IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO

1.2 Tujuan Penelitian 1.3 Perumusan Masalah 1.4 Hipotesis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saraf Neurofisiologi

ANALISIS NUMERIK SISTEM DINAMIK DAN SINKRONISASI PROPAGASI TIPE 1 DAN 2 MODEL SARAF TERKOPEL MORRIS-LECAR ADAM SUKMA PUTRA

BAB IV ANALISIS DINAMIK MODEL SUBTHALAMIK NUKLEUS. Pada model matematika yang dibangun di Bab III, diperoleh 5 persamaan diferensial,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1.3 Perumusan Masalah. 1.4 Hipotesis. 1.5 Keluaran. 2.2 Fisiologi Sel Saraf. 2.1 Morfologi Sel Saraf

BAB II LANDASAN TEORI

PEMODELAN DAN SIMULASI SISTEM DINAMIKA PROPAGASI POTENSIAL AKSI TERSTIMULASI ARUS EKSTERNAL SERTA SINKRONISASI CHAOTIK JARINGAN SYARAF MADA SANJAYA WS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 ANALISIS DAN SIMULASI MODEL HODGKIN-HUXLEY

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TAHUN ANGGARAN 2017

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk

BIFURKASI SADDLE-NODE PADA SISTEM INTERAKSI NONLINEAR SEPASANG OSILATOR TANPA PERTURBASI

III. BAHAN DAN METODE

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II

Theory Indonesian (Indonesia) Dinamika Nonlinear dalam Rangkaian Listrik (10 poin)

BAB II LANDASAN TEORI

Bab II Teori Pendukung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa. Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

Persamaan Diferensial Biasa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan

ANALISIS LANJUTAN. Tingkat Energi & Orbit Elektron. Pita Energi Semikonduktor Intrinsik. Pita Energi Pada Semikonduktor Ter-Doping

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2

BIFURKASI HOPF PADA MODEL SILKUS BISNIS KALDOR-KALECKI TANPA WAKTU TUNDA

Neuromuskulator. Laboratorium Fisiologi Veteriner PKH UB 2015

BIFURKASI PITCHFORK SUPERKRITIKAL PADA SISTEM FLUTTER

Untai Elektrik I. Waveforms & Signals. Dr. Iwan Setyawan. Fakultas Teknik Universitas Kristen Satya Wacana. Untai 1. I. Setyawan.

Jaringan Syaraf Tiruan pada Robot

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KARAKTERISTIK GERAK HARMONIK SEDERHANA

( t) TINJAUAN PUSTAKA. x dengan nilai fungsi dari: x

Bab 1 Pengenalan Dasar Sinyal

Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini: Getaran dan Gelombang Bunyi

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan

BAB IV HASIL YANG DIPEROLEH

Perhitungan Waktu Pemutus Kritis Menggunakan Metode Simpson pada Sebuah Generator yang Terhubung pada Bus Infinite

Fisika Umum (MA-301) Getaran dan Gelombang Bunyi

OSILASI ELEKTROMAGNETIK & ARUS BOLAK-BALIK

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

IV PEMBAHASAN. jika λ 1 < 0 dan λ 2 > 0, maka titik bersifat sadel. Nilai ( ) mengakibatkan. 4.1 Model SIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dari persamaan diferensial biasa (PDB) yaitu suatu

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

Analisis Kestabilan Linear dan Simulasi

BAB IV SIMULASI NUMERIK

Fisika Dasar I (FI-321)

PEMODELAN ALIRAN LISTRIK PADA SEL SARAF MANUSIA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

NEURAL NETWORK BAB II

Karakteristik Gerak Harmonik Sederhana

Gambar 3. (a) Diagram fasor arus (b) Diagram fasor tegangan

BAB 3 DINAMIKA STRUKTUR

Penentuan Bifurkasi Hopf Pada Predator Prey

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2]

Bab III Model Awal Kecanduan Terhadap Rokok

BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI

Modul 1 : Respons Impuls

BAB 1. RANGKAIAN LISTRIK

MATERI PERKULIAHAN. Gambar 1. Potensial tangga

ANALISIS SIMULASI GEJALA CHAOS PADA GERAK PENDULUM NONLINIER. Oleh: Supardi. Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Negeri Yogyakarta

BENTUK NORMAL BIFURKASI HOPF PADA SISTEM UMUM DUA DIMENSI

Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

GETARAN DAN GELOMBANG

PENENTUAN BATAS TEGANGAN STEADY STATE DENGAN MENGGUNAKAN KURVA PQ PADA TEGANGAN BEBAN SENSITIF

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA

PERHITUNGAN NUMERIK DALAM MENENTUKAN KESTABILAN SOLITON CERAH ONSITE PADA PERSAMAAN SCHRÖDINGER NONLINIER DISKRIT DENGAN PENAMBAHAN POTENSIAL LINIER

Eksperimen HASIL DAN PEMBAHASAN Pengambilan data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.

Tanggapan Frekuensi Pendahuluan

Analisis Komponen Utama (Principal component analysis)

ANALISIS MODEL DENYUT JANTUNG DENGAN MENGGUNAKAN TEORI BIFURKASI

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

THE EFFECT OF DELAYED TIME OF OSCILLATION IN THE LOGISTIC EQUATION

BAB IV DERET FOURIER

peralatan-peralatan industri maupun rumah tangga seperti pada fan, blower, pumps,

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

BAB III DASAR DASAR GELOMBANG CAHAYA

BAB II LANDASAN TEORI

PERAN PENTING LAJU PERUBAHAN KALOR PADA MODEL DINAMIK UNSUR UNSUR UTAMA IKLIM

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan Waktu

Penerapan Metode Multiple Scales untuk Masalah Galloping pada DuaSpans Kabel Transmisi

BESARAN DAN PENGUKURAN

STUDI KESTABILAN SISTEM BERDASARKAN PREDIKSI VOLTAGE COLLAPSE PADA SISTEM STANDAR IEEE 14 BUS MENGGUNAKAN MODAL ANALYSIS

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB II KAJIAN TEORI. dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. sumber energi tenaga angin, sumber energi tenaga air, hingga sumber energi tenaga

Transkripsi:

5 terkopel. Analisis yang dilakukan pada sistem terkopel ini dilakukan hanya pada model dengan arus AC bergantung waktu saja. Pada sistem terkopel ini akan dibahas propagasi sistem kompleks saat terisolasi (tidak terkopel), terkopel, dan sinkronisasi dengan variasi fase propagasi yang berbeda dengan melibatkan kekuatan kopel antar saraf. Hasil yang didapat dalam analisis ini ditampilkan dengan menggunakan MATLAB berupa propagasi sistem banyak saraf (n=2,3,4) terkopel. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Selama beberapa dekade terakhir ini, penelitian mengenai jaringan saraf tiruan (JST) berkembang seiring dengan kemajuan berbagai teknologi perangkat lunak dalam hal analisis JST tersebut. Dalam proses interpretasi JST, berbagai model telah dipublikasikan oleh para peneliti untuk memvisualisasikan bagaimana mekanisme propagasi pada jaringan saraf dalam bentuk action potential (AP). Salah satu model yang telah berhasil memvisualisasikan mekanisme AP pada jaringan saraf adalah model Morris-Lecar (948) yang merupakan sistem pesamaan differensial biasa (PDB) terhadap waktu dengan dua variabel dimensional utama yaitu V dan W. Dengan meninjau kembali persamaan (2) dan (3), model saraf Morris-Lecar (ML) merupakan model yang diaplikasikan untuk suatu sistem jaringan saraf yang memiliki sensitifitas terhadap tegangan listrik akibat adanya konduktansi pada membran sel saraf. 5 Model ini memiliki dua variabel dimensional utama yaitu V dan W yang masing-masing mewakili potensial membran saraf dan suatu recovery variable yang berhubungan dengan normalisasi konduktansi ion K + dalam peristiwa depolarisasi. Fungsi ini dibangun berdasarkan asumsi bahwa nilainya sebanding dengan nilai instan dari kemungkinan saluran ion tersebut berada pada keadaan terbuka. I app merupakan variabel yang bertanggung jawab atas adanya rangsangan dari luar berupa arus listrik yang diterapkan pada sel saraf. C merupakan parameter kapasitansi total dari membran saraf. Parameter V Ca, V K,, dan V l mewakili potensial kesetimbngan dari ion Ca 2+, K +, dan faktor koreksi dari arus kebocoran (Leakage Current). Sedangkan g Ca, g K, dan g l, merupakan konduktansi maksimum yang bertanggung jawab atas arus ionik yang terjadi pada sel saraf. Fungsi M (V) bergantung pada nilai potensial membran merupakan sutau fungsi yang berkaitan dengan peluang terbukanya saluran Ca 2+ dapat dilihat pada persamaan (4). Persamaan (5) menggambarkan proses pemulihan yang dilakukan oleh saluran protein yang bertransformasi dengan membran saraf diantara keadaan terkonduksi ion-ion atau tidak. Pada persamaan kedua ini terdapat dua buah fungsi kemungkinan W dan τ yang masing masing merupakan fungsi kemungkinan terbukanya saluran K + dan suatu fungsi skala waktu yang berkaitan dengan proses pemulihan (depolarisasi). Pada persmaan (8), parameter ø merupakan skala waktu proses pemulihan. Nilai ø dapat divariasikan untuk berbagai sel yang berbeda-beda dan sangat sensitif terhadap suhu lingkungan membran. Parameter V, dan V 3 merupakan suatu nilai tengah saat arus ionik Ca 2+ dan K + ada pada keadaan setengah teraktivasi (half activated), V 2 merupakan sebuah konstanta potensial yang bertanggung jawab kepada loncatan potensial saat aktivasi, sedangkan V 4 adalah faktor kemiringan laju aktivasi ion K +. 6 Secara keseluruhan, saat saraf menerima rangsangan dari luar,maka akan terjadi suatu potensial aksi karena mekanisme elektrik yang menyebabkan perubahan beda potensial, arus, konduktansi, dan kapasitansi pada membran dalam proses penjalaran impuls tersebut. 4. Solusi Numerik Propagasi Saraf dengan Metode RK-4 Untuk menyelesaikan PDB diatas digunakan pendekatan secara numerik

