Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Definisi Graf

dokumen-dokumen yang mirip
Bab 3 HASIL UTAMA. 3.1 Penyusunan Algoritma

Bab 2. Teori Dasar. 2.1 Definisi Graf

BAB 2. Konsep Dasar. 2.1 Definisi graf

Graf dan Operasi graf

MA3051 Pengantar Teori Graf. Semester /2014 Pengajar: Hilda Assiyatun

Suatu graf G adalah pasangan himpunan (V, E), dimana V adalah himpunan titik

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada

LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan bilangan. kromatik lokasi sebagai landasan teori pada penelitian ini.

ALGORITMA UNTUK MENGKONSTRUKSI PEWARNAAN SISI-f PADA GRAF

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kromatik lokasi sebagai landasan teori dari penelitian ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA. kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini

v 3 e 2 e 4 e 6 e 3 v 4

Konsep Dasar dan Tinjauan Pustaka

BAB II Graf dan Pelabelan Total Sisi-Ajaib Super

BAB 2 GRAF PRIMITIF. 2.1 Definisi Graf

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Konsep Dasar

III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF. ini merupakan pengembangan dari konsep dimensi partisi dan pewarnaan graf.

BAB 2 GRAF PRIMITIF. 2.1 Definisi Graf

BAB 2 LANDASAN TEORI

2. TINJAUAN PUSTAKA. Chartrand dan Zhang (2005) yaitu sebagai berikut: himpunan tak kosong dan berhingga dari objek-objek yang disebut titik

III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF. Bilangan kromatik lokasi graf pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk.(2002). = ( ) {1,2,3,, } dengan syarat

I.1 Latar Belakang Masalah

Misalkan dipunyai graf G, H, dan K berikut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ALTERNATIF PEMBUKTIAN DAN PENERAPAN TEOREMA BONDY. Hasmawati Jurusan Matematika, Fakultas Mipa Universitas Hasanuddin

BAB II LANDASAN TEORI

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Graf

Bilangan Ramsey untuk Graf Bintang Genap Terhadap Roda Genap

Sebuah graf sederhana G adalah pasangan terurut G = (V, E) dengan V adalah

Penerapan Algoritma Steiner Tree dalam Konstruksi Jaringan Pipa Gas

BAB II LANDASAN TEORI

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK JOIN DARI DUA GRAF

3.1 Beberapa Nilai Dimensi Partisi pada Suatu Graf. Dalam dimensi partisi suatu graf, terdapat kelas graf yang nilai dimensi partisinya

BAB III KONSEP DASAR TEORI GRAF. Teori graf adalah salah satu cabang matematika yang terus berkembang

BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF ULAT

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Graf Ajaib (Super) dengan Sisi Pendan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Penggunaan Perwarnaan Graf dalam Mencari Solusi Sudoku

HAND OUT MATA KULIAH TEORI GRAF (MT 424) JILID SATU. Oleh: Kartika Yulianti, S.Pd., M.Si.

Gambar 6. Graf lengkap K n

ALTERNATIF PEMBUKTIAN PENGEMBANGAN TEOREMA DIRAC UNTUK GRAF BERORDE KURANG ATAU SAMA DENGAN SEPULUH

Penerapan Teorema Bondy pada Penentuan Bilangan Ramsey Graf Bintang Terhadap Graf Roda

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sepasang titik. Himpunan titik di G dinotasikan dengan V(G) dan himpunan

PENGETAHUAN DASAR TEORI GRAF

BAB 2 GRAF PRIMITIF. Gambar 2.1. Contoh Graf

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Graf G adalah suatu struktur (V,E) dengan V(G) = {v 1, v 2, v 3,.., v n } himpunan

BAB II LANDASAN TEORI

Bilangan Ramsey untuk Graf Gabungan

BAB I PENDAHULUAN. himpunan bagian bilangan cacah yang disebut label. Pertama kali diperkenalkan

Oleh : Rindi Eka Widyasari NRP Dosen pembimbing : Dr. Darmaji, S.Si., M.T.

KONSEP DASAR GRAF DAN GRAF POHON. Pada bab ini akan dijabarkan teori graf dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi

BAB II LANDASAN TEORI

STUDI BILANGAN PEWARNAAN λ-backbone PADA GRAF SPLIT DENGAN BACKBONE SEGITIGA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. yang tak kosong yang anggotanya disebut vertex, dan E adalah himpunan yang

HAND OUT MATA KULIAH TEORI GRAF (MT 424) JILID DUA. Oleh: Kartika Yulianti, S.Pd., M.Si.

Representasi Graph dan Beberapa Graph Khusus

Pelabelan Total Sisi-Ajaib (Super)

Kode, GSR, dan Operasi Pada

Struktur dan Organisasi Data 2 G R A P H

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Aplikasi Teori Ramsey dalam Teori Graf

Aplikasi Pewarnaan Graph pada Pembuatan Jadwal

BAB III PELABELAN KOMBINASI

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF POHON n-ary LENGKAP

SEMINAR TUGAS AKHIR RAINBOW CONNECTION PADA GRAF 1-CONNECTED VOENID DASTI ( )

Graph. Rembang. Kudus. Brebes Tegal. Demak Semarang. Pemalang. Kendal. Pekalongan Blora. Slawi. Purwodadi. Temanggung Salatiga Wonosobo Purbalingga

BAB VI PEWARNAAN GRAF.. Gambar 1 memperlihatkan sebuah graf, dengan χ ( G) = 3.

