STATISTIKA II (BAGIAN

dokumen-dokumen yang mirip
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON

PENYAJIAN DATA. Cara Penyajian Data meliputi :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

BAB I DISTRIBUSI FREKUENSI

PENS. Probability and Random Process. Topik 2. Statistik Deskriptif. Prima Kristalina Maret 2016

STAND N AR R K OMP M E P T E EN E S N I:

OUTLINE BAGIAN I Statistik Deskriptif

CIRI-CIRI DISTRIBUSI NORMAL

STATISTIKA DESKRIPTIF Dosen:

Ukuran Statistik Bagi Data

PENGANTAR STATISTIKA PROF. DR. KRISHNA PURNAWAN CANDRA, M.S. JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MULAWARMAN

Laporan Tugas dan Quiz Statistik Deskriptif. 1. Berikan penjelasan secara singkat apa yang dimaksud dengan:

SILABUS. Kegiatan Pembelajaran Teknik. Memahami cara memperoleh data yang baik, menentukan jenis dan ukuran data, serta memeriksa, dan menyusun data.

DISPERSI DATA. - Jangkauan (Range) - Simpangan/deviasi Rata-rata (Mean Deviation) - Variansi (Variance) - Standar Deviasi (Standart Deviation)

LEMBAR AKTIVITAS SISWA STATISTIKA 2 B. PENYAJIAN DATA

7.1 ISTILAH-ISTILAH DALAM STATISTIKA A.

SATUAN ACARA TUTORIAL (SAT) Mata Kuliah : Statistika Dasar/PAMA 3226 SKS : 3 SKS Tutorial : ke-1 Nama Tutor : Adi Nur Cahyono, S.Pd., M.Pd.

RANCANGAN AKTIVITAS TUTORIAL (RAT)

STATISTIK DAN STATISTIKA

SUM BER BELA JAR Menerap kan aturan konsep statistika dalam pemecah an masalah INDIKATOR MATERI TUGAS

King s Learning Be Smart Without Limits NAMA : KELAS :

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : STATISTIKA DASAR (3 SKS) KODE : MT308

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH STATISTIKA DESKRIPTIF & PRAKTIKUM (AKN) KODE / SKS: KD / 3 SKS

PROBABILITAS &STATISTIK. Oleh: Kholistianingsih, S.T., M.Eng.

Statistika Pendidikan

UKURAN PEMUSATAN DATA STATISTIK

DIAGRAM SERABI S-2 dan S-3 SMU S-1

Distribusi Frekuensi

STATISTIKA INDUSTRI I. Agustina Eunike, ST., MT., MBA.

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : STATISTIKA DASAR (3 SKS) KODE MATA KULIAH : MT308

Statistika Deskriptif & Distribusi Frekuensi

BAB 2 PENYAJIAN DATA

1.0 Distribusi Frekuensi dan Tabel Silang

Penyajian Data. Mata Kuliah Statistik STMIK AMIKOM Yogyakarta

Penyajian Data dalam Bentuk Tabel

UKURAN NILAI SENTRAL&UKURAN PENYEBARAN. Tita Talitha, MT

Pengertian Statistika (1) Statistika: Ilmu mengumpulkan, menata, menyajikan, menganalisis, dan menginterprestasikan data menjadi informasi untuk

BAB 3: NILAI RINGKASAN DATA

Ir. Tito Adi Dewanto. Statistika I: Angka Indeks 1

Pengumpulan & Penyajian Data

PENGERTIAN STATISTIK. Tim Dosen Mata Kuliah Statistika Pendidikan 1. Rudi Susilana, M.Si. 2. Riche Cynthia Johan, S.Pd., M.Si. 3. Dian Andayani, S.Pd.

STK511 Analisis Statistika. Pertemuan 2 Review Statistika Dasar

: Purnomo Satria NIM : PENDISKRIPSIAN DATA

SILABUS MATERI PEMBELAJARAN. Statistika: Diagram batang Diagram garis Diagram Lingkaran Tabel distribusi frekuensi Histogram dan Ogif

PENGUKURAN DESKRIPTIF

Statistika untuk Ekonomi dan Keuangan Modern Edisi 3, Buku 1 SUHARYADI PURWANTO S.K

TATAP MUKA IV UKURAN PENYIMPANGAN SKEWNESS DAN KURTOSIS. Fitri Yulianti, SP. MSi.

STATISTIK 1. PENDAHULUAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE Parepare, 2009

PERTEMUAN 2 STATISTIKA DASAR MAT 130

MODUL PRAKTIKUM STATISTIKA

ISTILAH UMUM STATISTIKA

STK 211 Metode statistika. Materi 2 Statistika Deskriptif

Statistika Deskriptif

STK 211 Metode statistika. Agus Mohamad Soleh

Prof. Dr. Ir. Zulkifli Alamsyah, M.Sc. PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI

Probabilitas dan Statistika Analisis Data dan Ukuran Pemusatan. Adam Hendra Brata

UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI JURUSAN ADMINISTRASI BISNIS

Created by Simpo PDF Creator Pro (unregistered version)

KURVA NORMAL. (Sumber: Buku Metode Statistika tulisan Sudjana)

MODUL 2 penyajian data

SATUAN ACARA TUTORIAL (SAT) Tutorial ke : 1 Kode/ Nama Mata Kuliah : PAMA 3225 / Statistika Dasar

BAB IV METODE PENELITIAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH STATISTIKA DESKRIPTIF (TK) KODE / SKS: KD / 2 SKS

Materi UAS: 1. Indeks 2. Trend Linear dan Non Linear 3. Regresi dan korelasi sederhana

Mengolah dan Menganalisis Data

Pengantar Statistik. Nanang Erma Gunawan

Rata-rata dari data yang belum dikelompokkan

Penyajian Data Bab 2 PENGANTAR. Tujuan:

Pengukuran Deskriptif

DESKRIPSI MATA KULIAH

STATISTIKA. A Pengertian Statistik dan Statistika. B Populasi dan Sampel. C Pengertian Data PENGERTIAN STATISTIKA, POPULASI, DAN SAMPEL

Berkenalan dengan Statistik. bab

Pengukuran Deskriptif. Debrina Puspita Andriani /

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

STATISTIKA EKONOMI. Fakultas Ekonomi-Akuntansi

PENYAJIAN DATA. Etih Sudarnika Laboratorium Epidemiologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB

UKURAN PEMUSATAN DATA

Statistik Deskriptif Ukuran Dispersi

Distribusi Frekuensi dan Statistik Deskriptif Lainnya

DAFTAR PUSTAKA. Beuemer, B.J.M Ilmu Bahan Logam Jilid I. Penerbit Bharatara, Jakarta.

Statistika I. Pertemuan 2 & 3 Statistika Dasar (Basic( Ari Wibowo, MPd Prodi PAI Jurusan Tarbiyah STAIN Surakarta. Konsep Peubah

BAB1 PENgantar statistika

REVIEW BIOSTATISTIK DESKRIPTIF

DISTRIBUSI FREKUENSI MODUL DISTRIBUSI FREKUENSI

dapat digunakan formulasi sebagai berikut : Letak Letak Letak

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Risiko, Manajemen Risiko, dan Manajemen Risiko Finansial

DISTRIBUSI PROBABILITAS KONTINYU. Nur Hayati, S.ST, MT Yogyakarta, Maret 2016

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., M.MA., MA.

Statistik Deskriptif: Central Tendency & Variation

MA2081 Statistika Dasar

STATISTIK DESKRIPTIF. Penyajian Data, ukuran Pemusatan Data, Ukuran Penyebaran Data

Modul ke: STATISTIKA BISNIS PENYEJIAN DATA. Tri Wahyono, SE. MM. Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi AKUNTANSI S1.

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

ISTILAH UMUM STATISTIKA. JUMLAH PERTEMUAN : 1 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS : Mendeskripsikan istilah umum statistika

STK511 Analisis Statistika. Bagus Sartono

Transkripsi:

STATISTIKA II (BAGIAN -1) Oleh : WIJAYA email : zeamays_hibrida@yahoo.com FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 Wijaya : Statistika I 0

I. PENDAHULUAN Statistika adalah pengetahuan cara cara mengumpulkan, mengolah, menyajikan, menganalisis data dan menafsirkannya atau menarik kesimpulan berdasarkan analisis tersebut. Statistika Deskriptif adalah bagian dari statistika yang hanya berkaitan dengan pengumpulan, pengolahan dan penyajian data sehingga memberikan informasi yang berguna, tanpa menarik kesimpulan terhadap gugus data (populasi). Statistika Inferensia adalah semua metode yang berhubungan dengan analisis sebagian data untuk kemudian sampai pada peramalan atau penarikan kesimpulan mengenai gugus data (populasi). Data adalah keterangan mengenai suatu hal yang berbentuk bilangan atau kategori. Data dapat dibagi atas dasar : 1. Sifatnya : a. Data Kuantitatif adalah data yang berbentuk bilangan. Data Diskrit : Data hasil menghitung (membilang) ; merupakan bilangan bulat. Data Kontinyu : Data hasil mengukur; bisa berbentuk bilangan pecahan. b. Data Kualitatif adalah data yang dikategorikan menurut kualitas objek. 2. Sumbernya : a. Data Internal : Data yang menggambarkan keadaan di dalam suatu organisasi. b. Data Eksternal : Data yang menggambarkan keadaan di luar suatu organisasi. Wijaya : Statistika I 1

