BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PELAKSANAAN PENGUJIAN

BAB III METODE PENGUJIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II DASAR TEORI. Elastik Linier (reversible)

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Gambar 1. Bentuk sebuah tali yang direnggangkan (a) pada t = 0 (b) pada x=vt.

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN

SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN UTUH

FUNGSI DAN GRAFIK FUNGSI

PENGGUNAAN METODE EMISI AKUSTIK UNTUK PENENTUAN TEGANGAN IN SITU DI AB TUNNEL PT FREEPORT INDONESIA TUGAS AKHIR MUHAMMAD INSAN KAMIL

MAKALAH MEKANIKA BATUAN

matematis dari tegangan ( σ σ = F A

Analisis Tegangan dan Regangan

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI

3.11 Menganalisis besaran-besaran fisis gelombang stasioner dan gelombang berjalan pada berbagai kasus nyata. Persamaan Gelombang.

Scientific Echosounders

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PENGEMBANGAN PETA BENCANA LONGSORAN PADA RENCANA WADUK MANIKIN DI NUSA TENGGARA TIMUR

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

III PEMBAHASAN. (3.3) disubstitusikan ke dalam sistem koordinat silinder yang ditinjau pada persamaan (2.4), maka diperoleh

ANALISA STABILITAS DINDING PENAHAN TANAH (RETAINING WALL) AKIBAT BEBAN DINAMIS DENGAN SIMULASI NUMERIK ABSTRAK

GRAFIK HUBUNGAN ( angka pori dengan kadar air) Pada proses pengeringan

MEKANIKA TANAH KRITERIA KERUNTUHAN MOHR - COULOMB. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

Hukum Hooke. Diktat Kuliah 4 Mekanika Bahan. Ir. Elisabeth Yuniarti, MT

TRIAKSIAL PADA KONDISI UNCONSOLIDATED-UNDRAINED (ASTM D (1999))

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III TEORI FISIKA BATUAN. Proses perambatan gelombang yang terjadi didalam lapisan batuan dikontrol oleh

UJI GESER LANGSUNG (DIRECT SHEAR TEST) ASTM D

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

BAB I PENDAHULUAN. Font Tulisan TNR 12, spasi 1,5 1.1 Latar Belakang

PENDEKATAN TEORITIK. Elastisitas Medium

l l Bab 2 Sifat Bahan, Batang yang Menerima Beban Axial

Identifikasi Kekuatan Batu Kumbung (Batu Putih) Sebagai Salah Satu Alternatif Bahan Bangunan ABSTRAK

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding

BAB III TEORI DASAR. Metode seismik refleksi merupakan suatu metode yang banyak digunakan dalam

2.1 Zat Cair Dalam Kesetimbangan Relatif

BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching

BAB II PELENGKUNG TIGA SENDI

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI

Variasi IV. C (MPa) 12,49. (MPa) (MPa) ( o ) 37,90 1 5,00 75, ,50 100, ,00 130, ,00 153, ,00 180,09. 3 = Confining Pressure

II LANDASAN TEORI. Misalkan adalah suatu fungsi skalar, maka turunan vektor kecepatan dapat dituliskan sebagai berikut :

UJI BERAT ISI DAN KADAR AIR TANAH ASTM C-29 DAN ASTM D

BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

MEKANIKA TANAH KEMAMPUMAMPATAN TANAH. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

Untuk tanah terkonsolidasi normal, hubungan untuk K o (Jaky, 1944) :

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN

BAB 2 KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR

ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR

Gambar 7.1. Stabilitas benda di atas berbagai permukaan

Bab V : Analisis 32 BAB V ANALISIS

BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN

III. TEORI DASAR. melalui bagian dalam bumi dan biasa disebut free wave karena dapat menjalar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

DIKTAT MEKANIKA KEKUATAN MATERIAL

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

TIN107 - Material Teknik #5 - Mechanical Failure #1. TIN107 Material Teknik

Strain, Stress, dan Diagram Mohr

Soal Pembahasan Dinamika Gerak Fisika Kelas XI SMA Rumus Rumus Minimal

DAFTAR ISI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN 1 1.

