BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnet Secara Umum Magnet adalah suatu materi yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet juga merupakan material maju yang sangat penting untuk beragam aplikasi teknologi canggih, berfungsi sebagai komponen pengubah energi gerak menjadi listrik dan sebaliknya, seperti: otomotif, elektronik dan energy. (Collocott, S.J.,2007). Fenomena magnetisme (kemagnetan) sebenarnya telah diamati manusia sejak beberapa abad sebelum masehi. Pada masa lampau magnet dikenal sebagai sebuah material berwarna hitam yang disebut lodestone dan dapat menarik besi serta benda benda logam lainnya. Batu magnet ditemukan pertama kali di Magnesia, Asia kecil dan penggunaannya dalam praktek yang pertama dipertunjukkan oleh bangsa Cina pada tahun 2637 sebalum Masehi, berupa kompas kutub (kompas penunjuk kutub bumi).magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam. Sebuah magnet terdiri atas magnet-magnet kecil yang memiliki arah yang sama (tersusun teratur), magnet-magnet kecil ini disebut magnet elementer. Pada logam yang bukan magnet, magnet elementernya mempunyai arah sembarangan (tidak teratur) sehingga efeknya saling meniadakan, yang mengakibatkan tidak adanya kutub-kutub magnet pada ujung logam. Setiap magnet memiliki dua kutub, yaitu, utara dan selatan. Kutub magnet adalah daerah yang berada pada ujung-ujung magnet dengan kekuatan magnet yang paling besar berada pada kutub-kutubnya.magnet dapat menarik benda lain, beberapa benda bahkan tertarik lebih kuat dari yang lain, yaitu bahan logam. Namun tidak semua logam mempunyai daya tarik yang sama terhadap magnet. Besi dan baja adalah dua contoh materi yang mempunyai daya tarik yang tinggi oleh magnet. Sedangkan oksigen cair adalah contoh materi yang mempunyai daya tarik rendah oleh magnet. (Julia, 2011)

2 7 2.2 Bahan Magnetik Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam komponen pembentuknya. Menurut sifatnya terhadap adanya pengaruh kemagnetan, bahan dapat digolongkan menjadi 5 yaitu diamagnetik, paramagnetik, feromagnetik, anti ferromagnetik, dan ferrimagnetik (ferri). a. Diamagnetik Bahan diamagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masingmasing atom/ molekulya adalah nol, tetapi medan magnet akibat orbit dan spin elektronnya tidak nol. Bahan diamagnetik tidak mempunyai momen dipol magnet permanen. Jika bahan diamagnetik diberi medan magnet luar, maka elektronelektron dalam atom akan mengubah gerakannya sedemikian rupa sehingga menghasilkan resultan medan magnet atomis yang arahnya berlawanan dengan medan magnet luar tersebut. Sifat diamagnetik bahan ditimbulkan oleh gerak orbital elektron. Karena atom mempunyai elektron orbital, maka semua bahan bersifat diamagnetik. Suatu bahan dapat bersifat magnet apabila susunan atom dalam bahan tersebut mempunyai spin elektron yang tidak berpasangan. Dalam bahan diamagnetik hampir semua spin elektron berpasangan, akibatnya bahan ini tidak menarik garis gaya. Permeabilitas bahan ini: µ<, dengan suseptibilitas magnetik bahan < 0. Nilai bahan diamagnetik mempunyai orde m 3 /kg. Contoh bahan diamagnetik yaitu: bismut, perak, emas, tembaga dan seng. (Halliday & Resnick, 1978). b. Paramagnetik Bahan paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masingmasing atom/ molekulnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet atomis total seluruh atom/ molekul dalam bahan nol, hal ini disebabkan karena gerakan atom/ molekul acak, sehingga resultan medan magnet atomis masing-masing atom saling meniadakan (Halliday & Resnick, 1978). Di bawah pengaruh medan eksternal, mereka mensejajarkan diri karena torsi yang dihasilkan. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar.bahan ini jika diberi medan magnet luar, elektron-elektronnya

3 8 akan berusaha sedemikian rupa sehingga resultan medan magnet atomisnya searah dengan medan magnet luar. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar.dalam bahan ini hanya sedikit spin elektron yang tidak berpasangan, sehingga bahan ini sedikit menarik garis-garis gaya. Dalam bahan paramagnetik, medan B yang dihasilkan akan lebih besar dibanding dengan nilainya dalam hampa udara. Suseptibilitas bahan paramagnetik adalah >0 sedangkan permeabilitasnya adalah µ >. Contoh bahan paramagnetik : alumunium, magnesium dan wolfram. c. Feromagnetik Bahan ferromagnetik mempunyai resultan medan magnet atomis besar, hal ini disebabkan oleh momen magnetik spin elektron. Pada bahan ini banyak spin elektron yang tidak berpasangan, masing-masing spin elektron yang tidak berpasangan ini akan menimbulkan medan magnetik, sehingga medan magnet total yang dihasilkan oleh satu atom menjadi lebih besar (Halliday & Resnick, 1978). Medan magnet dari masing-masing atom dalam bahan ferromagnetik sangat kuat, sehingga interaksi diantara atom-atom tetangganya menyebabkan sebagian besar atom akan mensejajarkan diri membentuk kelompok-kelompok, kelompok inilah yang dikenal dengan domain. Domain-domain dalam bahan ferromagnetik, dalam ketiadaan medan eksternal, momen magnet dalam tiap domain akan paralel, tetapi domain-domain diorientasikan secara acak, dan yang lain akan terdistorsi karena pengaruh medan eksternal. Domain dengan momen magnet paralel terhadap medan eksternal akan mengembang, sementara yang lain mengerut. Semua domain akan menyebariskan diri dengan medan eksternal pada titik saturasi, artinya bahwa setelah seluruh domain sudah terarahkan, penambahan medan magnet luar tidak memberi pengaruh apa-apa karena tidak ada lagi domain yang perlu disearahkan, keadaan ini disebut dengan penjenuhan (saturasi). Bahan ini juga mempunyai sifat remanensi, artinya bahwa setelah medan magnet luar dihilangkan, akan tetap memiliki medan magnet, karena itu bahan ini sangat baik sebagai sumber magnet permanen. Permeabilitas bahan : µ >>. dengan suseptibilitas bahan : >> 0.

4 9 Contoh bahan ferromagnetik : besi, baja. d. Anti Ferromagnetik Bahan yang menunjukkan sifat antiferromagnetik, momen magnetik atom atau molekul, biasanya terkait dengan spin elektron yang teratur dalam pola yang reguler dengan tetangga spin (pada sublattices berbeda) menunjuk ke arah yang berlawanan. Hal ini seperti ferromagnetik dan ferrimagnetik, suatu bentuk dari keteraturan magnet. Umumnya, keteraturan antiferromagnetik berada pada suhu yang cukup rendah, menghilang pada dan diatas suhu tertentu. Suhu Neel adalah suhu yang menandai berubahan sifat magnet dari antiferromagnetik ke paramagnetik. Diatas suhu Neel bahan biasanya bersifat paramagnetik. Pada bahan antiferromagnetik terjadi peristiwa kopling momen magnetik diantara atom atom atau ion ion yang berdekatan. Peristiwa kopling tersebut menghasilkan terbentuknya orientasi spin yang antiparalel. Satu set dari ion magnetik secara spontan termagnetisasi dibawah temperature kritis (dinamakan temperature Neel). Temperatur Neel menandai perubahan sifat magnet dari anti ferromagnetic ke paramagnetik. Suseptibilitas bahan anti ferromagnetic adalah kecil dan dan bernilai positif. Suseptibilitas material ini diatas temperature Neel juga sama seperti material paramagnetic, tetapi dibawah temperature Neel, Suseptibilitasnya menurun seiring menurunnya temperatur. Contoh bahan anti ferromagnetic adalah : MnO 2, MnO, dan FeO. (Nicola,2003). e. Ferrimagnetik Material ferrimagnetik seperti ferrit (misalnya Fe3O4) menunjukkan sifatserupa dengan material ferromagnetik untuk temperatur di bawah harga kritis yangdisebut dengan temperatur Curie, TC. Pada temperatur di atas TC maka materialferrimagnetik berubah menjadi faramagnetik. Ciri khas material ferrimagnetik adalah adanya momen dipol yang besarnya tidak sama dan berlawanan arah. Sifat ini muncul karena atom-atom penyusunnya misalnya (A dan B) mempunyai dipoledengan ukuran yang berbeda dan arahnya berlawanan. Material ini dapatmempunyai magnetisasi walau dalam keadaan tanpa medan luar sekalipun.material ferrimagnetik seperti ferrit biasanya non konduktif dan bebas

5 10 losses arus eddy. Sehingga banyak diaplikasikan untuk medan magnetik dengan frekuensi tinggi. Ferrimagnetik, material yang mempunyai suseptibilitas yang besar tergantung temperatur. Gambar 2.1 Klasifikasi Bahan Magnetik (Zakotnik, M, 2004) 2.3 Klasifikasi Magnetik Material Material magnetik termasuk material yang penting dalam aplikasi pada banyak industri dan keteknikan. Bersama dengan material teknik lainnya, material magnetik diperlukan di dalam produk produk industri terutama yang memerlukan efek interaksi listrik-magnet.pada dasarnya material ferromagnetik dikelompokkan ke dalam dua kelompok aplikasi besar masing masing sebagai magnet permanen (hard permanent magnets) dan magnet tidak permanen (soft permanent magnets). ( KH Muller,2001).

