Model Matematika Penyebaran Internal Demam Berdarah Dengue dalam Tubuh Manusia

dokumen-dokumen yang mirip
Kesimpulan serta Masalah yang masih Terbuka

Model Dan Simulasi Transmisi Virus Dengue Di Dalam Tubuh Manusia

Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam Berdarah Dengue

III PEMBAHASAN. μ v. r 3. μ h μ h r 4 r 5

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. ekuilibrium bebas penyakit beserta analisis kestabilannya. Selanjutnya dilakukan

Bab II Teori Pendukung

III. MODEL MATEMATIK PENYEBARAN PENYAKIT DBD

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Oleh Nara Riatul Kasanah Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam

Bab III Model Awal Kecanduan Terhadap Rokok

MODEL MATEMATIKA EKSTERNAL DAN INTERNAL PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DISERTASI NUNING NURAINI NIM :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III PEMBAHASAN. Ebola. Setelah model terbentuk, akan dilanjutkan dengan analisa bifurkasi pada

Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi

BAB III MODEL KAPLAN. 3.1 Model Kaplan

BAB IV PENGEMBANGAN MODEL KAPLAN

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

Analisa Kualitatif pada Model Penyakit Parasitosis

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

Dengan maraknya wabah DBD ini perlu adanya suatu penelitian dan pemikiran yang

II MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kestabilan Model Matematika AIDS dengan Transmisi. atau Ibu menyusui yang positif terinfeksi HIV ke anaknya.

BAB IV ANALISIS MODEL 2

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Studi Penyebaran Penyakit Flu Burung Melalui Kajian Dinamis Revisi Model Endemik SIRS Dengan Pemberian Vaksinasi Unggas. Jalan Sukarno-Hatta Palu,

BAB III BASIC REPRODUCTION NUMBER

ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER)

Model Deterministik Masalah Kecanduan Narkoba dengan Faktor Kontrol Terhadap Pemakai dan Pengedar Narkoba

Inisialisasi Sistem Peringatan Dini Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue

Analisis Kestabilan Pada Model Transmisi Virus Hepatitis B yang Dipengaruhi Oleh Migrasi

ANALISIS KESTABILAN PADA MODEL TRANSMISI VIRUS HEPATITIS B YANG DIPENGARUHI OLEH MIGRASI

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan

BAB II KAJIAN TEORI. digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan

BAB 3 MODEL DASAR DINAMIKA VIRUS HIV DALAM TUBUH

Bab III Model Matematika Transmisi Filariasis Tanpa Pengobatan

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PEMBAHASAN. tenggorokan, batuk, dan kesulitan bernafas. Pada kasus Avian Influenza, gejala

ANALISIS KESTABILAN DAN PROSES MARKOV MODEL PENYEBARAN PENYAKIT EBOLA

BAB II LANDASAN TEORI

II. LANDASAN TEORI. Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Definisi 2 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

ANALISIS STABILITAS MODEL MATEMATIKA DARI PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR MELALUI TRANSPORTASI ANTAR DUA KOTA

BAB II LANDASAN TEORI

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN MODEL PADA PENYEBARAN HIV-AIDS

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Proses Pencabangan model DTMC SIR

MODEL MATEMATIKA PENYAKIT DIABETES DENGAN PENGARUH TRANSMISI VERTIKAL

6 FUNGSI LINEAR DAN FUNGSI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA IMMUNOTERAPI BCG PADA KANKER KANDUNG KEMIH

Oleh : HASNAN NASRUN SUBCHAN, MAHMUD YUNUS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alam, Universitas Lampung pada semester genap tahun akademik 2011/2012.

TUGAS AKHIR. Oleh Erdina Sri Febriyanti NRP Dosen Pembimbing Dr. Erna Apriliani, M.Si Drs. Setijo Winarko, M.Si

Oleh : Dinita Rahmalia NRP Dosen Pembimbing : Drs. M. Setijo Winarko, M.Si.

BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI

BAB III PEMBAHASAN. genetik (genom) yang mengandung salah satu asam nukleat yaitu asam

Prosiding Seminar Hasil-Hasil PPM IPB 2015 Vol. I : ISBN :

ANALISIS STABILITAS PENYEBARAN VIRUS EBOLA PADA MANUSIA

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB IV PEMBAHASAN. optimal dari model untuk mengurangi penyebaran polio pada dengan

IV PEMBAHASAN. jika λ 1 < 0 dan λ 2 > 0, maka titik bersifat sadel. Nilai ( ) mengakibatkan. 4.1 Model SIR

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

UNNES Journal of Mathematics

KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang)

Penerapan Teknik Serangga Steril Dengan Model Logistik. Dalam Pemberantasan Nyamuk Aedes Aegypti. Nida Sri Utami

III MODEL MATEMATIKA S I R. δ δ δ

DINAMIKA PROBLEMA PENYAKIT MALARIA

PENYELESAIAN NUMERIK DAN ANALISA KESTABILAN PADA MODEL EPIDEMIK SEIR DENGAN PENULARAN PADA PERIODE LATEN

ANALISIS MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN KOINFEKSI MALARIA-TIFUS

ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD DENGAN INKUBASI INTRINSIK DAN GABUNGAN INKUBASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK RINANCY TUMILAAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

