BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 UJI SIFAT FISIK Uji sifat fisik pada penelitian ini dilakukan terhadap tiga contoh batuan andesit. Dari hasil perhitungan uji ini akan akan diperoleh sifat-sifat fisik batuan seperti bobot isi natural ( n ), bobot isi kering ( d ), bobot isi jenuh ( s ), kandungan air alamiah (w), porositas batuan (n) dan angka pori (e). Hasil uji sifat fisik yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 4.1. No Tabel 4.1 Hasil uji sifat fisik batuan Kode n d s w S n Litologi Contoh (gr/cm 3 ) (gr/cm 3 ) (gr/cm 3 ) % % % 1 SF 1 Andesit 2,30 2,21 2,41 3,95 46,03 19,75 0,25 2 SF 2 Andesit 2,28 2,24 2,38 1,73 28,00 14,08 0,16 3 SF 3 Andesit 2,32 2,23 2,43 3,79 44,44 19,75 0,25 Rata -rata 2,30 2,23 2,40 3,16 39,49 17,86 0,22 e Keterangan : n = bobot isi alamiah (gr/cm 3 ) d = bobot isi kering (gr/cm 3 ) s = bobot isi jenuh (gr/cm 3 ) w = kandungan air alamiah (%) S = derajat kejenuhan (%) n = porositas (%) e = angka pori Dari Tabel 4.1, dapat dilihat bahwa nilai sifat-sifat fisik tiga contoh batuan andesit yang dihasilkan cenderung sama. Hal ini disebabkan karena batuan andesit merupakan batuan beku aphanetik yang memiliki ukuran butir seragam (<1mm). 49

2 Besar bobot isi natural hasil penelitian ini mendekati besar bobot isi untuk batuan andesit menurut Vutukuri dan Lama (1976) yaitu 2,4 2.,573 gr/cm 3. Nilai rata-rata porositas contoh batuan adalah 17,86%. Hal ini menunjukkan bahwa 17,86% dari volume batuan adalah rongga atau celah-celah kecil (pre-existing cracks) yang dapat mempengaruhi kekuatan batuan. Menurut Price (1960), Kowalski, (1966) dan Smorodinov (1970), kekuatan batuan akan menurun dengan meningkatnya porositas suatu batuan (Vutukuri, Lama & Saluja, 1974) UJI KECEPATAN RAMBAT GELOMBANG ULTRASONIK Pada penelitian ini, uji ultrasonik dilakukan untuk semua contoh batuan pada kondisi alamiahnya sebelum dilakukan pengujian. Tabel 4.2 Hasil Uji Ultrasonik No Kode Contoh Litologi Travel Time (s) Vp (m/s) 1 UCS I Andesit 27, UCS II Andesit 28, UCS III Andesit 28, BZ I Andesit 6, BZ II Andesit 6, BZ III Andesit 6, TX KONV I (5 MPa) Andesit 28, TX KONV II (12.5 MPa) Andesit 30, TX KONV III (19 MPa) Andesit 30, TX KONV IV (25 MPa) Andesit 28, TX KONV V (30 MPa) Andesit 28, TX KONV VI (5 MPa) Andesit 26, TX KONV VII (19 MPa) Andesit 27, TX MS I Andesit 28, TX MS II Andesit 28, Rata -rata

3 Hasil uji ultrasonik dapat mengindikasikan adanya ruang kosong dan rekahan pada contoh batuan. Cepat rambat gelombang yang kecil mengindikasikan adanya ruang kosong dan rekahan yang terdapat dalam batuan, sedangkan cepat rambat gelombang ultrasonik yang tinggi mengindikasikan rapatnya ruang kosong dan kandungan air yang cukup tinggi dalam contoh batuan (Simangunsong, 1999). Berdasarkan hasil pengujian kecepatan ultrasonik (Tabel 4.2), dapat dilihat bahwa nilai kecepatan dari 15 contoh batuan berkisar 3405 m/s 3790 m/s Kisaran nilai tersebut menunjukkan adanya keseragaman ukuran butir, bobot isi, porositas dan kandungan air pada contoh batuan yang akan diuji. 4.3 UJI KUAT TEKAN UNIAKSIAL Dari tabel 4.3, nilai rata-rata kuat tekan uniaksial adalah MPa. Sehingga dapat diklasifikasikan dalam golongan low strength (Bieniawski, 1973). Pada penelitian ini, laju pembebanan yang diberikan berkisar 0,14 MPa/s. Besar laju pembebanan ini masih dalam selang laju pembebanan standar yang disarankan Horibe (1970) yaitu 0,1 1,0 MPa/s. Walaupun tidak masuk ke dalam selang laju pemnebanan yang disarankan ISRM yaitu 0,5 1,0 MPa/s No Tabel 4.3 Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial (UCS) Kode Litologi Panjang Diameter c E Waktu Contoh (mm) (mm) (MPa) (GPa) (s) Laju Pembebanan (MPa/s) 1 UCS I Andesite 100,55 44,93 26,50 8,01 0, ,13 2 UCS II Andesite 100,38 44,92 27,78 8,04 0, ,14 3 UCS III Andesite 99,20 44,87 29,11 7,61 0, ,16 Rata-rata 27,80 7,89 0,24 196,33 0,14 Dilihat dari bentuk pecah contoh batu andesit hasil uji kuat tekan uniaksial (lihat Gambar 4.1 dan Lampiran D), ketiga contoh batu andesit pecah membentuk tipe belahan arah aksial (axial splitting). Tipe belahan secara aksial ini ditandai oleh 51

4 sudut pecah (angle of rupture, ) yang searah dengan arah tegangan utama mayor ( 1 ).Hal ini terjadi karena tidak adanya tegangan geser ( = 0) yang terjadi pada contoh batuan karena tegangan utama minor ( 3 ) pada uji kuat tekan uniaksial bernilai nol. Bentuk pecah ini menandakan permukaan contoh batuan yang halus dan sejajar dan tegak lurus terhadap arah pembebanan, sehingga akan menyebabkan terbentuknya rekahan yang sejajar sumbu pembebanan oleh tegangan tarik dan akhirnya menyebabkan batuan hancur. 1 bidang pecah searah 1 ( Gambar 4.1 Bentuk pecah contoh batu hasil uji kuat tekan uniaksial 4.4 UJI KUAT TARIK TAK LANGSUNG (BRAZILIAN TEST) Uji kuat tarik tak langsung (Brazilian test) pada penelitian ini memberikan nilai kuat tarik rata-rata sebesar 3,11 MPa (lihat Tabel 4.4). Tabel 4.4 Hasil Uji Kuat Tarik Tak Langsung (Brazilian test) No Kode t Waktu Laju Pembebanan Litologi L/D Contoh (MPa) (s) (MPa/s) 1 BZ I Andesite 0,50 2, ,05 2 BZ II Andesite 0,52 3, ,04 3 BZ III Andesite 0,50 3, ,04 Rata -rata 3,11 76,33 0,04 52

5 Menurut Jumikis (1982), besar kuat tarik batuan adalah ±10% dari kuat tekannya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini. Setelah dibandingkan antara nilai kuat tarik batuan ( t ) dan kuat tekan ( c ) didapatkan besar kuat tarik batuan adalah 11,1% dari nilai kuat tekan. Uji Brazilian dianggap valid apabila rekahan yang terbentuk adalah dalam arah vertikal, berada pada bagian tengah contoh, dan sepanjang sumbu pembebanan (Vutukuri, Lama & Saluja, 1974). Setelah melihat bentuk pecah hasil uji kuat tarik tak langsung yang dilakukan pada penelitian ini (lihat Gambar 4.2 dan Lampiran C), dapat dinyatakan bahwa hasil uji yang dilakukan valid. F bidang pecah searah F Gambar 4.2 Bentuk pecah contoh batu hasil uji Brazilian yang searah dengan sumbu pembebanan 4.5 UJI TRIAKSIAL Hasil uji triaksial konvensional dan multitahap adalah nilai tekanan pemampatan ( 3 ), tegangan aksial ( 1 ) saat contoh batuan runtuh dan regangan aksial ( a ) contoh batuan. Ketiga data hasil pengujian tersebut kemudian dianalisis menggunakan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb, Bieniawski dan Hoek-Brown Hasil Uji Triaksial Metode Konvensional dan Multitahap Menurut Hoek (2000), untuk menentukan sifat mekanik batuan melalui uji triaksial diperlukan sekurang-sekurangnya lima contoh batuan. Pada penelitian ini, 53

6 untuk menetukan sifat mekanik batu andesit, uji triaksial menggunakan tekanan pemampatan sebesar 5, 12,5, 19, 25 dan 30 MPa. Pada uji triaksial konvensional, kelima tekanan pemampatan tersebut dilakukan pada tujuh contoh batuan. Pada awalnya uji triaksial konvensional hanya menggunakan lima contoh batuan, namun kemudian ditambahkan dua contoh batuan dengan memberikan tekanan pemampatan yang dipilih secara acak dari tekanan pemampatan pada lima contoh batuan sebelumnya. Hasil pengujian triaksial metode konvensional dapat dilihat dari Tabel 4.5 Tabel 4.5 Hasil Uji Triaksial Konvensional No Kode contoh 3 (MPa) 1 (MPa) E GPa) (... ) 1 TX Konv I 62,48 6, TX Konv VI 75,06 7, TX Konv II 12,5 100, 21 8, TX Konv III 142,60 8, TX Konv VII 130,02 8, TX Konv IV ,10 8, TX Konv V ,09 8,75 6 Keterangan: Sudut post-peak behaviour Nilai modulus Young (E) didapatkan dengan menggunakan persamaan 4.1 pada kurva tegangan regangan TX konvensional. Sedangkan sudut post-peak behaviour (didapatkan dari besar sudut kurva tegangan-regangan setelah batuan runtuh (lihat Gambar 4.3). Tabel 4.5 memperlihatkan contoh batuan dengan tekanan pemampatan yang sama akan memberikan tekanan pemampatan yang berbeda. Hal ini disebabkan karena keheterogenan contoh batuan. (1-3) E =...(4.1) a 54

7 Keterangan : 3 =Tegangan lateral (MPa) 1 = Tegangan aksial (MPa) a = Regangan aksial (%) (*) (#) Gambar 4.3 Kurva tegangan regangan triaksial konvensional Triaksial metode multitahap menggunakan dua contoh batuan andesit. Hasil pengujian triaksial metode multitahap dapat dilihat dari Tabel 4.6. Tabel 4.6 Hasil Uji Triaksial Multitahap No. 3 (MPa) MS I MS II 1 (GPa) E (GPa) 1 (GPa) E (GPa) 1 5,00 63,14 8,15 69,77 8,7 2 12,50 93,13 8,84 99,89 8,5 3 19,00 121,55 8,57 126,85 8,7 4 25,00 142,07 8,11 150,63 6,5 5 30,00 162,59 8,15 166,49 8,14 55

8 Nilai pada Tabel 4.6 didapatkan dengan menggunakan persamaan 4.1 pada kurva tegangan regangan hasil penujian triaksial metode multitahap (Gambar 4.4 dan Gambar 4.5). Berdasarkan bentuk pecah (rupture) contoh batu andesit hasil uji triaksial konvensional maupun multitahap (lihat Gambar 4.6, Lampiran E dan F), semua contoh batu andesit pecah membentuk tipe hancuran geser. Hal ini menandakan hadirnya tegangan geser ( 0) pada contoh batuan, karena pengaruh diberikannya tegangan utama minor ( 3 ) pada pengujian triaksial. Gambar 4.4 Bentuk pecah contoh batu hasil uji triaksial a. Metode Konvensional b. Metode Multitahap 56

