IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA Terminologi Pasca Panen Padi. A. Kualitas Fisik Gabah

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - April 2014 di Kabupaten Pringsewu

KAJIAN TEKNOLOGI PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK (PARBOILING RICE) PADA GABAH VARIETAS SITU BAGENDIT SKRIPSI SPETRIANI F

TINJAUAN PUSTAKA. barang dan jasa akan terdistribusi dengan jumlah, waktu, serta lokasi yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

ABSTRAK. Kata kunci: padi, konfigurasi penggilingan, susut penggilingan, rendemen giling PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG DARI BUAH SUKUN. (Artocarpus altilis)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tersebar dari Sabang dari Merauke dengan bermacam-macam jenis pangan

BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI GLUKOSA DAN ORGANOLEPTIK KUE BOLU DARI PENAMBAHAN TEPUNG GAPLEK DAN BEKATUL SKRIPSI

KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Konsumen. nilai-nilai perusahaan. Menurut Kuswadi (2004), Kepuasan pelanggan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT

LAPORAN PRAKTIKUM Mata Kuliah Pasca Panen Tanaman PENGGILINGAN PADI. Disusun oleh: Kelompok 3

METODOLOGI. Waktu dan Tempat. Alat dan Bahan. Metode Penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Mutu Fisik Beberapa Beras Aromatik

TANAMAN PENGHASIL PATI

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai wilayah di Indonesia memiliki lahan pertanian yang dapat ditanami

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM MEMPRODUKSI BERAS SEHAT MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN BERAS PRATANAK PADA PENGGILINGAN PADI KECIL

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP dan GWP

Beras SNI 6128:2015. Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di dan tidak untuk di komersialkan

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR

Volume 5 No. 2 Juni 2017 ISSN: KARAKTERISASI DAN PENGARUH BERBAGAI PERLAKUAN TERHADAP PRODUKSI TEPUNG BERAS MERAH (Oryza nivara) INSTAN

Temu Tekrus Fungsional non Peneliti 2000 Tujuan penulisan makalah ini memberikan informasi bagaimana cara menentukan kualitas dari beberapa bahan baku

Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

SNI 6128:2008. Standar Nasional Indonesia. Beras. Badan Standardisasi Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Proses penggilingan padi menjadi beras tersebut menghasilkan beras sebanyak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Beras adalah buah padi, berasal dari tumbuh-tumbuhan golongan rumputrumputan

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada

BAB I PENDAHULUAN. muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Penyediaan bahan pangan sesuai potensi daerah masingmasing

Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia Yogyakarta, 5-6 September 2014

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

I. PENDAHULUAN. pangan yang disukai anak-anak (Sardjunani, 2013).

BAB III METODE PELAKSANAAN

KAJIAN PROSES PENGUKUSAN GABAH UNTUK MENINGKATKAN MUTU FISIK BERAS PRATANAK PADA GABAH VARIETAS CIHERANG DAN IR 42 DANIAR ALFIAN RIFALDI

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem - Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor 2

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

BAB I PENDAHULUAN. Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Form isian organoleptik terhadap pengolahan beras pratanak UJI HEDONIK. Nama :... Tanggal :...