BAB 2 DEGREE CONSTRAINED MINIMUM SPANNING TREE. Pada bab ini diberikan beberapa konsep dasar seperti beberapa definisi dan teorema

KAJIAN MENGENAI SYARAT CUKUP POLYNOMIAL KROMATIK GRAF TERHUBUNG MEMILIKI AKAR-AKAR KOMPLEKS

CHAPTER 3 ALGORITHMS 3.1 ALGORITHMS

BAB 2 LANDASAN TEORI

BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF P m P n, K m P n, DAN K m K n

BAB II LANDASAN TEORI

PENENTUAN ANGGOTA KELAS RAMSEY MINIMAL UNTUK PASANGAN (2K 2, C 4 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar dalam teori graf dan teknik

BAB 2 LANDASAN TEORI

Memanfaatkan Pewarnaan Graf untuk Menentukan Sifat Bipartit Suatu Graf

8/29/2014. Kode MK/ Nama MK. Matematika Diskrit 2 8/29/2014

DIMENSI METRIK PADA HASIL OPERASI KORONA DUA BUAH GRAF

`BAB II LANDASAN TEORI

Teori Dasar Graf (Lanjutan)

Catatan Kuliah (2 sks) MX 324 Pengantar Teori Graf

Aplikasi Pewarnaan Graf untuk Sistem Penjadwalan On-Air Stasiun Radio

Penerapan Pewarnaan Graf untuk Mencari Keunikan Solusi Sudoku

Teori Dasar Graf (Lanjutan)

Bilangan Ramsey untuk Kombinasi Bintang dan Beberapa Graf Tertentu

II. KONSEP DASAR GRAF DAN GRAF POHON. Graf G adalah himpunan terurut ( V(G), E(G)), dengan V(G) menyatakan

3.1 Penentuan nilai tak teratur sisi dari korona graf lintasan terhadap )).

APLIKASI PEWARNAAN GRAPH PADA PEMBUATAN JADWAL

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II. Konsep Dasar

PEWARNAAN GRAF: POLINOMIAL KROMATIK DAN TEOREMA INVERSI MOBIUS

BAB II TEORI GRAF DAN PELABELAN GRAF. Dalam bab ini akan diberikan beberapa definisi dan konsep dasar dari

II.TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan tentang definisi serta konsep-konsep yang mendukung

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Graf Suatu graf G terdiri dari himpunan tak kosong terbatas dari objek yang dinamakan titik dan himpunan pasangan (boleh kosong) dari titik G yang dinamakan sisi. Himpunan titik dari graf G dinotasikan VG atau V dan himpunan sisi dinotasikan EG atau E. Graf G, biasanya dinotasikan G = (V G,EG) atau G = (V,E). Dalam tugas akhir ini, banyaknya titik V G dan sisi EG dari suatu graf G dinotasikan n(g) dan m(g) atau n dan m. Graf G = (V,E) direpresentasikan dalam bentuk gambar. Setiap titik u V digambarkan dengan lingkaran kecil (titik) dan setiap sisi e E digambarkan dengan garis yang menghubungkan titik-titik di graf G. Posisi titik dan sisi dapat digambar secara bebas, seperti tampak pada Gambar 2.1. Titik u dan v dikatakan titik ujung dari suatu sisi e di graf G jika e = {u,v}. Lebih lanjut, u dan v dikatakan titik-titik yang bertetangga, sedangkan u dan e dikatakan terkait, begitu juga dengan v dan e. Jika e 1 dan e 2 adalah dua buah sisi yang berbeda dari graf G yang terkait pada sebuah titik yang sama, maka e 1 dan e 2 dikatakan bertetangga. Untuk memudahkan, sisi e = {u,v} dinotasikan dengan e = uv atau e = vu. Sebuah sisi yang terkait hanya pada satu titik disebut loop, 5

BAB 2. LANDASAN TEORI 6 Gambar 2.1: Graf G 1 sedangkan dua sisi atau lebih yang terkait pasangan titik yang sama, disebut sisi ganda. Banyaknya sisi ganda pada pasangan titik u dan v disebut multiplisitas sisi dari (u,v) dan dinotasikan µ(u, v). Sementara, bilangan terbesar dari sisi ganda yang terdapat pada setiap pasangan titik di G disebut multiplisitas dari G dan dinotasikan µ(g). Multiplisitas dari graf pada Gambar 2.1 adalah 3 (µ(g) = 3) yang merupakan multiplisitas sisi dari pasangan titik v 1 dan v 4. Gambar 2.2: Graf yang memuat loop Graf sederhana adalah graf yang tidak memuat loop dan sisi ganda. Sedangkan graf yang memiliki sisi ganda disebut multigraf. Gambar 2.1 merupakan salah satu contoh multigraf dan Gambar 2.3 merupakan salah satu contoh graf sederhana.