3. Cara Memperolehnya : a. Data Primer : Data yang diperoleh langsung dari sumbernya. b. Data Sekunder : Data yang diperoleh dari pihak lain. 4. Skala Data : a. Skala Nominal atau Data Klasifikasi, misal jenis kelamin, pekerjaan dll.. b. Skala Ordinal atau Data Berperingkat, misal opini (baik, sedang, jelek). c. Skala Interval, misal suhu d. Skala Rasio, misal pendapatan keluarga, produksi dll. Data yang baru dikumpulkan dan belum mengalami pengolahan apapun disebut Data Mentah. Proses pengumpulan data dapat dilakukan melalui Sensus dan Sampling. Populasi adalah keseluruhan pengamatan yang menjadi perhatian kita. Banyaknya pengamatan atau anggota populasi disebut Ukuran Populasi. Ukuran populasi ada terhingga ada yang tak hingga. Dalam Statistika Inferensia, kita ingin memperoleh kesimpulan mengenai populasi, meskipun kita tidak mungkin atau tidak praktis untuk mengamati keseluruhan individu yang menyusun populasi. Oleh karena itu, kita terpaksa menggantungkan pada sebagian anggota populasi (contoh) untuk menarik kesimpulan mengenai populasi tersebut. Contoh atau Cuplikan adalah himpunan bagian dari populasi. Apabila kita menginginkan kesimpulan dari contoh terhadap populasi menjadi sah, maka contoh harus bersifat representatif (mewakili). Sebaliknya apabila contoh tidak representatif maka kesimpulan akan menjadi bias. Kesimpulan yang tidak bias adalah kesimpulan yang sesuai dengan keadaan sebenarnya. Untuk menghilangkan kemungkinan kesimpulan yang bias, kita perlu mengambil Contoh Acak Sederhana atau disingkat Contoh Acak. Contoh Acak n pengamatan adalah suatu contoh yang dipilih sedemikian rupa sehingga himpunan bagian yang berukuran n dari populasi tersebut mempunyai peluang yang sama untuk dipilih. Wijaya : Statistika I 2

Apabila populasinya terhingga, penentuan contoh acak dapat dilakukan dengan menuliskan semua anggota pada sepotong kertas kecil (cara undian). Untuk populasi yang berukuran besar, penentuan contoh acak dilakukan dengan menggunakan Tabel Angka Acak. Penyajian Data ada dua cara, yaitu dalam bentuk : 1. Tabel atau Daftar, seperti Tabel Distribusi Frekuensi dan Daftar Baris Kolom. 2. Grafik atau Diagram, seperti Diagram Batang, Diagram Garis (Grafik), Diagram Lambang atau Simbol (Piktogram), Diagram Pastel (Lingkaran) dan Diagram Pencar (Titik). Wijaya : Statistika I 3

II. UKURAN STATISTIK BAGI DATA 2.1 Parameter dan Statistik Terminologi dan notasi yang digunakan statistikawan dalam mengolah data sepenuhnya bergantung pada apakah data tersebut merupakan populasi atau suatu contoh yang diambil dari suatu populasi. Misal banyaknya kesalahan ketik pada setiap halaman yang dilakukan oleh seorang sekretaris ketika mengetik sebuah dokumen setebal 10 halaman adalah 1, 0, 1, 2, 3, 1, 1, 4, 0 dan 2. Pertama, jika diasumsikan bahwa dokumen itu memang tepat setebal 10 halaman maka data tersebut merupakan populasi terhingga yang kecil. Kita dapat mengatakan bahwa banyaknya kesalahan ketik terbesar adalah 4, atau menyatakan nilai tengah (rata rata) hitungnya adalah 1,5. Bilangan 4 dan 1,5 tersebut merupakan deskripsi bagi populasi. Kita menyebut nilai nilai demikian itu parameter populasi. Parameter adalah sembarang nilai yang menjelaskan ciri populasi Sekarang misalkan bahwa data tersebut merupakan contoh 10 halaman dari naskah yang jauh lebih tebal. Maka bilangan 4 dan 1,5 tersebut merupakan deskripsi bagi contoh, dan disebut statistik. Statistik adalah sembarang nilai yang menjelaskan ciri suatu contoh. 1.0 Distribusi Frekuensi Ciri ciri penting bagi data dengan segera dapat diketahui melalui pengelompokan data tersebut ke dalam beberapa kelas, kemudian dihitung banyaknya pengamatan yang masuk ke dalam setiap kelas. Susunan demikian dalam bentuk tabel disebut distribusi (sebaran) frekuensi. Data yang disajikan Wijaya : Statistika I 4

dalam bentuk distribusi frekuensi dikatakan sebagai data yang dikelompokkan. Pengelompokan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai data tersebut, tetapi kita kehilangan identitas masing masing pengamatan. Distribusi Frekuensi adalah susunan data berdasarkan kelas interval atau kategori tertentu. Distribusi Frekuensi ada dua macam, yaitu : 1. Distribusi Frekuensi Numerik adalah distribusi frekuensi yang pembagian kelasnya dinyatakan dengan angka. 2. Distribusi Frekuensi Kategori adalah distribusi frekuensi yang pembagian kelasnya berdasarkan kategori. Langkah langkah penyusunan distribusi frekuensi adalah sebagai berikut : a. Menentukan banyaknya kelas interval (5 sampai 20) atau digunakan Aturan Sturges, yaitu : 1 + 3,3 Log n, dimana n menunjukkan ukuran sampel. b. Menentukan selisih bilangan terbesar dengan terkecil, yang disebut rentang (range). c. Menentukan panjang kelas interval (p) dimana p = (rentang : banyaknya kelas interval). d. Mencacah banyaknya pengamatan yang masuk ke dalam kelas interval. Teladan 2.1. Tabel di bawah ini menunjukkan gaji (dalam jutaan rupiah) 40 karyawan pabrik Rotan dalam setahun. 2,2 4,1 3,5 4,5 3,2 3,7 3,0 2,6 3,4 1,6 3,1 3,3 3,8 3,1 4,7 3,7 2,5 4,3 3,4 3,6 2,9 3,3 3,9 3,1 3,3 3,1 3,7 4,4 3,2 4,1 1,9 3,4 4,7 3,8 3,2 2,6 3,9 3,0 4,2 3,5 Wijaya : Statistika I 5

1. Banyaknya kelas interval = 1 + 3,3 log n = 1 + 3,3 log 40 = 6,3 (misal kelas intervalnya sebanyak 7). 2. Selisih bilangan terbesar dengan terkecil = 4,7 1,6 = 3,1 3. Panjang kelas interval (p) = 3,1 : 7 = 0,44 (untuk memudahkan diambil panjang kelas intervalnya 0,5). Daftar distribusi frekuensinya disajikan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Gaji (dalam juta rupiah) 40 Karyawan Pabrik Rotan. Interval Titik Frek. Frek. Frekuensi Kumulatif Kelas Tengah (f) Relatif Kurang Dari Lebih Dari 1,5 1,9 1,7 2 0,05 5 % 2 5 % 40 100 % 2,0 2,4 2,2 1 0,03 3 % 3 8 % 38 95 % 2,5 2,9 2,7 4 0,10 10 % 7 18 % 37 92 % 3,0 3,4 3,2 15 0,37 37 % 22 55 % 33 82 % 3,5 3,9 3,7 10 0,25 25 % 32 80 % 18 45 % 4,0 4,4 4,2 5 0,12 12 % 37 92 % 8 20 % 4,5 4,9 4,7 3 0,08 8 % 40 100 % 3 8 % Dari Tabel 1 di atas, yang dimaksud dengan : a. Tepi (limit) Kelas adalah nilai nilai dalam setiap kelas, terdiri dari Tepi Kelas Bawah : 1,5 ; 2,0 ; 2,5 ; 3,0 ; 3,5 ; 4,0 dan 4,5 Tepi Kelas Atas : 1,9 ; 2,4 ; 2,9 ; 3,4 ; 3,9 ; 4,4 dan 4,9 b. Batas Kelas adalah nilai nilai teoritis dari tepi kelas, terdiri dari Batas Kelas Bawah : 1,45 ; 1,95 ; 2,45 ; 2,95 ; 3,45 ; 3,95 dan 4,45 Batas Kelas Atas : 1,95 ; 2,45 ; 2,95 ; 3,45 ; 3,95 ; 4,45 dan 4,95 c. Lebar (Panjang) Kelas adalah selisih batas atas kelas dengan batas bawah kelas d. Frekuensi Kelas adalah banyaknya pengamatan yang masuk ke dalam setiap kelas e. Titik Tengah Kelas adalah titik tengah antara batas atas dengan batas bawah kelas Wijaya : Statistika I 6

g. Frekuensi Kumulatif Kurang Dari dihitung atas dasar batas atas kelas, sedangkan Frekuensi Kumulatif Lebih Dari dihitung atas dasar batas bawah kelas. Dari Tabel 1 dapat dikemukakan misalnya : a. Karyawan yang mempunyai gaji antara 3,5 sampai 3,9 juta sebanyak 10 orang. b. Karyawan dengan gaji minimal 3,0 juta sebanyak 33 orang atau 82,5 %. Penyajian dalam bentuk diagram dan grafik disajikan pada Gambar 1 (Histogram, Poligon Frekuensi dan Kurva Frekuensi) dan Gambar 2 (Kurva Frekuensi Kumulatif atau OGIF). Histogram 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Gaji Gambar 1. Histogram, Poligon Frekuensi dan Kurva Frekuensi Wijaya : Statistika I 7

Kurva OGIV 120 100 80 60 40 20 0 % F < % F > Gambar 2. OGIF atau Frekuensi Kumulatif Kurang Dari dan Lebih dari 2.3 Model Populasi Gambar 1 menunjukkan bahwa Poligon Frekuensi merupakan garis patah patah yang menghubungkan titik titik tengah kelas interval. Garis patah patah ini dapat didekati oleh sebuah lengkungan halus yang bentuknya secocok mungkin dengan poligon tersebut. Lengkungan yang didapat dinamakan Kurva Frekuensi. Kurva frekuensi ini merupakan Model Populasi yang ikut menjelaskan ciri ciri populasi. Oleh karena itu model populasi biasanya didekati atau diturunkan dari kurva frekuensi. Bentuk kurva untuk model populasi diantaranya bentuk simetrik, positif atau miring ke kiri (ekor kura menjulur ke kanan), negatif atau miring ke kanan (ekor kurva menjulur ke kiri), bentuk J, bentuk J terbalik dan bentuk U. 2.4 Kurva Lorentz Misalkan pendapatan per hari 10 orang masing masing Rp 10.000,, apabila digambarkan dengan grafik dimana absis menyatakan kumulatif jumlah orang dan ordinat menyatakan kumulatif pendapatan, maka grafiknya disajikan pada Gambar 3. Seandainya orang yang ke 10 mempunyai pendapatan Rp 100.000, dan 9 orang lainnya tidak mempunyai pendapatan (nol), maka kurvanya adalah OPQ. Wijaya : Statistika I 8

