PENERAPAN METODE LEAN SIX SIGMA PADA PROSES PRODUKSI BAN DALAM MOBIL (Studi Kasus Pada PT. United Kingland) Rahmi Maulidya, Andri Bagio Satrio dan Rico Susanto Jurusan Teknik Industri, Universitas Trisakti JL Kyai Tapa No 1, Grogol, Jakarta Barat Telp 021 663232 ext 8407 Email: rmauli@yahoo.com ABSTRAK Dalam melakukan terobosan dan inovasi pengembangan produk masih sering ditemui produk cacat berupa produk second grade maupun produk afkir yang tidak dapat dijual ke pasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengurangi produk cacat melalui lean six sigma. Perbaikan yang diberikan untuk meningkatkan kecepatan produksi dilakukan dengan memberikan usulan penerapan Standard Operation Procedure proses produksi yang belum memiliki standar kerja yang baku dan penambahan jumlah operator pada proses inspeksi dan penyusunan compound. Perbaikan kualitas produk dengan perancangan eksperimen untuk memperoleh setting mesin heater yang terdiri dari temperatur curing (faktor A), waktu curing (faktor B) dan tekanan curing (faktor C) dengan percobaan faktorial 2 3. Kata kunci : lean six sigma, perancangan eksperimen. PENDAHULUAN Kualitas suatu produk sangat bergantung pada variasi yang ditimbulkan selama proses produksi, semakin besar variasi yang terjadi dalam proses produksi maka kualitas dari produk dapat dikatakan semakin buruk. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas perlu dilakukan usaha untuk mengurangi variasi pada proses sehingga konsumen dapat merasakan keunggulan produk yang sama (Montgomery, 2001). Suatu proses yang hanya mempunyai variasi hasil dari penyebab umum ( common-cause variation) yang mempengaruhi output atau hasil, akan dianggap sebagai suatu proses yang stabil. Hal tersebut dikarenakan penyebab sistem yang mempengaruhi variasi biasanya akan bersifat relatif stabil sepanjang waktu. Variasi penyebab umum dapat diperkirakan berada di dalam batas-batas pengendalian yang ditetapkan secara statistikal. Sedangkan apabila variasi penyebab khusus terjadi di dalam suatu proses, maka akan menyebabkan proses tersebut menjadi tidak stabil. Berbagai langkah atau tindakan yang diambil untuk dapat menghilangkan variasi penyebab khusus pada akhirnya akan membawa proses ke dalam pengendalian proses menggunakan peta-peta kontrol statistikal (statistical control charts). Lean Six Sigma merupakan kombinasi antara Lean dan Six Sigma yang didefinisikan sebagai suatu filosofi bisnis, pendekatan sistemis dan sistematis untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan ( waste) atau aktivitas-aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah ( non-value added activities) melalui peningkatan terus menerus yang radikal (radical continuous improvement) untuk mencapai tingkat kinerja enam sigma (kapabilitas proses 6-sigma) dengan cara mengalirkan produk (material, work-in process, output) dan informasi menggunakan sistem tarik ( pull system) dari A-4-1
pelanggan internal dan eksternal untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan hanya dengan memproduksi 3,4 cacat untuk setiap satu juta kesempatan atau operasi (Gaspersz, 2008). Fokus penelitian ini pada produk ban dalam mobil di PT United Kingland yang bermasalah pada persentase rata-rata cacat produk ban dalam mobil perbulannya sebesar 6.9%, yang tidak sesuai dengan target perusahaan sebesar 2%. Dalam melakukan terobosan dan inovasi pengembangan produk ban dalam untuk mobil ini masih sering ditemui produk cacat berupa produk second grade maupun produk afkir yang tidak dapat dijual ke pasar. Untuk mengatasi hal ini, perlu dilakukan perbaikan kualitas ban dalam, salah satunya dengan menerapkan Six Sigma yaitu suatu upaya terus menerus (continuous improvement efforts) untuk menurunkan variasi proses agar meningkatkan