BAB II TINJAUAN PUSATAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

Manajemen Persediaan. Persediaan dan Strategi Penyediaan Barang. Dinar Nur Affini, SE., MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi & Bisnis

Manajemen Persediaan. Gambaran Umum Persediaan dan Strategi Manajemen Persediaan. Hesti Maheswari SE., M.Si. Modul ke: 01Fakultas Ekonomi dan Bisnis

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berupa persediaan barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi. Diperoleh dari sumber alam atau dibeli dari supplier

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

COST ACCOUNTING MATERI-9 BIAYA BAHAN BAKU. Universitas Esa Unggul Jakarta

BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP PERSEDIAAN DAN EOQ. menghasilkan barang akhir, termasuk barang akhirnya sendiri yang akan di jual

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Zaki Baridwan (2009:3) prosedur adalah suatu urut-urutan pekerjaan kerani (clerical),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan setiap waktu.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Setiap perusahaan mempunyai perencanaan yang ditetapkan bersama. Suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORITIS. Istilah akuntansi untuk persediaan yang digunakan untuk menunjukkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN. Setiap perusahaan, baik itu perusahaan jasa maupun perusahaan manufaktur,

Ir. Rini Anggraini MM. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi MANAJEMEN.

Bab 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. Dalam pelaksanaan Kerja Praktek di PT Industri Telekomunikasi

BAB II BAHAN RUJUKAN. 2.1 Tinjauan Umum Atas Sistem Informasi Akuntansi. Sistem pada dasarnya adalah sekelompok unsur yang berhubungan erat

BAB III SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PERSEDIAAN PADA PT HERFINTA FARM AND PLANTATION MEDAN. A. Pengertian Persediaan dan Jenis Persediaan

Akuntansi Biaya. Bahan Baku: Pengendalian, Perhitungan Biaya, dan Perencanaan. Yulis Diana Alfia, SE., MSA., Ak., CPAI. Modul ke:

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Akuntansi Biaya. Materials : Controlling, Costing, and Planning. Wahyu Anggraini, SE., M.Si. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen S1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tertutup, lapangan, gudang terbuka, atau tempat-tempat penyimpanan lain, baik

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini ditandai dengan menjamurnya

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Manajemen Persediaan (Inventory Management)

2.1.2 Jenis-jenis Persediaan Menurut Carter (2006:40) Jenis-jenis persediaan pada perusahaan manufaktur adalah sebagai berikut :

SKRIPSI PENGENDALIAN INTERN ATAS PERSEDIAAN PADA PT. INDOTERAS SUMATERA MEDAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bagian bab ini memuat teori-teori dari para ahli yang dijadikan sebagai

Biaya persediaan = Rp ,-

BAB II LANDASAN TEORI. mengenai definisi akuntansi terlebih dahulu. Penjelasan mengenai definisi

Manajemen Keuangan. Pengelolaan Persediaan. Basharat Ahmad, SE, MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Manajemen

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian prosedur menurut Lilis Puspitawati dan Sri Dewi Anggadini

3 BAB III LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan yang bermanfaat bagi pemakai informasi. Pemakai informasi ini di luar

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

AKUNTANSI PERPAJAKAN. Akuntansi Pajak Persediaan. Dr. Suhirman Madjid, SE.,MS.i.,Ak., CA. HP/WA :

Bahan atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam proses produksi;

Pert 12. Team Teaching Universitas Islam Malang 2016

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

COST ACCOUNTING (Akuntansi Biaya) Metode Harga Pokok Pesanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perencanaan dan pengendalian Produksi. Menurut Ilmu Ekonomi, pengertian produksi adalah kegiatan menghasilkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan yang terjadi secara berulang-ulang, sedangkan Nafarin (2009: 9)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengendalian internal merupakan kebijakan dan prosedur yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mulyadi (2001:5) sistem adalah suatu jaringan prosedur yang dibuat menurut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pertemuan 7 MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY MANAGEMENT)

MANAJEMEN PIUTANG DAGANG DAN PERSEDIAAN

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan suatu sistem. Menurut Jogiyanto (1991:1), Sistem adalah

BAB II LANDASAN TEORI

COST ACCOUNTING (Akuntansi Biaya) Metode Harga Pokok Pesanan

BAB II KAJIAN TEORI. mengolah atau mengorganisir dokumen dokumen yang ada tujuannnya untuk

METODE HARGA POKOK PESANAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIK PROSEDUR PENGADAAN RANGKAIAN SAMBUNG BARU PADA PDAM TIRTA MOEDAL KOTA SEMARANG

BAB II BAHAN RUJUKAN. dagang maupun manufaktur. Bagi perusahaan manufaktur, persediaan menjadi. berpengaruh pada kegiatan produksi dan penjualan.

