Bab IV Hasil dan Pembahasan

dokumen-dokumen yang mirip
Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Definisi. Ketentuan PPh Pasal 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

Bab II Tinjauan Pustaka

vii Tinjauan Mata Kuliah

Bab III Pelaksanaan Penelitian

TINDAK LANJUT AMNESTI PAJAK

PJ.091/PPh/S/004/ TINDAK LANJUT AMNESTI PAJAK

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Dalam setiap perusahaan yang belum mampu melakukan pembukuan maka

PAJAK PAJAK DEPARTEMEN IKK - IPB

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH HUKUM PAJAK** (EB) KODE / SKS : KD / 2 SKS

Gaji dalam 1 tahun : 12 x Rp ,00 = Rp ,00 PTKP : Rp ,00 Rp ,00 Gaji yang kena pajak : Rp

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini bisa kita lihat bersama Pemerintah sedang melakukan

PAJAK PAJAK DEPARTEMEN IKK - IPB

BAB I PENDAHULUAN. mencanangkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Nama :... (1) NPWP :... (2) Alamat :... (3) Daftar Jumlah Penghasilan dan Pembayaran PPh Pasal 25. Peredaran Usaha (Perdagangan) Alamat

BAB I PENDAHULUAN. Negara agar dapat menjadi sebuah Negara yang lebih maju. Pembangunan sangat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Sebagian masyarakat telah menganggap pajak sebagai

PAJAK PERUSAHAAN Pajak penghasilan perusahaan Pajak pihak ketiga PPN dan PPnBM Pajak Lain-lain 2

Kenapa Harus Ikut - TAX AMNESTY. By SA.Edy Gunawan SE., SH., Ak., M.Ak., CLA (Senior Partner Ofisi Prima Consulting)

BAB I PENDAHULUAN. faktor yang ikut mendorong pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

MK. MANAJEMEN KEUANGAN KONSUMEN (IKK

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Sunset Policy Terhadap Jumlah Wajib Pajak Terdaftar

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. maupun pembangunan. Sebagai salah satu penerimaan negara, baik pemerintah

METODE PENGHITUNGAN PBB TERHUTANG BERDASARKAN KEMAMPUAN MEMBAYAR WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI. Oleh : MAHFUD NIM :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak memegang peranan utama dalam keberlangsungan negara. Postur

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

Perbedaan Data antara SPT Tahunan PPh dengan Profil Wajib Pajak

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Perencanaan Pajak melalui Pajak Penghasilan Pasal 21 yang. diterima karyawan dengan menggunakan Metode Net

BADAN KANTOR PELAYANAN PAJAK ORANG PRIBADI. Syarat Objektif Syarat Subjektif. Wilayah tempat kedudukan. Wilayah tempat tinggal

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumber dana bagi pendapatan negara berasal dari pajak. Pajak

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/2012

Fransisca Hanita Rusgowanto S,Kom. M,Ak

BAB 4 PEMBAHASAN. Bentuk usaha ini memiliki ciri dan karakter masing masing. Ada yang hanya bertujuan

KOP SURAT PT POS INDONESIA (Persero)

PENGHASILAN. Oleh Iwan Sidharta, MM.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambar an Umum Objek Pe nelitian

PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN. 1. Bagian-bagian dalam proses perhitungan pajak penghasilan PPh

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA

TARIF DAN DASAR PENGENAAN PAJAK. *) Diedit dari slide Bapak Rachmad Utomo

ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 TERHADAP PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM DIRJEN PAS EDI WAHYUDI /

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Berdasarkan UU No 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. pembahasan mengenai perbandingan dan perhitungan PPh pasal 21 Metode

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah kegiatan yang berkesinambungan dengan tujuan utama untuk

DASAR HUKUM DAN TERMINOLOGI PBB

Tax Amnesty. Ungkap Tebus Lega - - PERSEK SALAKI & SALAKI Ph.: (021) / 49906

Susanti, Liberti Pandiangan

Panduan Pengisian E-Filing 1770S (Penghasilan Bruto lebih dari 60 juta rupiah)

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 28/PJ/2012 TENTANG

SILABUS RANCANGAN PEMBELAJARAN SEMESTER GANJIL

KONTRAK PERKULIAHAN PERPAJAKAN II (S1 AKUNTANSI)

LAMPIRAN KHUSUS SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

BAB I PENDAHULUAN. kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

PPh Pasal 24. Pengertian. Andi Wijayanto, S.Sos., M.Si

ATURAN UMUM PENENTUAN PAJAK TERUTANG

BAB XXI AKUNTANSI PERPAJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. dukungan dana terutama yang berasal dari penerimaan dalam negeri. dari sektor pajak disajikan pada Tabel I di bawah ini:

Akuntansi Pajak Atas Liabilitas (Kewajiban)

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-...(1)...