BAB II LANDASAN TEORI

Esai Kesehatan. Disusun Oleh: Prihantini /2015

T - 1 PEMODELAN MATEMATIKA UNTUK MENSIMULASIKAN EFEK POPULASI KARANTINA TERHADAP PENYEBARAN PENYAKIT HIV/AIDS DI PAPUA

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA

Bab V Model Dengan Faktor Denda Bagi Para Perokok

T 3 Model Dinamika Sel Tumor Dengan Terapi Pengobatan Menggunakan Virus Oncolytic

Model Matematika Penyebaran Penyakit HIV/AIDS dengan Terapi pada Populasi Terbuka

KENDALI OPTIMAL PADA PENCEGAHAN WABAH FLU BURUNG DENGAN ELIMINASI, KARANTINA DAN PENGOBATAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa. Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup

Abstrak: Makalah ini bertujuan untuk mengkaji model SIR dari penyebaran

ANALISIS DAN SIMULASI MODEL MATEMATIKA PENYAKIT DEMAM DENGUE DENGAN SATU SEROTIF VIRUS DENGUE

Analisa Kestabilan dan Penyelesaian Numerik Model Dinamik SIRC pada Penyebaran. Virus Influenza

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.

ANALISIS KESTABILAN BEBAS PENYAKIT MODEL EPIDEMI CVPD (CITRUS VEIN PHLOEM DEGENERATION) PADA TANAMAN JERUK DENGAN FUNGSI RESPON HOLLING TIPE II

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR

Analisis Stabilitas Model SIR (Susceptibles, Infected, Recovered) Pada Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Provinsi Maluku

Analisis Komponen Utama (Principal component analysis)

KESTABILAN DAN BIFURKASI MODEL EPIDEMIK SEIR DENGAN LAJU KESEMBUHAN TIPE JENUH. Oleh: Khoiril Hidayati ( )

Transkripsi:

BAB IV Model Matematika Penyebaran Internal Demam Berdarah Dengue dalam Tubuh Manusia Bab ini menjelaskan model penyebaran virus Dengue dalam tubuh manusia, atau dikenal sebagai model internal. Bagian pertama pada bab ini adalah formulasi model penyebaran internal virus Dengue dalam tubuh manusia. Analisis model terbagi atas dua kasus, kasus pertama adalah model tanpa respon imun. Sedangkan kasus kedua adalah model dengan respon imun. Model pertama dibahas untuk melihat bagaimana perilaku virus Dengue dalam tubuh apabila sistem imun tubuh diasumsikan tidak bereaksi. Mengingat patogenesis penyakit ini masih belum jelas benar. Sedangkan model kedua digunakan untuk melihat sejauh mana respon imun berpengaruh dalam menurunkan jumlah virus dalam populasi sel yang diamati. Kedua model akan dikaitkan untuk menjelaskan bagaimana penyebaran virus Dengue dalam tubuh manusia. Seperti pada bab-bab sebelumnya analisis model dilakukan secara kualitatif lewat eksistensi dan kestabilan lokal titik-titik kesetimbangannya, serta solusi numerik yang dihasilkan sistem untuk nilai parameter tertentu. IV.1 Formulasi model matematika Secara garis besar patogenesis DBD ialah setelah virus Dengue masuk ke tubuh manusia, virus ini selama 3-8 hari berada dalam masa inkubasi di lokasi gigitan (sebagian turut peredaran darah). Setelah berkembang biak virus akan masuk ke dalam peredaran darah, menyebabkan terjadinya viremia. Viremia adalah masa dimana virus berada di dalam aliran darah sehingga dapat ditularkan kepada orang lain melalui gigitan nyamuk. Masa viremia ini dimulai 6-18 jam sebelum terjadi sakit dan berlangsung antara 1-7 hari (Vaughn dkk, 2000). Setelah masa viremia virus tidak ditemukan di darah. 63

Adanya virus di dalam tubuh menimbulkan reaksi hebat sel-sel tubuh. Walaupun virus pada akhirnya lenyap, namun reaksi tubuh akan menimbulkan tanda-tanda dan gejala penyakit DBD (Malavige dkk, 2004). Tujuan dari penelitian ini adalah menyusun suatu model matematik penyebaran virus Dengue di dalam tubuh manusia untuk mengetahui berapa lama virus Dengue berada dalam aliran darah manusia. Asumsi yang digunakan dalam penyusunan model matematik ini adalah : (i) Hanya ada satu serotipe virus yang menyerang, yaitu Den-2, karena ada studi yang menunjukkan bahwa serotipe DEN-2 merupakan serotipe yang dominan di Bandung (Porter dkk, 2005) (ii) Tidak dibedakan antara infeksi primer dan infeksi sekunder, (iii) Tidak dipertimbangkan stadium penyakit,(iv) Model ini diamati pada 1 µl darah. Mekanisme destruksi sel yang terinfeksi virus Dengue berjalan sebagai berikut: virus menginfeksi tubuh lewat nyamuk masuk ke dalam peredaran darah. Sel-sel sistem imun (Monosit, Makrofag, Limfosit T dan B) akan mengenali virus yang masuk ini dan berusaha mengeliminasinya. Sel-sel sistem imun bersama faktor larut yang ada akan membangun respons imun. Tugas masing-masing sel ini berbeda. Monosit bertugas menyajikan, Makrofag menyajikan dan memfagositosis, sel T (misalnya sel T H 1 dan T H 2) bertugas menyajikan sedangkan sel T c (sel T sitotoksik) dan Makrofag bertugas memfagositosis. Sel B disamping dapat menyajikan Ag (antigen) lewat Ab (antibodi) yang ada di permukaan selnya dapat memproduksi Ab yang fungsinya menetralkan benda asing (termasuk virus). Faktor larut yang ada (misalnya CRP dan komplemen) mempunyai fungsi membantu penjagaan tubuh (kekebalan innate). Selain itu juga memfasilitasi respons yang terjadi agar bekerja sebagaimana mestinya (kekebalan adaptive) sehingga sel fagosit (sel T c dan Makrofag) dapat mengeliminasi virus yang ada. Perlu diingat bahwa virus Dengue dapat mengelak respons imun yang terjadi sehingga tidak dikenali dan dapat berkembang biak dalam sel yang 64