9 (+) Gambar 4.5 Kurva Tegangan-Regangan TX MS I (+) Gambar 4.6 Kurva Tegangan-Regangan TX MS II 57

10 4.5.2 Pengaruh Tekanan Pemampatan ( 3 ) Terhadap Perilaku Batuan dan Modulus Young Pengaruh tekanan pemampatan ( 3 ) terhadap perilaku contoh batuan andesit Seperti yang telah ditulis pada Bab II, Von Karman (1911 telah mengadakan penelitian tentang pengaruh tekanan pemampatan terhadap perilaku batuan. Mereka menyimpulkan kenaikan tekanan pemampatan akan menyebabkan semakin besarnya tegangan puncak (peak) dan perilaku batuan yang lebih ductile. Hal ini sesuai dengan hasil yang didapatkan dari penelitian ini. Kurva tegangan regangan uji triaksial konvensional (Gambar 4.3) memperlihatkan tegangan puncak contoh batuan semakin besar pada setiap kenaikan tekanan pemampatan. Perilaku ductile dari contoh batuan dapat dilihat dari besar sudut post-peak behaviour (Prassetyo (2008) yang melakukan pengujian triaksial pada batuan pasir, mengemukakan bahwa semakin tinggi tekanan pemampatan, sudut post-peak behaviour () akan semakin kecil karena batuan akan berperilaku semakin ductile. Gambar 4.3 dan Tabel 4.5 memperlihatkan sudut post-peak behaviour cenderung semakin kecil seiring dengan naiknya tekanan pemampatan. Sehingga dapat disimpulkan pada penelitian ini contoh batuan berprilaku lebih ductile seiring dengan kenaikan tekanan pemampatan. Gambar 4.3 menunjukan pada tekanan pemampatan 5 MPa, 12,5 MPa dan 19 MPa uji triaksial konvensional terjadi deformasi kecil dengan penurunan tegangan secara tiba-tiba dengan tingkat regangan berkisar 1,5 1,9% (lihat tanda (*)). Sedangkan pada tekanan pemampatan 25 MPa dan 30 MPa, tingkat regangan yang yang terjadi berkisar 2,7 2,9% (lihat tanda (#)) dengan penurunan tegangannya yang lambat. Pada diagram skematik brittle-ductile transition (Gambar 2.10), Griggs dan Handin menunjukkan bahwa perilaku brittle terjadi pada tingkat regangan 1 5%, perilaku transisi terjadi pada tingkat regangan 2 8% dan perilaku ductile terjadi 58

11 pada tingkat regangan >10%. Setelah membandingkan bentuk pecah triaksial konvensional (Gambar 4.6.a dan Lampiran E), tingkat regangan pada kurva tegangan-regangan (Gambar 4.3) dengan diagram skematik brittle-ductile transition (Gambar 2.10), perilaku contoh batuan pada uji triaksial konvensional adalah transisi dari brittle ke ductile. Untuk uji triaksial metode multitahap, tingkat regangan yang terjadi sekitar 2,7% (lihat tanda (+) pada Gambar 4.4 dan 4.5) dengan tipe pecah hancuran geser (lihat Gambar 4.6.b dan Lampiran F). Berdasarkan perbandingan bentuk pecah, tingkat regangan dengan diagram skematik brittle-ductile transition, perilaku contoh batuan pada uji triaksial multitahap sama dengan perilaku contoh batuan uji triaksial konvesional yaitu transisi dari brittle ke ductile Pengaruh tekanan pemapatan ( 3 ) terhadap modulus young (E) Untuk melihat pengaruh tekanan pemampatan pada triaksial konvensional dan multitahap terhadap modulus Young dilakukan regresi dengan menggunakan data hasil pengujian (Tabel 4.5 dan 4.6). Gambar 4.7 memperlihatkan nilai modulus Young pada uji triaksial metode konvensional meningkat secara logaritmik seiring naiknya tekanan pemampatan. Hal ini sesuai dengan disampaikan Pagoulatus (2004) pada penelitian terhadap batu pasir Berea, bahwa nilai E akan meningkat seiring naiknya nilai tekanan pemampatan. Berbeda dengan triaksial konvensional, modulus Young pada triaksial multitahap cenderung turun seiring naiknya tekanan pemampatan. Namun jika diperhatikan, nilai modulus Young dari metode ini konstan pada kisaran 8 sampai 8,9 GPa. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kwanieski (1990) dan Prassetyo (2008), bahwa nilai modulus Young cenderung konstan terhadap kenaikan tekanan pemampatan. Hasil penelitian Pagoulatos (2004), Kwanieski (1990) dan Prassetyo (2008) tentang pengaruh tekanan pemampatan terhadap modulus Young dapat dilihat pada Lampiran G. Berubahnya nilai modulus Young ini mungkin disebabkan karena pada triaksial 59

12 multitahap batuan telah mengalami deformasi pada fase sebelumnya. Untuk mengetahui pengaruh tekanan pemampatan terhadap modulus Young pada uji triaksial multitahap disarankan melakukan penelitian lebih lanjut E (GPa) (MPa) TX MS I TX MS II TX Konvensional Gambar 4.7 Kurva regresi pengaruh tekanan pemampatan ( 3 ) terhadap modulus Young (E) pada uji triaksial konvensional dan multitahap 4.6 KRITERIA KERUNTUHAN Kriteria keruntuhan yang digunakan untuk mengevaluasi hasil pengujian triaksial metode konvensional dan multitahap adalah kriteria keruntuhan teoritis Mohr-Coulomb, kriteria keruntuhan empiris Bieniawski I dan II, dan kriteria keruntuhan empirik Hoek-Brown Kriteria Keruntuhan Teoritis Mohr-Coulomb Ekspresi utama dari kriteria keruntuhan teoritis Mohr-Coulomb adalah memperkirakan kekuatan batuan secara linier. Untuk mendapatkan kriteria 60

13 keruntuhan Mohr-Coulomb, data-data 1 dan 3 tiap contoh batuan hasil uji triaksial konvensional dan multitahap (Tabel 4.5 dan 4.6) diplot ke dalam kurva kuat gesertegangan normal sehingga didapatkan selubung kekuatan batuan., nilai kohesi (C), sudut geser dalam (), kuat tekan batuan ( c ) dan kuat tarik batuan ( t ) Triaksial konvensional Dari hasil pengujian tujuh contoh batuan, didapatkan empat variasi selubung kekuatan batuan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb (lihat Tabel 4.7). Rekapitulasi Uji Triaksial Konvensional berdasarkan kriteria Mohr-Coulomb dapat dilihat pada Tabel 4.7. Sedangkan bentuk selubung kekuatan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb dapat dilihat pada Gambar 4.8 dan Lampiran E1. Tabel 4.7 Variasi Uji Triaksial Konvensional No Variasi Contoh batuan yang digunakan 3 (MPa) 5 12, Variasi I TX Konv I TX Konv II TX Konv III TX Konv IV TX Konv V 2 Variasi II TX Konv VI TX Konv II TX Konv III TX Konv IV TX Konv V 3 Variasi III TX Konv I TX Konv II TX Konv VII TX Konv IV TX Konv V 4 Variasi IV TX Konv VI TX Konv II TX Konv VII TX Konv IV TX Konv V Nilai kuat tekan ( c ) dan kuat tarik ( t ) pada kriteria keruntuhan Mohr- Coulomb didapatkan dengan menggunakan persamaan 4.2 dan cos c c...(4.2) 1 sin 2 cos c t...(4.3) 1 sin 61

14 Tabel 4.8 Rekapitulasi Uji Triaksial Konvensional berdasarkan kriteria Mohr-Coulomb No Variasi Hasil Uji TX Konvensional t (MPa) c (MPa) c (MPa) (... ) 1 Variasi I 9,3 42, ,2 2 Variasi II 12,6 53, Variasi III 8,8 40,8 9,5 40,1 4 Variasi IV 12,2 51,1 12,5 37,9 Rata -rata 10, ,2 39 Tabel 4.7 memperlihatkan hasil uji triaksial konvensional berdasarkan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb pada contoh batuan andesit dengan kondisi alamiahnya, memberikan nilai kohesi (C) berkisar 9,5-13 MPa, nilai sudut geser dalam () berkisar ,2 Seperti yang telah disebutkan pada awal subbab ini, perbedaan nilai kohesi dan sudut geser dalam mungkin disebabkan oleh pengaruh keheterogenan contoh batuan yang digunakan dalam pengujian triaksial konvensional. Seperti halnya nilai kohesi dan sudut geser dalam kriteria keruntuhan Mohr- Coulomb memberikan nilai kuat tekan c ) berkisar 42,9-53,2 MPa dan nilai kuat tarik t ) berkisar 8,8-12,6 MPa. Nilai c dan t dari estimasi kriteria Mohr- Coulomb berbeda cukup besar dengan hasil pengujian laboratorium (lihat Tabel 4.3 dan 4.4) yaitu c sebesar 27,8 MPa dan t sebesar 3,1 MPa. Dengan memperhatikan perbedaan nilai sifat mekanik antara keempat variasi hasil pengujian pada Tabel 4.7, maka dapat disimpulkan bahwa kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb pada penelitian ini sensitif terhadap keheterogenan contoh batuan yang akan diuji. Penambahan dua contoh batuan dengan menggunakan tekanan pemampatan 5 MPa dan 19 MPa yang menghasilkan besar tekanan aksial yang berbeda dari sebelumnya (lihat Tabel 4.5) terbukti mempengaruhi hasil perhitungan pada kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb. 62

15 Triaksial multitahap Penentuan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb pada uji triaksial multitahap didapatkan dengan menggunakan data dari Tabel 4.6. Hasil uji triaksial multitahap berdasarkan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb dapat dilihat pada Tabel 4.8. Untuk selubung kekuatan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb triaksial multitahap dapat dilihat pada Gambar 4.9 dan Lampiran F. Tabel 4.8 memperlihatkan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb memberikan nilai nilai sudut geser dalam () yang hampir sama yaitu sekitar 36 Sedangkan nilai kohesi (C), kuat tarik t ), dan nilai kuat tekan c ), kriteria Mohr-Coulomb memberikan nilai yang berbeda, terutama pada nilai kuat tekan batuan yaitu dengan perbedaan sekitar 8 MPa. Sama dengan hasil yang dicapai uji triaksial konvensional, estimasi nilai kuat tekan c ) dan nilai kuat tarik t ) berdasarkan kriteria Mohr-Coulomb berbeda dengan hasil yang didapatkan hasil pengujian laboratorium. Tabel 4.9 Rekapitulasi Uji Triaksial Multitahap berdasarkan kriteria Mohr-Coulomb No Hasil Uji TX Multitahap t (MPa) c (MPa) c (MPa) (... ) 1 TX MS I 11 43, ,7 2 TX MS II ,9 36,4 Rata -rata 12 47,4 11,9 36,5 63