10 Q 9 8 7 6 5 4 3 2 1 P 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Gambar 3. Grafik atau Kurva Lorentz Kurva OQ menunjukkan pembagian pendapatan yang sama, artinya kalau data tersebut merupakan data tingkat nasional (data penduduk dan pendapatan) dan angka angka kumulatif dinyatakan dengan persentase maka terjadi pembagian pendapatan yang sama yaitu x % penduduk mendapat x % pendapatan nasional. Dalam prakteknya apabila kurva Lorentz diterapkan pada data pendapatan negara, kurvanya akan menyerupai ORQ. Semakin dekat ke OQ pendapatan makin merata. 2.5 Ukuran Data Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang data (sampel atau populasi), selain dengan tabel dan diagram, masih diperlukan ukuran ukuran lain yang merupakan wakil dari data tersebut. Ukuran yang dimaksud dapat berupa Ukuran Pemusatan (rata rata, median, modus), Ukuran Letak atau Fraktil atau Kuantil (Persentil, Desil, Quartil) dan Ukuran Penyimpangan atau Keragaman (Rentang, Rentang Antar Quartil, Simpangan Antar Quartil, Rata rata Simpangan, Ragam, Simpangan Baku, Koefisien Keragaman, Koefisien Keragaman Quartil, Bilangan Baku). (Contoh). Penjelasan berikut merupakan ukuran data bagi Sampel Wijaya : Statistika I 9

2.5.1 Data Tidak Dikelompokkan 1. Ukuran Pemusatan Ukuran pemusatan merupakan sembarang ukuran yang menunjukkan pusat segugus data yang telah diurutkan. a. Rata rata Hitung (Aritmatic Mean) atau Nilai Tengah Misalkan x 1, x 2,..., x n, tidak harus semuanya berbeda, merupakan sebuah contoh terhingga berukuran n, maka rata ratanya adalah : x = ( x i ) / n Teladan 2.2. Hasil pengukuran contoh juice jeruk yang dibotolkan (dalam liter) oleh Perusahaan A datanya adalah 1,06 ; 1,01 ; 0,88 ; 0,91 ; 1,14. Maka rata rata hitungnya : x = (1,06 + 1,01 + 0,88 + 0,91 + 1,14) / 5 = 1,00 Untuk data yang disajikan dalam tabel frekuensi, dimana x 1 sebanyak f 1, x 2 sebanyak f 2,..., x n sebanyak f n, maka : x = ( f i x i ) / f i Teladan 2.3. Misal x = nilai ujian Statistika mahasiswa f = banyaknya mahasiswa yang yang mendapat nilai x x i f i f i x i 61 5 305 64 18 1152 x = (6745) : 100 = 67,45 67 42 2814 70 27 1890 73 8 584 100 6745 Wijaya : Statistika I 10

b. Rata rata Gabungan Bila contoh acak berukuran n 1, n 2,..., n k, diambil dari k populasi masing masing dengan rata rata x 1, x 2,..., x k, maka rata rata gabungannya x c x c = ( n i x i ) / n i Teladan 2.4. Tiga kelas statistika masing masing mempunyai 28, 32 dan 35 mahasiswa, pada ujian akhir mencapai rata rata 83, 80 dan 76. Berapa rata rata gabungannya : Jawab : x c = [ (28 x 83) + (32 x 80) + ( 35 x 76)] : (28 + 32 + 35) = 79,41 c. Rata rata Tertimbang (Terboboti) Bila contoh dengan nilai x 1, x 2,..., x n, diberi bobot w 1, w 2,..., w n, maka rata rata tertimbangnya x w x w = ( w i x i ) / w i Teladan 2.5. Nilai ujian 3 mata kuliah seorang mahasiswa adalah : Mata Kuliah Nilai (x) SKS (w) w.x Statistika 2 3 6 Akuntansi 3 4 12 x w = 30 : 10 = 3 T. Ekonomi 4 3 12 10 30 Beberapa Sifat Rata rata Hitung 1. Jumlah dari selisih nilai pengamatan terhadap rata ratanya adalah nol, atau jumlah simpangannya adalah nol. Wijaya : Statistika I 11

(x i x) = 0 2. Jumlah simpangan kuadrat dari rata ratanya berharga minimum : (x i x) 2 (x i k) 2 k = nilai pengamatan Misal nilai pengamatan (x i ) yaitu 2, 3 dan 4 maka rata ratanya (x ) = 3. (x i x) 2 = (2 3) 2 + (3 3) 2 + (4 3) 2 = 2 untuk k = 2 maka (x i k) 2 = (2 2) 2 + (3 2) 2 + (4 2) 2 = 5 untuk k = 3 maka (x i k) 2 = (2 3) 2 + (3 3) 2 + (4 3) 2 = 2 untuk k = 4 maka (x i k) 2 = (2 4) 2 + (3 4) 2 + (4 4) 2 = 5 3. Bila k sembarang nilai yang merupakan rata rata anggapan (asumsi), dan d i merupakan selisih dari nilai pengamatan terhadap k, maka : x = k + ( f i d i ) / f i x f f.x d i = x k f.d i Cara I : x = ( f i x i ) / f i 5 3 15 5 15 = ( 110 ) : 12 = 9,17 7 5 35 3 15 Cara II : x = k + ( f i d i )/ f i, 15 4 60 5 20 misal k = 10 x = 10 + ( 10)/12 = 9,17 4. Penambahan atau pengurangan suatu konstanta c pada setiap nilai pengamatan, maka rata rata semula sama dengan rata rata yang baru dikurangi atau ditambah dengan c. Jadi jika nilai pengamatan semula adalah x i dengan rata ratanya x, dan nilai pengamatan yang baru adalah y i dengan rata ratanya y dimana y i = x i + c, maka x = y c. 5. Penggandaan atau pembagian setiap nilai pengamatan dengan suatu konstanta c, maka rata rata semula sama dengan rata rata yang baru dibagi atau digandakan dengan c. Jadi jika nilai pengamatan semula x i dengan Wijaya : Statistika I 12

rata ratanya x, dan pengamatan yang baru y i dengan rata ratanya y dimana y i = c.x i, maka x = y / c. d. Rata rata Harmonik Rata rata Harmonik (H) bagi n buah bilangan x 1, x 2,..., x n, adalah n dibagi dengan jumlah kebalikan bilangan bilangan tersebut. H = n / (1/x) Dalam praktek rata rata harmonik paling sering digunakan merata ratakan kecepatan untuk beberapa jarak tempuh yang sama, untuk mencari harga rata rata suatu komoditi tertentu, dan dana bersama yang dibeli dengan cara menginvestasikan sejumlah uang tertentu setiap kali. Teladan 2.6. Seorang keryawan menanamkan uang 1200 dolar per bulan untuk usaha bersama. Dalam tiga bulan terakhir harga sahamnya adalah 2,4 ; 3,0 dan 4,0 dolar. Berapa rata rata harga saham yang dibeli karyawan tersebut? Penyelesaian : 3 H = = 36 / 12 = 3 dolar per saham. (1/2,4) + (1/3,0) + (1/4,0) Keterangan : jika menggunakan rata rata hitung hasilnya 9,4 : 3 = 3,13, dan tentu saja merupakan hasil yang salah. Hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut : Pada Bulan I : saham yang dibeli 1200 : 2,4 = 500 lembar Pada Bulan II : saham yang dibeli 1200 : 3,0 = 400 lembar Pada Bulan III : saham yang dibeli 1200 : 4,0 = 300 lembar Rata ratanya = 3600 dolar : 1200 lembar = 3 dolar per lembar e. Rata rata Ukur (Geometrik) Rata rata Ukur (U) bagi n buah bilangan x 1, x 2,..., x n, adalah akar ke n hasil kali bilangan bilangan tersebut. Wijaya : Statistika I 13

U = (x 1. x 2.... x n ) 1/n Log U = 1/n. Log (x 1. x 2.... x n ) Teladan 2.7. Selama periode 4 tahun berturut turut seorang karyawan telah menerima kenaikan gaji tahunan sebesar 7,2 ; 8,6 ; 6,9 dan 9,8 %, maka rasio gaji tahun sedang berjalan dengan tahun sebelumnya adalah 1,72 ; 1,86 ; 1,69 dan 1,98. Maka rata rata ukur bagi rasio kenaikan gaji tersebut adalah : Log U = 1/4. Log (1,72) (1,86) (1,69) (1,98) Log U = 0,034 U = 1,08 (sama dengan 8 %) Hubungan rata rata Ukur Dengan Bunga Majemuk Pada bunga majemuk, jumlah uang pada akhir tahun ke n dengan bunga tetap r adalah : P n = P 0 ( 1 + r) n r = ( n P n / P 10 ) 1 Kalau tingkat bunga berubah dari waktu ke waktu yaitu r 1, r 2,..., r n maka : P n = P 0 ( 1 + r 1 )(1 + r 2 )...(1 + r n ) Dari kedua formula di atas dapat dikembangkan menjadi : ( 1 + r) n = ( 1 + r 1 )(1 + r 2 )...(1 + r n ) Wijaya : Statistika I 14