BAB 2. LANDASAN TEORI 7 Gambar 2.3: Graf sederhana Selanjutnya pada tugas akhir ini, G diasumsikan graf sederhana. Untuk setiap v V pada suatu graf G = (V,E), banyaknya sisi yang terkait dengan v disebut derajat dari v, dinotasikan d(v, G) atau d(v). Derajat minimum dari G dinotasikan δ(g). Derajat maksimum dari G dinotasikan (G). Sebuah titik yang berderajat nol disebut titik terisolasi. Jika setiap titik dari G memiliki derajat yang sama, maka G dikatakan graf (G)-teratur. Sebagai contoh, derajat minimum dan maksimum graf sederhana pada Gambar 2.3 adalah dua dan empat, yaitu derajat pada titik v 3 serta v 2 dan v 4. Sementara, Gambar 2.4 adalah contoh dari graf 2-teratur. Gambar 2.4: Graf 2-teratur Sebarang graf G berkorespondensi dengan suatu matriks berukuran n n yang disebut matriks ketetanggaan dari G. Misalkan G = {V,E} dengan v 1,v 2,...,v n V dan e 1,e 2,...,e m E. Matriks ketetanggaan adalah matriks A(G) = [a ij ], dimana a ij adalah banyaknya sisi yang berkaitan dengan pasangan titik v i dan v j. Matriks

BAB 2. LANDASAN TEORI 8 lainnya yang berkorespondensi dengan sebarang graf G adalah matriks keterkaitan dari G. Berbeda dengan matriks ketetanggaan, matriks keterkaitan adalah matriks B(G) = b ij yang berukuran n m dimana b ij menunjukkan keterkaitan antara titik v i dan sisi e j, yaitu 1, jika v i dan e j berkaitan; b ij = 0, lainnya. (2.1.1) Tabel 2.1: Matriks ketetanggaan dari graf pada Gambar 2.3 v 1 v 2 v 3 v 4 v 5 v 1 0 1 0 1 1 v 2 1 0 1 1 1 v 3 0 1 0 1 0 v 4 1 1 1 0 1 v 5 1 1 0 1 0 Matriks ketetanggaan dan keterkaitan dari graf pada Gambar 2.3 dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan 2.2. Tabel 2.2: Matriks keterkaitan dari graf pada Gambar 2.3 e 1 e 2 e 3 e 4 e 5 e 6 e 7 e 8 v 1 1 0 0 0 1 0 0 1 v 2 1 1 0 0 0 1 1 0 v 3 0 1 1 0 0 0 0 0 v 4 0 0 1 1 0 0 1 1 v 5 0 0 0 1 1 1 0 0 Suatu subgraf dari graf G = (V,E) adalah graf H = (V H,EH) dimana V H V dan EH E. Sebuah subgraf dikatakan subgraf pembangun jika V H = V. Jika U

BAB 2. LANDASAN TEORI 9 adalah sebuah subhimpunan tak kosong dari himpunan titik V dari G, maka subgraf G[U] dari G yang terinduksi oleh U adalah graf yang memiliki himpunan titik U dan himpunan sisinya adalah sisi-sisi di G yang berkaitan dengan dua anggota di U. Begitu juga, apabila X adalah subhimpunan tak kosong dari E, maka subgraf G[X] terinduksi sisi oleh X adalah graf yang himpunan titiknya memuat titik-titik yang berkaitan dengan paling sedikit satu sisi di X dan himpunan sisinya adalah X. Gambar 2.5: G 4 [v 4 ] Misalkan e merupakan sisi dari suatu graf G = (V,E). G e adalah notasi untuk graf yang didapat dari G dengan menghapus sisi e. Lebih umum, jika E adalah subhimpunan dari E, graf yang didapat dengan menghapus sisi-sisi E dari G dinotasikan G E. Sama halnya, jika v adalah titik dari G, G v adalah notasi untuk graf yang didapat dari G dengan menghapus titik v dan semua sisi yang berkaitan dengan v. Lebih umum, jika V adalah subhimpunan dari V, graf yang didapat dengan menghapus titik-titik V dari G bersama-sama dengan sisi-sisi yang berkaitan dengan titik-titik di V dinotasikan G V. Perhatikan Gambar 2.5. Graf pada Gambar 2.5(b) didapat dengan cara menghapus titik v 4 pada graf pada Gambar 2.5(a). Sehingga graf pada Gambar 2.5 dapat juga ditulis G 4 v 4. Pada titik u,v V, notasi d v(u) menunjukkan banyaknya tetangga dari v selain u yang memiliki derajat (G). Sebuah sisi uv E dikatakan dapat dieleminasi jika d(u) + d u(v) (G) atau d(v) + d v(u) (G).

BAB 2. LANDASAN TEORI 10 Sebuah graf G dikatakan terhubung jika untuk setiap pasang titik u,v V dapat dicari barisan dari titik dan sisi di G dalam bentuk u = u 0,u 0 u 1,u 1,u 1 u 2,...,u n 1 u n, u n = v. Komponen adalah graf terhubung maksimal. Banyaknya komponen pada sebarang graf G dinotasikan dengan ω(g). Sebagai contoh, perhatikan Gambar 2.6. Misalkan graf pada Gambar 2.6(a) dinamakan graf G dan graf pada Gambar 2.6(b) dinamakan graf H. Karena pada setiap pasang titik pada G dapat dicari barisan dari titik dan sisi dalam bentuk u = v i,v i v i+1,v i,...,v j 1 v j,v j = u dimana 1 i j 5 maka G dikatakan graf terhubung dan karenanya, graf G hanya memiliki satu komponen. Berbeda halnya dengan H, titik v 3 tidak memiliki satu pun pasangan sehingga dapat dibentuk barisan dari titik dan sisi yang menunjukkan bahwa H adalah terhubung. Akibatnya, H adalah graf tak terhubung. Komponen pada G adalah satu dan pada H adalah dua. Gambar 2.6: (a) Graf terhubung (b) Graf tak terhubung 2.2 Beberapa Kelas Graf Suatu graf yang setiap dua titiknya bertetangga, disebut graf lengkap. Graf lengkap dengan n titik dinotasikan dengan K n. K 1 disebut graf trivial. Graf bipartit G = (U,W,E) adalah graf yang himpunan titiknya dapat di partisi menjadi dua himpunan U dan W sehingga setiap sisi menghubungkan titik dari himpunan U