Yang termasuk persyaratan umum adalah hama/penyakit, bau apek atau asing, bahan

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Dari sekian

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan. Oleh karena itu pengolahan beras pratanak dimulai dengan pembersihan gabah menggunakan precleaner. Alat ini berfungsi untuk memisahkan gabah dari kotoran serta gabah hampa. Setelah dibersihkan, berat keseluruhan gabah mengalami penyusutan hingga 5%. Gabah yang telah bersih disiapkan untuk proses perendaman. Gabah ditimbang dan dimasukkan ke dalam karung dengan tujuan untuk mempermudah saat gabah dimasukkan dan dikeluarkan dari drum perendaman. Kadar air awal gabah sebelum direndam berkisar antara 13-15%. Suhu air dalam drum dipertahankan berkisar antara 6-7 o C dengan cara menambahkan air panas jika suhu terukur mengalami penurunan. Perendaman gabah dengan suhu berkisar antara 6-7 o C dimaksudkan untuk meningkatkan kadar air gabah hingga mencapai sekitar 3% basis basah. Menurut Ali dan Ojha (1976) pada kadar air tersebut proses gelatinisasi pati dalam gabah dapat berlangsung. Namun demikian, pada saat perendaman dihentikan kadar air yang terukur hanya berkisar antara 24-26%. Hal ini kemungkinan terjadi karena penggunaan karung yang dapat memperlambat peresapan air ke dalam gabah sehingga dalam waktu 4 jam perendaman belum cukup untuk meningkatkan kadar air 3%. Selama pengukusan, suhu steam yang digunakan mengalami perkembangan. Setelah gabah dipindahkan ke dalam tangki pengukusan, suhu steam dalam tangki pengukusan yang pada awalnya telah disiapkan berkisar antara 8 o C hingga 9 o C mengalami penurunan kemudian dengan perlahan meningkat hingga mencapai hampir 1 o C. Pada Gambar 5 dan Gambar 6 ditunjukkan profil suhu gabah saat pengukusan 2 menit. Gambar 5 menjelaskan penyebaran suhu yang diambil secara horizontal. Suhu gabah bagian atas (Tha) terlihat lebih rendah dibanding suhu bagian tengah (Tht) dan suhu bagian bawah (Thb). Kemungkinan besar hal ini dapat terjadi karena pada saat pengukusan, tangki pengukusan tidak ditutup. Sedangkan suhu pada Tht dan Thb menunjukkan penyebaran suhu yang merata dan sesuai dengan target yaitu mencapai 8 o C. 9 8 7 6 Suhu ( o C) 5 4 3 2 1 Suhu bagian atas Suhu bagian tengah Suhu bagian bawah 5 1 15 Waktu (menit) 2 25 Gambar 5. Distribusi suhu gabah secara horizontal pada pengukusan 2 menit 18

Pada Gambar 6 ditunjukkan penyebaran suhu gabah yang diukur secara vertikal. Suhu yang terukur pada bagian dalam (Tvi) lebih tinggi dibanding dengan suhu bagian luar (Tvo). Hal ini dapat disebabkan Tvi berada lebih dekat dengan pipa pengeluaran uap yang memungkinkan suhu gabah masih sama seperti suhu uap yang dihasilkan. Tidak meratanya distribusi suhu ini dapat menyebabkan ketidakseragaman kualitas beras hasil pratanak. Suhu ( o C) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Suhu bagian luar Suhu bagian dalam 5 1 15 2 25 Waktu (menit) Gambar 6. Distribusi suhu gabah secara vertikal pada pengukusan 2 menit Pada Gambar 7 ditunjukkan grafik penyebaran suhu dalam tangki untuk lama pengukusan 3 menit. Sama seperti pada pengukusan 2 menit, karena adanya penghentian suplai steam, suhu steam pada menit ke- masih berkisar antara 4 o C hingga 5 o C dan mengalami peningkatan pada menit selanjutnya. Pada grafik terlihat suhu gabah di bagian tengah (Tht) dapat mencapai suhu pengukusan yang diinginkan yaitu 8 o C. Sedangkan suhu gabah bagian atas (Tha) dan suhu bagian bawah (Thb) masih dibawah 8 o C. Pada bagian atas kemungkinan karena tangki pengukusan tetap terbuka saat pengukusan dan bagian bawah karena telah berada jauh dari sumber steam. 9 8 7 6 Suhu ( o C) 5 4 3 2 1 Suhu bagian atas Suhu bagian bawah Suhu bagian tengah 5 1 15 2 25 3 35 Waktu (menit) Gambar 7. Distribusi suhu gabah secara horizontal pada pengukusan 3 menit 19