6 Magnet Permanen Magnet permanen adalah suatu bahan yang dapat menghasilkan medan magnet yang besarnya tetap tanpa adanya pengaruh dari luar atau disebut magnet alam karena memiliki sifat kemagnetan yang tetap. Magnet permanen mempunyai nilai koersivitas yang tinggi, yaitu diatas 10 ka/m. Magnet permanen dibuat orang dalam berbagai bentuk dan dapat dibedakan menurut bentuknya menjadi : a. Magnet batang b. Magnet ladam (sepatu kuda) c. Magnet jarum d. Magnet silinder e. Magnet lingkaran Jenis magnet tetap selama ini yang diketahui terdapat pada: 1. Magnet neodymium, merupakan magnet tetap yang paling kuat. Magnet neodymium (juga dikenal sebagai NdFeB, NIB, atau magnet Neo), merupakan sejenis magnet tanah jarang, terbuat dari campuran logam neodymium, 2. Magnet Samarium-Cobalt: salah satu dari dua jenis magnet bumi yang langka, merupakan magnet permanen yang kuat yang terbuat dari paduan samarium dan kobalt. 3. Magnet keramik, misalnya Barium Hexaferrite 4. Plastic Magnets dan Magnet Alnico Material Induksi Remanen (Br) (Tesla) Koersifitas (Hc) (MA/m) Energi Produk (BH max ) (kj/m 3 ) Sr Ferit 0,43 0,20 34 Alnico 5 1,27 0,05 44 Alnico 9 1,05 0,12 84 SmCo 5 0,95 1, Sm 2 Co 17 1,05 1, Nd 2 Fe 14 B 1,36 1, Tabel 2.1 Perbandingan Karakteristik Magnet Permanen

7 Magnet Permanen NdFeB Magnet NdFeB adalah jenis magnet permanen rare earth (tanah jarang) yang memiliki sifat magnet yang baik, seperti pada nilai induksi remanen, koersitifitas, dan energy produk yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan magnet permanen lainnya Unsur Pemadu Pada Magnet NdFeB a. Neodymium (Nd) Neodymium merupakan salah satu dari unsur tanah jarang yangmemiliki symbol Nd dan nomor atom 60. Neodymium ditemukan pada tahun 1885 oleh kimiawan Jerman Carl Auer von Welsbach. Neoymium tidak ditemukan secara alami dalam bentuk logam, namun dalam bentuk mineral yang merupakan campuran oksida.meskipun neodymium digolongkan sebagai unsur "tanah jarang", namun Neodymium merupakan unsur yang cukup umum, tidak jarang dari kobalt, nikel, dan tembaga, dan tersebar luas di kerak bumi. Sebagian besar neodymium dunia ditambang di Cina. Unsur ini termasuk kedalam kelompok unsur lantanida atau lanthanos. Unsur unsur lantanida atau lanthanos dikenal dengan nama fourteen elements, karena jumlahnya 14 unsur, seperti Cerium (Ce), Praseodymium (Pr), Neodymium (Nd), Promhetium (Pm), Samarium (Sm), Europium (Eu), Gadolinium (Gd), Terbium (Tb), Dysprosium (Dy), Holmium (Ho), Erbium (Er), Thulium (Tm), Yterbium (Yb), dan Lutetium (Lu). Unsur ini digunakan dalam keramik untuk warna glasir, dalam paduan untuk magnet permanen, untuk lensa khusus dengan praseodymium.juga untuk menghasilkan terang kaca ungu dan kaca khusus yang menyaring radiasi inframerah. Gambar 2.2 Struktur Atom unsur Neodymium

8 13 Tabel 2.2 Informasi Dasar unsur Neodymium b. Besi (Fe) Besi adalah logam transisi yang paling banyak dipakai karena relatif melimpah di alam dan mudah diolah. Biji besi biasanya mengandung hematite (Fe 2 O 3 ) yang dikotori oleh pasir (SiO 2 ) sekitar 10 %, serta sedikit senyawa sulfur, posfor, aluminium dan mangan.(syukri,1999). Besi juga diketahui sebagai unsur yang paling banyak membentuk bumi, yaitu kira-kira 4,7-5 % pada kerak bumi. Kebanyakan besi terdapat dalam batuan dan tanah sebagai oksida besi, seperti oksida besi magnetit (Fe3O4) mengandung besi 65 %, hematite (Fe2O3) mengandung % besi, limonet (Fe2O3.H2O) mengandung besi 20 % dan siderit (Fe2CO3). Dari mineral mineral bijih besi, magnetit adalah mineral dengan kandungan Fe paling tinggi, tetapi terdapat dalam julah kecil. Sementara hematite merupakan mineral bijih utama yang dibutuhkan dalam industry besi. Dalam kehidupan, besi merupakan logam paling biasa digunakan dari pada logam-logam yang lain. Hal ini disebabkan karena harga yang murah dan kekuatannya yang baik serta penggunaannya yang luas. Gambar 2.3 Struktur Atom Unsur Besi

9 14 Tabel 2.3 Informasi Dasar Unsur Besi c. Boron (B) Boron adalah unsur golongan 13 dengan nomor atom lima. Boron memiliki sifat diantara logam dan nonlogam (semimetalik). Boron lebih bersifat semikonduktor daripada sebuah konduktor logam lainnya. Boron juga merupakan unsur metaloid dan banyak ditemukan dalam bijih borax. Unsur ini Tidak pernah ditemukan bebas dalam alam. Gambar 2.4 Struktur Atom Unsur Boron

10 15 Tabel 2.4 Informasi Dasar Unsur Besi Struktur Kristal Magnet NdFeB Gambar 2.5 (a) Sel Satuan Tetragonal Nd 2 Fe 14 B (b) Prisma Trigonal yang mengandung atom boron dalam struktur Nd 2 Fe 14 B. Sel satuan NdFeB memiliki struktur Kristal tetragonal yang kompleks. Gambar (2.5) menunjukkan skema struktur kristal Nd 2 Fe 14 B dan prisma trigonal yang mengandung atom boron. Struktur tetragonal NdFeB mengandung 68 atom.

11 16 Ada 6 atom besi pada sisi yang berbeda, 2 atom Neodymium pada sisi yang berbeda seperti Nd f dan Nd g dan 1 sisi atom boron yang menempati pusat prisma trigonal, seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.5.b.Prisma trigonal dibentuk oleh 3 atom besi yang terletak diatas dan dibawah bidang, dan pada setiap lapisan bidang tersebut terdapat Nd dan B yang dapat menstabilkan struktur ini. (Abhijit P. Jadhav, 2014). Jarak antara tetangga terdekat terdekat Fe-Fe antara 2,4 2,8 Å. Jarak antara boron dengan atom tetangga terdekat adalah : B Fe (k1) = 2,09Å B Fe (e) = 2,14 Å B Nd (g) = 2,86 Å B Nd (f) = 3,34 Å Sifat Fisis Magnet NdFeB Sifat Fisis magnet NdFeB adalah seperti table dibawah ini : Tabel 2.5 sifat Fisis Magnet NdFeB tipe MQP-B