16 SHEAR STRESS (MPa) NORMAL STRESS (MPa) Gambar 4.8 Kurva tegangan geser ( 3 ) - tegangan geser ( 3 ) variasi IV SHEAR STRESS (MPa) NORMAL STRESS (MPa) Gambar 4.9 Kurva tegangan geser ( 3 ) - tegangan geser ( 3 ) uji triaksial Multitahap II 64

17 Perbandingan hasil triaksial konvensional dan multitahap berdasarkan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb Perbandingan dilakukan untuk melihat sejauh mana perbedaan hasil yang didapatkan antara triaksial konvensional dan multitahap. Untuk membandingkannya, maka digunakan nilai rata-rata sifat atau parameter mekanik antara kedua kedua metode (Tabel 4.7 dan 4.8) yang dapat dilihat pada Tabel 4.9. Gambar 4.10 dan Gambar 4.11 akan memperlihatkan hasil yang dicapai kedua metode berdasarkan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb. Gambar 4.10 didapatkan dengan menggunakan modifikasi persamaan 2.13 yang dapat ditulis menjadi persamaan 4.4. sedangkan Gambar 4.11 merupakan gambar yang memperlihatkan selubung kekuatan batuan uji triaksial konvensional dan multitahap berdasarkan kriteria keruntuhan Mohr-Couomb pada kurva tegangan geser-tegangan normal. 1 c 1 k.....(4.4) 3 c 1 sin k...(4.5) 1 sin Keterangan : k = kostanta dari kemiringan garis antara 1 dan 3 Tabel 4.10 Nilai sifat mekanik rata-rata Uji Triaksial Konvensional dan Multitahap berdasarkan kriteria Mohr-Coulomb Kriteria Hasil Uji Laboratorium Parameter Keruntuhan c t C c & t Lab 27,8 3,1 - - Mohr- Triaksial Konvensional rata-rata 47,0 10,7 11,2 39,0 Coulomb Triaksial Multitahap rata-rata 47,4 12,0 11,9 36,5 Berdasarkan Tabel 4.9, nilai rata-rata kohesi (C) uji triaksial multitahap cenderung lebih besar dari nilai rata-rata kohesi (C) hasil uji triaksial konvensional. 65

18 Perbedaan nilai rata-rata ini berkisar 0,7 MPa atau sebesar 6,2%. Sebaliknya untuk nilai rata-rata sudut geser dalam () uji triaksial multitahap lebih kecil dari nilai ratarata sudut geser dalam () uji triaksial konvensional yaitu dengan perbedaan sebesar 2,5 o atau sebesar 6.3%. Pada kriteria Mohr-Coulomb, perbedaan besar sudut geser dalam akan menyebabkan selubung kekuatan uji triaksial multitahap lebih landai dari uji triaksial konvensional (lihat Gambar 4.11). Perbedaan nilai kohesi dan sudut geser dalam uji triaksial multitahap terhadap uji triaksial konvensional mungkin disebabkan karena tekanan pemampatan bertahap yang diberikan pada contoh batuan selama pengujian triaksial multitahap. Keadaan ini akan membuat contoh batuan terkompresi secara kontinyu sehingga akan menyebabkan kekompakan antarbutirnya meningkat seiring penurunan kekuatan batuan. Hal ini akan menghasilkan selubung kekuatan mohr-coulomb triaksial multitahap akan menjadi lebih landai daripada triaksial konvensional. Penurunan kekuatan batuan pada uji triaksial multitahap pada penelitian ini juga dapat dilihat dari Gambar Terjadinya penurunan kekuatan pada triaksial multitahap disebabkan karena contoh batuan saat menerima tekanan pemampatan pada tahap selanjutnya, sudah dalam keadaan tepat akan runtuh akibat tekanan pemampatan sebelumnya. Namun dipaksa untuk menerima tekanan pemampatan yang lebih tinggi secara bertahap sehingga kekuatannya berkurang. Penurunan kekuatan ini juga dapat dilihat dari hasil penelitian uji triaksial multitahap pada batu pasir oleh Pagaolatos (2004), Boediman (2007), Prassetyo (2008). Boediman dan Prassetyo menggunakan metode yang sama dengan penelitian ini, yaitu penggunaan pembebanan aksial sebagai kontrol penentuan titik penghentian pemampatan tiap siklus, memperlihatkan terjadinya penurunan kekuatan batuan pada triaksial multitahap. Sama dengan hasil yang didapatkan dari penelitian ini, penurunan tersebut terlihat dari turunnya besar sudut geser dalam () dan naiknya kohesi batuan (lihat Tabel 4.10). Sedangkan Pagaolatos, yang menggunakan metode volumetrik strain sebagai kontrol penetuan titik penghentian pemampatan tiap siklus, 66

19 memperlihatkan penurunan kekuatan batuan triaksial multitahap terhadap triaksial konvensional terindikasi dengan turunnya kohesi sebesar 6,8% (lihat Tabel 2.2). Kim & Ko (1975) menunjukkan terjadinya penurunan kekuatan puncak akibat pengaruh rheologi yang dimiliki oleh contoh batuan. Contoh batuan yang memiliki perilaku ductile akan lebih mudah diprediksi kekuatan runtuh-nya dibandingkan dengan contoh batuan yang memiliki perilaku brittle sehingga nilai sudut geser dalam yang diperoleh lebih kecil dan sebaliknya kohesi lebih besar dibandingkan dengan yang diperoleh dengan uji triaksial konvensional. Estimasi nilai kuat tekan c ) dan nilai kuat tarik t ) berdasarkan kriteria Mohr-Coulomb dari triaksial konvensional dan multitahap memberikan nilai yang lebih besar dari hasil yang didapatkan hasil pengujian laboratorium (lihat Tabel 4.3, 4.4, dan 4.9). Berdasarkan perbandingan ini dapat disimpulkan bahwa nilai kuat tekan dan nilai kuat tarik pada penelitian ini tidak bisa diprediksi dengan menggunakan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb. Hal ini sama dengan hasil penelitian Boediman (2007) dan Prassetyo (2008), bahwa nilai kuat tekan dan kuat tarik prediksi kriteria Mohr-Coulomb jauh lebih besar dari hasil dari pengujian Laboratorium. Hal ini disebabkan karena kriteria Mohr-Coulomb memperkirakan kekuatan batuan secara linier. Meskipun hasil uji triaksial telah menunjukan kekuatan batuan tidak linier. kekuatan batuan yang linier berdasarkan kriteria Mohr-Coulomb pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar Garis yang linier pada Gambar 4.10 akan menyebabkan prediksi kuat tekan dan kuat tarik lebih besar. 67

20 Tabel 4.11 Rekapitulasi hasil Uji Triaksial Konvensional dan Multitahap berdasarkan kriteria Mohr-Coulomb penelitian Boediman (2007) dan Prassetyo (2008) pada batu pasir Kriteria Keruntuhan Hasil Uji Laboratorium Boediman (2007) Prassetyo (2008) c t C c t C c dan c Lab 24, ,7 3, Mohr- Coulomb Triaksial Konvensional Triaksial Multitahap 29,6 5,4 6,3 44,0 30,6 6,5 8,4 32,0 33,5 6,9 7,6 41,0 30,0 10,0 9,1 28, (MPa) TX Konvensional TX MS Linear (MC TX Konv rata-rata) Linear (MC TX MS Rata-rata) (MPa) Gambar 4.10 Kurva tegangan utama uji triaksial konvensional dan multitahap berdasarkan kriteria Mohr-Coulomb 68

21 Gambar 4.11 Kurva tegangan geser-tegangan normal uji triaksial konvensional dan multitahap berdasarkan kriteria Mohr-Coulomb Kriteria Keruntuhan Empiris Bieniawski Bieniawski (1974) menyatakan bahwa kekuatan batuan merupakan fungsi dari tegangan utama maksimum ( 1 ) dan tegangan utama minimum ( 3 ) serta memandang pada kenyataan eksperimentasi bahwa hubungan antara 1 dan 3 cenderung membentuk kurva yang cekung ke bawah. Bentuk hubungan tersebut dapat dirumuskan menjadi kriteria I. Bieniawski merumuskan kriteria II sebagai tindak lanjut dari kenyataan bahwa batuan hancur karena bekerjanya tegangan geser maksimum dan tegangan normal maksimum pada bidang runtuh. Persamaan kedua kriteria keruntuhan Bieniawski (persamaan 2.17 dan 2.18) dapat dituliskan kembali menjadi persamaan 4.6 dan KRITERIA I : 1 3 A c c k (4.6) 69

22 m 2. KRITERIA II : c m B c c + 0,1...(4.7) Untuk menyelesaikan persamaan Kriteria I dan II Bieniawski, persamaan kriteria keruntuhan 4.6 dan 4.7 dapat ditulis dalam persamaan linier 4.8 dan Log c 1 LogA klog... (4.10) c 3 m Log c m 0,1 LogB clog....(4.9) c 1 Nilai Log 1 dan Log 3 atau c c Log m 0, 1 dan Log c m c dinyatakan sebagai variabel yang tidak tetap dalam sumbu koordinat (x, y), sehingga konstanta A, k, B dan c dapat ditentukan. Nilai kuat tekan batuan ( c ) yang digunakan pada persamaan 4.8 dan 4.9 berasal dari kuat tekan rata-rata hasil pengujian laboratorium (Tabel 4.3). Hasil plot dan regresi linier kriteria Bieniawski I dan II pada penelitian ini dapat dilihat poada Lampiran E dan F. Untuk melihat tingkat kepercayaan dari kriteria keruntuhan empiris pada penelitian ini, dapat digunakan selang tingkat kepercayaan Locker (1973), yang dirumuskan melalui penelitian mengenai sifat-sifat petrografis dan teknik batuan berbutir halus di Central Alberta. Tabel 4.12 Selang tingkat kepercayaan (Locker, 1973) r r 2 Tingkat kepercayaan 0,35-0,50 0,13-0,25 rendah 0,50-0,71 0,25-0,50 cukup 0,71-1,00 0,50-1,00 tinggi 70

23 Triaksial konvensional Dengan menggunakan data awal yang sama dengan kriteria Mohr-Coulomb yaitu hasil pengujian tujuh contoh batuan andesit (Tabel 4.7), Hasil perhitungan regresi linier (Lampiran E) dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.13 Rekapitulasi hasil uji triaksial konvensional berdasarkan kriteria Bieniawski Kode Contoh Bieniawski I Bieniawski II A k r 2 B c r 2 Variasi I 4,71 0,75 0,97 0,91 1,05 1,00 Variasi II 4,98 0,65 0,97 0,92 1,05 1,00 Variasi III 4,51 0,73 0,98 0,91 1,05 1,00 Variasi IV 4,83 0,64 0,98 0,92 1,05 1,00 Rata-Rata 4,76 0,70 0,97 0,91 1,05 1,00 Tabel 4.9 memperlihatkan nilai r 2 hasil pengolahan uji triaksial konvensional berdasarkan kriteria Bieniawski diatas 0,97. Nilai ini menurut Locker (1973) berada pada kategori tingkat kepercayaan tinggi. Nilai konstanta k pada kriteria I Bieniawski hasil pengujian triaksial konvensional berkisar 0,64-0,75. hal ini mendekati nilai kostanta k menurut Yudbhir (1983), yaitu berkisar antara 0,65-0,75. Sedangkan nilai konstanta A hasil pengujian triaksial konvensional ini berkisar antara 4,51-4,98. Nilai ini hampir sama dengan nilai kostanta A batuan beku seperti Norit, Granit dan Quartzdiorit (Lihat Tabel 2.5 dan 2.6). Nilai kostanta c yang dihasilkan keempat variasi hasil uji triaksial konvensional lebih besar dari nilai ditetapkan Bieniawski. Namun perbedaaan yang terjadi tidak terlalu besar, nilai c yang didapatkan lebih besar sekitar 10,5% dari nilai yang ditetapkan Bieniawski yaitu 0,9. Keempat variasi hasil pengujian trisaksial konvensional memberikan nilai kostanta B hampir sama yaitu berkisar 0,91. 71