diinfeksinya. Diagram transmisi untuk model ini dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar IV.1. Diagram Transmisi Internal Misalkan S(t), I(t), V (t) dan Z(t) berturut-turut adalah kepadatan dari sel sehat penyaji (terutama monosit) yang susceptible, sel terinfeksi, partikel virus bebas, dan sel fagosit pada 1 µl darah pada saat t. Persamaan dinamik untuk sel dan virus diberikan oleh persamaan (IV.1) berikut. ds dt di dt dv dt d Z dt = µ α S a S V, = a S V β I ν I Z, = k I γ V a 0 S V, (IV.1) = η + c I + d I Z δ Z. Baris pertama pada persamaan (IV.1) merepresentasikan perubahan sel sehat sepanjang waktu. Parameter µ menyatakan banyaknya sel sehat yang diproduksi (sumsum tulang, kelenjar limfe/organ limfoid) per jam per ml darah. Sel sehat akan berkurang karena rusak, dengan α menyatakan laju kematian alami/rusaknya sel per jam per µl darah. Selanjutnya karena invasi virus Dengue terhadap sel sehat tersebut, maka laju pertumbuhan sel terinfeksi per µl darah karena interaksi antara 65

virus dengan sel sehat, dapat dinyatakan sebagai perkalian dari rata-rata banyaknya kontak yang dilakukan oleh 1 virus per jam dengan peluang sukses kontak antara virus dengan sel menghasilkan sel terinfeksi per µl darah. Parameter interaksi ini dinyatakan dengan a. Baris kedua pada persamaan (IV.1) menyatakan perubahan sel terinfeksi. Pertambahan sel terinfeksi terjadi dari keberhasilan virus menginvasi sel sehat. Sedangkan berkurangnya adalah karena rusak atau mati alami (apoptosis) serta karena sel fagosit yang berhasil membunuh sel terinfeksi. Parameter ini dinyatakan dengan β dengan satuan pengurangan sel terinfeksi per jam per µl darah. Kemudian diasumsikan juga bahwa sel terinfeksi akan tereliminasi konstan sebesar ν, setiap kali mengadakan kontak dengan sel fagosit. Baris ketiga persamaan (IV.1) merupakan perubahan populasi virus bebas. Virus akan bertambah dari produksi virus yang dihasilkan oleh sel terinfeksi yang lisis dikalikan banyaknya virus yang dinyatakan dengan ki. Pada model ini γ menyatakan laju hilangnya virulensi virus per jam per µl darah. Selain itu jumlah virus akan berkurang karena adanya interaksi dengan sel sehat dengan rata-rata kontak sebesar a 0. Sedangkan pada persamaan keempat, sub populasi sel fagosit yang diproduksi oleh sistim imun dengan rata-rata produksi konstan sebesar η dengan waktu hidup sel selama 1. Menurut pendapat Kurane dan Ennis penambahan jumlah sel monosit δ yang terinfeksi oleh virus Dengue mengakibatkan peningkatan aktivitas sel fagosit disadur dari (Gubler, 1998). Dengan alasan tersebut stimulasi produksi sel fagosit diasumsikan konstan sebesar c yang proporsional terhadap kepadatan sel monosit yang terinfeksi dan juga akibat adanya kontak dengan sel terinfeksi dengan rata-rata kontak sebesar d. 66

IV.1.1 Analisis model tanpa respons imun Model internal tanpa respons imun diberikan oleh persamaan (IV.1) dengan nilai ν = 0 dan tanpa persamaan baris keempat. Daerah yang memiliki arti secara biologi pada model tanpa respons imun ini diberikan oleh Ω = {(S, I, V ) : S, I, V 0}. Mode tanpa respons imun mempunyai dua titik kesetimbangan pada Ω, yaitu titik kesetimbangan tanpa virus E 1 dan kesetimbangan adanya virus E 2. Titik kesetimbangan E 1 menunjukkan bahwa tidak ada virus dan sel yang terinfeksi sedangkan titik kesetimbangan E 2 menyatakan bahwa virus dan sel terinfeksi akan selalu ada sepanjang waktu, jadi merupakan kesetimbangan dengan virus. Titik kesetimbangan E 1 diberikan oleh E 1 = ( µ α, 0, 0), dan titik kesetimbangan E 2 adalah E 2 = (S, I, V ), dengan S = βγ (ak a 0 β), I = µ(ak a 0β) βαγ, (IV.2) β(ak a 0 β) V = µ(ak a 0β) βαγ. βαγ Seperti pada bab - bab sebelumnya analisis titik kesetimbangan (IV.2) dilakukan dengan menggunakan basic reproductive number, R 0. Untuk penyebaran internal dalam tubuh parameter ini didefinisikan sebagai ekspektasi dari sel terinfeksi yang baru yang dihasilkan oleh satu sel terinfeksi dalam keadaan semua sel dalam tubuh adalah sel sehat (Nowak dan Robert, 2000). Kondisi batas untuk nilai basic reproduction ratio pada model internal adalah satu. Jika R 0 < 1 maka penyebaran virus dalam tubuh dapat dikendalikan. Sedangkan jika R 0 > 1, maka setiap sel yang terinfeksi akan memproduksi lebih dari satu sel 67

