BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Thrust bearing [2]

BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pendahuluan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

BAB 3 METODOLOGI. 40 Universitas Indonesia

ANALISIS MODEL MATEMATIKA PROSES PENYEBARAN LIMBAH CAIR PADA AIR TANAH

MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK

Komparasi Bentuk Daun Kemudi terhadap Gaya Belok dengan Pendekatan CFD

UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

IRVAN DARMAWAN X

Simulasi Numerik Aliran Pengkondisi Udara di Dalam Ruang Server

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

ROTASI Vol. 17, No. 1, Januari 2015:

BAB 4 MODELISASI KOMPUTASI dan PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI

Penentuan Distribusi Suhu pada Permukaan Geometri Tak Tentu Menggunakan Metode Random Walk Balduyanus Yosep Godja a), Andi Ihwan a)*, Apriansyah b)

Mekanika Fluida II. Karakteristik Saluran dan Hukum Dasar Hidrolika

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

SIMULASI NUMERIK UJI EKSPERIMENTAL PROFIL ALIRAN SALURAN MULTI BELOKAN DENGAN VARIASI SUDU PENGARAH

Kajian Pola Aliran Berayun dalam Kolom Bersekat

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

Bab III Solusi Dasar Persamaan Lapisan Fluida Viskos Tipis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Transport Phenomena. Dr. Heru Setyawan Jurusan Teknik Kimia FT-ITS

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga

Gambar 2.1 Bagian-bagian mesin press BTPTP [9]

PENDEKATAN TEORITIS. Pre-processor

4.2 Laminer dan Turbulent Boundary Layer pada Pelat Datar. pada aliran di leading edge karena perubahan kecepatan aliran yang tadinya uniform

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI

III. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH PERMUKAAN SLIP TEXTURE TERHADAP PERFORMANSI PELUMASAN PADA KONTAK SLIDING MENGGUNAKAN METODE VOLUME HINGGA

STUDI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN OBSTACLE BENTUK PERSEGI PADA PIPA TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS.

ANALISIS PERPINDAHAN KALOR YANG TERJADI PADA RECTANGULAR DUCT DENGAN ANSYS 11 SP1 DAN PERHITUNGAN METODE NUMERIK

II. TINJAUAN PUSTAKA

FENOMENA PERPINDAHAN LANJUT

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014)

Simulasi Kondisi sirkulasi udara di dalam suatu ruangan ibadah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH LAJU ALIRAN SUNGAI UTAMA DAN ANAK SUNGAI TERHADAP PROFIL SEDIMENTASI DI PERTEMUAN DUA SUNGAI MODEL SINUSOIDAL

Bab 10. MA2151 Simulasi dan Komputasi Matematika

BAB I PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Desain yang baik dari sebuah airfoil sangatlah perlu dilakukan, dengan tujuan untuk meningkatkan unjuk kerja airfoil

BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1.

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah

STUDI NUMERIK PENGARUH GEOMETRI DAN DESAIN DIFFUSER UNTUK PENINGKATAN KINERJA DAWT (DIFFUSER AUGMENTED WIND TURBINE)

BAB III PERANCANGAN SCRAPER

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

MODUL MATEMATIKA II. Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI

METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL

BAB 3 MODEL ELEMEN HINGGA

Model Refraksi-Difraksi Gelombang Air Oleh Batimetri

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010

Kuliah 07 Persamaan Diferensial Ordinari Problem Kondisi Batas (PDOPKB)

PENDAHULUAN KALKULUS

A x pada sumbu x dan. Pembina Olimpiade Fisika davitsipayung.com. 2. Vektor. 2.1 Representasi grafis sebuah vektor

PENGARUH PENAMBAHAN ALIRAN DARI BAWAH KE ATAS (BOTTOM-UP) TERHADAP KARAKTERISTIK PENDINGINAN TERAS REAKTOR TRIGA 2000 BANDUNG

Gambar 2.1.(a) Geometri elektroda commit to Gambar user 2.1.(b) Model Elemen Hingga ( Sumber : Yeung dan Thornton, 1999 )

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Prosedur Penggunaan Software Ansys FLUENT 15.0

Distribusi Temperatur Pada Microwave menggunakan Metode CFD

I. PENDAHULUAN. II. DASAR TEORI Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: B-169

TRANSPOR POLUTAN. April 14. Pollutan Transport

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kendaraan. truk dengan penambahan pada bagian atap kabin truk berupa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISA PENGARUH PERMUKAAN SLIP DAN BERTEKSTUR SINUSOIDAL TERHADAP DISTRIBUSI TEKANAN PADA SLIDER BEARING

tudi kasus pengaruh perbandingan rusuk b/a = 12/12, 5/12, 4/12, 3/12, 2/12, 1/12, 0/12 dengan Re = 3 x 10 4.