24 Triaksial Multitahap Sama seperti triaksial konvensional, data awal yang digunakan berasal dari hasil percobaan laboratorium. Hasil perhitungan dari regresi linier (Lampiran F) dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.14 Rekapitulasi hasil uji triaksial multitahap berdasarkan kriteria Bieniawski Kode Contoh Bieniawski I Bieniawski II A k r 2 B c r 2 Triaksial Multistage I 4,46 0,75 1,00 0,911 1,054 1,00 Triaksial Multistage II 4,65 0,67 1,00 0,914 1,050 1,00 Rata-Rata 4,56 0,71 1,00 0,91 1,05 1,00 Tabel 4.13 memperlihatkan nilai r 2 menurut Locker (1973) berada pada kategori tingkat kepercayaan tinggi. Untuk nilai konstanta k masih berada dalam selang konstanta k yang disebutkan oleh Yudbhir pada tahun Nilai konstanta A hasil pengujian triaksial multithap berkisar antra 4,46-4,65. Sama halnya dengan hasil triaksial konvensional, nilai ini hampir sama dengan nilai kostanta A batuan beku seperti Norit, Granit dan Quartzdiorit (Lihat Tabel 2.5 dan 2.6). Nilai B dan c yang didapatkan sama dengan nilai yang didapatkan dari hasil uji triaksial konvensional Perbandingan hasil triaksial konvensional dan multitahap berdasarkan kriteria keruntuhan Bieniawski I dan II Perbandingan dilakukan dengan menggunakan cara yang sama dengan kriteria Mohr-Coulomb. Nilai rata-rata sifat mekanik antara kedua kedua metode (Tabel 4.12 dan 4.13) yang dapat dilihat pada Tabel

25 Tabel 4.14 memperlihatkan, baik metode konvensional maupun multitahap, nilai B, c dan k rata-rata yang dihasilkan masing-masing berada pada kisaran nilai yang sama. Tabel Nilai sifat mekanik rata-rata Uji Triaksial Konvensional dan Multitahap berdasarkan kriteria Bieniawski I dan II Triaksial Bieniawski I Bieniawski II A k B c TX Konvensional rata-rata 4,76 0,70 0,91 1,05 TX Multitahap rata-rata 4,56 0,71 0,91 1,05 Nilai konstanta A triaksial multitahap rata-rata lebih kecil 0,2 atau 4.2% dari triaksial konvensional rata-rata. Gambar 4.12 memperlihatkan interpretasi kekuatan batuan kriteria keruntuhan Bieniawski I, dapat dilihat kurva uji triaksial multitahap lebih landai dari kurva hasil uji triaksial konvensional. Hal ini mengindikasikan terjadinya penurunan kekuatan batuan pada triaksial multitahap akibat dilakukannya pembebanan bertahap. Penurunan ini disebabkan karena nilai konstanta A triaksial multitahap lebih kecil dari triaksial konvensional sehingga kurva kekuatan triaksial multitahap pada tegangan utama lebih landai dari triaksial konvensional. Dapat disimpulkan bahwa konstanta A mengekspresikan kekuatan batuan, semakin kecil nilai konstanta A maka kekuatan batuan akan semakin rendah. Hal ini juga diperlihatkan dari penelitian Prassetyo (2008) pada batu pasir, nilai konstanta A untuk uji triaksial multistage lebih kecil dari uji triaksial konvensional (lihat Tabel 4.15). Dengan menggunakan kondisi t = - 3, ketika 1 =0 pada persamaan 4.6, Maka akan diperoleh besar nilai kuat tarik batuan. Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan nilai kuat tarik estimasi kriteria Bieniawski pada triaksial multitahap dan konvensional masing-masing sebesar 3,3 MPa dan 3 MPa. Kedua nilai ini mendekati hasil uji kuat tarik tak laksung pada Laboratorium yaitu 3,1 MPa. Sehingga dapat disimpulkan kuat tarik batuan andesit pada penelitian ini dapat diperkirakan dengan mengggunakan kriteria Bieniawski. Sedangkan untuk menentukan nilai kuat tekan, 73

26 pada kriteria Bieniawski I dilakukan pendekatan dengan metode grafis dan iterasi (lihat Lampiran E dan F) menggunakan data 1 dan 3 hasil uji triaksial. Metode grafis memberikan nilai kuat tekan triaksial multitahap dan konvensional masingmasing 25,5 MPa dan 33 MPa. Untuk metode iterasi diberikan batas nilai untuk konstanta A dan k. Batas tersebut diambil berdasarkan nilai maksimal masing-masing konstanta yaitu nilai 5 untuk A dan 0,75 untuk k. Jika diantara nilai tersebut tercapai maka iterasi dihentikan, dan nilai kuat tekan pada saat kondisi ini adalah nilai kuat tekan estimasi kriteria Bieniawski I. Setelah dilakukan iterasi didapatkan nilai kuat tekan estimasi kriteria Bieniawski pada triaksial multitahap dan konvensional masing-masing sebesar 30,8 MPa dan 29,6 MPa. Nilai kuat tekan dari kedua metode ini mendekati nilai kuat tekan hasil uji Laboratorium yaitu 27,8 MPa. Berdasarkan selang kepercayaan (r 2 ) diatas 0,97 dan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa kriteria keruntuhan empiris Bieniawski I dan II dapat digunakan untuk dapat digunakan untuk menentukan kriteria keruntuhan batuan andesit hasil uji triaksial multitahap pada penelitian ini. Tabel 4.16 Rekapitulasi hasil Uji Triaksial Konvensional dan Multitahap berdasarkan kriteria Bieniawski I pada batu pasir (Prassetyo, 2008) Triaksial Bieniawski I A k TX Konvensional 3,4 1,36 TX Multitahap

27 (MPa) TX Konvensional TX MS Poly. (B I TX Konv rata-rata) Poly. (B I TX MS Rata-rata) (MPa) Gambar 4.12 Interpretasi kekuatan batuan hasil pengujian triaksial konvensional dan multitahap berdasarkan kriteria keruntuhan Bieniawski I Kriteria Keruntuhan Empiris Hoek-Brown Untuk mengevaluasi hasil uji triaksial dan multitahap berdasarkan kriteria empiris Hoek-Brown dapat menggunakan persamaan Persamaan tersebut dapat dituliskan kembali kedalam persamaan ' 3 ' 1=' 3+ci m +1 ci 0, (4.10) Dengan melakukan modifikasi sederhana, persamaan 4.10 dapat ditulis dalam persamaan ) 2 = c 2 + m c 3...(4.11) 75

28 Persamaan 4.11 dapat diubah menjadi persamaan linier Y = A + Bx...(4.12) Keterangan : Y = 1-3 ) 2 X = 3 2 A = c B = m c Dengan menggunakan data 1 dan 3 dari Tabel 4.6 untuk triaksial konvensional dan Tabel 4.5 untuk triaksial multitahap, nilai X dan Y dari persamaan 4.14 diplot kedalam sumbu koordinat (x,y) sehingga didapatkan suatu persamaan linier Triaksial konvensional Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, untuk mengevaluasi hasil uji triaksial konvensional berdasarkan kriteria Hoek-Brown data 1 dan 3 dari Tabel 4.6. Hasil plot data dan regresi linier dapat dilihat pada Lampiran E. Nilai parameter m dan c dihitung dari hasil regresi linier dengan menggunakan persamaan Sedangkan nilai sudut geser dalam () dan kohesi (C) dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan 4.13 dan 4.14 (Hoek & Brown, 2002). ' a1 1 6am( s m 3n ) sin ' 1...(4.15) a 2(1 a)(2 a) 6am( s m 3n ) ' ' a1 ' ci (1 2a) s (1 a) m 3n ( s m 3n ) c...(4.16) ' a1 (1 a)(2 a) 1 (6am( s m ) /((1 a)(2 a)) 3n Keterangan : / 3n 3max ci 76

29 Tabel 4.17 Rekapitulasi uji triaksial konvensional berdasarkan kriteria Hoek-Brown No Variasi Hasil Uji TX Konvensional m c (MPa) Hoek & Brown t (MPa) C (MPa) ( o ) r 2 1 Variasi I 23,6 28,1 1,2 9,9 40,4 0,96 2 Variasi II 25,5 27,2 1,1 9,9 40,8 0,96 3 Variasi III 24,7 26,8 1,1 9,8 40,4 0,97 4 Variasi IV 24,4 27,2 1,1 9,8 40,5 0,96 Rata-rata 24,5 27,3 1,1 9,8 40,5 0,96 Berdasarkan Tabel 4.16, kriteria keruntuhan Hoek-Brown memberikan nilai parameter m, nilai sudut geser dalam (), nilai kohesi (C), kuat tarik t ), dan nilai kuat tekan c ) yang hampir sama. Dengan nilai r 2 (index of determination) diatas 0,96, hasil ini berdasarkan selang tingkat kepercayaan Locker (Tabel 4.8) dapat dikategorikan pada kategori tingkat kepercayaan tinggi atau menurut Hoek (2000), dengan nilai r 2 diatas 0,9, uji ini dapat dikelompokkan kedalam kategori high quality triaxial test data..untuk nilai parameter m, hasil pengujian ini masih dalam selang parameter m untuk batuan andesit yang dipublikasikan oleh Roclab 1.0 (Tabel 2.7) Triaksial multitahap Evaluasi hasil uji triaksial multitahap berdasarkan kriteria Hoek-Brown pada penelitian ini mengunakan data Tabel 4.6. Dengan langkah yang sama dengan uji triaksial konvensional, didapatkan plot dan regresi linier (Lampiran F). Sedangkan nilai parameter mekanik batuan dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.17 memperlihatkan nilai parameter m, nilai sudut geser dalam (), nilai kohesi (C), kuat tarik t ), dan nilai kuat tekan c ) yang hampir sama. Dengan nilai r 2 (index of determination) diatas 0,99, hasil ini berdasarkan selang tingkat kepercayaan Locker (Tabel 4.8) dapat dikategorikan pada kategori tingkat kepercayaan tinggi. Untuk nilai parameter m, hasil pengujian triaksial multitahap 77