Teladan 2.8. Pendapatan Nasional suatu negara tahun 1976 sebesar 400 milyar dolar, dan pada tahun 1980 sebesar 500 milyar dolar. Berapa rata rata tingkat pertumbuhan pendapatan nasional per tahun? Jawab : r = ( n P n / P 0 ) 1 = (P n / P 0 ) 1/4 1 r = (500 / 400) 1/4 1 = 1,057 1 = 0,057 = 5,7 % f. Median (Me) merupakan nilai rata rata ditinjau dari segi kedudukannya dalam urutan data. membagi keseluruhan data menjadi dua bagian yang sama banyaknya (setelah data diurutkan dari terkecil sampai terbesar, atau sebaliknya). Me = Data ke ½ (n + 1) Teladan 2.9. Nilai 5 kali kuiz Statistika seorang mahasiswa adalah 79, 82, 86, 92 dan 93. Maka Me = data ke ½ (5 + 1) = data ke 3 = 86. Teladan 2.10. Kadar nikotin contoh acak 6 batang rokok merk tertentu adalah 2,9 ; 2,3 ; 1,9 ; 2,7 ; 3,1 dan 2,5 mg. Setelah data diurutkan menjadi 1,9 ; 2,3 ; 2,5 ; 2,7 ; 2,9 ; 3,1. Maka mediannya Me = data ke ½ (6 + 1) = data ke 3 ½ = (2,5 + 2,7) : 2 = 2,6 mg. g. Modus (Mo) Modus suatu pengamatan adalah nilai yang paling sering terjadi, atau nilai dengan frekuensi paling tinggi. Modus tidak selalu ada, juga bisa lebih dari satu nilai. Teladan 2.11. Nilai 5 kali kuiz Statistika seorang mahasiswa adalah 79, 82, 86, 92 dan 93. Maka Modusnya tidak ada. Wijaya : Statistika I 15

Teladan 2.12. Banyaknya mobil yang terjual oleh 9 penyalur selama bulan September 1997 adalah 18, 10, 11, 98, 22, 15, 11, 25 dan 17. Maka modusnya ada satu (unimodal) yaitu 11. Teladan 2.13. Gaji (dalam ribuan rupiah) 8 orang Guru SD tertentu adalah 290, 255, 255, 310, 290, 275, 300, 325 dan 340. Maka Modusnya ada dua (Bimodal) yaitu 290 dan 255. 2. Ukuran Letak (Fraktil atau Kuantil) Ukuran Letak adalah nilai nilai yang dibawahnya terdapat sejumlah pecahan atau persentase tertentu. a. Persentil (P) = nilai yang membagi segugus pengamatan menjadi 100 bagian. P i = data ke i ( n + 1) / 100 b. Desil (D) = nilai yang membagi segugus pengamatan menjadi 10 bagian. D i = data ke i ( n + 1) / 10 c. Quartil (Q) = nilai yang membagi segugus pengamatan menjadi 4 bagian. Q i = data ke i ( n + 1) / 10 Teladan 2.14. Data upah mingguan (ribu rupiah) 13 karyawan Pabrik Tekstil adalah 40, 30, 50, 65, 45, 55, 70, 60, 80, 35, 85, 95, 100. Setelah diurutkan menjadi 30, 35, 40, 45, 50, 55, 60, 65, 70, 80, 85, 95, 100. Maka : P 10 = data ke 10 (13 + 1) / 100 = data ke 1,4 = 30 + 0,4 (35 30) = 32 P 25 = data ke 25 (13 + 1) / 100 = data ke 3,5 = 40 + 0,5 (45 40) = 42,5 P 50 = data ke 50 (13 + 1) / 100 = data ke 7 = 60 D 5 = data ke 5 (13 + 1) / 10 = data ke 7 = 60 D 7 = data ke 7 (13 + 1) / 10 = data ke 9,8 = 70 + 0,8 (80 70) = 78 K 1 = data ke 1 (13 + 1) / 4 = data ke 3,5 = 40 + 0,5 (45 40) = 42,5 Wijaya : Statistika I 16

K 2 = data ke 2 (13 + 1) / 4 = data ke 7 = 60 K 3 = data ke 3 (13 + 1) / 4 = data ke 10,5 = 80 + 0,5 (85 80) = 82,5 ( jadi : P 10 = D 1, P 25 = Q 1, P 50 = D 5 = Q 2, P 75 = Q 3 ) 3. Ukuran Penyimpangan/Keragaman/variasi/Penyebaran/Dispersi Ukuran penyimpangan adalah ukuran yang menunjukkan penyimpangan nilai suatu variabel terhadap nilai rata ratanya. Ukuran penyimpangan ini sebagai pelengkap bagi ukuran pemusatan dalam membandingkan dua atau lebih gugus bilangan yang berbeda. Rumus ukuran penyimpangan yang dibahas merupakan rumus ukuran penyimpangan contoh (untuk populasi lambang x dan s diganti dengan μ dan σ) yang meliputi : a. Rentang / Range / Jangkauan = Selisih nilai terbesar dengan terkecil b. Rentang Antar Kuartil (RAK) = K 3 K 1 c. Simpangan Kuartil (SK) = ½ ( K 3 K 1 ) d. Rata rata Simpangan (RS) = 1/n x x x 2 ( x) 2 / n e. Ragam atau Varians ( s 2 ) = n 1 f. Ragam Gabungan (s 2 g ) = [ (n i 1) 2 ] / ( n i ) k g. Simpangan Baku Gabungan (s g ) = s g 2 h. Simpangan Baku (s) = s i. Koefisien Variasi atau Koefisien Keragaman (KK) = ( s / x ) x 100 % j. Koefisien Keragaman Kuartil (KKK) = ( K 3 K 1 ) / ( K 3 + K 1 ) k. Bilangan Baku ( z ) = ( x i x ) / s Teladan 2.15. Data berikut merupakan banyaknya ikan (x i ) yang dapat ditangkap dari dua buah kolam oleh 9 orang. Wijaya : Statistika I 17

Kolam Nilai pengamatan A 3 4 5 6 8 9 10 12 15 B 3 7 7 7 8 8 8 9 15 Dari data di atas dapat kita hitung nilai nilai yang lain, seperti tercantum pada tabel berikut : Nilai pengamatan x Me A x i 3 4 5 6 8 9 10 12 15 72 8 8 x 2 9 16 25 36 64 81 100 144 225 700 x i x 5 4 3 2 0 1 2 4 7 B x i 3 7 7 7 8 8 8 9 15 72 8 8 x 2 9 49 49 49 64 64 64 81 225 654 x i x 5 1 1 1 0 0 0 1 7 Selanjutnya kita hitung nilai penyimpangannya : Ukuran Gugus A Gugus B Rentang 15 3 = 12 15 3 = 12 RAK 11 4,5 = 6,5 8,5 7 = 1,5 SK 3,25 0,75 RS 1/9 (28) = 28/9 1/9 (16) = 16/9 s 2 [ 700 (72) 2 /9 ] / 8 = 15,5 [ 654 (72) 2 /9 ] / 8 = 9,8 s 15,5 = 3,94 9,8 = 3,13 2 s g [(8) 3,94 + (8) 3,13 ] / 9+9 2 = 3,53 s g 3,53 = 1,88 KK (%) (3,94 : 8) x 100 % = 49,3 (3,13 : 8) x 100 % = 39 KKK 6,5 : 15,5 = 41,9 % 1,5 : 15,5 = 9,7 % Wijaya : Statistika I 18

Data di atas menunjukkan bahwa antara Gugus A dan B walaupun mempunyai ukuran pemusatan dan Rentang yang sama, tetapi mempunyai ukuran keragaman yang berbeda. Ternyata Rentang tidak berhasil mengukur keragaman nilai nilai diantara kedua ekstrim tersebut. Gugus A mempunyai nilai keragaman yang lebih besar dibanding gugus B. Dalam praktek ukuran keragaman yang banyak digunakan adalah Ragam, Simpangan Baku, Koefisien Keragaman dan Bilangan Baku. Teladan 2.16. Harga 5 buah mobil bekas masing masing adalah Rp 4.000.000, Rp 4.500.000, Rp 5.000.000, Rp 4,750.000, Rp 4.250.000, dan harga 5 ekor ayam masing masing adalah Rp 6000, Rp 8000, Rp 9000, Rp 5500, Rp 10.000. Tentukan harga mobil atau harga ayam yang lebih beragam! Penyelesaian : Untuk Mobil : Rata rata (x) = Rp 22.500.000 : 5 = Rp 4.500.000 Simpangan baku (s) = Rp 395.280 KK (%) = 3.950.000 : 4.500.000 = 8,78 % Untuk Ayam : Rata rata (x) = Rp 38.500 : 5 = Rp 7.700 Simpangan baku (s) = Rp 1.920 KK (%) = 1.920 : 7.700 = 24,95 % Jadi harga ayam lebih beragam dibandingkan harga mobil. Teladan 2.17. Misal seorang mahasiswa mendapat nilai ujian Ekonomi Makro 82, sedangkan rata rata kelasnya 68 dengan simpangan baku 8. Nilai ujian Statistikanya 89, sedangkan rata rata kelasnya 80 dengan simpangan baku 6. Dalam ujian mana ia mempunyai kedudukan yang lebih baik? Penyelesaian : Ekonomi Makro : Bilangan Baku = ( x i x ) / s = ( 82 68 ) / 8 = 1,75 Statistika : Bilangan Baku = ( x i x ) / s = ( 89 80 ) / 6 = 1,50 Wijaya : Statistika I 19