terinfeksi dalam tubuh (Nowak dan Robert, 2000). Pada model ini, sebelum infeksi terjadi, nilai I = 0, V = 0, dan sel sehat berada pada titik kesetimbangan S = µ. Misalkan pada saat t = 0 infeksi mulai terjadi, α maka dalam tubuh terdapat sejumlah V 0 partikel virus. Misalkan kondisi awal sel sehat diberikan oleh S 0 = µ α, I 0 = 0, dan V 0. Maka laju satu sel terinfeksi dapat menyebabkan sel terinfeksi yang baru diberikan oleh S(ak a 0 β). Jika semua sel dalam keadaan sehat maka S = µ. Waktu hidup sel sehat β α direpresentasikan oleh 1, maka didapat γ R 0 = µ(ak a 0β). βαγ Teorema berikut memberikan kriteria kestabilan untuk titik kesetimbangan tanpa virus. Teorema 1 Titik kesetimbangan tanpa virus E 1 stabil asimtotik lokal jika dan hanya jika R 0 < 1 dan tidak stabil jika R 0 > 1. Bukti Untuk mencari kestabilan lokal dari titik E 1, matriks Jacobi model tanpa respons imun yang dihitung pada E 1 adalah D E1 = α 0 0 β µa α µa α 0 k γ µa α Nilai-nilai eigen dari J E1 adalah δ dan akar dari polinom p(s) = s 2 + (β + γ + µa 0 α )s + βγ µ(ak a 0β). α Akar-akar dari polinom p(s) memiliki nilai real yang negatif apabila R 0 < 1, akibatnya E 1 adalah titik kesetimbangan yang stabil lokal. 68

Selanjutnya akan diturunkan kestabilan dari titik E 2. Titik kesetimbangan E 2 = (S, I, V ) dalam R 0 adalah S = µ αr 0, I = 1 1 R 0, V = R 0 1. (IV.3) Dapat dilihat bahwa S, I, V pada (IV.3) akan bernilai positif jika R 0 > 1. Dari pelinearan model tanpa respons imun di sekitar titik E 2 diperoleh D E2 = R 0 0 R 0 α β µa αr 0 µa αr 0 (R 0 α) k γ µa αr 0. Nilai-nilai eigen dari D E2 adalah akar-akar dari q(s) = s 3 + as 2 + bs + c, dengan k a = αr 0 + β + γ k β, b = (αβ + µa)r 0 + µ(ak a 0β), β c = µ(ak a 0 β)(1 1 R 0 ), Perhatikan bahwa a, b positif dan c > 0 mengakibatkan µ(ak a 0 β) > αβγ atau R 0 > 1. Akar-akar dari q(s) memiliki bagian real negatif jika dan hanya jika ab > c atau a 1 R 3 0 + a 1 R 2 0 + a 3 R 0 + a 4 > 0, (IV.4) dengan a 1 = α(αβ + µa) a 2 = ( γk + β)(αβ + µa) k β a 3 = ( µaγk β ) a 4 = µ(ak a 0 β) 69

Akibatnya diperoleh teorema berikut ini. Teorema 2 Titik kesetimbangan E 2 ada jika R 0 > 1, dan merupakan titik yang stabil asimtotik lokal jika dan hanya jika kondisi (IV.4) terpenuhi. Gambar ( IV.2) menunjukkan diagram ekuilibria dari titik-titik kesetimbangan model tanpa respons imun terhadap R 0. Untuk R 0 > 1 digambarkan sub populasi sel terinfeksi I pada persamaan (IV.3), dan diilustrasikan oleh kondisi (IV.4) untuk nilai-nilai parameter µ = 0.056, a = 0.001, γ 1 = 1, γ 2 = 4, α = 0.0024, β = 0.03, k = 0.013. Gambar IV.2. Diagram ekuilibria model tanpa respons imun, garis menunjukkan solusi yang stabil dan titik - titik merepresentasikan solusi yang tidak stabil (kiri), dan daerah kestabilan dari E 2 (kanan). IV.1.2 Simulasi numerik model tanpa respons imun Sama halnya dengan model penyebaran eksternal simulasi numerik yang dihasilkan memiliki kesamaan hasil seperti pada Gambar IV.3. Pada gambar tersebut ditunjukkan simulasi numerik untuk model tanpa respons imun untuk nilai parameter tertentu. Pada gambar ini jumlah maksimum sel yang terinfeksi sebesar 254, 2898 dan dicapai saat hari ke 5. Sedangkan jumlah maksimum virus sebesar 1, 8x10 3 pada saat yang sama yang dicapai oleh jumlah maksimum sel terinfeksi. Setelah masuk 70

