BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sangatlah penting karena manusia merupakan penggerak utama dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II LANDASAN TEORI. memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia (SDM) adalah pelaksanaan job analysis, perencanaan SDM,

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang bernama Gallup pada tahun 1990-an. Menurut survei Global,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang kualitas kehidupan kerja (quality of work life), kepuasan kerja dan

PENGARUH KOMPENSASI, STATUS/PENGAKUAN, DAN KESEMPATAN BERKEMBANG TERHADAP TINGKAT EMPLOYEE ENGAGEMENT PADA KARYAWAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. keuangan, kemampuan marketing, dan sumber daya manusia (SDM).

BAB I PENDAHULUAN. segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya

BAB II LANDASAN TEORI. Employee engagement merupakan rasa keterikatan secara emosional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik,

HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam. pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Work Engagement. Work engagement atau worker engagement merupakan sebuah konsep

BAB II LANDASAN TEORI. Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai hasrat karyawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satunya adalah cabang Solo Raya dan Madiun Raya. Pada bulan April 2016

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah. serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja

GAMBARAN WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN DI PT EG (MANUFACTURING INDUSTRY)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel gaya

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN OUTSOURCING DIVISI KARTU KREDIT PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK.

BAB III METODE PENELITIAN. pada penelitian kuantitatif, lebih menekankan pada pengujian teori melalui angka,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap

BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis employee engagement di

BAB I PENDAHULUAN. organisasi juga dapat dikatakan sebagai suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI

HUBUNGAN PERSEPSI BUDAYA ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN PT. STUDIO CILAKI EMPAT LIMA

Hubungan employee engagement dan burnout pada karyawan divisi IT

BAB I PENDAHULUAN. dimainkan oleh orang yaitu karyawan dalam organisasi dapat memberikan sesuatu yang

BAB II LANDASAN TEORI. Saat ini, engagement merupakan salah satu topik yang hangat di antara

BAB I PENDAHULUAN. dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita

pencapaian tujuan organisasi (Within the U.S workforce, Gallup organization s Gallup Workplace Audit dalam Biswas & Bhatnagar, 2013).

BAB II TELAAH PUSTAKA. mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS

1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap hasil penelitian. Kegiatan penelitian harus mengikuti langkah-langkah

BAB I PENDAHULUAN. manajemen sumber daya manusia (Saks, 2006). Para praktisi organisasi dan para

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sampai saat ini belum ada definisi yang konsisten dan universal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemajuan sebuah organisasi sangat dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga banyak yang menyebut keterikatan kerja merupakan old wine in

KATA PENGANTAR. Saya mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Katarina Edwina Saputri dan Sumbodo Prabowo Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata

yang memiliki peran penting dalam perusahaan karena mereka akan berhubungan dengan para pelanggan. Dalam masyarakat, karyawan pemasaran sering kali

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982;

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis dan Sumber Data. 1. Data Primer. mengenai kepemimpinan transformasional, work engagement, kinerja, dan OCB.

BAB I PENDAHULUAN. dan perlu dikembangkan untuk mendukung kelangsungan dan keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

KEPRIBADIAN PROAKTIF DAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN PT PLN (PERSERO) DISTRIBUSI JAWA TENGAH DAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Salah satu tantangan terbesar perusahaan dalam persaingan di pasar global. engaged menjadi sangat berharga dalam mendukung kinerja perusahaan karena

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi memaksa setiap organisasi berupaya menciptakan keunggulankeunggulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Permasalahan. memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama untuk

2015 HUBUNGAN FAMILY SUPPORTIVE SUPERVISORY BEHAVIORS DAN TRUST IN SUPERVISOR DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KOMPENSASI DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT PADA KARYAWAN PT. X

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. arus globalisasi, tak terkecuali Indonesia. Indonesia merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan organisasi. Terlebih, kepemimpinan dari seorang pemimpin

Bab I. Pendahuluan. pengelolaan yang baik pula organisasi akan mendapatkan karyawan-karyawan

SELF REGULATION, KEPUASAN TERHADAP INFORMASI PEKERJAAN DAN WORK ENGAGEMENT: Studi Kasus pada Dosen FISIP UT

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masykarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas RI