Ternyata dalam ujian Ekonomi Makro mahasiswa tersebut berada 1,75 simpangan baku di atas rata rata kelasnya, sedangkan dalam Statistika ia hanya 1,5 simpangan baku di atas rata rata kelasnya. Dengan demikian mahasiswa tersebut mempunyai kedudukan yang lebih baik dalam ujian Ekonomi Makro. Pengkodean Terhadap Ragam Pengkodean disini dimaksudkan sebagai operasi penjumlahan, pengurangan, penggandaan atau pembagian setiap nilai pengamatan dengan suatu konstanta. Misalkan data pengamatan semula adalah x i kemudian masing masing nilai ditambah dengan konstanta c, sehingga rata rata data pengamatan semula adalah x dan rata rata yang baru y = x + c. Kita hitung ragam bagi y yaitu : ( y y) 2 [( x + c) ( x + c)] 2 ( x x) 2 s 2 = = = n 1 n 1 n 1 Bila setiap pengamatan ditambah atau dikurangi dengan suatu konstanta c, maka ragam data semula sama dengan ragam data yang baru. Sekarang misalkan nilai data awal digandakan dengan konstanta c, jadi y = cx maka rata ratanya y = cx dan ragam bagi y : ( y y) 2 ( cx cx ) 2 c 2 (x x) 2 s 2 = = = n 1 n 1 n 1 Bila setiap pengamatan digandakan (atau dibagi) dengan suatu konstanta c, maka ragam data semula sama dengan ragam data yang baru dibagi (atau digandakan) dengan c 2. Teladan 2.18. Data berikut merupakan banyaknya ikan (x i ) yang dapat ditangkap dari dua buah kolam oleh 9 orang. Kolam Nilai pengamatan s 2 A 3 4 5 6 8 9 10 12 15 15,5 B 3 7 7 7 8 8 8 9 15 9,75 Wijaya : Statistika I 20

Misalkan data dalam gugus A ditambah dengan 2, sedangkan data gugus B digandakan 2 kali. Hasilnya adalah : Nilai pengamatan A x i 5 6 7 8 10 11 12 14 17 90 x 2 25 36 49 64 100 121 144 196 289 1024 B x i 6 14 14 14 16 16 16 18 30 144 x 2 36 196 196 196 256 256 256 324 900 2616 Untuk A : s 2 = [ 1024 (90) 2 /9 ] : 8 = 15,5 = ragam data asal Untuk B : s 2 = [ 2616 (144) 2 /9 ] : 8 = 39 = ragam data asal dikali 2 2 2.5.2 Data Dikelompokkan Misalkan kita gunakan data Gaji (dalam jutaan rupiah) 40 karyawan Pabrik rotan yang tertera pada Tabel Distribusi Frekuensi. Selang frek. (f) Tengah (x) f.x c f.c log x f.log x f / x 1,5 1,9 2 1,7 3,4 3 6 0,23 0,46 1,18 2,0 2,4 1 2,2 2,2 2 2 0,34 0,34 0,45 2,5 2,9 4 2,7 10,8 1 4 0,43 1,72 1,48 3,0 3,4 15 3,2 48,0 0 0 0,51 7,65 4,69 3,5 3,9 10 3,7 37,0 1 10 0,57 5,70 2,70 4,0 4,4 5 4,2 21,0 2 10 0,62 3,10 1,19 4, 5 4,9 3 4,7 14,1 3 9 0,67 2,01 0,64 Jumlah 136,5 17 20,98 12,33 1. Ukuran Pemusatan a. Rata rata Hitung (x) : Cara I : x = (f.x) / f = (136,5) : 40 = 3,41 Cara II : x = X 0 + p [ (f.c) / f ] = 3,2 + 0,5 [ 17 / 40 ] = 3,41 Wijaya : Statistika I 21

X 0 = titik tengah kelas yang dipilih, dan diberi nilai c = 0 p = panjang kelas interval b. Rata rata Ukur ( U) : Log U = [ f.log x ] / f = 20,98 : 40 = 0,525 U = 3,35 c. Rata rata Harmonik (H) : H = [ f ] / (f / x) = 40 : 12,33 = 3,24 Dari ketiga perhitungan rata rata tersebut terdapat hubungan bahwa H < U < X, secara umum berlaku H U X. d. Median : Me = B + p [ (½ n F) / f ] Me = Median B = Batas bawah kelas median (kelas dimana median terletak) = 2,95 p = Panjang kelas = 0,5 n = Ukuran contoh = 40 F = Jumlah frekuensi dengan tanda kelas lebih kecil dari kelas median = 7 f = frekuensi kelas median = 15 Jadi Me = 2,95 + 0,5 [ (20 7) : 15 ] = 2,95 + 0,43 = 3,38 e. Modus (Mo) : Mo = B + p [ ( f 1 / (f 1 + f 2 ) ] Me = Modus B = Batas bawah kelas modus = 2,95 p = Panjang kelas = 0,5 f 1 = Selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi kelas sebelumnnya = 11 f 2 = Selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi kelas sesudahnya = 5 Jadi Mo = 2,95 + 0,5 [ (11) : (11 + 5) ] = 2,95 + 0,34 = 3,29 Wijaya : Statistika I 22

2. Ukuran Letak Persentil : P i = B + p [ (in/100 F) / f ] Desil : D i = B + p [ (in/10 F) / f ] Kuartil : K i = B + p [ (in/4 F) / f ] B = Batas bawah kelas P i, atau D i atau K i p = Panjang kelas = 0,5 n = Ukuran contoh = 40 F = Jumlah frekuensi dengan tanda kelas lebih kecil dari kelas Pi, D i, atau K i f = frekuensi kelas P i, D i, atau K i Teladan 2.19. 1. P 25 = data ke 25 (40) / 100 = data ke 10 = 2,95 + 0,5 [ 10 7 ] / 15 = 2,95 + 0,10 = 3,05 2. P 50 = data ke 50 (40) / 100 = data ke 20 = 2,95 + 0,5 [ 20 7 ] / 15 = 2,95 + 0,43 = 3,38 3. P 75 = data ke 75 (40) / 100 = data ke 30 = 3,45 + 0,5 [ 30 22 ] / 10 = 3,45 + 0,40 = 3,85 4. D 2 = data ke 2 (40) / 10 = data ke 8 = 2,95 + 0,5 [ 8 7 ] / 15 = 2,95 + 0,03 = 2,98 5. D 5 = data ke 5 (40) / 10 = data ke 20 = 2,95 + 0,5 [ 20 7 ] / 15 = 2,95 + 0,43 = 3,38 6. D 7 = data ke 7 (40) / 10 = data ke 28 = 3,45 + 0,5 [ 28 22 ] / 10 = 3,45 + 0,30 = 3,75 7. K 1 = data ke 1 (40) / 4 = data ke 10 = 2,95 + 0,5 [ 10 7 ] / 15 = 2,95 + 0,10 = 3,05 8. K 2 = data ke 2 (40) / 4 = data ke 20 = 2,95 + 0,5 [ 20 7 ] / 15 = 2,95 + 0,43 = 3,38 Wijaya : Statistika I 23

9. K 3 = data ke 3 (40) / 4 = data ke 30 = 3,45 + 0,5 [ 30 22 ] / 10 = 3,45 + 0,40 = 3,85 Hubungan nilai persentil, desil dan kuartil dapat digambarkan dengan diagram berikut : Batas Gaji 3,05 3,38 3,85 Persentase 25 25 25 25 Ukuran Letak P 25 = K 1 P 50 = D 5 = K 2 P 75 = K 3 Dari diagram tersebut dapat dikemukakan, misalnya : sebanyak 25 % atau 10 orang karyawan memperoleh gaji lebih kecil dari Rp 3,05 juta. banyaknya karyawan dengan gaji dari Rp 3,05 juta sampai Rp 3,85 juta sebanyak 50 % atau 20 orang. 3. Ukuran Penyimpangan / Keragaman Misalkan kita gunakan data Gaji (dalam jutaan rupiah) 40 karyawan Pabrik rotan yang tertera pada Tabel Distribusi Frekuensi. Selang frek. (f) Tengah (x) x x f. x x x 2 f. x 2 f.log x 1,5 1,9 2 1,7 1,71 3,42 2,89 5,78 0,46 2,0 2,4 1 2,2 1,21 1,21 4,84 4,84 0,34 2,5 2,9 4 2,7 0,71 2,84 7,29 29,16 1,72 3,0 3,4 15 3,2 0,21 3,15 10,24 153,60 7,65 3,5 3,9 10 3,7 0,29 2,90 13,69 136,90 5,70 4,0 4,4 5 4,2 0,79 3,95 17,64 88,20 3,10 4, 5 4,9 3 4,7 1,29 3,87 22,09 66,27 2,01 Jumlah 6,21 21,34 78,68 484,75 20,98 a. Rentang Antar Kuartil (RAK) = K 3 K 1 = 3,85 3,05 = 0,80 Wijaya : Statistika I 24

b. Simpangan Kuartil (SK) = ½ (K 3 K 1 ) = 0,40 c. Rata rata Simpangan (RS) = 1/n f x x = 1/40 ( 21,34 ) = 0,53 d. Ragam (s 2 ) = [ f. x 2 ( f.x) 2 /n ] / n 1 = (484,75 465,81) : 39 = 0,49 e. Simpangan Baku (s) = s = 0,49 = 0,7 f. Koef. Keragaman (KK) = ( s / x ) x 100 % = (0,7 / 3,41) x 100 % = 20,53 % g. KK. Kuartil (KKK) = (K 3 K 1 ) / (K 3 + K 1 ) = 0,80 : 6,90 = 11,59 % 2.6 Dalil Chebyshev dan Kaidah Empirik 2.6.1 Dalil Chebyshev : Sekurang kurangnya 1 1/k 2 bagian data terletak dalam k simpangan baku dari rata ratanya. Teladan 2.20. Misalkan data IQ suatu contoh acak 1.080 mahasiswa mempunyai rata rata 120 dengan simpangan baku 8. Gunakan dalil Chebyshev untuk menentukan selang yang mengandung sekurang kurangnya 810 mahasiswa mempunyai IQ yang terletak di dalamnya! Penyelesaian : 810 : 1080 = 3/4, jadi 1 1/k 2 = 3/4, maka diperoleh nilai k = 2 dan x ± 2 s = 120 ± 2 (8) = 120 ± 16. Jadi sekurang kurangnya 810 mahasiswa mempunyai IQ antara 104 sampai 136. Dalil Chebyshev kurang banyak memberikan manfaat apabila nilai k = 1. Disamping itu hanya memperhatikan batas bawahnya saja (dengan istilah sekurang kurangnya), dan tidak memperhatikan bagaimana bentuk sebaran data pengamatan, apakah berbentuk genta (simetris) atau tidak. Oleh karena itu, untuk sebaran data pengamatan yang berbentuk genta akan lebih baik digunakan Kaidah Empirik. Wijaya : Statistika I 25