BAB 2. LANDASAN TEORI 11 ke titik dari himpunan W. Graf bipartit lengkap adalah graf bipartit dimana setiap titik dari himpunan U bertetangga dengan setiap titik dari himpunan W. Jika himpunan U dan W memiliki r dan s titik, maka graf bipartit lengkap dinotasikan dengan K r,s. Gambar 2.7: (a) K 4 (b) Graf trivial (c) Graf bipartit Graf G dikatakan siklis, jika G adalah graf 2-teratur dan terhubung. Graf unisiklis adalah graf yang memuat paling banyak satu graf siklis. Graf asiklis adalah graf yang tidak memuat graf siklis. Sebuah graf pohon adalah graf asiklis terhubung, sementara itu, graf hutan adalah graf asiklis. Lebih lanjut, graf siklis disebut graf lingkaran. Teorema 2.1 [1] Jika G adalah suatu hutan dengan n titik maka m = n ω(g). Gambar 2.8: Graf hutan

BAB 2. LANDASAN TEORI 12 Pengertian pohon hampir serupa dengan pengertian hutan. Perbedaan kedua definisi hanya terletak pada kata terhubung. Karena hutan tidak harus berupa graf terhubung maka hutan bisa memiliki komponen lebih dari satu sedangkan pohon merupakan graf terhubung sehingga hanya memiliki satu komponen. Oleh karena itu, untuk pohon G dengan n titik berlaku m=n 1. Graf roda W n adalah graf dengan n + 1 titik, yang didapat dari menambahkan satu titik w pada suatu graf lingkaran G dengan n titik dan menghubungkan w ke setiap titik di G. Titik w disebut titik dasar. Graf roda W n memiliki 2n sisi. Graf lintasan P n adalah graf terhubung yang terdiri dari tepat dua titik berderajat satu dan n 2 titik berderajat dua. Graf kipas F n adalah graf yang memiliki n+1 titik, yang didapat dari menambahkan satu titik w pada suatu graf lintasan P n dan menghubungkan w ke setiap titik di P n. Titik w disebut titik dasar. Graf kipas memiliki 2n 1 sisi Gambar 2.9: (a) Graf roda (b) Graf lintasan (c) Graf kipas Misalkan s adalah bilangan bulat positif. G dikatakan graf s-degenerate jika titiktitik dari G dapat diurutkan menjadi v 1,v 2,...,v n sehingga d(v i,g i ) s untuk setiap i, 1 i n, dimana G i = G {v 1,v 2,...,v i 1 }. Degeneracy s(g) dari G adalah bilangan bulat terkecil s sehingga G adalah s-degenerate. Perhatikan Gambar 2.10. Graf yang dikonstruksi pada Gambar 2.10 merupakan graf H = (V,E) dengan himpunan titik yang telah terurut, yaitu V = {v 1,v 2,v 3,v 4,v 5,v 6 },

BAB 2. LANDASAN TEORI 13 kemudian didapat d(v 1,H 1 ) = 1, d(v 2,H 2 ) = 1, d(v 3,H 3 ) = 2, d(v 4,H 4 ) = 2, d(v 5,H 5 ) = 1 dan d(v 6,H 6 ) = 0. Sehingga d(v i,h i ) 2 untuk setiap i, 1 i 6. Akibatnya, graf G merupakan graf 2-degenerate. Pengurutan titik-titik dari graf G tidaklah tunggal. Pengurutan titik-titik ini, hanyalah salah satu contoh pengurutan yang optimal sehingga s(g) = 2. Gambar 2.10: Graf 2-degenerate Pada graf kipas F n, berlaku δ(f n ) = 2. Misalkan titik-titik pada graf kipas, v V F n diurutkan menjadi v 1,v 2,...,v n+1, dimana v 1 dan v n adalah titik dengan derajat terkecil, v n+1 adalah titik dasar, dan sisanya, v 2,v 3,...,v n 1. Sehingga akan didapatkan s(f n ) = 2. (2.2.1) Pada graf roda W n, berlaku δ(w n ) = 3. Misalkan titik-titik pada graf roda, v V W n diurutkan menjadi v 1,v 2,...,v n+1, dimana v n+1 adalah titik dasar, dan sisanya,

BAB 2. LANDASAN TEORI 14 Gambar 2.11: Pengurutan titik pada graf kipas dan graf roda v 2,v 3,...,v n 1. Sehingga akan didapatkan s(w n ) = 3. (2.2.2) Arboricity a(g) dari graf G adalah bilangan terkecil dari banyaknya subgraf yang dapat dipartisi sisi dari G sehingga setiap subgraf menghasilkan sebuah subgraf asiklis atau hutan. Nash-Williams [3] telah membuktikan bahwa a(g) = max m(h)/(n(h) 1), (2.2.3) H G dimana H adalah setiap subhimpunan tak kosong dari G. Sebarang subgraf H dari G adalah s(g)-degenerate, akibatnya m(h) s(g)(n(h) 1) dan m(h)/(n(h) 1) s(g). Sehingga, a(g) s(g). (2.2.4) Gambar 2.12: a(g 9 ) = 2 Bilangan unisiklis a (G) dari graf G adalah bilangan terkecil dari banyaknya subgraf

