METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Jenis dan Sumber Data

dokumen-dokumen yang mirip
1 PENDAHULUAN. Gambar 1 Perkembangan Global Perikanan Tangkap Sejak 1974

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

POLITIK HUKUM PENGELOLAAN PERIKANAN TUNA DI LAUT LEPAS OLEH RFMO

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IV METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di kawasan Kalimalang, Jakarta Timur.

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

III. METODE KAJIAN A. Pengumpulan Data

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan Pemerintah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 26

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DI LAUT LEPAS

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Sampel

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk pembuat keputusan, pengambil keputusan,

IV. METODE PENELITIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Responden

ASPEK LEGAL INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL IMPLEMENTASI PENGAWASAN SUMBERDAYA PERIKANAN

BAB IV METODE PENELITIAN

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data

III. METODE KAJIAN A. Pengumpulan Data Pengumpulan data yang digunakan adalah : 1. Pengumpulan data primer melalui survei lapangan, wawancara

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

3 METODE PENELITIAN. Gambar 10 Lokasi penelitian.

IV. METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

III. METODE PENELITIAN

4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik

IV. METODE PENELITIAN. di industri perunggasan khususnya telur ayam ras petelur. AAPS berlokasi di km

BAB 3 METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Metode Kerja Pengumpulan Data

IV. METODE PENELITIAN

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Mulya Kencana Kecamatan Tulang Bawang

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODE PROBLEM SOLVING

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE KAJIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

2 Mengingat b. bahwa untuk itu perlu menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Kelautan dan

III. METODE KAJIAN. Data kajian ini dikumpulkan dengan mengambil sampel. Kabupaten Bogor yang mewakili kota besar, dari bulan Mei sampai November

BAB III METODOLOGI. benar atau salah. Metode penelitian adalah teknik-teknik spesifik dalam

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3 METODOLOGI PENELITIAN

2 Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lemb

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 27 /MEN/2009 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN

III. METODE KAJIAN. B. Pengolahan dan Analisis Data

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV. METODE PENELITIAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2009 TENTANG

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Menurut

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III. Metodologi Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai dengan Maret 2011, mulai

BAB IV METODE PENELITIAN. keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak di

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian merupakan segala sesuatu yang mencakup

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode analisis

IV METODE PENELITIAN

III. METODE KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Pengumpulan Data

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Batu Bara pada ruang

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.14/MEN/2011 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.05/MEN/2008 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

IV METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI A. Lokasi dan Waktu B. Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Wilayah Spawing Ground dan Migrasi Tuna Sirip Biru (Anthony Cox, Matthew Stubbs and Luke Davies, 1999)

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Magang Kegiatan magang ini berlokasi di permukiman Telaga Golf Sawangan, yang terletak di Depok.

III METODE PENELITIAN. Daerah penelitian adalah wilayah pesisir di Kecamatan Punduh Pidada,

penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan alternatif strategi yang lebih objektif.

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Metode Penentuan Sampel

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Prosedur Penelitian Pengumpulan Data

3. METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

Analisis SWOT Deskriptif Kualitatif untuk Pariwisata

III. METODE KAJIAN A. Pengumpulan data B. Metode Analisis

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Rancangan dan Ruang Lingkup Penelitian. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif kualitatif yang menurut

III. METODE PENELITIAN

N = Ukuran populasi. IFE, EFE, SWOT dan QSP. Beberapa metode analisis yang digunakan dapat. a. Analisis Deskriptif. Keterangan : n = Jumlah sampel

III. METODE KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kajian

Transkripsi:

39 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung, Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Pertimbangannya adalah Bitung salah satu basis nelayan yang melakukan penangkapan ikan di ZEEI Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik yang dikelola oleh WCPFC. Penelitian dilaksanakan pada sepanjang tahun 2012 meliputi tahap persiapan, pengambilan data lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan disertasi serta konsultasi. 3.2 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian survei, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data utama. Menurut Durianto, et. al. (2001), penelitian survei adalah metode penelitian deskriptif yaitu metode penelitian untuk membuat gambaran suatu kejadian. Metode survei dilakukan bila data yang dicari sebenarnya sudah ada di lapangan atau obyek penelitiannya telah jelas. Data yang digunakan, yaitu: 1) Data Primer. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan mengenai karakteristik nelayan purse seine yang melakukan penangkapan baby tuna di Bitung. Data primer yang digunakan berupa pemberian kuesioner kepada subyek penelitian dengan wawancara secara intensif dan mendalam (in-depth interview). 2) Data Sekunder. Data sekunder diperoleh publikasi Komisi WCPFC dan instansi terkait, seperti Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bitung, Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung, Satuan Kerja Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Bitung, dan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Data sekunder yang digunakan berupa Laporan Tahunan dan Basis Data Komisi WCPFC, Laporan Tahunan Kementerian Kelautan dan Perikanan dan data penunjang lainnya, laporan tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bitung, Laporan

40 Tahunan Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung dan Laporanan Tahunan Satuan Kerja Pengawas Sumberdaya Kelautan dan Perikanan. Data atau informasi yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode triangulasi, yaitu penggunaan berbagai metode yang saling melengkapi (Mulyana, 2001). Menurut Sitorus (1998) triangulasi dapat diartikan sebagai "kombinasi sumber data" yang memadukan sedikitnya tiga metode, seperti pengamatan, wawancara dan analisis dokumen. Pengamatan dilakukan secara langsung di lapangan, sedangkan wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (Mulyana, 2001). Wawancara mendalam atau wawancara tak berstruktur adalah metode yang selaras dengan perspektif interaksionisme simbolik, karena hal tersebut memungkinkan pihak yang diwawancara untuk mendefinisikan dirinya sendiri dan lingkungannya, untuk menggunakan istilah-istilah mereka sendiri mengenai fenomena yang diteliti, tidak sekedar menjawab pertanyaan. Sementara analisis dokumen dilakukan dengan cara mendalami berbagai informasi penting seperti literatur dan teori organisasi pengelolaan perikanan regional yang berkaitan dengan dasar hukum serta dampak yang ditimbulkan dari suatu ratifikasi. Kelebihan metode triangulasi ini adalah saling menutupi kelemahan antara satu metode dengan metode lainnya, sehingga hasil yang diharapkan dari realitas sosial masyarakat menjadi lebih valid. 3.3 Metode Pengambilan Sampel Populasi penelitian ini adalah nelayan yang menggunakan alat tangkap purse seine yang mendaratkan ikan di PPS Bitung. Pemilihan responden nelayan purse seine didasarkan pada penangkapan baby tuna dilakukan menggunakan alat tangkap purse seine. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode sensus terhadap nelayan purse seine yang melakukan penangkapan ikan di wilayah WCPFC dan melakukan pendaratan ikan di PPS Bitung. Berdasarkan data yang diperoleh dari PPS Bitung, armada tangkap purse seine yang melakukan penangkapan ikan di WCPFC dan mendaratkan ikan di PPS Bitung sebanyak 15 unit. Teknik sensus digunakan karena jumlah populasi yang menjadi responden dapat dijangkau untuk dilakukan wawancara.