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber:

Analisa Aliran Fluida Pada Pipa Spiral Dengan Variasi Diameter Menggunakan Metode Computational Fluid Dinamics (CFD)

METODOLOGI PENELITIAN

Analisa Aliran Fluida Pada Turbin Udara Untuk Pneumatic Wave Energy Converter (WEC) Menggunakan Computational Fluid Dynamic (CFD)

Masalah aliran fluida dalam PIPA : Sistem Terbuka (Open channel) Sistem Tertutup Sistem Seri Sistem Parlel

BAB II LANDASAN TEORI

ROTASI Volume 8 Nomor 1 Januari

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN, PROBLEM HIDRAULIKA SEDERHANA UNTUK APLIKASI METODE ELEMEN HINGGA

BAB IV VALIDASI SOFTWARE. Validasi software Ansys CFD Flotran menggunakan dua classical flow

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT

Transkripsi:

A III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA 3.1 Teori Dasar Metode Volume Hingga Computational fluid dnamic atau CFD merupakan ilmu ang mempelajari tentang analisa aliran fluida, perpindahan panas dan fenomena ang berhubungan denganna seperti reaksi kimia dengan menelesaikan persamaan matematika dan menggunakan bantuan simulasi komputer. Persamaan-persamaan aliran fluida dapat dideskripsikan dengan persamaan differensial parsial ang tidak dapat dipecahkan secara analitis kecuali dengan kasus ang spesial. Sehingga kita membutuhkan suatu metode pendekatan untuk menentukan suatu hasil. Perbedaan tingkat akurasi eksperimen dengan CFD adalah jika data eksperimen, tingkat akurasi akan bergantung pada alat ang digunakan. Sedangkan akurasi dari solusi numerik, dalam hal ini adalah CFD bergantung pada kualitas diskretisasi ang digunakan. CFD disusun berdasarkan algoritma numerik ang mampu untuk mengatasi masalah aliran fluida. Komponen-komponen ang dibutuhkan dalam algoritma numerik adalah model matematika dan metode diskretisasi [33]. Langkah awal dalam menusun algoritma numerik adalah model matematika. Model matematika digunakan untuk mendeskripsikan aliran fluida dengan menentukan persamaan differensial parsial dan kondisi batas dari suatu prediksi aliran fluida. Persamaan umum dari aliran fluida ang merepresentasikan model matematika didapatkan dari tiga prinsip utama, aitu [34]: 1. Hukum kekekalan massa (persamaan kontinuitas), 2. Hukum II Newton (persamaan momentum), 3. Hukum kekekalan energi (persamaan energi). Setelah menentukan model matematika, kita harus memilih metode diskretisasi ang cocok dengan kata lain sebuah metode dari pendekatan persamaan differensial dengan 20

21 sistem persamaan aljabar. Untuk menentukan sebuah solusi pendekatan numerik, kita harus menggunakan metode diskretisasi persamaan differensial dengan sistem persamaan aljabar ang dapat dipecahkan dengan komputer. Ada beberapa metode pendekatan, aitu finite difference method, finite element method, dan finite volume method. Salah satu metode ang sering digunakan dalam analisa CFD adalah finite volume method. Metode volume hingga mula-mula dikembangkan dari formulasi special finite difference. Metode volume hingga menggunakan bentuk integral dari persamaan umum untuk dilakukan diskretisasi persamaan. Solusi dibagi ke dalam sejumlah control volume ang berhingga, dan persamaan umum ang telah didiskretisasi diaplikasikan pada tiap control volume. Titik pusat tiap control volume merupakan nodal komputasi pada variabel ang dihitung [33]. Untuk kasus satu dimensi dapat digambarkan seperti Gambar 3.1 merepresentasikan pembagian domain ke dalam control volume ang berhingga dan notasi ang biasa digunakan. Titik nodal diidentifikasikan dengan P. Dan titik nodal didekatna di sebelah barat dan timur diidentifikasi dengan W dan E. Titik permukaan control volume di sisi barat ditunjuk dengan w dan di sisi timur dengan e. Jarak antara nodal W dan P, dan antara P dan E diidentifikasi dengan δ WP dan δ PE. Sedangkan jarak antara titik permukaan control volumew dengan titik nodal P, dan antara titik nodal P dengan titik permukaan control volumee dinotasikan dengan δ wp dan δ Pe. Panjang control volume adalah δ we. (a) Gambar 3.1. (a) Pembagian control volume 1 dimensi, (b) Panjang control volume [34] (b)