30 masih dalam selang parameter m untuk batuan andesit yang dipublikasikan oleh Roclab 1.0 (Tabel 2.6). Tabel 4.18 Rekapitulasi uji triaksial multitahap berdasarkan kriteria Hoek-Brown No Kode Contoh m c (MPa) Hoek & Brown t (MPa) C (MPa) ( o ) r 2 1 TX Multitahap I 20,5 26,1 1,3 9,3 38,6 0,99 2 TX Multitahap II 21,2 27,9 1,3 9,7 39,4 0,99 Rata - rata 20,8 27,0 1,3 9,5 39, Perbandingan hasil triaksial konvensional dan multitahap berdasarkan kriteria keruntuhan Hoek-Brown Berdasarkan hasil pengujian dari Tabel 4.16 dan 4.17, maka perbandingan nilai parameter mekanik rata-rata antara triaksial metode multitahap dan konvensional dapat dilihat pada Tabel Tabel Nilai sifat mekanik rata-rata Uji Triaksial Konvensional dan Multitahap berdasarkan kriteria Hoek-Brown Kriteria Keruntuhan Hoek-Brown Hasil Uji Laboratorium Triaksial Konvensional rata-rata Triaksial Multitahap rata-rata Parameter c t C ( o ) m 27,3 1,1 9,8 40,5 24,5 27,0 1,3 9,5 39,0 20,8 Berdasarkan Tabel 4.18, nilai kohesi antara kedua metode dengan menggunakan kriteria Hoek-Brown menghasilkan nilai yang hampir sama, hanya 78

31 sedikit berbeda. Nilai rata-rata kohesi (C) uji triaksial multitahap cenderung lebih kecil dari nilai rata-rata kohesi (C) hasil uji triaksial konvensional berkisar 0,3 MPa atau sebesar 3%. Sedangkan untuk sudut geser dalam (), nilai rata-rata sudut geser dalam () uji triaksial multitahap lebih kecil dari nilai rata-rata sudut geser dalam () uji triaksial konvensional yaitu dengan perbedaan sebesar 1,5 o atau sebesar 3,7%. Nilai konstanta m rata-rata triaksial multitahap lebih kecil 17% dari nilai m rata-rata triaksial multitahap. Pada kurva tegangan utama, nilai konstanta m akan menentukan kemiringan atau kelandaian selubung kekuatan batuan menurut kriteria Hoek-Brown, semakin kecil nilai konstanta m maka akan semakin landai selubung kekuatan batuan. Hal ini terlihat pada Gambar 4.13, selubung kekuatan batuan triaksial metode multitahap lebih landai dari triaksial konvensional. Pada batuan, nilai konstanta m menunjukan kualitas batuan, semakin kecil nilai konstanta m akan menunjukan meningkatnya jumlah rekahan. Hal ini terbukti dengan nilai konsatanta m rata-rata triaksial multitahap yang lebih kecil dari triaksial konvensional. Hal mengindikasikan meningkatnya jumlah rekahan pada contoh batuan andesit yang diuji dengan pemampatan bertahap. Pembentukan rekahan contoh batuan sudah terjadi dan terakumulasi akibat tekanan pemampatan sebelumnya. Namun dipaksa untuk menerima tekanan pemampatan yang lebih tinggi sampai contoh batuan pecah. Seperti kriteria Mohr-Colomb dan Boeniawski, kriteria keruntuhan Hoek- Brown juga menunjukan terjadinya penurunan kekuatan contoh batuan pada uji triaksial multitahap. Hal ini terlihat dari selubung kekuatan kriteria Hoek-Brown hasil pengujian triaksial multitahap berada dibawah selubung kekuatan kriteria Hoek- Brown hasil pengujian triaksial konvensional. Penurunan ini terjadi karena pengaruh konstan m triaksial multitahap yang lebih kecil dari triaksial konvensional yang menyebabkan selubung kekuatan triaksial multitahap lebih miring dari triaksial konvensional. Nilai kuat tekan c ) estimasi kriteria Hoek-Brown kedua metoda ini hampir sama dengan nilai kuat tekan hasil pengujian laboratorium yaitu sekitar 27 MPa. 79

32 Sedangkan nilai kuat tarik estimasi kriteria Hoek-Brown triaksial konvensional dan multitahap menunjukan perbedaan yang cukup besar dari hasil uji laboratorium, hasil estimasi kuat tarik lebih kecil dari hasil uji laboratorium. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan kriteria Hoek-Brown dapat mengestimasi nilai kuat tekan contoh batu andesit dari uji triaksial konvensional dan multitahap. Tabel 4.20 Rekapitulasi hasil Uji Triaksial Konvensional dan Multitahap berdasarkan kriteria Hoek-Brown penelitian Boediman (2007) dan Prassetyo (2008) pada batu pasir Kriteria Keruntuhan Hoek- Brown Hasil Uji Boediman, A. R (2007) Prassetyo, S.H (2008) Laboratorium c t C m c t C m c dan t Lab 24, ,7 3, Triaksial Konvensional 22,5 1,0 3,9 50,7 20,9 50,0 7,1 8,4 38,8 6,9 Triaksial Multitahap 28,6 1,9 5,3 47,1 14,8 50,0 9,6 9,3 34,8 5,0 Penurunan kekuatan batuan hasil uji triaksial multitahap berdasarkan kriteria Hoek-Brown juga ditemukan pada penelitian terhadap batu pasir oleh Boediman (2007) dan Prassetyo (2008). Penurunan kekuatan batuan tersebut dapat terlihat dari nilai konstanta m pada triaksial multitahap lebih kecil dari triaksial konvensional. Untuk estimasi kuat tekan, hasil uji triaksial multitahap yang diperoleh Boediman dan Prassetyo memberikan hasil yang berbeda. Boediman mendapatkan kesimpulan yang sama dengan penelitian ini, bahwa nilai kuat tekan estimasi kriteria Hoek-Brown mendekati nilai kuat tekan hasil uji laboratorium. Berdasarkan analisis hasil perhitungan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kriteria keruntuhan empiris Hoek-Brown dapat digunakan untuk menentukan kriteria keruntuhan batuan andesit hasil uji triaksial multitahap pada penelitian ini. 80

33 Kekuatan batu andesit berdasarkan kriteria keruntuhan yang digunakan pada penelitian ini dapat ditulis menjadi persamaan pada Tabel Sedangkan rekapitulasi hasil pengujian triaksial batu andesit dapat dilihat pada Tabel (MPa) TX Konvensional TX MS 25 Poly. (HB TX Konv rata-rata) Poly. (HB TX MS Rata-rata) (MPa) Gambar 4.13 Interpretasi kekuatan batuan hasil pengujian triaksial konvensional dan multitahap berdasarkan kriteria Hoek-Brown Tabel 4.21 Persamaan kekuatan batu andesit berdasarkan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb, Bieniawski dan Hoek-Brown Kriteria keruntuhan Metode Triaksial Konvensional Multitahap Mohr-Coulomb = n tan39 o = n tan36.5 o Bieniawski I 1 / c =4.76( 3 / c ) / c =4.56( 3 / c ) Bieniawski II m / c =0.91( m / c ) m / c =0.91( m / c ) Hoek-Brown 1 = ( ) = 3 +27( )

34 Kriteria Keruntuhan Tabel 4.22 Rekapitulasi hasil pengujian batu andesit Hasil Uji Laboratorium Parameter c t A k c C m Uji Kuat Tekan dan Kuat Tarik 27,8 3, Triaksial Konvensional rata-rata 47,0 10, ,2 39,0 - Triaksial Multitahap rata-rata 47,4 12, ,9 36,5 - Triaksial Konvensional rata-rata 29,6 3, , Triaksial Multitahap rata-rata 30,8 3 4,56-0, Triaksial Konvensional rata-rata ,91-1, Triaksial Multitahap rata-rata ,91-1, Triaksial Konvensional rata-rata 27,3 1, ,8 40,5 24,5 Triaksial Multitahap rata-rata 27,0 1, ,5 39,0 20,8 keterangan : c dari kriteria Bieniawski I merupakan hasil metode iterasi Bieniawski Mohr- Coulomb I II Hoek- Brown 82

Variasi IV. C (MPa) 12,49. (MPa) (MPa) ( o ) 37,90 1 5,00 75, ,50 100, ,00 130, ,00 153, ,00 180,09. 3 = Confining Pressure

Variasi IV. C (MPa) 12,49. (MPa) (MPa) ( o ) 37,90 1 5,00 75, ,50 100, ,00 130, ,00 153, ,00 180,09. 3 = Confining Pressure Variasi IV No 3 1 C 12,49 ( o ) 37,90 1 5,00 75,06 2 12,50 100,21 3 19,00 130,02 4 25,00 153,10 5 30,00 180,09 3 = Confining Pressure 1 = Axial Pressure c = Cohesion = Friction angle KRITERIA BIENIAWSKI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Mekanika batuan adalah salah cabang disiplin ilmu geomekanik. Mekanika batuan merupakan ilmu yang mempelajari sifat-sifat mekanik batuan dan massa batuan. Hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Batuan Beku (Buku Pedoman Geologi Lapangan, 2004) DASIT MONZONIT KWARSA PORFIR MONZONIT GRANO DIORIT PORFIR PORFIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Batuan Beku (Buku Pedoman Geologi Lapangan, 2004) DASIT MONZONIT KWARSA PORFIR MONZONIT GRANO DIORIT PORFIR PORFIR BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit merupakan kelompok batuan beku ekstrusif dengan tekstur afanitik. Mineral penyusun utama berupa plagioklas (lihat Tabel 2.1), mineral penyusun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN

BAB III METODE PENGUJIAN BAB III METODE PENGUJIAN Pengujian dilaksanakan seluruhnya di Laboratorium Geomekanika, Program Studi Teknik Pertambangan-ITB. Pengujian meliputi preparasi contoh batuan, uji sifat fisik, uji ultrasonik,

Lebih terperinci

EVALUASI UJI TRIAKSIAL MULTITAHAP TERHADAP UJI TRIAKSIAL KONVENSIONAL PADA BATU ANDESIT

EVALUASI UJI TRIAKSIAL MULTITAHAP TERHADAP UJI TRIAKSIAL KONVENSIONAL PADA BATU ANDESIT EVALUASI UJI TRIAKSIAL MULTITAHAP TERHADAP UJI TRIAKSIAL KONVENSIONAL PADA BATU ANDESIT TUGAS AKHIR Disusun sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Pertambangan Oleh: Eeng Vananda 121 03 034 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. UJI SIFAT FISIK Parameter uji sifat fisik dari sampel batuan didapatkan dengan melakukan perhitungan terhadap data berat natural contoh batuan (Wn), berat jenuh

Lebih terperinci

MAKALAH MEKANIKA BATUAN

MAKALAH MEKANIKA BATUAN MAKALAH MEKANIKA BATUAN SIFAT MEKANIK BATUAN DISUSUN OLEH ARDI PURNAWAN 1309055026 S1 TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2016 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Mekanika

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN UTUH

SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN UTUH SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN UTUH YULIADI, S.T.,M.T 3.1 Proses Penyelidikan Geoteknkik Proses perancangan sebuah tambang terbuka dan tambang bawah tanah biasanya mengikuti tahapan berikut : Pengeboran

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Elastik Linier (reversible)

BAB II DASAR TEORI. Elastik Linier (reversible) 6 BAB II DASAR TEORI 2.1 erilaku Batuan Batuan mempunyai perilaku yang berbeda-beda pada saat menerima beban. erilaku ini dapat ditentukan dengan pengujian di laboratorium yaitu dengan pengujian kuat tekan.