2.6.2 Kaidah Empirik Pada sebaran pengamatan yang berbentuk genta (simetrik) maka kira kira : 68 % pengamatan terletak dalam 1 simpangan baku dari rata ratanya. 95 % pengamatan terletak dalam 2 simpangan baku dari rata ratanya. 99,7 % pengamatan terletak dalam 3 simpangan baku dari rata ratanya. Misal dengan menggunakan data gaji 40 karyawan Pabrik Rotan (Tabel 2) diperoleh rata rata (x) = 3,41 dengan simpangan baku (s) = 0,70. Maka menurut Kaidah Empirik berarti kurang lebih 68 % atau 27 diantara 40 karyawan memperoleh gaji yang terletak dalam selang x ± s = 3,41 ± 0,7 atau antara 2,71 sampai 4,11 juta rupiah. 2.7 Kemenjuluran (Skewness) dan Keruncingan (Kurtosis) Kurva Kemenjuluran digunakan untuk mengetahui derajat kesimetrian sebuah model (distribusi), dinyatakan dengan Koefisien Kemenjuluran Pearson (KM) : 3 ( rata rata median ) KM = Simpangan baku Teladan 2.21. Misal digunakan data pada Tabel 2, tentang gaji 40 karyawan Pabrik Rotan diperoleh nilai rata rata (x) = 3,41, median (Me) = 3,38 dan simpangan baku = 0,7. Maka Koefisien Kemenjuluran Pearson : (s) KM = 3 ( 3,41 3,38 ) 0,7 = 0,13 (positif, atau sedikit menjulur ke kanan) Kurtosis menunjukkan tinggi rendahnya atau runcing datarnya suatu kurva. Kurva yang runcing dinamakan Leptokurtik, yang datar dinamakan Platikurtik dan yang normal dinamakan Mesokurtik. Kurtosis, yaitu : Untuk menentukannya digunakan Koefisien Koefisien Kurtosis = [ 1/n f (x x) 4 ] / s 4 Wijaya : Statistika I 26

Ketentuan : Jika K = 3, maka kurvanya Mesokurtik (normal) K > 3, maka kurvanya Leptokurtik (runcing) K < 3, maka kurvanya Platikurtik (datar) Teladan 2.22. Untuk data Gaji 40 Karyawan Pabrik Rotan. Selang f x (x x) 4 f.(x x) 4 1,5 1,9 2 1,7 8,55 17,10 2,0 2,4 1 2,2 2,14 2,14 2,5 2,9 4 2,7 0,25 1,00 K = 1/40 (30,60) : 0,24 3,0 3,4 15 3,2 0,002 0,03 = 3,19 3,5 3,9 10 3,7 0,007 0,07 (Leptokurtik) 4,0 4,4 5 4,2 0,39 1,95 4, 5 4,9 3 4,7 2,77 8,31 Jumlah 6,21 30,60 Wijaya : Statistika I 27

III. ANGKA INDEKS Angka Indeks atau Indeks merupakan angka yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk melakukan perbandingan antara kegiatan yang sama (produksi, penjualan, konsumsi dan perkembangan harga) dalam waktu yang berbeda. Tujuan pembuatan angka indeks yaitu untuk mengukur secara kuantitatif terjadinya suatu perubahan dalam dua waktu yang berlainan, misalnya indeks harga mengukur perubahan harga. Dalam penentuan angka indeks diperlukan dua macam waktu, yaitu : 1. Waktu Dasar, merupakan waktu dimana suatu kegiatan digunakan sebagai dasar perbandingan. 2. Waktu Sedang Berjalan atau waktu yang bersangkutan, merupakan waktu dimana suatu kegiatan akan dibandingkan terhadap kegiatan pada waktu dasar. Angka Indeks yang biasa digunakan yaitu Indeks Harga (Ip), Indeks Kuantitas atau produksi (Iq) dan Indeks Nilai (Iv). Adapun hubungan antara ketiga indeks tersebut adalah Iv = Ip x Iq. 3.1 Indeks Tidak Tertimbang (Sederhana) 3.1.1 Indeks Harga Relatif Tidak Tertimbang (Sederhana) Indeks harga relatif tidak tertimbang (sederhana) adalah indeks harga yang terdiri dari satu macam barang. Untuk Harga, rumusnya : I t/0 = ( P t / P 0 ) x 100 % Untuk produksi, rumusnya : I t/0 = ( Q t / Q 0 ) x 100 % 3.1.2 Indeks Harga Agregatif Tidak Tertimbang Indeks harga agregatif tidak tertimbang adalah indeks harga yang terdiri dari beberapa macam barang. Wijaya : Statistika I 28

Untuk Harga, rumusnya : I t/0 = ( P t / P 0 ) x 100 % Untuk produksi, rumusnya : I t/0 = ( Q t / Q 0 ) x 100 % 3.1.3 Indeks Harga Rata rata Relatif Tidak Tertimbang a. Bila rata ratanya adalah rata rata hitung : Untuk Harga, rumusnya : I t/0 = 1/n ( P t / P 0 ) x 100 % Untuk produksi, rumusnya : I t/0 = 1/n ( Q t / Q 0 ) x 100 % b. Bila rata ratanya adalah rata rata ukur : Untuk Harga, rumusnya : Log I t/0 = 1/n Log (P t / P 0 ) Untuk produksi, rumusnya : Log I t/0 = 1/n Log (Q t / Q 0 ) Keterangan : P t = harga barang pada waktu t P 0 = harga barang pada waktu 0 (waktu dasar) Q t = kuantitas barang pada waktu t Q 0 = kuantitas barang pada waktu 0 (waktu dasar) V t = nilai barang pada waktu t = P t x Q t V 0 = nilai barang pada waktu 0 (waktu dasar) = Po x Qo Teladan 3.1. Misal harga (juta rupiah) dan produksi (buah) 4 jenis barang pada tahun 1994, 1995 dan 1996 adalah sebagai berikut : Barang Harga Produksi 1994 1995 1996 1994 1995 1996 A 10 8 7 20 30 35 B 15 15 20 35 25 15 C 5 7 10 30 20 25 D 20 15 15 15 15 30 JML 50 45 52 100 80 105 Wijaya : Statistika I 29

1. Indeks Harga Relatif Sederhana barang A tahun 1995 dan 1996 dengan waktu dasar 1994 : I 95/94 = (P t / P 0 ) x 100% = (8/10) x 100% = 80 % (turun 20 %) I 96/94 = (P t / P 0 ) x 100% = ( 7/10 ) x 100% = 70 % (turun 30 %) Untuk produksi, indeksnya adalah : I 95/94 = (Q t / Q 0 ) x 100% = (30/20) x 100% = 150 % (naik 50 %) I 96/94 = (Q t / Q 0 ) x 100% = (35/20) x 100% = 175 % (naik 75 %) 2. Indeks Harga Agregatif Tidak Tertimbang tahun 1996 dan 1995 dengan waktu dasar tahun 1994 : I 95/94 = ( P t / P 0 ) x 100% = (45/50) x 100% = 90% I 96/94 = ( P t / P 0 ) x 100% = (52/50) x 100% = 104% Untuk produksi, indeksnya adalah : I 95/94 = ( Q t / Q 0 ) x 100% = (80/100 ) x 100% = 80% I 96/94 = ( Q t / Q 0 ) x 100% = (105/100) x 100% = 105% 3. Indeks Harga Rata rata Relatif Tidak Tertimbang tahun 1996 dan 1995 dengan waktu dasar tahun 1994. a. Bedasarkan rata rata hitung : I 95/94 = 1/n (P t / P 0 ) x 100 % = ¼ (8/10 + 15/15 + 7/5 + 15/20 ) x 100 % = 98,75 % I 96/94 = 1/n (P t / P 0 ) x 100 % = ¼ (7/10 + 20/15 + 10/5 + 15/20) x 100 % = 119,6 % b. Berdasarkan rata rata ukur : Log I 95/94 = 1/n Log (P t / P 0 ) = ¼ (Log 8/10 + Log 15/15 + Log 7/5 + Log 15/20) = 0,015 I 95/94 = 0,9657 x 100 % = 96,57 % Wijaya : Statistika I 30

Log I 96/94 = 1/n Log (P t / P 0 ) = ¼ (Log 7/10 + Log 20/15 + Log 10/5 + Log 15/20) = 0,029 I 96/94 = 1,069 x 100 % = 106,9 % 3.2 Indeks Harga Tertimbang 3.2.1 Indeks Harga Agregatif Tertimbang Bentuk Umum : I t/0 = ( P t. W / P 0. W ) x 100 a) Laspeyres, bila timbangannya W = Q 0 L t/0 = ( P t. Q 0 / P 0. Q 0 ) x 100 b) Paasche, bila timbangannya W = Q t P t/0 = ( P t. Q t / P 0. Q t ) x 100 c) Marshall Edgeworth, bila timbangannya W = Q 0 + Q t M t/0 = P t (Q 0 + Q t ) / P 0 (Q 0 + Q t ) x 100 d) Walsh, bila timbangannya W = Q 0.Q t W t/0 = P t ( Q 0.Q t ) / P 0 ( Q 0.Q t ) x 100 e). Drobisch D t/0 = ½ ( L t/0 + P t/0 ) = ½ [( P t. Q 0 / P 0.Q 0 ) + ( P t.q t / P 0.Q t ) ] x 100 f) Irving Fisher atau Indeks Ideal : F t/0 = ( L t/o x P t/o ) = [( P t.q 0 / P 0.Q 0 ) ( P t.q t / P 0.Q t ) ] x 100 Teladan 3.2. Misal kita gunakan data berikut untuk menentukan indeks harga agregatif tertimbang tahun 1995 dengan waktu dasar tahun 1994. Wijaya : Statistika I 31