22 Sebagai contoh dari diskretisasi persamaan kita ambil kasus difusi aliran stead. Persamaan umum didapat dari general transport equation dari sifat ϕ memberikan: div grad S 0 (3.1) Integral dari control volume merupakan kunci dari metode volume hingga ang membedakanna dari teknik CFD ang lain. Persamaan umum diintegralkan terhadap control volume untuk menghasilkan persamaan diskretisasi titik nodal P. div grad dv S dv 0 (3.2) CV CV d d d d dv S dv A A S V d d d d V V e w 0 (3.3) Disini A adalah luas bidang normal dari permukaan control volume. Sedangkan adalah rata-rata sumber S dari control volume. Persamaan (3.3) mendeskripsikan bahwa flu difusi dari ϕ ang meninggalkan permukaan control volume timur dikurangi flu difusi dari ϕ ang memasuki permukaan control volume barat adalah sama dengan pembangkitan dari ϕ,dengan kata lain, ini merupakan persamaan kesetimbangan dari ϕ seluruh control volume. Untuk menghitung gradien ϕ pada permukaan control volume, digunakan pendekatan distribusi antara titik nodal ang digunakan. Pendekatan linear merupakan cara ang paling sederhana untuk menghitung nilai pada permukaan control volume. d A d e e A e E PE P (3.4)

23 d A d w w A w P WP W (3.5) Dalam situasi praktisna, sumber S diberikan fungsi dari variabel ang dicari. Dalam kasus ini, metode volume hingga memperkirakan sumber dengan bentuk linier: S V Su S P P (3.6) Sehingga dengan substitusi persamaan (3.4), (3.5), dan (3.6) ke dalam persamaan (3.3) memberikan: A A S S E P P W e e w w u P P PE WP 0 (3.7) Dan persamaan (3.7) dapat disusun kembali menjadi: A A S A A S e w w e e w P P w W e E u PE WP WP PE (3.8) Persamaan (3.8) dapat disusun kembali dengan koefisien-koefisien dari ϕ W dan ϕ E adalah a W dan a E, sehingga persamaan (3.8) di atas menjadi: ap P aw W ae E S u (3.9) dimana, a E e PE A e a W w WP A w

24 ap aw ae S P (3.10) Persamaan (3.9) tersebut merupakan persamaan diskretisasi ang dapat dipakai pada tiap control volume [35].Penggunaan metode dalam mendapatkan persamaan diskretisasi pada kasus 1 dimensi dapat dengan mudah diperluas ke dalam kasus 2 dimensi. Control volume ang digunakan untuk pembagian grid seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2. Dalam tambahanna nodal ang bersebelahan dengan titik nodal P tidak hana E dan W, akan tetapi juga mempunai utara (N) dan selatan (S) [34]. N W P E Δ S Δ Gambar 3.2. Grid 2 Dimensi [35] Sedangakan untuk kasus 3 dimensi sebuah cell dan nodal ang bersebelahan digambarkan pada Gambar 3.3. Sebuah cell berisi titik nodal P ang akan diidentifikasi dan memiliki 6 nodal ang bersebelahan ang diidentifikasi sebagai west, east, south, north, bottom dan top (W, E, S, N,, T). Seperti sebelumna notasi w, e, s, n, b, dan t digunakan untuk mengacu pada permukaan control volume sebelah barat, timur, selatan, utara, bawah dan atas [33].