kapabilitas proses dalam menghasilkan produk yang bebas kesalahan ( zero defects) dengan target 3,4 DPMO (Defects Per Millions Opportunities) serta memberikan nilai kepada pelanggan. Sedangkan untuk mengatasi masalah pemborosan serta meningkatkan kecepatan produksi digunakan pendekatan Lean yaitu suatu upaya terus menerus ( continuous improvement efforts) untuk menghilangkan pemborosan ( waste) dan meningkatkan nilai tambah ( value added) produk agar memberikan nilai kepada pelanggan (Gaspersz, 2008). Banyaknya produk yang cacat sehingga harus dilakukan rework, menambah biaya produksi dan waktu yang lebih lama serta banyaknya pemborosan yang terjadi selama proses produksi berlangsung. Pemborosan pada proses yaitu pada waktu menunggu proses yang tinggi, yang menyebabkan non-value added time semakin besar. Hal ini dapat menyebabkan kerugian dari segi waktu maupun ekonomi. Tujuan penelitian adalah meningkatkan kecepatan produksi dan kualitas produksi menggunakan metode Lean Six Sigma dengan konsep DMAIC ( Define Measure Analyze Improve Control). METODA Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode DMAIC (Define-Measure- Analyze-Improve-Control (Gaspersz, 2007) : 1. Tahap Define Tahap ini mengidentifikasi masalah antara lain yaitu pemilihan produk dan proses produksi yang menjadi prioritas penanganan masalah, identifikasi critical to quality (CTQ), penjabaran diagram alir proses yang memberikan gambaran dari awal bahan baku ( raw material) sampai menjadi barang jadi, diagram SIPOC yang menampilkan aliran kerja yang terdiri dari pemasok, input, proses, output dan konsumen yang terlibat dalam proses produksi pembuatan produk ban dalam mobil. 2. Tahap Measure Tahap ini bertujuan untuk mengetahui proses yang sedang terjadi, mengumpukan data mengenai kecepatan proses, kualitas produk yang akan digunakan untuk mengetahui penyebab masalah yang sebenarnya. Tahapan pada Measure adalah: Pengukuran kecepatan produksi Pengukuran terhadap kecepatan produksi dimulai dengan menghitung waktu siklus setiap elemen pekerjaan, melakukan pengujian data waktu siklus (uji kenormalan, uji keseragaman dan kecukupan data), menghitung waktu baku setiap elemen pekerjaan. Setelah didapatkan data waktu baku untuk setiap elemen pekerjaan kemudian dilakukan identifikasi terhadap kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam Value-Added dan Non-Value-Added. Langkah selanjutnya A-4-2
adalah menghitung Process Cycle Efficiency, kemudian membuat Value Stream Mapping, yaitu pemetaan proses produksi mulai dari awal pemesanan bahan baku sampai dengan produk jadi. Value Added Time Process Cycle Efficiency = (1) Total Manufactur Lead Time Setelah membuat Value Stream Mapping, langkah selanjutnya adalah menghitung lead time proses, kecepatan proses dan perhitungan time traps. Kecepatan Proses adalah banyaknya kegiatan dalam proses yang dapat dilakukan dalam waktu satu jam dari keseluruhan proses. Lead Time Process adalah waktu penyelesaian yang dibutuhkan untuk mengerjakan sejumlah produk. Kecepatan Proses = Jumlah aktivitas di dalam proses Lead Time Proses Time traps merupakan setiap tahapan proses yang didalamnya terdapat waktu menunggu atau perangkap waktu yang menyebabkan waktu siklus proses menjadi lebih lama dari yang seharusnya George (2002). Hambatan ini dapat terjadi karena adanya penumpukan WIP dan waktu menganggur. Pengukuran kualitas produk Pengukuran terhadap kualitas produk dimulai dengan menetapkan karakteristik kualitas atau CTQ (Critical to Quality) dari penyebab produk cacat. Setelah itu pengukuran dilanjutkan dengan menghitung jumlah produksi dan jumlah produk cacat yang dihasilkan selama periode tertentu. Kemudian dilanjutkan dengan membuat peta kendali p untuk mengetahui apakah proses sudah berada dalam batas kendali atau tidak, menghitung nilai DPMO ( Defect Per Million Opportunities), lalu mengkonversikan nilai DPMO tersebut ke dalam tingkat Sigma. 