Grafik yang ditunjukkan pada Gambar 8 menjelaskan profil suhu pada pengukusan 3 menit. Pada grafik terlihat suhu yang terukur pada bagian luar (Tvo) lebih rendah dibanding suhu bagian dalam (Tvi). Sama seperti pada pengukusan 2 menit, hal ini dapat terjadi karena Tvi terletak dekat di pipa pengeluaran uap. Karena alasan ini suhu gabah pada bagian dalam masih relatif sama dengan suhu uap yang dihasilkan dari boiler dan sesuai dengan suhu pengukusan yang diharapkan. Agar penyebaran suhu gabah merata saat pengukusan berlangsung, tangki pengukusan diupayakan tertutup dan dilakukan penambahan pipa saluran steam ke dalam tangki. 9 8 7 6 Suhu ( o C) 5 4 3 2 1 Suhu bagian luar Suhu bagian dalam 5 1 15 2 25 3 35 Waktu (menit) Gambar 8. Distribusi suhu gabah secara vertikal pada pengukusan 3 menit Setelah pengukusan berlangsung dengan lama 2 menit atau 3 menit, proses selanjutnya adalah pengeringan. Pengeringan ditujukan untuk menurunkan kadar air gabah hingga mencapai kadar air GKG yaitu antara 13-14%. Pada kadar air ini gabah siap untuk digiling atau aman untuk disimpan dalam waktu yang lama. Metode pengeringan yang digunakan pada penelitian ini adalah penjemuran dengan memanfaatkan panas sinar matahari. Penjemuran dilakukan dengan menggunakan alas berupa lantai jemur. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah bercampurnya kotoran, kehilangan butiran gabah, memudahkan pengumpulan gabah dan menghasilkan penyebaran panas yang merata. Gabah hasil pengeringan yang telah mencapai kadar air GKG tersebut selanjutnya digiling. Penggilingan gabah dilakukan di penggilingan padi milik petani di daerah Situ Gede. Penggilingan merupakan proses untuk mengubah gabah menjadi beras. Penggilingan gabah dimulai dengan pemecahan kulit yang bertujuan untuk melepaskan kulit gabah dengan kerusakan yang sekecil mungkin pada butiran beras. Setelah pemecahan kulit, beras pecah kulit masih berwarna gelap kecoklatan dan tidak bercahaya sehingga dilakukan tahap selanjutnya yaitu penyosohan. Menurut Patiwiri (26) disamping penampakannya yang kurang menarik, adanya bekatul pada beras juga membuat rasa nasi kurang enak meskipun bekatul memiliki nilai gizi yang tinggi. Proses penggilingan gabah ini mengalami 2 kali pecah kulit dan 2 kali penyosohan. Hal penting yang harus diperhatikan sebelum proses penggilingan adalah kondisi fisik gabah antara ketiga perlakuan harus sama, seperti umur simpan setelah proses pengeringan dan kadar air gabah. Hal ini dimaksudkan agar tidak terdapat perbedaan lain antara gabah yang digiling kecuali beda perlakuan lama pengukusan. 2

B. PENGARUH LAMA PENGUKUSAN TERHADAP MUTU FISIK BERAS PRATANAK 1. Rendemen Giling Rendemen giling beras pratanak dihitung berdasarkan perbandingan antara berat beras hasil giling dengan berat awal gabah yang digiling. Hasil perhitungan untuk rendemen giling beras pratanak menunjukkan adanya peningkatan jika dibandingkan dengan kontrol meskipun secara statistik tidak berbeda nyata. Hasil perhitungan rendemen penggilingan dapat dilihat pada Lampiran 4. Besarnya peningkatan rendemen giling berkisar antara 2.76% - 2.94%. Melalui Gambar 9 dapat dilihat bahwa rendemen giling terbesar berdasarkan lama pengukusan adalah beras pratanak dengan pengukusan selama 3 menit. Pada histogram terlihat rendemen giling beras biasa sebesar 66.61%, sedangkan rendemen giling beras pratanak berturut-turut meningkat menjadi 69.37% dan 69.55%. Peningkatan rendemen giling ini disebabkan ikatan sel-sel beras lebih kompak dan kuat akibatnya pada proses penggilingan lebih tahan terhadap gesekan saat pengupasan dan penyosohan (Burhanuddin 1981). 8 Rendemen Giling (%) 75 7 65 2 menit 3 menit kontrol 69.37 69.55 66.61 6 Gambar 9. Rendemen giling beras pratanak Berdasarkan analisis sidik ragam, perlakuan lama pengukusan tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen giling beras pratanak. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa lama pengukusan 2 menit tidak berbeda nyata dengan pengukusan selama 3 menit dan kontrol. Analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 13. 2. Mutu Giling Lama pengukusan Menurut aturan SNI 1-6128 : 28, beras adalah hasil utama yang diperoleh dari proses penggilingan gabah hasil tanaman padi (Oryza sativa L.) yang seluruh lapisan sekamnya terkelupas dan seluruh atau sebagian lembaga dan lapisan bekatulnya telah dipisahkan. Beras pratanak hasil penelitian ini telah memenuhi persyaratan umum sesuai dengan standar SNI 1-6128 : 28. Pengamatan yang dilakukan secara visual dan penciuman menerangkan bahwa beras pratanak ini a) bebas hama dan penyakit. b) bebas bau apek, asam, atau bau asing lainnya. c) bebas dari campuran dedak dan bekatul. d) bebas dari bahan kimia yang membahayakan konsumen. Sedangkan pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui tingkat mutu pada persyaratan khusus atau syarat kualitatif beras pratanak dapat dilihat pada Tabel 7. 21