BAB 2. LANDASAN TEORI 15 unisiklis, yang dapat dipartisi sisi dari G. Karena sebuah hutan adalah sebuah graf unisiklis dan sebuah graf unisiklis dapat dipartisi menjadi satu atau dua hutan, maka a (G) a(g) 2a (G). (2.2.5) Gambar 2.13: Graf G dengan a (G) = 2 Lemma 2.1 [7] Untuk sebarang graf taktrivial G berlaku kondisi (1)-(3) dibawah ini: 1. δ(g) 2a(G) 1; 2. δ(g) 2a (G); dan 3. jika a (G) terbatas dan U = {u V d(u,g) 2a (G)}, maka U n/(2a (G)+ 1 dan U = Θ(n). Bukti: (1.) Pertama-tama, asumsikan bahwa G tidak memiliki titik terisolasi. Misalkan n adalah banyaknya titik v dari G sehingga 1 d(v) 2a(G) 1. Maka jelas, n + 2a(G)(n n ) 2m. Dengan kata lain, G dapat dipartisi menjadi a(g) hutan dan sebarang hutan memiliki paling banyak n 1 sisi. Oleh karena itu, m a(g)(n 1). Sehingga n 2a(G)/(2a(G) 1) > 1, dan karenanya δ(g) 2a(G) 1. (2.) dan (3.) Karena setiap titik di V U memiliki derajat 2a (G) + 1, maka (2a (G) + 1)(n U ) 2m. Karena sebarang graf unisiklis memiliki paling banyak n sisi, maka m a (G)n. Sehingga U n/(2a (G) + 1). Karenanya, U φ dan

BAB 2. LANDASAN TEORI 16 δ(g) 2a (G). Jika a (G) terbatas, maka U = Θ(n).\\ Dengan Lemma 2.1 dan persamaan (2.2.5), akan didapat batas atas untuk s(g) dalam kaitannya dengan a(g), dan a (G). Perhatikan bahwa untuk sebarang subgraf H dari G berlaku a(h) a(g) dan a (H) a (G). Lemma 2.2 [7] Untuk sebarang graf taktrivial G berlaku kondisi dibawah ini: 1. s(g) 2a(G) 1; 2. s(g) 2a (G); 2.3 Pewarnaan Sisi-f Kapasitas titik f adalah suatu fungsi dari himpunan titik V ke himpunan bilangan asli. Pewarnaan sisi -f dari suatu graf G = (V,E) adalah suatu fungsi c f dari himpunan sisi E ke himpunan warna, yang biasanya diwakili oleh himpunan bilangan asli, sedemikian rupa sehingga sisi-sisi yang berkaitan dengan sebarang titik v V, memiliki paling banyak f(v) warna yang sama. Fungsi c f disebut pewarnaan sisi-f dengan k warna jika c f (E) {1, 2,...,k}. Bilangan terkecil k sehingga terdapat pewarnaan sisi-f dengan k warna disebut bilangan kromatik sisi-f, dan dinotasikan χ f(g). Hakimi dan Kariv [5] mendapatkan batas untuk χ f(g), yaitu d(v) + µ(v,w) f (G) χ f(g) max, (2.3.1) v,w V f(v) dimana f (G) = max v V d(v). (2.3.2) f(v) Persamaan (2.3.1) dapat disederhanakan menjadi χ f(g) f (G) + µ f (G). (2.3.3) Batas yang didapat oleh Hakimi dan Kariv merupakan perumuman dari batas Vizing [8] untuk pewarnaan sisi. Bukti dari batas (2.3.1) yang dikemukakan oleh Hakimi

BAB 2. LANDASAN TEORI 17 Gambar 2.14: Graf G dengan χ f (G) = 4 dan Kariv cukup sulit. Karena pada multiplisitas graf sederhana adalah satu, sehingga untuk graf sederhana berlaku χ f(g) = f (G) atau f (G) + 1. (2.3.4) Nishizeki et al [7], juga memberikan batas atas bagi χ f(g), yaitu { } χ 9 f (G) + 6 f(g) max l f (G), 8 (2.3.5) dimana l f (G) = max H G,n(H) 3 m(h) Σ v V H f(v) 2. (2.3.6) Pewarnaan sisi merupakan hal khusus dari pewarnaan sisi-f dengan f(v) = 1 untuk setiap titik v V. Pada pewarnaan sisi, bilangan kromatik sisi dinotasikan χ (G). Selanjutnya, pada bagian ini akan dibahas teorema-teorema yang berkaitan dengan pewarnaan sisi. König telah menunjukkan batas dari χ (G) untuk graf bipartit. Teorema 2.2 [8] Jika G adalah graf bipartit, maka χ (G) = (G). Selanjutnya, akan diberikan batas bawah dari (G) sehingga χ (G) = (G) yang berkaitan dengan a(g), dan a (G) pada graf sederhana. Lemma 2.3 [7] Jika uv sisi yang dapat dieliminasi dari sebuah graf sederhana G dan χ (G uv) (G), maka χ (G) = (G). Dengan demikian, jika sisi yang dieliminasi uv dihilangkan dan graf G - uv diwarnai