41 3.4 Metode Analisis Data Ada tiga analisis pokok yang akan dilakukan dalam penelitian ini, yaitu analisis hukum, analisis AWOT dan analisis willingness to accept (WTA). Masing-masing metode analisis dijabarkan sebagai berikut. 3.4.1 Analisis Peraturan Perundang-Undangan Analisis peraturan perundang-undangan yang digunakan adalah analisis yuridis normatif dan analisis yuridis komparatif. Pendekatan analisis yuridis normatif dilakukan untuk mengetahui atau mengenal pengaturan hukum internasional dan hukum nasional dalam mengatur pengelolaan perikanan yang beruaya terbatas dan beruaya jauh di laut lepas, seperti UNCLOS 1982, FAO Compliance Agreement 1993, UNFSA 1995, dan sumber hukum lain seperti Code of Conduct for Responsible Fisheries 1995 dan IPOA on IUU Fishing 2001, serta peraturan perundang-undangan nasional yang berhubungan dengan pengelolaan perikanan, seperti Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention On The Law Of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut), Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, dan Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah melalui Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 serta beberapa peraturan pelaksananya seperti peraturan pemerintah dan keputusan/peraturan menteri. Pengaturan yang terkait dengan pengelolaan perikanan regional dapat dilihat pada Tabel 5. Sementara pendekatan analisis yuridis komparatif digunakan untuk melakukan perbandingan antara ketentuan-ketentuan hukum internasional dan peraturan perundang-undangan nasional untuk melihat persamaan dan perbedaan dalam pengaturan pengelolaan perikanan yang beruaya terbatas dan beruaya jauh di laut lepas.

42 Tabel 5 Pengaturan yang Terkait dengan Pengelolaan Perikanan Regional No Peraturan Keterangan Hukum dan Ketentuan Internasional 1. United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 2. Agreement to Promote Compliance with International Conservation and Management Measures by Fishing Vessels on the High Seas, 1993. 3. United Nations Implementing Agreement/UNIA) 1995 4. Tata Laksana Perikanan Yang Bertanggung Jawab (Code of Conduct for Responsible Fisheries) 1995 5. International Plan of Action on IUU Fishing 2001 Membahas masalah pengelolaan perikanan di ZEE dan Laut Lepas Persetujuan ini berlaku untuk semua kapal perikanan dengan maksud untuk meningkatkan penaatan kapal-kapal perikanan terhadap ketentuan-ketentuan konservasi sumber-sumber perikanan di laut lepas. Membahas masalah konservasi dan pengelolaan jenis-jenis ikan yang beruaya terbatas dan jenis-jenis ikan yang beruaya jauh. Merupakan penjabaran secara terperinci untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang termuat di dalam UNIA 1995. Merupakan penjabaran secara terperinci untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang termuat di dalam CCRF 1995, khususnya terkait pemberantasan IUU Fishing. Konvensi dan WCPFC 6. Konvensi WCPFC Mengatur keanggotaan, meliputi hak dan kewajiban negara anggota, Negara bendera kapal, dan Contracting Non-Member 7. Conservation and Management Measures Mengatur pelaksanaan lebih lanjut ketentuan yang tertuang dalam Konvensi WCPFC 8. Resolusi Aturan teknis yang ditetapkan oleh WCPFC Undang-Undang Peraturan Nasional 9. UU No. 31 Tahun 2004 mengamanatkan Pemerintah ikut serta secara aktif dalam tentang Perikanan keanggotaan badan/lembaga/organisasi regional dan sebagaimana diubah internasional dalam rangka kerja sama pengelolaan dengan UU No. 45 perikanan regional dan internasional Tahun 2009 10. UU No. 17 tahun 2008 Mengatur kapal dan persyaratan pelayaran tentang Pelayaran 11. UU No. 21 Tahun 2009 Mengesahkan Agreement for the Implementation of the Provisions of the United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 Relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks 12. PP No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan Mengatur Negara bendera kapal dan persyaratan pelayaran kapal 13. PP No. 30 Tahun 2008 tentang Mengatur kegiatan penelitian perikanan di wilayah hukum Indonesia Penyelenggaraan Penelitian Dan Pengembangan Perikanan 14. PP No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhan Mengatur kegiatan di pelabuhan dalam rangka pelaksanaan fungsi pemerintahan dan pengusahaan