Struktur Organisasi. PT. Akari Indonesia. Pusat dan Cabang. Dewan Komisaris. Direktur. General Manager. Manajer Sumber Daya Manusia Kepala Cabang

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Heizer & Rander

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

AKUNTANSI BIAYA BAHAN BAKU. Akuntansi Biaya TIP FTP UB Mas ud Effendi

Pengendalian Persediaan. Fungsi Persediaan (2) Fungsi Persediaan 11/18/2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Persyaratan Produk. I.1 Pendahuluan

AKUNTANSI BIAYA. Bahan Baku : Pengendalian, Perhitungan Biaya, dan Perencanaan. VENY, SE.MM. Modul ke: Fakultas EKONOMI. Program Studi AKUNTANSI

BAB IV AUDIT OPERASIONAL ATAS FUNGSI PEMBELIAN BAHAN BAKU PT KARYADINAMIKA GRAHA MANDIRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MANAJEMEN KEUANGAN 1 (Manajemen Modal Kerja)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum penggunaan MRP biaya yang dikeluarkan Rp ,55,- dan. MRP biaya menjadi Rp ,-.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada perusahaan dagang dan industri, persediaan merupakan aktiva lancar

#14 MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB IV PEMBAHASAN AUDIT OPERASIONAL ATAS FUNGSI PENJUALAN KREDIT DAN PIUTANG USAHA PADA PT. GROOVY MUSTIKA SEJAHTERA

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSATAKA A. Persediaan Barang Menurut C. Wigati Retno Astuti dan Cornelio Purwantini (2002:58), pengertian persediaan barang adalah semua barang yang dimiliki perusahaan pada saat tertentu dengan tujuan untuk dijual atau dikonsumsikan dalam siklus operasi normal perusahaan. Menurut Zulian Yamit (2001:2): Persediaan barang adalah suatu aktiva yang meliputi barang barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha, atau persediaan barang barang yang masih dalam pengerjaan/proses produksi, ataupun persediaan barang baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi. Persediaan merupakan sebagai suatu aktiva yang meliputi barang barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal atau persediaan barang barang yang masih dalam pengerjaan/proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu pengunaaannya dalam suatu proses produksi. Jadi persediaan merupakan bahan bahan, parts yang disediakan dan bahan bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang barang jadi atau produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau langganan setiap waktu. Tujuan mengadakan persediaan antara lain memenuhi kebutuhan normal, memenuhi kebutuhan mendadak dan memungkinkan pembelian atas dasar jumlah

ekonomis. Persediaan memungkinkan produk produk dihasilkan pada tempat yang jauh dari pelanggan atau sumber bahan mentah. Dengan adanya persediaan, produksi tidak perlu dilakukan khusus buat konsumsi atau sebaliknya tidak perlu konsumsi didesak supaya sesuai dengan kepentingan produksi. Menurut Richardus Eko Indrajit dan Richardus Djokopranoto, manajemen persediaan adalah: Kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaaan dan pengawasan penentuan kebutuhan material sedemikian rupa sehingga di satu pihak kebutuhan operasi dapat dipenuhi pada waktunya dan di lain pihak investasi persediaan material dapat ditekan secara optimal. karena : Adapun alasan dilakukannya persediaan oleh suatu perusahaan pabrik adalah 1. Dibutuhkannya waktu untuk menyelesaikan operasi produksi untuk memindahkan produk dari suatu tingkat ke tingkat yang lain, yang disebut persediaan dalam proses dan pemindahan. 2. Alasan organisasi, untuk memungkinkan satu unit atau bagian membuat skedul operasinya secara bebas, tidak tergantung dari yang lainnya. Sedangkan persediaan yang diadakan mulai dari bentuk bahan mentah sampai dengan barang jadi, antara lain berguna untuk dapat : 1. Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya barang atau bahan bahan yang dibutuhkan perusahaan. 2. Menghilangkan resiko dari material yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan.

3. Untuk menumpuk bahan bahan yang dihasilkan secara musiman sehingga dapat digunakan bila bahan itu tidak ada dalam pasaran. 4. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan atau menjamin kelancaran arus produksi. 5. Mencapai penggunaan mesin yang optimal. 6. Memberikan pelayanan (service) kepada pelanggan dengan sebaik baiknya dimana keinginan pelanggan pada suatu waktu dapat dipenuhi atau memberikan jaminan tetap tersediaanya barang jadi tersebut. 7. Membuat pengadaan atau produksi tidak perlu sesuai dengan penggunaan atau penjualannya. Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa persediaan sangat penting artinya bagi suatu perusahaan karena berfungsi menghubungkan antara operasi yang berurutan dalam pembuatan suatu barang dan menyampaikannya kepada konsumen. Hal ini berarti dengan adanya persediaan memungkinkan terlaksananya operasi produksi, karena faktor waktu antara operasi itu dapat dihilangkan sama sekali, walaupun sebenarnya dapat diminimumkan, persediaan dapat diminimumkan dengan mengadakan perencanaan produksi yang lebih baik, serta organisasi bagian produksi yang lebih efisien. Dalam manajemen persediaan, barang-barang dapat dibagi menurut beberapa sudut pandang atau pendekatan antara lain : 1. Menurut posisi barang didalam urutan pengerjaan produk,yaitu: a. Persediaan bahan baku (Raw Materials Stock) Persediaan bahan baku adalah persediaan dari barang barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi, barang dapat diperoleh dari sumber