12 Karakteristik Magnet NdFeB Terhadap Temperatur Magnet NdFeB mudah di demagnetisasi pada temperature tinggi., artinya sifat kemagnetan NdFeB mudah hilang pada temperature tinggi, tetapi akan meningkat pada temperature rendah. Pada Tabel diatasdapat dilihat bahwa temperature operasi maksimum adalah C. beberapa cara yang dapat mempengaruhi agar magnet ini dapat digunakan pada temperatur tinggi yaitu bentuk geometri. Magnet dengan bentuk yang lebih tipis akan lebih mudah didemagnetisasi dibandingkan dengan bentuk yang lebih tebal. Bentuk magnet piring datar dan yokes lebih direkomendasikan untuk digunakan pada temperature tinggi FabrikasiMagnet NdFeB Magnet NdFeB biasanya dibuat dengan cara teknologi logam serbuk (powder metallurgy). Magnet ini dapat dibuat dengan 3 cara yaitu : 1. Teknik sintering, yaitu dengan cara teknologi logam serbuk yaitu dengan cara milling, dicetak, sintering, surface treatment, magnetisasidan dihasilkan produk akhir. Magnet yang dihasilkan dengan teknik ini menghasilkan energi produk (BHmax) yang paling tinggi. 2. Teknik Compression bonded, yaitu dengan cara mencampurkan serbuk NdFeB dengan suatu binder/pelumas, dikompaksi dan kemudian dipanaskan. Energy produk yang dihasilkan dengan teknik ini lebih rendah bila dibandingkan dengan cara teknik sintering. 3. Teknik Injetion molding, yaitu dengan cara mencampurkan serbuk NdFeB dengan suatu binder/pelumas dan kemudian diinjeksi. Energi produk yang dihasilkan dengan cara teknik ini lebih rendah dibandingkan dengan teknik sintering dan teknik Compression bonded KetahananMagnet NdFeB Terhadap Korosi NdFeB adalah magnet yang sangat mudah terkorosi, untuk itu dalam penggunaannya selalu dilakukan coating/pelapisan dengan nikel, tembaga dan seng untuk meningkatkan ketahanan korosinya. (Novrita,2006)

13 18 Gambar 2.6 Magnet NdFeB yang telah dicoating/pelapisan Magnet Remanen Magnet Remanen adalah suatu bahan yang hanya dapat menghasilkan medan magnet yang bersifat sementara. Magnet ini memiliki koersivitas yang rendah yaitu dibawah 1 ka/m. Medan magnet remanen dihasilkan dengan cara mengalirkan arus listrik atau digosok-gosokkan dengan magnet alam. Bila suatu bahan pengantar dialiri arus listrik, besarnya medan magnet yang dihasilkan tergantung pada besar arus listrik yang dialirkan. Medan magnet remanen yang digunakan dalam praktek kebanyakan dihasilkan oleh arus dalam kumparan yang berinti besi. Agar medan magnet yang dihasilkan cukup kuat, kumparan diisi dengan besi atau bahan sejenis besi dan sistem ini dinamakan electromagnet. Keuntungan electromagnet adalah bahwa kemagnetannya dapat dibuat sangat kuat, tergantung dengan arus yang dialirkan. Dan kemagnetannya dapat dihilangkan dengan memutuskan arus listriknya.(halliday & Resnick, 1978). 2.4Kurva Histerisis Magnet Karakteristik suatu material ferromagnetik dapat dilihat dari bentuk kurva histerisis yang menggambarkan hubungan antara medan magnet luar, induksi magnet dan magnetisasi dengan persamaan : B = μ o (H + M). (2.1)

14 19 Dengan : B = Induksi magnet (Tesla) H = Medan Magnet Luar (A/m) M = Magnetisasi (A/m) μ o = Permeabilitas ruang hampa Karena: J = μ o M....(2.2) Dengan J merupakan Polarisasi dalam satuan Tesla, maka Persamaan (2.2)menjadi : B = μ o H + J..(2.7) Kurva histerisis memiliki dua tipe berbeda, yaitu : 1. B terhadap H (B vs H), loop histerisis disebut loop B-H 2. J terhadap H (J vs H), loop histerisis disebut loop J-H Perlu diperhatikan bahwa polarisasi magnet, J, dari bahan ferromagnetik tidak selalu berbanding lurus terhadap pengaruh medan magnet luar. Material mula mula belum termagnetisasi, sehingga dimulai dari titik asal dan kemudian bertambah. Polarisasi dalam magnet mula mula bertambah agak terhambat karena berkenaan dengan nukleasi magnetisasi. Dalam hal ini pertambahan polarisasi magnet berkenaan dengan pergerakan dinding domain dalam butir kristal sampai tercapai butir dengan domain tunggal dan akhirnya polarisasi magnet menjadi konstan pada medan magnet tertentu. Pada saat ini polarisasi mencapai nilai maksimum, yaitu telah mencapai tingkat saturasi J s atau polarisasi total. Pada keadaan ini seluruh momen magnet telah terorientasi searah dengan medan magnet luar. Jadi apa yang terjadi dalam proses ini adalah suatu rotasi polarisasi terhadap arah medan magnet luar. Dari keadaan saturasi, saat medan magnet luar H direduksi menjadi nol, ternyata kurva tidak kembali seperti semula tetapi memiliki fluks magnet sisa. Fluks magnet yang tersisa saat H = 0 ini disebut sebagai remanen. Pada keadaan ini, sebagian momen momen magnet tidak kembali ke orientasi sebelum diberi medan luar H, sehingga material termagnetisasi sebagian. Proses dilanjutkan

15 20 dengan membalik arah medan magnet luar, dan terus ditambah sehingga dicapai nilai fluks magnet B menjadi nol. Nilai medan arah balik H pada saat B = 0 disebut koersitivitas. Koersitivitas pada loop B-H disebut koersitivitas normal sedangkan pada loop J-H disebut koersitivitas intrinsik. Pada keadaan ini, orientasi seluruh momen magnet kembali acak. Medan arah balik kemudian direduksi menuju nol dan dicapai nilai remanen arah balik, -B r. Proses dilanjutkan dengan medan luar positif sehingga dicapai nilai koersitivitas positif H c dan terus menuju titik magnetisasi saturasi. Dari bentuk kurva histerisis tersebut kita dapat membedakan antara soft magnetik dan hard magnetik. Softmagnetik memiliki nilai koersitivitas dan remanen yang kecil, sehingga bentuk kurva sangat pipih. Sedangkan untuk hard magnetik memiliki nilai koersitivitas dan remanen yang cukup besar. Bentuk kurva histerisis magnet permanen terlihat pada gambar 2.7. Kurva kuadran kedua menentukan besarnya nilai energi produk maksimum (BH) max. (Hasan,2008) Gambar 2.7 (a) Kurva Histerisis Material Magnet Untuk Soft Magnetik dan (b) Kurva Histerisis Material Magnet Untuk Hard Magnetik

16 Mechanical Milling Mechanical milling atau dipendekkan menjadi milling adalah proses penghalusan atau penghancuran bahan dengan menggunakan energy mekanik dari tumbukan antara bola bola atau rod rod milling dengan jar milling. Hal hal yang mempengaruhi proses milling antara lain adalah bahan baku, tipe milling dan parameter milling Bahan Baku Distribusi dari ukuran dan area permukaan dari partikel serbuk adalah parameter yang penting dalam mechanical milling dan mechanical alloying. Ukuran ukuran partikel akan mempengaruhi reaksi kimia selama proses milling, namun ukuran tidaklah terlalu kritis, asalkan ukuran material itu haruslah lebih kecil dari ukuran bola grinda. Ini disebabkan karena ukuran partikel serbuk akan berkurang dan akan mencapai ukuran mikron setelah dimilling beberapa jam. Bahan baku yang termasuk untuk kategori diatas antaranya, material murni, campuran logam, serbuk prealloyed, dan efactory compound. Adakalanya serbuk dimillling dengan media cairan misalnya dengan toluene dan dikenal dengan penggilingan basah. Dan telah dilaporkan bahwa kecepatan atmosfir lebih cepat selama proses penggilingan basah daripada penggilingan kering. Kerugian dari pengilingan basah adalah meningkatnya kontaminasi serbuk Tipe Milling Tipe tipe berbeda dari peralatan milling digunakan untuk menghaluskan ukuran partikel serbuk. Perbedaan nya terletak pada kapasitasnya, efisiensi milling, dan kecepatan putar jar milling. Tipe tipe milling tersebut, antara lain : rotary ball mill, high energy mill, SPEX shaker mills, planetary ball mill, attritor mill,dll. Namun dalam penelitian ini tipe milling yang digunakan untuk menghaluskan partikel serbuk NdfeB adalah rotary ball mill.