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. bertujuan memberikan gambaran tentang detail-detail sebuah situasi, lingkungan

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

Peran Dukungan Sosial di Tempat Kerja Terhadap Keterikatan Kerja Karyawan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KETERLIBATAN KARYAWAN TERHADAP KINERJA UNTUK PENINGKATAN PELAYANAN PADA POLITEKNIK LP3I JAKRTA KAMPUS BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. Fokus penelitian pada keluaran organisasi telah banyak dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. penghitungan dengan alat AMOS melalui penyebaran kuisioner yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta pertumbuhan ekonomi dan

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. Responden penelitian ini adalah seluruh karyawan Starbucks Coffee

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia saat ini sudah mengarah pada human capital, dimana sumber daya

. BAB III METODE PENELITIAN. negeri favorit yang berada di kota Samarinda. Semua Guru yang mengajar di SMA Negeri 3 Samarinda.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. beban operasional perusahaan sehingga mengakibatkan jumlah jabatan struktural

BAB I PENDAHULUAN. berkontribusi pada organisasi daripada karyawan yang performanya buruk.

Kecerdasan Emosional dan Pengaruhnya terhadap Kepuasan Kerja Karyawan. Abstrak

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB 6 PEMBAHASAN. kepemilikan saham bebas secara bersama-sama menunjukkan hasil nilai F sebesar 3,829

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian diartikan sebuah cara untuk menyelesaikan

Gambaran Keterikatan Kerja pada Dosen-Tetap Ditinjau dari Karakteristik Personal

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi yang efektif semakin menyadari bahwa faktor yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan

Transkripsi:

12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian. Selain itu juga akan dibahas tentang definisi, aspek dan karakteristik, faktor-faktor yang mempengaruhi, serta pengukuran employee engagement. Hubungan antara kompensasi, status/pengakuan, kesempatan berkembang dengan employee engagement disajikan kemudian dibagian berikutnya. A. Employee Engagement 1. Definisi Employee Engagement Pada dasarnya, definisi employee engagement tidak dapat diterima secara umum karena employee engagement diartikan melalui berbagai cara dan dengan perspektif yang berbeda-beda (Dicke, Holwerda, & Kontakos, 2007; Verma, Kaura, & Mathur, 2013). Beberapa peneliti menggunakan istilah yang berbeda untuk mendefinisikan engagement. Sebagian peneliti menggunakan istilah employee engagement dan sebagian lainnya menggunakan istilah work engagement. Namun, kedua istilah ini tidak menunjukkan adanya perbedaan dalam menjelaskan engagement karyawan. Employee engagement maupun work engagement sama-sama memiliki aspek pembentuk dan karakteristik yang sama. Secara garis besar, keduanya dibentuk oleh beberapa aspek

13 yang sama, yaitu adanya kekuatan atau energi (vigor), dedikasi atau perasaan bangga terhadap pekerjaan (dedication), komitmen, dan sulit melepaskan diri dari pekerjaan (absorption) (Cook, 2008; May, Gilson, & Harter, 2004; Bakker, Schaufeli, Leiter, & Taris, 2008). Employee engagement merupakan suatu istilah yang masih relatif baru diperbincangkan dikalangan manajemen sumber daya manusia (Bhatla, 2011). Employee engagement adalah suatu keadaan karyawan yang terlibat langsung secara psikologis dengan pekerjaannya. Karyawan akan terlibat secara fisik, kognitif, maupun secara emosional selama menunjukkan performanya di dalam bekerja (Kahn dalam Albrecht, 2010; Perrin, 2003). Employee engagement dilihat sebagai suatu kekuatan yang dapat memberikan motivasi bagi karyawan untuk meningkatkan kinerja pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Kekuatan tersebut dapat berupa komitmen, baik bagi perusahaan maupun pada pekerjaannya, dan juga berupa rasa memiliki terhadap pekerjaan, perasaan bangga, usaha yang lebih dari biasanya, dan semangat dalam menyelesaikan pekerjaan (Wellins & Concelman dalam Endres & Smoak, 2008). Employee engagement membawa karyawan pada suatu keadaan pemenuhan diri yang positif, sehingga menumbuhkan rasa memiliki dan pada akhirnya karyawan akan merasa sulit untuk melepaskan diri dengan pekerjaan (Right Management, 2009; Schaufeli, Salanova, Gonzalez, & Bakker dalam Field & Buitendach, 2011). Selain dapat melakukan