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial politik, hukum, pertahanan dan keamanan; b. Fungsi alokasi, yaitu fungsi pemerintah sebagai penyedia barang publik,

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

ekonomi K-13 PERPAJAKAN K e l a s A. PENGERTIAN PAJAK Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

Saat menerima. Penghasilan

LAMPIRAN I. Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak : di...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No dan investasi Harta ke dalam wilayah NKRI, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak, dan bagi Wajib Pajak yang tidak mengik

Nama : Siti Rismaini NPM : Kelas : 3 DA 03

BAB I PENDAHULUAN. namun dengan meningkatnya daya beli masyarakat, permintaan akan suatu barang

RENCANA PERKULIAHAN SEMESTER

BAB IV PEMBAHASAN. Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang

Penghitungan PPh Akhir Tahun

2017, No tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tenta

PENERAPAN PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) Pasal 21 Pada PT. XYZ. : Dedi Sudjana NPM : Dosen Pembimbing : Riyanti SE., MM.

BAB I PENDAHULUAN. dan penerimaan dari sektor bukan pajak. Sumber penerimaan yang. tahun terakhir selalu mengalami kenaikan.

BAB 4 PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Fatimah Azzahra Pembimbing : Budiasih, SE, MMSi

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR LAMPIRAN... x. 1.1 Latar Belakang...1

PERMOHONAN PENGURANGAN PBB. Nomor :...(1)...(2) Lampiran :...(3) Hal : Permohonan Pengurangan PBB

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. pendaftaran NPWP bagi Wajib Pajak potensial di wilayah kerja KPP Pratama Jakarta

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-02/PJ/2012 TENTANG

6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pada zaman orde baru mengandalkan penerimaan negara pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. Mengingat adanya dua fungsi yang melekat pada pajak (budgetair dan

ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 UNTUK PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA KANTOR DIREKTORAT JENDERAL KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

Transkripsi:

21 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Gambaran Umum Sampel Data sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 211 WP, dengan distribusi sampel berdasarkan nilai tanah per m2, nilai bangunan per m2, dan penghasilan bersih setelah pajak penghasilan dapat dilihat pada tabel IV.1, tabel IV.2, dan tabel IV.3 di bawah ini. Daftar rincian dan peta sebarannya dapat dilihat pada lampiran 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 Tabel IV.1 Berdasarkan Kelas Tanah dan Kelas Bangunan Nilai Bangunan Nilai Tanah Sederhana Menengah Mewah Rendah 12 0 0 Sedang 17 0 0 Tinggi 168 14 0 Tabel IV.2 Berdasarkan Kelas Tanah dan Penghasilan Setelah PPh Pengh. Stlh PPh di bawah PTKP 0,- 25 jt 50 jt 100 jt di atas 200 jt Kelas Tanah 25 jt 50 jt 100 jt 200 jt Rendah 3 5 3 0 0 1 Sedang 2 3 8 1 2 1 Tinggi 21 68 30 23 15 25 Tabel IV.3 Berdasarkan Kelas Bangunan dan Penghasilan setelah PPh Pengh. Stlh PPh di bawah PTKP 0,- 25 jt 50 jt 100 jt di atas 200 jt Kelas Bangunan 25 jt 50 jt 100 jt 200 jt Sederhana 25 72 40 22 14 24 Menengah 1 4 1 2 3 3 Mewah 0 0 0 0 0 0

22 Berdasarkan tabel tabel di atas dapat diperoleh gambaran umum sampel sebagai berikut : - Sebagian besar WP memiliki rumah dengan bangunan rumah kategori sederhana (197 WP) yang sebagian besarnya tersebar di kelas tanah tinggi (186 WP), dan yang lainnya berada di kelas tanah sedang (17 WP) dan kelas rendah (12 WP). Ada pun sisanya 14 WP memiliki bangunan kategori menengah dan berada di kelas tanah tinggi. - Ada pun berdasarkan penghasilan, sebagian besar WP (197) tersebar merata di kelas bangunan rendah dan sisanya (14 WP) memiliki bangunan kategori menengah. IV.2 Analisis Hasil Hasil pengolahan data data yang terdapat dalam SPPT dan SPT yang telah dimasukkan dalam setiap metode penghitungan PBB terhutang yang telah dirumuskan dalam bab III dapat dilihat pada tabel IV.4. Rincian perbandingan PBB terhutang untuk setiap metode dapat dilihat pada lampiran 7. Tabel IV.4 Hasil pengolahan data pada setiap metode Parameter E1 E2 U1 U2 U3 % Penerimaan 100 % 92 % 85 % 100 % 98 % Kesulitan Bayar 34 34 0 0 0 Pengurangan : - WP 0 26 34 34 34 - Rupiah 0 66.735.884 127.151.792 127.151.792 127.151.792 Eksisting 1 : Dari hasil pengolahan data pada metode ini dapat diketahui bahwa total PBB terhutang sama dengan rencana penerimaan (100%), tetapi terdapat 34 WP yang harus memikul beban PBB terhutang yang lebih besar daripada penghasilan bersih setelah PPh-nya sehingga kewajiban PBB-nya tersebut akan sulit dipenuhi. Rincian penghitungan PBB terhutang untuk setiap objek pajak pada metode eksisting 1 ini dapat dilihat pada lampiran 8.