17 22 Rotary Ball Mill Mesin Rotary Ball Mill adalah salah satu jenis mesin penggiling yang digunakan untuk menggiling suatu bahan material menjadi bubuk yang sangat halus. Mesin ini biasanya digunakan dalam proses mechanical milling. Secara umum, prinsip kerjanya adalah mengurangi ukuran material dengan memanfaatkan gerakan bola bola milling di dalam wadah milling. Adapun keuntungan memakai mesinrotary ball mill dalam proses produksi antara lain : 1. Biaya instalasi rendah 2. Energi listrik yang diperlukan relatif rendah 3. Sangat cocok digunakan untuk produksi yang beroperasi secara terus menerus 4. Bisa digunakan untuk segala jenis material dengan kepadatan tinggi 5. Cocok digunakan sebagai mesin penggiling di daerah terbuka Parameter Milling Mechanical milling adalah proses yang melibatkan optimasi dari beberapa variabel untuk mencapai tahap produk yang diinginkan dalam ukuran mikrometer. Beberapa parameter yang penting yang memprngaruhi hasil dari proses mlling diantaranya : wadah penggilingan, kecepatan milling, waktu milling, bola milling, perbandingan serbuk dengan bola, dan ruang pada vial. Wadah Penggilingan Wadah penggilingan merupakan media yang digunakan untuk menahan gerakan bola bola giling dan serbuk ketika proses penggilingan berlangsung. Akibat yang ditimbulkan dari proses penahanan gerak bola bola giling dan serbuk tersebut adalah terjadinya benturan antara bola bola giling serbuk dan wadah penggilingan sehingga menyebabkan terjadinya proses penghancuran serbuk secara berulang. Jika material yang digunakan sebagai wadah penggilingan sama dengan material serbuk yang akan digiling, maka proses penghancuran serbuk tidak akan efektif dan efisien karena kedua material tersebut memiliki kekerasan yang sama.

18 23 Sedangkan jika kedua material yang digunakan tersebut berbeda, maka akan terjadi kontaminasi pada material serbuk yang digiling. Untuk menghindari terjadinya kontaminasi serbuk akibat benturan yang terjadi selama proses penggilingan berlangsung, maka material yang digunakan sebagai wadah penggilingan harus memiliki kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kekerasan material serbuknya. Kontaminasi serbuk juga dapat terjadi akibat perbedaan jenis material yang digunakan sebagai wadah penggilingan dan bola penggiling. Untuk menghindari hal ini, material wadah penggilingan dan bola penggiling yang digunakan terbuat dari jenis material yang sama. Jika menggunakan jenis material yang berbeda, usahakan kekerasan kedua material tersebut tidak jauh berbeda. Gambar 2.8 Wadah Milling Dalam Alat rotary Ball Mill Kecepatan milling Mudah sekali untuk menyatakan bahwa rotasi milling yang cepat akan memberikan energy yang besar kepada serbuk. Akan tetapi berdasarkan tipe milling ada batasan untuk kecepatan maksimum yang dapat digunakan. Karena kecepatan yang tinggi, akan menyebabkan temperature pada vial akan meningkat. Hal ini dapat membuat serbuk yang dimilling terkontaminasi. Waktu Milling Waktu milling adalah parameter yang penting, biasanya waktu dipilih untuk menghaluskan serbuk hingga sekecil mungkin. Waktu yang dibutuhkan

19 24 tergantung dari tipe milling yang digunakan, intensitas milling, dan rasio bolaserbuk. Waktu milling yang lama dari waktu yang diperlukan akan mengakibatkan terjadinya penggumpalan (aglomerasi) serbuk, dan mengakibatkan terjadinya kontaminasi dan beberapa fase yang tidak diinginkan akan terbentuk. Bola Milling Fungsi bola giling dalam proses milling adalah sebagai penghancur serbuk atau digunakan sebagai pengecil ukuran partikel serbuk NdfeB. Oleh karena itu, material pembentuk bola giling harus memiliki kekerasan yang tinggi agar tidak terjadi kontaminasi saat terjadi benturan dan gesekan antara serbuk, bola dan wadah penggilingan. Ukuran bola yang dapat digunakan dalam proses milling ini bermacam macam. Pemilihan ukuran bola bergantung pada ukuran serbuk yang akan dipadu. Bola yang digunakan harus memiliki diameter yang lebih besar dibandingkan dengan diameter serbuknya. Gambar 2.9 Bola Mill yang digunakan dalam Alat Rotary Ball Mill Perbandingan Bola dan Serbuk Rasio berat bola-serbuk/ball-powder ratio (BPR) adalah variabel yang penting dalam proses milling, rasio berat-serbuk mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap waktu yang dibutuhkan untuk mencapai fasa tertentu dari bubuk yang dimilling. Semakin tinggi BPR semakin pendek waktu yang dibutuhkan. Hal ini

20 25 dikarenakan peningkatan berat bola tumbukan persatuan waktu meningkat dan konsekuensinya adalah banyak energi yang ditransfer ke partikel partikel serbuk dan proses milling berjalan lebih cepat. Ruang Kosong Pada Vial Terjadinya perubahan ukuran partikel serbuk dalam proses milling dikarenakan adanya gaya impek yang terjadi terhadap serbuk itu. Dalam proses milling dibutuhkan tempat yang kosong yang cukup untuk bola bola milling dan partikel partikel serbuk bergerak bebas di dalam wadah milling. Jadi ruang kosong pada vial dengan bola bola dan serbuk itu penting. Jika jumlah dari bola dan serbuk banyak dan tidak ada cukup tempat untuk bola bola untuk bergerak, maka energy impek yang dihasilkan sedikit, maka proses milling, tidak berjalan secara optimal, dan membutuhkan waktu yang lama. Maka perlu diperhatikan ruang kosong vial, dan 50 % tempat yang kosong yang disediakan untuk proses milling. (Irfan,2010). 2.6 Proses Kompaksi Kompaksi merupakan proses pemadatan serbuk menjadi sampel dengan bentuk tertentu sesuai dengan cetakannya. Ada dua macam metode kompaksi, yaitu : a) Cold compressing, yaitu penekanan dengan temperatur kamar. Metode ini dipakai apabila bahan yang digunakan mudah teroksidasi. b) Hot compressing, yaitu penekanan dengan temperature di atas temperatur kamar. Metode ini dipakai apabila bahan yang digunakan tidak mudah teroksidasi. Pada proses kompaksi, gaya gesek yang terjadi antar partikel yang digunakan dan antar partikel komposit dengan dinding cetakan akan mengakibatkan kerapatan pada daerah tepi dan bagian tengah tidak merata. Dan untuk menghindari terjadinya perbedaan kerapatan, maka pada saat kompaksi digunakan lubricant/pelumas yang bertujuan untuk mengurangi gesekan antara partikel dan dinding cetakan. Dalam penggunaan lubricant/pelumas, dipilih bahan pelumas

21 26 yang tidak reaktif terhadap campuran serbuk dan yang memiliki titik leleh rendah sehingga pada proses curing, lubricant/pelumas dapat menguap. Terkait dengan pemberian lubricant/pelumas pada proses kompaksi, maka terdapat dua metode kompaksi, yaitu : a. Die-wall compressing penekanan dengan memberikan lubricant/pelumas pada dinding cetakan b. Internal lubricant compressing penekanan dengan mencampurkan lubricant/pelumas pada material yang akan ditekan. 2.7 Karakterisasi Untuk mengidentifikasi suatu material, maka harus dilakukan karakterisasi terhadap material tersebut. Sehingga secara fisis material tersebut dapat dibedakan dengan material lainnya. Oleh karena itu maka dilakukan analisa ukuran partikel serbuk NdFeB menggunakan PSA, pengukuran True density serbuk magnet NdFeB dengan piknometer, pengukuran Bulk Density pelet magnet NdFeB dengan menggunakan alat Archimedes Density, analisa sifat magnet pelet magnet NdFeB menggunakan Gaussmeter Analisa struktur serbuk magnet NdFeB dengan XRD, dan pengamatan mikrostruktur pelet magnet NdFeB menggunakan SEM Particle Size Analyzer (PSA) Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk mengetahui ukuran suatu partikel yaitu: 1. Metode Ayakan (Sieve Analyses) 2. Laser Diffraction (LAS) 3. Metode sedimentasi 4. Electronical Zone Sensing (EZS) 5. Analisa Gambar (Mikrografi) 6. Metode Kromatografi 7. Ukuran aerosol submicron dan perhitungan Sieve analyses (analisis ayakan) dalam dunia farmasi sering kali digunakan dalam bidang mikromeritik. Yaitu ilmu yang mempelajari tentang ilmu dan teknologi partikel kecil. Metode yang paling umum digunakan adalah analisa