ke tubuh manusia, virus akan mengalami masa inkubasi diikuti ledakan populasi virus, yang biasa disebut masa viremia untuk selanjutnya menurun menuju titik kesetimbangannya. Dinamika populasi sel sehat akan menyesuaikan dengan dinamika virus. Pada masa inkubasi jumlah sel sehat tidak mengalami penurunan yang berarti. Penurunan populasi sel sehat akan terjadi seiring meningkatnya jumlah virus. Penurunan populasi sel sehat akan diikuti naiknya jumlah sel terinfeksi. Setelah waktu tertentu, ketiga populasi akan menuju keadaan kesetimbangan. Seperti terlihat pada gambar, pada saat tersebut jumlah populasi sel sehat, sel terinfeksi, dan virus relatif sedikit. Hal yang perlu diperhatikan dari hasil simulasi di atas adalah jumlah maksimum virus hanya dalam skala ribuan. Pada kenyataannya jumlah virus dalam 1 µl darah bisa mencapai jutaan. Hal ini dikarenakan pada model ini, diasumsikan sel yang menjadi sasaran virus hanya sel sistem imun (sel penyaji, sel fagosit) yang jumlahnya sekitar 400 sel. Pada kenyataanya sel sasaran virus adalah semua sel tubuh termasuk sel sistem imun (yakni Monosit, Makrofag, sel Kupffer, sel dendrit) dan bahkan mungkin sel trombosit (pada penyakit DBD penurunan jumlah trombosit dipahami sebagai pertanda progresivitas penyakit). Oleh karena itu jumlah sel sasaran virus bisa mencapai ribuan sel. Pada kondisi setimbang ini sebenarnya masih terdapat sejumlah tertentu virus. Tetapi jumlah virus ini tidaklah signifikan dibanding jumlah maksimum virus. Oleh karena itu pada kondisi ini dapat dikatakan virus tidak lagi beredar dalam aliran darah. Dengan demikian, pada dasarnya bentuk punuk dapat dikatakan sebagai masa viremia yang menyatakan masa beredarnya virus dalam aliran darah. Penelitian yang dilakukan terhadap virus Dengue menyatakan bahwa virus akan lenyap dari aliran darah manusia setelah masa viremia, namun tidak secara tegas menunjukkan bahwa virus habis sama sekali dari darah manusia (Vaughn dkk, 2000). Jadi dari model yang disusun ini bisa dikatakan bahwa virus Dengue akan lenyap dari aliran darah manusia, dalam pengertian jumlah proporsi virus pada kondisi setimbang tidak lagi signifikan. Hal ini tidak bertentangan dengan fakta bahwa virus Dengue akan lenyap dari tubuh kurang lebih dalam waktu 7 hari. 71

Gambar IV.3. Simulasi numerik untuk sel susceptible (3a), sel yang terinfeksi (3b) dan virus bebas (3c) dengan memilih nilai awal 400 sel susceptible, sel terinfeksinya nol dan 10 partikel virus bebas. Nilai parameter yang digunakan dalam simulasi ini adalah µ = 0.1668, a = 0.001, γ = 29, α = 0.00041, β = 0.32, k = 208, R 0 = 8.9589. 72

IV.2 Model dengan respons imun dalam tubuh Model yang akan dibahas dalam sub bab ini adalah model (IV.1). Untuk analisis lebih lanjut parameter a 0 diaumsikan sama dengan a, dan model (IV.1) ditransformasikan melalui parameter Z = Z η, sehingga diperoleh persamaan berikut δ ds dt di dt dv dt dz dt = µ α S a S V, = a S V β 1 I ν I Z, = k I γ V a S V, (IV.5) = c 1 I + d I Z δ Z, dengan β 1 = β + η ν δ dan c 1 = c + d η δ. Domain yang memiliki arti dari segi biologi untuk model (IV.5) adalah Ω = {(S, I, V, Z) : S, I, V, Z 0}, dan semua parameter yang digunakan pada model (IV.5) adalah positif. IV.2.1 Analisis model dengan respons imun Pada model (IV.5) diperoleh nilai basic reproduction ratio k R 0i = β + ν η δ a µ α γ + a µ, α indeks i menyatakan respons imun. Nilai ini diperoleh dari radius spektral matriks pembangkit berikut. 73

K = 0 a µ α γ+a µ k δ 0 β δ+ν η. Matriks K ini diperoleh dari persamaan Jacobi di dt dan dv dt model (IV.5), yang dihitung pada kondisi semua sel dalam tubuh adalah sel monosit yang susceptible sebesar µ α dan sel fagosit sebesar η δ (lihat (Castillo dkk., 2002) untuk langkah detail). Dari sini dapat dilihat bahwa stimulasi sel fagosit tidak memberikan kontribusi dalam perhitungan parameter basic reproduction ratio. Pada model ini status endemik virus bergantung pada respons individu dalam menghadapi virus yang masuk dalam tubuh. Makin besar laju invasi virus a, makin tinggi kemungkinan terjadi ledakan populasi virus. Sebaliknya kenaikan parameter laju eliminasi sel terinfeksi ν menurunkan resiko terjadinya infeksi dalam tubuh. Ilustrasi dari kejadian ini diberikan oleh Gambar IV.4. Gambar IV.4. Daerah ruang parameter (a, ν) terhadap R 0i. Titik kesetimbangan model dengan respons imun Selanjutnya akan dicari titik equilibria dari model (IV.5). Dengan menggunakan manipulasi aljabar pada ruas kanan persamaan model (IV.5), didapatkan 74