Untuk mengetahui klasifikasi sesar, maka kita harus mengenal unsur-unsur struktur (Gambar 2.1) sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Guludan dan Tunggul Tebu Sisa Panen

Cara uji modulus elastisitas batu dengan tekanan sumbu tunggal

BAB X UJI KUAT TEKAN BEBAS

BAB 2 LANDASAN TEORITIS PERMASALAHAN

BAB IV ANALISIS KINEMATIK

SIFAT FISIK TANAH DAN BATUAN. mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

DAFTAR ISI. Judul DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN RUMUSAN MASALAH TUJUAN PENELITIAN 2

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika

Tegangan Dalam Balok

GAYA PEMBENTUK GEOLOGI STRUKTUR

ANALISA BALOK SILANG DENGAN GRID ELEMEN PADA STRUKTUR JEMBATAN BAJA

Metode Kekakuan Langsung (Direct Stiffness Method)

ANALISA STRUKTUR METODE MATRIKS (ASMM)

BAB IV ANALISA PENELITIAN

Mekanika Bahan TEGANGAN DAN REGANGAN

MECHANICAL FAILURE (KERUSAKAN MEKANIS)

BAB III DASAR TEORI. 3.1 Prinsip Pengeboran

Gambar 1 Hubungan antara Tegangan Utama Mayor dan Minor pada Kriteria Keruntuhan Hoek-Brown dan Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb (Wyllie & Mah, 2005)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1

BAB II DASAR TEORI 2.1 Spin Coating Metode Spin Coating

KUAT GESER 5/26/2015 NORMA PUSPITA, ST. MT. 2

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI CORE WALL

IX. UJI TEKAN BEBAS (ASTM D )

ANALISA KEKUATAN CRANKSHAFT DUA-SILINDER KAPASITAS 650 CC DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS


BAB II - Keseimbangan di bawah Pengaruh Gaya-gaya yang Berpotongan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karbon, baja paduan rendah mutu tinggi, dan baja paduan. Sifat-sifat mekanik dari

Diferensial Vektor. (Pertemuan III) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi sebagai pendukung kelengkapan sistem

Cara uji tekan triaksial pada batu di laboratorium

BAB III STUDI KASUS 1 : Model Geologi dengan Struktur Lipatan

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

MEKANIKA TANAH DASAR DASAR DISTRIBUSI TEGANGAN DALAM TANAH

4 PERHITUNGAN DAN ANALISIS

Transkripsi:

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. UJI SIFAT FISIK Parameter uji sifat fisik dari sampel batuan didapatkan dengan melakukan perhitungan terhadap data berat natural contoh batuan (Wn), berat jenuh contoh batuan (Ws), berat contoh batuan di dalam air ( Ww), dan dan berat kering contoh batuan (Wo) menggunakan rumus-rumus sebagai berikut : a. Bobot isi asli (natural density) b. Bobot isi kering (dry density) c. Bobot isi jenuh (saturated density) Wn Ww Ws Wo Ww Ws Ww Ww Ws Wn Wo d. Kadar air asli (natural water content) 1% Wo Ww Wo e. Kadar air jenuh (saturated water content) 1% Wo Ww Wo f. Porositas (porosity), n 1% Ww Ws n g. Nisbah Void (void ratio), e 1% 1 n Hasil uji sifat fisik menunjukkan standar deviasi yang kecil untuk setiap parameter sehingga dapat dikatakan karakteristik fisik contoh batuan relatif seragam, kecuali untuk parameter kadar air jenuh. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kadar air asli y ang memang sudah cukup besar antara setiap contoh batuan sebelum uji sifat fisik dilakukan. Hasil pengujian sifat fisik diberikan pada Tabel 4.1 berikut. IV-1