3. Tahap Analyze Dalam tahap analyze ini dilakukan identifikasi dan analisa penyebab terdapatnya produk cacat dengan menggunakan diagram ishikawa, analisa akar permasalahan menggunakan diagram Why/Why, identifikasi cacat dominan pada proses produksi menggunakan metode FMEA (Failure Modes and Effects Analysis). 4. Tahap Improve Perbaikan difokuskan pada hal yang dapat menyebabkan produk menjadi cacat atau rusak serta meningkatkan efisiensi waktu proses sehingga kegiatan-kegiatan yang tidak memiliki nilai tambah dapat dikurangi.. Tahap Control Pada tahap control dilakukan perbandingan hasil performansi sebelum perbaikan dengan keadaan sesudah dilakukan perbaikan. Hasil implementasi selanjutnya diolah dan dianalisa kembali untuk mengetahui apakah implementasi yang dilakukan dapat memberikan peningkatan hasil. HASIL Tahap Define Produk ban dalam mobil memiliki tingkat kecacatan rata-rata 6.9%. Produk ban dalam mobil ukuran 600-14 diteliti lebih lanjut karena paling banyak diproduksi dan memiliki persentase cacat terbesar. Identifikasi cacat dominan adalah cacat kurang matang pada proses curing dan cacat karena kotor. Diagram alir proses menunjukkan tahapan proses (2) A-4-3
yaitu pre-inspection pada bahan baku, proses mixing, proses extruding, proses talcing, proses splicing, proses curing serta proses finishing. Tahap Measure a. Pengukuran kecepatan produksi Pengukuran terhadap kecepatan produksi dimulai dengan menghitung waktu siklus dalam ukuran batch produksi, dimana dalam satu batch produksi terdapat 100 unit ban dalam mobil ukuran 600-14. Setelah didapatkan waktu baku untuk setiap elemen pekerjaan kemudian dilakukan identifikasi terhadap kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam Value-Added dan Non-Value-Added. Jumlah value-added time sebesar 18324.34 detik dan non-value-added sebesar 4429.17 detik. Selanjutnya menghitung Process Cycle Efficiency, diperlukan total waktu dari kegiatankegiatan yang memberikan nilai tambah bagi produk ( Value Added Time) dan waktu untuk menyelesaikan keseluruhan proses ( Total Lead Time). Process cycle efficiency sesuai persamaan (1) bernilai 29.1%. Hasil ini menunjukkan proses kurang efisien karena Non-Value Added Time proses jauh lebih besar dibanding dengan Value Added Time proses. Lead Time Process dipengaruhi Work in Process (WIP) sebanyak 13 batch produk ban dalam mobil, sedangkan Process Velocity dipengaruhi jumlah aktivitas yang dalam keseluruhan proses. Proses produksi ban dalam mobil ukuran 600-14 ini terdapat 38 aktivitas. Perhitungan lead time process yaitu: Total Lead Time/batch=waktu proses terpanjang=843,17detik=2,373 jam/batch 1 Waktu penyelesaian (batch/jam) = = 0.421 batch/jam Total Lead Time per batch Banyaknya WIP (batch) 13 batch Lead Time Process = = = 30.88 jam Waktu penyelesaian per jam 0.421 batch jam Kecepatan proses produksi ban dalam untuk mobil sesuai persamaan (2) yaitu 1.23 aktivitas untuk setiap jam kerjanya. Urutan Proses Tabel 1. Waktu Menunggu Proses Menunggu 3 Menunggu proses mixing 16.60 14 Menunggu proses extruding 383.64 19 Menunggu proses talcing 3994.33 23 Menunggu proses penyambungan compound 3487.80 30 Menunggu proses curing 16793.17 3 Menunggu proses finishing 274.01 Total Waktu Menunggu 32241.4 Waktu Menunggu (detik) Total Waktu Proses Menunggu 32241.4 detik Persentase Menunggu= = 1.29 % Total Lead Time 6283.1detik Hasil menunjukkan 1.29% waktu produksi adalah waktu menunggu proses selanjutnya. Tingginya kegiatan tidak bernilai tambah pada proses ini sangat merugikan karena kecepatan produksinya akan menjadi kecil, sehingga diperlukan suatu perbaikan untuk mengurangi waktu untuk menunggu tersebut. A-4-4