43 No Peraturan Keterangan 15. Permen KP No. Per.05/Men/2007 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan 16. Permen KP No. Per.01/Men/2009 tentang Wilayah Pengelolan Perikanan Republik Indonesia 17. Permen KP No. Per.18/Men/2010 tentang Logbook Penangkapan Ikan 18. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No Per.02/Men/2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia sebagaimana diubah dengan Permen KP No. Per.05/Men/2012 19. Kepmen KP No. Kep.45/Men/2011 tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia 20. Permen KP No. Per.08/Men/2012 tentang Kepelabuhanan Perikanan 21. Permen KP No. Per.12/Men/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Laut Lepas 22. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Per.30/Men2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia Mengamanatkan kewajiban penggunaan transmitter atau Vessel Monitoring System (VMS) Mengatur pembagian wilayah pengelolaan perikanan RI menjadi 11 bagian Mengatur kewajiban pelaksanaan logbook penangkapan ikan dalam, setiap kegiatan pemanfaatan perikanan Mengatur penggunaan alat tangkap dan alat bantu penangkapan ikan berdasarkan ukuran GT dan wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia Menetapkan estimasi potensi perikanan dan status perikanan Indonesia Mengatur kegiatan pelabuhan perikanan, khususnya dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan dalam menekan praktikpraktik IUU Fishing Mengatur kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh kapal perikanan berbendera Indonesia di laut lepas Mengatur kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh kapal perikanan berbendera Indonesia di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia

44 3.4.2 Willingness to Accept (WTA) Setelah survey dilaksanakan, tahap berikut adalahnya menghitung nilai rataan dari WTA untuk setiap responden. Perhitungan ini didasarkan pada nilai mean rataan. Nilai rataan dapat diperoleh dari hasil perhitungan yang mengacu pada FAO (2000) yang diacu oleh Adrianto (2006), yaitu: Analisis berikutnya adalah pendugaan kurva penawaran akan dilakukan menggunakan persamaan berikut ini: WTA Keterangan: : f (Umur, Pendidikan, Pendapatan, Lingkungan, Pengetahuan, Kepentingan, Persetujuan, Pemanfaatan, Aturan, Perdagangan, Dampak) WTA : Nilai WTA Responden Umur : Umur responden (tahun) Pendidikan : Tingkat pendidikan (sekolah) Pendapatan : Tingkat pendapatan (Rp/Bulan) Lingkungan : Pengetahuan terhadap kondisi perikanan dan ekosistemnya Pengetahuan : Tingkat pengetahuan terhadap hokum Kepentingan : Tingkat kepentingan terhadap sumberdaya ikan Persetujuan : Persepsi persetujuan terhadap ratifikasi Konvensi WCPFC Pemanfaatan : Tingkat pemanfaatan terhadap baby tuna di wilayah WCPFC Aturan : Tingkat pengetahuan terhadap aturan pemanfaatan Konvensi WCPFC Perdagangan : Tingkat pengetahuan responden terhadap aturan perdagangan Dampak : Persepsi responden terhadap perkembangan aturan yang mengakibatkan larangan perdagangan 3.4.3 Analisis AWOT Analisis kebijakan yang digunakan dalam penelitian adalah AHP dan SWOT, kedua analisis tersebut akan diuraikan dibawah ini. 3.4.3.1 Analisis SWOT Analisa SWOT adalah suatu metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan (Strengths), Kelemahan (Weaknesses), Peluang (Opportunities), dan Ancaman (Threats) yang mungkin terjadi dalam mencapai suatu tujuan dari kegiatan proyek/kegiatan usaha atau institusi/lembaga dalam skala yang lebih luas. Untuk keperluan tersebut diperlukan kajian dari aspek lingkungan baik yang berasal dari lingkungan internal maupun eskternal yang memengaruhi pola strategi institusi/lembaga dalam mencapai tujuan.