Barang Harga Produksi 1994 (P 0 ) 1995 (P t ) 1994 (Q 0 ) 1995 (Q t ) A 10 8 20 30 B 15 15 35 25 C 5 7 30 20 D 20 15 15 15 JML 50 45 100 80 Dari data di atas dapat kita susun menjadi tabel berikut : Po Pt Qo Qt Po.Qo ( Vo ) Po.Qt Pt.Qo Pt.Qt ( Vt ) Qo+Qt Qo.Qt A 10 8 20 30 200 300 160 240 50 600 B 15 15 35 25 525 375 525 375 60 875 C 5 7 30 20 150 100 210 140 50 600 D 20 15 15 15 300 300 225 225 30 225 50 45 100 80 1175 1075 1120 980 Selanjutnya kita hitung Indeks Harga Agregatif Tertimbang : a. Laspeyres : L 95/94 = ( P t.q 0 / P 0.Q 0 ) x 100 = (1120 : 1175) x 100 = 95,32% b. Paasche : P 95/94 = ( P 0.Q t / P 0.Q t ) x 100 = (980 : 1075) x 100% = 91,16% c. Marshall Edgeworth : M 95/94 = P t (Q 0 + Q t ) / P 0 (Q 0 + Q t ) x 100 (8 x 50) + (15 x 60) + (7 x 50) + (15 x 30) = (10 x 50) + (15 x 60) + (5 x 50) + (20 x 30) = ( 2100 : 2250 ) x 100 = 93,33 % Wijaya : Statistika I 32

d. Walsh : W 95/94 = P t ( Q 0.Q t ) / P 0 ( Q 0.Q t ) x 100 (8 600) + (15 875) + (7 600) + (15 225) = (10 600) + (15 875) + (5 600) + (20 225) = (1036,13 : 1085,12) x 100 = 95,49 e. Drobisch D 95/94 = ½ ( L 95/94 + P 95/94 ) = ½ ( 95,32 + 91,16 ) x 100 % = 93,24 % f. Irving Fisher atau Indeks Ideal : F 95/94 = ( L 95/94 x P 95/94 ) = ( 95,32 x 91,16 ) x 100 % = 93,22 % Contoh lain : untuk menentukan Indeks Biaya Hidup Agregatif suatu keluarga dengan data sebagai berikut : No. Keperluan Hidup Bagian Pengeluaran Harga Pada Thn Biaya (%) 1960 1964 1. Makanan 60 7,5 115 2. Bahan Bakar, 8 3,5 60 Penerangan dan Air 3. Pakaian 12 175 820 4. Perumahan 15 86 325 5. Lain lain 5 43 200 Jumlah 100 315 1.520 Indeks Biaya Hidup Keluarga tahun 1964 dengan tahun dasar 1960 adalah : (60x115)+(8x60)+(12x820)+(15x325)+(5x200) L 64/60 = = 565,6 (60x7,5)+(8x3,5)+(12x175)+(15x86)+(5x43) Wijaya : Statistika I 33

3.2.2 Indeks Harga Rata rata Relatif Tertimbang (P t / P 0 ).W Rumus Umum : I t/0 = x 100 W a) Timbangannya W = V 0 = P 0.Q 0 (P t / P 0 ) (P 0.Q 0 ) L t/0 = x 100 P 0.Q 0 b) Timbangannya W = V t = P t.q t (P t / P 0 ) (P t.q t ) P t/0 = x 100 P t.q t Misal kita akan menghitung indeks harga rata rata relatif tertimbang untuk keempat jenis barang pada data di atas : a). Dengan Rumus Laspeyres : (P t / P 0 ) (P 0.Q 0 ) L 95/94 = x 100 P 0.Q 0 (8/10) 200 + (15/15) 525 + (7/5) 150 + (15/20) 300 = x 100 200 + 525 + 150 + 300 = ( 1120 : 1175 ) x 100 = 95,32 b). Dengan Rumus Paasche : (P t / P 0 ) (P t.q t ) P 95/94 = x 100 P t.q t Wijaya : Statistika I 34

(8/10) 240 + (15/15) 375 + (7/5) 140 + (15/20) 225 = x 100 240 + 375 + 140 + 225 = ( 931,75 : 980 ) x 100 = 95,08 3.3 Indeks Harga Berantai Indeks yang telah dikemukakan merupakan indeks dengan waktu dasar tetap. Apabila waktu dasarnya berubah ubah, misalnya setiap 1 tahun, 2 tahun atau lebih, maka indeksnya akan merupakan indeks berantai. Misal waktu dasarnya berubah setiap n tahun, maka indeks harganya adalah : I t n = ( P t / P t n ) x 100 Teladan 3.3. Harga beras (Rp/kg) di Cirebon selama 5 tahun dari tahun 1991 1995 adalah sebagai berikut : Tahun 1991 1992 1993 1994 1995 Harga (Rp/kg) 800 900 1000 1100 1200 Hitung indeks harga berantai tahun 1993, 1994 dan 1995 dengan waktu dasar berubah setiap : a. satu tahun b. dua tahun Pemecahan : a. Waktu dasar berubah setiap satu tahun : Tahun 1993 : I 93/92 = ( 1000 : 900 ) x 100 = 111,11 Tahun 1994 : I 94/93 = ( 1100 : 1000 ) x 100 = 110 Tahun 1995 : I 95/94 = ( 1200 : 1100 ) x 100 = 109,09 b. Waktu dasar berubah setiap dua tahun : Tahun 1993 : I 93/91 = ( 1000 : 800 ) x 100 = 125 Wijaya : Statistika I 35

Tahun 1994 : I 94/92 = ( 1100 : 900 ) x 100 = 122,22 Tahun 1995 : I 95/93 = ( 1200 : 1000 ) x 100 = 120 Misal waktu dasarnya berubah setiap satu tahun, maka : I 1/0 = P 1 / P 0, I 2/1 = P 2 / P 1,..., I t/t 1 = P t / P t 1 Jika : I 1/0 x I 2/1 x... x I t/t 1 = P 1 / P 0 x P 2 / P 1 x... x P t / P t 1 = P t / P 0 = I t/0 Jadi indkes berantai pada dasarnya merupakan indeks relatif sederhana. 3.4 Penentuan dan Pergeseran Waktu Dasar 3.4.1 Penentuan Waktu Dasar : Keadaan ekonomi (juga sosial, budaya, politik) stabil. Waktu tidak terlalu jauh ke belakang (paling lama 10 tahun atau kalau bisa kurang dari 5 tahun). Dengan kata lain data (produksi, harga atau penjualan) dalam keadaan up to date. Waktu dimana terjadinya peristiwa penting, misalnya pergantian pimpinan di perusahaan dll. 3.4.2 Pergeseran Waktu Dasar Apabila waktu dasar dari suatu indeks sudah dianggap out of date, maka perlu dilakukan pergeseran atau perubahan waktu dasar melalui : Apabila data asli masih tersedia, maka perlu dilakukan perhitungan kembali dengan menggunakan waktu dasar yang baru. Apabila data asli tidak tersedia, sedangkan data indeks lama tersedia, maka indeks yang baru dapat dihitung dengan rumus : I B = I L / I LD dimana I B adalah Indkes Baru, I L = Indeks Lama dan I LD adalah Indeks Lama pada waktu dasar yang baru. Wijaya : Statistika I 36

Teladan 3.4. Misal kita gunakan data harga beras (Rp/kg) di Cirebon selama 5 tahun dari tahun 1991 1995. Indeks harga lama dihitung berdasarkan waktu dasar tahun 1992, kemudian akan diganti dengan waktu dasar tahun 1994. Indeks harga yang baru dapat dihitung kembali berdasarkan data harga yang asli (1) dan dari data indeks harga yang lama (2). Hasilnya adalah sebagai berikut : Tahun Harga Indeks Lama ( 1992 = 100 ) Indeks Baru 1) ( 1994 = 100 ) Indeks Baru 2) ( 1994 = 100 ) 1991 800 88,89 72,73 72,73 1992 900 100 81,82 81,82 1993 1000 111,11 90,91 90,91 1994 1100 122,22 100 100 1995 1200 133,33 109,09 109,09 Keterangan : 1) Indeks baru berdasarkan data harga yang asli 1) Indeks baru berdasarkan data indeks harga lama 3.5 Pengujian Indeks dan Pendeflasian Data Berkala 3.5.1 Pengujian Indeks Kebaikan atau kesempurnaan indeks dilihat dari kenyataan apakah indeks tersebut memenuhi kriteria pengujian sebagai berikut : a). Time reversal Test, bila I t/0 x I 0/t = 1 Indeks Harga Relatif : I t/0 = P t / P 0 dan I 0/t = P 0 / P t I t/0 x I 0/t = P t /P 0 x P 0 /P t = 1 (memenuhi) Indeks Harga Agregatif Tidak Tertimbang : I t/0 = P t / P 0 dan I 0/t = P 0 / P t I t/0 x I 0/t = ( P t / P 0 )( P 0 / P t ) = 1 (memenuhi) Wijaya : Statistika I 37