b. Pengukuran kualitas produk Pengukuran kualitas produksi yang dilakukan meliputi penjabaran Critical To Quality, pembuatan peta kendali p, kemudian menghitung DPMO serta menghitung tingkat sigma perusahaan. Jenis kecacatan pada proses produksi ban dalam untuk mobil yaitu LP (Lepas Pentil), KM (Kurang Matang), JP (Jepit Pentil), SB (Sambungan cacat), KT (Cacat karena kotoran), JL (Jepit Lebar), dan TPB (Tipis Bahan). Berdasarkan jenis cacat yang bersifat cacat atribut, maka digunakan peta kendali p karena data yang diamati adalah data cacat produk. Semua data berada dalam batas kontrol (proses in control), tidak ada titik-titik pengamatan/nilai proporsi cacat yang keluar dari batas kendali walaupun terdapat beberapa data yang mendekati batas kendali atas maupun batas kendali bawah dari peta kendali p. Maka proses terkendali. Hasil perhitungan DPMO (perkiraan jumlah cacat yang terjadi dalam satu juta kesempatan) didapat nilai DPMO sebesar 978, memperlihatkan bahwa dalam proses produksi ban dalam jenis mobil terdapat 978 kecacatan per satu juta kesempatan. Pengukuran nilai sigma dilakukan dengan mengkonversikan DPMO ke tingkat sigma yang disesuaikan dengan tabel konversi Six Sigma dan tingkat sigma yang diperoleh memberikan toleransi faktor pergeseran (shift) dari nilai rata-rata sebesar 1, sigma. dan tingkat sigmanya adalah 3,84 sigma. Dari hasil pengukuran DPMO dan tingkat sigma masih diperlukan analisa lebih lanjut dan perbaikan agar pihak perusahaan mampu mencapai 3,4 kegagalan dalam satu juta kesempatan sesuai tujuan program Six Sigma ini. Perhitungan terhadap data produk cacat menunjukkan bahwa data sudah stabil dan berada dalam batas kendali maka tindakan selanjutnya adalah mencari jenis cacat yang paling dominan. Jenis cacat yang paling dominan adalah cacat kurang matang, cacat karena kotoran, cacat sambungan dan cacat lepas pentil dengan jumlah presentase cacatnya sebesar 92.4%. Tahap Analyze Identifikasi dan analisa penyebab menggunakan diagram ishikawa, identifikasi cacat yang dominan digunakan metode FMEA ( Failure Modes and Effects Analysis), dan analisa akar permasalahan dengan menggunakan diagram Why/Why. Diagram Why/Why diketahui akar permasalahan, yaitu: a. Compound yang akan dimasak pada mesin heater kurang baik karena kurangnya pengawasan serta ketelitian dari operator dalam bekerja karena operator lelah dan bosan bekerja terlalu lama dengan terus menerus. b. Operator bekerja dengan terburu-buru untuk mengejar target produksi sebanyakbanyaknya sehingga mendapatkan uang insentif yang lebih besar. c. Belum adanya suatu standar yang pasti mengenai setting mesin optimum untuk faktor- faktor waktu curing, temperatur curing dan tekanan press. d. Temperatur lingkungan kerja yang cukup tinggi sehingga mengganggu performansi kerja operator. Failure Mode and Effect Analysis merupakan tool yang digunakan dalam mengidentifikasi dan menilai resiko yang berhubungan dengan potensial kegagalan. Dalam pembuatan Failure Mode and Effect Analysis ditentukan terlebih dahulu efek yang ditimbulkan dari kegagalan pada proses, penyebab dari kegagalannya dan kontrol yang dilakukan untuk mencegah terjadinya efek dari kegagalan proses tersebut. A-4-