45 Analisis SWOT merupakan bagian dari proses perencanaan. Hal utama yang ditekankan adalah bahwa dalam proses perencanaan tersebut, suatu institusi membutuhkan penilaian mengenai kondisi saat ini dan gambaran ke depan yang memengaruhi proses pencapaian tujuan institusi. Dengan analisa SWOT akan didapatkan karakteristik dari kekuatan utama, kekuatan tambahan, faktor netral, kelemahan utama dan kelemahan tambahan berdasarkan analisa lingkungan internal dan eksternal yang dilakukan. Dari analisa tersebut potensi dari suatu institusi untuk bisa maju dan berkembang dipengaruhi oleh : bagaimana institusi memanfaatkan pengaruh dari luar sebagai kekuatan tambahan serta pengaruh lokal dari dalam yang bisa lebih dimaksimalkan. Terdapat beberapa metodologi dalam penyusunan SWOT. Johnson dan Scholes menjelaskan bahwa dalam penyusunan SWOT terdapat empat langkah utama yang harus dilakukan, yaitu 1) Mengidentifikasi existing strategy yang telah ada dalam institusi sebelumnya. Strategi ini bisa jadi bukan merupakan strategi yang disusun berdasarkan kebutuhan institusi menghadapi gejala perubahan lingkungan eskternal yang ada melainkan merupakan strategi turunan yang telah ada sejak lama dipegang institusi. 2) Mengidentifikasi perubahan-perubahan lingkungan yang dihadapi institusi dan masih mungkin terjadi di masa mendatang. 3) Membuat cross tabulation antara strategi yang ada saat ini dengan perubahan lingkungan yang ada. 4) Menentukan katagorisasi kekuatan dan kelemahan berdasarkan penilaian apakah strategi yang saat ini ada masih sesuai dengan perubahan lingkungan di masa mendatang : Jika masih sesuai strategi tersebut menjadi kekuatan/peluang, dan sudah tidak sesuai merupakan kelemahan. Penentuan kebijakan alternatif dianalisis menggunakan SWOT. Tahap pertama dalam analisis ini adalah pembuatan tabel internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (ancaman dan peluang) yang memengaruhi pengembangan perikanan tangkap. Faktor-faktor yang akan diisi pada tabel

46 internal dan eksternal didasarkan pada kondisi sebenarnya yang diupayakan sekuantitatif mungkin (Tabel 6). Tabel 6 Faktor Internal dan Eksternal Faktor internal Kekuatan...... Kelemahan...... Faktor Eksternal Ancaman...... Peluang Sumber : Rangkuti (2005) Tahap kedua yaitu pembuatan matriks Faktor Strategi Internal (IFAS) dan eksternal (EFAS). Pembuatan matriks dilakukan sebagai berikut ( Rangkuti 2005): 1) Pada kolom satu diisi dengan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan (matriks internal) serta peluang dan ancaman (matriks eksternal); 2) Beri bobot pada masing-masing faktor pada kolom dua, dimulai dari 0,0 ( t tidak penting) hingga 1,0 (sangat penting) bobot ditentukan berdasarkan penilaian antara faktor horizontal dan vertikal beri nilai satu apabila faktor vertikal lebih besar pengaruhnya dari faktor horizontal, beri nilai dua apabila faktor horizontal dan vertikal memberikan pengaruh yang seimbang dan beri nilai tiga bila faktor horizontal memberikan pengaruh lebih besar dari faktor vertikal; 3) Pada kolom tiga diisi rating dari masing-masing faktor, dimulai dari empat (pengaruhnya sangat besar) sampai satu (pengaruhnya sangat kecil). Untuk ancaman dan kelemahan adalah sebaliknya. Apabila ancaman dan kelemahan sangat besar, maka diberi nilai satu sedangkan apabila ancaman dan kelemahannya sangat kecil maka nilainya empat ; 4) Pada kolom empat diisi perkalian antara bobot dengan rating; 5) Jumlahkan total skor yang didapatkan dari kolom empat.