25 T W P N E Δ S Δ Δ Gambar 3.3. Grid 3 Dimensi [35] 3.2 Spesifikasi Masalah Finite slider bearing dimodelkan dalam inclined pad bearing ang sederhana seperti pada Gambar 3.4, dimana dua permukaan berbentuk konvergen dengan sudut tertentu. Pada slider bearing ini ketebalan film atau ketinggian fluida memisahkan dua permukaan. Ketinggian fluida ini merupakan fungsi linier dari (persamaan 3.1), permukaan atas dilabelkan sebagai permukaan 1 ang merupakan permukaan ang diam. Sedangkan permukaan bawah dilabelkan dengan permukaan 2, aitu permukaan ang bergerak dengan kecepatan U 1. ( hi ho) h h1 L (3.11)

26 Tabel 3.1. No Dalam studi ini telah dibuat beberapa konfigurasi bearing seperti ang tersaji dalam Tabel 3.1 Konfigurasi bearing ang digunakan 1 Konvensional (no-slip) bearing Konfigurasi bearing 2 earing dengan heteroslip pola persegi 3 earing dengan heteroslip pola trapesium 4 earing denganpermukaan bertekstur pola persegi 5 earing denganpermukaan bertekstur pola trapesium 6 earing dengan kombinasi heteroslip denganpermukaan bertekstur pola persegi 7 earing dengan kombinasi heteroslip denganpermukaan bertekstur pola trapesium 3.2.1 Konfigurasi I - Permukaan Kondisi No-Slip Konfigurasi I merupakan validasi finite slider bearing dengan kondisi no-slip (konvensional). Geomteri ang digunakan seperti ang ditunjukkan oleh Gambar 3.4, Gambar 3.5 dan Gambar 3.6. h h 0 U 1 Gambar 3.4 Geometri slider bearing kondisi no-slip tampak samping

27 L No-slip Gambar 3.5 Geometri slider bearing kondisi no-slip tampak atas output h 0 input Gambar 3.6 Geometri slider bearing kondisi no-slip tampak isometri

28 Geometri Konfigurasislider bearing ini mengaplikasikan dua permukaan ang memiliki kondisi batas no-slip disepanjang permukaan. Geometri ang digunakan pada kasus ini adalah: Panjang bearing = 1 mm Lebar bearing L = 1 mm Tinggi maksimum = 2.3µm Tinggi minimum h 0 = 1 µm oundar Conditions Asumsi nilai tekanan pada sisi masuk dan keluar sliderbearing diatur nol dan gradien kecepatan bernilai nol pada arah normal terhadap sliding. Pada permukaan ang bergerak, kondisi batas no-slip diasumsikan untuk persamaan aliran, aitu kecepatan dinilai konstan, sementara tekanan memliki kondisi batas gradien nol. inlet h outlet h 0 U 1 Gambar 3.7 Kondisi bataspada domain komputasi slider bearingdengankondisi noslip Kondisi batas ang digunakan pada kasus ini adalah: Kecepatan dinding bawah U 1 = 10 m/s ilangan Renolds Re = 10 (aliran laminar) Massa jenis pelumas ρ = 10 3 kg/m 3 Viskositas dinamis pelumas η = 10-3 Pas 3.2.2 Konfigurasi II - Permukaan dengan Kondisi Heteroslip Menggunakan Pola Persegi

29 Sama halna seperti konfigurasi I, konfigurasi II merupakan validasi finite slider bearing tetapi dengan heteroslip ang menggunakan pola persegi. Geometri ang digunakan seperti ang ditunjukkan oleh Gambar 3.8, Gambar 3.9 dan Gambar 3.10. h h 0 U 1 Gambar 3.8 Geometri slider bearing kondisi heteroslip pola persegi tampak samping s L Slip L s No-slip Gambar 3.9 Geometri slider bearing kondisi heteroslip pola persegi tampak atas

30 output h 0 input Gambar 3.10 Geometri slider bearing kondisi heteroslip pola persegi tampak isometri Pola slip/no-slip, ditunjukkan dalam Gambar 3.9 dan Gambar 3.10, diterapkan area permukaanpersegi dipilih untuk aplikasi slip. Daerah ini, dianggap sebagai daerah slip dan ditempatkan sejajar dengan ujung inlet fluida. Dan pada tiga sisi ang tersisa aitu daerah no-slip. Efek ang diinginkan adalah fluida mengalir pertama melalui daerah slip dan kemudian keluar melalui daerah no-slip. Geometri Konfigurasi finite slider bearing ini mengaplikasikan dua permukaan ang memiliki kondisi batas heteroslip pola persegi disepanjang permukaan. Geometri ang digunakan pada kasus ini adalah: Panjang bearing = 1 mm Lebar bearing L = 1 mm Tinggi maksimum = 1 µm Tinggi minimum h 0 = 1 µm Panjang permukaan slip s = 0.65 mm Lebar permukaan slip L s = 0.8 mm