22 27 gambar (mikrografi). Metode ini meliputi metode mikroskopi dan metode holografi. Alat yang sering digunakan biasanya SEM, TEM, dan AFM. Namun seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan yang lebih mengarah ke era nanotegnologi, para peneliti mulai menggunakan Laser diffraction (LAS). Metode ini dinilai lebih akurat bila dibandingkan dengan metode analisa gambar maupun metode ayakan (Sieve analyses), terutama untuk sampel sampel dalam orde nanometer maupun submikron. (Lusi,2011). Contoh alat yang menggunakan Metode LAS adalah particle size analyzer (PSA). Metode LAS dapat dibagi dalam dua metode : 1. Metode Basah : metode ini menggunakan media pendispersi untuk mendispersikan material uji. 2. Metode Kering : metode ini memanfaatkan udara atau aliran udara untuk melarutkan partikel dan membawanya ke sensing zone. Metode ini baik digunakan untuk ukuran yang kasar, dimana hubungan antar partikel lemah dan kemungkinan untuk beraglomerasi kecil. Keunggulan penggunaan particle size analyzer (PSA) untuk mengetahui ukuran partikel : a. Lebih akurat. Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA lebih akurat jika dibandingkan dengan pengukuran partikel dengan alat lain seperti XRD ataupun SEM. Hal ini dikarenakan partikel didispersikan ke dalam media sehingga ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dari single particle. b. Hasil pengukuran dalam bentuk distribusi, sehinga dapat menggambarkan keseluruhan kondisi sampel. Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA biasanya menggunakan metode basah. Metode ini dinilai lebih akurat jika dibandingkan dengan kering ataupun pengukuran partikel dengan metode ayakan dan analisa gambar. Terutama untuk sampel sampel dalam orde nanometer dan submicron yang biasanya memiliki kecenderungan aglomerasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan partikel terdispersi ke dalam media sehingga partikel tidak saling beraglomerasi (menggupal). Dengan demikian ukuran artikel yang terukur adalah ukuran dari single particle. Selain itu hasil pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga hasil pengukuran dapat

23 28 diasumsikan sudah menggambarkan keseluruhan kondisi sampel. Beberapa analisa yang dilakukan, antara lain : 1. Menganalisa ukuran partikel. 2. Menganalisa nilai zeta potensial dari suatu larutan sampel. 3. Mengukur tegangan permukaan dari partikel clay bagi industry keramik dan sejenisnya. Dimana hal ini akan berpengaruh pada struktur lapisan clay. Struktur lapisan clay ini sangat berpengaruh pada metode slip casting. 4. Mengetahui zeta potensial coagulant untuk proses coagulasi partikel pengotor bagi industri WTP (Water Treatment Plant) 5. Mengetahui ukuran partikel tegangan permukaan dari densitas pada emulsi yang digunakan pada produk produk industri beverage. (Nanortim,2010) Densitas Densitas bahan merupakan suatu parameter yang dapat memberikan informasi keadaan fisika dan kimia suatu bahan. Dapat pula dikatakan bahwa densitas adalah besaranyang menyatakan jumlah padatan (massa) yang dikandung dalam total volume dari bahan tersebut. Berbagai alat digunakan untuk mengukur densitas bahan yang berukuran kecil antara lain dengan piknometer, floating bulb hydrometer, kolom gradien,, densitimeter tabung osilasi, dan resonator saluran mikro tersuspensi. (Mirica, Katherine A, 2010). Bentuk bentuk Densitas antara lain : True Density Densitas bahan murni atau bahan komposit yang dihitung dengan memperhatikan massa dan Volume. Dalam penelitian ini pengukuran True Density dilakukan dengan menguunakan Piknometer. Persamaan umum densitas (kerapatan massa) ini dinyatakan dalam satuan gr/cm 3, dilambangkan dengan ρ.

24 29 (2.1) Dimana: ρ s= densitas serbuk NdFeB (gr/cm 3 ) ρ toluen = densites toluen 0,867 (gr/cm 3 ) m 1 m 2 m 3 m 4 = massa pyknometer kosong (gr) = massa toluen + pyknometer (gr) = massa pyknometer + serbuk NdFeB (gr) = massa pyknometer + serbuk NdFeB + toluen (gr) Solid Density ( ) Densitas bahan padat (termasuk air) tidak termasuk pori yang terisi udara. Dengan perhitungan : berat dibagi Volume yang diukur dengan metode gas displacement method. Material (Substance) Density ( ) Densitas bahan yang diukur ketika bahan dihancurkan dalam ukuran yang cukup kecil untuk meyakinkan bahwa tidak ada ori tertutup. Apparent Density ( ) Densitas bahan termasuk semua pori di dalam bahan (pori internal) Bentuk regular karakteristik dimensi Bentuk irregular Volume diukur dengan metode solid atauliquid displacement methode. Bulk Density ( ) Densitas bahan dalam keadaan pelet. Dalam penelitian ini Pengukuran Bulk Density dilakukan dengan metode Archimedes Density. Persamaan umum densitas (kerapatan massa) ini dinyatakan dalam satuan gr/cm 3, dilambangkan dengan... (2.2) Dimana :

25 30 Mk = Massa kering sampel (gram) Mb = Massa Basah sampel = Bulk Density Sampel 2.7.4XRD (X-Ray Difractometer) Difraksi sinar-x merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya fasa kristalin di dalam material material benda dan serbuk, dan untuk menganalisis sifat sifat struktur (seperti stress,ukuran butir, fasa komposisi orientasi kristal, dan cacat kristal) dari tiap fasa. Metode ini menggunakan sebuah sinar-x yang terdifraksi seperti sinar yang direfleksikan dari setiap bidang, berturut turut dibentuk oleh atom atom kristal dan material tersebut. Dengan berbagai sudut timbul, pola difraksi yang terbentuk menyatakan karakteristik dari sampel. Susunan ini diidentifikasi dengan membandingkannya dengan sebuah data base internasional (Zakaria,2003). A. Komponen Dasar XRD Tiga komponen dasar dari XRD yaitu: 1. Sumber sinar-x Sinar-X merupakan salah satu bentuk radiasi elektromagnetik yang mempunyai energi antara 200 ev 1 MeV dengan panjang gelombang antara 0,5 2,5 Å. Panjang gelombangnya hampir sama dengan jarak antara atom dalam kristal, menyebabkan sinar-x menjadi salah satu teknik dalam analisa mineral. 2. Material Uji (specimen) Sartono (2006) mengemukakan bahwa material uji (specimen) dapat digunakan bubuk (powder) biasanya 1 mg. 3. Detektor Sebelum sinar-x sampai ke detektor melalui proses optik. Sinar-X yang panjang gelombangnya λ dengan intensitas I mengalami refleksi dan menghasilkan sudut difraksi 2θ (Sartono,2006).

26 31 B. Skema dan Prinsip Kerja Alat Difraksi sinar-x (XRD) Salah satu teknik yang digunakan untuk menentukan struktur suatu padatan kristalin adalah metode difraksi sinar-x serbuk (X-ray powder diffraction) seperti terlihat pada gambar Sampel berupa serbuk padatan kristalin yang memiliki ukuran kecil dengan diameter butiran kristalnya sekitar m ditempatkan pada suatu plat kaca. Sinar-X diperoleh dari elektron yang keluar dari filament panas dalam keadaan vakum pada tegangan tinggi, dengan kecepatan tinggi menumbuk permukaan logam, biasanya tembaga (Cu). Sinar-X tersebut menembak sampel padatan kristalin, kemudian mendifraksikan sinar ke segala arah dengan memenuhi Hukum Bragg. Detektor bergerak dengan kecepatan sudut yang konstan untuk mendeteksi berkas sinar-x yang didifraksikan oleh sampel serbuk atau padatan kristalin memiliki bidang bidang kisi yang tersusun secara acak dengan berbagai kemungkinan orientasi, begitu pula partikel partikel kristal yang terdapat di dalamnya. Setiap kumpulan bidang kisi tersebut memiliki beberapa sudut orientasi sudut tertentu, sehingga difraksi sinar-x memenuhi Hukum Bragg : nλ = 2 d sin θ...(2.8) Dengan : n : orde difraksi (1,2,3,.) λ : Panjang sinar-x d : Jarak kisi θ : Sudut difraksi Bentuk keluaran dari difraktometer dapat berupa data analog atau digital. Rekaman data analog berupa grafik garis garis yang terekam per menit sinkron, dengan detektor dalam sudut 2θ per menit, sehingga sumbu-x setara dengan sudut 2θ. Sedangkan rekaman digital menginformasikan intensitas sinar-x terhadap jumlah intensitas cahaya per detik. Pola difraktogram yang dihasilkan berupa deretan puncak puncak difraksi dengan intensitas relative bervariasi sepanjang nilai 2θ tertentu. Besarnya intensitas relatif dari deretan puncak puncak tersebut bergantung pada jumlah atom atau ion yang ada, dan distribusinya di dalam sel satuan material tersebut. Pola difraksi setiap padatan kristalin sangat khas, yang