14 pekerjaannya dengan kekuatan atau energi yang besar, karyawan dengan tingkat engagement yang tinggi juga akan merasa bangga dan terbenam secara total dengan pekerjaannya. Engagement tidak hanya sekedar bekerja keras, giat dalam bekerja, atau memiliki keterlibatan yang tinggi terhadap pekerjaan, tetapi engagement melihat sejauh mana karyawan dapat dengan penuh meletakkan dirinya kedalam pekerjaan (Albrecht, 2010; Schaufeli et al., 2009). Karyawan dengan engagement tinggi menunjukkan perilaku yang positif selama bekerja sehingga hal apapun yang mereka lakukan mengarah pada usaha untuk mencapai tujuan dan kesuksesan perusahaan (Dicke, Holwerda, & Kontakos, 2007; The Institute for Employment Studies IES dalam Endres & Smoak, 2008; Kahn dalam Albrecht, 2010, Vazirani, 2007). Karyawan merasa bahwa keberadaannya di perusahaan mendapat pengakuan, sehingga karyawan akan memberikan usaha terbaik mereka bagi perusahaan karena mereka merasa telah menjadi bagian dari perusahaan. Semua yang dilakukan dalam pekerjaan bukanlah cara mereka untuk menunjukkan diri dan mendapatkan pujian dari orang lain, melainkan karena mereka sangat senang dalam melakukan pekerjaannya. (Kahn dalam Albrecht, 2010; Perrin, 2003). Berdasarkan definisi-definisi di atas, peneliti menyimpulkan bahwa employee engagement adalah suatu keadaan ketika karyawan terlibat secara psikologis dengan pekerjaannya, baik secara fisik, kognitif, maupun emosional, sehingga karyawan akan memberikan usaha terbaik

15 mereka dalam menyelesaikan pekerjaan, serta merasa sulit untuk melepaskan diri dengan pekerjaan yang dikarakteristikkan oleh vigor, dedication, dan absorption. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori employee engagement menurut Schaufeli dan Bakker (2003) dengan menekankan adanya vigor, dedication, dan absorption dalam pemahaman mengenai engagement. Teori ini dipilih karena dianggap telah mencakup pengertian yang komprehensif dan mudah dipahami. 2. Aspek dan karakteristik dalam Employee Engagement Engagement dikarakteristikkan dengan karyawan yang memiliki komitmen terhadap organisasi tempatnya bekerja. Karyawan dengan engagement yang tinggi merasa bersemangat dalam pekerjaan, peduli dengan masa depan perusahaan, dan berupaya untuk mencapai kesuksesan perusahaan (Cook, 2008; MacLeod & Clarke, 2009; May, Gilson & Harter dalam Bakker, 2009; Perrin, 2003). Schaufeli, Salanova, González-Romá, dan Bakker (dalam Schaufeli & Bakker, 2003) menjelaskan tentang 3 aspek pembentuk employee engagement, yaitu vigor, dedication, dan absorption. Ketiga aspek ini merupakan konsep yang paling dikenal dan sering digunakan di beberapa penelitian untuk mengukur tingkat engagement karyawan. Vigor menggambarkan level energi dan mental resiliensi yang dimiliki seseorang ketika bekerja. Selain itu, vigor juga menunjukkan adanya kesediaan karyawan untuk melakukan usaha yang besar dalam menyelesaikan