Beras pratanak memiliki tingkat derajat sosoh yang rendah. Pemanasan yang lama menyebabkan pigmen sekam yang larut dalam air perendaman menembus endosperm sebagai akibat panas yang diberikan sehingga warna beras berubah menjadi berwarna kekuning-kuningan. Perubahan warna yang terjadi pada beras pratanak disebabkan oleh adanya reaksi beberapa asam amino bebas dengan monosakarida pada proses pratanak, sehingga berpengaruh pada derajat sosoh beras pratanak (Gariboldi 1974). Berdasarkan hasil analisa sidik ragam menyatakan bahwa lama pengukusan berpengaruh terhadap tingkat derajat sosoh beras pratanak. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa beras pratanak dengan pengukusan 2 menit dan 3 menit berbeda nyata dengan beras yang dijadikan kontrol. Menurut Widowati et al. (29) kandungan air dalam bahan pangan juga ikut menentukan daya terima, kesegaran dan daya tahan produk. Kadar air yang rendah dapat memperpanjang umur simpan beras. Hal tersebut dikarenakan mikroba sulit tumbuh pada kondisi kering. Berdasarkan analisis sidik ragam, perlakuan lama pengukusan tidak mempengaruhi kadar air akhir beras setelah penggilingan. Kadar air dari beras hasil penggilingan dipengaruhi oleh proses pengeringan. Pada pengolahan beras pratanak ini gabah hasil pengukusan dikeringkan dengan metode penjemuran di bawah sinar matahari langsung, begitu juga dengan gabah yang dijadikan kontrol. Tabel 7. Mutu giling beras pratanak dengan perlakuan lama pengukusan yang berbeda Komponen mutu Perlakuan (lama pengukusan) 2 menit 3 menit kontrol Derajat sosoh (%) 85± b 85± b 95± a Kadar air (%) 13.2±.49 a 13.53±.18 a 13.63±1.45 a Butir kepala (%) 61.67±3.28 b 67.94±1.79 a 71.35±.82 a Butir patah (%) 34.34±.56 a 27.94±1.66 b 26.19±.9 b Butir menir (%) 3.99±.5 a 4.12±.13 a 2.45±.73 b Butir merah (%) Butir kuning/rusak (%).41±.3 a.42±.2 a.44±.24 a Butir mengapur (%).14±.3 a.26±.18 a.28±.1 a Benda asing (%).2±.1 Butir gabah (butir/1 g) Rendemen (%) 69.37±1.3 a 69.55±.64 a 66.61±2.5 a Huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf.5 Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 16 menunjukkan bahwa perlakuan lama pengukusan memiliki pengaruh terhadap persentase butir kepala beras pratanak. Dengan uji lanjut dapat dilihat bahwa beras pratanak dengan pengukusan 3 menit dan kontrol berbeda nyata dengan beras pratanak pengukusan 2 menit. Pada Tabel 7 terlihat bahwa persentase terbesar butir kepala adalah pada kontrol dengan besar 71.35%, diikuti dengan perlakuan lama pengukusan 3 menit sebesar 67.94% dan terakhir sebesar 61.67% untuk lama pengukusan 2 menit. Namun demikian, berdasarkan mutu SNI 1-6128 : 28 dengan hasil persentase butir kepala seperti yang telah disebutkan, ketiga perlakuan ini termasuk ke dalam mutu V. 22