6 dengan menggunakan metode Rungge- Kutta orde-4 (RK-4). V merupakan nilai perubahan potensial membran terhadap waktu yaitu dv/dt sedangkan W merupakan laju proses depolarisasi pada membran dw/dt sehingga persamaan (2) dan (3) menjadi. N NX = ()( )!( ) " ( " )+$ %% (3) N! NX =! ()! (3) ' ( () Dalam pendekatan secara numerik, solusi yang akan dibangun merupakan hasil iterasi PDB dengan anggapan bahwa nilai V dan W akan berubah terhadap selang waktu dt. Sehingga dalam hal ini variabel dt merupakan suatu parameter iterasi pada suatu pendekatan numerik atau sering disebut sebagai increament. Persamaan (3) dan (3) dapat disederhanakan penulisannya menjadi suatu fungsi f(v,w) dan g(v,w).dengan membuat ruas kiri kedua persamaan masing-masing hanya terdiri dari parameter dv dan dw, maka persamaan sebelumnya akan menjadi persamaan (32) dan (33), N=@(b,T)NX (32) N!=(b,T)NX (33) dengan nilai f(v,w) dan g(v,w) masingmasing: @(b,t)=( _G _ ()( _G ) _w!( _w ) _W( _W )+$_Gxx)/ (34) (b,t)=! ()! (35) ' ( () Bentuk persamaan (32) dan (33) ini dianalisis secara numerik (Lampiran 3) dengan menggunakan metode RK-4. 4.. Solusi numerik dengan arus terapan DC tetap Dengan menggunakan perangkat lunak MATLAB, didapatkan hasil analisis numerik pada model ML yang disajikan pada Gambar 8. Dengan nilai parameter yang terkait adalah C=2 µf/cm 2, g K =8 ms/cm 2, g l =2 ms/cm 2 g Ca =4 ms/cm 2, ø=/5 s -, V Ca = 2 mv, V K =- 8 mv, V l = -6 mv, V =-.2 mv, V 2 =8 mv, V 4 =7.4 mv,v 3 =2 mv. dan I app = 5 µa. membrane voltage v (mv) 4 3 2 - -2-3 -4-5 2 4 6 8 2 time t (ms) Gambar 8. Aktivitas listrik (action potential) model saraf Morris-Lecar tipe Program dengan metode RK-4 dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 2. Pada bab 2, telah dijelaskan bahwa mekanisme propagasi saraf memiliki berbagai macam bentuk dinamik (neural properties). Dalam hal ini, antara sel satu dengan yang lain memiliki karakteristik spesifik saat menerima rangsangan dari luar. Baik ditinjau dari kecepatan responnya, besar kecil rangsangan (applied current), nilai resting potential (RP), maupun sifat dinamik dalam propagasinya. Semua kombinasi ini menghasilkan suatu mekanisme dinamik yang bervariasi dalam suatu propagasi saraf. Bentuk propagasi yang dibahas dalam penelitian ini seperti yang telah di klasifikasikan oleh Hodgkin (948) dilihat dari segi rata-rata frekuensi arus yang diterapkan pada sel untuk suatu peristiwa eksitasi adalah Eksitasi Saraf Tipe (class ) dan Eksitasi Saraf Tipe 2 (class 2). Gambar.merupakan bentuk propagasi class dengan nilai arus I app merupakan arus DC dengan nilai yang konstan. Dengan menggantikan nilai

7 parameter V 3 menjadi 2 mv dan I app = 55 µa maka didapatkan bentuk propagasi class 2 seperti pada Gambar9. 3 2 Class 2 (b) 4 3 Class 2 Excitability - -2 2-3 membran voltage v (mv) - -2-3 -4-5 2 4 6 8 2 time t (ms) Gambar 9. Bentuk propagasi saraf tipe 2. Hasil simulasi tidak menunjukan adanya perbedaan antara Tipe dan 2. Kedua tipe propagasi tersebut sebenarnya memiliki perbedaan dalam hal sistem dinamiknya. Perbedaan nilai titik keseimbangan dan jenis bifurkasi sangat jelas terlihat pada suatu bidang fase pada tipe dan 2. Pembahasan lebih lengkapnya, akan dijelaskan pada sub bab berikutnya. Berdasarkan hasil simulasi, pada kedua tipe propagasi memiliki nilai minimum I app untuk melakukan eksitasi secara periodik (Gambar 8 dan 9). Nilai minmum untuk tipe dan 2 masing-masing adalah 4 ma dan 5 ma. nilai ini merupakan nilai minimum agar suatu potensial aksi dapat menjalar secara periodik. Jika nilai I app I min, maka sel saraf tersebut tidak cukup kuat untuk mengirimkan sinyal, atau dalam arti lain hanya mampu melakukan sekali eksitasi kemudian akan kembali ke keadaan istirahat. 4 3 2 - -2-3 -4 Class (a) -5 2 3 4 5 6-4 -5 2 3 4 5 6 Gambar 2. Nilai I app pada (a) tipe dan (b) tipe 2 masing-masing 4 µa dan 5 µa. Kedua bentuk propagasi tidak dapat terjadi secara periodik. 4..2 Solusi numerik dengan arus terapan DC bergantung waktu Nilai arus I app atau arus yang diterapkan pada sel saraf sangat mempengaruhi bentuk propagasinya. Pada sub bab sebelumnya, telah dibahas bentuk propagasi saraf pada tipe dan 2 dengan nilai arus terapan adalah konstan, yaitu masing-masing 5 µa dan 55 µa untuk tipe dan 2. Dengan nilai tersebut, saraf dapat menjalar secara periodik. Jika arus I app pada sel saraf tidak bernilai tetap, atau nilainya berubah terhadap waktu, maka bentuk propagasi dan sistem dinamiknya berubah. Dalam penelitian ini dimodelkan suatu persamaan yang merupakan fungsi arus terapan I app terhadap waktu I(t) sebagai berikut: $(X)=$ z{ X+$ a (36) fungsi arus I(t) pada persamaan (36) dimodelkan sebagai suatau fungsi linier yang berbanding lurus dengan waktu. Ini berarti bahwa nilai arus terapan pada sel saraf akan berubah dengan bertambahnya waktu. Parameter I max merupakan nilai penambahan (gradien) arus maksimum tiap detik, sedangkan α merupakan nilai koefisien penambahan yang bertanggung jawab atas besar kecil laju perubahan arusnya. Dengan mensubstitusikan persamaan (36) ke persamaan (34) dengan menggantikan parameter I app dengan I(t), persamaan (34) menjadi persamaan (37) sebagai berikut:

8 @(b,t)=( _G _ ()( _G ) _w!( _w ) _W ( _W )+$(X))/(37) persamaan (37) kemudian disubstitusikan kembali ke persamaan (32), kemudian dengan menggunakan MATLAB didapatkan solusi numerik seperti pada Gambar 2. (class ) dan Gambar 22. (class2). m e m b r a n e v o l t a g e ( m V ) a p p l i e d c u r r e n t ( m i c r o A m p e r e ) 4 2-2 -4-6 5 5 2 25 4 2 spike state Pulse of Class Current Time Dependent 5 5 2 25 Gambar 2. Propagasi saraf tipe dengan arus I(t). parameter untuk propagasi tipe adalah I max = 5 µa, I init =, dan α=. s -, sedangkan untuk tipe 2 adalah I max = µa, I init =, dan α=.6 s -. m e m b r a n e v o l t a g e ( m V ) 4 2-2 -4-6 spike state Pulse of Class 2 current time dependent rest state rest state Propagasi saraf tipe dan 2 ini memiliki karaktersitik masing-masing dalam merespon rangsangan dari luar. Dengan mengubah nilai I app menjadi suatu nilai yang bergantung dengan waktu, Nilai parameter kedua tipe berbeda. Selain I(t), nilai V 3 padakedua tipe berbeda yaitu 2 mv dan 2 mv untuk tipe dan 2. Perbedaan nilai ini pada kedua tipe saraf tersebut menampilkan bentuk propagasi yang berbeda. Berdasarkan Gambar 2., tipe mulai melakukakn eksitasi pada saat t 8 ms (spike state) yaitu pada saat nilai I 3 µa. Saat nilai I sangat besar (I 35 µa) potensial aksi mulai menghilang (t 25 ms). Sedangkan untuk tipe 2 (Gambar 22.) saraf mulai tereksitasi saat t 35 ms dengan nilai I 6 µa dan saat t 6 ms (I 26 µa) propagasi berada pada keadaan istirahat. Kondisi ini berkaitan dengan karaktersitk saraf. Sebagai suatu komponen biologi fungsional, sel saraf memiliki karakteristik spesifik dalam merespon rangsangan dari luar. Secara fisis, sel-sel saraf pada tubuh cenderung sensitif terhadap adanya rangsangan dari luar berupa adanya arus yang diterapkan. ketika nilai arus yang diterapkan tidak cukup untuk melakukan depolarisasi maka tidak akan terjadi suatu potensial aksi. Ketika mulai mencapai potensial ambang, maka akan terjadi suatu potensial aksi. Jika nilai arus yang diterapkan melebihi ambang batas saraf, atau diluar interval saraf untuk menghasilkan suatu potensial aksi, maka tidak akan terjadi propagasi pada saraf. 8 3 2-8 2 4 6 8 2 4 6 8 2 - spike state rest state 4-2 a p p l i e d c u r r e n t ( m i k r o A m p e r e ) 2 2 4 6 8 2 4 6 8 2 Gambar 22. Propagasi saraf tipe 2 dengan arus I(t). -3-4 -5-6 36 spikes/2 ms Class 2 (a) -7 5 5 2

9 4 3 2 - -2-3 -4 Class (b) spike state rest state -5 28 spikes/2 ms -6 5 5 2 25 Gambar 23. Frekuensi Frekuensi propagasi (spike/second) pada (a) tipe dan (b) tipe 2 Pada model ini, kedua tipe saraf tersebut memiliki nilai resting potential yang hampir sama yaitu sekitar -6 mv. Bentuk propagasi saraf tipe dan 2 merupakan tipe eksitasi saraf utama yang digolongkan berdasarkan besar atau kecilnya nilai rata-rata arus yang diterapkan pada membran untuk terjadinya suatu potensial aksi. Hodgkin (948) menklasifikasikan bahwa propagasi tipe dapat dihasilkan dengan frekuensi eksitasi yang rendah dan bergantung pada besar arus yang diterapkan. Sedangkan untuk tipe 2 dapat terjadi hanya pada pita frekuensi eksitasi tertentu dan tidak bergantung oleh besar arus yang diterapkan. Berdasarkan hasil yang ditampilkan pada Gambar 23., dapat dilihat bahwa frekuensi eksitasi pada tipe 2 (36 spikes/2 ms) lebih besar dari tipe (28 spikes/2 ms). Berdasarkan hasil eksperimen Hodgkin (848) dan penelitian lebih lanjut oleh E. M. izhikevich (23), menunjukan bahwa perbedaan kualitatif antara tipe dan 2 ditandai oleh nilai arus yang diterapkan pada sel. Arus terapan akan kontinu dan menuju stabil dalam menghasilkan suatu potensial aksi untuk tipe, sedangkan tipe 2 memiliki nilai rentang arus tertentu untuk menghasilkan suatu potensial aksi. Jika di luar pita ini, maka tidak dapat dihasilkan suatu potensial aksi. Agar lebih memahami teori pita frekuensi pada eksitasi tipe dan 2, akan ditinjau kembali nilai I(t). Nilai I app pada model sebelumnya memiliki gradien yang positif bahwa nilai arus akan semakin meningkat dengan bertambahnya waktu. Parameter yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah α yang bertanda positif (+). Dengan mengubah tanda pada parameter α menjadi negatif (-), maka gradien fungsi akan negatif sehingga menyebabkan fungsi arus terapan akan terus berkurang dengan bertambahnya waktu. Dengan menggunakan nilai parameter sebelumnya dan mengubah nilai I init pada tipe dan 2 masing-masing bernilai µa dan 28 µa, maka didapatkan bentuk propagasi seperti pada Gambar 24. membrane voltage (mv) applied curent (m icroa m pere) ap plied c urrent (m ic ro A m p ere) m em brane voltage (m V ) 4 3 2 - -2-3 -4-5 -6 2 4 6 8 2 4 6 8 5-5 Periodic Spike Resting State - 2 4 6 8 2 4 6 8 6 4 2-2 -4-6 -8 2 4 6 8 2 4 6 8 - Class 2 no spike Periodic Spike -2 2 4 6 8 2 4 6 8 Gambar 24. Propagasi (a) tipe dan (b) tipe 2 dengan gradient I(t) negatif Teori mengenai propagasi tipe dan 2 dapat dijelaskan dengan melihat hasil yang didapatkan pada Gambar24. Pada tipe, proses eksitasi periodik terus terjadi bersamaan dengan perubahan nilai arus I app, hingga pada nilai I app tertentu saraf tidak cukup energi untuk melakukan eksitasi karena nilai I app yang terus berkurang. Sedangkan pada tipe 2, pita frekuensi eksitasi terlihat dengan jelas. Eksitasi saraf periodik hanya terjadi pada pita frekuensi tertentu yaitu pada selang sekitar 5-5 ms, Class (a) (b) no spike

2 dengan nilai I app sekitar 5 µa hingga - 5 µa. Kedua keadaan diatas, yaitu ketika kedua tipe diberi arus terapan yang berubah terhadap waktu (baik bertambah maupun berkurang) yang artinya bahwa kedua tipe propagasi tersebut memiliki perbedaan dalam sistem dinamiknya. Hal yang harus digaris bawahi adalah, parameter yang diubah pada pendekatan numerik ini hanya parameter-parameter yang berkaitan dengan nilai arus terapan. Jika parameter-parameter diluar arus terapan divariasikan nilainya, maka akan menghasilkan pola propagasi dan sistem dinamik yang berbeda. 4..3 Solusi numerik dengan arus terapan AC bergantung waktu Nilai parameter I app dapat divariasikan bedasarkan karakteristik dari tiap-tiap sel pada jaringan saraf. Pada sub bab ini, akan digunakan suatu nilai arus terapan yang bergantung terhadap waktu I(t) dan nilainya selalu berubah. Parameter yang digunakan ini adalah nilai I app dengan fungsi masukan berupa nilai arus AC (alternating current) yang dapat dilihat pada persamaan (38). $(X)=$ z{ sin (~X)+$ a (38) Dengan mengganti fungsi I(t) pada persamaan (37) dengan persamaan (38), maka arus terapan pada model akan berupa arus AC yang nilainya menunjukan suatu hubungan sinusoidal terhadap waktu. Parameter I max dan I init memiliki arti fisis yang sama dengan fungsi arus DC bergantung waktu pada sub bab sebelumnya, sedangkan parameter yang berbeda adalah ω yang merupakan nilai frekuensi masukan pada sinyal arus AC yang diterapkan pada model. Dengan memasukan nilai I max, I init dan ω pada tipe dan 2, maka dihasilkan suatu propagasi saraf seperti Gambar 25. 4 3 m e m b r a n e V o lt a g e ( m V ) 2 - -2-3 -4-5 5 5 2 25 3 a p p lie d c u r r e n t ( A C ) - 5 5 2 25 3 4 3 2 m e m b r a n e v o lt a g e ( m V ) - -2-3 -4-5 Class excitability with applied AC current (a) -6 5 5 2 25 3 2 a p p lie d c u r r e n t ( ( m ik c r o A m p e r e ) Class 2 excitability with applied AC current -2 5 5 2 25 3 (b) Gambar 25. Propagasi saraf dengan fungsi arus terapan AC.(a) tipe.(b) tipe 2. nilai paramer untuk tipe adalah I max = 8 mv, I init =5 ma dan ω =. s -, Sedangkan untuk tipe 2 adalah I max = mv, I init = 55 ma dan ω =.6 s -. Pengaruh adanya masukan arus AC pada kedua tipe propagasi menyebakan perubahan mekanisme sistem dinamik pada masing-masing tipe propagasi. Tipe merupakan propagasi saraf yang dapat mengalami eksitasi saat arus yang diterapkan berada pada frekuensi yang rendah sedangkan pada tipe 2 relatif sedikit lebih tinggi untuk mengalami eksitasi dan memiliki pita frekuensi eksitasi tertentu. Jika dilihat