16 pekerjaan, tidak mudah merasa lelah, dan tekun dalam melakukan pekerjaan. Dedication menggambarkan perasaan antusias karyawan di dalam bekerja, bangga dengan pekerjaan yang dilakukan, serta merasa terinspirasi dan tertantang dengan pekerjaan. Absorption menggambarkan keadaan karyawan terbenam secara total, merasa senang melakukan pekerjaannya, dan merasa sulit untuk melepaskan diri dengan pekerjaan. (Perrin, 2003; Schaufeli dan Bakker, 2003). 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Employee Engagement Meskipun engagement merupakan suatu pilihan, namun perusahaan tetap harus turut ambil bagian dalam membina karyawannya agar dapat meningkatkan level engagement mereka (Smith & Markwick, 2009). Tingkat employee engagement masing-masing karyawan berbedabeda tergantung dari bagaimana karyawan memaknai keberadaan mereka di dalam pekerjaan (Kahn dalam May et al., 2004; Smith & Markwick, 2009). Engagement karyawan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat dikelompokkan menjadi 2 bentuk, yaitu faktor internal atau berasal dari dalam karyawan dan faktor eksternal yang berasal dari luar karyawan. Dalam penelitian ini, peneliti memilih faktor eksternal. Pada faktor internal ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi tingkat engagement karyawan, diantaranya adalah latar belakang kehidupan karyawan (biografis), karakteristik kepribadian, kepercayaan karyawan terhadap perusahaan, perasaan bangga terhadap perusahaan, dan persepsi karyawan

17 bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan hal yang penting, memiliki tujuan, serta memiliki makna bagi dirinya (Lockwood dalam Smith & Markwick, 2009; Perrin, 2003). Sedangkan hal-hal yang dapat mempengaruhi tingkat employee engagement berdasarkan faktor eksternal, yaitu budaya organisasi, gaya kepemimpinan, perhatian senior manajer terhadap keberadaan karyawan, reputasi perusahaan, kompensasi, kesempatan untuk mengembangkan karir karyawan, terbukanya kesempatan bagi karyawan untuk memberikan pendapat, hak karyawan untuk mengambil keputusan, kualitas komunikasi antar anggota organisasi, tim kerja yang kompak dan saling mendukung, jelasnya jenis pekerjaan yang dilakukan, adanya sumber daya yang dibutuhkan karyawan untuk mendukung performansi, dan penyampaian nilai serta tujuan organisasi kepada karyawan (Lockwood dalam Smith & Markwick, 2009; Perrin, 2003). 4. Pengukuran Employee Engagement Engagement merupakan sebuah konstruk yang dapat diukur tinggi atau rendahnya (Smith & Markwick, 2009). Alat ukur yang paling sering digunakan untuk melihat tingkat employee engagement adalah Utrecht Work Engagement Scale (UWES) yang dibuat oleh Schaufeli dan Bakker (2003). Item-item dalam UWES dibentuk dari 3 aspek utama employee engagement, yaitu vigor, dedication dan absorption. UWES memiliki 17 item yang dibagi menjadi 3 bagian, yaitu sebanyak 6 item menggambarkan aspek vigor, 5 item menggambarkan aspek dedication,

18 dan 6 item menggambarkan aspek absorption. Schaufeli dan Bakker (2003) melakukan pengujian reliabilitas alat ukur UWES dengan menggunakan 2 cara, yaitu dengan menggunakan internal consistency dan menggunakan test-retest reliability atau sering disebut dengan stability. Uji reliabilitas menggunakan internal consistency dengan jumlah subjek 2.313 pada skala UWES-17 dan diperoleh rentangan (range) nilai α Cronbach yang ditunjukkan pada tabel 1. Tabel 1 α Cronbach skala UWES pertama berdasarkan aspek dan versi skala UWES-17 Vigor.81 -.90 Dedication.88 -.95 Absorption.70 -.88 Skor total.91 -.96 Uji reliabilitas dengan menggunakan internal consistency kemudian dilakukan kembali dengan jumlah subjek yang lebih besar melalui 9 negara, yaitu Australia, Kanada, Finlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Norwegia, Afrika Selatan, dan Spanyol. Dari penelitian tersebut diperoleh range nilai α Cronbach yang ditunjukkan pada tabel 2. Tabel 2 α Cronbach skala UWES kedua berdasarkan aspek dan versi skala UWES-17 N = 12.161 Vigor.66 -.87 Dedication.83 -.92 Absorption.79 -.88 Skor total.88 -.95