sumber alam ataupun dibeli dari supplier atau perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan pabrik yang menggunakannya. Bahan baku diperlukan oleh pabrik untuk dioleh, setelah melalui beberapa proses diharapkan menjadi barang jadi (finished goods). b. Persediaan bagian produk atau parts yang dibeli (Purchased Parts/Components Stock) Persediaan bagian produk atau parts yang dibeli adalah persediaan barangbarang yang terdiri dari parts yang diterima dari perusahaan lain, yang dapat secara langsung diassembling dengan parts lain, tanpa melalui proses produksi sebelumnya. Jadi bentuk barang yag merupakan parts ini tidak mengalami perubahan dalam produksi. c. Persediaan bahan bahan pembantu atau barang barang pelengkapan (Supplies Stock) Persediaan bahan bahan pembantu atau barang barang pelengkapan dalah persediaan bahan bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu berhasilnya produksi atau yang digunakan dalam bekerjanya suatu perusahaan, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen dari barang jadi. d. Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses (Work in Process /Progress Stock) Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses adalah persediaan barang barang yang keluar dari tiap tiap bagian dalam satu pabrik atau bahan bahan yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi diproses kembali menjadi barang jadi.

e. Persediaan barang jadi (Finished Goods Stock) Persediaan barang jadi dalah persediaan barang barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap dijual kepada pelanggan atau perusahaan lain. 2. Menurut jenis,yaitu: a. Barang umum (general materials) Barang jenis ini biasanya macamnya cukup banyak, pemakaiannya tidak tergantung dari peralatan, harganya relatif lebih kecil dan penentuan kebutuhannya relatif lebih gampang. b. Suku cadang (spareparts) Barang jenis ini macamnya sangat banyak, pemakaiannya tergantung dari peralatan, harganya biasanya lebih mahal dan penentuan kebutuhannya lebih sulit. 3. Menurut harga,yaitu: a. Barang berharga tinggi (high value items) Barang ini biasanya berjumlah sekitar hanya 10% dari jumlah item persediaan, namun jumlah nilainya mewakili sekitar 70% dari seluruh nilai persediaan, dan oleh sebab itu memerlukan tingkat pengawasan yang sangat tinggi. b. Barang berharga menengah (medium value items) Barang ini biasanya berjumlah kira-kira 20% dari jumlah item persediaan, dan jumlah nilainya juga sekitar 20% dari jumlah nilai persediaan, sehingga memerlukan tingkat pengawasan yang cukup saja.

c. Barang berharga rendah (low value items) Berlawanan dengan barang berharga tinggi, jenis barang ini biasanya berjumlah kira-kira 70% dari seluruh pos persediaan, namun nilai harganya hanya mewakili 10% saja dari seluruh nilai barang persediaan, sehingga hanya memerlukan tingkat pengawasan rendah. 4. Menurut frekuensi penggunaan,yaitu: a. Barang yang cepat pemakaiannya atau pergerakannya (fast moving items) Barang ini frekuensi penggunaannya dalam 1 tahun lebih dari sekian bulan tertentu, misalnya lebih dari 4 bulan, sehingga barang jenis ini memerlukan frekuensi perhitungan pemesanan kembali yang lebih sering. b. Barang lambat pemakaiannya atau pergerakannya (slow moving items) Barang yang frekuensi penggunaannya dalam 1 tahun kurang dari sekian bulan tertentu, misalnya dibawah 4 bulan, sehingga barang jenis ini memerlukan frekuensi perhitungan pemesanan kembali yang tidak sering. 5. Menurut tujuan penggunaan,yaitu: a. Barang pemeliharaan, perbaikan dan operasi (MRO materials) Barang ini sifatnya habis pakai, digunakan untuk keperluan pemeliharaan, perbaikan, atau reparasi dan operasi, dan kalau pada suatu saat persediaan habis, operasi masih dapat berjalan sementara. b. Barang program (program materials) Barang ini sifatnya juga habis pakai, jumlah kebutuhannya sesuai dengan tingkat produksi/kegiatan perusahaan yang bersangkutan, dana kalau pada suatu saat persediaan habis, kegiatan perusahaan akan langsung berhenti.