S = I = Z = µ α + a V, (IV.6) V (α γ + a γ V + a µ), k(α + a V ) (IV.7) c 1 I δ d I, (IV.8) dan dengan V ( p 3 V 3 + p 2 V 2 + p 1 V + p 0 ) = 0, (IV.9) p 0 = (R0i 2 1) R0i 2 α β1 2 δ (α γ + a µ) 2 /(a µ), p 1 = (α γ + a µ) 2 (β 1 d c 1 ν) a k (d µ + β 1 δ) (a µ + α γ) + a k δ (a k µ α β 1 γ), p 2 = a γ [ a k (β 1 δ + d µ) 2 (β 1 d c 1 ν) (a µ + α γ) ], p 3 = a 2 γ 2 (β 1 d c 1 ν). Dengan menghilangkan solusi trivial dari V (V = 0), persamaan (IV.9) dapat dituliskan kembali sebagai F (V )G(V ) + c 1 H(V ) = 0, (IV.10) dengan F (V ) = [a d γ V 2 + (d (a µ + α γ) k δ a) V k α δ] G(V ) = [(a V + α) β 1 γ a (k β 1 ) µ], H(V ) = ν V (α γ + a (γ V + µ)) 2. Selanjutnya, perhatikan persamaan (IV.10) untuk nilai c 1 = 0 dan c 1 0. Untuk nilai c 1 = 0 terbagi atas dua kasus. Pertama, saat respon linier (c) dan respon non-linier (d) dari sel fagosit sama dengan nol. Kedua, saat nilai η = 0 dan c = 0 75

(d 0). Pada kenyataannya tidak ditemukan kasus-kasus ini, namun karena kita bekerja dengan parameter yang bernilai kontinu, akibatnya dinamik virus untuk nilai c atau d atau η yang cukup kecil pada interval waktu yang terbatas dapat dianalisis lewat dinamik virus saat c 1 = 0. Untuk kasus c = d = 0, F G merupakan fungsi kuadrat yang memiliki akar positip dan akar negatif. Akar positif F G untuk nilai η > 0 lebih kecil dibandingkan saat η = 0. Perilaku kualitatif akar dari fungsi F G terhadap η diperlihatkan pada Gambar IV.5. Gambar IV.5. Grafik fungsi F G untuk c = d = 0, η = 0 (garis lurus), η > 0 (garis putus - putus). Pada kasus ini terdapat dua ekuilibria yakni kesetimbangan tanpa virus T 1 = ( µ α, 0, 0, 0) yang selalu ada serta kesetimbangan endemik virus ( β1 γ T 2 = a (k β 1 ), a k µ β 1(α γ + a µ) a β 1 (k β 1 ), a k µ β ) 1(α γ + a µ), 0 a β 1 γ yang eksistensinya dijamin untuk ada untuk R 0i > 1. Saat R 0i > 1, diperoleh k > β 1, akibatnya T 2 selalu positif. Perlu dicatat bahwa nilai nol pada koordinat keempat dari titik T 2 sama dengan η δ pada koordinat sebelumnya. Kestabilan lokal dari titik T 1 dan T 2 diberikan oleh proposisi berikut. Proposisi 1 Misalkan c = d = 0. Jika R 0i < 1, titik kesetimbangan T 1 merupakan titik yang stabil asimtotik lokal. Jika R 0i > 1, titik kesetimbangan T 1 tidak stabil 76

dan titik T 2 merupakan titik yang stabil asimtotik lokal. Bukti Kestabilan lokal titik T 1 diperoleh melalui pelinearan model (IV.5) di T 1. Nilai - nilai eigen dari matriks jacobi di titik tersebut adalah α, δ dan akar dari polinom α λ 2 + ( α (β 1 + γ) + a µ ) λ β 1 (α γ + a µ) (R 2 0i 1) = 0. (IV.11) Saat R 0i < 1, persamaan (IV.11) memiliki akar-akar dengan bagian real negatif. Kemudian saat R 0i > 1, persamaan tersebut memiliki akar dengan bagian real positif dan bagian real negatif. Selanjutnya, nilai-nilai eigen dari pelinearan model (IV.5) di T 2 adalah δ dan akar dari polinom λ 3 + p 2 λ 2 + p 1 λ + p 0 = 0, dengan p 0 = a k µ β 1 (α γ + a µ) = β 1 (α γ + a µ) (R0i 2 1), p 1 = α β 1 γ + a µ (k β 1) (β 1 + γ), k β 1 β 1 γ p 2 = β 1 + γ + β 1 γ + a µ (k β 1). k β 1 β 1 γ Jelas bahwa p 0 dan p 2 positif, karena R 0i > 1 dan k > β 1. Dapat ditunjukkan pula bahwa p 1 p 2 > p 0. Dengan menggunakan Kriteria Routh-Hurwitz (lihat Lampiran A) diperoleh semua akar dari polinom orde tiga tersebut memiliki akar - akar dengan bagian real negatif. Untuk kasus η = c = 0 dan d 0, terdapat tiga titik ekuilibria, yakni kesetimbangan bebas virus T1 o = ( µ, 0, 0, 0), yang selalu ada, kesetimbangan tanpa respons imun α T o 2 = ( β γ a (k β) a k µ β(α γ + a µ),, a β (k β) ) a k µ β(α γ + a µ), 0, a β γ yang ada saat R 0i > 1. Pada kasus ini, β 1 = β dan T 2 tereduksi menjadi T o 2. Lebih jauh terdapat titik endemik virus yang lain yaitu, ( T 3 = µ α + a V, δ d, V, a (d µ β δ) V α β δ δ ν (α + a V ) 77 ),