19 Uji stability atau uji reliabilitas dengan menggunakan test-retest dilakukan secara berkala, yaitu melalui dua kali penelitian longitudinal. Penelitian longitudinal ini dilakukan untuk melihat kestabilitasan alat ukur UWES dalam jangka waktu yang panjang. Uji test-retest UWES dilakukan dua kali dengan jeda waktu selama 1 tahun pada 293 Salvation Army yang berasal dari Australia dan 563 tenaga paramedis yang berasal dari Norwegia. Dari penelitian tersebut diperoleh koefisien stabilitas (r 1 ) seperti yang ditunjukkan pada tabel 3. Tabel 3 Reliabilitas skala UWES dengan menggunakan test-retes Salvation Army (AUS N = 293) Paramedis (NOR N = 563) Vigor-6.64.71 Vigor-5.64.70 Vigor-3.61.71 Dedication-5.58.69 Dedication-3.56.66 Absorption-6.58.69 Absorption-5.58.68 Absorption-3.57.63 UWES-17.63.72 B. Kompensasi Salah satu penentu yang kuat dari sikap pekerja, motivasi, dan perilaku adalah kompensasi (Gardner et al., 2004). Kompensasi diadaptasi dari bahasa Inggris yang berarti untuk menyeimbangkan. Kompensasi atau bayaran adalah seluruh bentuk pengembalian keuangan, layanan, dan benefits yang diterima oleh pekerja sebagai bagian dari hubungan kerja (Milkovich dan Newman, 2002). Untuk

20 sebuah organisasi, kompensasi digunakan untuk menarik, memotivasi, dan mempertahankan pekerja yang berpotensi menghantarkan kesuksesan tujuan organisasi (Renard, 2008). Menurut Milkovich dan Newman (2002), kompensasi total mencakup bayaran yang secara langsung diterima sebagai kompensasi kas (seperti: gaji dasar, insentif, biaya penyesuaian hidup sehari-hari) dan yang tidak langsung sebagai benefits (contohnya: dana pensiun, asuransi medis). Gaji dasar, merit pay, dan bonus akhir tahun merupakan komponen kompensasi yang paling penting di dalam mempertahankan dan memotivasi supervisor dan pekerja (Chiu et al., 2002). Pemilik perusahaan menggunakan benefits untuk menarik dan mempertahankan orang-orang yang bekerja dengan baik. Pekerja sendiri mengandalkan benefits (contohnya: subsidi medis, liburan, dan pensiun) untuk mengamankan finansial mereka. C. Status/pengakuan dan Kesempatan Berkembang Selain kompensasi, terdapat bentuk lain yang dapat diterima seseorang dari bekerja yaitu status dan pengakuan, keamanan pekerjaan, tantangan pekerjaan dan kesempatan berkembang (Milkovich dan Newman, 2002). Pengakuan dapat menjadi penghargaan yang sangat efektif terhadap perilaku seseorang terkait kontribusi dan performansinya. Pengakuan informal terhadap pekerja dapat berupa nilai nonmonetary

21 seperti penerimaan dan rasa kagum, sertifikat, artikel profil, dan program tertentu, misalnya employee of the month. Sedangkan pengakuan formal biasanya mensyaratkan keterlibatan manajemen dan substansi biaya yang lebih dari pengakuan informal, seperti program kepemilikan saham perusahaan (Dubois dan Rothwell, 2004). Kesempatan berkembang terkait dengan pelatihan formal dan informal untuk mempelajari pengetahuan/keahlian/kemampuan baru (Milkovich & Newman, 2002). Pelatihan formal seringkali berasosiasi dengan pengenalan pekerjaan baru, hal itu juga berarti berhubungan dengan perubahan teknologi atau prosedur. Pelatihan formal dapat dikoordinasikan dan diajarkan oleh para profesional sumber daya manusia atau tenaga profesional lainnya di dalam organisasi, atau para pekerja dapat dikirim untuk program pelatihan yang ditawarkan oleh asosiasi profesional atau universitas bahkan ditugaskan untuk studi lanjut. D. Kompensasi, Status/pengakuan, Kesempatan Berkembang dan Employee Engagement Pada sebuah survei, Career System International meminta pegawai menyusun urutan faktor-faktor kepuasan kerja yang paling penting bagi mereka. Lima faktor bertahan yang paling tinggi adalah: 1) lingkungan kerja yang menarik dan menantang, 2) pembelajaran dan kesempatan berkembang, 3) bekerja dengan orang-orang baik dan tepat, 4) gaji yang adil, 5) atasan yang mendukung (Hedger, 2007). Hasil