27 32 bergantung pada kisi kristal, unit parameter dan panjang gelombang sinar-x yang digunakan. Dengan demikian, sangat kecil kemungkinan dihasilkan pola difraksi yang sama untuk suatu padatan kristalin yang berbeda (Warren,1969). Gambar 2.10 Skema Geometri Difraktometer SEM (Scanning Electron Microscope) Scanning Electron Microscope (SEM) adalah sebuah mikroskop elektron yang didesain untuk mengamati permukaan objek solid secara langsung. SEM memiliki perbesaran kali, depth of field mm dan resolusi sebesar 1 10 nm. Kombinasi dari perbesaran yang tinggi, depth of field yang besar, resolusi yang baik, kemampuan untuk mengetahui komposisi dan informasi kristalografi membuat SEM banyak digunakan untuk keperluan penelitian dan industri. A. Komponen Utama SEM SEM memiliki beberapa peralatan utama, antara lain : 1. Penembak elektron (electron gun) Ada dua jenis atau tipe dari electron gunyaitu : a. Termal Pada emisi jenis ini, energi luar yang masuk ke bahan dalam bentuk energi panas. Energi panas ini diubah menjadi energi kinetik. Semakin besar panas yang diterima bahan maka akan semakin besar pula kenaikan energi kinetik yang terjadi pada electron. Pada situasi inilah akan terdapat

28 33 elektron yang pada ahirnya terlepas keluarmelalui permukaan bahan. Bahan yang digunakan sebagai sumber elektron disebut sebagai emiter atau lebih sering disebut katoda. Sedangkan bahan yangmenerima elektron disebut sebagai anoda. Dalam konteks tabung hampa (vacuum tube) anoda lebih sering disebut sebagai plate. b. Field emission Pada emisi jenis ini yang menjadi penyebab lepasnya elektron dari bahan ialahadanya gaya tarik medan listrik luar yang diberikan pada bahan. Pada katoda yangdigunakan pada proses emisi ini dikenakan medan listrik yang cukup besarsehingga tarikan yang terjadi dari medan listrik pada elektron menyebabkanelektron memiliki energi yang cukup untuk lompat keluar dari permukaan katoda.emisi medan listrik adalah salah satu emisi utama yang terjadi pada vacuum tubeselain emisi thermionic. 2. Lensa magnetik Lensa magnetik yang digunakan yaitu dua buah Condenser lens. Condenser lens kedua (atau biasa disebut dengan lensa objektif) memfokuskan elektron dengan diameter yang sangat kecil yaitu sekitar nm. 3. Detektor SEM memiliki beberapa detektor yang berfungsi untuk menangkap hamburan elektron dan memberikan informasi yang berbeda-beda. Detektor-detektor tersebut antara lain: a. Backscatter detector, yang berfungsi untuk menangkap informasi mengenai nomor atom dan topografi. b. Secondary detector, yang berfungsi untuk menangkap informasi mengenai topografi. 4. Sample Holder Sample Holder digunakan untuk meletakkan sampel yang akan dianalisis dengan SEM.

29 34 5.Monitor CRT (Cathode Ray Tube) Di layar CRT inilah gambar struktur obyek yang sudah diperbesar dapat dilihat. a) Topografi, yaitu ciri-ciri permukaan dan teksturnya (kekerasan, sifat memantulkan cahaya, dan sebagainya). b) Morfologi, yaitu bentuk dan ukuran dari partikel penyusun objek (kekuatan, cacat pada Integrated Circuit (IC) dan chip, dan sebagainya). c) Komposisi, yaitu data kuantitatif unsur dan senyawa yang terkandung di dalam objek (titik lebur, kereaktifan, kekerasan, dan sebagainya). d) Informasi kristalografi, yaitu informasi mengenai bagaimana susunan dari butir-butir di dalam objek yang diamati (konduktifitas, sifat elektrik, kekuatan, dan sebagainya) (Prasetyo, 2011). B. Prinsip Kerja SEM Prinsip kerja dari SEM adalah sebagai berikut: 1. Electrongun menghasilkan electron beam dari filamen. Pada umumnya electron gun yang digunakan adalah tungsten hairpin gun dengan filamen berupa lilitan tungsten yang berfungsi sebagai katoda. Tegangan yang diberikan kepada lilitan mengakibatkan terjadinya pemanasan. Anoda kemudian akan membentuk gaya yang dapat menarik elektron melaju menuju ke anoda. 2. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju suatu titik pada permukaan sampel. 3. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan diarahkan oleh koil pemindai. 4. Ketika elektron mengenai sampel, maka akan terjadi hamburan elektron, baik Secondary Electron (SE) atau Back Scattered Electron (BSE) dari permukaan sampel dan akan dideteksi oleh detektor dan dimunculkan dalam bentuk gambar pada monitor CRT.

30 35 Secara lengkap skema SEM dijelaskan oleh gambar dibawah ini: Gambar 2.11 Skema Prinsip Dasar SEM (Wordpress,2011) Ada beberapa sinyal yang penting yang dihasilkan oleh SEM. Dari pantulan inelastis didapatkan sinyal elektron sekunder dan karakteristik sinar X. Sedangkan dari pantulan elastis didapatkan sinyal backscattered elektron. Elektron sekunder menghasilkan topografi dari benda yang dianalisa, permukaan yang tinggi berwarna lebih cerah dari permukaan rendah. Sedangkan backscattered elektronmemberikan perbedaan berat molekul dari atom atom yang menyusun permukaan, atom dengan berat molekul tinggi akan berwarna lebih cerah daripada atom dengan berat molekul rendah.

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1]

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1] BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Momen Magnet Sifat magnetik makroskopik dari material adalah akibat dari momen momen magnet yang berkaitan dengan elektron-elektron individual. Setiap elektron dalam atom mempunyai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan magnet permanen setiap tahun semakin meningkat terutama untuk kebutuhan hardware komputer dan energi. Suatu magnet permanen harus mampu menghasilkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan magnetik digunakan pada peralatan tradisional dan modern. Magnet permanen telah digunakan manusia selama lebih dari 5000 tahun seperti medium perekam pada komputer

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Secara Umum Kata magnet berasal dari Magnesia, nama suatu kota di kawasan Asia. Di kota inilah orang orang Yunani sekitar tahun 600 SM menemukan sifat magnetik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Magnet permanen adalah salah satu jenis material maju dengan aplikasi yang sangat luas dan strategis yang perlu dikembangkan di Indonesia. Efisiensi energi yang tinggi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap pembuatan magnet barium ferit, tahap karakterisasi magnet

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUTAKA BAB 2 TINJAUAN PUTAKA 2.1. Magnet Secara Umum Magnet adalah suatu benda yang dapat menarik benda-benda yang terbuat dari besi, baja, dan logam-logam tertentu. Magnet salah satu bahan yang menghasilkan

Lebih terperinci

Bahan Listrik. Bahan Magnet

Bahan Listrik. Bahan Magnet Bahan Listrik Bahan Magnet Sejarah Magnet Kata magnet berasal dari bahasa yunani magnitis lithos yang berarti batu magnesia. Magnesia adalah nama sebuah wilayah di Yunani pada masa lalu yang kini bernama

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Secara Umum Magnet adalah suatu benda yang mempunyai medan magnet dan mempunyai gaya tolak menolak dan tarik menarik terhadap benda-benda tertentu. Efek

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 30 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Magnet, Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPF-LIPI)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam komponen pembentuknya. Menurut sifatnya terhadap pengaruh kemagnetan, bahan dapat diklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Kata magnet berasal dari Magnesia, nama suatu kota di kawasan Asia. Di kota inilah orang orang Yunani sekitar tahun 600 SM menemukan sifat magnetik dari mineral

Lebih terperinci

Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd)

Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd) Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd) Spektroskopi difraksi sinar-x (X-ray difraction/xrd) merupakan salah satu metoda karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Magnet keras ferit merupakan salah satu material magnet permanen yang

BAB I PENDAHULUAN. Magnet keras ferit merupakan salah satu material magnet permanen yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Magnet keras ferit merupakan salah satu material magnet permanen yang berperan penting dalam teknologi listrik, elektronik, otomotif, industri mesin, dan lain-lain.