23 Eksisting 2 : pengurangan PBB terhutang terhadap 26 WP dengan total pengurangan Rp 66.735.884,- menyebabkan pencapaian penerimaan hanya sebesar 92 % dari rencana penerimaan yang telah ditetapkan. Di samping itu, karena pengurangan PBB terhutang hanya sebesar 75% maka WP masih tetap menanggung beban PBB terhutang sebesar 25% dan itu pun melebihi penghasilan bersih setelah PPh-nya sehingga walaupun sudah ada pengurangan, kewajiban PBB-nya tersebut masih tetap sulit dipenuhi. Selain itu, karena tidak ada pemberian pengurangan terhadap 8 WP yang penghasilan setelah PPh-nya lebih besar dari Rp 0,- tetapi lebih kecil dari PBB terhutang, maka kewajiban PBB dari 8 WP tersebut juga akan sulit dipenuhi. Jadi total WP yang sulit memenuhi kewajiban PBB-nya adalah 34 WP. Rincian penghitungan PBB terhutang untuk setiap objek pajak pada metode eksisting 2 ini dapat dilihat pada lampiran 9. Usulan 1 : rencana penerimaan yang telah ditetapkan. Tetapi, dengan adanya pengurangan pengurangan PBB terhutang sebesar selisih antara beban PBB dengan penghasilan bersih setelah PPh-nya maka tidak ada WP yang mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban PBB-nya. Rincian penghitungan PBB terhutang untuk setiap objek pajak pada metode usulan 1 ini dapat dilihat pada lampiran 10. Usulan 2 : rencana penerimaan yang telah ditetapkan. Tetapi, dengan adanya mekanisme redistribusi beban pajak yang 15 % tersebut, maka pencapaian rencana

24 penerimaan dapat terpenuhi sebesar 100%. Yang menjadi catatan dalam metode ini, ternyata ada 5 WP yang menanggung PBB terhutang yang melebihi jumlah PBB terhutang jika menggunakan tarif NJKP maksimal (100%), di mana kenaikan PBB terhutang yang terbesar adalah 23 x beban pajak yang harus ditanggung sebelumnya atau tarif NJKP-nya sebesar 460%. Rincian penghitungan PBB terhutang setiap OP pada metode usulan 2 ini dapat dilihat pada lampiran 11. Usulan 3 : rencana penerimaan yang telah ditetapkan. Tetapi, dengan adanya mekanisme redistribusi beban pajak sebesar 15% tersebut dan pembatasan PBB terhutang maskimal (tarif NJKP 100%), maka pencapaian rencana penerimaan dapat terpenuhi 98 %. Rincian penghitungan PBB terhutang untuk setiap objek pajak pada metode usulan 3 ini dapat dilihat pada lampiran 12. IV.3 Pemilihan Terbaik Kelebihan Penerimaan tercapai 100% E1 E2 Tidak ada yang kesulitan membayar U1 Tidak ada yang kesulitan membayar U2 Penerimaan tercapai 100% Tidak ada yang kesulitan membayar U3 Kekurangan Ada yang kesulitan membayar Penerimaan tidak tercapai (92%) Ada yang kesulitan membayar Penerimaan tidak tercapai (85%) Ada yang melebihi batasan PBB maksimal Penerimaan tidak tercapai (98%)

25 Berdasarkan hasil pengolahan data di atas dapat diketahui bahwa : 1. Eksisting 1 tidak dipilih karena pencapaian rencanaan PBB dalam metode ini adalah 100%, tetapi metode ini masih dimungkinkan menghasilkan PBB terhutang yang melebihi kemampuan WP, 2. Eksisting 2 tidak dipilih karena selain pencapaian rencanaan PBB dalam metode ini adalah tidak tercapai (92%), metode ini juga masih dimungkinkan menghasilkan PBB terhutang yang melebihi kemampuan WP 3. Usulan 1 tidak dipilih karena meskipun metode ini menghasilkan PBB terhutang yang tidak melebihi kemampuan WP yang memikulnya, tetapi rencana penerimaan tidak tercapai secara maksimal (hanya 85%) sehingga dikhawatirkan rencana pembangunan tidak berjalan dengan semestinya. 4. Usulan 2 tidak dipilih karena metode ini masih dimungkinkan menghasilkan PBB terhutang yang melebihi beban pajak seharusnya (beban pajak maksimal, yaitu beban pajak yang dihitung dengan tarif NJKP 100%) 5. Usulan 3 dipilih karena metode ini menghasilkan PBB terhutang yang tidak melebihi kemampuan WP yang memikulnya, dan juga tidak melebihi beban pajak maksimal yang seharusnya ditanggung WP. Rencana penerimaan yang dihasilkan oleh metode ini tidak tercapai 100%, tetapi hanya 98%, tetapi kondisi tersebut terjadi karena adanya batasan maksimal PBB terhutang.