47 Nilai total tersebut menunjukkan bagaimana reaksi suatu organisasi atau instansi terhadap faktor internal dan eksternal. Perhitungan nilai dimulai dari satu hingga empat. Kriteria nilai adalah sebagai berikut: 1) Penentuan kebijakan yang akan diambil sangat sulit dilakukan karena faktor internal dan eksternal sangat tidak mendukung; 2) Penentuan kebijakan sulit dilakukakan karena masih banyak faktor yang belum mendukung dalam penentuan kebijakan; 3) Penentuan kebijakan lebih mudah dilakukan karena banyaknya faktor pendukung dalam penentuan kebijakan meskipun masih ada beberapa faktor yang kurang mendukung; 4) Penentuan kebijakan sangat baik untuk dilakukan karena faktor internal dan eksternal sangat mendukung dalam pengambilan keputusan untuk menentukan kebijakan yang akan diambil. Tabel 7 Faktor Strategi Internal (IFAS) Faktor Internal Bobot Rating Bobot x Rating 1. Kekuatan (hal 30,point 2 IFAS) (hal 31, point 3 IFAS) (perkalian antara bobot dengan rating) 2. Kelemahan Sumber: Rangkuti (2005) Tabel 8 Faktor Strategi Eksternal (EFAS) Faktor Eksternal Bobot Rating Bobot x Rating 1. Peluang (misal: 0,1) (misal: 4) (misal: 0,1x4 = 0,4) 2. Ancaman Sumber : Rangkuti (2005)

48 Faktor-faktor yang dimasukkan dalam matriks IFE dan EFE, jumlah nilai terbobot dapat berkisar antara 1,0 yang terendah hingga 4,0 yang tertinggi dan 2,5 sebagai rata-rata. Total nilai terbobot yang jauh di bawah 2,5 merupakan ciri organisasi yang lemah secara internal. Sedangkan jumlah yang jauh di atas 2,5 menunjukkan posisi organisasi kuat secara internal. Tahap ketiga adalah analisis data yang dilakukan dengan pembuatan tabel strategi SWOT. Tabel 9 Tabel SWOT EFAS Oportunities (O)... Threats (T)...... IFAS Sumber: Rangkuti (2005) Strengths (S)...... Strategi SO (Strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang) Strategi ST (Strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman) Weaknesses (W)...... Strategi WO (Srategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang) Strategi WT (Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman) Strategi-strategi yang dihasilkan merupakan suatu langkah yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan kebijakan terbaik yang dapat dilaksanakan. Matriks internal-eksternal (IE) didasarkan pada dua dimensi kunci, yaitu total nilai IFE dan EFE yang diberi bobot. Sumbu X adalah total nilai IFE yang diberi bobot dan sumbu Y adalah total nilai EFE yang diberi bobot. Matriks IE dapat dibagi menjadi tiga bagian utama yang mempunyai dampak strategi yang berbeda, yaitu : 1) Divisi yang masuk dalam sel I, II dan IV merupakan kondisi tumbuh dan membangun. Strategi yang digunakan adalah strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk) atau strategi integratif (integrasi kedepan, integrasi kebelakang dan integrasi horizontal).

49 Total nilai EFE yang diberi bobot Tinggi 3.0-4.0 Sedang 2.0-2.99 Rendah 1.0-1.99 Total nilai IFE yang diberi bobot Kuat 3.0-4.0 I IV VII Rata-rata 2.0-2.99 II V VIII Lemah 1.0-1.99 III VI IX Sumber : David (2003) Gambar 6 Matriks internal-eksternal (IE) 2) Divisi yang masuk dalam sel III, V dan VII merupakan strategi pertahankan dan pelihara. Strategi yang banyak digunakan adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk. 3) Divisi yang masuk dalam sel VI, VIII dan IX merupakan kondisi yang tidak menguntungkan. Strategi yang digunakan adalah strategi defensif (divestasi dan likuidasi). 3.4.3.2 Analytical Hierarchy Process (AHP) Dalam rangka menyusun strategi kebijakan Indonesia di WCPFC, berdasarkan faktor internal dan eksternal yang mempunyai nilai pengaruh penting, serta mempertimbangkan preferensi dari aktor yang terlibat, perlu dilakukan analisis AWOT yang merupakan integrasi antara analisis SWOT dan Analytical Hierarchy Process (AHP) atau Proses Hirarki Analitik (PHA). AHP merupakan teknik pengambilan keputusan yang pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang professor di Whartson School of Business pada tahun 1970 an. AHP pada dasarnya didesain untuk menangkap secara rasional persepsi orang yang berhubungan erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang didesain untuk sampai pada suatu kala preferensi