Persentase butir patah paling besar terdapat pada perlakuan lama pengukusan 2 menit yaitu sebesar 34.34%, kemudian diikuti oleh perlakuan lama pengukusan 3 menit sebesar 27.94% dan terakhir perlakuan kontrol sebesar 26.19%. Banyaknya butir patah hasil giling ini disebabkan oleh tidak sempurnanya gelatinisasi pati yang terjadi saat perendaman. Berdasarkan analisis sidik ragam seperti pada Lampiran 17, perlakuan lama pengukusan berpengaruh terhadap persentase butir patah. Dengan uji lanjut dapat dilihat bahwa persentase butir patah pada perlakuan lama pengukusan 2 menit berbeda nyata dengan perlakuan pengukusan 3 menit dan kontrol. Berdasarkan analisis sidik ragam seperti pada Lampiran 18, perlakuan lama pengukusan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase butir menir (P>.5). Dengan uji lanjut dapat dilihat bahwa persentase butir menir pada perlakuan lama pengukusan 2 menit dan 3 menit berbeda nyata dengan persentase butir menir pada perlakuan kontrol. Butir menir tertinggi seperti yang terlihat pada Tabel 7 dimiliki oleh beras pratanak dengan lama pengukusan 3 menit yaitu sebesar 4.12%, kemudian beras pratanak dengan lama pengukusan 2 menit yaitu sebesar 3.99% dan terakhir beras biasa atau kontrol sebanyak 2.45%. Namun, jika dilihat dari butir menir yang dihasilkan maka ketiga perlakuan ini termasuk ke dalam mutu V berdasarkan SNI 1-6128 : 28. Pada Tabel 7 terlihat bahwa persentase butir kuning/rusak terbesar berturut-turut adalah pada perlakuan kontrol yaitu sebesar.44%, pengukusan 3 menit sebesar.42%. dan pengukusan 2 menit sebesar.41%. Berdasarkan analisis sidik ragam, perlakuan lama pengukusan tidak berpengaruh nyata terhadap banyaknya butir kuning/rusak pada beras. Hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 19. Namun, jika dilihat dari butir kuning/rusak yang dihasilkan maka ketiga perlakuan ini termasuk ke dalam mutu II berdasarkan SNI 1-6128 : 28. Penyebab utama butir kuning/rusak pada beras adalah adanya peragian, pembusukan, atau pertumbuhan jamur karena kurang sempurnanya proses pengeringan gabah setelah panen. Gabah dari hasil panen musim hujan yang tidak sempat segera dikeringkan akan banyak menghasilkan butir kuning (Damardjati dan Purwani 1991). Persentase butir mengapur untuk ketiga perlakuan berturut-turut adalah.28% untuk perlakuan kontrol,.26% untuk lama pengukusan 3 menit dan.14% untuk lama pengukusan 2 menit. Berdasarkan analisis sidik ragam pada Lampiran 2, ketiga perlakuan yang diujikan tidak berpengaruh nyata terhadap banyaknya butir mengapur pada beras. Menurut Damardjati dan Purwani (1991), butir mengapur dapat berasal dari biji yang masih muda atau karena pertumbuhan yang kurang sempurna. Butir mengapur ini juga dapat disebabkan karena adanya faktor genetik. Adanya butir hijau dan butir mengapur merupakan sifat varietas disamping pengaruh lingkungan dan pengelolaan. Benda asing yang tidak tergolong beras dan gabah hanya ditemukan pada beras biasa atau perlakuan kontrol, yakni sebesar.2%. Sedangkan pada beras pratanak dengan perlakuan pengukusan 2 menit dan 3 menit tidak ditemukan adanya benda asing. Komponen mutu lain seperti butir merah dan butir gabah tidak ditemukan dari beras pratanak hasil percobaan ini. C. PENGARUH LAMA PENGUKUSAN TERHADAP KANDUNGAN GIZI BERAS PRATANAK Menurut Juliano (1972), lapisan aleuron pada beras banyak mengandung protein, lemak, vitamin dan mineral. Pada pengolahan gabah cara biasa, lapiran aleuron sebagai pembungkus endosperm yang disebut juga kulit ari banyak yang terkelupas akibat penyosohan dan gesekan antara butir-butir beras. Pada pengolahan cara pratanak, kandungan pada lapisan aleuron ini terserap ke dalam endosperm akibat proses gelatinisasi pati. Oleh karena itu, nilai gizi beras pratanak meningkat. Kandungan gizi beras pratanak dapat dilihat pada Tabel 8. 23