Tabel 4.1 Hasil Uji Sifat Fisik Batuan No Kode Sampel d s w S n (gr/cm 3 ) (gr/cm 3 ) (gr/cm 3 ) % % % 1 SF-PTFI-1 2,66 2,63 2,67,96 79,22 3,21,3 2 SF-PTFI-2 2,66 2,64 2,67,89 79,17 2,96,3 3 SF-PTFI-3 2,83 2,81 2,84,76 8, 2,69,3 4 SF-PTFI-4 2,69 2,66 2,69,83 71,43 3,1,3 Rata-rata,86 77,45 2,99,3 Standar Deviasi,7 3,49,19, e Rekapitulasi data uji sifat fisik selengkapnya dapat dilihat pada lampiran A. 4.2. UJI KUAT TEKAN Uji kuat tekan uniaksial ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar nilai tegangan yang harus diberikan pada saat uji emisi akusti k dilakukan. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa tegangan yang diberikan terhadap contoh batuan pada saat uji emisi akustik tidak boleh melebihi batas elastis dari contoh uji. Sehingga harus diketahui nilai tegangan maksimum yang boleh diberikan pada saat uj i emisi akustik agar contoh batuan tidak pecah. Dalam uji kuat tekan dilakukan pendekatan secara sederhana. Namun demikian, dalam menginterpretasikan hasil uji yang diperoleh diperlukan kehati -hatian dan ketelitian.sifat dan komposisi batuan, serta kondis i contoh akan mempengaruhi reaksi yang dihasilkan. Untuk batuan dengan mineralogi yang sama, kuat tekan uniaksial (σ c ) akan berkurang seiring dengan meningkatnya porositas, derajat pelapukan, dan kadar air. IV-2

Dalam pengujian ini data yang diperoleh adalah data tegangan, regangan aksial, dan regangan lateral dari contoh batuan. Dari data-data tersebut akan dibuat suatu grafik tegangan terhadap regangan dari contoh batuan seperti ditunjukkan oleh Gambar 4.1. Kurva Tegangan - Regangan UCS AE - 1 14, σc 12, 1, σe (MPa) 8, 6, 4, 2, σcc σc 127,39 Mpa σe 1,32 MPa σcc 27,7 Mpa E 15,556 Gpa,18, -,8 -,3,2,7 1,2 (%) Axial Lateral Volumetric Gambar 4.1 Kurva Tegangan-Regangan Rekapitulasi data uji kuat tekan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B. IV-3

4.3. UJI EMISI AKUSTIK Pengujian emisi akustik ini dilakukan dengan memberikan pembebanan uniaksial terhadap contoh batuan yang menghasilkan aktivitas emisi akusti k (hits). Hits adalah jumlah suara yang terekam untuk setiap kn beban yang diberikan terhadap contoh batuan. Pembebanan dilakukan dalam siklus yang bervariasi tergantung dari kekuatan batuan. Besarnya tekanan yang diberikan harus lebih kecil daripada nila i rata-rata kuat tekan batuan dan berada pada daerah elastis, yaitu daerah di antara closing crack dan yield point dimana tidak terjadi deformasi yang permanen pada saat tekanan dibuat nol. 4.3.1. Grafik Keluaran Uji Emisi Akustik Menggunakan Mistras 21 Software uji emisi akustik Mistras 21 dapat menampilkan lebih dari 12 jenis grafik. Parameter grafik keluaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Gambar 4.2 Berbagai Grafik Keluaran Program Mistras 21 IV-4

Pada penelitian ini, grafik hasil uji AE yang dipil ih adalah grafik jumlah sinyal emisi akustik (hits) terhadap gaya (kn) seperti ditunjukkan oleh Gambar 4.3. Gambar 4.3 Grafik Hits Vs Gaya Keluaran Program Mistras 21 Pada gambar terlihat bahwa pada awal pembebanan aktivitas emisi akustik tinggi, na mun turun secara konstan seiring dengan meningkatnya pembebanan. Hal ini disebabkan karena aktivitas penutupan rekahan yang menghasilkan sinyal emisi akustik yang kuat. Seiring dengan tertutupnya rekahan -rekahan pada contoh batuan, akan terjadi fase kompaksi dan deformasi linier. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan kurva emisi akustik yang relatif stabil. Fase selanjutnya, yaitu fase terjadinya rekahan mikro dengan propagasi stabil akan menyebabkan aktivitas emisi akustik kembali mengalami peningkatan. Kenaikan aktivitas emisi akustik saat propagasi stabil inilah yang disebut dengan efek Kaiser. IV-5