Tabel 2. Analisis Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Process Function Potential Failure Modes Potential Failure Effects Severity Class Potential Causes Occurrence Current Controls Detectability Risk Priority Number Recommended Action Proses Curing Ban Dalam untuk Mobil Proses Splicing Ban Dalam untuk Mobil Proses curing ban yang kurang matang Lepasnya pentil pada ban dalam Sambungan ban kurang baik Pentil yang terjepit pada ban Tipisnya permukaan ban yang dihasilkan Kotoran yang menempel pada ban Ukuran lebar ban yang tidak sesuai / jepit lebar Ban rusak 8 harus diperbaiki harus di rework harus diperbaiki harus di rework Ban menjadi kotor harus di rework 7 7 7 7 2 Tekanan curing belum optimal Temperatur curing belum optimal Waktu curing belum optimal operator kurang teliti; pemasangan pentil tidak tepat operator kurang teliti; tekanan press kurang optimal operator kurang teliti; pemasangan pentil tidak tepat Bahan baku kurang tercampur rata; temperatur curing belum optimal banyaknya debu dari bagian talcing; kurangnya kipas penyedot debu Kurangnya pengawasan operator 6 4 6 Mengira-ngira tekanan curing Mengira-ngira temperatur curing Mengira-ngira waktu curing Pemasangan pentil dilakukan tanpa diinspeksi langsung Menggunakan mesin press dengan mengira-ngira Pemasangan pentil dilakukan tanpa diinspeksi langsung Mixing sesuai komposisi yang diberikan; mengirangira temperatur curing Kipas digunakan hanya pada bagian talcing Proses produksi dilakukan dengan pengamatan secara visual / atribut 3 144 2 70 2 70 2 70 3 84 2 24 2 0 Menentukan tekanan curing optimum Menentukan temperatur curing optimum Menentukan waktu curing optimum Mengawasi pemasangan pentil oleh operator Menentukan tekanan press optimum Mengawasi pemasangan pentil oleh operator Memperketat inspeksi oleh operator; Menentukan temperatur curing optimum Menambah kipas penyedot debu pada lantai produksi Memperketat pengawasan pada divisi extruding; mengukur ban yang diproduksi A-4-6
Dalam menyelesaikan masalah yang ada ditentukan dengan menghitung nilai RPN (Risk Priority Number) yang merupakan hasil perkalian antara nilai Severity (S), Occurance (O) dan Detectability (D). Penilaian yang dilakukan terhadap Severity (S), Occurance (O) dan Detectability (D) adalah berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada lantai produksi. Tabel FMEA dan perhitungan RPN dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai RPN terbesar harus mendapat prioritas karena paling banyak mengakibatkan cacat pada produk ban dalam mobil ukuran 600-14. Perbaikan dilakukan pada : Perbaikan untuk Mengurangi Cacat Produk (Six Sigma) Perbaikan diberikan untuk mengurangi cacat yang paling dominan, yaitu cacat kurang matang, dilakukan dengan perancangan eksperimen menggunakan percobaan faktorial 2 3 untuk memperoleh setting optimum dari mesin heater. Perancangan usulan perbaikan dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut, yaitu: 1. Mengidentifikasi faktor yang berpengaruh 2. Melakukan pengacakan urutan percobaan dengan software MINITAB R.13.1 3. Melakukan percobaan faktorial 2 3 dengan perhitungan ANOVA 4. Melakukan pemilihan setting mesin Faktor-faktor yang menyebabkan cacat kurang matang teridentifikasi menggunakan diagram ishikawa dan brainstorming adalah faktor-faktor yang dapat dikendalikan atau faktor yang nilainya dapat diatur atau dikendalikan yaitu Temperatur Curing (Faktor A), Waktu Curing (Faktor B) dan Tekanan Curing (Faktor C). Pengujian faktorial yang dilakukan yaitu pengujian faktorial 2 3 dengan menggunakan tiga faktor (temperatur curing, waktu curing, tekanan curing) serta dua level (level high dan level low). Pengujian dilakukan dengan replikasi sebanyak 3 kali setiap kombinasi setting dari 3 faktor yang berpengaruh, dimana satu kali replikasi diambil sampel sebanyak 100 unit ban dalam mobil ukuran 600-14. Pengacakan urutan percobaan dilakukan dengan software MINITAB R.13.1. Berdasarkan perhitungan dapat disimpulkan bahwa faktor temperatur curing dan faktor waktu curing memiliki pengaruh yang signifikan. Sedangkan untuk faktor tekanan curing tidak memiliki pengaruh yang signifikan dan tidak ada pengaruh signifikan dari interaksi ketiga faktor tersebut. Berdasarkan main effects plot dan