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH KRITERIA KERUNTUHAN MOHR - COULOMB. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH KRITERIA KERUNTUHAN MOHR - COULOMB. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH KRITERIA KERUNTUHAN MOHR - COULOMB UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 154 KRITERIA KERUNTUHAN MOHR COULOMB Keruntuhan geser (shear

Lebih terperinci

Gambar 1 Hubungan antara Tegangan Utama Mayor dan Minor pada Kriteria Keruntuhan Hoek-Brown dan Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb (Wyllie & Mah, 2005)

Gambar 1 Hubungan antara Tegangan Utama Mayor dan Minor pada Kriteria Keruntuhan Hoek-Brown dan Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb (Wyllie & Mah, 2005) Kekuatan Massa Batuan Sebagai alternatif dalam melakukan back analysis untuk menentukan kekuatan massa batuan, sebuahh metode empirik telah dikembangkan oleh Hoek and Brown (1980) dengan kekuatan geser

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Pengumpulan Data Pengumpulan data lapangan dilakukan pada lokasi terowongan Ciguha Utama level 500 sebagaimana dapat dilihat pada lampiran A. Metode pengumpulan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KINEMATIK

BAB IV ANALISIS KINEMATIK BAB IV ANALISIS KINEMATIK Pada prinsipnya terdapat dua proses untuk melakukan evaluasi kestabilan suatu lereng batuan. Langkah pertama adalah menganalisis pola-pola atau orientasi diskontinuitas yang dapat

Lebih terperinci

TRIAXIAL UU (UNCONSOLIDATED UNDRAINED) ASTM D

TRIAXIAL UU (UNCONSOLIDATED UNDRAINED) ASTM D 1. LINGKUP Percobaan ini mencakup uji kuat geser untuk tanah berbentuk silinder dengan diameter maksimum 75 mm. Pengujian dilakukan dengan alat konvensional dalam kondisi contoh tanah tidak terkonsolidasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji triaksial UU Hasil pengujian triaksial berupa hubungan tegangan deviator dengan regangan aksial diberikan pada Gambar 4.1 sampai 4.. Secara umum,

Lebih terperinci

Kuat Geser Tanah. Mengapa mempelajari kekuatan tanah? Shear Strength of Soils. Dr.Eng. Agus Setyo Muntohar, S.T., M.Eng.Sc.

Kuat Geser Tanah. Mengapa mempelajari kekuatan tanah? Shear Strength of Soils. Dr.Eng. Agus Setyo Muntohar, S.T., M.Eng.Sc. Kuat Geser Tanah Shear Strength of Soils Dr.Eng. gus Setyo Muntohar, S.T., M.Eng.Sc. Mengapa mempelajari kekuatan tanah? Keamanan atau kenyamanan struktur yang berdiri di atas tanah tergantung pada kekuatan

Lebih terperinci

TATA TERTIB PRAKTIKUM

TATA TERTIB PRAKTIKUM TATA TERTIB PRAKTIKUM 1. Praktikan telah melengkapi semua persyaratan untuk mengikuti praktikum dan telah mendaftarkan diri di Laboratorium Mekanika Batuan. 2. Praktikan harus sudah hadir 10 menit sebelum

Lebih terperinci

TRIAKSIAL PADA KONDISI UNCONSOLIDATED-UNDRAINED (ASTM D (1999))

TRIAKSIAL PADA KONDISI UNCONSOLIDATED-UNDRAINED (ASTM D (1999)) XII. TRIAKSIAL PADA KONDISI UNCONSOLIDATED-UNDRAINED (ASTM D 2850-95 (1999)) I. MAKSUD Maksud percobaan adalah untuk menentukan parameter geser tanah dengan alat triaksial pada kondisi unconsolidated undrained

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Parameter geomekanika yang dibutuhkan dalam analisis kestabilan lereng didasarkan

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Parameter geomekanika yang dibutuhkan dalam analisis kestabilan lereng didasarkan BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1. Penentuan Parameter Geomekanika Parameter geomekanika yang dibutuhkan dalam analisis kestabilan lereng didasarkan pada kriteria keruntuhan Hoek-Brown edisi 00. Parameter-parameter

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING 6. 1 Pendahuluan Menurut Nelson (1985), sistem rekahan khususnya spasi rekahan dipengaruhi oleh komposisi batuan, ukuran butir, porositas, ketebalan lapisan,

Lebih terperinci

KUAT GESER 5/26/2015 NORMA PUSPITA, ST. MT. 2

KUAT GESER 5/26/2015 NORMA PUSPITA, ST. MT. 2 KUAT GESER Mekanika Tanah I Norma Puspita, ST. MT. 5/6/05 NORMA PUSPITA, ST. MT. KUAT GESER =.??? Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butiran tanah terhadap desakan atau tarikan.

Lebih terperinci

Analisis Tegangan dan Regangan

Analisis Tegangan dan Regangan a home base to ecellence Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 05 SKS : 3 SKS Analisis Tegangan dan Regangan Pertemuan - 10 a home base to ecellence TIU : Mahasiswa dapat menganalisis tegangan normal

Lebih terperinci

II. Kuat Geser Tanah

II. Kuat Geser Tanah Pertemuan II & III II. Kuat Geser Tanah II.. Umum. Parameter kuat geser tanah diperlukan untuk analisis-analisis antara lain ; Kapasitas dukung tanah Stabilitas lereng Gaya dorong pada dinding penahan

Lebih terperinci

KUAT GESER TANAH. Materi Kuliah : Mekanika Tanah I Oleh : Tri Sulistyowati

KUAT GESER TANAH. Materi Kuliah : Mekanika Tanah I Oleh : Tri Sulistyowati KUAT GESER TANAH Materi Kuliah : Mekanika Tanah I Oleh : Tri Sulistyowati DEFINISI Parameter kuat geser tanah diperlukan untuk analisis-analisis kapasitas dukung tanah, stabilitas lereng, dan gaya dorong

Lebih terperinci

TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21

TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21 TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21 KEKUATAN GESER TANAH PENGERTIAN Kekuatan tanah untuk memikul beban-beban atau gaya yang dapat menyebabkan kelongsoran, keruntuhan, gelincir dan pergeseran

Lebih terperinci

GAYA PEMBENTUK GEOLOGI STRUKTUR

GAYA PEMBENTUK GEOLOGI STRUKTUR GAYA PEMBENTUK GEOLOGI STRUKTUR Gaya a) Gaya merupakan suatu vektor yang dapat merubah gerak dan arah pergerakan suatu benda. b) Gaya dapat bekerja secara seimbang terhadap suatu benda (gaya gravitasi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Setelah dilakukan pengujian di laboratorium, hasil dan data yang diperoleh diolah dan dianalisis sedemikian rupa untuk didapatkan kesimpulan sesuai tujuan penelitian

Lebih terperinci

PENENTUAN PENGARUH AIR TERHADAP KOHESI DAN SUDUT GESEK DALAM PADA BATUGAMPING

PENENTUAN PENGARUH AIR TERHADAP KOHESI DAN SUDUT GESEK DALAM PADA BATUGAMPING PENENTUAN PENGARUH AIR TERHADAP KOHESI DAN SUDUT GESEK DALAM PADA BATUGAMPING Oleh: Singgih Saptono, Raden Hariyanto, Hasywir Thaib s dan M. Dadang Wahyudi Program Studi Teknik Pertambangan UPN Veteran

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Material Beton II.1.1 Definisi Material Beton Beton adalah suatu campuran antara semen, air, agregat halus seperti pasir dan agregat kasar seperti batu pecah dan kerikil.

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENGUJIAN

BAB III PELAKSANAAN PENGUJIAN BAB III PELAKSANAAN PENGUJIAN Pengujian dilakukan di Laboratorium Geomekanika, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung. Pengujian diawali dengan kegiatan pengeboran dan

Lebih terperinci

REKAYASA GEOTEKNIK DALAM DISAIN DAM TIMBUNAN TANAH

REKAYASA GEOTEKNIK DALAM DISAIN DAM TIMBUNAN TANAH REKAYASA GEOTEKNIK DALAM DISAIN DAM TIMBUNAN TANAH O. B. A. Sompie Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK Dam dari timbunan tanah (earthfill dam) membutuhkan

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

BAB V KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING BAB V KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING 5.1 Definisi dan Terminologi Rekahan Rekahan merupakan bidang diskontinuitas yang terbentuk secara alamiah akibat deformasi atau diagenesa. Karena itu dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Cara Analisis Kestabilan Lereng Cara analisis kestabilan lereng banyak dikenal, tetapi secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: cara pengamatan visual, cara

Lebih terperinci

4 PERHITUNGAN DAN ANALISIS

4 PERHITUNGAN DAN ANALISIS Bab 4 4 PERHITUNGAN DAN ANALISIS 4.1 PENENTUAN PARAMETER TANAH 4.1.1 Parameter Kekuatan Tanah c dan Langkah awal dari perencanaan pembangunan terowongan adalah dengan melakukan kegiatan penyelidikan tanah.

Lebih terperinci

Cara uji tekan triaksial pada batu di laboratorium

Cara uji tekan triaksial pada batu di laboratorium SNI 2815:2009 Standar Nasional Indonesia Cara uji tekan triaksial pada batu di laboratorium ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan

Lebih terperinci

LABORATORIUM UJI BAHA JURUSAN TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

LABORATORIUM UJI BAHA JURUSAN TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG REFERENSI Modul Praktikum Lab Uji Bahan Politeknik Negeri I. TUJUAN 1. Mengetahui kekuatan tanah terhadap gaya horizontal, dengan cara menetukan harga kohesi (c) dari sudut geser dalam ( ϕ ) dari suatu

Lebih terperinci

KARAKTERISASI BAHAN TIMBUNAN TANAH PADA LOKASI RENCANA BENDUNGAN DANAU TUA, ROTE TIMOR, DAN BENDUNGAN HAEKRIT, ATAMBUA TIMOR

KARAKTERISASI BAHAN TIMBUNAN TANAH PADA LOKASI RENCANA BENDUNGAN DANAU TUA, ROTE TIMOR, DAN BENDUNGAN HAEKRIT, ATAMBUA TIMOR KARAKTERISASI BAHAN TIMBUNAN TANAH PADA LOKASI RENCANA BENDUNGAN DANAU TUA, ROTE TIMOR, DAN BENDUNGAN HAEKRIT, ATAMBUA TIMOR Alpon Sirait NRP : 9921036 Pembimbing : Theo F. Najoan, Ir., M.Eng FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS IV-1 BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS Data hasil eksperimen yang di dapat akan dilakukan analisis terutama kemampuan daktilitas beton yang menggunakan 2 (dua) macam serat yaitu serat baja dan serat

Lebih terperinci

SIFAT FISIK TANAH DAN BATUAN. mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

SIFAT FISIK TANAH DAN BATUAN. mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : REKAYASA TANAH & BATUAN 1 SIFAT FISIK TANAH DAN BATUAN Batuan mempunyai sifat-sifat tertentu yang perlu diketahui dalam mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Sifat fisik batuan

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN MOTTO

LEMBAR PENGESAHAN MOTTO DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN MOTTO SARI...... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR FOTO... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii v vii viii x xi BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

Bab VII Kesimpulan, Kontribusi Penelitian dan Rekomendasi

Bab VII Kesimpulan, Kontribusi Penelitian dan Rekomendasi Bab VII Kesimpulan, Kontribusi Penelitian dan Rekomendasi VII.1 Kesimpulan Penelitian ini mencakup penyelidikan kondisi bonding antar lapis perkerasan beraspal dengan menggunakan pendekatan teoritis maupun