BAB 2. LANDASAN TEORI 18 dengan (G) warna maka untuk mewarnai sisi uv tidak diperlukan warna baru. Vizing telah mendapatkan teorema berikut ini. Teorema 2.3 [7] Sebarang graf sederhana taktrivial G memiliki sisi yang dapat dieliminasi jika (G) 2s(G). Bukti: Misalkan G = (V,E). Misalkan U = {u V d(u,g) s(g)}. Definisi degeneracy, menunjukkan bahwa G paling sedikit satu titik yang berderajat s(g) sehingga U. Lebih jauh, V U karena (G) 2s(G) > s(g) dan sebab itu titik-titik yang berderajat (G) tidak terdapat di U. Dengan demikian, H = G U tidak kosong dan s(h) s(g). Oleh karena itu, H memiliki sebuah titik v yang berderajat s(g). Karena s(g) + 1 d(v,g) dan d(u,h) s(g), G memiliki sebuah sisi uv yang berkaitan dengan v,u U. Karena u U,d(u) s(g) < 2s(G). Maka dari itu tidak ada tetangga dari v di U memiliki derajat (G), dan sebab itu d u(v) d(v,h) s(g). Oleh karena itu, d(u) + d u(v) 2s(G) (G) dan sisi uv dapat dieliminasi.\\ Teorema 2.4 [8] χ (G) = (G) jika (G) 2s(G). Bukti: Misalkan G adalah graf taktrivial dengan (G) 2s(G). Maka dengan Teorema 2.3 G memiliki sisi yang dieliminasi, misalkan e 1. Misalkan G 1 = G {e 1 }, maka s(g 1 ) s(g). Jika (G 1 ) = (G), maka G 1 memiliki sisi yang dapat dieliminasi, misalkan e 2. Oleh karena itu terdapat sebuah barisan sisi e 1,e 2,...,e j sehingga (G j ) = (G) 1 dimana G j = G {e 1,e 2,...e j }; dan setiap sisi e i, 1 i j, dapat dieliminasi di G i 1 = G {e 1,e 2,..e i 1 }. Dengan Teorema Vizing, χ (G j ) (G j )+1 = (G). Maka dari itu, dengan menggunakan Lemma 2.3 secara berulang, akan didapat χ (G) = (G).\\ Teorema 2.5 Misalkan F n adalah graf kipas dengan n > 2 maka χ (F n ) = (F n ).

BAB 2. LANDASAN TEORI 19 Bukti: Jika F n adalah graf kipas dengan n = 2, maka F n merupakan 2-teratur dengan banyaknya titik 3. Sehingga tidak mungkin untuk diwarnai dengan dua warna. Misalkan F n adalah graf kipas dengan n > 2 dan setiap sisinya akan dipetakan ke himpunan warna {1,2,..., (F n )}. Misalkan titik w merupakan titik dasar dari graf F n dan v 1,v 2,...,v n merupakan titik-titik pada graf lintasan P n. Misalkan sisi-sisi E = e 1,e 2,...,e 2n 1 pada F n diurutkan sebagai berikut. e 1,e 2,...,e n 1 merupakan sisi pada graf lintasan P n, dan sisanya adalah sisi yang terkait denga w. Tanpa mengurangi keumuman, diasumsikan (F n ) = d(w). Kemudian, akan dikonstruksi pewarnaan sisi pada graf kipas dengan (F n ) warna. Pertama-tama warnai terlebih dahulu seluruh sisi yang berkaitan dengan w dengan warna terkecil sehingga warna yang terpakai adalah (F n ). Kemudian warnai sisi-sisi pada graf lintasan e 1,e 2,...,e n 3 dengan warna i+2, i = 1, 2,..,n 3 dan warna 1 dan 2 pada sisi e n 2 dan e n 1. Sehingga, sisi pada graf lintasan dapat diwarnai dengan (F n ) 1 warna dan sisi yang terkait dengan w dapat diwarnai dengan (G) warna. Jadi, F n dapat diwarnai dengan (F n ) warna.\\ Teorema 2.6 Misalkan W n adalah graf roda dengan n > 2 maka χ (W n ) = (W n ). Bukti: Cara mengkonstruksi pewarnaan sisi pada W n mirip dengan konstruksi pewarnaan sisi pada graf kipas F n pada bukti dari Teorema 2.5, yaitu dengan mewarnai terlebih dahulu sisi yang terkait dengan titik dasar dengan (W n ) warna. Tetapi, sisi-sisi pada graf lingkaran diwarnai dengan (W n ) warna karena pada graf lingkaran terdapat n sisi. Sehingga W n dapat diwarnai dengan (W n ) warna.\\ Dari Teorema 2.4 dan Lemma 2.1 didapat akibat sebagai berikut. Akibat 2.1: χ (G) = (G) jika salah satu dibawah ini berlaku: 1. (G) 4a(G) 2; 2. (G) 4a (G); 3. G adalah graf kipas F n dan n > 2 4. G adalah graf roda W n dan n > 2