cube plot dapat disimpulkan bahwa level terbaik untuk faktor temperatur curing (faktor A) adalah low (-1) yaitu 14 o C, faktor waktu curing (faktor B) adalah low (-1) yaitu menit, faktor tekanan curing (faktor C) adalah high (+1) yaitu 1 psi. Pemilihan level terbaik ini berdasarkan karakteristik kualitas smaller the better, maka dipilih level dengan jumlah reject yang lebih sedikit / proporsi cacat terkecil. Setting Optimal yang didapat adalah 1. Temperatur Curing (A) pada Level Low (14 o C) 2. Waktu Curing (B) pada Level Low ( Menit) 3. Tekanan Curing (C) pada Level High (1psi) Perbaikan untuk Meningkatkan Efisiensi Proses Produksi (Lean) Perbaikan diberikan untuk mengurangi total lead time proses produksi ban dalam mobil dan membakukan proses kerja operator dengan menerapkan Standard Operation Procedure untuk proses produksi ban dalam serta mengalokasikan operator untuk membantu penyusunan compound dan inspeksi. Tahap Evaluasi (Control) Jumlah value-added time perbaikan sebesar 182.8 detik dan non-value-added adalah sebesar 34638.92 detik. Process Cycle Efficiency perbaikan sebesar 31.36%, dimana A-4-7
hasil ini mengalami peningkatan sebesar 2.21%. Peningkatan ini menunjukkan adanya perbaikan proses. Kecepatan proses hasil perbaikan 1.39 aktivitas untuk setiap jam kerjanya dan menunjukkan peningkatan kecepatan proses sebesar 0.16 aktivitas/jam dari kecepatan proses aktual sebesar 1.23 aktivitas/jam. Peningkatan ini terjadi karena waktu terpanjang dalam proses pembuatan ban dalam mobil dapat direduksi. Tingkat sigma menjadi 3,96 sigma dan menunjukkan peningkatan nilai sigma sebesar 0.12 sigma dari sebelumnya. Hasil ini menunjukkan bahwa proses yang terjadi menjadi lebih baik. KESIMPULAN Penelitian telah menghasilkan peningkatan terhadap nilai sigma, peningkatan Process Cycle Efficiency dan peningkatan kecepatan proses. Perbaikan yang dilakukan terkait dengan pembuatan Standard Operation Procedure yang dibakukan, pengalokasian operator untuk membantu proses inspeksi dan penyusunan compound di lory agar lebih cepat dan perbaikan kualitas produk dengan perancangan eksperimen untuk memperoleh setting mesin heater yang terdiri dari temperatur curing (faktor A), waktu curing (faktor B) dan tekanan curing (faktor C) dengan percobaan faktorial 2 3. DAFTAR PUSTAKA Evans, James R dan William M Lindsay. 2007. Pengantar Six Sigma. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Gasperz, Vincent. 2002. Pedoman Implementasi Program Six Sigma. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Gaspersz, Vincent. 2007. Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Gaspersz, Vincent. 2008. The Executive Guide To Implementing Lean Six Sigma. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. George, Michael L. 2002. Lean Six Sigma. New York: McGraw-Hill Liker, Jeffrey K. 2006. The Toyota Way. Jakarta: Penerbit Erlangga. Montgomery, Douglas C. 2001. Introduction to Statistical Quality Control, 4 th edition. New York: John Wiley & Sons. Montgomery, Douglas C. 200. Design and Analysis Of Experiments, 6 th edition. New York: John Wiley & Sons. Pande, Peter S, Robert dan Larry R Cavanagh. 2002. The Six Sigma Way. Yogyakarta: Penerbit Andi. Walpole, Ronald E. 199. Pengantar Statistika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. http://vibizmanagement.com/journal.php?id=41&sub=journal&page=quality. 2008. Pendekatan Lean Six Sigma di POSCO [30 Juni 2008]. Lusiana, Ama. 2007. Analisis Pengendalian Kualitas Produk dengan Menggunakan Metode Six Sigma pada PT Sandang Nusantara Unit Patal Secang..http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/index/assoc/HASH642/0a7 6dbc7.dir/doc.pdf [1 April 2007]. Mayfield, Philip. 2008. FMEA Tutorial. www.sigmazone.com/gondola_lift_fmea.htm. A-4-8