Tabel 8. Pengaruh lama pengukusan terhadap kandungan gizi beras pratanak Komponen gizi Perlakuan (lama pengukusan) 2 menit 3 menit Kontrol Kadar abu (% bk).95±.14 a.94±. a.62±.2 b Kadar lemak (% bk) 1.±.12 ab 1.44±.17 a.67±.23 b Kadar protein (% bk) 9.49±.41 a 1.8±.56 a 9.35±.86 a Kadar karbohidrat (% bk) 88.35±.43 a 89.11±.95 a 87.97±1.35 a Huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf.5 Pada penelitian ini diperoleh kadar abu dan kadar lemak beras pratanak lebih tinggi dibandingkan dengan beras kontrol, namun lama pengukusan 2 menit dan 3 menit tidak berbeda nyata. Penerapan teknologi pengolahan beras pratanak dapat meningkatkan kadar abu sebesar.32%-.33%. Peningkatan ini terjadi karena selama proses pengolahan beras pratanak mineral-mineral yang terkandung dalam sekam dan bekatul terserap ke dalam beras pratanak. Berdasarkan analisis sidik ragam seperti terlihat pada Lampiran 21, perlakuan lama pengukusan berpengaruh nyata terhadap kandungan abu dalam beras pratanak. Dengan uji lanjut diperoleh adanya perbedaan nyata antara lama pengukusan 2 menit dan 3 menit dengan beras yang dijadikan sebagai kontrol seperti yang tertera pada Tabel 8 di atas. Menurut Kunze dan Calderwood (24) dalam Dewi (29), beras dengan derajat sosoh yang tinggi lebih tahan dalam hal penyimpanan dibandingkan dengan beras derajat sosoh rendah, karena beras dengan derajat sosoh rendah mudah mengalami ketengikan karena masih memiliki lapisan dedak aleuron yang memiliki kandungan lemak tinggi. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pengukusan selama 3 menit mampu meningkatkan kadar lemak beras pratanak. Dari uji lanjut diperoleh bahwa pengukusan 3 menit berbeda nyata dengan kontrol namun tidak berbeda nyata dengan pengukusan selama 2 menit. Pada beras, protein merupakan penyusun kedua setelah pati. Kadar protein pada beras umumnya ditentukan oleh faktor lingkungan tempat tumbuhnya padi seperti unsur nitrogen dalam tanah. Protein pada beras biasa atau beras giling yang dijadikan kontrol memiliki kadar protein sebesar 9.35%. Setelah dilakukan proses pratanak, kadar protein dalam beras secara statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan (Lampiran 23). Proses pratanak yang diharapkan dapat meningkatkan kandungan gizi beras belum bisa meningkatkan kadar protein beras. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tidak meratanya panas yang dterima gabah saat pengukusan sehingga gelatinisasi total tidak terjadi. Namun demikian, proses pratanak yang telah dicobakan tidak merusak atau menurunkan kadar protein beras pratanak. Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi manusia. Karbohidrat juga mempunyai peran penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna dan tekstur. Sedangkan dalam tubuh. karbohidrat berguna untuk mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno 1992). Berdasarkan analisis sidik ragam pada Lampiran 24, perlakuan lama pengukusan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat beras pratanak. Namun demikian, jika dilihat dari hasil pengukuran terhadap kadar karbohidrat, persentase karbohidrat terbesar yaitu 89.11% terdapat pada perlakuan lama pengukusan 3 menit. 24

Selain peningkatan kandungan gizi berupa komposisi proksimat, kelebihan lain yang dimiliki oleh proses pratanak ditinjau dari sifat fungsionalnya adalah dapat menurunkan indeks glikemik. Dengan penurunan nilai indeks glikemik ini, dapat dikatakan bahwa beras pratanak sangat cocok untuk penderita diabetes. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Widowati et al. (29), proses pratanak mampu menurunkan indeks glikemik beras dari 54.43-97.29 menjadi 44.22-76.32 karena terjadi peningkatan kadar amilosa dan serat pangan. Difusi dan peleketan komponen penyusun bekatul dan sebagian sekam berpengaruh nyata meningkatkan kandungan serat pangan, terutama serat pangan tidak larut. D. UJI ORGANOLEPTIK 1. Aroma Proses pratanak yang dilakukan pada gabah dapat memberikan pengaruh terhadap penampakan secara fisik beras pratanak tersebut. Sebagai contoh, melekatnya lapisan aleuron pada beras membuat warna beras menjadi kecoklatan. Oleh karena itu diperlukan pengujian organoleptik yang ditujukan untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap beras pratanak. Uji organoleptik terhadap suatu bahan pangan atau makanan merupakan penilaian dengan menggunakan alat indra yaitu indra penglihatan, pencicip, pembau dan pendengar. Menurut Soekarto (1985) pembauan juga disebut pencicipan jarak jauh karena manusia dapat mengenal enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium baunya dari jarak jauh. Indra pembau berfungsi untuk menilai bau-bauan dari suatu produk atau komoditi baik berupa makanan atau nonpangan. Bau-bauan lebih kompleks daripada cicip. Kepekaan pembauan lebih tinggi daripada pencicipan. Berikut ini ditampilkan histogram penilaian terhadap aroma beras pratanak (Gambar 1). 7 6 2 menit 3 menit kontrol Nilai Aroma 5 4 3 4.1 3.47 4.31 2 1 Lama pengukusan Gambar 1. Nilai aroma beras pratanak Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 25 menunjukkan bahwa perlakuan lama pengukusan berpengaruh nyata terhadap nilai aroma beras pratanak. Dengan uji lanjut seperti pada Tabel 9, diperoleh bahwa aroma beras pratanak dengan lama pengukusan 2 menit tidak jauh berbeda dengan aroma beras giling yang dijadikan kontrol. Akan tetapi beras pratanak pengukusan 3 menit memiliki aroma yang berbeda dengan kedua perlakuan sebelumnya. 25