2 hasil pada Gambar 25., saat nilai arus definit positif, pada tipe maupun 2 mengalami eksitasi. Perbedaan pada kedua tipe propagasi ini terletak pada saat nilai arus masukan bernilai negatif. Pada tipe, meskipun nilai arus masukan memasuki negatif, eksitasi masih dapat terjadi tetapi mengalami penurunan frekuensi eksitasi (spike frequence) dibandingkan saat nilai arus adalah positif. Hal yang berbeda terjadi pada tipe 2. Saat nilai arus negatif, pada tipe 2 tidak terjadi eksitasi sama sekali. Ini berkaitan dengan karakteristik dari propagasi tipe 2, karena pada tipe ini saraf cenderung harus diterapkan oleh nilai arus yang lebih tinggi dengan pita frekuensi eksitasi yang lebih sempit (spesifik). 7 Agar lebih memahami fenomena ini, pada tiap tipe dan 2 diperlakukan suatu variasi nilai ω. Nilai ω menunjukkan besar kecilnya frekuensi arus listrik masukan AC pada saraf. Nilai variasi ω dapat dilihat pada Gambar 26. ω omega..5..2 omega 5-5 2 4 6 8 2 4 6 8 5-5 2 4 6 8 2 4 6 8 5-5 2 4 6 8 2 4 6 8 5-5 2 4 6 8 2 4 6 8 5-5 Class Excitability ω -5 2 4 6 8 2 4 6 8 5.6.56.6.26-2 4 6 8 2 4 6 8 5-5 - 2 4 6 8 2 4 6 8 5-5 - 2 4 6 8 2 4 6 8 Class 2 Excitability Gambar 26. Variasi nilai ω terhadap bentuk propagasi saraf Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 26., pada propagasi tipe, semakin besar nilai ω, perubahan frekuensi spike tidak terlalu besar namun terdapat perubahan fase propagasi menuju stabil. Sedangkan pada tipe 2, perubahan nilai ω yang semakin besar, sangat terlihat perubahan yang signifikan. Pada nilai ω=.6, tipe 2 melakukan burst, saat nilainya dinaikan menjadi.56, propagasi burst menghilang dan menjadi suatu tonic spiking. Saat nilai ω dinaikan lagi menjadi.6, peristiwa burst kembali muncul dan saat ω bernilai.26 propagasi kembali stabil (regular spiking). Dapat disimpulkan bahwa pada tipe, kenaikan nilai ω cenderung tidak mengubah bentuk propagasi saraf (neural properties) hanya mengubah keteraturan propagasi saraf dilihat dari fase propagasi tiap eksitasi (spike) hingga mencapai kestabilan. Sedangkan pada tipe 2, perubahan (kenaikan) nilai ω dapat mengubah bentuk propagasi saraf baik itu berupa spike atau burst secara berulang. 4.2 Analisis Sistem Dinamik Propagasi Saraf Langkah terakhir dari analisis kualitatif suatu sistem dinamik adalah analisis bifurkasi. Suatu sistem dinamik dikatakan mengalami bifurkasi alamiah ketika ruang fasenya memiliki karakteristik perubahan secara kualitatif. 3 Perubahan secara kualitatif adalah perubahan karakteristik sistem dinamik saat ada atau tidak ada dalam keadaan dinamik. Suatu sel saraf berada pada keadaan ada atau tidak dinamik bergantung pada kondisi awal dan parameter alamiah yang berkaitan dengan saraf tersebut. Dalam hal ini yang paling terlihat jelas adalah parameter potensial membran. Bifurkasi merupakan proses perubahan titik keseimbangan (equilibrium) baik jenis maupun jumlah akibat adanya perubahan parameter yang terkandung pada suatu persamaan. 7 Dalam hal ini parameter dan persamaan yang dimaksud terangkum dalam sutau model saraf. Model yang digunakan adalah model ML dengan parameter

22 utama potensial membran V dan parameter pemulihan W. Analisis sistem dinamik ini meliputi pencarian titik nol (keseimbangan) dan analisis nilai dan vektor eigen untuk mengtahui karakteristik dinamik dan bifurkasi pada model. 4.2. Analisis linier lokal, nilai eigen dan diagram fase Dengan meninjau kembali persamaan (3) dan (3), pada keadaan keseimbangan, nilai dv/dt dan dw/dt bernilai nol. Dengan memisalkan ruas kanan pada kedua persamaan adalah f(v,w) dan g(v,w) maka persamaan (3) dan (3) menjadi. N NX =@(,!)= (39) N NX =@(,!)= (4) Persamaan ini digunakan untuk mencari grafik garis nol (nullclines), dan nilai akar persamaan. Selanjutnya menganalisis sistem dinamik PDB,untuk mencari grafik garis nol dan akar-akarnya. Dengan membuat fungsi f(v,w) dan g(v,w) pada keadaan keseimbangan maka akan menjadi. ()( )!( ) " ( " )+$ %% = (4)! ()! = (42) ' ( () ruas kiri pada masing-masing persamaan dimodifikasi sehingga hanya mengandung parameter w saja sehingga persamaan (4) dan (42) menjadi.!()=( _G _ ()( _G ) _W ( _W ) +$_Gxx)/(_w ( _w ) ) (43)!()=! () (44) Persamaan (43) merupakan grafik garis nol (nullcline) saat nilai dv/dt= sedangkan persamaan persamaan (44) merupakan grafik garis nol umtuk dw/dt=. Dengan melakukan simulasi menggunakan MATLAB, didapatkan grafik garis nol untuk kedua tipe propagasi dan 2 dengan nilai parameter yang sama dengan simulasi sebelumnya (I app = tetap). Gambar 27., menampilan nulclines dengan limit cycle untuk kedua tipe. V (m V ) W (m V ) V (m V ) W (m V ) 4 2-2 -4 4 2-2 -4-6 2 4 6 8 2.5.4.3.2. 2 4 6 8 2-6 2 4 6 8 2.5.4.3.2. 2 4 6 8 2 (a) (b) Gambar 27. Diagram fase (a) tipe dan (b) tipe 2 dengan I app tetap. Untuk memahami makna kualitatif dari diagram fase tersebut, langkah selanjutnya yang dilakukan adalah mencari nilai eigen untuk menentukan jenis titik kritis (keseimbangan) pada sistem. Untuk mencari nilai eigen tersebut, maka harus dibangun suatu matrik karaktersitik yang disebut matriks jacobian (J). Dengan memasukan persamaan (3) dan (3) kedalam matriks, maka akan didapatkan, Q@(b,T) = Qb Q(b, T) Qb re c o v e ry v a ria ble W (m V ) rec ov ery v ariable W (m V ).2.8.6.4.2 Limit cycle -.2-5 -4-3 -2-2 3 4 membrane potential.9.8.7.6.5.4.3.2. Q@(b,T) QT Q(b, T) QT Phase portrait of Class Excitability V nulcline equilibrium W nulcline Phase portrait of Class 2 Excitability Limit cycle equilibrium W nulcline V nulcline -5-4 -3-2 - 2 3 4 membrane Voltage (45)

23 @(,!)=( _G _ ()( _G ) _w!( _w ) _W( _W )+$_Gxx)/ (46) (,!)=! ()! (47) ' ( () Dengan memasukan nilai parameter untuk tipe adalah C=2 µf/cm 2, g K =8 ms/cm 2, g l =2 ms/cm 2 g Ca =4 ms/cm 2, T o =/5 s -, V Ca = 2 mv, V K =-8 mv, V l = -6 mv, V =-.2 mv, V 2 =8 mv, V 4 =7.4 mv, V 3 =2 mv. dani app = 5 µa. hasil penurunan matriks dengan MATLAB didapatkan matriks (48) untuk tipe dan matriks (49) untuk tipe 2 dengan nilai nilai I app =55 µa. dan V 3 =2 mv. = ˆ Š8 Œ ŽŒ Œ 9 Œ (./H) /H š 8 Œ œ Œ 9ž ž Ÿ Œ Œ ƒ( (48) = ƒ( (49). 3 ˆ Š8 Œ ŽŒ Œ 9 Œ (./H) /H š 8 Œ œ 9ž ž ŸŒ Œ Œ. 3 8 Œ Œ Œ 9 /.H. cosh (. 3.H / )( 8 // 8 Œ Œ Œ 9 /.H. cosh ( 9. 3 )( 8 Œ 9 // / 32. ) // š 8 Œ œ Œ 9. / 32. ) // š 8 Œ œ 9. fungsi f(v,w) dan g(v,w) diberi masukan nilai V dan W yang dapat dicari dengan mengakarkan persamaan (4) dan (42). Pada tipe dan 2, nilai akar-akar nol nya adalah, ªKxO :U H! H V=8 5.375752.94959 9 ªKxO 2:U H! H V=8 34.968339.47425 9 selanjutnyua pada masing-masing tipe disubstitusikan nilai V dan W pada V dan W sehingga matriks (48) dan (49) menjadi bernilai eksak..4353 29.8497 (ªKxO )=8.9.752 9.33 8.27 (ªKxO 2)=8.2.8 9 Setelah didapatkan matriks jacobian, maka langkah terakhir adalah mencari nilai eigen λ pada masingmasing tipe. Hasil yang didapatkan dari simulasi MATLAB untuk nilai eigen pada tipe dan 2 adalah, ªKxO : U Y. Y / V=8.375.49 9 ªKxO 2: U Y. Y / V=8.75+.42K.75.42K 9 dari hasil pencarian nilai eigen tersebut dapat disimpulkan bahwa titik kritis pada tipe adalh titik saddle tidak stabil dengan ditandai oleh adanya nilai eigen yang betanda positif. Sedangkan nilai eigen pada tipe 2 adalah komplekskonjugat dengan suku real memiliki tanda negatif adalah titik focus yang stabil Titik kritis diatas didapatkan pada saat keadaan setimbang. Pada