4.3.2. Penentuan Efek Kaiser Secara Grafis Hasil yang ingin diketahui dalam uji emisi akustik adalah nilai tegangan pada saat efek Kaiser terdeteksi, yakni saat terjadi p eningkatan aktivitas emisi akustik. Pembacan efek Kaiser ini dilakukan secara grafis. Penarikan garis dilakukan berdasarkan kecenderungan aktivitas emisi akustik yang terjadi. Gambar 4.4 Pembacaan Efek Kaiser Secara Grafis Efek Kaiser ditentukan berdasarkan perpotongan antara garis yang menyatakan posisi terakhir dari penurunan aktivitas emisi akustik yang cenderung stabil dengan garis yang mewakili nilai kenaikan kurva uji emisi akustik. IV-6

4.4. PERHITUNGAN TEGANGAN IN SITU 4.4.1. Data Masukan Data masukan yang diperlukan dalam estimasi nilai tegangan in situ adalah data hasil uji emisi akustik. Data ini didapatkan dengan pembacaan efek Kaiser secara grafis pada grafik keluaran uji emisi akustik seperti telah ditunjukkan sebelumnya. Ser ingkali untuk suatu contoh batuan, efek Kaiser yang terdeteksi pada siklus yang berlainan menghasilkan pembacaan tegangan (σ KE ) yang nilainya berbeda. Sehingga diambil suatu nilai σ KE rata-rata untuk menyatakan nilai tegangan in situ bagi sebuah contoh bat uan. Nilai σ KE rata-rata untuk setiap contoh batuan, dengan orientasinya diberikan dalam tabel 4.2 berikut. Tabel 4.2 Nilai σ KE Rata-rata dan Orientasi Setiap Contoh Batuan Kode Sampel Dip Direction Dip σ KE (MPa) AE-1 329 32.24 AE-2 59 5 17.5 AE-3 239 85 12.81 AE-4 282 32 31.98 AE-5 17 39 12.65 AE-6 11 39 31.45 Rekapitulasi data σ KE hasil uji emisi akustik untuk setiap siklus dapat dilihat pada lampiran C. IV-7

4.4.2. Penentuan Cosinus Arah Contoh Batuan Dengan menggunakan persamaan [2.47], [2.48], dan [2.49], komponen tensor tegangan untuk setiap contoh batuan pada arah sumbu koordinat kartesian ( x,y,z) dapat diketahui. Sebagai contoh, perhitungan cosinus arah untuk contoh AE -1 (AE-1 x, AE-1 y, AE-1 z ) dilakukan sebagai berikut : Tensor : AE-1 Dip Direction (Φ) 329 Dip (θ ) Perhitungan nilai komponen-komponen tensor tegangan AE-1 : AE-1 x cos(θ).cos(φ) cos( ).cos(329 ),85717 AE-1 y cos(θ).sin (Φ) cos( ).sin(329 ) -,5154 AE-1 z cos(9 -θ) cos(9 - ) Pembuktian ketegaklurusan komponen-koponen tensor tegangan : (AE-1 x ) 2 + (AE-1 x ) 2 + (AE-1 x ) 2,73473 +,26526 +,9999 1 IV-8

Data hasil perhitungan cosinus arah untuk setiap contoh batuan diberikan dalam tabel 4.3 berikut Tabel 4.3 Cosinus Arah Contoh Batuan Tensor AE-1 AE-2 AE-3 AE-4 AE-5 AE-6 Cosinus Arah x,85717 y -,5154 z x,5138 y,85391 z,8716 x -,4489 y -,7471 z,99619 x,17632 y -,82952 z,52992 x -,22722 y,74319 z,62932 x,76287 y,14829 z,62932 Syarat Cosinus Arah (x 2 +y 2 +z 2 ) 1 1 1 1 1 1 4.4.3. Pembentukan Persamaan Matriks dan Perhitungan Dengan data masukan dari tabel 4.3, persamaan [2.45] akan menjadi : 32,24 17,5 12,81 31,98 12,65 31,45,73474,26325,21,318,5163,58196,26526,72915,558,6889,55233,2199,76,9924,2881,3964,3964,88295,87624,671,29252,33773,22625,14885,14885,87915,9354,18664,8944,8944,18687,28598,9618 x y z xy yz xz IV-9