6. Menurut jenis anggaran,yaitu: a. Barang operasi Barang yang digunakan untuk keperluan operasi biasa, yang dianggarkan dalam anggaran operasi, dan apabila digunakan akan dibukukan sebagai biaya, dan proses persetujuan anggaran biasanya lebih cepat dan sederhana. b. Barang investasi (capital materials) Barang yang biasanya berbentuk peralatan dan digunakan untuk penambahan, perluasan, atau pembangunan proyek, atau sebagai aset perusahaan, dianggarakan dalam anggaran investasi, bukan dalam anggaran produksi, dan dibukukan dalam akun aset perusahaan, sedangkan biayanya dihitung dengan metode penyusutan sesuai dengan metode perhitungan yang telah ditentukan, dan proses persetujuan anggaran biasanya lebih sulit dan lama. 7. Menurut cara pembukuan perusahaan,yaitu: a. Barang persediaan (stock items) Jenis barang dimana setibanya barang dibukukan dalam akun persediaan barang perusahaan dan barangnya sendiri disimpan di gudang persediaan. Setelah barang tersebut digunakan oleh suatu bagian, baru dibebankan pada akun bagian yang bersangkutan. Penggunaan barang ini berulang-ulang, sehingga memang perlu disediakan di gudang. b. Barang dibebankan langsung (direct charged materials) Jenis barang yang setelah dibeli langsung dikirimkan dan dibebankan ke bagian yang akan menggunakannya. Barang jenis ini memang biasanya tidak disediakan dalam persediaan, karena jarang sekali digunakan.

8. Menurut hubungannya dengan produksi,yaitu: a. Barang langsung (direct marterials) Jenis barang yang langsung digunakan dalam produksi, yang akan menjadi bagian dari produk akhir. Jadi, bahan mentah, bahan penolong, bahan setengah jadi, barang jadi dan barang komoditas termasuk dalam kategori ini. b. Barang tidak langsung (indirect marterials) Jenis barang yang tidak ada hubungannya dengan proses produksi, namun diperlukan untuk memelihara mesin dan fasilitas yang digunakan untuk proses produksi. Yang masuk dalam kategori ini adalah barang MRO (suku cadang dan barang umum) dan barang proyek. Adapun biaya-biaya yang terlibat dalam persediaan yaitu: 1. Biaya pemesanan Biaya pemesanan adalah biaya-biaya untuk menempatkan dan menerima pesanan, seperti biaya pemrosesan pesanan, biaya asuransi untuk pengiriman serta biaya pembongkaran. 2. Biaya persiapan Biaya persiapan adalah biaya-biaya untuk menyiapkan peralatan dan fasilitas sehingga dapat digunakan untuk memproduksi produk atau komponen tertentu, misalnya upah pekerja bagian produksi yang tidak terpakai, biaya fasilitas produksi yang tidak terpakai dan biaya uji coba produksi.

3. Biaya penyimpanan Biaya penyimpanan adalah biaya-biaya untuk menyimpan persediaan, seperti asuransi, pajak persediaan, keuangan, biaya peluang dari dana yang terkait dalam persediaan, biaya penanganan dan ruang penyimpanan persediaan. Dalam manajemen persediaan, kebutuhan perdana adalah perhitungan kebutuhan barang umum atau suku cadang yang pertama kali dilakukan, sejak suatu peralatan dibeli atau suatu fasilitas atau pabrik dibangun. Sedangkan pemesanan perdana adalah pemesanan untuk pembelian yang pertama kali dilakukan sebagai akibat dari kebutuhan perdana tersebut.pada umumnya, pemesanan perdana ini meliputi tiga kelompok barang yang meliputi pula tiga jenis kebutuhan perdana yaitu: 1. Barang Persiapan (Commissioning Materials) Barang yang diperlukan untuk melengkapi dan menyiapkan suatu peralatan atau pabrik agar siap mulai bekerja. Keperluan barang ini dapat diambilkan dari persediaan barang perdana, asalkan kalau dipakai, harus segera diganti (dipesan kembali). 2. Barang Perdana (Initial Materials) Semua kebutuhan barang yang digunakan untuk menjaga agar operasi perdana suatu perlengkapan atau pabrik selama masa percobaan dapat berjalan dengan lancar dan untuk keperluan selama tahun pertama operasinya. 3. Barang untuk Operasi Normal (Normal Operation Materials) Barang yang diperlukan untuk menjamin kelancaran operasi peralatan yang bersangkutan sejak mulai bekerja sampai beroperasi 2 tahun, di luar (atau mungkin termasuk) keperluan barang perdana.