BAB 2. LANDASAN TEORI 20 2.4 Reduksi Pewarnaan Sisi-f Pada bagian ini akan ditunjukkan bahwa permasalahan pewarnaan sisi-f pada suatu graf sederhana G dapat direduksi menjadi permasalahan pewarnaan sisi biasa dengan graf baru G f. Tanpa mengurangi keumuman, diasumsikan f(v) d(v) untuk setiap v V. Untuk setiap v V, ganti v dengan f(v) salinan v 1,v 2,...,v f(v), dan lampirkan d(v) buah sisi yang berkaitan dengan v pada salinan; lampirkan d(v)/f(v) atau d(v)/f(v) sisi pada setiap salinan v i, 1 i f(v). Misalkan G f adalah graf hasil dari operasi tersebut. Perhatikan bahwa konstruksi dari G f tidak tunggal. Gambar 2.15 mengilustrasikan G dan contoh konstruksi dari G f. Karena pewarnaan sisi dari G f menyebabkan pewarnaan sisi-f dari G yang sama dalam banyaknya warna yang dipakai, maka akan didapat χ f(g) χ (G f ). (2.4.1) Persamaan (2.4.1) tidak selalu berlaku dalam kesamaan. Perhatikan Gambar 2.15. Pada graf G, χ f (G) = 2 yang ditunjukkan oleh dua warna, yaitu hitam dan biru. Sedangkan pada graf G f, χ (G f ) = 3 yang ditunjukkan oleh warna hitam, biru dan merah. Jelas, (G f ) = f (G) = max v V d(v)/f(v). Jika G adalah graf sederhana, maka G f sederhana juga dan karenanya, χ (G f ) (G f ) + 1 = f (G) + 1. Sehingga pewarnaan sisi dari G f dengan χ (G f ) warna tidak selalu menghasilkan sebuah pewarnaan sisi-f dari G dengan χ f(g) warna tetapi menghasilkan sebuah solusi yang mendekati solusi optimal dari pewarnaan sisi-f dari G dengan paling banyak f (G) + 1 warna. Banyaknya sisi di G f sama dengan G tetapi banyaknya titik di G f bertambah menjadi v V f(v)( 2m). Lemma 2.4 [7] Untuk suatu graf G terdapat G f sehingga 1. G f bipartit jika G bipartit; 2. s(g f ) s(g);

BAB 2. LANDASAN TEORI 21 3. a(g f ) a(g); dan 4. a (G f ) a (G); Gambar 2.15: Reduksi graf Diketahui juga bahwa χ (G) = (G) jika G adalah graf bipartit dan χ (G) = (G) jika G graf planar dengan (G) 8. Karena itu dengan Teorema 2.5, Akibat 2.1, Lemma 3.1 didapat teorema berikut ini. Teorema 2.7 [7] χ f (G) = f(g) jika salah satu dari (1)-(8) berlaku: 1. G adalah bipartit; 2. f (G) 2s(G); 3. f (G) 4a(G) 2; dan 4. f (G) 4a (G);

BAB 2. LANDASAN TEORI 22 2.5 Kompleksitas Komputasi 2.5.1 Analisis algoritma Secara intuitif, algoritma adalah sebuah himpunan peraturan atau prosedur berhingga yang harus diikuti dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Sebuah algoritma yang mengandung peraturan-peraturan akan berhenti dengan sukses setelah melewati beberapa langkah sehingga dapat mengubah masukan menjadi keluaran yang merupakan solusi dari masalah atau gagal setelah menolak masukan yang diberikan. Selain itu, sebuah algoritma juga dapat tidak berhenti atau dalam kata lain, berjalan selamanya. Gambar 2.16: Algoritma RataRataPrefix1 Keistimewaan dari sebuah algoritma dapat dinilai dari efisiensi waktu jalannya. Waktu jalan sebuah algoritma bergantung pada perangkat lunak dan perangkat keras yang digunakan untuk menjalankannya sehingga waktu jalan sebuah algoritma akan berbeda jika digunakan pada perangkat lunak atau perangkat keras yang berbeda. Akibatnya, analisis secara teoritis yang tidak bergantung pada perbedaan penggunaan perangkat lunak atau perangkat keras dikembangkan untuk menghitung waktu jalan dari sebuah algoritma.

BAB 2. LANDASAN TEORI 23 Waktu jalan dari sebuah algoritma dapat dilihat sebagai sebuah fungsi h yang memetakan setiap masukan x dalam suatu daerah asal yang ditentukan ke sebuah keluaran h(x) dalam suatu daerah hasil yang diberikan. Rata-rata waktu jalan dari sebuah algoritma seringkali sulit untuk didapat, sehingga analisis waktu jalan algoritma lebih difokuskan pada analisis waktu terburuk dari sebuah algoritma. Algoritma RataRataPrefix1 pada Gambar 2.16 memiliki n+n+n+(1+2+...+(n 1))+(1+2+...+(n 1))+n (= 4n+n(n 1)) buah operasi. Pengeksekusian setiap operasi berbeda bergantung pada penggunaan memory cells pada RAM (Random Access Machine). Definisikan a sebagai waktu operasi tercepat dan b sebagai waktu operasi terlambat. Misalkan T(n) merupakan waktu jalan terburuk, maka a(4n + n(n 1)) T(n) b(4n + n(n 1)). (2.5.1) Dalam banyak kasus, bentuk tepat dari T(n) sulit untuk dihitung. Karenanya, bentuk tepat dari T(n) diganti dengan orde asimtotiknya, O(g). Untuk sebarang fungsi g : ℵ ℵ, fungsi kelas O(g) didefinisikan sebagai berikut O(g) = {T : ℵ ℵ ( c > 0)( n 0 ℵ)( n n 0 )[T(n) c(g(n))]}. (2.5.2) Sebagai contoh, akan dianalisa kelas O(g) dari Algoritma RataRataPrefix1. Sesuai dengan definisi, T(n) c(g(n)). Sehingga n 2 + 3n c(g(n)). (2.5.3) Misalkan g(x) = n 2. Persamaan (2.5.3) menjadi n 2 + 3n c(n 2 ) (2.5.4) (c 1)n 2 3n (2.5.5) n 3/(c 1). (2.5.6) Pilih c = 2 dan n 0 = 3 sehingga Algoritma RataRataPrefix1 termasuk pada kelas O(n 2 ) atau dapat diselesaikan dalam waktu O(n 2 ).