Lebih terperinci

UJI GESER LANGSUNG (DIRECT SHEAR TEST) ASTM D

UJI GESER LANGSUNG (DIRECT SHEAR TEST) ASTM D 1. LINGKUP Pedoman ini mencakup metode pengukuran kuat geser tanah menggunakan uji geser langsung UU. Interpretasi kuat geser dengan cara ini bersifat langsung sehingga tidak dibahas secara rinci. 2. DEFINISI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN LABORATORIUM DAN ANALISA DATA

BAB IV HASIL PENGUJIAN LABORATORIUM DAN ANALISA DATA BAB IV HASIL PENGUJIAN LABORATORIUM DAN ANALISA DATA IV.1 DATA INDEKS PROPERTIES Data indeks properties yang digunakan adalah data sekunder dari tanah gambut Desa Tampan Riau yang diperoleh pada penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH Lis Jurusan Teknik Sipil Universitas Malikussaleh Email: lisayuwidari@gmail.com Abstrak Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada

Lebih terperinci

ANALISA KESTABILAN LERENG GALIAN AKIBAT GETARAN DINAMIS PADA DAERAH PERTAMBANGAN KAPUR TERBUKA DENGAN BERBAGAI VARIASI PEMBASAHAN PENGERINGAN

ANALISA KESTABILAN LERENG GALIAN AKIBAT GETARAN DINAMIS PADA DAERAH PERTAMBANGAN KAPUR TERBUKA DENGAN BERBAGAI VARIASI PEMBASAHAN PENGERINGAN 25 Juni 2012 ANALISA KESTABILAN LERENG GALIAN AKIBAT GETARAN DINAMIS PADA DAERAH PERTAMBANGAN KAPUR TERBUKA DENGAN BERBAGAI VARIASI PEMBASAHAN PENGERINGAN. (LOKASI: DESA GOSARI KABUPATEN GRESIK, JAWA TIMUR)

Lebih terperinci

l l Bab 2 Sifat Bahan, Batang yang Menerima Beban Axial

l l Bab 2 Sifat Bahan, Batang yang Menerima Beban Axial Bab 2 Sifat Bahan, Batang yang Menerima Beban Axial 2.1. Umum Akibat beban luar, struktur akan memberikan respons yang dapat berupa reaksi perletakan tegangan dan regangan maupun terjadinya perubahan bentuk.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian ini dikembangkan dengan menggunakan beberapa referensi yang berhubungan dengan obyek pembahasan. Penggunaan referensi ditujukan untuk memberikan

Lebih terperinci

No. Job : 07 Tgl :12/04/2005 I. TUJUAN

No. Job : 07 Tgl :12/04/2005 I. TUJUAN I. TUJUAN II. LABORATORIUM UJI TANAH POLITEKNIK NEGERI BANDUNG Jl. Gegerkalong Hilir Ds. Ciwaruga Kotak Pos 6468 BDCD Tlp. (022) 2013789, Ext.266 Bandung Subjek : Pengujian Tanah di Laboratorium Judul

Lebih terperinci

TEGANGAN DAN REGANGAN

TEGANGAN DAN REGANGAN Kokoh Tegangan mechanics of materials Jurusan Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya TEGANGAN DAN REGANGAN 1 Tegangan Normal (Normal Stress) tegangan yang bekerja dalam arah tegak lurus permukaan

Lebih terperinci

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN.. Tegangan Mekanika bahan merupakan salah satu ilmu yang mempelajari/membahas tentang tahanan dalam dari sebuah benda, yang berupa gaya-gaya yang ada di dalam suatu benda yang

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH Abdul Jalil 1), Khairul Adi 2) Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh Abstrak Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada

Lebih terperinci

juga termasuk mempertahankan kekuatan geser yang dimiliki oleh tanah bidang geser dalam tanah yang diuji. Sifat ketahanan pergeseran tanah

juga termasuk mempertahankan kekuatan geser yang dimiliki oleh tanah bidang geser dalam tanah yang diuji. Sifat ketahanan pergeseran tanah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kuat Geser Tanah Stabilisasi tanah tidak hanya bertujuan menaikkan kekuatan tanah, tetapi juga termasuk mempertahankan kekuatan geser yang dimiliki oleh tanah tersebut. Kuat

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Serangkaian penelitian telah dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui potensi indikasi kemunculan likuifaksi pada clean sand kondisi longgar (Dr = 25%) dengan

Lebih terperinci

DAFTAR GAMBAR Nilai-nilai batas Atterberg untuk subkelompok tanah Batas Konsistensi... 16

DAFTAR GAMBAR Nilai-nilai batas Atterberg untuk subkelompok tanah Batas Konsistensi... 16 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 2.1. Nilai-nilai batas Atterberg untuk subkelompok tanah... 11 2.2. Batas Konsistensi... 16 2.3. Variasi indeks plastisitas dengan persen fraksi lempung (Hary Christady, 2006)...

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan perilaku struktur bambu akibat beban rencana. Pengujian menjadi penting karena bambu merupakan material yang tergolong

Lebih terperinci

STUDI DIFERENTIAL SETTLEMENT AKIBAT ADANYA PENAMBAHAN SIRTU PADA KELOMPOK TIANG DI BAWAH PONDASI TANGKI

STUDI DIFERENTIAL SETTLEMENT AKIBAT ADANYA PENAMBAHAN SIRTU PADA KELOMPOK TIANG DI BAWAH PONDASI TANGKI STUDI DIFERENTIAL SETTLEMENT AKIBAT ADANYA PENAMBAHAN SIRTU PADA KELOMPOK TIANG DI BAWAH PONDASI TANGKI Oleh: Komarudin Fakultas Teknik Universitas Wiralodra, Jawa Barat ABSTRAK Kondisi tanah berlapis

Lebih terperinci

PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G)

PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G) PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G) Marti Istiyaningsih 1, Endah Kanti Pangestuti 2 dan Hanggoro Tri Cahyo A. 2 1 Alumni Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Material Uji Model Pengujian karakteristik fisik dan mekanis tanah dilakukan untuk mengklasifikasi jenis tanah yang digunakan pada penelitian. Berdasarkan

Lebih terperinci

PENGARUH REMBESAN DAN KEMIRINGAN LERENG TERHADAP KERUNTUHAN LERENG

PENGARUH REMBESAN DAN KEMIRINGAN LERENG TERHADAP KERUNTUHAN LERENG Jurnal TEKNIK SIPIL - UCY ISSN: 1907 2368 Vol. 1 No. 2, Agustus 2006 PENGARUH REMBESAN DAN KEMIRINGAN LERENG TERHADAP KERUNTUHAN LERENG Agus Setyo Muntohar * Abstrak: Pengaruh aliran air atau rembesan

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH KEMAMPUMAMPATAN TANAH. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH KEMAMPUMAMPATAN TANAH. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH KEMAMPUMAMPATAN TANAH UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 5224 KOMPONEN PENURUNAN (SETTLEMENT) Penambahan beban di atas suatu permukaan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK NAVFAC KASUS 1. Universitas Kristen Maranatha

LAMPIRAN 1 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK NAVFAC KASUS 1. Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN 1 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK NAVFAC KASUS 1 93 LAMPIRAN 2 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK EC7 DA1 C1 (UNDRAINED) 94 LAMPIRAN 3 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK

Lebih terperinci

Strain, Stress, dan Diagram Mohr

Strain, Stress, dan Diagram Mohr TUGAS GL-2212 GEOLOGI STRUKTUR Strain, Stress, dan Diagram Mohr Oleh: Hafidha Dwi Putri Aristien NIM 12111003 Program Studi Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi

Lebih terperinci

Mekanisme keruntuhan

Mekanisme keruntuhan METODA COULOMB Mekanisme keruntuhan Dalam metoda Coulomb mekanisme keruntuhan harus diasumsi Gerakan gerakan dinding tanah Asumsi bid. keruntuhan Jika ini mekanisme keruntuhan maka kriteria keruntuhan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. RINGKASAN... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. RINGKASAN... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI RINGKASAN...... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR...... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I. PENDAHULUAN...... 1 1.1. Latar Belakang... 1

Lebih terperinci

Tabel 1 Sudut terjadinya jarak terdekat dan terjauh pada berbagai kombinasi pemilihan arah acuan 0 o dan arah rotasi HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 Sudut terjadinya jarak terdekat dan terjauh pada berbagai kombinasi pemilihan arah acuan 0 o dan arah rotasi HASIL DAN PEMBAHASAN sudut pada langkah sehingga diperoleh (α i, x i ).. Mentransformasi x i ke jarak sebenarnya melalui informasi jarak pada peta.. Melakukan analisis korelasi linier sirkular antara x dan α untuk masingmasing

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah 1. Kadar Air Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan sebanyak dua puluh sampel dengan jenis tanah yang sama

Lebih terperinci

BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Bahan Dasar 4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus Pengujian terhadap agregat halus yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengujian kadar

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER BAB I EALUASI KINERJA DINDING GESER 4.1 Analisis Elemen Dinding Geser Berdasarkan konsep gaya dalam yang dianut dalam SNI Beton 2847-2002, elemen struktur dinding geser tidak dicek terhadap kegagalan gesernya.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu : BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu : 1. Kayu Bangunan Struktural : Kayu Bangunan yang digunakan untuk bagian struktural Bangunan dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu akan mempengaruhi kekuatan kayu dalam menerima dan menahan beban yang terjadi pada kayu itu sendiri. Pada umumnya kayu yang memiliki kadar

Lebih terperinci

Untuk mengetahui klasifikasi sesar, maka kita harus mengenal unsur-unsur struktur (Gambar 2.1) sebagai berikut :

Untuk mengetahui klasifikasi sesar, maka kita harus mengenal unsur-unsur struktur (Gambar 2.1) sebagai berikut : Landasan Teori Geologi Struktur Geologi struktur adalah bagian dari ilmu geologi yang mempelajari tentang bentuk (arsitektur) batuan akibat proses deformasi serta menjelaskan proses pembentukannya. Proses

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH DASAR DASAR DISTRIBUSI TEGANGAN DALAM TANAH

MEKANIKA TANAH DASAR DASAR DISTRIBUSI TEGANGAN DALAM TANAH MEKANIKA TANAH DASAR DASAR DISTRIBUSI TEGANGAN DALAM TANAH MEKANIKA TANAH DASAR DASAR DISTRIBUSI TEGANGAN DALAM TANAH UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BATU GAMPING DAN NILAI FAKTOR KEAMANAN PADA LERENG KUARIDI DESA TEMANDANG KECAMATAN MERAKURAK KABUPATEN TUBAN JAWA TIMUR

KARAKTERISTIK BATU GAMPING DAN NILAI FAKTOR KEAMANAN PADA LERENG KUARIDI DESA TEMANDANG KECAMATAN MERAKURAK KABUPATEN TUBAN JAWA TIMUR Techno, ISSN 1410-8607 Volume 18 No. 1, April 2017 Hal. 042 049 KARAKTERISTIK BATU GAMPING DAN NILAI FAKTOR KEAMANAN PADA LERENG KUARIDI DESA TEMANDANG KECAMATAN MERAKURAK KABUPATEN TUBAN JAWA TIMUR Limestones

Lebih terperinci

Cara uji geser langsung batu

Cara uji geser langsung batu Standar Nasional Indonesia Cara uji geser langsung batu ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh isi dokumen

Lebih terperinci

Uji Kompetensi Semester 1

Uji Kompetensi Semester 1 A. Pilihlah jawaban yang paling tepat! Uji Kompetensi Semester 1 1. Sebuah benda bergerak lurus sepanjang sumbu x dengan persamaan posisi r = (2t 2 + 6t + 8)i m. Kecepatan benda tersebut adalah. a. (-4t

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penambangan batu bara dengan luas tanah sebesar hektar. Penelitian ini

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penambangan batu bara dengan luas tanah sebesar hektar. Penelitian ini BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Sekayan Kalimantan Timur bagian utara merupakan daerah yang memiliki tanah dasar lunak lempung kelanauan. Ketebalan tanah lunaknya dapat mencapai 15

Lebih terperinci

Perpatahan Rapuh Keramik (1)

Perpatahan Rapuh Keramik (1) #6 - Mechanical Failure #2 1 TIN107 Material Teknik Perpatahan Rapuh Keramik (1) 2 Sebagian besar keramik (pada suhu kamar), perpatahan terjadi sebelum deformasi plastis. Secara umum konfigurasi retakan

Lebih terperinci

4/6/2011. Stress, DEFORMASI BAHAN. Stress. Tegangan Normal. Tegangan: Gaya per satuan luas TEGANGAN NORMAL TEGANGAN GESER. Stress.