Selanjutnya, sesudah dilakukan pemesanan perdana, maka perlu dilakukan pemesanan untuk mengisi persediaan kembali, karena sebagian dari persediaan sudah digunakan untuk mengganti barang yang rusak. Pengisian kembali atau pemesanan kembali ini tetap harus memperhatikan prinsip pengendalian persediaan yaitu penentuan jumlah dan jenis barang yang disimpan dalam persediaan haruslah sedemikian rupa sehingga operasi perusahaan tidak terganggu, tetapi di lain pihak sekaligus harus selalu menjaga agar biaya investasi yang timbul dari penyediaan barang tersebut seminimal mungkin. Dengan menentukan pemesaan kembali tersebut, ada 4 sistem yang umunya digunakan dengan beberapa variasi yaitu 1. Sistem tinjauan terus-menerus (Perpetual Review System) Dalam sistem ini peninjauan dilakukan terus menerus yang berarti setiap kali perlu dipesan, maka harus dipesan. Perhitungan kapan perlu dipesan adalah apabila adalah jumlah persediaan sudah mencapai jumlah/tingkat tertentu. Jumlah tertentu ini disebut titik pemesanan kembali atau reorder point. Namun, pendekatan dengan menggunakan titik pemesanan kembali ini tidak hanya digunakan dalam sistem ini, tetapi juga digunakan dalam sistem jumlah tetap. Dalam sistem ini, yang bersifat tetap adalah titik pemesanan kembali tersebut. 2. Sistem tinjauan periodik (Periodic Review system) Dalam sistem ini tinjuan pemesanan kembali dilakukan setiap waktu, misalnya setiap 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, atau setiap periode waktu tertentu yang ditetapkan. Penentuan ini didasarkan atas beberapa pertimbanganseperti jenis barang, frekuensi penggunaan barang, kepentingan barang tersebut dalam perusahaan dan sebagainya. Tidak peduli persediaan masih banyak atau tidak,

setiap waktu tertentu harus dihitung kembali. Proses perhitungan pemesanan kembali ini tidak berarti harus memesan kembali, tetapi menghitung kembali. Jadi ada 3 kemungkinan yaitu memesan kembali, tidak memesan lagi karena persediaan amsih banyak, atau membatalkan pesanan yang masih berjalan karena persediaan masih banyak. 3. Sistem jumlah tetap Dalam sistem ini yang menonjol adalah bahwa setiap kali memesan, jumlah yang dipesan selalu sama, dana apabila harga satuannya sama, maka harga yang dipesan juga sama. 4. Sistem tepat waktu Dalam sistem ini andalannya pada konsep tepat waktu, yang merupakan bagian dari manajemen tepat waktu, yang diberlakukan pada semua kegiatan yang berhubungan dengan produksi, yaitu tepat waktu pemesanan, tepat waktu pembelian, tepat waktu kedatangan barang, tepat waktu produksi, tepat waktu pengiriman penjualan, dan sebagainya. Dalam manajemen persediaan, sistem yang dikembangkan untuk pengisian kembali persediaan didasarkan atas berbagai kondisi kebutuhan atau permintaan barang. Atas dasar ini, secara garis besar sistem yang kembangkan dibedakan atas: 1. Sistem permintaan independen Permintaan independen adalah jenis permintaan suatu barang yang bebas, artinya tidak tergantung pada waktu atau jumlah permintaan barang lain. Permintaan seperti ini biasanya seragam dan relatif lebih teratur. Dalam sistem permintaan

independen, model-model perhitungan jumlah pemesanan kembali antara lain adalah: a. Sistem pemesanan tetap Dalam sistem ini, untuk setiap kali pemesanan, jumlah yang dipesan selalu bersifat tetap. Model yang paling populer adalah model EOQ (Economic Order Quantity) b. Sistem produksi tumpukan Sistem ini berorientasi pada produksi barang dalam tumpukan tertentu. Model yang cukup populer adalah formula EPQ (Economic Production Quantity). c. Sistem periodik tetap Sistem ini digunakan untuk perhitungan atau tinjauan pemesanan kembali persediaan barang berdasarkan jadwal waktu yang tetap. Adapun model yang lebih populer yaitu EOI (Economic Order Interval). d. Sistem minimum-maksimum Dalam sistem ini, menganut paham bahwa sebaiknya diusahakan suatu jumlah persediaan minimum untuk menjamin kelangsungan operasi perusahaan, namum perlu juga ditetapkan jumlah maksimum untuk menjamin tidak tertumpuknya barang secara tidak terkendali. Ini sesuai dengan prinsip manajemen persediaan 2. Sistem permintaan dependen Jenis permintaan barang dependen adalah jenis permintaan barang yang waktu dan jumlahnya tidak bebas berdiri sendiri, tetapi tergantung pada waktu atau jumlah permintaan barang lain. Permintan jenis ini biasanya berlaku untuk produksi rakitan, dimana suatu produk rakitan jadi adalah hasil suatu rakitan