22 survei tersebut didukung oleh Ketter (2008) melalui survei dengan 75 pertanyaan dalam kuesioner yang disebar secara online (yang mencakup enam kategori engagement yaitu: orang-orang yang bekerja sama dengan mereka, apa yang mereka kerjakan, ketersediaan kesempatan berkembang, penghargaan dan pengakuan, perusahaan itu sendiri, dan lingkungan kerja) diketahui bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi engagement pegawai Accenture sehingga bertahan di dalam perusahaannya adalah mengerjakan pekerjaan yang menarik dan menantang, memiliki pertumbuhan karir dan pembelajaran serta kesempatan berkembang, bekerja dengan orang-orang yang tepat, mendapatkan gaji yang adil, adanya manajemen yang suportif, dan adanya pengakuan serta penghargaan. Sedangkan menurut Paradise (2008) yang melakukan penelitian dengan responden para top management dari beragam sektor industri nasional maupun multinasional, employee engagement dihasilkan dari beberapa faktor antara lain kompensasi, kualitas kerja, dan karakteristik kepribadian. Perusahaan juga memperhatikan penghargaan dan program insentif bagi pegawai. Perusahaan pastinya menginginkan pegawai mengetahui bahwa mereka dihargai dan diakui. Apabila pegawai merasa bahwa kontribusi mereka menunjang visi dan kesuksesan perusahaan, mereka akan lebih engaged. Hal tersebut membantu pihak manajemen perusahaan mempertahankan pegawainya tetap di perusahaannya. Penghargaan dan program insentif merupakan bagian

23 dari keseluruhan strategi engagement. Tetapi tidak semua rencana pemberian insentif efektif seperti yang diharapkan. Menurut Hedger (2007), salah satu cara yang efektif untuk mempertahankan pegawai engaged adalah memperlihatkan kepada mereka bahwa mereka diapresiasi. Khan (1990, dalam Saks, 2006) melaporkan bahwa seseorang memiliki tingkat engagement yang berbeda-beda sebagai fungsi dari persepsi mereka terhadap benefits yang mereka terima dari peran mereka. Pegawai akan lebih engaged terhadap pekerjaannya apabila mereka mendapatkan penghargaan dan pengakuan untuk performansi mereka. Kurangnya penghargaan dan pengakuan akan menyebabkan pegawai tidak betah, oleh karena itu pengakuan dan penghargaan merupakan faktor penting bagi engagement (Saks, 2006). Hal tersebut merupakan hasil dari survei terhadap responden yang bekerja pada beragam bidang pekerjaan dan organisasi. Survei tersebut memperhatikan variabel usia (rata-rata 34 tahun), jenis kelamin (60% perempuan), dan lamanya bekerja (rata-rata lima tahun). Survei dilakukan melalui kuesioner dan pengolahan data menggunakan analisis regresi berganda. Faktor usia cukup menjadi perhatian karena didukung oleh penelitian Robinson et al. (2004, dalam Endres dan Smoak, 2008) yang menyatakan bahwa engagement menurun seiring bertambah tuanya seseorang. Perbedaaan jenis kelamin juga ditemukan berkontribusi