Lebih terperinci

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar 2.1.1 Momen Magnet Arus yang mengalir pada suatu kawat yang lurus akan menghasilkan medan magnet yang melingkar di sekitar kawat, dan apabila kawat tersebut dilingkarkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah "anisotropi magnetik" mengacu pada ketergantungan sifat magnetik pada arah dimana mereka diukur. Anisotropi magnetik mempengaruhi sifat magnetisasi dan kurva

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Magnet Magnet adalah logam yang dapat menarik besi atau baja dan memiliki medan magnet. Asal kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di Asia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Magnet Magnet merupakan benda yang terbuat dari bahan tertentu dengan sifat mampu menarik bahan ferromagnetik dan ferrimagnetik. Nama magnet diambil dari nama daerah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI MAGNET SECARA UMUM Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Sebuah magnet

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1 Analisis Hasil Pengujian TGA - DTA Gambar 4.1 memperlihatkan kuva DTA sampel yang telah di milling menggunakan high energy milling selama 6 jam. Hasil yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 METODOLOGI PENELITIAN Proses pembuatan sampel dilakukan dengan menggunakan tabung HEM dan mesin MILLING dengan waktu yang bervariasi dari 2 jam dan 6 jam. Tabung HEM

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI PUSTAKA Magnet

BAB 2 STUDI PUSTAKA Magnet BAB 2 STUDI PUSTAKA 2.1. Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA)

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA) 10 1. Disiapkan sampel yang sudah dikeringkan ± 3 gram. 2. Sampel ditaburkan ke dalam holder yang berasal dari kaca preparat dibagi dua, sampel ditaburkan pada bagian holder berukuran 2 x 2 cm 2, diratakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mill Scale Hingga saat ini bahan-bahan oksida besi masih menjadi salah satu fokus kajian penting dalam kegiatan riset. Secara alamiah bahan-bahan tersebut ditemukan dalam bentuk

Lebih terperinci

Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3

Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3 SINTESIS DAN KARAKTERISASI MATERIAL MAGNET HIBRIDA BaFe 12 O 19 - Sm 2 Co 17 Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3 1 Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Magnet permanen merupakan salah satu material strategis yang memiliki banyak aplikasi terutama dalam bidang konversi energi, sensor, dan elektronika. Dalam hal konversi

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI 130801041 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER)

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) Oleh: Kusnanto Mukti / M0209031 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012 I. Pendahuluan

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron

Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron 1 Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron Luthfi Fajriani, Bambang Soegijono Departemen Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung

BAB II DASAR TEORI. Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung BAB II DASAR TEORI 2.1 Energi Listrik Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja. Salah satu bentuk energi adalah energi listrik. Energi listrik adalah energi yang berkaitan dengan akumulasi arus elektron,

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB 3METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3METODOLOGI PENELITIAN BAB 3METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Pusat Penelitian Pengembangan Fisika (P2F) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) PUSPIPTEK, Serpong. 3.1.2 Waktu Penelitian

Lebih terperinci

PENGERTIAN. Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani magnítis líthos yang berarti batu Magnesian. Apakah magnet itu?

PENGERTIAN. Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani magnítis líthos yang berarti batu Magnesian. Apakah magnet itu? KEMAGNETAN PENGERTIAN Apakah magnet itu? Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani magnítis líthos yang berarti batu Magnesian Magnet adalah benda-benda yang dapat menarik besi atau baja yang berada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Pelarutan Pengendapan Evaporasi 350 0 C 1 jam 900 0 C 10 jam 940 0 C 20 jam Ba(NO 3 ) Pelarutan Pengendapan Evaporasi Pencampuran Pirolisis Kalsinasi Peletisasi Sintering Pelet YBCO Cu(NO 3

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnet Secara Umum Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani, magnitis lithos yang berarti batu

Lebih terperinci

Bahan Magnetik. oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber)

Bahan Magnetik. oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber) Bahan Magnetik oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber) Historis Magnet Gejala kemagnetan merupakan cikal bakal berkembangnya pengetahuan tentang kelistrikan. Ditemukan sejak 2000 tahun

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Terhadap Pembentukan PbTiO 3 dengan Metode Mechanical Alloying

SIDANG TUGAS AKHIR Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Terhadap Pembentukan PbTiO 3 dengan Metode Mechanical Alloying -ب س م الله ال رح من ال رح يم - SIDANG TUGAS AKHIR Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Terhadap Pembentukan PbTiO 3 dengan Metode Mechanical Alloying Oleh : Febry Nugroho 2709 100 016 Dosen

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sintesis Fe 2 O 3 Dari Pasir Besi Dalam rangka meningkatkan nilai ekonomis pasir besi dapat dilakukan dengan pengolahan mineral magnetik (Fe 3 O 4 ) yang diambil dari pasir besi

Lebih terperinci

Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri ITS

Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri ITS PENGARUH TEKANAN KOMPAKSI DAN WAKTU PENAHANAN TEMPERATUR SINTERING TERHADAP SIFAT MAGNETIK DAN KEKERASAN PADA PEMBUATAN IRON SOFT MAGNETIC DARI SERBUK BESI Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah industri baja. Peningkatan jumlah industri di bidang ini berkaitan dengan tingginya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Magnet adalah suatu benda yang dibuat dari material tertentu yang menghasilkan suatu medan magnet. Medan magnet suatu magnet adalah daerah sekeliling magnet

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Vetran Republik Indonesia

Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Vetran Republik Indonesia Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Vetran Republik Indonesia Sub Pokok Bahasan : Magnet Bumi Medan Magnet Luar Akuisisi dan Reduksi Data Pengolahan Data MetodaInterpretasi Metode Geomagnetik didasarkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUTAKA BAB 2 TINJAUAN PUTAKA 2.1. Pengertian Magnet Secara Umum Magnet adalah suatu benda yang dapat menarik benda-benda yang terbuat dari besi, baja, dan logam-logam tertentu. Magnet salah satu bahan yang menghasilkan

Lebih terperinci

A. 100 N B. 200 N C. 250 N D. 400 N E. 500 N

A. 100 N B. 200 N C. 250 N D. 400 N E. 500 N 1. Sebuah lempeng besi tipis, tebalnya diukur dengan menggunakan mikrometer skrup. Skala bacaan hasil pengukurannya ditunjukkan pada gambar berikut. Hasilnya adalah... A. 3,11 mm B. 3,15 mm C. 3,61 mm

Lebih terperinci

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut : METODE X-RAY Kristalografi X-ray adalah metode untuk menentukan susunan atom-atom dalam kristal, di mana seberkas sinar-x menyerang kristal dan diffracts ke arah tertentu. Dari sudut dan intensitas difraksi

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

EFEK WAKTU WET MILLING DAN SUHU ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS, MIKROSTRUKTUR, DAN MAGNET DARI FLAKES NdFeB SKRIPSI WAHYU SOLAFIDE SIPAHUTAR

EFEK WAKTU WET MILLING DAN SUHU ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS, MIKROSTRUKTUR, DAN MAGNET DARI FLAKES NdFeB SKRIPSI WAHYU SOLAFIDE SIPAHUTAR EFEK WAKTU WET MILLING DAN SUHU ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS, MIKROSTRUKTUR, DAN MAGNET DARI FLAKES NdFeB SKRIPSI WAHYU SOLAFIDE SIPAHUTAR 110801087 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING I Dewa Gede Panca Suwirta 2710100004 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Material Magnet Material magnet merupakan suatu benda atau bahan yang mempunyai daya tarik terhadap benda yang mempuyai unsur logam atau besi di sekelilingnya. Magnet memiliki

Lebih terperinci

d) Dipol magnet merupakan sebuah magnet dipol, akselerator partikel, magnet yang dibangun untuk menciptakan medan magnet homogen dari jarak tertentu.

d) Dipol magnet merupakan sebuah magnet dipol, akselerator partikel, magnet yang dibangun untuk menciptakan medan magnet homogen dari jarak tertentu. Tugas Perbaikan Mid Sifat Magnetik Batuan Soal : 1. Jelaskan tentang : a) Magnetisasi b) Permeabilitas Magnetic c) Suseptibilitas Magnetik d) Dipol Magnetik e) Suhu Curie f) Histeresis 2. Ceritakanlah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baterai Baterai adalah sel elektrokimia yang mengubah energi kimia menjadi energi listrik dengan suatu reaksi elektrokimia. Komponen utama baterai, yaitu: 1. Elektroda negatif

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Material Magnet Material magnet merupakan material (bahan) yang mempunyai medan magnet. Kata magnet berasal dari bahasa Yunani, magnitis lithos yang berarti batu Magnesian.

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Magnet merupakan suatu material yang mempunyai suatu medan magnet B. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fe 2 O 3 dari Pasir Besi Partikel nano magnetik Fe 3 O 4 merupakan salah satu material nano yang telah banyak dikembangkan. Untuk berbagai aplikasi seperti ferrogel, penyerap

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 12 Fisika

Antiremed Kelas 12 Fisika Antiremed Kelas 12 Fisika Persiapan UAS 1 Doc. Name: AR12FIS01UAS Version: 2016-09 halaman 1 01. Sebuah bola lampu yang berdaya 120 watt meradiasikan gelombang elektromagnetik ke segala arah dengan sama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK SERBUK 4.1.1. Serbuk Fe-50at.%Al Gambar 4.1. Hasil Uji XRD serbuk Fe-50at.%Al Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J 1. Bila sinar ultra ungu, sinar inframerah, dan sinar X berturut-turut ditandai dengan U, I, dan X, maka urutan yang menunjukkan paket (kuantum) energi makin besar ialah : A. U, I, X B. U, X, I C. I, X,

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU DRY MILLING TERHADAP KARAKTERISTIK DAN SIFAT MAGNET PERMANEN ND-FE-B