31 oundar Conditions Asumsi nilai tekanan pada sisi masuk dan keluar sliderbearing diatur nol dan gradien kecepatan bernilai nol pada arah normal terhadap sliding. Pada permukaan ang bergerak, kondisi batas heteroslip diasumsikan untuk persamaan aliran, aitu kecepatan dinilai konstan, sementara tekanan memiliki kondisi batas gradien nol. inlet h outlet h 0 U 1 Gambar 3.11 Kondisi bataspada domain komputasi slider bearingdengankondisi heteroslip pola persegi. Kondisi batas ang digunakan pada kasus ini adalah: Kecepatan dinding bawah U 1 = 10 m/s ilangan Renolds Re = 10 (aliran laminar) Massa jenis pelumas ρ = 10 3 kg/m 3 Viskositas dinamis pelumas η = 10-3 Pas 3.2.3 Konfigurasi III - Permukaan dengan Kondisi Heteroslip Menggunakan Pola Trapesium Sama halna seperti konfigurasi II merupakan validasi finite slider bearing tetapi dengan heteroslip ang menggunakan pola trapesium.geometri ang digunakan seperti ang ditunjukkan oleh Gambar 3.12, Gambar 3.13 dan Gambar 3.14.

32 h h 0 U 1 Gambar 3.12 Geometri slider bearing kondisi heteroslip pola trapesium tampak samping α L s Slip No-slip Gambar 3.13 Geometri slider bearing kondisi heteroslip pola trapesium tampak atas

33 output h 0 input Gambar 3.14 Geometri slider bearing kondisi heteroslip pola trapesium tampak isometri Pola slip/no-slip, ditunjukkan dalam Gambar 3.13 dan Gambar 3.14, diterapkan pada permukaan stasioner2. Area trapesium dipilih untuk aplikasi slip. Daerah ini, dianggap sebagai daerah slip dan ditempatkan sejajar dengan ujung inlet fluida. Dan pada tiga sisi ang tersisa aitu daerah no-slip. Efek ang diinginkan adalah fluida mengalir pertama melalui daerah slip dan kemudian keluar melalui daerah no-slip. Geometri Konfigurasi finite slider bearing ini mengaplikasikan dua permukaan ang memiliki kondisi batas heteroslip pola trapesium disepanjang permukaan. Geometri ang digunakan pada kasus ini adalah: Panjang bearing = 1 mm Lebar bearing L = 1 mm Tinggi maksimum = 1 µm Tinggi minimum h 0 = 1 µm Panjang permukaan slip s = 0.7 mm Sudut permukaan slip α = 70 0 mm

34 oundar Conditions Asumsi nilai tekanan pada sisi masuk dan keluar sliderbearing diatur nol dan gradien kecepatan bernilai nol pada arah normal terhadap sliding. Pada permukaan ang bergerak, kondisi batas heteroslip diasumsikan untuk persamaan aliran, aitu kecepatan dinilai konstan, sementara tekanan memiliki kondisi batas gradien nol. inlet h outlet h 0 U 1 Gambar 3.15 Kondisi bataspada domain komputasi slider bearingkondisi heteroslip pola trapesium Kondisi batas ang digunakan pada kasus ini adalah: Kecepatan dinding bawah U 1 = 10 m/s ilangan Renolds Re = 10 (aliran laminar) Massa jenis pelumas ρ = 10 3 kg/m 3 Viskositas dinamis pelumas η = 10-3 Pas 3.2.4 Konfigurasi IV Permukaan dengan Kondisi Heteroslip menggunakan pola Persegi dengan Tambahan Tekstur Sebenarna konfigurasi ini hampir sama dengan konfigurasi I, hana saja kontak sliding dimodelkan seperti pada Gambar 3.16, Gambar 3.17 dan Gambar 3.18. Dua permukaan berbentuk paralel dengan salah satu permukaan, aitu permukaan atas, memiliki satu tekstur (recess). Permukaan atas dilabelkan sebagai permukaan 1 ang merupakan