50 diantara berbagai alternatif. AHP banyak digunakan pada keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya dan penentuan prioritas dari strategi-strategi yang dimiliki pemain dalam situasi konflik. AHP merupakan proses pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem. Pada penyelesaian persoalan dengan AHP terdapat beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain: a. Dekomposisi, setelah permasalahan atau persoalan didefinisikan, maka perlu dilakukan dekomposisi yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsurunsurnya. Untuk mendapatkan hasil yang hasil yang akurat, maka dilakukan pemecahan terhadap unsur-unsur tersebut sampai tidak dapat dipecah lagi, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tersebut. b. Comparative Judgement, yaitu membuat penilaian tentang kepentingan relatif diantara dua elemen pada suatu tingkatan tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari PHA karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen yang disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison. c. Synthesis of Priorrity, yaitu melakukan sintesis prioritas atau mencari nilai eigenvektor-nya dari setiap matrik pairwise comparison untuk mendapatkan prioritas lokal. Matrik pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, oleh karena itu untuk mendapatkan prioritas global harus dilakukan sintesis diantara prioritas lokal. d. Logical Consistency, konsistensi memiliki dua makna, yaitu (1) obyek-obyak yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansinya. (2) tingkat hubungan antara obyek-obyek didasarkan pada kriteria tertentu. Berdasarkan pada prinsip-prinsip di atas, beberapa keuntungan menggunakan AHP sebagai alat analisis adalah sebagai berikut: (Saaty, 1993) a. AHP memberi model tunggal yang mudah dimengerti dan luwes untuk beragam persoalan yang tidak terstruktur. b. AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan komplek.

51 c. AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam satu sistem dan tidak memaksakan penilaian linier. d. AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur serupa dalam setiap tingkat. e. AHP memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud untuk mendapatkan prioritas. f. AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas. g. AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif. h. AHP mempertimbangkan prioritas raltif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka. i. AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis hasil yang representatif dari penilaian yang berbeda-beda. j. AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan. Tahapan analisis dalam penentuan prioritas strataegi kebijakan dengan metode AWOT sebagai berikut : a. Penyusunan model strategi kebijakan di WCPFC secara terintegrasi. Penyusunan model strategi kebijakan geopolitik ditujukan untuk menyederhanakan kompleksitas permasalahan pengelolaan perikanan di laut lepas yang dihadapi sehingga dapat dianalisis secara sistematis. Model ini disusun dengan cara membuat struktur hierarki permasalahan yang terdiri dari lima tingkatan seperti ditunjukkan pada Gambar 7. Dalam hal ini, model strategi kebijakan geopolitik disusun berdasarkan hasil analisis SWOT dan pertimbangan dari pakar yang kompeten. b. Penentuan tingkat kepentingan relatif antar elemen model. Tingkat kepentingan relatif dari elemen-elemen model kebijakan ditentukan melalui

52 perbandingan berpasangan (painwise comparison). Pada masing-masing tingkatan hierarki, responden (pakar terpilih) diminta untuk membandingkan tingkat kepentingan relatif antara satu elemen terhadap elemen lainnya. c. Penentuan prioritas dari alternatif-alternatif program. Untuk menentukan prioritas dari alternatif-alternatif program, bobot kepentingan dari masingmasing elemen model pada setiap tingkatan hierarki digabungkan dengan cara penjumlahan terboboti (weighted summation). Dalam penelitian ini, proses tersebut dilakukan dengan bantuan perangkat lunak ExpertChoice. Hasil akhir yang diperoleh adalah bobot kepentingan yang menunjukkan prioritas dari alternatif-alternatif program yang dianalisis. Gambar 7 Struktur Hirarki dengan Metode Analisis AWOT