24 terhadap employee engagement. Laki-laki memiliki keterikatan lebih dengan pekerjaan karena posisinya sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga misalnya, sedangkan perempuan sebaliknya (Ferguson, 2006). Mengenai masa kerja, Endres dan Smoak (2008) mengungkapkan bahwa tingkat employeee engagement menurun ketika seseorang telah bekerja selama dua tahun di perusahaannya. E. Kerangka Penelitian Sedikitnya perhatian dari kalangan perusahaan maupun praktisi psikologi industri dan organisasi terhadap employee engagement membuat masyarakat kurang memahami tentang pentingnya peran engagement pada karyawan di dalam suatu perusahaan. Padahal konsep employee engagement memiliki makna yang lebih mendalam dibandingkan karyawan hanya sebatas puas dengan pekerjaan dan memiliki semangat serta motivasi dalam bekerja (Maslach, Schaufeli, & Leiter dalam Storm & Rothman, 2003). Banyak penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa employee engagement memberikan kontribusi yang signifikan pada produktivitas kerja karyawan dan produktivitas perusahaan (Agustian, 2012; Attridge, 2009; Buckingham & Coffman dalam Endres & Smoak, 2008; Kular et al., 2008; McLeod dan Clarke, 2009; Right Management, 2009). Karyawan yang memiliki level engagement yang tinggi akan memberikan usaha terbaiknya dalam menyelesaikan tugasnya, bahkan lebih dari yang diharapkan. Karyawan merasa bahwa kehadiran atau keberadaaannya di dalam perusahaan

25 bermakna bagi kehidupannya, sehingga ia dengan usaha terbaiknya mendukung perusahaan untuk mencapai tujuan dan kesuksesan (Agustian, 2012). Employee engagement tentu tidak dapat terbentuk dengan sendirinya. Oleh karena itu, perusahaan berperan penting dalam upaya untuk meningkatkan tingkat engagement karyawannya. Perusahaan perlu menyadari bahwa sumber daya manusia di dalam perusahaan mereka sangatlah penting (Munandar, 2001; Pfeffer, 1996). Melihat pentingnya engagement bagi karyawan maupun bagi perusahaan, maka dibutuhkan perhatian yang lebih besar agar semua kalangan yang terlibat secara langsung maupun tidak dengan perusahaan dapat saling bekerjasama untuk meningkatkan level engagement karyawan. Tingkat engagement karyawan Universitas Sanata Dharma juga belum diketahui karena belum pernah diadakannya penelitian ataupun penilaian kerja yang berkaitan dengan employee engagement pada karyawan Universitas Sanata Dharma. Gambaran mengenai keadaan karyawan dan permasalahan yang terjadi pada karyawan Universitas Sanata Dharma mendasari tujuan penelitian ini dilakukan peneliti ingin mengetahui pengaruh kompensasi, status/pengakuan, dan kesempatan berkembang yang dalam hal ini bisa dilihat dari gambaran jenjang karir di Universitas Sanata Dharma terhadap employee engagement. Kompensasi mempengaruhi motivasi seseorang bertahan di tempat kerjanya. Alasan terbesar bagi pekerja untuk pindah ke institusi lain adalah

26 tawaran paket kompensasi yang lebih baik. Kompensasi diduga sebagai faktor yang berpengaruh terhadap employee engagement. (Paradise, 2008). Suatu status/pengakuan yang bersifat positif membuat seseorang mendapatkan kepuasan batin atas aktualisasi dirinya. Apresiasi institusi terhadap keberhasilan kinerja seseorang dapat menciptakan kenyamanan sehingga menyebabkan engaged di institusi tersebut. Status/pengakuan yang diberikan institusi memiliki hubungan positif terhadap employee engagement. (Ketter, 2008). Satu alasan mengapa seseorang mengambil sebuah pekerjaan adalah apakah mereka memiliki harapan mengenai perkembangan diri dan karirnya. Kesempatan berkembang yang diberikan oleh institusi memiliki hubungan positif terhadap employee engagement. (Ketter, 2008). Berdasarkan konsep-konsep diatas maka dapat dirumuskan model konseptual sebagai berikut: Gambar 1. Model Konseptual : Diagram hubungan antara variabel independen dan dependen.

27 F. Hipotesis Berdasarkan konsep-konsep yang telah dikaji dalam tinjauan pustaka, maka dapat dikonsepkan model konseptual. Pada penelitian ini, terdapat tiga macam variabel independen. Variabel-variabel tersebut akan diteliti hubungannya dengan sebuah variabel dependen. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: H1: Kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat employee engagement. H2: Status/pengakuan berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat employee engagement. H3: Kesempatan berkembang berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat employee engagement.