Tabel 9. Pengaruh lama pengukusan terhadap aroma beras pratanak Perlakuan Nilai aroma beras Pengukusan 2 menit 4.1 a Pengukusan 3 menit 3.47 b Kontrol 4.31 a Huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf.5 2. Warna Menurut De Man (1997) dalam Akhyar (29) warna penting bagi banyak makanan. baik bagi makanan yang tidak diproses maupun bagi yang dimanufaktur. Bersama-sama dengan bau, rasa, dan tesktur, warna memegang peranan penting dalam penerimaan makanan. Selain itu, warna dapat memberikan petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan seperti pencoklatan dan pengkaramelan. Warna merupakan sifat sensoris pertama yang bisa dinilai langsung oleh panelis. Suatu bahan makanan dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dikonsumsi apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Pada penelitian ini, sebagian besar panelis lebih memilih beras tanpa perlakuan pratanak karena memiliki warna yang lebih putih dan lebih menarik. Seperti yang terlihat pada Gambar 11, warna beras pratanak yang kecoklatan membuat nilai organoleptiknya menjadi rendah. Nilai rata-rata uji organoleptik beras pratanak untuk lama pengukusan 2 menit dan 3 menit berturut-turut adalah 3.47 dan 4.1. Nilai ini mengindikasikan bahwa warna beras pratanak dapat diterima karena berada pada area netral. Namun, nilai warna beras pratanak pada pengukusan 2 menit lebih baik dibandingkan dengan pengukusan 3 menit. Nilai Warna 7 6 5 4 3 2 1 2 menit 3 menit kontrol 5.3 4.1 3.47 Lama pengukusan Gambar 11. Nilai warna beras pratanak Analisis sidik ragam pada Lampiran 26 menunjukkan bahwa perlakuan lama pengukusan mempunyai pengaruh nyata terhadap penilaian warna beras pratanak oleh panelis. Dari uji lanjut seperti pada Tabel 1, diperoleh nilai warna beras pratanak dengan perlakuan pengukusan 2 menit berbeda nyata dengan pengukusan 3 menit dan berbeda nyata dengan perlakuan kontrol. 26

Tabel 1. Pengaruh lama pengukusan terhadap warna beras pratanak Perlakuan Nilai warna beras Pengukusan 2 menit 4.1 b Pengukusan 3 menit 3.47 c Kontrol 5.3 a Huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf.5 3. Penerimaan Secara Umum Penampakan merupakan parameter organoleptik yang penting karena sifat sensoris yang pertama kali dilihat oleh konsumen. Pada umumnya konsumen memilih makanan yang memiliki penampakan yang menarik (Soekarto 1985). Perlakuan pengukusan selama 2 menit memiliki nilai diantara netral dan agak suka seperti pada Gambar 12. Namun tidak demikian dengan yang terjadi pada pengukusan 3 menit, rata-rata panelis memilih agak tidak suka terhadap penampakan umum beras pratanak tersebut. Jika dilihat dari uji organoleptik sebelumnya terhadap aroma dan warna, pengukusan 3 menit juga menunjukkan nilai yang rendah. 7 6 2 menit 3 menit kontrol 5.73 Nilai Penerimaan Umum 5 4 3 2 4.31 3.7 1 Lama pengukusan Gambar 12. Nilai penerimaan secara umum terhadap beras pratanak Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa proses pratanak dengan perlakuan lama pengukusan signifikan terhadap nilai penerimaan secara umum beras pratanak. Pilihan pertama panelis jatuh pada kontrol (Tabel 11) karena penampakan secara keseluruhan lebih menarik dibanding dengan beras yang diberi perlakuan pratanak atau beras pratanak. Sedangkan untuk beras hasil pratanak, penerimaan secara umum beras pratanak dengan lama pengukusan 2 menit lebih disukai dibandingkan dengan pengukusan 3 menit. Menurut Damardjati (1988) dalam Prabowo (26) walaupun beras pratanak mempunyai keunggulan dibandingkan dengan beras giling biasa, antara lain mutu giling, mutu tanak dan nilai gizinya, tetapi penduduk Indonesia kurang menyukai rasa nasi pera dan warna yang kurang putih. Sebaliknya penduduk India dan Pakistan sangat menyukai beras tersebut. 27