IV-1 atau [A] [B] [C] Dan berdasarkan persamaan [2.46] persamaan matriks menjadi : xz yz xy z y x 1,9618,18664,22625,3964,2199,58196,28598,9354,33773,3964,55233,5163,18687,87915,29252,2881,6889,318,8944,14885,671,9924,558,21,8944,14885,87624,76,72915,26325,88295,26526,73474 31,45 12,65 31,98 12,81 17,5 32,24 atau [C] [B] -1 [A] Dengan menghitung invers dari matriks B, persamaan matriks yang dipe rluas menjadi : xz yz xy z y x 1,15,324,579,694,584,64,252,667,348,268,114,19,87,411,384,32,727,147,13,13,94,78,87,4,569,721,418,32,152,91,699,721,513,758 1,239 31,45 12,65 31,98 12,81 17,5 32,24 Sehingga didapatkan xz yz xy z y x 14,8 6,3 8,4 13,2 24,3 25

Dalam bentuk matriks tensor tegangan : 25-8,4 14,8 8, 4 24,3 6,3 MPa 14,8 6,3 13,2 4.5. PERHITUNGAN NILAI DAN ARAH TEGANGAN UTAMA 4.5.1. Perhitungan Nilai Tegangan Utama Nilai tegangan utama ditentukan dengan menggunakan invarian tegangan (I). Penentuan nilai invarian tegangan dilakukan dengan menggunakan persamaan [2.24], [2.25], dan [2.26] berdasarkan data nilai tegangan in situ [ σ] sebagai berikut : I 1 25,4 + 24,34 + 13,16 62,54 I 2 (25,4).(24,34) + (24,34).(13,16) + (13,16).(25,4) - ((-8,36) 2 + (14,79) 2 + (-6,3) 2 ) 931,38 I 3 σ x σ y σ z + 2 σ xy σ yz σ zx (σ x σ 2 yz + σ y σ 2 zx + σ z σ 2 xy ) 2344,36 Input ketiga nilai invarian pada persamaan [2.19] akan menghasilkan persamaan derajat tiga berikut: σ p 3 62,54σ p 2 + 931,38σ p 2344,36 Dengan menyelesaikan persamaan derajat tiga diatas, akan didapatkan nilai -nilai dari tegangan utama yang bekerja, yaitu : σ 1 41,4 MPa, σ 2 18, MPa σ 3 3,1 MPa. IV-11

atau dalam bentuk matriks tensor tegangan : principal 41,4 18, Mpa 3, 1 Pembuktian syarat kesetimbangan tegangan dilakukan berdasarkan persamaan [2.27] sebagai berikut : 41,4 + 18 + 3,1 25 + 24,3 + 13,2 62,5 62,5 ( Terbukti ) 4.5.2. Penentuan Arah Sumbu Utama Akan dihitung arah (azimuth) dan kemiringan (dip) dari tegangan utama mayor ( σ 1 ). Nilai A 1, B 1, dan C 1 dari σ 1 dihitung berdasarkan persamaan [2.31], [2.32], dan [2.33] dengan data masukan nilai tegangan in situ dan tegangan utama mayor sebagai berikut : A 1 24, 3 41,4 6, 3 6, 3 13,2 41,4 17,1 6, 3 6, 3 28, 2 442,53 B 1 8. 4 14, 8 6, 3 13,2 41,4 8. 4 6, 3 14, 8-28,2-33,12 IV-12