komponen atau barang yang lebih kecil. Model pemesanan kembali yang paling terkenal dalam sistem ini adalah MRP (Material Requirement Planning). 3. Sistem permintaan dengan ciri tersendiri Dalam sistem ini, permintaan barang walaupun ada sifat kepastiannya, namum jumlah, waktu dan frekuensi pemakainnya mempunyai pola tersendiri, yang berubah-ubah dan suatu kurun waktu tertentu pula, kadang-kadang teratur dan kadang-kadang tidak teratur. penjualan. Dalam manajemen persediaan tidak terlepas dari kegiatan pembelian dan Menurut Moekijat (2001:245), pembelian adalah: suatu kegiatan yang meliputi penentuan barang-barang apa yang akan dibeli, bila, berapa banyak, dimana dan bagaimana suatu barang akan dibeli serta dengan harga berapa barang tersebut dapat dibeli.: Pembelian yang terjadi di dalam perusahaan dagang biasanya adalah pembelian barang dagangan. Pembelian yang terjadi dapat secara langsung atau melalui perantara yaitu dengan adanya agen. Melalui agen ini pembeli membeli barangnya. Agen ini yang langsung berhubungan dengan penjualnya. Sistem pembelian terdiri dari: 1. Sistem pembelian tunai, yaitu pembelian barang yang pembayarannya dilakukan langsung sewaktu penyerahan barang. 2. Sistem pembelian kredit yaitu pembelian barang yang pembayarannya dilakukan pada waktu yang telah disepakati.

Menurut Zaki Baridwan (2001:175), fungsi-fungsi yang terkait dalam pembelian yaitu : 1. Fungsi gudang Fungsi ini bertanggung jawab untuk mengajukan permintaan pembelian sesuai dengan posisi persediaan yang ada di gudang dan untuk menyimpan barang yang telah diterima oleh fungsi penerimaan. 2. Fungsi pembelian Fungsi ini bertanggung jawab untuk memperoleh informasi mengenai harga barang, menentukan supplier yang dipilih dalam pengadaan barang dan mengeluarkan order pembelian kepada supplier yang dipilih. 3. Fungsi penerimaan Fungsi ini bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan terhadap jenis, mutu dan kuantitas barang yang diterima dari supplier guna menentukan dapat atau tidaknya barang tersebut di terima oleh perusahaan. 4. Fungsi akuntansi Fungsi akuntansi yang terkait dalam transaksi pembelian adalah fungsi pencatat hutang dan fungsi pencatat persediaan. Dalam sistem informasi pembelian, fungsi pencatat hutang bertanggung jawab untuk mencatat transaksi pembelian ke dalam register bukti kas keluar dan untuk menyelenggarakan arsip dokumen sumber (bukti kas keluar) yang berfungsi sebagai catatan hutang atau menyelenggarakan kartu hutang sebagai buku pembantu hutang. Dalam sistem informasi pembelian, fungsi pencatat persediaan bertanggung jawab untuk mencatat harga pokok persediaan barang yang dibeli ke dalam kartu persediaan.

Prinsip- prinsip internal control dalam pembelian yaitu : 1. Diadakan pemisahan fungsi yang jelas untuk pihak-pihak yang : a. Meminta pembelian b. Melakukan pembelian c. Menerima barang d. Menyimpan barang e. Mencatat terjadinya pembelian dan timbulnya hutang f. Mengeluarkan uang untuk membayar pembelian (hutang) 2. Setiap pembelian harus didasarkan pada permintaan pembelian dan dengan harga yang bersaing serta kuantitas yang optimal. 3. Bagian pembelian harus mengikuti pengiriman barang-barang dari penjual untuk memastikan ketepatan waktunya. 4. Barang-barang hanya akan diterima apabila sesuai dengan spesifikasi dalam order pembelian 5. Faktur pembelian diperiksa kebenarannya sebelum disetujui untuk dibayar. 6. Distribusi debit dari barang-barang atau jasa yang dibeli harus dilakukan dengan benar sehingga laporan-laporan untuk pimpinan datanya dapat dipercaya. Menurut Zaki Baridwan (2001:10): Penjualan adalah kegiatan sejak diterimanya pesanan dari pembeli, pengiriman barang, pembuatan faktur (penagihan) dan pencatatan penjualan dan atau suatu kegiatan yang dilakukan manusia untuk menyampaikan barang kebutuhan yang telah dihasilkan kepada mereka yang memerlukannya dengan imbalan uang menurut harga yang ditentukan.