BAB 2. LANDASAN TEORI 24 Sebuah permasalahan dikatakan diselesaikan dalam waktu polinom jika terdapat suatu polinom p sehingga T( x ) O(p x ) untuk semua masukan x pada permasalahan tersebut. Contohnya, jika terdapat suatu k sehingga T( x ) O( x k ). Masalah pada Algoritma RataRataPrefix1 dapat diselesaikan dalam waktu polinom. 2.5.2 Teori kompleksitas Suatu masalah dikatakan masalah keputusan jika hanya memiliki dua keluaran yang direpresentasikan dengan {1,0}. Keluaran bisa berupa jawaban {ya,tidak} atau pasangan keluaran lainnya. Contohnya pada permasalahan penentuan bilangan kromatik χ (G) dari sebuah graf G. Pada graf sederhana G, bilangan kromatik dari G adalah (G) atau (G)+1. Masalah keputusan pada penentuan bilangan kromatik memiliki dua macam keluaran yaitu { (G), (G) + 1}. Kelas dari semua masalah keputusan yang dapat diselesaikan dalam waktu polinom dinotasikan dengan P. Ketika sebuah masalah bilangan kromatik diformulasikan sebagai masalah keputusan, terdapat ketidaksimetrisan antara masukan yang menghasilkan keluaran ya dan yang menghasilkan keluaran tidak. Sebuah jawaban- ya dapat ditandai dengan sebuah informasi: suatu graf G yang memiliki bilangan kromatik (G). Lebih umum, misalkan N P menotasikan suatu kelas masalah keputusan dimana setiap masukan dengan jawaban ya ditandai y, sehingga y dibatasi oleh suatu polinom dalam x dan terdapat sebuah algoritma dengan waktu polinom untuk menguji bahwa y adalah tanda yang tepat bagi x. Setiap masalah keputusan yang dapat diselesaikan dalam waktu polinom termasuk ke dalam kelas NP (Nondeterministic Polynomial-time). Jika terdapat sebuah masalah P dan sebuah algoritma yang menghitung setiap masukan x menjadi keluaran h(x) {ya, tidak} dalam langkah polinom, maka jawaban h(x) dapat digunakan sebagai tanda. Tada ini dapat diperiksa oleh algoritma. Sehingga P juga termasuk ke dalam N P yang mengakibatkan P N P.

BAB 2. LANDASAN TEORI 25 Kelas NP-complete adalah kelas yang paling sulit untuk diselesaikan dalam N P. Konsep NP-complete dikenalkan oleh Stephen Cook dalam sebuah jurnal yang berjudul The Complexity of theorem-proving procedurs. Saat ini, semua algoritma yang telah diketahui yang digunakan untuk masalah NPcomplete memerlukan waktu superpolinom, tergantung dari masukannya. Belum diketahui apakah terdapat algoritma yang lebih cepat. Oleh karena itu, untuk menyelesaikan masalah NP-complete, untuk sebarang masalah taktrivial, beberapa pendekatan digunakan, yaitu: 1. Taksiran: sebuah algoritma yang menemukan solusi suboptimal, yaitu solusi dengan daerah hasil tertentu; 2. Probabilistik: sebuah algoritma yang dapat dibuktikan memberikan kelakuan yang baik dari rata-rata waktu jalan untuk suatu distribusi yang diberikan dari masalah; 3. Kasus-kasus khusus: sebuah algoritma yang dapat berjalan dengan cepat jika masalah termasuk ke dalam suatu kelas khusus yang ditentukan; 4. Heuristik: sebuah algoritma yang bekerja cukup baik dalam banyak kasus, tetapi kecepatan dari algoritma dan ketepatan dari solusi yang dihasilkan tidak terjamin. Untuk dua buah masalah keputusan, misalkan P dan Q, P dikatakan tereduksi menjadi Q(dinotasikan P Q) jika terdapat fungsi g yang dapat dicari dengan waktu polinom yang mengubah masukan untuk P menjadi masukan untuk Q sehingga x adalah masukan dari ya untuk P jika dan hanya jika g(x) masukan ya untuk Q. Garey dan Johnson mengemukakan suatu konjektur bahwa penentuan bilangan kromatik sisi dari suatu graf termasuk ke dalam kelas NP-complete. Kemudian, Ian Hoyler telah membuktikan bahwa permasalahan dalam menentukan bilangan kromatik pada graf 3-teratur adalah 3 atau 4 merupakan masalah NP-complete. Se-

BAB 2. LANDASAN TEORI 26 hingga tidak terdapat algoritma yang dapat menyelesaikan masalah dalam waktu polinom. Akibatnya, pewarnaan sisi-f termasuk ke dalam kelas, karena pewarnaan sisi merupakan kasus khusus dari pewarnaan sisi-f dimana f(v) = 1 untuk setiap v.