24 Gambar 28. untuk diagram fase tipe, grafik W nulcline memotong grafik V nulclins pada 3 titik. Semua titik adalah tidak stabil. Titik kestabilan yang pertama ini merupakan tempat saat I app tidak cukup untuk mengeksitasi saraf sehingga akan tetap disana. Saat I app cukup untuk mengeksitasi, maka titik keseimbangan akan bergeser dan merubah sifat dinamiknya ke keadaan yang tidak stabil dan saraf mulai tereksitasi..8 Biffurcation Diagram of Class Gambar 29. Bifurkasi saddle-node on invariant circle (SNIC) Untuk tipe 2, memiliki jenis titik focus yang dengan diagram bifurkasi nya dapat dilihat pada Gambar 3. berikut..9 Biffurcation Diagram of Class 2 r e c o v e r y v a r i a b l e W ( m V ).6.4.2 Node Unstable Equilibrium Saddle Unstable Equilibrium Threshold Periodic Limit Cycle r e c o v e r y v a r i a b l e W ( m V ).8.7.6.5.4.3 Stable Focus Equilibrium no equilibrium Excitation State Periodic Limit Cycle Excitation State -.2-5 -4-3 -2-2 3 4 membrane potential.2. Excitation State Gambar 28. Bifurkasi saddle-node pada tipe. pergeseran titik ini merubah jenis titik kritis node menjadi saddle Perubahan jenis titik kritis dari node menjadi saddle inilah yang merupakan suatu bifurkasi dalam sistem dinamik. Dalam hal ini nilai eigen yang bertanda positif bergerak menuju nol dan menjadi negatif sehingga menjadi stabil. Jenis bifurkasi pada tipe ini adalah bifurkasi saddle-node 8,9 Saat saraf memasuki keadaan eksitasi, limit cycle melewati salah satu titik kritis tidak stabil dan titik kritis tidak stabil lainnya berada di dalam nya. Sedangkan titik kritis yang stabil tidak dilewati atau berada di luar limit cycle. Jenis bifurkasi saddle-node ini adalah saddle-node on invariant circle (SNIC) bifurcation (Gambar 29). -6-5 -4-3 -2-2 3 4 membrane Voltage Gambar 3. Bifurkasi Andronov-Hopf pada tipe 2. Saat keadaan istirahat, tipe 2 memiliki jenis titik kritis focus stabil. Saat memasuki keadaan eksitasi, karena titik focus adalah stabil, maka ketika ada rangsangan yang cukup dari luar, saraf memulai eksitasi, jika belum cukup maka tidak akan terjadi eksitasi. Dalam hal dinamika saraf, ini berarti saraf akan mengalami eksitasi apabila ada perubahan arus terapan tertentu yang melewati nilai keadaan istirahat. Jika dilihat pada diagram bifurkasi, hanya ada titik keseimbangan saja yaitu berada di dalam limit cycle. 9 Oleh karena itu, daerah istirahat terletak di dalam limit cycle. Kedua sistem ini memiliki tipe bifurkasi yang berbeda. Tipe satu adalah jenis titik node yang berubah menjadi saddle saat memasuki keadaan eksitasi. Sedangkan tipe 2 adalah jenis titik focus dan tidak mengalami perubahan jenis titik kritis, namun titik kritis tersebut

25 kehilangan kestabilan sehingga terjadi periodic spiking. Tipe bifurkasi pada tipe 2 ini adalah bifurkasi Andronov-Hopf, seperti pada Gambar 3. memahami pengaruh nilai eigen dalam menjelaskan sistem dinamik pada saraf. Dengan mengganti nilai V 3 pada sistem, untuk tipe (I app =5 µa) dan 2 (I app =55 µa) adalah V 3 =8, dengan langkah yang sama pula, maka akan didapatkan nilai eigen masing-masing sebagai berikut. U Y. Y / V=8.3953.346 9UY. Y / V=8.397.367 9 Gambar 3. Bifurkasi Andronov-Hopf. 4.2.2 Nilai eigen dan diagram fase tipe dan 2 variasi I app dan V 3 Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa karakteristik sistem dinamik bergantung pada nilai inisiasi parameter yang berkaitan dengan sistem tersebut. Sebagai contoh, perubahan nilai I app pada persamaan akan mengubah nilai eigennya. Dengan demikian akan berubah pula karakteristik dinamiknya. Besar kecilnya perubahan parameter memiliki dua kemungkinan. Kemungkinan pertama sistem tidak akan mengubah karakteristiknya dengan jenis dan tanda nilai eigen yang tetap, namun hanya mengubah besarnya saja. Kemungkinan kedua jenis dan tanda nilai eigen akan berubah sehingga karakteristik dinamiknya akan berubah. Pada sub bab ini akan dibahas kemungkinan kedua agar lebih.2.8.6.4.2 Calss Excitability New Equilibria Saddle equilibria Critical Point (a) Initial Condition membran potenstial nilai eigen pada kedua kasus adalah berlawanan tanda, sehingga kedua tipe ini memiliki jenis titik kritis saddle yang tidak stabil. Diagram bifurkasi kedua tipe dapat dilihat pada Gambar 32. Jenis titik kritis lain yang mungkin pada sistem dinamik saraf adalah titik focus. Titik ini bisa didapatkan pada kedua tipe dengan mengganti nilai V 3 menjadi -3 mv. Nilai eigen masing-masing tipe akan berubah menjadi bilangan kompleks-konjugat dengan nilai masing-masing sebagai berikut, ªKxO :U Y. Y / V=8.782+.533K.782.533K 9 ªKxO 2:U Y..72 +.588K V=8 Y /.72.588K 9.9.8.7.6.5.4.3 Calss 2 Excitability New Equilibria Dissapear Saddle equilibria Critical Point (b).2. Initial Condition -.2-5 -4-3 -2-2 3 4 Time (ms) -5-4 -3-2 - 2 3 4 Gambar32. Diagram bifurkasi (a) tipe dan (b) tipe 2dengan nilai V 3 =8 mv.