dengan d µ β δ > 0, V > α β δ a (d µ β δ), dan V memenuhi Misalkan R 1 = a d γ V 2 + (d (a µ + α γ) a k δ) V k α δ = 0. 1 + δ a (k β) d (a µ+α γ). Kondisi V > Jika titik kesetimbangan T 3 ada, maka dapat dituliskan sebagai α β δ a (d µ β δ) ekuivalen dengan R 0i > R 1. T 3 = ( d (a µ α γ) a k δ +, δ a k δ d (a µ + α γ) +,, 2 a d α d 2 a d γ ) a δ (k β) + a (d µ β δ) + d α γ, 2 a δ ν dengan = 4 a d k α δ γ + (d (a µ + α γ) a k δ) 2. Lebih jauh dapat disimpulkan bahwa, komponen V dari T2 o lebih besar dari T 3. Proposisi 2 Untuk η = c = 0 dan d 0, dipunyai beberapa sifat-sifat berikut. (i.) Jika R 0i < 1, kesetimbangan T1 o merupakan titik stabil asimtotik lokal. Jika R 0i > 1, maka titik T1 o merupakan titik yang tak stabil. (ii.) Jika d µ β δ 0 dan R 0i > 1, titik kesetimbangan T2 o adalah titik stabil asimtotik lokal. (iii.) Jika d µ β δ > 0 dan 1 < R 0i < R 1, titik T o 2 lokal. Untuk R 0i > R 1, titik T o 2 tidak stabil. adalah titik stabil asimtotik (iv.) Jika d µ β δ > 0 dan R 0i > R 1, maka T 3 merupakan titik stabil asimtotik lokal. Bukti Pembuktian (i) dan (ii) serupa dengan pembuktian Proposisi 1. Akan dibuktikan untuk (iii). Kestabilan lokal dari T o 2 ditentukan melalui pelinearan model (IV.5) di T o 2. Nilai-nilai eigen dari matriks Jacobinya adalah δ + d ( µ β α γ a (k β)). Nilai-nilai eigen tersebut negatif untuk R 0i < R 1 Selanjutnya nilai eigen yang lain ditentukan oleh akar dari λ 3 + c 2 λ 2 + c 1 λ + c 0 = 0, dengan koefisien c 2, c 1 dan c 0 bernilai sama dengan c 2, c 1 dan c 0 pada pembuktian Proposisi 1 (pada kasus ini, β 1 = β). Untuk R 0i > 1, nilai - nilai eigennya memiliki bagian real negatif. 78

Tulis T 3 sebagai (S, δ d, V, Z ). Pelinearan model (IV.5) pada titik T 3 menghasilkan persamaan karakteristik sebagai berikut. (λ + α + a V ) (λ + γ) ( λ 2 + (β + ν Z ) λ + δ ν Z ) + a S (λ + α) ( λ 2 + (β + ν Z k) λ + δ ν Z ) = 0. (IV.12) Dengan menggunakan Z = a (d µ β δ) V α β δ, diperoleh bahwa semua akar dari per- δ ν (α+a V ) samaan (IV.12) mempunyai bagian real negatif jika V > tersebut dapat ditulis sebagai R 0i > R 1. α β δ a (d µ β δ). Pertidaksamaan Proposisi 2 di atas dapat diilustrasikan pada diagram bifurkasi berikut. Gambar IV.6. Diagram bifurkasi model (IV.5) dengan c 1 = 0 (η = c = 0) dan d µ β δ > 0. Garis lurus menggambarkan stabil asimtotik lokal dan garis putus - putus menggambarkan cabangcabang titik kesetimbangan yang tak stabil. V1 o, V2 o dan V 3 merupakan komponen bebas virus dari titik - titik T1 o, T2 o dan T 3. Untuk c 1 0 dan d 0, titik-titik ekuilibria model (IV.5) diperoleh dari (IV.7) - (IV.9). Konsekuensinya I < δ, hal ini berakibat interval yang mungkin untuk nilai V adalah d [0, V r ), dengan V r = a k δ d (α γ+a µ)+ 2 a d γ. Proposisi 3 Model (IV.5) selalu memiliki titik kesetimbangan bebas virus T 4 = ( µ α, 0, 0, 0)1 Jika R 0i > 1, terdapat titik endemik virus (S, I, V, Z ) dan memenuhi persamaan (IV.6 - IV.9). 1 Pada koordinat sebelumnya, T 4 = ( µ α, 0, 0, η δ ). 79

Gambar IV.7. Gambar atas: kurva dari ( adγv 2 + (d(aµ + αγ) kδa)v kαδ )( (av + α)β 1 γ a(k β 1 )µ ) (kiri: d µ βδ 0, kanan: d µ βδ > 0) dan V2 o dan V 3 adalah komponen bebas virus dari T1 o, T2 o dan T 3. 80

Bukti Subtitusi V = 0 pada persamaan (IV.6 - IV.8), diperoleh S = µ, I = Z = 0. α Akibatnya T 4 selalu ada. Misalkan F (V ) = p 3 V 3 + p 2 V 2 + p 1 V + p 0. Fungsi F memotong sumbu vertikal pada koordinat (0, p 0 ), dengan p 0 potitif untuk R 0i > 1. Untuk membuktikan eksistensi titik endemik saat R 0i > 1, dibagi atas tiga tinjauan parameter c 1 ν β 1 d. Untuk c 1 ν β 1 d = 0, F tereduksi menjadi fungsi kuadrat. Karena p 2 < 0, perkalian akar-akar dari F negatif. Selanjutnya, F (V r ) < 0. Akibatnya F hanya memiliki satu akar positif. Untuk c 1 ν β 1 d < 0, p 3 positif. Tanda dari F (V r ) bergantung dari 2 dγ α d a µ+. Tetapi suku tersebut haruslah bertanda positif karena V r > 0. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat titik kesetimbangan endemik virus yang unik. Dalam disertasi ini tidak dibahas bukti kestabilan titik endemik secara analitik. Eksplorasi numerik mengindikasikan bahwa titik tersebut stabil lokal. Selanjutnya akan dilihat dinamik virus untuk perubahan parameter yang menyatakan respon terhadap sel fagosit. IV.2.2 Simulasi numerik model dengan respons imun Simulasi numerik yang diberikan pada bagian ini menggunakan tabel parameter IV.1. Nilai parameter η diperoleh dengan mengasumsikan bahwa pada nilai kesetimbangannya kepadatan populasi sel fagosit sebelum terjadi infeksi adalah 2000 sel. Tabel IV.1. Beberapa estimasi nilai parameter model internal. Par. Nilai Estimasi Ref. µ 80 sel/(hari.µl) (Bertell,1993) 1 3 hari (Bertell,1993) α 1 20 tahun (Mclean,1995) δ η 0.265 sel/(hari.µl) - 81