PENGARUH WAKTU DRY MILLING TERHADAP KARAKTERISTIK DAN SIFAT MAGNET PERMANEN ND-FE-B PENGARUH WAKTU DRY MILLING TERHADAP KARAKTERISTIK DAN SIFAT MAGNET PERMANEN ND-FE-B William 1,a), Tua Raja Simbolon 1,b), Herli Ginting 1, Prijo Sardjono 2, Muljadi 2,c) 1 Departemen Fisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

LATIHAN UJIAN NASIONAL

LATIHAN UJIAN NASIONAL LATIHAN UJIAN NASIONAL 1. Seorang siswa menghitung luas suatu lempengan logam kecil berbentuk persegi panjang. Siswa tersebut menggunakan mistar untuk mengukur panjang lempengan dan menggunakan jangka

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU DRY MILLING TERHADAP KARAKTERISTIK DAN SIFAT MAGNET PERMANEN ND-FE-B

PENGARUH WAKTU DRY MILLING TERHADAP KARAKTERISTIK DAN SIFAT MAGNET PERMANEN ND-FE-B DOI: doi.org/10.21009/spektra.011.03 PENGARUH WAKTU DRY MILLING TERHADAP KARAKTERISTIK DAN SIFAT MAGNET PERMANEN ND-FE-B William 1,a), Tua Raja Simbolon 1,b), Herli Ginting 1, Prijo Sardjono 2, Muljadi

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

BAB II STUDI PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara BAB II STUDI PUSTAKA 2.1.Meteran Air Ada banyak tipe meter air yang dibuat, salah satunya adalah multi jet. Meter air tipe ini digerakkan oleh putaran turbin di dalam rumah meter. Meteran ini bekerja berdasarkan

Lebih terperinci

TRY OUT I. Tahun Pelajaran 2011/2012 KABUPATEN LOMBOK TIMUR. Kamis, 8 Pebruari Pukul. Kode Soal : Mata Pelajaran: FISIKA.

TRY OUT I. Tahun Pelajaran 2011/2012 KABUPATEN LOMBOK TIMUR. Kamis, 8 Pebruari Pukul. Kode Soal : Mata Pelajaran: FISIKA. DOKUMEN DINAS RAHASIA TRY OUT I Tahun Pelajaran 2011/2012 KABUPATEN LOMBOK TIMUR Kamis, 8 Pebruari 2012 Pukul Kode Soal : Mata Pelajaran: FISIKA Kode Mapel : K Kelas/Program Studi : XII/IPA Try Out I Fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batu bara + O pembakaran. CO 2 + complex combustion product (corrosive gas + molten deposit

BAB I PENDAHULUAN. Batu bara + O pembakaran. CO 2 + complex combustion product (corrosive gas + molten deposit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemadaman listrik yang dialami hampir setiap daerah saat ini disebabkan kekurangan pasokan listrik. Bila hal ini tidak mendapat perhatian khusus dan penanganan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Asal kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di Asia kecil. Menurut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Yaghtin (2013), melakukan penelitian tentang efek perlakuan panas terhadap sifat magnetik dari sebuah soft-magnetic composite (SMC-s) dengan dilapisi Al 2 O

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah dalam penelitian mengacu pada diagram alir : Mulai Penentuan Judul Studi Literatur Penyiapan Spesimen Pengujian-Pengujian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan 20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Desain Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan menggunakan metode tape

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Larutan Garam Klorida Besi dari Pasir Besi Hasil reaksi bahan alam pasir besi dengan asam klorida diperoleh larutan yang berwarna coklat kekuningan, seperti ditunjukkan

Lebih terperinci

Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003

Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003 Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003 UAN-03-01 Perhatikan tabel berikut ini! No. Besaran Satuan Dimensi 1 Momentum kg. ms 1 [M] [L] [T] 1 2 Gaya kg. ms 2 [M] [L] [T] 2 3 Daya kg. ms 3 [M] [L] [T] 3 Dari

Lebih terperinci

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07)

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) 1. Gambar di samping ini menunjukkan hasil pengukuran tebal kertas karton dengan menggunakan mikrometer sekrup. Hasil pengukurannya adalah (A) 4,30 mm. (D) 4,18

Lebih terperinci

KARAKTERISASI DIFRAKSI SINAR X DAN APLIKASINYA PADA DEFECT KRISTAL OLEH: MARIA OKTAFIANI JURUSAN FISIKA

KARAKTERISASI DIFRAKSI SINAR X DAN APLIKASINYA PADA DEFECT KRISTAL OLEH: MARIA OKTAFIANI JURUSAN FISIKA KARAKTERISASI DIFRAKSI SINAR X DAN APLIKASINYA PADA DEFECT KRISTAL OLEH: MARIA OKTAFIANI 140310110018 JURUSAN FISIKA OUTLINES : Sinar X Difraksi sinar X pada suatu material Karakteristik Sinar-X Prinsip

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Medan Magnet Suatu Material Magnet[5]

Gambar 2.1. Medan Magnet Suatu Material Magnet[5] BAB II DASAR TEORI II.1. Kemagnetan II.1.1. Magnet Magnet adalah suatu benda yang dibuat dari material tertentu yang menghasilkan suatu medan magnet. Medan magnet suatu magnet adalah daerah sekeliling

Lebih terperinci

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA BAB 2TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Secara Umum Magnet adalah suatu materi yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet juga merupakan material maju yang sangat penting untuk beragam aplikasi teknologi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA MUSYAWARAH KERJA KEPALA SEKOLAH (MKKS) SMA TRY OUT UJIAN NASIONAL 2010

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA MUSYAWARAH KERJA KEPALA SEKOLAH (MKKS) SMA TRY OUT UJIAN NASIONAL 2010 PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA MUSYAWARAH KERJA KEPALA SEKOLAH (MKKS) SMA TRY OUT UJIAN NASIONAL 200 Mata Pelajaran : Fisika Kelas : XII IPA Alokasi Waktu : 20 menit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini peran nanoteknologi begitu penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kesejahteraan kehidupan manusia. Nanoteknologi merupakan bidang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, pembuatan soft magnetic menggunakan bahan serbuk besi dari material besi laminated dengan perlakuan bahan adalah dengan proses kalsinasi dan variasi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 23 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Fisika- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPF-LIPI) Kawasan

Lebih terperinci

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 2.1. Cacat Kristal Diperlukan berjuta-juta atom untuk membentuk satu kristal. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila terdapat cacat atau ketidakteraturan dalam tubuh kristal.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 1. Terhadap koordinat x horizontal dan y vertikal, sebuah benda yang bergerak mengikuti gerak peluru mempunyai komponen-komponen

Lebih terperinci

MEDAN MAGNET SUGIYO,S.SI.M.KOM

MEDAN MAGNET SUGIYO,S.SI.M.KOM MEDAN MAGNET SUGIYO,S.SI.M.KOM PENDAHULUAN Magnet dalam teknologi terapan KEMAGNETAN Macam macam bentuk magnet Magnet batang, U bulat jarum 6.2 HUKUM COLUMB 6.3 PENGERTIAN MEDAN MAGNET Ruangan disekitar

Lebih terperinci

III.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei

III.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei 17 III.METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei 2012. Adapun tempat pelaksanaan penelitian ini

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Penelitian Tugas Akhir ini dilakukan di Laboratorium Magnet Pusat Penelitian Fisika-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi serbuk. 3.2

Lebih terperinci

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan 1. Sebuah benda dengan massa 5 kg yang diikat dengan tali, berputar dalam suatu bidang vertikal. Lintasan dalam bidang itu adalah suatu lingkaran dengan jari-jari 1,5 m Jika kecepatan sudut tetap 2 rad/s,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasir besi umumnya ditambang di areal sungai dasar atau tambang pasir (quarry) di pegunungan, tetapi hanya beberapa saja pegunungan di Indonesia yang banyak mengandung

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill

Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill I Wayan Yuda Semaradipta 2710100018 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih,

Lebih terperinci

BAB II PENGUJIAN-PENGUJIAN PADA MATERIAL

BAB II PENGUJIAN-PENGUJIAN PADA MATERIAL BAB II PENGUJIAN-PENGUJIAN PADA MATERIAL Kekerasan Sifat kekerasan sulit untuk didefinisikan kecuali dalam hubungan dengan uji tertentu yang digunakan untuk menentukan harganya. Harap diperhatikan bahwa

Lebih terperinci

Copyright all right reserved

Copyright  all right reserved Latihan Soal UN SMA / MA 2011 Program IPA Mata Ujian : Fisika Jumlah Soal : 20 1. Gas helium (A r = gram/mol) sebanyak 20 gram dan bersuhu 27 C berada dalam wadah yang volumenya 1,25 liter. Jika tetapan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1. Tahap Penelitian Penelitian ini terbagai dalam empat tahapan kerja, yaitu: a. Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan LSFO dan LSCFO yang terdiri

Lebih terperinci