26 Pada Gambar 32, noktah merah yang memiliki label new equilibria adalah merupakan titik focus yang dimaksud. Ini dapat terjadi pada kedua tipe bahwa pada eksitasi saraf, nilai eigen akan berubah dari real (titik saddle) dan akan menghilang imaginer pada tipe biffurkasi Andronov-Hopf. Sedangkan untuk nilai I app dan V 3 pada kedua tipe diukar yaitu untuk tipe dan 2 masing-masing 5 µa, 2 mv dan 55 µa, 2 mv dan nilai eigennya adalah. U Y. Y / V=8.32.552 9UY. Y / V=8.56.42 9 Maka jenis titik kedua tipe sekarang adalah nodeyang memiliki perbedaan kestabilan.pada tipe adalah tidak stabil sedangkan tipe 2 stabil. Tabel.Hubungan nilai V 3 dan I app dengan bifurkasi. V 3 (mv ) Tipe (I app =5 mv) Tipe 2 (I app =55 mv) Bifurkasi 2 saddle node stable saddle-node 2 node unstabel focus Andronov- Hopf 8 saddle saddle saddle-node -3 focus focus Andronov- Hopf Dapat disimpulkan bahwa saat nilai V 3 pada kedua tipe bernilai 8 mv, maka sistem tidak stabil dengan tipe bifurkasi saddle-node. Saat nilai mulai turun V 3 mulai turun dan memasuki negatif (V 3 =-3 mv) maka sistem mulai stabil (suku real (nyata) bilangan kompleks eigen yang negatif) dan perlahan-lahan memasuki keadaan istirahat dengan tipe bifurkasi Andronov- Hopf. Secara menyeluruh, hubungan antara nilai parameter V 3 dan I app dapat dilihat pada tabel. 4.2.3 Nilai eigen dan diagram fase tipe dan 2 I app bergantung waktu Analisis sistem dinamik pada penjelasan sebelumnya menggunakan parameter I app dengan nilai yang tetap terhadap waktu. Sehingga dalam menentukan tipe bifurkasi nya agak sulit terutama dalam hal perubahan karakteristik dinamiknya. Dalam sub bab ini akan di bahas perubahan karaktersitik sistem dinamik ditinjau dari adanya perubahan nilai arus terapan terhadap waktu, apakah ada perubahan tipe bifurkasi dari keadaan istirahat ke keadaan eksitasi atau sebaliknya.nilai arus terapan bergantung waktu pada penelitian ini dibagi menjadi dua tipe berdasarkan jenis arus terapannya yaitu arus terapan DC dan AC. Pertama akan dibahas karakteristik sistem dinamik arus DC bergantung waktu, selanjutnya AC Arus terapan DC bergantung waktu Berdasarkan persamaan (36) fungsi arus I(t) dimodelkan dengan suatu fungsi linier dengan nilai parameter α sebagai gradien laju arus terhadap waktu. Pada tipe dan 2, dengan nilai α positif didapatkan bentuk propagasi seperti pada Gambar 33. Jika diperhatikan, ada tiga daerah utama pada bentuk propagasi tersebut yaitu (A) daerah pada keadaan arus mulai naik menuju keadaan eksitasi dan mulai melakukan spiking, (B) daerah saat saraf melakukan periodic spiking, dan (C) daerah berarus tinggi pada keadaan saraf tidak melakukan spiking. Karakteristik dari ketiga daerah ini berbeda dikarenakan memiliki karakteristik bifurkasi yang berbeda. m e m b r a n e v o l t a g e ( m V ) m e m b r a n e v o l t a g e ( m V ) 4 2-2 -4-6 5 5 2 25 4 2-4 -6 Class Excitability (A) Increasing Current State (A) -2 Increasing Current State (B) Periodic Spiking State (B) Periodic Spiking State -8 2 4 6 8 2 4 6 8 2 Gambar 33. Tiga daerah utama propagasi (a) tipe dan (b) tipe 2 dengan arus DC bergantung waktu. (T) (T) (C) Steady State (C) Steady State

27 Tabel 2. Nilai eigen masing-masing daerah pada tipe dan 2 arus DC bergantung waktu. Daerah Tipe Titik kritis Daerah Tipe 2 Tititk Kritis (A).369 saddle (A) -.82+.345i focus stable t=7 ms -.85 t=3 ms -.82+.345i (B).3642 saddle (B).48+.258i fucus t=5 (Transi si) t=2 (C) t=23 -.336 -.933+.2648i -.933-.2648i -.57+.2638i -.57-.2638i focus stable focus stable t= (Transisi) t=6 (C) t=8.48-.258i -.79+.2342i -.79-.2342i -.366+.224i -.366-.224i unstable focus stable focus stable Selanjutnya akan dibahas jenis titik kritis di tiap daerah untuk tipe dan 2. Dengan nilai I m dan I init masingmasing pada tipe dan 2 adalah 5 mv dan mv dan µa, didapatkan hasil dari simulasi MATLAB nilai eigen dari masing-masing daerah pada tipe dan 2 yang dapat dilihat pada tabel 2. Berdasarkan data pada Tabel 2., dapat dilhat bahwa pada propagasi tipe mengalami perubahan jenis titik kritis dan kestabilan. Sedangkan pada tipe 2, tidak mengalami perubahan titik kritis, hanya mengalami perubahan kestabilan saja. Pada tipe, dari keadaan istirahat (A) ke keadaan eksitasi (B) memiliki jenis titik kritis saddle. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, meskipun tidak adanya titik node, titik ini menghilang karena sistem dalam keadaan mulai tereksitasi. Oleh karena itu, saat sistem beralih dari keadaan istirahat menuju keadaan eksitasi, jenis bifurkasi yang terjadi adalah saddle-node. Saat memasuki daerah transisi (T), sistem mulai beralih dari keadaan eksitasi menuju istirahat. Pada tahap ini, sistem mengalami dua perubahan sekaligus yaitu perubahan jenis titik kritis dan kestabilan. Titik kritis berubah dari titik saddle tidak stabil menjadi titik focus stabil. Dari perubahan titik kritis ini dapat disimpulkan bahwa daerah transisi dari keadaan eksitasi menuju istirahat memiliki tipe bifurkasi Andronov-Hopf. Memasuiki daerah (C) yang nilai arus terapannya terlalu besar, memiliki jenis titik focus yang stabil. Jika dibadingkan dengan daerah transisi, nilai suku real memiliki nilai yang lebih besar. Ini menandakan bahwa dengan terus bertambahnya nilai I app, maka akan menaikan nilai eigen menuju nol dan akhirnya bertanda positif sehingga akan kembali tidak stabil. Diagram fase pada tipe dapat dilihat pada Gambar 34.

28 V (m V ) W (m V ) 5-5 - 5 5 2 25.5.4.3.2 Resting Stable Focus Unstable Saddle Stable Node Saddle-Node Bifurcation Spiking State tim e (m s ) Spiking State 25 2 5 Stable Focus Unstable Saddle Stable Node Spiking State Resting supercritical Andronov-Hopf limit cycle. 5 initial condition limit cycle -. -6-5 -4-3 -2-2 3 4.2 Gambar 34. Diagram fase tipe dengan fungsi arus DC bergantung waktu..5.4.3. -6-4 initial condition -2 2 4 Tipe 2 hanya memiliki satu jenis titik kritis yaitu focus. Pada propagasi ini peralihan dari (A) menuju (B) terjadi akibat perubahan kestabilan titik kritis dari stabil menjadi tidak stabil.jika sistem tidak stabil, maka saraf akan memulai eksitasi. Jenis bifurkasi dari keadaan istirahat menuju eksitasi adalah tipe bifurkasi subcritical-andronov-hopf. Jenis bifurkasi ini dikatakan subcritical dikarenakan sistem megalami osilasi yang kecil saat akan melakukan transisi dari keadaan istirahat menuju eksitasi. 3 Sedangkan untuk daerah transisi (T), nilai eigen berubah menjadi negatif kembali sehingga sistem mulai stabil untuk memasuki keadaan istirahat. Sistem terus berosilasi dengan nilai amplitudo pulsa yang semakin melemah dan akhirnya hilang. Jenis bifurkasi yang memiliki karakteristik demikian adalah bifurkasi supercritical-andronov-hopf. Diagram fase untuk tipe 2 tersebut dapat dilihat pada Gambar 35. V (m V ) 5-5 Resting subcritical Andronov-Hopf Spiking State Resting supercritical Andronov-Hopf 2 4 6 8 2 4 6 8.7 W (m V ).6.5.4.3.2 Stable Focus unstatable Focus dissapear limit cycle Spiking State time (ms ) 2 5 5 Stable Focus unstatable Focus dissapear limit cycle Spiking State. Spiking State initial condition -. -7-6 -5-4 -3-2 - 2 3.4 Gambar 35. Diagram fase tipe 2 dengan fungsi arus DC bergantung waktu..8.6.2-8 -6-4 initial condition -2 2 4

29 Tabel 3. Nilai eigen masing-masing daerah pada tipe dan 2 arus AC bergantung waktu Daerah Tipe Titik kritis Max.377 saddle current -.92 t=5 ms Trantition.3753 t=28 Min current t=425 -.52.373 -.5 Daerah Tipe 2 Tititk Kritis Max current -.528+.487i focus t=ms -.82-.345i stable saddle Trantitiont=2 -.75+.47i -.75-.47i saddle Min current -.866+.33i t=3 -.866-.33i focus stable focus stable Arus terapan AC bergantung waktu Jenis arus terapan bergantung waktu yang kedua adalah suatu arus AC yang dimodelkan sebagai suatu fungsi sinusoidal seperti pada persamaan (38). Dengan parameter ω sebagai frekuensi pulsa arus terapan. Untuk melakukan analisis sistem dinamik propagasi saraf tipe dan 2, maka propagasi tersebut akan dibagi lagi menjadi beberapa daerah seperti pada analisis sebelumnya. Hasil simulasi program didapatkan jenis titik kritis pada tiap-tiap daerah disajikan dalam Tabel 3. Berdasarkan data pada Tabel 3., terlihat bahwa kedua tipe dan 2 tidak mengalami perubahan jenis maupun kestabilan titik kritis. Meskipun titik tersebut tidak mengalami perubahan, tetapi sebenarnya dengan berubahnya besar nilai eigen pun akan mempengaruhi karakteristik dinamik dari sistem. Pada tipe yang berjenis titik kritis saddle semakin menuju nilai arus minimum, kedua nilai eigen tersebut semakin mendekati angka nol. Nilai nol adalah suatu critical point yang merupakan peralihan antara keadaan stabil dan tidak stabil pada nilai eigen. 2 Sedangkan untuk tipe 2, nilai eigen dari suku real bilangan kompleks-konjugat menunjukan nilai negatif yang semakin menjauhi angka nol. Ini menunjukkan bahwa sistem tersebut semakin stabil. Pada kedua tipe nilai I max masing-masing adalah 8 µa dan µa. dengan nilai ω masing-masing adalah. s - dan.6 s -. Kedua parameter ini sangat kecil untuk mengubah karakteristik dinamik pada kedua sistem. Ini berarti nilai arus terapan AC pada model saraf adalah sangat kecil dengan tujuan untuk mengetahui bentuk propagasi saraf saja. Diagram fase untuk masing-masing tipe disajikan pada Gambar 36 dan 37. Iapp (mikroa) 5-5 2 3 4 5 6 7 8 9 6 min current 5 max current max current 4 2 3 4 5 6 7 8 9.8.6.4 Iapp t=5 Iapp t=28 Iapp t=425 mobile unstable saddle Limit Cycle Class saddle-node Bifurcation 2 8 6 4 mobile unstable saddle Limit Cycle Class Spiking State.2 Spiking State 2 Initial Condition -.2-6 -5-4 -3-2 - 2 3 4.5.4.3.2. -6-4 2-2 Initial Condition 4 Gambar 36. Diagram fase tipe dengan fungsi arus AC bergantung waktu.