Simulasi yang pertama pada Gambar IV.8 menggambarkan dinamika virus bebas V, dinamika sel terinfeksi I, dinamika sel sehat S, serta dinamika sel imun Z, terhadap waktu. Dari Gambar IV.8 ini dapat dilihat bahwa gejala mulai muncul saat jumlah partikel virus maksimum, garis tegak putus-putus menunjukkan waktu (dalam hari) timbulnya gejala DBD. Sementara maksimum jumlah sel yang terinfeksi terjadi sebelum gejala DBD muncul. Dari dinamika virus juga dapat dilihat bahwa hilangnya virus berlangsung antara hari ketujuh sampai kedelapan, simulasi ini menangkap fakta bahwa virus Dengue akan lenyap dalam masa satu hingga tujuh hari. Gambar IV.8. Simulasi numerik dari model (IV.5) untuk nilai cν βd > 0 dan R 0i > 1. Nilai-nilai parameter pada simulasi numerik ini adalah γ = 0.8, β = 0.5, a = 0.001, k = 20, ν = 0.001, d = 0.03, c = 15.1. Sedangkan untuk dinamika sel sehat akan menurun sampai empat hari dan naik lagi menuju nilai kesetimbangannya. Sedangkan dinamika dari sel imun akan terus naik sampai mencapai nilai kesetimbangannya. Simulasi pada Gambar IV.8 ini diperoleh 82

untuk nilai cν βd > 0 dan R 0i > 1. Sedangkan simulasi dinamika keempat sub populasi untuk nilai cν βd < 0 dan R 0i > 1 diperlihatkan pada Gambar IV.9. Simulasi pada Gambar IV.9 memperlihatkan bahwa jumlah maksimum sel yang terinfeksi terjadi saat gejala sudah mulai muncul, sedangkan jumlah virus maksimum terjadi setelah gejala DBD sudah berlangsung selama dua hari. Secara umum kecenderungan dinamik dari keempat sub populasi untuk nilai parameter cν βd < 0 maupun cν βd > 0 hampir sama. Gambar IV.9. Simulasi numerik dari model (IV.5) untuk nilai cν βd < 0 dan R 0i > 1. Nilai-nilai parameter pada simulasi numerik ini adalah γ = 0.8, β = 0.0045, a = 0.001, k = 20, ν = 0.001, d = 0.0075, c = 0.005. Dari simulasi-simulasi yang dihasilkan untuk kedua kelompok parameter tersebut memiliki perilaku bahwa dinamika sel terinfeksi selalu mencapai puncak terlebih dahulu bila dibandingkan dengan dinamika virus. Sedangkan untuk dinamika sel sehat maupun sel yang imun memiliki perilaku yang sama untuk kedua kelompok 83

parameter tersebut. Perbedaannya adalah pada kelompok parameter cν βd > 0 memiliki perilaku dinamik yang lebih lambat bila dibandingkan dengan kelompok parameter cν βd < 0. Dari analisis yang telah dilakukan pada bab ini maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut. Model internal yang dikonstruksi untuk masalah penyebaran virus Dengue tanpa respons imun memiliki dua jenis titik kesetimbangan, titik kesetimbangan pertama adalah titik kesetimbangan tanpa virus, E 1 dan titik kesetimbangan kedua, E 2 adalah titik kesetimbangan endemik virus dalam tubuh manusia. Kriteria kestabilan untuk titik-titik kesetimbangan tersebut diturunkan melalui parameter basic reproductive number dengan hasil E 1 stabil asimtotik lokal saat R 0 < 1 dan saat R 0 > 1, E 2 merupakan titik stabil asimtotik lokal. Sedangkan pada model internal dengan respons imun diperoleh tiga jenis titik kesetimbangan. Titik kesetimbangan pertama adalah titik tanpa virus, kedua titik dengan virus tetapi tanpa respons imun dan ketiga adalah titik kesetimbangan dengan virus lengkap dengan respons imun. Mengenai titik - titik kesetimbangan model dengan respons imun disarikan pada Proposisi 1 sampai 3. Untuk model internal ini nilai basic reproduction ratio model dengan respons imun mereduksi nilai basic reproduction ratio model tanpa respons imun sebesar. Artinya respons imun yang baik memegang peranan β δ β δ+ν η penting dalam penyembuhan penyakit DBD ini. Simulasi numerik yang menyatakan dinamik sub populasi virus untuk kedua model internal ini memperlihatkan bahwa virus Dengue akan lenyap lebih cepat dari tubuh apabila sel imun bekerja dengan baik. 84