35 permukaan ang diam. Sedangkan permukaan bawah dilabelkan dengan permukaan 2 adalah permukaan ang bergerak dengan kecepatan U 1. s D h 0 Gambar 3.16 Geometri slider bearing kondisi heteroslip pola persegi dengan tekstur tampak samping s L Slip L s No-slip Gambar 3.17 Geometri slider bearing kondisi heteroslip pola persegi dengan tekstur tampak atas

36 output h 0 D input Gambar 3.18 Geometri slider bearing kondisi heteroslip pola persegi dengan teksturtampak isometri Geometri konfigurasi ini sama seperti dengan konfigurasi II, dimana kondisi batas pada kedua permukaan memiliki kondisi heteroslip pola persegi. Perbedaanna adalah adana teksturdisepanjang permukaan slip. Geometri ang digunakan pada kasus ini adalah: Panjang bearing = 1 mm Lebar bearing L = 1 mm Kedalaman tekstur D = 0.2 µm Tinggi maksimum = h 0 +D= 1.2 µm Tinggi minimum h 0 = 1 µm Panjang permukaan slip s = 0.65 mm Lebar permukaan slip L s = 0.8 mm

37 oundar Conditions Asumsi nilai tekanan pada sisi masuk dan keluar bearing diatur nol dan gradien kecepatan bernilai nol pada arah normal terhadap sliding. Pada permukaan ang bergerak, kondisi batas heteroslip diasumsikan untuk persamaan aliran, aitu kecepatan dinilai konstan, sementara tekanan memiliki kondisi batas gradien nol. s inlet D outlet h 0 U 1 Gambar 3.19Kondisi bataspada domain komputasi slider bearingdengankondisi heteroslip pola persegi dengan tekstur Kondisi batas ang digunakan pada kasus ini adalah: Kecepatan dinding bawah U 1 = 10 m/s ilangan Renolds Re = 10 (aliran laminar) Massa jenis pelumas ρ = 10 3 kg/m 3 Viskositas dinamis pelumas η = 10-3 Pas 3.2.5 Kasus V - Permukaan dengan Kondisi Heteroslip Menggunakan Pola Trapesium dengan Tambahan Tekstur Konfigurasi V adalah kasus ang hampir sama seperti konfigurasi IV tetapi dengan heteroslip ang menggunakan pola trapesium dengan tambahan tekstur pada daerah slipna seperti ang ditunjukkan pada Gambar 3.20, Gambar 3.21 dan Gambar 3.22.

38 s D h 0 Gambar 3.20 Geometri slider bearing kondisi heteroslip pola trapesium dengan tekstur tampak samping α L s Slip No-slip Gambar 3.21 Geometri slider bearing kondisi heteroslip pola trapesium dengan tekstur tampak atas

39 output h 0 D input Gambar 3.22 Geometri slider bearing kondisi heteroslip pola trapesium dengan tekstur tampak isometri Geometri Konfigurasi ini sama seperti dengan kasus sebelumna dimana kondisi batas pada kedua permukaan memiliki kondisi heteroslip pola trapesium. Perbedaanna adalah adana tekstur disepanjang permukaan slip. Geometri ang digunakan pada kasus ini adalah: Panjang bearing = 1 mm Lebar bearing L = 1 mm Kedalaman tekstur D = 0.2 µm Tinggi maksimum = h 0 +D= 1.2 µm Tinggi minimum h 0 = 1 µm Panjang permukaan slip s = 0.65 mm Lebar permukaan slip L s = 0.8 mm

40 oundar Conditions Asumsi nilai tekanan pada sisi masuk dan keluar slider bearing diatur nol dan gradien kecepatan bernilai nol pada arah normal terhadap sliding. Pada permukaan ang bergerak, kondisi batas heteroslip diasumsikan untuk persamaan aliran, aitu kecepatan dinilai konstan, sementara tekanan memiliki kondisi batas gradien nol. s inlet D outlet h 0 U 1 Gambar 3.23 Kondisi bataspada domain komputasi slider bearing dengankondisi heteroslip pola trapesiumdengan tekstur Kondisi batas ang digunakan pada kasus ini adalah: Kecepatan dinding bawah U 1 = 10 m/s ilangan Renolds Re = 10 (aliran laminar) Massa jenis pelumas ρ = 10 3 kg/m 3 Viskositas dinamis pelumas η = 10-3 Pas