3 Iapp (mikroa) 5-5 2 3 4 5 6 7 8 9 8 min current min current 6 max current max current 4 2 3 4 5 6 7 8 9 Class 2.9 Iapp t=.8.7.6.5.4.3.2 Iapp t=2 Iapp t=3 mobile stable focus Limit Cycle Spiking State Andronov-Hopf Bifurcation. Initial Condition -6-5 -4-3 -2-2 3 4 2 8 6 4 2.8 Gambar 37. Diagram fase tipe 2 dengan fungsi arus AC bergantung waktu..6 mobile stable focus Limit Cycle.4.2 Andronov-Hopf Bifurcation Class 2-6 Spiking State -4 Initial Condition 2-2 4 Pada Gambar 37. dapat dilihat bahwa pada kedua tipe grafik garis nol untuk V (V nulclines) bergeser selama proses dinamik berlangsung. Keadaan grafik V nulcline yang bergerak periodik ini menyebabkan pergeseran titik keseimbangan pada sistem. Pada tipe yang berjenis titik keseimbangan saddle maka akan bergerak naik turun mengikuti V nulcline yang berosilasi. Begitu pula untuk tipe 2 yang berosilasi pula.catatan bahwa titik kritis pada kedua sistem tidak mengalami perubahan jenis maupun kestabilan selama berosilasi. Jika nilai I max dan ω divariasikan dengan interval nilai yang cukup besar, akan ada dua kemungkinan bahwa sistem akan mengubah jenis dan kestabilan titik kritis karena nilai arus terapan dengan fluktuasi yang tinggi, atau sistem tetap mempertahankan karakteristik dinamik awal nya (tidak mengalami perubahan karakteristik titik kritis). Kedua kemungkinan ini tidak dibahas pada penelitian ini karena dalam analisis arus terapan AC ini sudah cukup untuk mengetahui karakteristik dinamik suatu propagasi dengan arus terapan yang sangat kecil. 4.3 Solusi Numerik Propagasi Saraf Terkopel Model jaringan saraf yang dibahas sebelumnya merupakan hasil model jaringan saraf yang diwakili oleh satu sel tunggal. Jaringan saraf merupakan suatu gabungan fungsional dari banyak saraf dengan sifat dan karakteristik tertentu. Dengan demikian dalam penelitian ini dibangun suatu model saraf kompleks yang melibatkan banyak saraf yang saling terhubung secara fungsional. Solusi dari model yang dibangun menganggap bahwa saraf terhubung satu dengan yang lainnya secara sinaptik. Kata sinaptik ini berasal dari salah satu komponen sel saraf pada ujung bagian akson yang terhubung dengan badan sel lainnya disebut synapses. Melalui bagian inilah sel satu dengan yang lainnya bertukar informasi. 2 Hubungan sinaptik ini memiliki sifat tertentu dilihat dari bagaimana hubungan tersebut terjadi pada dua sel saraf yang terkopel. 7 Sinaptik elektrik: merupakan suatu pengiriman informasi dari satu sel ke sel lain berdasarkan peristiwa difusi linier pada potensial membran saraf terkopel. Sinaptik kimia: merupakan suatu pengiriman informasi secara nonlinier yang melibatkan fenomena sinkronisasi pada model saraf pemacu (excitatory) dan penghambat (inhibitory). 2 Pada penelitian ini dibahas tipe sinaptik elektrik. Model saraf yang dibangun pada penelitian ini adalah suatu model saraf dengan asumsi bahwa suatu jaringan saraf kompleks dapat dimodelkan oleh dua saraf terkopel yang saling terhubung

3 secara sinaptik. 9,2 Jika bahasan mengenai dua saraf terkopel ini dapat dijelaskan, maka akan mudah membangun sistem banyak saraf yang saling terkopel satu dengan lainnya secara sinaptik. 4.3. Model saraf terkopel Model yang digunakan pada penelitian ini merupakan suatu model saraf terkopel hasil penggabungan dan modifkasi dari model saraf terkopel sebelumnya, sehingga model yang dipakai pada simulasi merupakan suatu model saraf sinaptik terkopel. Secara umum, model untuk banyak saraf telah dipublikasikan oleh Hoppensteadt dan Izhikevich (997) dengan hanya memperhatikan kopling potensial membran antar sel 3,4 seperti pada persamaan (28) dan (29). Jika persamaan (29) digabungkan dengan persamaan (28), maka akan menjadi. =.. 8σj± ² ³ ² m9 @(b )+q h. (5) K=,2,3,..,os=,2,3, o Model pada persamaan (5) merupakan suatu model dengan mengasumsikan bahwa semua sel saraf dalam suatu sistem adalah saling terkopel dan tidak memperhatikan nilai potensial pembalik setelah melakukan kopling dengan sel saraf lain. Oleh karena itu diusulkan suatu model yang menambahkan pengaturan nilai potensial pembalik dan keterhubungan antar sel. 7 =@(b ) (b µ )q g fh g g jb g m h. (5) K=,2,3,..,os=,2,3, o V s merupakan potensial pembalik dengan anggapan bahwa pada hubungan sinaptik kimia, hubungan sinaptik ini merupakan jenis penghambat (inhibitory). Sedangkan h ij merupakan suatu parameter Heaviside yang menentukan apakah antara kedua saraf terhubung atau tidak, dengan ketentuan sebagai berikut. h g, sk G K NGo s =, sk G K NGo s XG XOMhSISo (52) Jika persamaan (5) disederhanakan dengan asumsi bahwa kopling antar sel saraf dipengaruhi oleh suatu arus sinaptik, maka fungsi sinaptik kopling dapat dibentuk sebagai fungsi potensial membran tiap saraf ditambah dengan fungsi arus sinaptik I syn.. g =@(b )+$ µ¹ g $ µ¹ (52) = (b µ )qfh g g jb g m (53) h. K=s=,2,3,..,o Sekarang persamaan (52) dan (53) akan ditransformasi ke dalam model ML. Dengan mensubstitusikan persamaan (34) dan (35) kedalam fungsi f(v i ), makadidapatkan persamaan berikut. N NX = ( )( )! ( ) g " ( " )+$ %% g ( g ) (54) +$ µ¹ N! NX =! ( )! ' (55) ( ( ) K=s=,2,3,..,o Persamaan inilah yang merupakan model sinaptik kopling Morris-Lecar dengan nilai arus terapan yang dapat divariasikan. Untuk model kopling 2 saraf dengan nilai n=2, maka model kopling menjadi. N. NX =. (. )(. )!. (. )./ " (. " )+$ %%./ ( / ) (56.G) +$ µ¹ N!. NX =!. (. )!. '. (56.I) ( (. )