4/6/2011. Stress, DEFORMASI BAHAN. Stress. Tegangan Normal. Tegangan: Gaya per satuan luas TEGANGAN NORMAL TEGANGAN GESER. Stress. Stress DEFORMASI BAHAN RINI YULIANINGSIH Stress Tegangan: Gaya per satuan luas TEGANGAN GESER TEGANGAN NORMAL Tegangan Normal Gaya bekerja pada luas penampang yang tegak lurus Simbol ( ) Deformasi: Perubahan

Lebih terperinci

Tata Cara Pengujian Beton 1. Pengujian Desak

Tata Cara Pengujian Beton 1. Pengujian Desak Tata Cara Pengujian Beton Beton (beton keras) tidak saja heterogen, juga merupakan material yang an-isotropis. Kekuatan beton bervariasi dengan alam (agregat) dan arah tegangan terhadap bidang pengecoran.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TEGANGAN (STRESS) r (1)

PENDAHULUAN TEGANGAN (STRESS) r (1) HND OUT FISIK DSR I/LSTISITS LSTISITS M. Ishaq PNDHULUN Dunia keteknikan khususnya Material ngineering, Studi geofisika, Civil ngineering dll adalah beberapa cabang keilmuan yang amat membutuhkan pemahaman

Lebih terperinci

KUAT GESER TANAH YULVI ZAIKA JURUSAN TEKNIK SIPIL FAK.TEKNIK UNIV. BRAWIJAYA

KUAT GESER TANAH YULVI ZAIKA JURUSAN TEKNIK SIPIL FAK.TEKNIK UNIV. BRAWIJAYA KUAT GESER TANAH YULVI ZAIKA JURUSAN TEKNIK SIPIL FAK.TEKNIK UNIV. BRAWIJAYA Pengertian Kriteria keruntuhan Mohr Coulomb Stress Path Penentuan parameter kuat geser Kuat geser tanah non kohesif dan kohesif

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kuat Tekan Beton Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi

Lebih terperinci

BAB 6 SIFAT MEKANIK BAHAN

BAB 6 SIFAT MEKANIK BAHAN 143 BAB 6 SIFAT MEKANIK BAHAN Bahan-bahan terdapat disekitar kita dan telah menjadi bagian dari kebudayaan dan pola berfikir manusia. Bahan telah menyatu dengan peradaban manusia, sehingga manusia mengenal

Lebih terperinci

Hukum Hooke. Diktat Kuliah 4 Mekanika Bahan. Ir. Elisabeth Yuniarti, MT

Hukum Hooke. Diktat Kuliah 4 Mekanika Bahan. Ir. Elisabeth Yuniarti, MT Hukum Hooke Diktat Kuliah 4 Mekanika Bahan Ir. lisabeth Yuniarti, MT Hubungan Tegangan dan Regangan (Stress-Strain Relationship) Untuk merancang struktur yang dapat berfungsi dengan baik, maka kita memerlukan

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN

BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN Data-data yang telah didapatkan melalui studi literatur dan pencarian data di lokasi penambangan emas pongkor adalah : 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukaan

Lebih terperinci

Untuk tanah terkonsolidasi normal, hubungan untuk K o (Jaky, 1944) :

Untuk tanah terkonsolidasi normal, hubungan untuk K o (Jaky, 1944) : TEKANAN TANAH LATERAL Tekanan tanah lateral ada 3 (tiga) macam, yaitu : 1. Tekanan tanah dalam keadaan diam atau keadaan statis ( at-rest earth pressure). Tekanan tanah yang terjadi akibat massa tanah

Lebih terperinci

PENGARUH GEOTEKSTIL TERHADAP KUAT GESER PADA TANAH LEMPUNG LUNAK DENGAN UJI TRIAKSIAL TERKONSOLIDASI TAK TERDRAINASI SKRIPSI. Oleh

PENGARUH GEOTEKSTIL TERHADAP KUAT GESER PADA TANAH LEMPUNG LUNAK DENGAN UJI TRIAKSIAL TERKONSOLIDASI TAK TERDRAINASI SKRIPSI. Oleh 786 / FT.01 / SKRIP / 04 / 2008 PENGARUH GEOTEKSTIL TERHADAP KUAT GESER PADA TANAH LEMPUNG LUNAK DENGAN UJI TRIAKSIAL TERKONSOLIDASI TAK TERDRAINASI SKRIPSI Oleh MIRZA RIO ENDRAYANA 04 03 01 047 X DEPARTEMEN

Lebih terperinci

DIKTAT MEKANIKA KEKUATAN MATERIAL

DIKTAT MEKANIKA KEKUATAN MATERIAL 1 DIKTAT MEKANIKA KEKUATAN MATERIAL Disusun oleh: Asyari Darami Yunus Teknik Mesin Universitas Darma Persada Jakarta 010 KATA PENGANTAR Untuk memenuhi buku pegangan dalam perkuliahan, terutama yang menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV DERAJAT PELAPUKAN ANDESIT DAN PERUBAHAN KEKUATAN BATUANNYA

BAB IV DERAJAT PELAPUKAN ANDESIT DAN PERUBAHAN KEKUATAN BATUANNYA BAB IV DERAJAT PELAPUKAN ANDESIT DAN PERUBAHAN KEKUATAN BATUANNYA 4.1 Analisis Hasil Uji Schmidt Hammer Hasil uji Schmidt hammer pada andesit di Gunung Pancir, Soreang menunjukkan bahwa tingkat kekerasan

Lebih terperinci

KORELASI PARAMETER KEKUATAN GESER TANAH DENGAN MENGGUNAKAN UJI TRIAKSIAL DAN UJI GESER LANGSUNG PADA TANAH LEMPUNG SUBSTITUSI PASIR

KORELASI PARAMETER KEKUATAN GESER TANAH DENGAN MENGGUNAKAN UJI TRIAKSIAL DAN UJI GESER LANGSUNG PADA TANAH LEMPUNG SUBSTITUSI PASIR JRSDD, Edisi Maret 2015, Vol. 3, No. 1, Hal:13-26 (ISSN:2303-0011) KORELASI PARAMETER KEKUATAN GESER TANAH DENGAN MENGGUNAKAN UJI TRIAKSIAL DAN UJI GESER LANGSUNG PADA TANAH LEMPUNG SUBSTITUSI PASIR Syahreza

Lebih terperinci

Karakteristik Kuat Geser Puncak, Kuat Geser Sisa dan Konsolidasi dari Tanah Lempung Sekitar Bandung Utara

Karakteristik Kuat Geser Puncak, Kuat Geser Sisa dan Konsolidasi dari Tanah Lempung Sekitar Bandung Utara Karakteristik Kuat Geser Puncak, Kuat Geser Sisa dan Konsolidasi dari Tanah Lempung Sekitar Bandung Utara Frank Hendriek S. NRP : 9621046 NIRM : 41077011960325 Pembimbing : Theodore F. Najoan.,Ir.,M.Eng.

Lebih terperinci

Gambar 5.20 Bidang gelincir kritis dengan penambahan beban statis lereng keseluruhan Gambar 5.21 Bidang gelincir kritis dengan perubahan kadar

Gambar 5.20 Bidang gelincir kritis dengan penambahan beban statis lereng keseluruhan Gambar 5.21 Bidang gelincir kritis dengan perubahan kadar DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR PERSAMAAN...

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI a BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Pada pelaksanaan Tugas Akhir ini, kami menggunakan software PLAXIS 3D Tunnel 1.2 dan Group 5.0 sebagai alat bantu perhitungan. Kedua hasil perhitungan software ini akan dibandingkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Lokasi pengambilan sampel tanah berasal dari proyek jembatan pengarengan jalan tol Cinere Jagorawi Sesi II, Depok, Jawa Barat. Untuk pengujian pemodelan matras dan

Lebih terperinci

SOAL DIKERJAKAN DALAM 100 MENIT. TULIS NAMA, NPM & PARAF/TTD PADA LEMBAR SOAL LEMBAR SOAL DIKUMPULKAN BESERTA LEMBAR JAWABAN.

SOAL DIKERJAKAN DALAM 100 MENIT. TULIS NAMA, NPM & PARAF/TTD PADA LEMBAR SOAL LEMBAR SOAL DIKUMPULKAN BESERTA LEMBAR JAWABAN. UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL 2010 ( )''''''''''''''''''''''''''''''' MATA KULIAH GEOTEKNIK!"" #$ %"" & *+ )''''''''''''''''''''''''''''''' '''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT. Adaro Indonesia merupakan satu perusahaan tambang batubara terbesar di Indonesia. PT. Adaro telah berproduksi sejak tahun 1992 yang meliputi 358 km 2 wilayah konsesi

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Setelah pengujian selesai dilakukan dan hasil yang diperoleh telah dianalisis, maka dapat disimpulkan beberapa hal antara lain : 1. Dari hasil pengujian sifak

Lebih terperinci

APLIKASI PENDEKATAN PROBABILISTIK DALAM ANALISIS KESTABILAN LERENG PADA DAERAH KETIDAKSTABILAN DINDING UTARA DI PT. NEWMONT NUSA TENGGARA

APLIKASI PENDEKATAN PROBABILISTIK DALAM ANALISIS KESTABILAN LERENG PADA DAERAH KETIDAKSTABILAN DINDING UTARA DI PT. NEWMONT NUSA TENGGARA 283 PROSIDING TPT XXII PERHAPI 2013 APLIKASI PENDEKATAN PROBABILISTIK DALAM ANALISIS KESTABILAN LERENG PADA DAERAH KETIDAKSTABILAN DINDING UTARA DI PT. NEWMONT NUSA TENGGARA ABSTRAK Eko Santoso 1), Irwandy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Font Tulisan TNR 12, spasi 1,5 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Font Tulisan TNR 12, spasi 1,5 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Font Tulisan TNR 12, spasi 1,5 1.1 Latar Belakang Batuan adalah benda padat yang terbentuk secara alami dan terdiri atas mineral-mineral tertentu yang tersusun membentuk kulit bumi. Batuan

Lebih terperinci