalah Makalah ini dibuat untuk membantu para taruna-taruni dalam hal memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan medan magnet Bumi.

1.2 Tujuan Makalah Makalah ini dibuat untuk membantu para taruna-taruni dalam hal memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan medan magnet Bumi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Magnet adalah suatu obyek yang mempunyai medan magnet. Pada saat ini, suatu magnet adalah suatu materi yang mempunyai suatu medan magnet. Materi tersebut bisa dalam

Lebih terperinci

LATIHAN FISIKA DASAR 2012 LISTRIK STATIS

LATIHAN FISIKA DASAR 2012 LISTRIK STATIS Muatan Diskrit LATIHAN FISIKA DASAR 2012 LISTRIK STATIS 1. Ada empat buah muatan titik yaitu Q 1, Q 2, Q 3 dan Q 4. Jika Q 1 menarik Q 2, Q 1 menolak Q 3 dan Q 3 menarik Q 4 sedangkan Q 4 bermuatan negatif,

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah industri baja. Peningkatan jumlah industri di bidang ini berkaitan dengan tingginya kebutuhan

Lebih terperinci

V. Medan Magnet. Ditemukan sebuah kota di Asia Kecil (bernama Magnesia) lebih dahulu dari listrik

V. Medan Magnet. Ditemukan sebuah kota di Asia Kecil (bernama Magnesia) lebih dahulu dari listrik V. Medan Magnet Ditemukan sebuah kota di Asia Kecil (bernama Magnesia) lebih dahulu dari listrik Di tempat tersebut ada batu-batu yang saling tarik menarik. Magnet besar Bumi [sudah dari dahulu dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Asal kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di Asia kecil.

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Medan Magnet Suatu Material Magnet[5]

Gambar 2.1. Medan Magnet Suatu Material Magnet[5] BAB II DASAR TEORI II.1. Kemagnetan II.1.1. Magnet Magnet adalah suatu benda yang dibuat dari material tertentu yang menghasilkan suatu medan magnet. Medan magnet suatu magnet adalah daerah sekeliling

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah "anisotropi magnetik" mengacu pada ketergantungan sifat magnetik pada arah dimana mereka diukur. Anisotropi magnetik mempengaruhi sifat magnetisasi dan kurva

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Magnet adalah logam yang dapat menarik besi atau baja dan memiliki medan magnet. Asal kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di Asia

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN 10%wt Mg DAN KECEPATAN MILLING TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN Al-Mg

PENGARUH PENAMBAHAN 10%wt Mg DAN KECEPATAN MILLING TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN Al-Mg SIDANG LAPORAN TUGAS AKHIR (MM091381) PENGARUH PENAMBAHAN 10%wt Mg DAN KECEPATAN MILLING TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN Al-Mg Oleh : Rendy Pramana Putra 2706 100 037 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN bawah ini. Metodologi yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada kedua bagan di Gambar 3.1 Proses Pembuatan bahan matriks Komposit Matrik Logam Al5Cu 27 28 Gambar

Lebih terperinci

Galuh Intan Permata Sari

Galuh Intan Permata Sari PENGARUH MILLING TIME PADA PROSES MECHANICAL ALLOYING DALAM PEMBENTUKAN FASA INTERMETALIK γ-tial DENGAN MENGGUNAKAN HIGH ENERGY MILLING Dosen Pembimbing: 1. Hariyati Purwaningsih, S.Si, M.Si 2. Ir. Rochman

Lebih terperinci

LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS

LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS Muatan Diskrit LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS 1. Dua buah bola bermuatan sama (2 C) diletakkan terpisah sejauh 2 cm. Gaya yang dialami oleh muatan 1 C yang diletakkan di tengah-tengah kedua muatan adalah...

Lebih terperinci

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Pelarutan Pengendapan Evaporasi 350 0 C 1 jam 900 0 C 10 jam 940 0 C 20 jam Ba(NO 3 ) Pelarutan Pengendapan Evaporasi Pencampuran Pirolisis Kalsinasi Peletisasi Sintering Pelet YBCO Cu(NO 3

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DAN KARAKTERISASI INDUKTOR ELEKTROMAGNET MEDAN TINGGI SKRIPSI

RANCANG BANGUN DAN KARAKTERISASI INDUKTOR ELEKTROMAGNET MEDAN TINGGI SKRIPSI RANCANG BANGUN DAN KARAKTERISASI INDUKTOR ELEKTROMAGNET MEDAN TINGGI SKRIPSI Untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Pada Universitas Negeri Semarang Oleh M. Khoirul Zein NIM 4250401035 JURUSAN FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA MUSYAWARAH KERJA KEPALA SEKOLAH (MKKS) SMA TRY OUT UJIAN NASIONAL 2010

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA MUSYAWARAH KERJA KEPALA SEKOLAH (MKKS) SMA TRY OUT UJIAN NASIONAL 2010 PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA MUSYAWARAH KERJA KEPALA SEKOLAH (MKKS) SMA TRY OUT UJIAN NASIONAL 200 Mata Pelajaran : Fisika Kelas : XII IPA Alokasi Waktu : 20 menit

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 23 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Fisika- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPF-LIPI) Kawasan

Lebih terperinci

MEDAN MAGNET SUGIYO,S.SI.M.KOM

MEDAN MAGNET SUGIYO,S.SI.M.KOM MEDAN MAGNET SUGIYO,S.SI.M.KOM PENDAHULUAN Magnet dalam teknologi terapan KEMAGNETAN Macam macam bentuk magnet Magnet batang, U bulat jarum 6.2 HUKUM COLUMB 6.3 PENGERTIAN MEDAN MAGNET Ruangan disekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer. Perkembangan nanoteknologi

Lebih terperinci