C 1 8. 4 14, 8 8. 4 14, 8 17, 1 6, 3 24, 3 41, 4 6, 3 36 Sehingga : λ x1 442,53 (442,53)2 ( 33,12)2 (36)2 442, 53,71 (cos 45,49 ) 631, 23 λ y1-33,12 (442,53)2 ( 33,12)2 (36)2 33, 12 -,523 (cos 121,52 ) 631, 23 λ z1 36 (442,53)2 ( 33,12)2 (36)2 36,485 (cos 61 ) 631, 23 Syarat cosinus arah : (λ x1 ) 2 + (λ y1 ) 2 + (λ z1 ) 2 1 (,71) 2 + (-,523) 2 + (,485) 2,494 +,272 +,234 1 (terbukti) Perhitungan azimuth dilakukan dengan substitusi nilai λ x1 dan λ y1 pada persamaan [2.47] dan [2.48] : λ x λ cos θ 1 cos Φ 1 λ cos 45,36 λ cos 29 cos Φ 1,73,875 cos Φ 1,83 cos Φ 1 (nilai cosinus positif jika Φ 1 9 dan 27 Φ 1 36 ) λ y λ cos θ 1 sin Φ 1 λ cos 121,45 λ cos 29 sin Φ 1 -,522,875. sin Φ 1 -,596 sin Φ 1 (nilai sinus negatif jika 27 Φ1 36 dan 27 Φ1 36 ) IV-13

Disini dapat dilihat bahwa nilai Φ 1 yang memenuhi syarat dari kedua persamaan diatas adalah 27 Φ 1 36. Karena cos Φ 1 cos (36 - Φ 1 ), dan 27 Φ 1 36, maka : Φ 1 36 - arc cosinus (,83) 36-36,58 323,42 Perhitungan kemiringan dilakukan dengan substitusi nilai λ z1 pada persamaan [2.14] : λ z λ cos (9 - θ 1 ) λ cos 61 λ cos (9 - θ 1 ) cos 61 cos (9 - θ 1 ) θ 1 9-61 θ 1 29 Jadi sumbu utama satu memiliki arah N 323,42 E dan kemiringan sebesar 29. Dengan cara yag sama, sumbu utama 2 dan sumbu utama 3 akan dapat ditentukan orientasinya. Rekapitulasi hasil perhitungan besar dan arah dari ketiga tegangan utama diberikan dalam tabel 4.4 berikut ini. Tabel 4.4 Nilai Tegangan Utama dan Orientasi Sumbu Utama Tegangan Utama Nilai Tegangan Orientasi (MPa) Arah (N E) Kemiringan Maximum 41,4 323,38 28,93 Intermediet 18 62,18 15,47 Minimum 3,1 356,86 33,5 IV-14

Syarat orthogonalitas untuk ketiga sumbu utama dipenuhi oleh persamaan [2.35], [2.36], dan [2.37]. Periksa ketegaklurusan sumbu utama 1 terhadap sumbu utama 2 : λ x1 λ x2 + λ y1 λ y2 + λ z1 λ z2 (,71)(-,448)+(-,523)(-,856)+(,485)((-,258),8 (terbukti) Periksa ketegaklurusan sumbu utama 3 terhadap sumbu utama 1 : λ x3 λ x1 + λ y3 λ y1 + λ z3 λ z1 (,556)(,71)+(-,27)(-,523)+(-,83)(,485),13 (terbukti) Periksa ketegaklurusan sumbu utama 2 terhadap sumbu utama 3 : λ x2 λ x3 + λ y2 λ y3 + λ z2 λ z3 (-,48)(,556)+(-,856)(-,27)+(,258)(-,83),1 (terbukti) 4.6. Pembahasan Pengujian ini dilakukan pada contoh batuan Diorite yang berasal dari AB Tunnel PT Freeport Indonesia, Papua. Kedalaman lokasi pemboran contoh batuan adalah 751 m. Dengan densitas rata-rata batuan yang sebesar 2,71 ton/m 3, perhitungan tegangan vertikal secara teoritis menggunakan persamaan [2. 37] menghasilkan nilai 2,352 MPa, sementara dari persamaan [2. 38] akan dihasilkan nilai tegangan vertikal sebesar 2,277 MPa. Sedangkan nilai tegangan vertikal hasil perhitungan yang didapat adalah sebesar 13,16 MPa. Untuk tegangan horizontal, berdasarkan persamaan [2. 41] akan dihasilkan rentang nilai,43 < k < 2,5. Perhitungan lebih lanjut dengan persamaan [2.3 9] akan memberikan estimasi nilai σ H dalam rentang 8,72 MPa < σ H < 5,69 MPa. Sementara hasil perhitungan untuk kedua tegangan horizontal adalah 25,4 MPa dan 24,34 MPa. Dari sini IV-15