4 2-2 -4 4 2-2 -4 32 N / NX = / ( / )( / )! / ( / ) /. " ( / " )+$ %% /. (. ) (56.P) +$ µ¹ N! / NX =! / ( / )! / ' / (56.N) ( ( / ) Parameter I app dapat berupa arus DC tetapmaupun bergantung waktu atau arus AC. Dalam penelitian ini, akan dibahas jenis I app sebagai konstanta dan bergantung waktu AC. Untuk DC tidak akan dibahas. 4.3.2 Solusi numerik model saraf terkopel I app tetap. Agar memahami lebih lanjut fenomena kopling ini, dengan meninjau kembali persamaan (8), parameter ø merupakan skala waktu propagasi. Secara garis besar, parameter inilah yang menyebabkan perbedaan fase pada propagasi saraf. Dengan memisalkan dua buah sel saraf dengan tipe eksitasi yang sama yaitu keduanya merupakan tipe, atau keduanya merupakan tipe 2. Maka akan dibuat simulasi sinkronisasi kedua saraf tersebut dengan nilai ø yang sama, atau berbeda. Pada kasus pertama dengan nilai ø yang sama yaitu ø=/5 s -, pada keadaan terisolasi (bebas tidak saling mempengaruhi) ε i,2 =, h ij =, dan nilai parameter Vs= 2 mv, σ=., θ=-4 mv. Hasil simulasi untuk tipe didapatkan hasil seperti pada Gambar 38. neuron -6 2 3 4 5 6 7 8 9 neuron 2 2 3 4 5 6 7 8 9-6 Gambar 38. Dua saraf tipe nonkopling.ε i,2 =. Berdasarkan hasil yang didapat pada Gambar 38., dapat dilihat bahwa dengan nilai ø yang sama, skala waktu propagasi kedua saraf sama. Yang membedakan hanya fase awal nya saja, pada saraf memiliki nilai potensial awal adalah -4 mv, sedangkan saraf kedua mv. Kemudian kedua saraf dikopelkan (ε i,2, h ij =), dengan mengubah ε i =.5 ms/cm 2 dan ε 2 =.25 ms/cm 2, maka kedua saraf sudah terkopel, dan didapatkan hasil seperti pada Gambar 39. Dapat dilihat bahwa baik fase maupun frekuensi eksitasi sudah berbeda. Ini terjadi dikarenakan propagasi masing-masing saraf dipengaruhi satu sama lain dengan kekuatan kopling yang berbeda (ε i ε 2 ) sehingga menghasilkan propagasi yang berbeda. Untuk mensinkronkan propagasi kedua saraf tersebut, maka kekuatan kopling antara kedua saraf tersebut harus 5 neuron -5 5 2 3 4 5 6 7 8 9-5 2 3 4 5 6 7 8 9.45.4.35.3.25.2.5..5 neuron 2 Class Excitability -5-4 -3-2 - 2 3 4 Gambar 39. Tipe dua saraf terkopel (ε i,2, h ij =), non-sinkronisasi. 2 8 6 4 2.5.4.3.2. -6-4 -2 2 4

33 5-5 neuron - 5 2 3 4 5 6 7 8 9 W (mv ) -5 2 3 4 5 6 7 8 9.5.45.4.35.3.25.2.5..5 neuron 2 Class Excitability -6-5 -4-3 -2-2 3 4 Gambar 4. Tipe dua saraf terkopel (ε i,2, h ij =), tersinkronisasi (ε i = ε 2 =.5 ms/cm 2 ). 2 8 6 4 2.5.4.3.2. -6-4 -2 2 4 diseragamkan (ε i = ε 2 ). Dengan mengubah nilai ε i = ε 2 =.5 ms/cm 2 dan V i =V 2 =, maka didapatkan propagasi saraf tersinkronisasi seperti pada Gambar 4. Meskipun propagasi yang terjadi memiliki fase yang berbeda, namun kedua saraf memiliki skala waktu perambatan yang sama seperti dilihat pada ruang fase pada Gambar 4. kedua saraf yang saling berhimpitan. Kasus kedua pada keadaan kedua saraf memiliki nilai skala waktu ø yang berbeda. Dengan keadaan yang sama seperti pada keadaan sebelumnya sedangkan nilai ø untuk masing-masing saraf adalah ø =/5 s - dan ø 2 = /2 s -, didapatkan diagram fase saraf seperti pada gambar 4. Dapat disimpulkan bahwa pada propagasi tipe model dua saraf terkopel dengan skala waktu yang berbeda, sinkronisasi sangat sulit dilakukan. Hasil.5 non-coupled, eps=eps2= Class Excitability.5 coupled, eps=.5 eps2=2..4 No Synchronization.4.3.2 Near-Synchronization.3.2..5-6 -4-2 2 4 coupled, eps=.25 eps2=.25.5 Far-Synchronization coupled, eps=.5 eps2=.5..5-5 -4-3 -2-2 3 4 coupled, eps=.85 eps2=.25.4.4.4.3.2.3.2.3.2... -6-4 -2 2 4-6 -4-2 2 4-6 -4-2 2 4 Gambar 4. Sinkronisasi kopling saraf tipe dengan nilai skala waktu berbeda.

34 5-5 2 3 4 5 6 7 8 9 5 neuron neuron 2-5 2 3 4 5 6 7 8 9.5.45.4.35.3.25.2.5..5 Class 2 Excitability -5-4 -3-2 - 2 3 4 Gambar 42. Tipe 2 dua saraf terkopel (ε i,2, h ij =), non-sinkronisasi. 2 8 6 4 2.5.4.3.2. -6-4 -2 2 4 yang didapatkan hanya mendekati sinkronisasi tapi belum tersinkronisasi. Harus diperhatikan bahwa parameter skala waktu adalah tidak sama dengan beda fase propagasi antara kedua saraf. Jika dua saraf memiliki perbedaan fase propagasi, maka akan lebih mudah tersinkronisasi dibandingkan dengan dua saraf yang berbeda skala waktu propagasinya. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan hasil yang terlihat pada Gambar 4 dan 4. Pada propagasi tipe 2, didapatkan hasil kopling saraf seperti pada Gambar 42. Nilai parameter yang dipakai adalah ε =.25 ms/cm 2, dan ε 2 =.25 ms/cm 2,I app = 55 µa, V 3 = 2 mv. Sedangkan untuk mensinkronkan dua saraf terkopel tersebut, maka ε pada kedua saraf diseragamkan menjadi ε = ε 2 =.5 ms/cm 2. Didapatkan hasil seperti pada Gambar 43. Untuk sinkronisasi dengan skala waktu yang berbeda (ø =/5 s - dan ø 2 = /2 s - ) baik tipe dan 2 sangat sulit dilakukan. Pada tipe 2, untuk mendekati sinkronisasi, nilai ε i dan ε 2 masingmasing adalah 2 ms/cm 2 dan 2.5 ms/cm 2. Hasil variasi nilai ε lainnya dapat dilihat pada Gambar 44. 5-5 neuron - 5 2 3 4 5 6 7 8 9 neuron 2-5 2 3 4 5 6 7 8 9.5.45.4.35.3.25.2.5..5 Class 2 Excitability -6-5 -4-3 -2-2 3 4 Gambar 43. Tipe 2 Dua saraf terkopel (ε i,2, h ij =), tersinkronisasi (ε i = ε 2 =.5 ms/cm 2 ). 2 8 6 4 2.5.4.3.2. -6-4 -2 2 4

35.5 non-coupled, eps=eps2= Class 2 Excitability.5 coupled, eps=2 eps2=2.5.4 No Synchronization.4.3.2 Near-Synchronization.3.2. -6-4 -2 2 4.5 coupled, eps=.25 eps2=.25.5 Far-Synchronization coupled, eps=.5 eps2=.5. -5-4 -3-2 - 2 3 4.5 coupled, eps=.75 eps2=2.5.4.4.4.3.2.3.2.3.2... -6-4 -2 2 4-6 -4-2 2 4-6 -4-2 2 4 Gambar 44. Sinkronisasi kopling saraf tipe 2 dengan nilai skala waktu berbeda. Propagasi pada tipe dan 2 diatas hanya melibatkan nilai arus I app tetap dan kekuatan kopel antar kedua saraf. Sedangkan untuk perbedaan skala waktu menyebabkan dua saraf terkopel sangat sulit untuk tersinkronisasi. Jika nilai parameter lain ikut divariasikan seperti potensial pembalik V s, jenis kopling menjadi suatu saraf pemacu excitatory, dan nilai laju kopling σ, maka akan didapatkan hasil yang lebih bervariasi dari hasil simulasi diatas. Dengan demikian fenomena sinkronisasi ini sangat bergantung dengan karakteristik propagasi tiap-tiap saraf dalam suatu jaringan kompleks. 4.3.3 Solusi numerik model saraf terkopel I app AC bergantung waktu. Seperti telah yang dijelaskan sebelumnya mengenai bahasan pengaruh arus I app bergantung waktu yang akan dibahas adalah merupakan fungsi arus AC. Dengan mensubstitusikan persamaan (38) ke dalam persamaan (54) dan (55). N NX = ( )( )! ( ) " ( " ) g g +$ z{ sin (~X)+$ a g ( g ) (57) +$ µ¹ N! NX =! ( )! ' (58) ( ( ) K=s=,2,3,..,o Pada sistem kopling dua saraf, maka persamaan diatas menjadi. N. NX =. (. )(. )!. (. ) " (. " ).. +$ z{ sin (~X)+$ a./ ( / ) (59.G) +$ µ¹ N!. NX =!. (. )!. (59.I) ' (. (. ) N / NX = / ( / )( / )! / ( / ) " ( / " ) / / +$ z{ sin (~X)+$ a /. (. ) (59.P) +$ µ¹ N! / NX =! / ( / )! / ' / (59.N) ( ( / ) Hasil simulasi untuk tipe dengan variasi nilai ε dihasilkan pada Gambar 45