Tabel 11. Pengaruh lama pengukusan terhadap penerimaan secara umum beras pratanak Perlakuan Nilai penerimaan umum beras Pengukusan 2 menit 4.31 b Pengukusan 3 menit 3.7 c Kontrol 5.73 a Huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf.5 E. STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) SOP merupakan langkah-langkah kerja yang tertib yang dilakukan agar pekerjaan dapat terlaksana dengan baik, tepat waktu dan dapat dipertanggung jawabkan. Dalam pengolahan beras pratanak diperlukan adanya SOP yang baik agar semua elemen yang terlibat dalam proses pengolahan dapat menjalankan tugas dengan baik dan benar. Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disusun SOP proses pengolahan beras pratanak. Bahan yang diperlukan dalam pengolahan beras pratanak adalah gabah dan air bersih sedangkan peralatan yang akan digunakan adalah unit pengolahan beras pratanak (drum perendaman, burner, tangki pengukusan dan steam boiler). Setelah semua bahan dan peralatan yang dibutuhkan telah disiapkan langkah kerja pertama yang dilakukan adalah pembersihan gabah. Gabah hasil panen petani biasanya masih bercampur dengan jerami, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan. Pembersihan gabah dapat menggunakan mesin precleaner. Setelah gabah tersebut bersih, gabah ditimbang dan disiapkan sebanyak 45 kg. Sementara itu drum untuk perendaman disiapkan dengan diisi air sesuai perbandingan antara gabah dan air yaitu 1:3. Air di dalam drum kemudian dipanaskan selama kurang lebih 4 jam menggunakan burner hingga suhu air mencapai 7 o C. Setelah air tersebut panas, burner dimatikan dan gabah dimasukkan ke dalam drum perendaman. Gabah kemudian direndam selama 4 jam dengan suhu 6±5 o C. Setelah proses perendaman selesai, gabah selanjutnya dikukus menggunakan tangki pengukusan yang telah disiapkan sebelumnya. Proses penyiapan tangki pengukusan adalah dengan memanaskan steam boiler selama perendaman berlangsung. Pemanasan ini memakan waktu sekitar 3 jam hingga diperoleh steam dengan suhu 8-9 o C. Sebelum pengisian gabah ke dalam tangki pengukusan, aliran steam dari boiler dihentikan untuk sementara waktu. Gabah yang telah direndam air panas dikeluarkan dari drum perendaman untuk kemudian dimasukkan ke dalam tangki pengukusan. Setelah tangki terisi penuh oleh gabah, aliran steam kembali dibuka dengan terlebih dahulu menutup bagian atas tangki. Proses pengukusan ini berlangsung selama 2 menit. Gabah yang telah mengalami pengukusan kemudian dikeringkan. Pengeringan gabah dapat menggunakan alat pengering atau dengan metode penjemuran. Pengeringan gabah dengan metode penjemuran dilakukan di atas lantai jemur. Sebelum dilakukan penjemuran, lantai jemur dibersihkan terlebih dahulu. Pengeringan gabah dilakukan hingga kadar air gabah mencapai kadar air giling yaitu 13-14%. Gabah yang telah mencapai GKG tersebut kemudian digiling untuk bisa menghasilkan beras pratanak. Proses pengolahan beras pratanak diatas dapat disederhanakan ke dalam diagram alir prosedur kerja seperti pada Gambar 13 berikut. 28

Gabah Pembersihan menggunakan precleaner Gabah bersih Perendaman dengan suhu 6±5 o C selama 4 jam Pengukusan dengan suhu 8 o C selama 2 menit Pengeringan hingga kadar air 13-14% Gabah Kering Giling Penggilingan Beras pratanak Gambar 13. Diagram alir prosedur pengolahan beras pratanak 29