Indeks Harga Agregatif Tertimbang Laspeyres : L t/0 = P t.q 0 / P 0.Q 0 dan L 0/t = P 0.Q t / P t.q t L t/0 x L 0/t = ( P t.q 0 / P 0.Q 0 )( P 0.Q t / P t.q t ) 1 (tidak memenuhi) Indeks Harga Agregatif Tertimbang Irving Fisher (Indeks Ideal) : F t/0 = L t/0 x P t/0 dan F 0/t = L 0/t x P 0/t P t.q 0 P t.q t P 0.Q t P 0.Q 0 F t/0 x F 0/t =... = 1 P 0.Q 0 P 0.Q t P t.q t P t.q 0 b). Factor Reversal Test, bila I (t/0)p x I (t/0)q = I (t,0)v Indeks Harga Relatif : I (t/0)p = Pt / Po dan I (t/0)q = Qt / Qo I (t/0)p x I (t/0)q = P t /P 0 x Q t /Q 0 = P t.q t / P 0.Q 0 = V t / V 0 (memenuhi) Indeks Harga Agregatif Tidak Tertimbang : I (t/0)p = P t / P 0 dan I (t/0)q = Q t / Q 0 I (t/0)p x I (t/0)q = ( P t / P 0 )( Q t / Q 0 ) = P t Q t / P 0 Q 0 1 (tidak memenuhi) Indeks Harga Irving Fisher (Ideal) : F (t/0)p = L (t/0)p x P (t/0)p dan F (t/0)q = L (t/0)q x P (t/0)q P t.q 0 P t.q t P 0.Q t P t.q t Fp x Fq =... P 0.Q 0 P 0.Q t P 0.Q 0 P t.q 0 = V t / V 0 (memenuhi) c). Circular Test Misal terdapat t buah indeks dari t tahun dengan waktu dasar i, yaitu : I 1/i, I 2/i,..., I t/i (1) Wijaya : Statistika I 38

Apabila waktu dasarnya adalah j, maka indeksnya adalah : I 1/j, I 2/j,..., I t/j (2) Apabila setiap indeks pada (1) dibagi dengan indeks I j/i, hasilnya : I 1/i / I j/i = I 1/j, I 2/i / I j/i = I 2/j j jadi I t/i / I j/i = I t/j yaitu sama dengan (2) Teladan. I 85/82 = P 85 / P 82 dan I 84/82 = P 84 / P 82 I 85/82 P 85 P 82 P 85 = x = I 84/82 P 82 P 84 P 84 3.5.2 Pendeflasian Data Secara umum dapat dikatakan bahwa kenaikan indeks harga akan menurunkan daya beli, sebaliknya daya beli meningkat dengan menurunnya indeks harga (jadi kalau indeks harga naik a kali, maka daya beli turun sebesar 1/a kali). Misalnya pada tahun 1988 uang sebanyak Rp 5.000,- dapat digunakan untuk membeli satu sak semen, sedangkan pada tahun 1996 harga satu sak semen Rp 10.000,-, maka nilai rupiah pada tahun 1988 sama dengan 50 sen pada tahun 1996. Ini berarti harga telah menjadi dua kali, dan nilai atau daya beli telah berkurang menjadi setengah kali. Untuk mendapatkan data berkala yang nyata, misalnya gaji nyata dan upah nyata atau pendapatan nyata, maka angka angka tersebut harus dibagi dengan indeks harga konsumen atau indeks biaya hidup. Proses ini disebut mendeflasi data. Misal kita ingin mengetahui berapa daya dari gaji karyawan yang bisa dipakai untuk membeli. Jadi kita ingin mengetahui gaji riil atau gaji nyata dari karyawan tersebut. Gaji nyata tahun 1990 diperoleh dari Rp 5.000 : 0,98 = 5.102, dengan cara yang sama dapat ditentukan gaji nyata untuk tahun tahun yang lain. Dari tabel dibawah untuk tahun 1995 dan 1990 terjadi kenaikan gaji nominal sebesar 60 % yaitu dari (8.000 5.000)/5.000, tetapi sebenarnya berdasarkan gaji nyata hanya naik sebesar (7.273 5.102)/5.102 = 43 %. Hal ini terjadi karena adanya kenaikan indeks biaya hidup atau indeks harga konsumen. Jadi apa yang dapat Wijaya : Statistika I 39

dibeli dengan uang sebesar Rp 7.273,- pada tahun 1990 menjadi berharga Rp 8.000,- pada tahun 1995. Tahun Indeks Biaya Hidup Gaji Harian (Rp) Gaji Nyata (Rp) Daya Beli Rp 1,00,- 1990 98 5.000 5.102 1,02 1991 100 6.000 6.000 1,00 1992 102 6.750 6.618 0,98 1993 106 7.000 6.604 0,94 1994 108 7.500 6.944 0,93 1995 110 8.000 7.273 0,91 1996 113 9.000 7.965 0,88 Indeks biaya hidup atau indeks harga konsumen disebut deflator. Deflator yang dapat dipertanggungjawabkan harus memenuhi sifat time reversal test, factor reversal test dan circular test. Akan tetapi dalam prkateknya pendeflasian dapat dilakukan walaupun deflator tidak mempunyai sifat tersebut. Apabila kita ingin mendapatkan daya beli rupiah untuk beberapa tahun, dengan anggapan daya beli Rp 1,- pada tahun tertentu (misal tahun 1991), maka daya beli Rp 1,- pada tahun 1990 = 1/0,98 = Rp 1,02,-, daya beli Rp 1,- pada tahun 1992 = 1/1,02 = Rp 0,98,- dan seterusnya untuk tahun tahun yang lain, sehingga diperoleh data pada kolom kelima tabel di atas. Wijaya : Statistika I 40

IV. ANALISIS DATA BERKALA Data berkala (Time Series) merupakan data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu untuk menggambarkan perkembangan suatu kegiatan (harga, produksi, penjualan dan lain lain). Di samping itu, untuk mengetahui ada tidaknya perubahan suatu kegiatan akibat perubahan kejadian lain secara kuantitatif. Karena data berkala dapat digunakan untuk membuat garis trend, sehingga data berkala dapat digunakan untuk membuat ramalan ramalan. Secara matematis data berkala dilambangkan dengan Y 1, Y 2,..., Y n dengan Y n = data pada waktu ke n. Jadi Y merupakan fungsi dari waktu (X) atau Y = F(X). Klasifikasi gerakan (variasi) data berkala ada 4 macam, yaitu : 1. Gerakan Trend (T) jangka panjang, yaitu gerakan yang menunjukkan arah perkembangan secara umum (kecenderungan naik atau turun). 2. Gerakan Siklis (C) yaitu gerakan jangka panjang di sekitar garis trend. 3. Gerakan Musiman (S) yaitu gerakan dengan pola tetap dari waktu ke waktu. 4. Gerakan yang tidak teratur atau Irreguler (I), sifatnya sporadis. Jadi data berkala (Y) terdiri dari 4 komponen yaitu Trend (T), Siklis (C), Musiman (S) dan Irreguler (I), sehingga dapat ditulis Y = T.C.S.I. 4.1 Metode Penentuan Garis Trend Linear 4.1.1 Metode Tangan Bebas Cara : Gambarkan titik titik pengamatan (diagram pencar) pada sumbu Cartesius. Tarik garis trend melalui dua titik pengamatan, misalkan titik (X 1, Y 1 ) dan (X 2, Y 2 ) Persamaan garis trend dapat ditentukan dengan persamaan Y Y 1 = m (X X 1 ) dengan m = gradien garis lurus. Wijaya : Statistika I 41

Teladan 4.1. Hasil penjualan (juta rupiah) kosmetika PT Pasti Ayu adalah : Tahun 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 Nilai (juta Rp) 78 96 105 93 112 88 115 113 Untuk menggambarkan garis trend, data tahun sebagai absis diubah nilainya menjadi X = 0, 1, 2,..., 7. sehingga diagram pencarnya dapat digambarkan sebagai berikut : 120 Misal garis trend ditarik dari 110 titik (0,78) dan (7,113), maka : 100 gradiennya : 90 m = (113 78) / (7 0) = 5 80 Persamaan garis trend adalah 70 Y = 5 X + 78 0 1 2 3 4 5 6 7 4.1.2 Metode Rata rata Semi Cara : Data dikelompokkan menjadi 2 bagian yang sama banyaknya. Untuk banyaknya pengamatan genap (n) masing masing menjadi ½ n, dan jika banyaknya pengamatan ganjil masing masing ½ (n 1). Mencari nilai rata rata untuk masing masing kelompok, yang merupakan nilai ordinat (Y) Absis merupakan data tahun (waktu) yang ditengah tengah untuk masing masing kelompok. Persamaan garis trend : Y = mx + C. Wijaya : Statistika I 42

Teladan 4.2. (untuk banyaknya pengamatan genap) : Tahun 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 Absis (X) 0 1 2 3 4 5 6 7 X 1 = 1,5 X 2 = 5,5 Nilai (juta Rp) 78 96 105 93 112 88 115 113 Ordinat (Y) Y 1 = 93 Y 2 = 107 Garis trend ditarik dari titik (1,5, 93) dan titik (5,5, 107), sehingga diperoleh persamaannya : Y 93 = 14/4 (X 1,5) atau Y = 3,5 X + 87,75 Teladan 4.3. (untuk banyaknya pengamatan ganjil) : Tahun 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 Absis (X) 0 1 2 3 4 5 6 X 1 = 1 X 2 = 5 Nilai (juta Rp) 78 96 105 93 112 88 115 Ordinat (Y) Y 1 = 93 Y 2 = 105 Pengamatan tahun 1992 (X = 3) dengan nilai 93, tidak digunakan dalam menentukan persamaan garis trend. Jadi persamaan garis trend ditarik dari titik (1, 93) dan titik (5, 105), dan persamaannya adalah Y 93 = 12/4 (X 1) atau Y = 3X + 90. 4.1.3 Metode Rata rata Bergerak. Metode rata rata bergerak mengurangi variasi dari data asli, dan sering dipergunakan untuk memuluskan fluktuasi yang terjadi dalam data tersebut. Proses pemulusan ini disebut Pemulusan Data Berkala. Apabila rata rata bergerak dibuat dari data tahunan atau bulanan sebanyak n tahun atau n bulan, maka rata rata bergerak disebut Rata rata Bergerak Tahunan atau Bulanan dengan orde n. Wijaya : Statistika I 43