Bagian-bagian yang terkait dalam prosedur penjualan yaitu: 1. Bagian pesanan penjualan Dalam perusahaan kecil, fungsi pesanan penjualan dapat dipegang oleh seorang karyawan dalam bagian penjualan. Tetapi dalam perusahaan besar bagian pesanan penjualan merupakan bagian yang berdiri di bawah bagian penjualan. Untuk keadaan tersebut, bagian pesanan penjualan mempunyai fungsi sebagai berikut: a. Mengawasi semua pesanan yang diterima. b. Memeriksa surat pesanan yang diterima dari langganan atau salesman dan melengkapi informasi yang kurang yang berhubungan dengan spesifikasi produk dan tanggal pengiriman. c. Meminta persetujuan penjualan kredit dari bagian kredit. d. Menentukan tanggal pengiriman. Apabila gudangnya lebih dari satu, tentukan dari gudang mana akan dilakukan pengiriman. e. Membuat surat perintah pengiriman dan back orders beserta tembusantembusannya. f. Membuat catatan mengenai pesanan-pesanan yang diterima dan mengikuti pengirimannya sehingga dapat diketahui pesanan-pesanan mana yang belum dipenuhi. g. Mengadakan hubungan dengan pembeli mengenai barang-barang yang dikembalikan oleh pembeli, membuat catatan dan mengeluarkan bukti memorial untuk bagian piutang. 2. Bagian kredit Dalam prosedur penjualan, setiap pengiriman barang untuk memenuhi pesanan pembeli yang syaratnya kredit, harus mendapatkan persetujuan dari bagian kredit.

Agar dapat memberikan persetujuan,bagian kredit menggunakan catatan yang dibuat oleh bagian piutang untuk tiap-tiap langganan mengenai sejarah kreditnya,jumlah maksimum dan ketepatan waktu pembayarannya. Persetujuan dari bagian kredit biasanya ditunjukkan dalam formulir surat perintah pengiriman yang diterima dari bagian pesanan penjualan. 3. Bagian gudang Dalam hubungannya dengan penjualan, bagian gudang bertugas untuk menyiapkan barang seperti yang tercantum dalam surat perintah. Barang-barang ini diserahkan ke bagian pengiriman untuk dibungkus dan dikirimkan ke pembeli. 4. Bagian pengiriman Bagian pengiriman bertugas untuk mengirim barang-barang pada pembeli. Pengiriman ini hanya boleh dilakukan apabila ada surat perintah pengiriman yang sah. Selain itu bagian pengiriman juga bertugas mengirimkan kembali barangbarang kepada penjual yang keadaannya tidak sesuai dengan yang dipesan. Pengembalian barang ini dilakukan apabila ada debit memo untuk retur pembelian. 5. Bagian billing Tugas bagian pembuatan faktur adalah: a. Membuat (menerbitkan) faktur penjualan dan tembusan-tembusannya. b. Menghitung biaya kirim penjualan dan Pajak Pertambahan Nilai. c. Memeriksa kebenaran penulisan dan perhitungan dalam faktur.

B. Metode Penilaian Persediaan Barang Menurut Sophar Lumbantoruan (2001:1967), terdapat beberapa metode penilaian persediaan barang yang sering digunakan yaitu: 1. Harga perolehan rata-rata (Average) Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa barang yang tersedia untuk dijual seolah-olah homogen. Misalnya terdapat data transaksi sebagai berikut : Keterangan Unit Harga/Unit Total Harga Perolehan 1/1 Persediaan awal 80 Rp 15 Rp 1,200 14/1 Pembelian 90 Rp 20 Rp 1,800 15/1 Pembelian 120 Rp 22 Rp 2,640 290 Rp 5,640 Dalam metode Rata-Rata (Average), nilai rata-rata yang didapat adalah Rp 19,45 yang didapat dari perhitungan Rp 5,640/290 unit. Jika misalnya ada 200 unit yang terjual, maka nilai persediaan akhir dari metode Rata-Rata (Average) adalah: Barang tersedia untuk dijual (290 unit) = Rp. 5,640 Harga Pokok barang yang dijual (200xRp.19,45) = Rp. 3,890 - Persediaan Akhir = Rp. 1,750 2. FIFO (First In First Out) Metode ini menganggap barang yang dibeli pertama kali dijual terlebih dahulu. Hal ini berarti harga perolehan barang yang dijual adalah harga perolehan yang