dapat dilihat bahwa tegangan horizontal hasil perhitungan berada dalam rentang estimasi tegangan hasil pendekatan secara teoritis. Adapun penerapan persamaan [2. 42] hasil penelitian Hergett, deng an kedalaman 751 m akan didapatkan H average v 1,66. Uji emisi akustik memberikan nilai H average v sebesar 1,876. Data tegangan in situ hasil pengujian memperlihatkan kecocokan dengan teori, yakni nilai tegangan horizontal lebih b esar dibandingkan tegangan vertikalnya. Perbedaan hasil tegangan in situ vertikal hasil perhitungan dengan pendekatan secara teoritis dapat terjadi karena berbagai faktor, seperti adanya bidang lemah pada daerah pemboran contoh batuan yang akan secara lan gsung mempengaruhi besar tegangan yang bekerja. Namun pembahasan tentang hal ini tidak dapat dilakukan lebih jauh karena keterbatasan data geologi. Sebagai gantinya, akan dibahas parameter terukur berupa parameter-parameter selama pengujian yang dapat memp engaruhi nilai tegangan in situ hasil perhitungan. Faktor lain yang dapat mempengaruhi nilai tegangan in situ hasil pengujian contoh batuan ini adalah : Kondisi contoh batuan Struktur mikro contoh batuan yang meliputi bentuk, ukuran, dan orientasi butir contoh batuan dapat mempengaruhi transmisi sinyal akustik selama pembebanan. Butiran contoh dapat mengakibatkan gelombang yang merambat mengalami pembiasan. Laju Pembebanan pada saat uji emisi akustik dilakukan Semakin cepat laju pembebanan, maka batuan ce nderung semakin kuat. Hal ini karena tidak terdapat waktu untuk propagasi rekahan dan pergeseran bidang lemah. Pembebanan secara konstan dapat dilakukan dengan mesin kuat tekan yang dilengkapi servo control. IV-16

Medium kontak dan posisi transduser Transduser direkatkan pada contoh batuan dengan cairan perekat. Jika terdapat rongga udara antara contoh batuan dan transduser, maka sinyal emisi akustik yang terekam akan berkurang. Untuk menghindari hal ini, sebelum pengujian perlu dipastikan bahwa keseluruhan per mukaan transduser dapat menempel dengan baik pada contoh batuan. Penggunaan cairan perekat juga diharapkan dapat mengisi rongga udara sehingga sinyal emisi akustik dapat sampai. Posisi transduser yang berada dalam satu garis lurus dimaksudkan agar dapat me ndeteksi sinyal emisi akustik dengan lebih baik. Waktu tunggu Waktu tunggu adalah selang waktu yang telah dilalui contoh batuan sejak saat pengeboran dilakukan. Waktu tunggu akan berpengaruh terhadap nilai tegangan efek Kaiser pada contoh batuan. Hal in i dapat terjadi karena berlangsungnya proses relaksasi dari batuan sehingga jarak antar fragmennya bertambah, yang pada akhirnya membuat nilai tegangan efek Kaiser pada contoh batuan tersebut meningkat. Pada penelitian ini, nilai tegangan hasil perhitung an tidak memperhitungkan pengaruh waktu tunggu contoh batuan. Sehingga ada kemungkinan estimasi nilai tegangan in situ dan nilai tegangan utama yang didapatkan dari perhitungan jauh lebih besar nilainya. IV-17