pertama dibeli. Misalnya, barang yang tersedia untuk dijual sebanyak 290 unit, akan dijual sebanyak 200 unit, maka nilai persediaan akhir adalah: Tanggal Unit Harga Pokok/Unit Total Harga Pokok 1/1 80 Rp 15 Rp 1,200 14/1 90 Rp 20 Rp 1,800 15/1 30 Rp 22 Rp 660 200 Rp 3,660 Maka nilai persediaan akhir dari metode FIFO (First In First Out) adalah: Barang tersedia untuk dijual = Rp. 5,640 Harga Pokok Penjualan = Rp. 3,660 - Persediaan Akhir = Rp. 1,980 3. LIFO (Last In First Out) Metode LIFO adalah kebalikan dari metode FIFO. Metode ini beranggapan bahwa barang yang dibeli terakhir akan dijual atau dikeluarkan terlebih dahulu. Persediaan akhir menggunakan harga pokok barang yang dibeli terlebih dahulu. Metode ini sering disebut masuk terakhir keluar pertama. Misalnya, barang yang tersedia untuk dijual sebanyak 290 unit, akan dijual sebanyak 200 unit, maka nilai persediaan akhir adalah:

Tanggal Unit Harga Pokok/Unit Total Harga Pokok 15/1 120 Rp 22 Rp 2,640 14/1 80 Rp 20 Rp 1,600 + 200 Rp 4,240 Maka nilai persediaan akhir dari metode LIFO (Last In First Out) adalah: Barang tersedia untuk dijual = Rp. 5,640 Harga Pokok Penjualan = Rp. 4,240 - Persediaan Akhir = Rp. 1,400 C. Nilai Balik Persediaan Barang Menurut Hansen dan Mowen (2005:120), pengertian nilai balik persediaan barang yaitu: Ukuran kinerja yang paling lazim bagi suatu pusat investasi. Menurut Mulyadi (2001:284), investasi merupakan pengaitan sumber-sumber dalam jangka panjang untuk menghasilkan laba di masa yang akan datang D. Penerapan Metode Gross Margin Return On Investment (GMROI) Untuk Menentukan Nilai Balik Menurut Muhammad Fakhruddin (2001:159): GMROI adalah salah satu alat ukur yang digunakan pengecer untuk mengukur prestasi dalam evaluasi investasi persediaan. GMROI-Rate merupakan return

of investment yang mengkombinasikan antara efek profit margin dengan perputaran persediaan dalam suatu indikator pengukuran investasi. GMROI-rate dihitung dari perkalian antara perputaran persediaan dengan cost markon rate. Cost markon rate adalah persentase yang menunjukkan berapa besar harga pokok suatu jenis persediaan harus dinaikkan untuk mencapai harga jualnya. Perputaran merupakan suatu ukuran lain yang dihitung dengan membagi Secara sistematis, cost markon rate dapat dihitung dengan rumus: Cost markon rate = Harga Jual per Unit HPP per unit x 100% Harga Pokok Penjualan (HPP) Harga pokok penjualan adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang yang dijual atau harga perolehan dari barang yang dijual. Ada dua manfaat dari harga pokok penjualan yaitu: 1. Sebagai patokan untuk menentukan harga jual. 2. Untuk mengetahui laba yang diinginkan perusahaan. Untuk memperjelas penentuan nilai balik persediaan barang dengan metode GMROI, maka dibuat contoh sederhana yaitu: Misalnya PT. X mempunyai produk barang A. Selama bulan April 2007, volume penjualan barang tersebut adalah sebesar 1,000 unit. Persediaan akhir barang tersebut adalah sebesar 125 unit. Harga barang tersebut adalah Rp. 1,000 per unit. Setelah dilakukan perhitungan, maka harga pokok penjualan barang tersebut ditetapkan sebesar Rp. 750/unit. Maka untuk menentukan nilai balik persediaan barang A dengan metode GMROI, maka dilakukan sebagai berikut:

1. Penentuan nilai perputaran persediaan, yaitu: Perputaran Persediaan = Volume Penjualan/Jumlah Persediaan = 1,000/125 = 8 Untuk mencari nilai perputaran persediaan diambilah data volume penjualan sebesar 1000 unit dibagi jumlah persediaan sebesar 125 unit dan mendapat hasil sebesar 8 unit. 2. Penentuan nilai cost markon rate, yaitu: Cost markon Rate = Harga Jual per Unit HPP per unit x 100% Harga Pokok Penjualan (HPP) = (1,000-750) x 100% 750 = 33,33% Nilai cost markon rate dapat dicari dengan harga jual per unit sebesar 1000 unit kurang HPP sebesar 750 di bagi HPP 750 unit di kali 100% dan hasil yang di peroleh adalah 33,33% 3. Penilaian hasil investasi barang dengan metode GMROI, yaitu: GMROI-Rate = Perputaran Persediaan x Cost Markon Rate = 8 x 33,33% = 2.67 Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa nilai balik persediaan barang A akan menghasilkan Rp. 2.67 untuk perusahaan.1